BPS3202
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOPROSES
Modul Praktikum:
Difusi Fasa Gas (DFG)
Dosen: Yulisa Lestari., S.Si, M.T;
Astiti Aditia, ST., MT
Kelompok: LABTEK/1819/004
Lidia H Marpaung (31S16002)
Frans N Simangunsong (31S16021)
Hanna G Manik (31S16028)
Tanggal Praktikum:
18-19 Februari 2019
ii
LEMBAR PENUGASAN
iii
ABSTRAK
Proses difusi massa merupakan berpindahnya suatu kuantitas massa akibat adanya
perbedaan konsentrasi atau fraksi dari suatu senyawa pada bidang yang berbeda. Proses
difusi dapat berlangsung dalam fasa gas maupun fasa cair. Proses difusi gas akan berlangsung
hingga molekul gas yang saling bercampur memiliki komposisi yang sama (setimbang).
Percobaan ini bertujuan mengamati variabel yang mempengaruhi difusivitas dan menentukan
koefisien difusivitas, fluks massa molar dan konsentrasi dari proses difusi gas senyawa aseton
dan udara. Senyawa aseton yang volatil diisi ke dalam pipa kapiler pada ketinggian tertentu
kemudian dipasang dalam waterbath, lalu udara dalam fasa gas dialirkan menggunakan
pompa pada permukaan atas tabung. Ketinggian cairan dicatat pada interval waktu 10 menit
sampai mencapai minimal 5 titik ketinggian cairan pada temperatur 30, 35, 40, 45 dan 50℃.
Koefisien difusivitas (DAB) ditentukan dari persamaan linear yang memplot selisih ketinggian
cairan terhadap waktu difusi cairan. Profil konsentrasi senyawa aseton dapat ditentukan
dengan menghitung konsentrasi aseton pada arah sumbu Z dan fluks molar dapat dihitung dari
jumlah mol aseton yang menguap dalam suatu selang waktu tertentu. Pada percobaan saat
T=50℃ dimana temperatur tersebut mendekati titik didih dari aseton diperoleh nilai 𝐷AB =
13.64 mm2/ 10 menit, NAZ = 0; 3x10-4 ; 1.35 x10-4;8 x105; 5.3 x10-5 dan 3.6 x10-5 (mol/cm2s)
dengan interval waktu 0; 10; 20; 30; 40;50 menit . Profil konsentrasi senyawa aseton-udara
terlihat memiliki titik kesetimbangan yang terlihat dengan baik pada ketinggian cairan 105
mm pada suhu 50℃.
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TEORI DASAR
Dimana JAZ merupakan fluks molar A melalui difusi relatif molekular biasa terhadap kecepatan
molar rata-rata campuran pada arah Z, DAB merupakan koefisien difusi mutual atau difusivitas
A dalam B, cA merupakan konsentrasi molar A dan dcA/dz merupakan gradien konsentrasi A
yang bernilai negatif pada arah difusi. Alternatif driving forces dan konsentrasi digunakan pada
persamaan:
𝑑𝑥𝐴
𝐽𝐴 = −𝑐𝐷𝐴𝐵
𝑑𝑧
Jika kecepatan fluks molar dinyatakan dengan N dan fluks molar dinyatakan dengan J, maka
untuk menentukan nilai kecepatan fluks molar dapat menggunakan persamaan berikut:
𝑑𝑥𝐴
𝑁𝐴 = 𝑥𝐴 (𝑁𝐴 + 𝑁𝐵 ) − 𝑐𝐷𝐴𝐵
𝑑𝑧
(R.B.Bird.,et al, 2007)
II.2 Pengaruh Temperatur terhadap Difusivitas
Densitas campuran gas dipengaruhi oleh suhu dan komposisi komponen penyusun-nya.
Secara thermodinamika, densitas campuran gas dapat diestimasi dari persamaan gas real
(Smith, dkk., 2001) seperti yang terlihat pada persamaan berikut :
𝑀𝑃
𝜌 = 𝑧𝑅𝑇
Dari Persamaan diatas terlihat bahwa densitas gas berbanding terbalik dengan suhu (T) dan
berbanding lurus terhadap berat molekul gas (M). Untuk campuran gas dengan komposisi tidak
berubah, kenaikan suhu menyebabkan densitas campuran gas semakin kecil. Namun pada suhu
2
tetap, kenaikan jumlah fraksi mol komponen yang memiliki berat molekul yang besar
menyebabkan berat molekul campuran gas menjadi lebih besar yang mengakibatkan densitas
gas semakin besar.
Berdasarkan teori kinetika gas, tumbukan antara partikel gas dipengaruhi oleh suhu.
Semakin tinggi suhu gas, semakin cepat tumbukan antar partikel dan semakin besar transfer
momentum yang menyebabkan semakin cepat massa gas menyebar dan memenuhi ruang
sehingga nilai difusivitas gas akan meningkat (R.B.Bird.,et al, 2007).
Difusi terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi senyawa di antara dua titik yang
berbeda. Sehingga titik dimana konsentrasi senyawa tersebut lebih tinggi akan berpindah ke
titik dimana konsentrasi senyawa tersebut rendah hingga akhirnya mencapai titik
kesetimbangan. Gradien konsentrasi mempengaruhi laju perpindahan tersebut, jika gradient di
antara kedua titik sangat besar, maka akan semakin cepat juga senyawa tersebut untuk
berpindah hingga mencapai titik kesetimbangan. (Geankoplis, 2003).
3
BAB III
LANGKAH-LANGKAH PERCOBAAN
III.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Aseton 95% sebanyak 30 ml
Mulai
4
Tombol power dan resistor switch dinyalakan
Senyawa
Volatil Pipa Kapiler diisi secukupnya
−𝐷𝐴𝐵 , 𝑁𝐴
Ketinggian awal cairan diamati pada skala −𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙
nonius 𝑘𝑜𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
−𝐷𝐴𝐵 , 𝑁𝐴
Ketinggian cairan diamati setiap 10 menit −𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙
𝑘𝑜𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
5
Pipa kapiler dilepas dari perangkat
Selesai
6
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.5
3 y = 0.0486x + 0.0117
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Z-Z0 (mm)
Grafik 2. 1 Hubungan selisih ketinggian cairan (Z-Z0) terhadap t / (Z- Z0) pada suhu 500C
Pada pembahasan berikut diambil data saat temperatur 50 0C, hal ini dilakukan karena
pada temperatur tersebut yang paling mendekati dengan titik didih dari senyawa Aseton.
Sehingga didapatkan persamaan garis 𝑦 = 0.0486𝑥 + 0.0117 yang dapat dikaitkan dengan
𝑡 1 𝑧0 𝑡
persamaan menurut hukum Fick, yaitu = 2𝛼𝐷 (𝑧 − 𝑧0 ) + dimana nilai y =.(𝑧−𝑧
(𝑧−𝑧0 ) 𝐴𝐵 𝛼𝐷𝐴𝐵 0)
dan x = (𝑧 − 𝑧0 ) sehingga nilai DAB dapat ditentukan berdasarkan persamaan regresi tersebut.
Perhitungan nilai DAB dapat dilihat pada lampiran B.1. Koefisien difusivitas pada percobaan
ini menunjukkan kemampuan laju difusi senyawa aseton pada interval waktu 10 menit sebesar
13.66 mm2/10 menit atau 1.366 mm2/menit.
Hasil yang diperoleh berdasarkan praktikum ini yaitu berkurangnya ketinggian cairan
sebanding dengan jumlah senyawa yang berdifusi ke udara. Hal tersebut sesuai dengan teori
dari hukum Fick yang mengatakan laju difusivitas senyawa sebanding dengan perubahan arah
atau ketinggian. (R.B.Bird.,et al, 2007)
7
IV.2 Profil Densitas Fluks Molar terhadap Waktu
Akibat berdifusi maka cairan dalam tabung akan berkurang di mana laju pengurangan
cairan dalam tabung berbanding terbalik dengan fluks molar 𝑁𝐴𝑍 (𝑚𝑜𝑙/𝑐𝑚2𝑠) dalam selang
interval waktu tertentu. Nilai fluks molar aseton (𝑁𝐴𝑍) dan perhitungannya dapat dilihat pada
Lampiran B.2.
4
3
3
2
2
1
1
0
0 10 20 30 40 50 60
Waktu (menit)
Grafik 4. 2 Hubungan densitas fluks molar terhadap waktu dengan variabel temperatur dalam
satuan 0C
Dari grafik 4.2. diperoleh bahwa nilai fluks molar aseton semakin lama akan semakin
menurun karena semakin kecil jumlah mol aseton yang mengalami difusi. Percobaan ini sesuai
dengan teori hokum Fick dimana nilai NAZ berbanding terbalik dengan perubahan ketingian
cairan
𝑑𝑥𝐴
𝑁𝐴 = 𝑥𝐴 (𝑁𝐴 + 𝑁𝐵 ) − 𝑐𝐷𝐴𝐵
𝑑𝑧
Sehingga semakin besar perubahan ketinggian setiap waktunya, maka semakin menurun nilai
densitas fluks molar yang diperoleh. (R.B.Bird.,et al, 2007).
8
Difusivitas terhadap Temperatur
16
14
12
DAB(mm2/menit) 10
8
6
4
2
0
20 25 30 35 40 45 50 55
Temperatur(0C)
9
PROFIL KONSENTRASI PADA T=300C
151
150
149
Z(mm)
148
147
146
145
144
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Konsentrasi
141
140
139
138
137
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Konsentrasi
10
PROFIL KONSENTRAI PADA T=400C
220
210
200
Z(mm)
190
180
170
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Konsentrasi
130
120
110
100
90
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Konsentrasi
11
PROFIL KONSENTRASI PADA T=500C
180
160
140
Z(mm)
120
100
80
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Konsentrasi
Dari kelima grafik diatas diperoleh bahwa konsentrasi aseton mengalami penurunan
ketinggian hal tersebut berbanding lurus dengan penurunan konsentrasi aseton pada pipa
kapiler. Namun penurunan konsentrasi aseton pada pipa kapiler, juga ditandai dengan
peningkatan konsentrasi aseton di udara. Sehingga pada grafik tampak konsentrasi udara
mengalami peningkatan, sementara konsentrasi aseton mengalamai penurunan.
Pada grafik profil konsentrasi terhadap temperatur, terdapat titik dimana kedua
konsentrasi tersebut mencapai kesetimbangan dimana komposisi konsentrasi senyawa di kedua
titik setimbang. Pada praktikum ini, titik kesetimbangan tersebut terlihat paling jelas saat
temperatur 500C. Titik tersebut dapat dilihat ketika masing-masing konsentrasi saling bertemu
yang menandakan konsentrasi kedua senyawa bernilai sama.
Pada praktikum ini, profil konsentrasi yang paling baik diperoleh saat temperatur 500C.
Hal ini disebabkan temperatur tersebut merupakan temperatur yang paling tertinggi dan
mendekati titik didih dari senyawa aseton. Sehingga tingkat pemisahannya pun berjalan lebih
baik dibandingkan dengan variabel temperatur lainnya. Hal tersebut sesuai dengan teori yang
ada. Semakin tinggi suhu gas, semakin cepat tumbukan antar partikel dan semakin besar
transfer momentum yang menyebabkan semakin cepat massa gas menyebar (R.B.Bird.,et al,
2007)
12
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
III.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan difusi fasa gas senyawa aseton dan udara dapat disimpulkan:
1. Koefisien difusivitas (DAB) senyawa aseton pada temperatur 500C adalah 13,64
mm2/10 menit
2. Densitas fluks molar (𝑁AZ) aseton pada temperatur 50℃ berturut-turut 𝑁𝐴𝑍 = 0; 3x10-
4
; 1.35x10-4 ; 8x10-5; 5.31x10-5, 3.6x10-5 (𝑚𝑜𝑙/𝑐𝑚2𝑠) dengan interval waktu 0; 10; 20;
30; 40, 50 menit, di mana nilai fluks molar senyawa aseton semakin lama semakin
menurun karena semakin meningkatnya fasa uap aseton.
3. Nilai koefisien difusivitas pada suhu 30, 35, 40, 45 dan 50℃ berturut-turut adalah
0.6263; 0.9211; 3.7947; 8.4597; dan 13.6646 mm2/10 menit di mana laju kecepatan
difusi senyawa aseton meningkat seiring meningkatnya temperatur.
4. Profil konsentrasi menyimpulkan konsentrasi senyawa aseton (𝑥𝐴) akan menurun
sedangkan konsentrasi udara (𝑥𝐵) semakin meningkat.
III.2 Saran
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka disarankan untuk menambah variabel
yaitu dengan menggunakan senyawa volatile berbeda contohnya etanol atau kloroform.
Praktikan juga diharapkan lebih hati-hati dalam melihat selisih ketinggian cairan dan
disarankan agar melakukan percobaan secara duplo agar data yang diperoleh valid.
13
DAFTAR PUSTAKA
Bird, R. B., Stewart, W. E., Lightfoot, E. N. (2007) Transport Phenomena, 2nd, John Wiley &
Sons, New York.
Christi John Geankolis, “Transport Peocesses and Separation Process Priciples (Includes Unit
Operations)”, Prentice Hall, 4th Edition, 2003
Hastuti Yulinda, Irsyad, dan Driejana. 2011. Pengaruh Temperatur Terhadap Difusivitas
Sampler Pasif Tipe Tube Untuk Pengukuran No2 Effect of Temperatur On The
Diffusivity Of Passive Sampler Tube Type For No2 Measurement. Teknik Lingkungan
: Bandung
14
LAMPIRAN A
DATA LITERATUR
2. Air
Rumus Molekul : H2O
Titik Didih ; 100 0C
Berat Molekul : 18.0153 gram/mol
15
LAMPIRAN B
CONTOH PERHITUNGAN
Keterangan :
𝐽𝐴 ∶ fluks komponen A pada sumbu Z
𝐷𝐴𝐵 : difusi molecular A melalui B (cm2/s)
∇𝐶𝐴 : gradient konsentrasi A (kg.mol/m3)
𝑋𝐴 ∶ fraksi mol A
Hukum Fick dapat juga dituliskan dalam bentuk sebagai berikut :
𝑁𝐴𝑍 = 𝑋𝐴 (𝑁𝐴𝑍 + 𝑁𝐵𝑍 ) − 𝑐𝐷𝐴𝐵 ∇𝑋𝐴 … (3)
Dengan NAZ : fluks massa dan tidak ada senyawa B yang mengalir, sehingga NBZ : 0 , akan
diperoleh :
𝑑𝑥𝐴
𝑁𝐴𝑍 = 𝑥𝐴 𝑁𝐴𝑍 − 𝑐𝐷𝐴𝐵
𝑑𝑧
𝑑𝑥𝐴
𝑁𝐴𝑍 − 𝑥𝐴 𝑁𝐴𝑍 = −𝑐𝐷𝐴𝐵
𝑑𝑧
𝑑𝑥𝐴
𝑁𝐴𝑍 (1 − 𝑥𝐴 ) = −𝑐𝐷𝐴𝐵
𝑑𝑧
𝑑𝑥𝐴
𝑁𝐴𝑍 𝑑𝑧 = −𝑐𝐷𝐴𝐵 … (4)
(1 − 𝑥𝐴 )
Sesuai dengan hukum kekekalan massa :
LAJU MASSA AIN – LAJU MASSA AOUT + LAJU PRODUKSI A = 0
A dan B tidak bereaksi sehingga tidak ada produk baru yang dihasilkan
AKUMULASI = 0
Neraca kesetimbangan massa keadaan steady state yang berubah terhadap sumbu z :
𝑆. 𝑁𝐴𝑍 |𝑧 − 𝑆. 𝑁𝐴𝑍 |𝑧 + ∆𝑧
lim =0
∇𝑍 →0 ∆𝑧
𝑑𝑁𝐴𝑍
− =0
𝑑𝑧
16
Persamaan diatas menunjukkan bahwa nilai dari NAZ senyawa A akan sama sepanjang sumbu
z.
𝑁𝐴𝑍 = 𝐶1
∇𝑥𝐴
−𝑐 𝐷𝐴𝐵 = 𝐶1
(1 − 𝑥𝐴 )
𝑐 𝐷𝐴𝐵 ln(1 − 𝑥𝐴 ) = 𝐶1 𝑧 + 𝐶2 … (5)
Dengan batas kondisi:
Saat :
1 − 𝑥𝐴 𝑍 1 − 𝑥𝐴,𝐿
𝑙𝑛 ( ) = 𝑙𝑛 ( )
1 − 𝑥𝐴,0 𝐿 1 − 𝑥𝐴,0
Maka :
1 − 𝑥𝐴
𝑍 𝑙𝑛 (1 − 𝑥𝐴,0 )
=
𝐿 1−𝑥
𝑙𝑛 (1 − 𝑥𝐴,𝐿 )
𝐴,0
Sehingga :
𝑍
1 − 𝑥𝐴,𝐿 𝐿
𝑥𝐴 = 1 − (1 − 𝑥𝐴,0 ) ( ) … (6)
1 − 𝑥𝐴,0
Tinjau kembali persaman (4) :
𝑑𝑥𝐴
𝑁𝐴𝑍 𝑑𝑧 = −𝑐𝐷𝐴𝐵
(1 − 𝑥𝐴 )
𝐿
𝑋𝐴,𝐿
𝑑𝑥𝐴
∫ 𝑁𝐴𝑍 𝑑𝑧 = −𝑐 𝐷𝐴𝐵 ∫
𝑋𝐴,0 (1 − 𝑥𝐴 )
0
17
1 − 𝑥𝐴,𝐿
𝑁𝐴𝑍 . 𝐿 = 𝑐 𝐷𝐴𝐵 ln ( ) … (7)
1 − 𝑥𝐴,0
𝑁𝐴𝑍 . 𝐿 1
𝐷𝐴𝐵 = … (8)
𝑐 1−𝑥
ln (1 − 𝑥𝐴,𝐿 )
𝐴,0
Nilai NA dapat dihitung dari jumlah mol A yang menguap dalam suatu selang waktu tertentu
dibagi dengan luas penampang aliran :
𝑛
𝑁𝐴 = 𝑀 𝑡 𝑆 M = berat molekul
t = waktu
S = luas penampang
Jumlah massa yang menguap dapat dihihitung menjadi:
𝑚 = 𝑁𝐴 . 𝑀. 𝑡. 𝑆
𝜕𝑚
= 𝑁𝐴 𝑀 𝑆
𝜕𝑡
Laju alir massa dapat didefinsikan sebagai perkalian antara fluks massa dengan luas
penampangnya. Dengan mengubah kecepatan aliran menjadi bentuk diferensial, maka :
𝜕𝑧
𝑁𝐴𝑍 . 𝑀𝐴 . 𝑆 = 𝜌 . 𝑆 .
𝜕𝑡
𝜕𝑧
𝑁𝐴𝑍 . 𝑀𝐴 = 𝜌
𝜕𝑡
Apabila digabungkan dengan persamaan (7), maka :
1−𝑥
𝑐 𝐷𝐴𝐵 ln (1 − 𝑥𝐴,𝐿 ) 𝜕𝑧
𝐴,0
𝑀𝐴 = 𝜌
𝑧 𝜕𝑡
1−𝑥
𝑐 𝐷𝐴𝐵 ln (1 − 𝑥𝐴,𝐿 )
𝐴,0
𝑀𝐴 𝜕𝑡 = 𝑧 𝜕𝑧
𝜌
Dilakukan pendekatan gas ideal dimana c= n/V = P/RT, lalu semua konstanta dikumpulkan
maka diperoleh :
1−𝑥
𝑐 ln (1 − 𝑥𝐴,𝐿 ) 𝑃 𝑀𝐴 1 − 𝑥𝐴,𝐿
𝐴,0
𝛼= 𝑀𝐴 = 𝑙𝑛 ( ) … . (9)
𝜌 𝜌RT 1 − 𝑥𝐴,0
18
Dengan demikian :
𝛼 . 𝐷𝐴𝐵 . 𝜕𝑡 = 𝑧 𝜕𝑧
𝑡 𝑧
𝛼 . 𝐷𝐴𝐵 . ∫ 𝑑𝑡 = ∫ 𝑑𝑧
0 𝑧0
(𝑧 2 − 𝑧0 2 ) (𝑧 − 𝑧0 ) + (𝑧 + 𝑧0 )
𝛼 . 𝐷𝐴𝐵 (𝑡 − 0) = =
2 2
Melalui serangkaian penataan ulang, persamaan ini menjadi:
𝑡 1 𝑧0
= (𝑧 − 𝑧0 ) + … (10)
(𝑧 − 𝑧0 ) 2𝛼𝐷𝐴𝐵 𝛼𝐷𝐴𝐵
Persamaan 10 dapat dibentuk menjadi persamaan regresi linear dari hubungan garis dengan
sumbu:
𝑡
𝑥 = (𝑧 − 𝑧0 ) dan = (𝑧−𝑧 ) . maka diperoleh persamaan garis : y=ax+b.
0
Pada Temperatur 500C, diperoleh persamaan regresi linear, yaitu y= 0.0486x + 0.0117 dengan
R²= 0.9998.
Maka nilai DAB dapat ditentukan menggunakan persaman tersebut:
1
0.0486𝑥 = (𝑧 − 𝑧0 )
2𝛼𝐷𝐴𝐵
1
0.0486 =
2𝛼𝐷𝐴𝐵
1
𝐷𝐴𝐵 =
2𝛼0.0486
Nilai 𝛼 dapat ditentukan menggunakan persamaan (9):
Nilai densitas dari aseton dapat ditentukan melalui percobaan menggunakan piknometer,
sehingga diperoleh sebagai berikut:
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑏𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛 − 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔
𝜌=
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
39.7965 − 20.5004 𝑔
𝜌=
25 𝑚𝐿
𝑔 𝑔
𝜌 = 0.7718 ⁄𝑚𝐿 = 0.7718 ⁄𝑐𝑚3
19
Maka:
0.9355 𝑎𝑡𝑚 58.08 𝑔/𝑚𝑜𝑙 1 − 0.16
𝛼= g 3 𝑙𝑛 ( )
0.7718 3 323.15 𝐾 82.0758 𝑐𝑚 𝑎𝑡𝑚⁄𝑚𝑜𝑙 𝐾 1 − 0.95
𝑐𝑚
𝛼 = 0.7489
Dengan nilai 𝛼, kita dapat menentukan nilai DAB pada Temperatur 500C:
1
𝐷𝐴𝐵 =
2𝛼0.0486
1
𝐷𝐴𝐵 =
2(0.7489)(0.0486)
𝑚𝑚2
𝐷𝐴𝐵 = 13.6655
10𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
20
Menggunakan data pada saat T= 500C dan t= 10 menit, maka:
(0,7118 𝑔/𝑐𝑚3 )(14,7 𝑐𝑚)
𝑁𝐴𝑍 = 𝑔
(58.08 ⁄𝑚𝑜𝑙 ). (600 𝑠)
Keterangan :
𝑥𝐴 ∶ 𝑓𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎 𝐴
𝑥𝐴,0 ∶ 𝑓𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎 𝐴 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡 = 0
Dengan menggunakan data pada T=500C dan t = 10 menit, dengan nilai 𝑥𝐴,𝐿 = 0.79 dan 𝑥𝐴,0 =
0.95. maka diperoleh nilai 𝑥𝐴 , yaitu:
147
1−0.79 161
𝑥𝐴 = 1 − (1 − 0.95) (1−0.95)
𝑥𝐴 = 0.8146
Fraksi B dapat diperoleh dari : 𝑥𝐴 + 𝑥𝐵 = 1
Maka fraksi B saat T=500C dan t = 10 menit, yaitu :
𝑥𝐵 = 1 − 𝑥𝐴
𝑥𝐵 = 1 − 0.8146
𝑥𝐵 = 0.1856
21
LAMPIRAN C
KURVA KALIBRASI
50 y = 10x
40 R² = 1
30
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6
Z-Z0 (mm)
40
y = 6.9118x + 1.0332
30 R² = 0.9834
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Z-Z0 (mm)
5
R² = 0.9994
4
3
2
1
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40
-1
Z-Z0 (mm)
22
C.4 Kurva Difusivitas pada T = 450C
4
y = 0.0777x + 0.0188
3 R² = 0.9997
0
0 10 20 30 40 50 60
Z-Z0 (mm)
3.5
3 y = 0.0486x + 0.0117
2.5 R² = 0.9998
2
1.5
1
0.5
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Z-Z0 (mm)
23
LAMPIRAN D
DATA MENTAH
D.2.1 Temperatur = 30 0C
t/(Z-Z0)
Z(mm) Z-Z0 (mm) t (menit) (menit/mm)
150 0 0 0
149 1 10 10
148 2 20 20
147 3 30 30
146 4 40 40
145 5 50 50
D.2.2 Temperatur = 35 0C
t/(Z-Z0)
Z(mm) Z-Z0 (mm) t (menit) (menit/mm)
144 0 0 0
143 1 10 10
141.5 2.5 20 18
140 4 30 25.5
139.5 4.5 40 34.39
138 6 50 42.72
D.2.3 Temperatur = 40 0C
t/(Z-Z0)
Z(mm) Z-Z0(mm) t (menit) (menit/mm)
216 0 0 0
208 8 10 1.25
201 15 20 2.583
193 23 30 3.887
185 31 40 5.178
178 38 50 6.494
24
D.2.4 Temperatur = 45 0C
t/(Z-Z0)
Z(mm) Z-Z0 (mm) t (menit) (menit/mm)
158 0 0 0
147 11 10 0.909
135 23 20 1.7786
124 34 30 2.661
113 45 40 3.549
101 58 50 4.427
D.2.5 Temperatur = 50 0C
t/(Z-Z0)
Z(mm) Z-Z0 (mm) t (menit) (menit/mm)
161 0 0 0
147 14 10 0.714
132 29 20 1.403
118 3 30 2.102
104 4 40 2.803
89 -1 50 3.497
D.3.2 Temperatur = 35 0C
25
D.3.3 Temperatur = 40 0C
D.3.4 Temperatur = 45 0C
D.3.5 Temperatur = 50 0C
26
D.5 Profil Densitas Fluks Molar terhadap Waktu
D.5.1 Temperatur = 30 0C
D.5.2 Temperatur = 35 0C
D.5.3 Temperatur = 40 0C
D.5.4 Temperatur = 45 0C
27
D.5.5 Temperatur = 50 0C
28