Anda di halaman 1dari 1

Pasien datang ke VK IGD RSUD Arifin Ahmad dengan rujukan dari Rumah Sakit di

Rokan Hilir dan di diagnosis mola hidatidosa. Diagnosis rujukan belum dapat dipastikan dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang kami lakukan. Dari anamnesis didapatkan pasien
mengaku hamil disertai dengan adanya perdarahan. Pasien mengaku terakhir haid pada tanggal
10 Februari 2019. Dari pemeriksaan status obstetrik ditemukan perut membesar, tinggi fundus
uteri sudah sebesar 20 minggu kehamilan (2 jari di atas umbilikus), DJJ(-) dan tidak
teridentifikasi bagian janin. Pada pemeriksaan genitalia didapatkan adanya fluksus berupa darah
dan OUE tertutup. Secara klinis pasien sulit di diagnosis mola hidatidosa, karena tidak
ditemukan gelembung mola pada pemeriksaan atau pengakuan pasien sehingga pasien
didiagnosis banding dengan abortus mola dan abortus imminens. Namun saat dilakukan USG
ditemukan adanya Honeycomb yang merupakan tanda khas dari mola hidatidosa. Maka pasien
ini didiagnosis mola hidatidosa.

Pada pasien ini penatalaksanaan yang dilakukan sudah benar yaitu memperbaiki keadaan
umum pasien, menghentikan perdarahan pasien dengan memberikan asam tranexamat, cek darah
lengkap serta kadar B-hCG. Setelah keadaan umum pasien membaik dilakukan kuretase untuk
memastikan kavum uteri sudah kosong.

Follow up harus dilakukan terhadap pasien. Apabila telah evakuasi mola, perlu rutin
melakukan pemeriksaan HCG untuk mengetahui apakah ada peningkatan atau mola yang
berlanjut menjadi gestational tropghoblastic neoplasma. Berdasarkan SKDI tahun 2012, tingkat
dokter umum dalam hal ini adalah kompetensi 2 dimana dapat mendiagnosis dan merujuk ke
dokter spesialis kandungan. Diagnosis harus ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang di pelayanan dokter umum yang tersedia. Selain itu, dokter umum juga
harus follow up pasien post evakuasi mola seperti pemeriksaan ginekologi, pemeriksaan bhCg
dan plano test untuk skrining komplikasi dari mola yaitu keganasan.

Anda mungkin juga menyukai