BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
menyerang anak usia < 2 tahun, dengan puncak angka kejadian pada usia 6-18
bulan (Novariani et al., 2008). Penyakit ini diperkirakan mencapai 1,2 juta kasus
per tahun, dengan etiologi Haemophilus influenza tipe b (Hib) 16/100.000 dan
bakteri lain 67/100.000 (Gessner et al., 2005). Pasien dengan meningitis bakteri
meningitis bakteri terjadi karena adanya kerusakan pada area tertentu di otak.
Secara umum, 30% - 50% pasien yang bertahan hidup dari meningitis dapat
mengalami gangguan saraf (Hermsen dan Rotschafer, 2005). Oleh karena itu,
pasien meningitis bakteri khususnya pada anak perlu mendapat terapi antibiotik
yang optimal.
Ketersediaan antibiotik saat ini telah terjamin, namun meningitis bakteri tetap
memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Hermsen dan Rotschafer,
2005). Angka mortalitas pada pasien yang diobati adalah sekitar 10% dari jumlah
kasus yang dilaporkan. Pada suatu studi klinik memperlihatkan kejadian sekuel
neurologis pada lebih dari 50% kasus orang dewasa dan lebih 30% pada anak-
anak, 10% dari kasus anak-anak tersebut mengalami gangguan pendengaran yang
permanen. Angka kematian pada kasus yang tidak diobati adalah 50-90%
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS BAKTERI DI
INSTALASI RAWAT INAP 2
RSUP Dr. SARDJITO PERIODE TAHUN 2010 - 2013
APRIYANDY
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
(Japardi, 2002). Mengacu pada angka morbiditas dan mortalitas yang cukup
tinggi, maka diperlukan terapi yang tepat, efektif, rasional dan cepat bagi pasien.
bakteri pada anak lebih tinggi daripada orang dewasa. Oleh karena itu, perlu
di RSUP Dr. Sardjito pada tahun 2007, akan tetapi karena perubahan pola
resistensi antibiotik yang cepat maka penulis mengangkat judul ini untuk melihat
RSUP Dr. Sardjito merupakan rumah sakit pusat dan rumah sakit rujukan di
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. RSUP Dr. Sardjito memiliki tenaga ahli,
penggunaan antibiotik pada pasien anak meningitis bakteri di RSUP Dr. Sardjito.
B. Perumusan Masalah
tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, dan tepat dosis berdasarkan Standar
C. Tujuan Penelitian
tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, dan tepat dosis berdasarkan Standar
Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005 dan guideline
D. Manfaat Penelitian
1. Bidang Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian lain
E. Tinjauan Pustaka
1. Meningitis Bakteri
Meningitis adalah inflamasi yang terjadi pada meninges, suatu membran yang
menyelimuti otak dan spinal cord (sumsum tulang belakang). Meningitis dapat
terjadi karena infeksi bakteri, virus, fungi, juga karena kejadian noninfeksi seperti
Sucher, 2005). Meningitis bakteri adalah penyakit infeksi parah yang disebabkan
oleh bakteri pada selaput otak dan sumsum tulang belakang (Van de Beek et al.,
a. Etiologi
(seperti gangguan imunitas, sinusitis, trauma kepala, dan sickle cell disease),
bakteri. Hal ini penting diketahui untuk pengambilan keputusan dalam terapi
empirik.
dari 48% menjadi 7% dari seluruh kasus. Pada kasus yang disebabkan oleh
konstan yaitu pada 14% – 25%, pada beberapa kasus terjadi antara umur 2-18
monocytogenesis.
Pneumococcus.
(Japardi, 2002)
b. Patofisiologi
atas harus ada sebelum bakteri beredar dalam darah. Meningitis bakteri juga
dapat muncul akibat infeksi telinga, gigi, atau paraspinal (akibat trauma atau
choroideus atau area dengan perubahan sawar darah otak, terjadi peristiwa
faktor, dan prostaglandin E2, yang memicu peningkatan aliran darah ke otak.
aliran darah dan edema sehingga terjadi penurunan perfusi serebral. Proses
c. Diagnosis
meningeal atau intrakranial. Hal ini disebabkan adanya penyakit dengan tanda
dan gejala yang serupa sehingga dalam penegakan diagnosis perlu dilakukan
merupakan akibat inflamasi dan kerusakan neural akibat iskemi, yang sering
terjadi pada tahap sebelum dan awal pemberian antibiotik (Anonim, 2012).
Oleh karena itu, ahli medis harus segera melakukan lumbal pungsi pada anak
tekanan intrakranial dan bila hasil CT scan terdapat kelainan, maka lumbal
pungsi ditunda dan terapi antibiotik dapat langsung dimulai (Anonim, 2008).
hasil CT scan kepala dan adanya abnormalitas secara biokimiawi pada cairan
hasil uji laboratorium, seperti jumlah sel lebih besar dari 32/mm3, tingkat
protein lebih dari 150 mg/dL, tingkat glukosa kurang dari 1 mmol/L
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS BAKTERI DI
INSTALASI RAWAT INAP 8
RSUP Dr. SARDJITO PERIODE TAHUN 2010 - 2013
APRIYANDY
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
(Ogunlesi dan Odigwe, 2013). Protein pada cairan serebrospinal harus diukur
konsentrasi glukosa dalam darah. Pada pasien dengan meningitis bakteri yang
menjadi tolak ukur adalah penurunan glukosa cairan serebrospinal dan rasio
viral meningitis biasanya masih dalam kisaran normal namun pada beberapa
secara tepat dan cepat. Hal ini dapat menurunkan angka kematian dan
pemberian antibiotik lebih dari 3 jam dari sejak saat masuk berhubungan
dengan terjadinya kematian Odds Ratio (OR) 14,1 (95%CI 3,93-50,9). Hasil
Terapi awal pada pasien yang diduga mengalami meningitis bakteri akut
serta ketersediaan antimikroba dan terapi adjuvan (Tunkel et al, 2004). Terapi
sampai 48-72 jam atau sampai patogen dapat diidentifikasikan (Hermsen dan
Diduga mengalami
meningitis bakteri
Tidak Ya
Deksametason + terapi
Deksametason + terapi empirik antibiotikcd
empirik antibiotikcd
Lanjutkan terapi
Faktor
Bakteri Yang Diduga Antibiotik
Predisposisi
(usia)
< 1 bulan Streptococcus agalactiae, E. coli, Ampisilin +
Listeria monocytogenesis, spesies Sefotaksim atau
Klebsiella ampisilin +
aminoglikosida
terhadap terapi, adanya faktor komplikasi dan bakteri penyebab (Dudas dan
bakteri penyebab.
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS BAKTERI DI
INSTALASI RAWAT INAP 12
RSUP Dr. SARDJITO PERIODE TAHUN 2010 - 2013
APRIYANDY
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Pelayanan Medis (SPM) RSUP Dr. Sardjito Tahun 2005 adalah sebagai
berikut:
½ normal salin, jenis dan dosis obat bergantung umur dan berat badan.
a) Meningitis bakteri:
(1) Neonatus
(2) Bayi umur lebih dari 1 bulan dan anak diatas 1 tahun
dan seftriakson)
b) Meningitis TBC
Kombinasi INH+Rifampisin+Pirazinamid
atau
Kombinasi INH+Ethambutol+Pirazinamid
4) Antikonvulsan
pemberian antibiotik,
6) Diet
2. Antibiotik
Antibiotik adalah zat-zat yang dihasilkan dari fungi atau bakteri yang
sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil (Tjay dan Rahardja, 2002).
dua, yaitu:
digolongkan sebagai:
bakteri.
menembus sawar darah otak, untuk digunakan dalam terapi meningitis bakteri ini
a. Golongan Penisilin
Streptococci, Pneumococci), tetapi kini 80% dari kedua kuman pertama sudah
maksimum di dalam CSF hanya 1-2 mikrogram/ml dengan dosis tinggi yang
oleh penisilin adalah reaksi alergi, skin rash dan reaksi anafilaksis (Narrayan,
1996).
(Narrayan, 1996).
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK DENGAN MENINGITIS BAKTERI DI
INSTALASI RAWAT INAP 17
RSUP Dr. SARDJITO PERIODE TAHUN 2010 - 2013
APRIYANDY
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
(Narrayan, 1996).
bakteri hanya beberapa antibiotik yang termasuk dalam generasi III dan IV
juga dapat menembus CSF dengan baik. Efek samping yang dimiliki serupa
generasi ketiga yang pertama. Obat ini resisten terhadap beberapa bakteri β-
laktamase dan aktivitasnya sangat baik terhadap bakteri aerobik gram positif
dan negatif. Waktu paruhnya dalam plasma sekitar 1 jam. Obat ini dapat
diberikan setiap 4-8 jam. Jenis ini sangat efektif untuk mengatasi meningitis
1996).
plasma sekitar 8 jam. Pemberian obat ini dapat satu kali sehari atau dua kali
sehari. Lima puluh persen diekskresi melalui urin dan biasanya dieliminasi
terapi yang lebih baik daripada sefuroksim pada kasus meningitis bakteri
kasus (sebelumnya kultur terapi positif terdapat 51 kasus) dan pada kelompok
terdapat 49 kasus). Seluruh penderita terobati dan tidak terjadi relaps. Pada
sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri ataupun sel lisis dan mati.
Secara in vitro, obat ini juga efektif melawan bakteri patogen aerob
vulgaris., spesies gram negatif lainnya antara lain Salmonella, Shigella, dan
nilai MIC90 antara 0,5-128 mg/L (Rains et al., 1995). Obat ini mirip
plasma 1,5 jam. Obat ini tidak dimetabolisme (Mandell dan Petri, 1996) dan
1. Aztreonam
rasional untuk terapi infeksi bakteri gram negatif pada pasien yang alergi
2002).
2. Meropenem
d. Golongan Kuinolon
ini efektif membunuh bakteri gram negatif. Antibiotik dari golongan ini yang
juga aktif terhadap beberapa bakteri gram positif seperti Str. Pnemoniae dan
serta septikemia oleh bakteri yang sensitif. Efek sampingnya antara lain
e. Aminoglikosida
yang sangat baik terhadap hampir semua bakteri gram negatif aerob.
adalah nekrosis tubular akut serta toksisitas pada vestibular dan telinga
(Narrayan, 1996).
f. Kloramfenikol
bersifat toksik. Oleh karena itu, penggunaan obat ini hanya diindikasikan
pemeriksaan sel darah secara berseri dan pemantauan level serum perlu
digunakan sebagai adjunctive therapy pada abses otak tanpa trauma dan
g. Vankomisin
bersama agen lain yang potensial nefrotoksik atau ototoksik secara simultan,
h. Trimetoprim-Sulfametoksazol
5:1 ini bersifat bakterisid dengan spektrum kerja lebih besar dibandingkan
digunkan untuk berbagai infeksi , antara lain infeksi saluran kemih, alat
radang paru-paru dan penderita AIDS (dalam dosis tinggi). Resorpsinya baik
dan cepat, setelah lebih kurang 4 jam sudah mencapai puncaknya dalam darah
F. Keterangan Empiris
pengobatan dan ketepatan pengobatan meningitis bakteri pada anak di RSUP Dr.
tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat dan tepat dosis berdasarkan Standar
Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2005 dan guideline dari