Anda di halaman 1dari 8

Jurnal

Manajemen Kesehatan Indonesia

Volume 4 No. 3 Desember 2016

Analisis Pengelolaan Obat Pasien BPJS Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit


Panti Wilasa Citarum Semarang

Devina Eirene Mendrofa1, Chriswardani Suryawati 2


1) RS Panti Wilasa Citarum, Jl. Citarum 98 Semarang, email : email.iwen@gmail.com
2) Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro, Semarang

Title : Drug Management Analysis of BPJS membutuhkan obat tersebutdan adanya alternatif
Patient in Pharmacy Installation Panti Wilasa obat pengganti lain yang masuk BPJS, dan dengan
Citarum Hospital Semarang melihat harga obat. Rumah sakit mengatasi
perbedaan harga obat adalah dengan penghematan
Abstrak di bagian lain yaitu dengan mengefisienkan
Bertambah banyaknya pasien BPJS pengobatan, BHP, pemakaian alkes yang lebih
menyebabkan rumah sakit harus mengatur murah.
efisiensi pengeluaran untuk pasien BPJS agar Penelitian ini merekomendasikan
keuangan rumah sakit dapat berjalan dengan baik. beberapa saran yaitu bagi rumah sakit agar
Pengelolaan obat BPJS di Instalasi Farmasi membuat RKO, melakukan perhitungan analisa
Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum mengalami VEN-ABC, membuat sistem ROP baru untuk obat
kendala sehingga perlu dianalisa penyebab BPJS, dan membuat pedoman ketetapan untuk
permasalahan pengelolaan obat BPJS dan pemberian obat pasien BPJS yang diluar fornas.
bagaimana kebijakan rumah sakit dalam
mengatasi permasalahan pengelolaan obat pasein Kata kunci : perencanaan obat, pengadaan
sehingga penggeluaran biaya pasien BPJS tidak obat, pendistribusian obat,
membengkak. pengendalian obat, kebijakan
Penelitian ini merupakan penelitian rumah sakit
kualitatif dengan subjek penelitian 1 direksi, 1 Kepustakaan : 10 (1997-2015)
kepala instalasi farmasi, 1 petugas gudang, 1 tim
verifikator, dan 4 orang orang petugas farmasi. Abstract
Variabel penelitian ini adalah perencanaan obat, Increasing number of BPJS patients
pengadaan obat, pendistribusian obat, causes hospital organize the efficiency of hospital
pengendalian obat dan kebijakan rumah sakit. expenses for BPJS patients in order to finance
Analisis data yang digunakan content analysis hospitals to run well. BPJS drug management in
yaitu pengumpulan data, reduksi data, menyajikan Panti Wilasa Citarum Hospital Pharmacy
data dan menarik kesimpulan. experienced problems that causes of problem need
Hasil penelitian menunjukkan to be analyzed and how hospital policy to
perencanaan obat sesuai dengan formularium overcome and how the hospital's policy in
rumah sakit dan fornas, perencanaan dan addressing the problems of BPJS drug
pengadaan berdasarkan ROP, dalam instalasi management so the expenses do not inflated.
farmasi tidak membuat RPO (Rencana Pengadaan This study is a qualitative research with
Obat), dan tidak melakukan pengelolaan research 1 directors , 1 chief pharmacy , 1
persediaan dengan cara VEN-ABC. Obat BPJS warehouse clerk , one team of verifiers , and four
memiliki lead time lebih lama dibanding obat people pharmacist. The research variables are
reguler, sehingga perhitungan ROP obat BPJS dan planning drug , drug procurement , drug
reguler harus terpisah. Kepatuhan dokter menulis distribution , drug control and hospital
resep sesuai fornas BPJS belum 100%. Pemberian policy .Analysis of the data used content analysis
obat BPJS di rumah sakit panti wilasa citarum of data collection, data reduction, presenting the
sesuai fornas. Direksi menentukan pemberian obat data and draw conclusions.
diluar fornas yang diresepkan dokter dengan The results showed the drug plan in
mempertimbangkan apakah pasien memang accordance with the hospital formulary and
214
215

fornas, planning and procurement based on the Sakit. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
ROP, the pharmacy does not make RPO (Drug Kesehatan, dan Bahan Medis Habis pakai
Procurement Plan), and does not make VEN – harus dilaksanakan secara multidisiplin,
ABC analysis. BPJS drugs have longer lead time terkoordinir dan menggunakan proses yang
than regular drugs, so the ROP calculation in
efektif untuk menjamin kendali mutu dan
SIM should be seperete. Compliance of physicians
prescribe not 100% according to BPJS fornas.
kendali biaya. Pasal 15 ayat (3) Undang-
Administration of BPJS drugs in Panti Wilasa Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Citarum Hospital according fornas. Rumah Sakit menyatakan bahwa Pengelolaan
The Directors determines the Alat Kesehatan, Sediaan Farmasi, dan Bahan
administration of drugs outside fornas Medis Habis Pakai di Rumah Sakit harus
prescription to consider whether the patient is in dilakukan oleh Instalasi Farmasi sistem satu
need of that medication and any other alternative pintu. Alat Kesehatan yang dikelola oleh
replacement drugs that enter BPJS, and by Instalasi Farmasi sistem satu pintu berupa
looking at the price of drugs. Hospitals overcome alat medis habis pakai/peralatan non
the differences in drug prices is with a savings elektromedik, antara lain alat kontrasepsi
treatment , consumables good for treatment, using (IUD), alat pacu jantung, implan, dan stent.2
cheaper medical devices The study recommends
several suggestions are for the hospital to make
Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum
RKO , perform calculations VEN - ABC analysis , Semarang merupakan Rumah Sakit yang
new ROP system for BPJS drug, and establish memiliki visi dan misi dalam melayani
guidelines for the provision of drug masyarakat dibidang kesehatan dari ekonomi
administration BPJS patients beyond fornas., bawah sampai menengah dengan tidak
create new ROP system for drug BPJS, and melupakan masyarakat ekonomi atas. Rumah
establish guidelines for the provision of BPJS Sakit melaksanakan visi dan misi rumah sakit
drug administration patients that is out fornas. dengan mengerti pentingnya kerjasama
dengan BPJS Kesehatan dalam melayani
Keywords : drug planning, drug pasien. RS Panti Wilasa Citarum telah bekerja
precurement, drug distribution, drug control,
sama dengan PT ASKES maupun PT
hospital policy
Bibliography : 10 (1997-2015)
Jamsostek. Setelah ASKES dan Jamsostek
menjadi satu menjadi BPJS, RS Panti Wilasa
Pendahuluan Citarum tetap meneruskan kerjasama yang
BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara dilakukan.
Jaminan Sosial Kesehatan) merupakan Badan Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum
Usaha Milik Negara yang ditugaskan khusus merupakan rumah sakit tipe C yang menjadi
oleh pemerintah untuk rumah sakit rujukan tingkat ke 2 pasien BPJS.
menyelenggarakan jaminan pemeliharaan Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum melayani
kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, pasien rawat inap BPJS, pasien rujukan rawat
terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, jalan BPJS, dan pasien Hemodialisa. Dari
Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, awal berlakunya BPJS hingga akhir tahun
Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta 2015 peserta yang dirujuk dan berobat di
keluarganya dan Badan Usaha lainnya panti wilasa citarum jumlahnya terus
ataupun rakyat biasa. BPJS Kesehatan bertambah. Jumlah pasien BPJS rawat jalan
bersama BPJS Ketenagakerjaan (dahulu pada bulan Januari 2014 adalah 749 (11,12%)
bernama Jamsostek) merupakan program dan pasien umum 5984 (88,88%), sedangkan
pemerintah dalam kesatuan Jaminan rawat inap pasien BPJS berjumlah 67 (5,41%)
Kesehatan Nasional (JKN) yang diresmikan dan pasien umum 1172 (94,59%). Sedangkan
pada tanggal 31 Desember 2013. Untuk BPJS pada bulan Desember 2015 pasien BPJS
Kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1 rawat jalan adalah 6747 (77,70%) dan pasien
Januari 2014. 1 umum 1936 (22,30%), sedangkan rawat inap
Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana pasien BPJS berjumlah 553 (50,05%) dan
fungsional yang menyelenggarakan seluruh pasien umum 552 (49,95%).
kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah
215
216

Rumah sakit dapat menagihkan (Klaim) pengadaan obat BPJS mempengaruhi


paket BPJS berdasarkan paket INA CBG’s pemberian obat yang dapat diberikan oleh
dan fee for service. Untuk pasien rawat inap, rumah sakit kepada pasien BPJS. Kekosongan
dan hemodialisa klaim yang dilakukan obat BPJS mengakibatkan instalasi farmasi
berdasarkan paket INA CBG’s. Sedangkan menunda pembelian obat yang
untuk pasien rawat jalan terpadat dua kategori mengakibatkan pasien BPJS rawat jalan
penagihan. Untuk pelayanan dokter, tertunda pemberian obatnya. Sedangkan untuk
laboratorium, radiologi, dan obat tidak kronis rawat inap apabila obat dengan harga e-
penagihan dilakukan sesuai paket INA CBG’s. catalog tidak ada menyebabkan instalasi
Khusus obat kronis ditagihkan terpisah sesuai farmasi membeli obat dengan harga reguler
dengan buku pedoman formularium nasional yang jauh lebih mahal.
BPJS ditagihkan berdasarkan fee for service. Dari wawancara yang dilakukan oleh
Penagihan fee for service selain berdasarkan penulis pada bulan januari 2016 dengan
buku pedoman formularium nasional (fornas) petugas gudang farmasi, permasalahan yang
juga berdasarkan harga e-catalog pemerintah. ada saat ini adalah rumah sakit mendapat obat
Tujuan utama pengaturan obat dalam Fornas BPJS tidak sesuai dengan harga e-catalog,
adalah meningkatkan mutu pelayanan proses pengiriman obat BPJS lebih lama,
kesehatan, melalui peningkatan efektifitas dan terjadi kekosongan obat BPJS di distributor.
efisiensi pengobatan sehingga tercapai Sedangkan dengan bagian keuangan dan tim
penggunaan obat rasional. Bagi tenaga verifikator internal BPJS diketahui bahwa
kesehatan, Fornas bermanfaat sebagai penagihan obat BPJS fee for service terdapat
“acuan” bagi penulis resep, mengoptimalkan kendala gagal klaim karena ketidak sesuaian
pelayanan kepada pasien, memudahkan dengan restriksi yang diberikan oleh BPJS.
perencanaan, dan penyediaan obat di fasilitas Untuk permasalahan pendistribusian obat
pelayanan kesehatan. Dengan adanya Fornas BPJS ke pasien di rawat jalan dihadapkan
maka pasien akan mendapatkan obat terpilih pada ketersediaan obat yang terbatas,
yang tepat, berkhasiat, bermutu, aman dan sedangkan di rawat inap pada pola
terjangkau, sehingga akan tercapai derajat pengobatan pasien inap yang bervariasi dan
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. lama pengobatan yang terkadang melebihi
Oleh karena itu obat yang tercantum dalam ekspektasi awal pengobatan. Dengan
Fornas harus dijamin ketersediaan dan permasalahan tersebut, rumah sakit tetap
keterjangkauannya. Pembelian obat dan alat dituntut untuk memberikan pelayanan terbaik
kesehatan Fornas melalui e-catalog. E- untuk pasien BPJS.
catalog adalah sistem informasi elektronik
yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis Metode Penelitian
dan harga barang tertentu dari berbagai Penelitian ini dilakukan dengan
Penyedia Barang/Jasa Pemerintah. Pembelian metode kualitatif yang disajikan secara
obat e-catalog adalah dengan e-purchasing deskriptif. Penelitian dilakukan pada bulan
dengan sistem komputer yang dipesan melalui Maret-Mei 2016 yang berlokasi di RS Panti
internet. E-catalog dan e-purchasing saat ini Wilasa Citarum Semarang. Variabel
hanya dapat dilakukan oleh fasilitas kesehatan penelitian adalah pengelolaan obat yang
milik pemerintah. meliputi : 1) perencanaan obat, 2) Pengadaan
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Panti Obat, 3) Pendistribusian Obat, 4)
Wilasa Citarum mengalami kesulitan dalam Pengendalian Obat, dan 5) KebijakanRumah
pengadaan obat BPJS yaitu e-catalog yang Sakit. Pengumpulan data dilakukan dengan
tidak bisa diakses rumah sakit swasta, tidak wawancara mendalam dan telaah dokumen.
semua jenis obat yang tersedia di e-catalog Subjek penelitian terdiri dari informan utama
dapat dibeli oleh rumah sakit dengan harga e- yaitu satu direksi, satu kepala instalasi
catalog karena ketersediaan obat BPJS yang farmasi, satu petugas gudang, satu tim
terbatas, tidak semua jenis obat di fornas verifikator, dan dan informan triangulasi
tersedia di e-catalog. Kesulitan dalam sebanyak empat orang orang petugas farmasi.
216
217

Selanjutnya data diolah kemudian dianalisis generik obat beserta jumlah maksimal
dengan menggunakan content analysis. diresepkan. Secara administratif penagihan
obat di rawat inap termasuk dalam paket INA
CBG’s tergantung dari diagnosa pasien
Hasil dirawat. Sedangkan rawat jalan terbagi
Perencanaan Obat BPJS menjadi dua yaitu penagihan secara paket
Seleksi atau pemilihan jenis obat di INA CBG’s dan penagihan obat kronis. Paket
RSPW citarum berdasarkan Formularium kronis (fee for service) hanya ditagihkan
Rumah Sarkit dan Formularium Nasional. untuk 23 hari pemakaian ke BPJS, sisanya
Metode perencanaan obat menggunakan yaitu 7 hari masuk dalam INA CB’Gs paket
metode konsumsi yang dilakukan seminggu rawat jalan. Penagihan tidak kronis juga
sekali yang menggunakan data pemakaian masuk dalam paket INA CBG’s dan
sebelumnya dengan melihat ROP (repeat berdasarkan ketentuan rumah sakit obat yang
order) yang telah dibuat dalam SIM Rumah diberikan maksimal 7 hari.
Sakit. Jumlah pembelian obat ditentukan Pengendalian Obat BPJS
berdasarkan ROP (re-order point) yang Pengendalian obat BPJS dengan cara
dihitung oleh sistem komputer dan Rancangan stok opnam setiap setahun sekali, pengecekan
Kebutuhan Obat (RKO) BPJS juga belum obat ED setiap 6 bulan sekali, adanya safety
pernah dibuat. Dari pengamatan dan stock untuk menghindari terjadinya
wawancara peneliti, dalam perencanaan obat kekosongan obat, di gudang ada kartu stok
belum disertai dengan perhitungan VEN yang memudahkan pengecekan keluar-masuk
(Vital, Esensial, Non Esensial) dan ABC barang. Sedangkan untuk obat BPJS yang
(parreto). Berdasarkan wawancara dengan mengalami kekosongan, rumah sakit akan
informan utama A2 dan A4 diketahui membeli obat paten lain dengan melakukan
perhitungan VEN-ABC tidak pernah negosiasi sehingga mendapatkan harga yang
dilakukan dan direksi maupun yayasan tidak didapat rumah sakit dapat sama dengan harga
pernah mengusulkan untuk dibuatnya analisa BPJS. Pada pelayanan rawat inap bila terjadi
VEN-ABC. kekosongan obat petugas akan segera mencari
Pengadaan Obat BPJS obat pengganti dengan konfirmasi dan
Rumah sakit panti wilasa citarum persetujuan dari wadir pelayanan untuk
melakukan pengadaan seminggu sekali pada diberikan ke pasien. Sedangkan di rawat jalan,
hari rabu. Pengiriman beberapa obat BPJS obat BPJS tidak kosong distributor tidak
lebih lama dibandingkan dengan obat reguler langsung diganti obat lain tetapi dengan
karena adanya prosedur yang harus dilalui. menunda pemberian obat
Jumlah obat BPJS yang tersedia di distributor Kebijakan Rumah Sakit
terbatas menyebabkan jumlah obat yang Kebijakan BPJS yang ada di Rumah
dipesan dan yang diterima tidak sama. Sakit Panti Wilasa Citarum berdasarkan
Apabila rumah sakit tidak dapat membeli obat kebijakan yang ada di Formularium Nasional.
BPJS dengan cara manual e-catalog, Instalasi Hal-hal yang berkaitan dengan obat yang akan
Farmasi akan mencari obat dengan kandungan diberikan kepada pasien BPJS yang tidak ada
yang sama dengan harga yang dibeli rumah dalam formularium nasional berdasarkan
sakit bisa mendekati harga e-catalog. kebijakan wadir pelayanan (direksi) yang
Pendistribusian obat BPJS akan berbeda kebijakannya tergantung
Penditribusian obat di Panti Wilasa kasusnya. Rumah sakit melakukan penekanan
citarum menggunakan dua metode yaitu biaya pengobatan di sektor lain agar dapat
metode individual prescription (resep) di menutup kerugian
rawat jalan dan pada One Day Dose
Dispensing (ODDD) dengan kartu obat. Pembahasan
Semua pemberian obat pasein rawat inap dan Perencanaan Obat BPJS
rawat jalan berpedoman pada formularium Seleksi obat BPJS di RS Panti Wilasa
nasional yang di dalamnya terdapat nama Citarum menggunakan kombinasi antara
217
218

formularium rumah sakit dan formularium Indonesia lebih tepat. Ketepatan perencanaan
nasional. Kombinasi dilakukan karena tidak secara nasional dapat mengurangi kekosongan
semua obat yang masuk formularium nasional obat. Pembuatan RKO sebaiknya dibuat 1
ada dalam formularium rumah sakit dan tahun sebelumnya agar industri farmasi dapat
sebaliknya. Adanya formularium rumah sakit, melakukan persiapan dengan matang dan
diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan harga obat menjadi lebih murah. Permintaan
juga efektivitas pengelolaan persediaan obat obat yang telah dimiliki oleh pemerintah akan
mulai dari perencanaan, pengadaan, dan dilelang dengan sistem e-catalog. Dengan
distribusi Fornas merupakan daftar obat adanya sistem lelang dengan e-catalog harga
terpilih yang dibutuhkan dan tersedia di obat bisa turun 30-40%.4,5
fasilitas pelayanan kesehatan sebagai acuan Dari pengamatan dan wawancara
dalam pelaksanaan JKN. Tujuan utama peneliti, dalam perencanaan obat belum
pengaturan obat dalam Fornas adalah disertai dengan perhitungan VEN (Vital,
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, Esensial, Non Esensial) dan ABC (parreto).
melalui peningkatan efektifitas dan efisiensi Perhitunggan VEN dan ABC akan membantu
pengo batan sehingga tercapai penggunaan dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas
obat rasional. Bagi tenaga kesehatan, Fornas pengadaan obat berdasarkan dana yang
bermanfaat sebagai "acuan" bagi penulis tersedia terutama untuk obat BPJS.
resep, mengoptimalkan pelayanan kepada Berdasarkan wawancara dengan informan
pasien, memudahkan perencanaan, dan utama A2 dan A4 diketahui perhitungan
penyediaan obat di fasilitas pelayanan VEN-ABC tidak pernah dilakukan dan direksi
kesehatan. Dengan adanya Fornas maka maupun yayasan tidak pernah mengusulkan
pasien akan mendapatkan obat terpilih yang untuk dibuatnya analisa VEN-ABC.
tepat, berkhasiat, bermutu, aman dan Berdasarkan penelitian sebelumnya yang
terjangkau. dilakukan oleh Lyombe, T.H. di rumah sakit
Perencanaan di Instalasi Farmasi Muhimbili National Hospital menunjukkan
RSPW Citarum berdasarkan metode bahwa dengan tidak adanya analisis VEN dan
konsumsi yaitu dengan melihat perencanaan ABC terjadi inefisiensi dalam
sebelumnya. Jumlah pembelian obat mengalokasikan dana. 6

ditentukan berdasarkan ROP (re-order point) Pengadaan Obat BPJS


yang dihitung oleh sistem komputer. Rumah sakit panti wilasa citarum
Keunggulan metode konsumsi adalah data melakukan pengadaan seminggu sekali pada
yang diperoleh akurat, metode paling mudah, hari rabu. Rumah Sakit mengharapkan dengan
tidak memerlukan data penyakit maupun waktu pengadaan seminggu sekali dapat
standar pengobatan. Jika data konsumsi mengurangi terjadinya penumpukan dana
lengkap pola penulisan tidak berubah dan penyimpanan obat dalam waktu yang lama.
kebutuhan relatif konstan maka kemungkinan Waktu pengadaan seminggu sekali dapat
kekurangan atau kelebihan obat sangat kecil. mengurangi terjadinya kekosongan obat,
Kekurangannya antara lain tidak dapat untuk karena apabila sebelum satu bulan obat yang
mengkaji penggunaan obat dalam perbaikan sudah habis dapat dibeli kembali. Hal ini juga
penulisan resep, kekurangan dan kelebihan telah dibuktikan dengan penelitian Andhi
obat sulit diandalkan, tidak memerlukan Suyanto di Instalasi Farmasi Jala Ammari
pencatatan data morbiditas yang baik. 3 yang menmberikan hasil penggunaan metode
Pembuatan Rencana Kebutuhan Obat mingguan mengurangi terjadinya
(RKO) selama setahun terutama obat BPJS kekosongan.7
juga belum dilakukan. Saat ini pemerintah Pengadaan obat secara langsung
dan perusahaan obat sedang berusaha (direct procurement), cara ini paling
mengajak rumah sakit swasta yang melayani sederhana dibanding yang lainnya oleh karena
BPJS membuat RKO obat BPJS agar pengelola obat melakukan pembelanjaan obat
perencanaan pengaanggaran jumlah obat yang sesuai dengan yang dibutuhkan langsung
dibutuhkan selama setahun di seluruh kepada pemasok (PBF). Cara ini umumnya
218
219

dilakukan bila beberapa jenis obat hanya tahun 2014 dan 2015 masih terdapat
dapat disuplai oleh satu jenis industri yang penagihan obat yang terpending, sehingga
ada karena tidak ada competitor lain. Cara penagihan fee for service BPJS untuk tahun
pengadaan langsung ini sebaiknya baru 2016 belum dapat ditagihkan. Penagihan obat
dilakukan pada keadaan tertentu seperti yang terpending disebabkan karena petugas
misalnya emergency, item obat yang dibeli yang mengalami kesulitan dalam menginput
sangat sedikit, atau jika karena kondisi tidak nama obat yang diberikan kepada pasien
memungkinkan lagi untuk dilakukan BPJS karena adanya perbedaan nama obat
negosiasi. 3
Pengadaan secara langsung yang tersedia di rumah sakit dengan nama
dilakukan untuk obat e-catalog yang dapat obat di e-catalog, kurangnya data penunjang
diberikan ke rumah sakit swasta dan tidak ada yang diminta BPJS, dan kesalahan pemberian
obat lain yang sejenis yang dapat memberikan obat kronis karena petugas farmasi kurang
harga diskon mendekati harga e-catalog. menguasai pedoman fornas BPJS. Awal
Rumah sakit swasta mengalami kesulitan dibentuknya tim verifikator, Rumah sakit
dalam pengadaan obat BPJS pada karena belum menunjuk apoteker sebagai bagian dari
tidak dapat masuk dalam sistem pengadaan tim verifikator sehingga saat penagihan obat
obat e-catalog. Obat BPJS yang tidak dapat dengan nama yang berbeda dengan e-catalog
dibeli secara e-catalog menyebabkan adanya tidak dapat tertagihkan. Awal tahun 2016
selisih harga obat yang dibeli dan obat yang rumah sakit telah menunjuk satu apoteker
dapat ditagihkan. yang bertugas sebagai tim verifikator internal
Saat ini ARSSI telah mengungkapkan BPJS diharapkan dapat menyelesaikan
dan memperjuangkan rumah sakit swasta pending obat secara fee for service. Instalasi
untuk dapat mengaskses e-catalog dan e- Farmasi RSPWC selalu melakukan update
purchasing. Keuntungan dari pembelian obat dan melakukan sosialisasi kepada petugas
dan AlKes dengan e-catalog adalah instalasi farmasi mengenai fornas BPJS,
terjaminnya kualitas obat dan AlKes untuk perubahan peraturan internal Rumah Sakit,
keselamatan pasien dan keuntungan harga dan perubahan peraturan dari BPJS untuk
yang lebih murah sehingga rumah sakit meminimalkan kesalahan pemberian obat
swasta dapat mengendalikan mutu dan biaya BPJS.
pengobatan pasien. Pengendalian Obat BPJS
Pendistribusian obat BPJS Pengendalian obat BPJS tidak berbeda
Metode pemberian obat BPJS tidak dengan obat reguler. Apabila terjadi
berbeda dengan pemberian pada pasien umum. kekorsongan obat BPJS, rumah sakit akan
Individual prescription merupakan membeli obat paten lain dengan melakukan
pendistribusian obat langsung diterima oleh negosiasi sehingga mendapatkan harga yang
pasien sesuai dengan resep yang diberikan. didapat rumah sakit dapat sama dengan harga
Sedangkan ODDD merupakan pendistribusian BPJS.
yang dilakukan dengan mempersiapkan dosis Pengendalian persediaan juga dapat
dalam satu hari. Berdasarkan penelitian yang diartikan sebagai serangkaian kebijakan
dilakukan Erna Yanti pada tesis Evaluasi pengendalian untuk menentukan tingkat
Penerepan Sistem Kartu Obat Rawat Inap persediaan yang harus dijaga, kapan pesanan
pada One Day Dose Dispensing (ODDD) untuk menambah persediaan harus dilakukan
Terhadap Pola Penggunaan Obat dan Biaya dan berapa besar pesanan harus diadakan.
Obat Pasien BPJS Hipertensi di RSUD Liwa Pengendalian persediaan menentukan dan
membuktikan pola penggunaan ODDD menjamin tersedianya persediaan yang tepat
meningkatkan pola penggunaan obat dalam kuantitas dan waktu yang tepat.9
meningkat dan biaya obat menurun.8 Perhitungan ROP obat BPJS berbeda dengan
Dari data penagihan INA-CBG’s reguler karena lead time yang terkadang
RSPW Citarum tidak banyak mengalami melebihi lead time obat reguler dan
banyak kendala, tetapi pada penagihan fee for menyebabkan stok yang ada di pelayanan
service masih belum dapat tertagihkan. Pada kurang dari safety stock. Pada pelayanan
219
220

rawat inap bila terjadi kekosongan obat swasta tidak semua sesuai dengan harga e-
petugas akan segera mencari obat pengganti catalog. Berdasarkan wawancara dengan
dengan konfirmasi dan persetujuan dari wadir direksi dan data yang didapat, diketahui
pelayanan untuk diberikan ke pasien. pembayaran fee for service (untuk obat kronis)
Sedangkan di rawat jalan, obat BPJS tidak BPJS yang menyebabkan rumah sakit
kosong distributor tidak langsung diganti obat mengalami kerugian dari selisih penagihan.
lain tetapi dengan menunda pemberian obat Rumah sakit mengatasi perbedaan harga obat
Tim verifikator internal BPJS adalah dengan penghematan di bagian lain
memiliki fungsi dalam pengendalian obat yaitu dengan mengefisienkan pengobatan,
BPJS. Tim verifikator internal BPJS berfungsi BHP, pemakaian alkes yang lebih murah.
sebagai petugas yang akan memverifikasi Berdasarkan penelitian dari Prof. dr. Iwan
kesesuian harga, jenis, merk dan jumlah obat Dwiprahasto, MMedSc, PhD, penghematan
yang diberikan ke pasien BPJS. Selain itu, tarif INA CBG’s dapat di sektor obat,
fungsi dari tim verifikator adalah melakukan diagnosis, BMHP dan bagian yang tidak bisa
verifikasi administrasi kepersertaan, verifikasi dihemat adalah tindakan, kamar, jasa medik.
administrasi pelayanan, dan verifikasi Penghematan di sektor obat INA CBG’s
pelayanan pada pasien BPJS. Dengan adanya berdasarkan penelitian dapat dilakukan
tim verifikator BPJS internal, petugas di dengan mengoptimalkan penerapan Fornas
pelayanan dapat melakukan pelayanan sesuai sebagai acuan dalam perencanaan dan
dengan prosedur yang ditetapkan BPJS. penyediaan obat di fasilitas kesehatan dan
Kepatuhan dokter menulis resep BPJS meningkatkan peran tenaga kesehatan dalam
sesuai dengan fornas BPJS belum 100%. melakukan pemantauan penggunaan obat
Dokter masih memberikan resep obat tidak dalam sistem JKN berdasarkan Fornas.10
ada dalam fornas, tidak sesuai restriksi, dan
jumlah pemberian tidak sesuai. Rumah sakit Kesimpulan
telah beberapa kali melakukan pertemuan Perencanaan obat BPJS di Rumah
rutin dengan dokter tetap maupun mitra untuk Sakit Panti Wilasa Citarum berdasarkan
membahas mengenai pasien BPJS, tetapi formularium rumah sakit dan fornas
masih ada dokter yang memberikan resep (Formulariun Nasional), dilakukan oleh
tidak sesuai dengan ketentuan fornas. kepala instalasi farmasi setiap minggu
Ketidaksesuaian pemberian obat ke pasien berdasarkan metode konsumsi dengan melihat
BPJS menyebabkan petugas instalasi farmasi ROP. Rumah sakit belum melakukan
harus melakukan konfirmasi ulang ke dokter perhitungan Perencanaan Rencana Kebutuhan
atau direksi untuk pemberian obat Obat (RKO) BPJS selama setahun dan belum
menyebabkan pelayanan pemberian obat ke melakukan analisa VEN-ABC untuk
pasien BPJS menjadi lama. Tidak adanya mengefisienkan alokasi dana untuk pembelian
peraturan atau pedoman tertulis untuk obat, terutama obat BPJS.
pemberian obat pasien BPJS diluar fornas Pengadaan obat BPJS diakukan
menyebaban masih banyak dokter yang seminggu sekali berdasarkan ROP untuk
menulis obat tidak sesuai ketentuan fornas. mengurangi penumpukan dana penyimpanan
Kebijakan Rumah Sakit obat. Pembelian obat BPJS dengan metode
Direksi menentukan pemberian obat negosiasi dan pengadaan obat e-catalog secara
diluar fornas BPJS karena obat memang harus manual. Tidak semua obat e-catalog dapat
diberikan dan tidak ada obat pengganti lain, diakses oleh rumah sakit karena
dan dilihat dari harga obat yang akan ketidaktersedian obat BPJS di PBF.
diberikan. Rumah Sakit Pant Wilasa Citarum Kekosongan obat menyebabkan rumah sakit
merupakan rumah sakit swasta sehingga tidak membeli obat dari pabrikan lain dengan harga
memiliki akses e-catalog obat BPJS tetapi lebih mahal.
masih bisa mengakses obat BPJS dengan cara Pendistribusian obat BPJS: sesuai
manual. Harga obat yang diberikan oleh dengan Good Pharmacy Practice yaitu
distributor untuk obat BPJS di rumah sakit Rawat inap dengan One Day Dose Dispensing
220
221

dan Rawat jalan dengan Individual Daftar Pustaka


prescription. Penagihan dan pemberian obat 1. BPJS. Pedoman Umum Tata Kelola yang
Rawat inap sesuai dengan tarif paket INA Baik BPJS Kesehatan. 2014
CBG’s. Penagihan dan pemberian obat rawat 2. Depkes RI. Permenkes Nomor 58 Tahun
jalan terbagi menjadi paket INA CBG’s dan 2014 tentang Standar Pelayanan
penagihan obat kronis 23 hari masuk dalam Kefarmasian di Rumah Sakit. 2014
penagihan fee for service. Pemberian obat
3. KepMenKes RI No.
BPJS di rumah sakit panti wilasa citarum
1197/Menkes/SK/2004. Standar
berdasarkan pedoman fornas.
Pelayanan Rumah Sakit.
Pengendalian obat BPJS hampir sama
dengan obat reguler, tetapi karena kekosongan 4. Dirjen Bina Kefarmasian dan alat
distributor lebih sering terjadi dibanding obat Kesehatan. Jaminan Kesehatan dan
reguler yang menyebabkan perhitungan lead Ketersediaan Obat. Infarkes buletin edisi
time dan ROP berbeda sehingga harus dibuat II maret-Mei 2015
perhitungan pengadaan obat yang terpisah 5. Lyombe, T.H., Analysis of Medicines
antara obat reguler dan BPJS. Kekosongan Expenditures and Pharmaceutical
obat di distributor di rawat jalan dan rawat Inventory Control Management at
inap diatasi dengan mengganti obat dengan Muhimbili National Hospital (Disertasi).
paten lain dengan harga mendekati harga e- 2013.
catalog. Kekosongan obat di rawat jalan 6. Quick D. Jonathan. Managing Drug
karena keterlambatan pengiriman diatasi Supply (2nded). Management Sciences
dengan penundaan pemberian obat pasein. for Health. USA: Kumarian Press; 1997
Kepatuhan dokter menulis resep BPJS sesuai 7. Dirjen Bina Kefarmasian dan alat
dengan fornas BPJS belum 100%. Kesehatan. Kebijakan Kefarmasian dan
Kebijakan rumah sakit dalam Alkes di Era JKN menurut UU no 23
mengatasi perbedaan harga obat adalah tahun 2014. Pertemuan Policy Dialogue
dengan penghematan di bagian lain yaitu Jakarta, 5 Mei 2015.
dengan mengefisienkan pengobatan, BHP, 8. Djasri, Hanevi. Peran Clinical Pathways
pemakaian alkes yang lebih murah. Kebijakan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional
rumah sakit dalam menentukan pemberian Bidang Kesehatan. Workshop INA-CBG,
obat BPJS diluar fornas ditentukan oleh diselenggarakan IMRS-PERSI, 3-4 Juli
direksi dengan mempertimbangkan apakah 2013.
pasien memang membutuhkan obat tersebut 9. Dirjen Bina Kefarmasian dan alat
dan adanya alternatif obat pengganti lain yang Kesehatan. Pedoman Pelayanan Farmasi
masuk BPJS, dan melihat harga obat. yang Baik. 2011
10. Anief, Moh. Manajemen Administrasi
Rumah Sakit. Jakarta: Universitas
Indonesia Press; 2003.

221

Anda mungkin juga menyukai