Kapsel 2
Kapsel 2
TERDEGRADASI
Kapita Selekta II
Kelompok 3 :
Halaman
DAFTAR ISI............................................................................................... i
ABSTRAK ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................... 1
B. Tujuan ............................................................................ 3
i
ABSTRAK
(A) Chyntia; Clarisa Isakh; Debi Rose Siti Masturoh; Dessy Aulia
Rachma; Dhimas Khalis Nul Hakim.
(B) Faktor - Faktor yang Menyebabkan Obat Terdegradasi.
(C) ii + 18 halaman
(D) Kata Kunci : Pelayanan Kefarmasian, Stabilitas Obat, Degradasi
Obat.
(E) Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien. Suatu pelayanan
kefarmasian yang baik harus menyelenggarakan suatu jaminan
mutu sehingga obat yang didistribusikan terjamin mutu, khasiat,
keamanan dan keabsahannya sampai ke tangan pasien. Dalam
pelayanan kefarmasian penyimpanan obat merupakan salah satu
hal penting yang berperan dalam menjaga mutu obat. Sistem
penyimpanan sediaan obat yang tepat dan baik akan menjadi
salah satu faktor penentu mutu obat yang didistribusikan.
Ketidaksesuaian sistem penyimpanan produk atau obat dapat
mengakibatkan ketidakstabilan suatu sediaan obat yang mana
dapat terjadi penurunan sampai hilangnya khasiat obat, bahkan
dapat menyebabkan terjadinya efek yang merugikan bagi
pengguna atau pasien.
(F) Daftar Rujukan: 8 buah (2013-2018)
(G) Dra. Lestari Rahayu., M.Si., Apt
(H) 2019
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan
farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
mutu kehidupan pasien. Suatu pelayanan kefarmasian yang baik harus
menyelenggarakan suatu jaminan mutu sehingga obat yang
didistribusikan terjamin mutu, khasiat, keamanan dan keabsahannya
sampai ke tangan pasien.
1
2
penyimpanan yang tepat dan baik akan menjadi salah satu faktor
penentu mutu obat yang didistribusikan (2).
B. Tujuan
Untuk mengetahui cara penyimpanan obat yang tepat dan baik serta
mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu
obat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. STABILITAS OBAT
Stabilitas obat adalah kemampuan suatu produk untuk
mempertahankan sifat dan karakteristiknya agar sama dengan yang
dimilikinya pada saat diproduksi (identitas, kekuatan, kualitas,
kemurnian) dalam batasan yang ditetapkan sepanjang periode
penyimpanan dan penggunaan (shelf-life).
Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk obat
untuk bertahan dalam batas spesifikasi yang ditetapkan sepanjang
periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas,
kekuatan, kualitas dan kemurnian produk tersebut. Sediaan obat yang
stabil adalah suatu sediaan yang masih berada dalam batas yang
dapat diterima selama periode penyimpanan dan penggunaan, dimana
sifat dan karakterisiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat
diproduksi.
Uji stabilitas merupakan bagian penting dalam program uji bahan
obat karena ketidakstabilan produk ditentukan oleh tiga syarat utama
yaitu kualitas, efikasi, dan keamanan.
Tujuan dari pengujian stabilitas adalah untuk memberikan bukti
tentang bagaimana kualitas zat aktif atau produk farmasi dengan
waktu yang bervariasi juga dibawah pengaruh berbagai faktor
lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan cahaya. Selain itu faktor
yang terkait dalam stabilitas suatu produk misalnya sifat kimia dan fisik
dari zat aktif maupun zat tambahan atau eksipien, bentuk sediaan dan
komposisi, proses manufaktur, sifat wadah dan penutup, dan sifat-sifat
kemasan bahan. Selain itu stabilitas eksipien yang mungkin
4
5
5
6
c. Aktivitas Farmakologi
Aktivitas senyawa bioaktif disebabkan oleh interaksi antara molekul
obat dengan bagian molekul dari obyek biologis yaitu resptor
spesifik. Untuk dapat berinteraksi dengan reseptor spesifik dan
menimbulkan aktivitas spesifik, senyawa bioaktif harus mempunyai
stuktur sterik dan distribusi muatan yang spesifi pula. Dasar dari
aktivitas bioogis adalah proses-proses kimia yang kompleks mulai
dari saat obat diberikan sampai terjadinya respons biologis.
d. Stabilitas Mikrobiologi
Stabilitas mikrobiologi suatu sediaan adalah keadaan di mana tetap
sediaan bebas dari mikroorganisme atau memenuhi syarat batas
miroorganisme hingga batas waktu tertentu.5 Terdapat berbagai
macam zat aktif obat, zat tambahan serta berbagai bentuk sediaan
dan cara pemberian obat. Tiap zat, cara pemberian dan bentuk
sediaan memiliki karakteristik fisika-kimia tersendiri dan umumnya
rentan terhadap kontaminasi mikroorganisme dan/atau memang
sudah mengandung mikroorganisme yang dapat mempengaruhi
mutu sediaan karena berpotensi menyebabkan penyakit, efek yang
tidak diharapkan pada terapi atau penggunaan obat dan kosmetik.
Oleh karena itu farmakope telah mengatur ketentuan mengenai
kandungan mikroorganisme pada sediaan obat maupun kosmetik
dalam rangka memberikan hasil akhir berupa obat dan kosmetika
yang efektif dan aman untuk digunakan atau dikonsumsi manusia.
Stabilitas mikrobiologi diperlukan oleh suatu sediaan farmasi untuk
menjaga atau mempertahankan jumlah dan menekan pertumbuhan
mikroorgansme yang terdapat dalam sediaan tersebut hingga jangka
waktu tertentu yang diinginkan.
e. Stabilitas Toksikologi.
Stabilitas toksikologi adalah ukuran yang menujukkan ketahanan
suatu senyawa/bahan akan adanya pengaruh kimia, fisika,
6
7
C. DEGRADASI
Degradasi adalah suatu reaksi perubahan kimia atau peruraian
suatu senyawa atau molekul menjadi senyawa atau molekul yang lebih
sederhana. Terdapat beberapa jenis degradasi, yaitu;
1. Degradasi Kimia
Zat aktif yang digunakan sebagai obat-obatan memiliki
struktur molekul yang beragam, oleh karena itu rentan terhadap
banyak variabel dan jalur degradasi. Kemungkinan jalur degradasi
meliputi hidrolisis, dehidrasi, isomerisasi, eliminasi, oksidasi,
fotofegradasi, dan interaksi yang kompleks dengan eksipien dan
obat-obatan lainnya. Hal ini akan sangat berguna jika dapat
memprediksi ketidakstabilan kimia obat berdasarkan struktur
molekul.
Salah satu dari jalur degradasi kimia adalah hidrolisis. Pada
sebagian besar produk parenteral, zat aktif dapat kontak dengan
air dan bahkan sediaan dalam bentuk padat mengalami
kelembaban, meskipun dalam jumlah yang rendah. Dengan
demikian hidrolisis salah satu reaksi yang paling umum terlihat
pada obat. Hidrolisis merupakan jalur utama degradasi suatu
obat, terutama pada zat aktif yang memiliki gugus fungsional
ester dan amida.
7
8
2. Degradasi Fisika
Komponen obat-obatan (zat aktif dan eksipien) yang ada di
berbagai keadaan fisik mikroskopik dengan derajat yang berbeda
dari pemerian. Contohnya adalah amorf dan berbagai kristal,
terhdrasi, dan bagian terlarut. Dengan waktu zat aktif atau
eksipien mungkin berubah dari satu kondisi, dari yang tidak stabil
atau metastabil menjadi kondisi stabil secara termodinamika.
Tingkat konversi tergantung pada potensi kimia sesuai dengan
perbedaan energi bebas antara kondisi dan hambatan energi
yang harus diatasi untuk konversi berlangsung. Hal ini mengatasi
perubahan fisik yang dapat terjadi pada zat aktif dan eksipien dan
menjelaskan faktor yang mempengaruhi perubahan fisik serta
metode untuk menstabilkan obat. (7)
8
9
9
BAB III
PEMBAHASAN
A. DEGRADASI
Degradasi adalah suatu reaksi perubahan kimia atau peruraian
suatu senyawa atau molekul menjadi senyawa atau molekul yang lebih
sederhana.
Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk obat
untuk bertahan dalam batas spesifikasi yang ditetapkan sepanjang
periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas,
kekuatan, kualitas dan kemurnian produk tersebut. Sediaan obat yang
stabil adalah suatu sediaan yang masih berada dalam batas yang
dapat diterima selama periode penyimpanan dan penggunaan, dimana
sifat dan karakterisiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat
diproduksi.
Kualitas mutu suatu obat dapat berkurang atau hilang
dikarenakan adanya degradasi pada obat tersebut, degradasi adalah
suatu reaksi perubahan kimia atau peruraian suatu senyawa atau
molekul menjadi senyawa atau molekul yang lebih sederhana.
Misalnya, penguraian polisakarida selulosa menjadi monosakarida
(glukosa). Degradasi polimer dasarnya berkaitan dengan terjadinya
perubahan sifat karena ikatan rantai utama makromolekul. Pada
polimer linear, reaksi tersebut mengurangi massa molekul atau
panjang rantainya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi degradasi antara lain :
1. Substrat
Ukuran dan komponen senyawa yang menyusun substrat
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi degradasi.
Degradasi akan berlangsung lebih cepat bila ukuran subtrat lebih
kecil dan senyawa penyusunnya lebih sederhana. Sebaliknya, jika
10
11
2. Sumber nitrogen
Nitrogen diperlukan karena dapat mempengaruhi aktivitas fungi
untuk menghasilkan enzim ekstraseluler. Bahan yang banyak
digunakan sebagai sumber nitrogen adalah ammonium nitrat,
ammonium sulfat, dan urea. Jika ezim ekstraseluler yang
dihasilkan oleh fungi banyak, maka degradasi akan berlangsung
lebih cepat. Sebaliknya, jika enzim ekstraseluler yang dihasilkan
oleh fungi sedikit, maka degradasi akan berlangsung lebih lama.
3. pH
pH aktivitas enzim sangat penting untuk proses degradasi, karena
enzim-enzim tertentu hanya akan mengurai suatu substrat sesuai
dengan aktivitasnya pada pH tertentu.
4. Suhu
Selain pH, suhu juga mempenguruhi kerja enzim untuk
mendegrdasi substrat. Peningkatan suhu menyebabkan energi
kinetik pada molekul substrat dan enzim meningkat, sehingga
degradasi juga meningkat. Namun suhu yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan rusaknya enzim yang disebut denaturasi,
sedangkan suhu yang terlalu rendah dapat menghambat kerja
enzim. Bila kerja terhambat atau struktur enzim rusak maka
degradasi tidak dapat berlangsung dengan baik.
12
5. Kelembapan
Kelembaban merupakan faktor penting yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan fungi, biosintesis, dan sekresi
enzim. Kelembaban yang rendah menyebabkan berkurangnya
kelarutan nutrisi di dalam substrat, derajat pertumbuhan rendah,
dan tegangan air tinggi. Sedangkan level kelembaban yang lebih
tinggi dapat menyebabkan berkurangnya enzim yang dihasilkan
karena dapat mereduksi porositas (jarak interpartikel) pada
matriks padatan, sehingga menghalangi transfer oksigen. Jika
jumlah enzim berkurang, maka proses degradasi akan
berlangsung lebih lama.
a. Substrat
Mengubah ukuran substrat menjadi lebih besar dan senyawa
penyusunnya lebih kompleks.
b. Sumber nitrogen
Nitrogen diperlukan karena dapat mempengaruhi aktivitas fungi untuk
menghasilkan enzim ekstraseluler. Jika ezim ekstraseluler yang
dihasilkan oleh fungi banyak, maka degradasi akan berlangsung lebih
cepat. Sebaliknya, jika enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh fungi
sedikit, maka degradasi akan berlangsung lebih lama.
c. pH
Jika pH sesuai dengan aktivitas enzim, maka kerja enzim ekstraseluler
untuk mendegradasi substrat akan optimal.
13
d. Suhu
Menstabilkan suhu sesuai dengan kebutuhan dan sifat dari obat, suhu
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan degradasi meningkat dan
menyebabkan rusaknya enzim yang disebut denaturasi, sedangkan
suhu yang terlalu rendah dapat menghambat kerja enzim. Bila kerja
terhambat atau struktur enzim rusak maka degradasi tidak dapat
berlangsung dengan baik.
e. Kelembaban
Jika kelembaban tinggi, maka jumlah enzim berkurang, maka proses
degradasi akan berlangsung lebih lama.
1. Ketersediaan obat
Ketersediaan obat di beberapa puskesmas saat sesudah JKN
lebih tinggi daripada sebelum era JKN, hal ini dikarenakan
adanya dana dari program JKN pembelian obat-obat baru yang
masuk dalam program JKN.
15
2. Kecukupan obat
Walaupun ketersediaan semua jenis obat ada, namun kuantitas
atau kecukupan saat sesudah era JKN lebih rendah sebelum era
JKN. Hal ini dikarenakan banyak puskesmas yang hanya
membeli beberapa jenis obat dalam jumlah terbatas dan kontinu.
Dalam hal ini, puskesmas mencoba untuk mengefesiensikan
biaya dalam rangka pemenuhan daftar obat dalam program JKN.
A. KESIMPULAN
B. SARAN
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian. Lembaran Negara RI Tahun 2009 ,
No. 1,4.Sekretariat Negara.Jakarta
2. Asykin HA. Studi Implementasi Sistem Penyimpanan Obat
Berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Sejati Farma
Makassar. Media Farmasi Vol.XIV. No1, Makassar: Fakultas Farmasi
Poltekkes Kemenkes Makassar; 2018.
3. Anggraini C. Kajian Kesesuaian Penyimpanan Sediaan Obat Pada
Dua Puskesmas Yang Berada Di Kota Palangka Raya. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2, Surabaya: Fakultas
Farmasi Universitas Surabaya. 2013.
4. Rosita N, Martodihardjo S. Pengaruh Dapar Fosfat Terhadap
Stabilitas Astemizol. Majalah Farmasi Indonesia 9(4), Surabaya dan
Yogyakarta:: Fakultas Farmasi Universitas Airlangga dan Fakultas
Farmasi Universitas Gajah Mada; 1998.
5. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2012.
Pedoman cara pembuatan obat yang baik. Jakarta: Badan POM RI.
6. Carstensen, J.T, dan Rhodes, C.T. 2000. Drug Stability Principles and
Practices, Third Edition. NewYork.
7. Yoshioka, Sumie dan Valentino J.Stella. 2002. Stability of Drugs and
Dosage Forms. Kluwer Academic Publishers.
8. Raharni, Sudibyo Supardi, dan Ida Diana Sari. 2018. Kemandirian dan
Ketersediaan Obat Era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN):
Kebijakan, Harga, dan Produksi Obat. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan
RI.
18