PENDAHULUAN
Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan di!erensiasi dan proli!erasi sel
induk hematopoietik yang mengalami trans!ormasi dan ganas, menyebabkan supresi dan
penggantian elemen sumsum normal (Baldy, 2006). leukemia dibagi menjadi 2 tipe umum:
leukemia limfositik dan leukemia mielogenosa (Guyton and Hall, 2007).
Leukemia merupakan kanker pada sumsum tulang dan sel darah. Leukemia merupakan
salah satu dari sepuluh kanker pembunuh teratas di Hong Kong, dengan sekitar 500 kasus baru
yang didiagnosis setiap tahunnya. Tidak seperti kebanyakan kanker lainnya, leukemia bisa
terjadi pada orang dewasa dan anak-anak, meskipun lebih sering terjadi pada orang dewasa.
Sebagai seorang perawat, sangat penting mengetahui tentang penyakit leukemia ini.
Melihat ruang lingkup pelaksanaan tindakan keperawatan salah satunya adalah anak-anak,
dengan mengetahui lebih jauh tentang apa dan bagaimana leukemia ini membuat seorang
perawat menjadi lebih percaya diridalam melaksanakan asuhan keperawatan. dan yang paling
penting dapat menambah atau meningkatkan derajat kesehatan khususnya pada anak.
TINJAUAN PUSTAKA
leukemia merupakan penyakit proli!erasi patofogis sel pembuat darah yang bersifat
sistemik dan biasanya berakhir Fatal (Ilmu Kesehatan anak, 1985).
leukima adalah proliferasi sel leukosit yang yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk
leukosit yang tidak normal, jumlahnya berlebihan, dapat menyebabkan anemia, trombositopenia,
dan di akhiri dengan kematian (Kapita Selekta Kedokteran, 1999).
leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasi patologis
sel hemopoetik yang ditandai oleh adanya kegagalan sumsum tulang dalam membentuk sel darah
normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh lain (Kapita Selekta Kedokteran, 2000).
leukimia adalah proli!erasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan
pembentukan darah (Asuhan keperawatan anak, 2010).
Leukemia adalah nama kelompok penyakit maligna yang dikarakteristikan oleh
perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam leukosit sirkulasi. Leukemia dihubungkan dengan
pertumbuhan abnormal leukosit yang menyebar mendahului sumsum tulang. kata leukemia
diturunkan dari bahasa yunani leukos dan aima yang berarti putih dan darah, yang mengaju pada
peningkatan abnormal dari leukosit. Peningkatan tidak terkontrol ini akhirnya menimbulkan
anemia, infeksi, trombositopenia, dan pada beberapa kasus menyebabkan kematian.
leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumsum
tulang menggantikan elemen sumsum tulang normal, juga terjadi proliferasi di hati limpa dan
nodus limfatikus dan invaasi organ non hematologis seperti meningen, traktus gastroinsestinal,
ginjal dan kulit (Bruner & Suddarth. 2002).
2.2 ETIOLOGI
Sampai saat ini penyebab penyakit leukemia belum diketahui secara pasti, akan tetapi
terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :
1. Neolasma
Ada persamaan antara leukemia dengan penyakit neoplastik lain, misalnya poliferasi sel yang
tidak terkendali, abnormalitas morfologi sel, dan infiltrasi organ. lebih dari itu, kelainan sumsum
kronis lain dapat berubah bentuk yang akhirnya menjadi leukemia akut.
2. Radiasi.
Hal ini ditunjang dengan beberapa laporan dari beberapa riset yang menangani kasus leukemia
bahwa para pegawai radiologi lebih sering menderita leukemia. Penderita dengan radioterapi
lebih sering menderita leukemia, leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian bom atom
Hiroshima dan Nagasaki, Jepang.
3. Leukemgenik
beberapa zat kimia dilaporkan telah diidentifikasi dapat mempengaruhi Frekuensi leukemia,
misalnya racun lingkungan seperti benzena, bahan kimia industri seperti insektisida, obat-obatan
yang digunakan untuk kemoterapi.
4. Herediter.
Penderita Down Syndrom memiliki insidensi leukemia akut 20X lebih besar dari orang normal.
5. Virus.
Beberapa jenis Virus menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen dan dapat menyebabkan
leukemia, seperti HTLV-1(T-Cell) leukemia lymphoma Virus).
6. Obat
Obat- obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol.
2.6 Komplikasi
a. Sepsis
b. Perdarahan
c. Gagal organ
d. Iron Deficiency Anemia
e. Splenomegali
f. Hepatomegali
g. Kematian
2.8 Patofisiologi
Leukemia adalah satu keadaan dimana terjadi pertumbuhan yang bersifat irreversible dari
sel induk darah dan pertumbuhannya dimulai dari mana sel itu berasal.
Sebagai akibat dari proli!erasi sel abnormal tersebut maka akan terjadi
kompetisi metabolik yang akan menyebabkan anemia dan trombositopenia. Apabila proli!erasi
sel terjadi di limfa maka akan membesar sehingga dapat terjadi Hipersplenisme. Pada leukemia
yang disertai Splenomegali sering terjadi komplikasi hemolisis.
Pada leukemia akut hepar, lien dan kelenjar getah bening membesar secara cepat, keluhan
nyeri akibat regangan kapsel organ tersebut menjadi jelas. Infiltrasi ke otak menyebabkan
keluhan sakit kepala dan in!iltrasi ke tulang menyebabkan !raktur spontan. Infiltrasi ke gusi
menimbulkan hipertrofi gusi dan sering disertai pendarahan gusi. Limfadenopati dapat menyertai
leukemia dan apabila kelompokkan pembesaran kelenjar ini menekan pembuluh darah dan
pembuluh getah bening, maka akan terjadi edema lokal.
Infiltrasi ke paru menyebabkan batuk dan sesak, pembesaran kelenjar getah bening di
abdomen dapat menyebabkan keluhan rasa tidak enak di perut, dan rasa cepat kenyang. In!iltrasi
ke ginjal dapat menyebabkan hematuria dan gagal ginjal. Keluhan akibat adanya anemia lemah
badan dan cepat lelah. Trombositopenia menimbulkan pendarahan baik dari kulit dan selaput
lendir.
2.8 Pengobatan
1. Transfusi darah
Diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g %. Pada trombositopenia yang berat dan
perdarahan masif, dapat diberikan tranfusi trombosit dan bila terdapat tanda- tanda DIC dapat
diberikan heparin.
2. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason, dan sebagainya).
Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
3.. Sitostatika
Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau MTX) pada
waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (Oncovin), rubidomisin
(daunorubycine), sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin, dan
sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison.
4. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci hama)
5. Imunoterapi
Merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan jumlah sel
leukimia cukup rendah (10/5+10/6), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang spesifik
dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan bertujuan agar
terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan
dengan penyuntikan sel leukimia yang telah diradiasi.
Cara Pengobatannya:
1. Induksi
Bertujuan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai obat, baik
secara sistemik maupun intratekal sampai sel blas dalam sumsum tulang kurang dari
2%.
Sistemik :
a. VCR (Vinkristin) 2/mg/m² minggu, intravena, diberikan 6 kali
b. ADR (adriamisin) 40 mg/m²/2 minggu intravena, diberikan 3 kali, dimulai pada
hari ketiga pengobatan
c. Pred (Prednison) 50 mg/m²/ hari peroral diberikan selama 2 minggu, kemudian
tapering off selama 1 minggu
SSP : Profilaksis : MTX (metotreksat) 10 mg/m²/ minggu intratekal, diberikan 2 kali
dimulai bersamaan dengan atau setelah VCR pertama.
Radiasi Kranial : dosis total 2.400 rad, dimulai setelah konsolidasi terakhir
(siklofosfamida)
2. Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi
a. MTX : 15 mg/m²/ hari intravena, diberikan 3 kali, dimulai satu
minggu setelah VCR keenam, kemudian dilanjutkan dengan :
b. 6-MP (6-merkaptopurin) %00 mg/m²/ hari peroral, diberikan 3 kali.
c. CPA (siklofosfamid) 800 mg/m²/ kali diberikan sekaligus pada akhir minggu kedua
dari konsolidasi.
3. Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi yang
lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian titostatika separuh dosis biasa. di mulai
satu minggu setelah konsolidasi terakhir
(CPA) dengan :
a. 6-MP : 62 mg/m²? hari peroral
b. MTX : 20 mg/m²/ minggu peroral, dibagi dalam 2 dosis (misalnya senin dan
kamis).
4. Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah ralaps. Beinduksi biasanya dilakukan setiap 3+6
bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari. selama
reinduksi obat-obat rumat dihentikan.
Sistemik :
a. VCR : dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 2 kali
b. Pred : dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 1 minggu penuh
dan 1 minggu kemudian tapering off.
SSP : MTX intratekal : dosis sama dengan dosis profilaksis, diberikan 2 kali.
5. Imunoterapi
BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6
ml intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing-masing 0,2 ml. Suntikan BCG
diberikan 3 kali dengan interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat-obat rumat
diteruskan.
Penulis : Dewi Umu Kulsum, Henny Suzana Mediani , Argi Virgona Bangun.
Abstrak : Di Indonesia ALL menduduki peringkat tertinggi kanker pada anak yang menyebabkan
kematian. Kemoterapi merupakan pengobatan kanker dengan jangka waktu yang lama dan paling
sering dilakukan, dimana dapat menyebabkan efek samping yang mengganggu fungsi fisik dan
fungsi psikososial. Fenomena di Rumah Cinta Anak Kanker Bandung pun menggambarkan
dimana angka kejadian penderita leukemia pada anak cenderung meningkat dan berfokus pada
conservative therapy. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh swedish massage therapy
terhadap tingkat kualitas hidup penderita leukemia usia sekolah di Rumah Cinta Anak Kanker
Bandung. Metode penelitian menggunakan quasi eksperimen dengan nonequivalent control
group design with pretest and post test. Sampel dalam penelitian ini adalah anak usia sekolah
yang berjumlah 34 orang (masing–masing grup 17 orang) dengan menggunakan consecutive
sampling. Instrumen penelitian menggunakan PedsQL general score dan cancer module yang
berstandar internasional. Prosedur yang digunakan pada penelitian ini adalah tindakan swedish
massage therapy yang dilakukan langsung oleh peneliti. Analisis data yang digunakan adalah
paired t-test dan independent t-test. Hasil penelitian menggambarkan terdapat perbedaan kualitas
hidup pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah dilakukan swedish massage therapy (p =
0,000 pada α = 5). Hasil penelitian merekomendasikan bahwa swedish massage therapy bisa
dipakai sebagai metode alternatif dalam meningkatkan kualitas hidup penderita leukemia usia
sekolah.