Anda di halaman 1dari 7

Sejarah dan Pembentukan Sinar-X

Sinar-X ditemukan oleh Wilhelm Conrad Roentgen pada 27 Maret 1845-


10 Februari 1923. Penemuan sinar-X oleh Roentgen menandai dimulainya zaman
fisika modern dan merevolusi kedokteran diagnostik. Atas penemuan sinar-X ini
Rontgen menerima Penghargaan Nobel dalam fisika pada tahun 1901
(Sulistijanigsih, 2010).
Roentgen dan Crookes melakukan percobaan yang ia lakukan dengan
aliran arus listrik dan tabung gelas yang dikosongkan sebagian (tabung sinar
katoda), Rontgen mengamati nyala hijau pada tabung yang menarik perhatiannya.
Roentgen mencoba menutup tabung itu dengan kertas hitam agar tidak ada cahaya
tampak yang lewat. Namun setelah ditutup ternyata masih ada sinar yang lewat.
Cahaya yang berpendar pada layar terbuat dari barium platino cyanida, jika
sumber listrik dipadamkan cahaya pendar pun hilang. Roentgen merumuskan teori
bahwa sinar katoda menembus dinding gelas tabung sehingga beberapa radiasi
terbetuk melintasi ruangan, menembus bahan kimia, dan menyebabkan
fluoresensi. Kemudian Roentgen menemuka bahwa cahaya tersebut tidak
menunjukkan beberapa sifat cahaya seperti refleksi atau refraksi sehingga ia
menyebutnya sebagai fenomena radiasi X karena sebelumnya tidak pernah
dikenal. Fotografi sinar-X pertama diambil dari bagian dalam obyek logam da
tulang tangan istrinya (Sulistijanigsih, 2010).
Nyala hijau yang terlihat sebelumnya adalah gelombang cahaya yang
dipancarkan oleh dinding kaca sewaktu elektron menabrak dinding itu sebagai
akibat terjadinya pelucutan listrik melalui gas yang masih tersisa di dalam tabung.
Elektron tersebut merangsang atom pada kaca mengeluarkan gelombang
elektromagneik yang sangat pendek panjangnya dalam bentuk sinar-X. Semenjak
saat itu diketahui bahwa sinar-X terbentuk ketika elektron dengan kecepatan
tinggi menabrak atom (Sulistijanigsih, 2010).
Akhir tahun 1895 Dr Otto Walkhoff seorang dokter gigi dari Jerman
menggunakan sinar-X pada foto gigi premolar bawah dengan waktu penyinaran
25 menit selanjutnya seorang ahli fisika Walter Koenig mejadikan waktu
penyinaran 9 menit. Sekarang waktu penyinaran menjadi 1/10 detik
(Sulistijanigsih, 2010).
Elektron bergerak pada kelajuan tinggi dan tiba-tiba terjadi perubahan
kelajuan sehingga membentuk sinar-X. Fenomena ini terjadi di dalam tube x-ray
yang di dalamnya terdapat katoda berupa filamen yang dipanaskan oleh tenaga
listrik. Pemanasan tersebut menyebabkan elektron dihasilkan oleh filamen. Sinar-
X yang dihasilkan dengan tenaga 20-40 keV dikatakan sebagai sinar-X lembut
atau soft-ray. Sinar-X yang dihasilkan denga 40-125 keV digunakan untuk
pemeriksaan x-ray diagnostik. Sinar-X yang dihasilkan melalui 200-1000 keV
disebut sebagai hard-ray digunakan dalam perawatan radioterapi yang lebih
dalam (Sulistijanigsih, 2010).

Sifat-Sifat Sinar-X
Ada beberapa sifat-sifat sinar-X menurut Roentgen dalam Setiawan (2015)
sebagai berikut:
1. Lintasan sinar-X tidak dibelokkan oleh medan magnet sehingga sinar-X
dapat dibedakan dengan sinar katoda
2. Sinar-X mampu menembus buku 1000 halaman, namun keseluruhan sinar
tersebut terserap oleh timbal setebal 1,5 mm
3. Pelat fotografi sensitif terhadap sinar-X
4. Sinar-X dipancarkan dari tempat yang paling kuat tersinari oleh sinar
katoda
5. Intensitas cahaya yang dihasilkan pelat fotoluminesensi berbanding
terbalik dengan kuadrat jarak antara titik terjadinya sinar-X dengan pelat
fotoluminesensi.
Sifat sinar-X menurut Beiser dalam Setiawan (2015), yaitu:
1. Sinar-X merupakan gelombang elektomagnetik dengan panjang geombang
(0,02-10) A sehingga termasuk gelombang di luar daerah cahaya tampak
2. Sinar-X tidak dapat dibelokkan oleh lensa atau prisma, namun dapat
dihamburkan oleh kristal
3. Sinar-X diserap selama proses transmisi di dalam bahan sehingga daya
tembus Sinar-X bergantung pada jenis materi dan energinya
4. Sinar-X dapat merambat seperti laju cahaya.
Ada dua teori yang bersaing untuk menjelaskan esensi substansi sinar-X,
yaitu teori partikel dan teori gelombang. Teori partikel dikemukakan oleh W.H.
Bragg, teori gelombang dikemukakan oleh Stokes dan C.G. Barkla. Fenomena
difraksi sinar-X oleh kristal ditemukan oleh Max von Laue tahun 1912 sehingga
dapat dipastikan sinar-X adalah gelombang elektromagnetik. Tahun 1922
Compton menemukan efek Compton berdasarkan penelitian hamburan Compton.
Berdasarkan penelitian sinar-X tersebut dapat dipastikan bahwa geombang
elektromagnetik memiliki sifat dualisme gelombang dan partikel (Setiawan,
2015). Secara umum sinar-X memiliki beberapa sifat sebagai berikut:
1. Daya Tembus
Daya tembus sinar-X terhadap bahan sangat besar dan digunakann
dalam radiologi. Daya tembus sinar-X berbanding lurus dengan tegangan
tabung dan berbanding terbalik dengan berat atom. Semakin tinggi
tegangan tabung maka daya tembusnya semakin besar. Semakin ringan
berat atom atau kepadatan benda maka semakin besar daya tembusnya.
2. Difraksi
Berkas sinar-X akan bertebaran ke segala arah apabila melalui
suatu zat. Sinar-X yang melalui suatu zat menimbulkan radiasi
sekunder/hambur pada bahan/zat tersebut.
3. Absorbsi
Zat akan menyerap sinar-X sesuai dengan berat atom zat tersebut.
Absorbsi sinar-X berbanding lurus dengan berat atom. Semakin tinggi
kepadatan atau berat atom maka semaki besar penyerapannya.
4. Efek Fotografik
Setelah diproses secara kimiawi sinar-X mampu menghitamkan
film (emulsi perak-bromida).
5. Fluoresensi
Efek pendar sinar-X disebabkan oleh bahan-bahan tertentu seperti
kalsium tungstat dan zink-sulfid apabila bahan tersebut terkena sinar X.
6. Ionisasi
Sinar-X yang mengenai suatu bahan atau zat menimbulkan ionisasi
partikel-partikel zat tersebut.
7. Efek biologis
Sinar-X memberikan efek biologis terhadap jaringan. Prinsip ini
digunakan dalam pengobatan radioterapi.

Interaksi Sinar-X
Interaksi sinar-X denga materi akan terjadi bila sinar-X yang dipancarkan
dari tabung dikenakan pada suatu objek. Sinar-X yang terpancar merukan panjang
gelombang elektromagnetik (foton) dengan energi yang cukup besar. Foton tidak
bermuatan listrik dan merambat sesuai garis lurus. Ketika foton mengenai suatu
objek maka foton berinteraksi dengan atom-atom bahan tersebut. Interaksi radiasi
dengan materi tergantung pada energi radiasi. Berkas sinar-X yang mengenai
bahan akan terjadi beberapa proses utama berupa:
1. Hamburan Elastis
Hamburan elastis energi foton rendah, elektron menyerap energi
dan mengakibatkan vibrasi yang besarnya sama dengan frekuensi sinar-X
datang. Kemudian atom tereksitasi dan elektron memancarkan energi ke
segala arah dengan frekuensi yang sama seperti frekuensi foton datang.
Atenuasi terjadi tanpa absopsi dalam hamburan ini.
2. Efek Fotolistrik
Elektron akan dilepaskan dari ikatannya dengan atom ketika energi
foton diserap oleh atom. Elektron yang keluar dari atom disebut foto
elektron. Efek fotolistrik terjadi pada energi radiasi rendah (E< 1 MeV)
dan nomor atom besar.
3. Efek Compton
Efek Compton merupakan penghamburan suatu tumbukan lenting
sempurna antara sebuah foton dan elektrob bebas, foton berinteraksi
dengan elektron bebas karena tenaga ikat elektron lebih kecil dari energi
foton yang datang.
4. Produksi Pasangan
Pasagan positron dan elektron terbentuk apabila foton dengan
energi sama atau lebih besar dari 1,02 MeV berinteraksi dengan inti atom
yang memiliki medan listrik sehingga menyebabkan sinar-X menghilang
dan menyebabkan dua elektron tampak, yaitu positif dan negatif (Cahyani,
2015).

Prinsip Proteksi Radiasi


Radiasi dalam radiografi menyebabkan kontribusi radiasi kepada banyak
pihak. Radiasi akan diterima oleh operator, hewan, dan lingkungan. Ada tiga
prinsip oleh Commission Radiological Protection yang harus dipatuhi, yaitu:
1. Justifikasi
Penggunaan zat radioaktif harus didasarkan atas azaz manfaat.
Suatu kegiatan yang mencakup paparan hanya disetujui jika menghasilkan
keutungan lebih besar dari kerugian.
2. Limitasi
Dosis yang diterima pekerja atau masyarakat tidak boleh melebihi
Nilai Batas Dosis (NBD). Hal tersebut dimaksud untuk mencegah
munculnya efek determinasi dan stokastik.
3. Optimasi
Penyinaran diusahakan serendah-rendahnya dengan
mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial (Sulistijaningsih, 2010).
Prinsip proteksi radiasi yang harus diterapkan secara nyata oleh operator
dalam melaksanakan radiografi adalah sebagai berikut:
1. Menggunakan pelindung berupa apron berlapis Pb, glove Pb, kacamata Pb,
serta melapisi ruangan radiografi menggunakan Pb untuk menyerap
radiasi.
2. Menjaga jarak dengan sumber radiasi karena semakin dekat tubuh dengan
sumber radiasi maka paparannya semakin besar. Pancaran radiasi akan
menjadi hamburan apabila mengenai material, radiasi hamburan ini
menambah dosisi radiasi yang diterima sehingga jarak dengan sumber
radiasi perlu diperhatikan untuk meminimalisir peningkatan dosis yang
dudapat dari hamburan.
3. Mempersingkat waktu paparan dengan tidak terlalu lama berada di dekat
sumber radiasi (Ulum, 2018).
DAFTAR PUSTAKA

Cahyani, Alit Nur, dkk, 2015, Interaksi Sinar-X dengan Materi, Skripsi, Politeknik
Kesehatan Kementrian Kesehatan Semarang.
Setiawan, Rudi, 2015, Pengukuran Paparan Radiasi Pesawat Sinar-X di Instalasi
Radiodiagnostik untuk Proteksi Radiasi, Jurnal STIKES An-Naser
Kaliwadas, vol 1(1): 1-7.
Sulistijaningsih, Noer, dan L Hartono, 2010, Atlas Teknik Radiologi, Penerbit
EGC, Jakarta.
Ulum, MF`, dan Noviana D, 2018, Pemanfaatan Radiologi sebagai Sarana
Diagnostik Penunjang dalam Dunia Kedokteran Hewan yang Aman bagi
Hewan, Manusia, dan Lingkungan, Jurnal AZWMC, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai