PEMERIKSAAN PANGGUL
Persalinan dapat berlangsung dengan baik atau tidak antara lain tergantung pada luasnya
jalan lahir yang terutama ditentukan oleh bentuk dan ukuran-ukuran panggul. Maka untuk
meramalkan apakah persalinan dapat berlangsung biasa atau tidak, pengukuran panggul
diperlukan.
Seorang multipara yang sudah beberapa kali melahirkan anak yang a’terme dengan spontan
dan mudah, dapat dianggap mempunyai panggul yang cukup luas. Walaupun begitu jalan lahir
seorang multipara yang dulunya tidak menimbulkan kesukaran kadang-kadang dapat menjadi
sempit, misalnya kalau timbul tumor tulang (exostose, osteoma, osteofibroma dll) dari tulang
panggul/ tumor dari bagian lunak jalan lahir.
Pada ibu hamil perlu dilakukan pemeriksaan untuk menilai keadaan dan bentuk panggul
apakah terdapat kelainan atau keadaan yang dapat menimbulkan penyulit persalinan, apakah
terdapat dugaan kesempitan panggul atau kelainan panggul. Pengukuran panggul dilakukan pada
setiap wanita hamil yang akan direncanakan untuk lahir secara per vaginam. Pemeriksaan panggul
ini dilakukan pada usia kehamilan > 32 minggu pada setiap pemeriksaan antenatal.
A. Anatomi Panggul
Selama ini kita tahu bahwa bidan merupakan tenaga kesehatan yang memegang peranan
penting dalam pelayanan maternal dan perinatal. Keberadaan bidan memiliki posisi strategis,
mengingat sebagian besar persoalan reproduksi berhubungan dengan kaum perempuan. Salah satu
tantangan yang harus dihadapi adalah tuntutan masyarakat terhadap pelayanan berkualitas. Untuk
dapat memberikan pelayanan berkualitas, bidan harus terlebih dahulu terampil serta memiliki
kompetensi yang luas termasuk dalam anatomi khususnya wanita dalam memberikan asuhan
kebidanan yang bekualitas.
Untuk dapat memberikan asuhan persalinan, terlebih dahulu bidan harus menguasai
anatomi panggul.
b) Pemeriksaan Rontgen
Dilakukan dengan cara memotret panggul ibu, menggunakan alat rontgen. Selama pemotretan
ibu diminta duduk, persis seperti tindakan rontgen pada anggota tubuh lain, hanya saja intensitas
cahaya yang digunakan lebih rendah. Hasil foto dianalisa untuk mengetahui ukuran panggul.
Bahkan aneka kelainan letak bayi pun sebetulnya bisa terdeteksi dengan cara ini. Dibanding
pengukuran secara klinis, pengukuran dengan alat rontgen menghasilkan data yang lebih terperinci
mengenai diameter pintu panggul.
Ukuran-ukuran panggul dapat juga diukur dengan sinar X. keuntungan dari pengukuran
panggul dengan sunar roentgen ialah :
1. Dapat mengambil ukuran-ukuran yang tak dapat ditentukan secara klinis seperti diameter
transversa dari pinti atas panggul, ukuran antara spinae ischiadicae, diameter antero posterior dari
bidang tengah panggul.
2. Selain dari pada memberikan ukuran-ukuran panggul juga memperlhatkan pada kita bentuk
pangul.
3. Dapat menentukan apakah ukuran terbesar kepala sudah melampaui pintu atas panggul.
c. Memasang sarung tangan karena biasanya kalau tidak menggunakan sarung tangan maka akan
mudah terserang berbagai macam infeksi penyakit seperti HIV.
d. Pemeriksaan
1. Pastikan kandung kemih wanita kosong sebelum memulai pemeriksaan, karena pemeriksaan
bimanual sangat tidak nyaman bagi wanita jika kandung kemihnya penuh. setelah mengosongkan
kandung kemih, persilahkan ibu untuk berbaring di atas ranjang periksa.
2. Persiapkan ibu pada posisi litotomi di atas meja. Pastikan bokong sedikit dibelakang tepi meja,
karena apabila wanita tidak di posisikan dengan tepat di tepi meja dapat menggangu ketika
spikulum akan dipegang anda akan kesulitan mengatur posisi spikulum.
3. Dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri, sisihkan labium mayor ke lateral untuk membuka vulva.
4. Masukkan telunjuk dan jari tengah tangan kanan ke dalam lumen vagina melalui introitus yang
terbuka.
5. Pindahkan tangan kanan ke fundus uteri.
6. Arahkan bagian ventral/palmar jari-jari tangan dalam ke simpisis os pubis, tentukan besar sudut
yang dibentik antara os pubis kiri dan kanan.
7. Dengan ujung bagian ventral jari-jari dalam, telusuri linea inominata kiri sejauh mungkin,
kemudian lakukan pula pada bagian kanan dengan cara yang sama.
8. Letakkan jari dalam pada sekitar pertengahan linea inominata kiri kemudian geser ke bawah
(sejajar sumbu badan ibu) menelusuri dinding samping panggul untuk menilai arah dan sudutnya
(rata, menyudut ke dalam atau luar).
9. Menjelang akhir dinding samping panggul (sekitar 5 cm dari pintu atas panggul) akan teraba
tonjolan tulang, kea rah dalam jalan lahir dan berbentuk segitiga, yang disebut dengan spina
iskiadika. Nilai derajat penonjolan spina ke jalan lahir.
10. Lakukan hal yang sama pada dinding samping panggul bagian kanan (gunakan bagian atau sisi
medial jari tengah) kemudian nilai distansia interspinarum.
11. Raba tuberkositas iskiadia dengan meneruskan rabaan dinding samping panggul hingga bagian
paling ujung. Lakukan untuk dinding kiri dan kanan, kemudian nilai distansia intertuberosum
(jarak antara kedua tuberositas).
12. Geser tangan dalam kea rah belakang sehingga teraba bagian tulang yang rata dan mempunyai
lekukan ke belakang, bagian ini disebut dengan sacrum. Nilai konkafitas tulang tersebut dengan
menelusurinya ke arah atas dan bawah (tepat di bagian tengah).
13. Teruskan perabaan bagian tengah sacrum hingga mencapai ruas dan bagian ujung tulang coocygis.
Nilai inklinasi tulang tersebut, ke depan (mengarah ke jalan lahir) atau ke belakang.
14. Pindahkan jari tangan dalam ke linea inominata kanan kemudian telusuri sejauh mungkin ke
belakang hingga posisi jari mengarah ke tengah (sumbu badan ibu). Bila di tengah tonjolan tulang
ke bagian dalam jalan lahir (promontorium os sacrum), maka beri tanda pada pangkal jari tangan
kanan dengan tangan kiri untuk memutuskan batas atau jarak dari titik tersebut sampai ujung jari
kanan.
15. Keluarkan telunjuk dari tengah tangan kanan sementara jari telunjuk tangan kiri yang menentukan
batas tadi, tetap pada posisinya.
16. Ambil alat ukur/penggaris dengan tangan kiri, dekatkan dengan jari tengah tangan kanan dan batas
yang telah dibuat tadi untuk menentukan konjugata diagonalis yang kemudian dikonversikan
menjadi konjugata vera.
17. Beritahukan pada ibu bahwa pemeriksaan telah selesai.
Peluang calon ibu agar bisa melahirkan normal berdasarkan bobot bayi:
1. Panggul sempit, panggul jenis ini hanya bisa mengeluarkan bayi berbobot 2,5 kg ke bawah.
2. Panggul sedang, bisa mengeluarkan bayi berbobot 2,5 kg s/d 3,5 kg.
3. Panggul luas, panggul jenis ini bisa mengeluarkan bayi berukuran besar 3,5 kg s/d 3,9 kg.
A. Kesimpulan
Persalinan dapat berlangsung dengan baik atau tidak antara lain tergantung pada luasnya
jalan lahir yang terutama ditentukan oleh bentuk dan ukuran-ukuran panggul. Maka untuk
meramalkan apakah persalinan dapat berlangsung biasa atau tidak, pengukuran panggul
diperlukan.
Pada ibu hamil perlu dilakukan pemeriksaan untuk menilai keadaan dan bentuk panggul
apakah terdapat kelainan atau keadaan yang dapat menimbulkan penyulit persalinan, apakah
terdapat dugaan kesempitan panggul atau kelainan panggul. Pengukuran panggul dilakukan pada
setiap wanita hamil yang akan direncanakan untuk lahir secara per vaginam. Pemeriksaan panggul
ini dilakukan pada usia kehamilan > 32 minggu pada setiap pemeriksaan antenatal.
DAFTAR PUSTAKA
Tali pusat terkemuka, bila tali pusat berada di bawah bagian terendah janin dan ketuban masih
intak.
Tali pusat menumbung, bila tali pusat keluar melalui ketuban yang sudah pecah, ke serviks, dan
turun ke vagina.
Occult prolapse, tali pusat berada di samping bagian terendah janin turun ke vagina. Tali pusat
dapat teraba atau tidak, ketuban dapat pecah atau tidak.
3. JELASKAN PERSALINAN LAMA
Partus lama adalah persalinan berlangsung lebih dari 24 jam pada primi, dan lebih dari 18
jam pada multi.
Persalinan lama adalah persalinan (partus) lama yang ditandai dengan fase laten lebih
dari 8 jam, persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa kelahiran bayi, dan
dilatasi serviks di kanan garis waspada pada partograf .
Persalinan lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 18 jam yang dimulai dari
tanda-tanda persalinan .
Penyebab: kelainan letak janin; kelainan his; janin besar; kelainan panggul;
pimpinan persalinan yang salah; kelainan kongenital; primitua; perut gantung,
grandemulti; ketuban pecah dini.
Kelainan Janin
Persalinan dapat mengalami gangguan atau kemacetan karena kelainan dalam letak atau
bentuk janin (janin besar atau ada kelainan konginetal janin).
Pada janin: djj cepat/tidak teratur, air ketuban bercampur mekonium, warna hijau, berbau,
kaput suksedaneum besar, moulase yang hebat, kematian janin.
Dehidrasi.
Tanda infeksi: suhu tinggi, nadi dan pernapasan, abdomen meteorismus.
Pemeriksaan abdomen: meteorismus, lingkaran bandle tinggi, nyeri segmen
bawah rahim.
Pemeriksaan lokal vulva vagina: edema vulva, cairan ketuban berbau, cairan ketuban
bercampur mekonium.
Pemeriksaan dalam: edema servikalis, bagian terendah sulit di dorong ke atas, terdapat
kaput pada bagian terendah.
Keadaan janin dalam rahim: asfiksia sampai terjadi kematian.
Akhir dari persalinan lama: ruptura uteri imminens sampai ruptur uteri, kematian karena
perdarahan atau infeksi (Manuaba, 2010).
Klasifikasi Persalinan Lama
Fase laten memanjang: fase laten yang melampaui 20 jam pada primi gravida atau 14 jam
pada multipara.
Fase aktif memanjang: fase aktif yang berlangsung lebih dari 12 jam pada
primi gravidadan lebih dari 6 jam pada multigravida, serta laju dilatasi serviks kurang
dari 1,5 cm per jam.
Kala II lama: kala II yang berlangsung lebih dari 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada
multipara.
Fase aktif
Pembukaan serviks melewati kanan garis waspada partograf
memanjang
Malpresentasi atau
Kelainan presentasi (selain vertex dengan oksiput anterior)
malposisi
Bagi janin: asfiksia, trauma cerebri yang disebabkan oleh penekanan pada kepala janin,
cedera akibat tindakan ekstraksi dan rotasi dengan forceps yang sulit, pecahnya ketuban
lama sebelum kelahiran, kematian janin.
Persalinan lama dapat menyebabkan infeksi, kehabisan tenaga, dehidrasi, dan perdarahan
post partum yang dapat menyebabkan kematian ibu.
Pada janin akan terjadi infeksi, cedera dan asfiksia yang dapat meningkatkan kematian
bayi (Kusumahati, 2010 dalam Ardhiyanti, 2016).
1. Perawatan pendahuluan
o Nilai dengan segera keadaan umum ibu hamil dan janin (termasuk tanda vital dan
tingkat dehidrasinya).
o Kaji nilai partograf, tentukan apakah pasien berada dalam persalinan; nilai
frekuensi dan lamanya his.
o Suntikan cortone asetat: 100-200 mg IM.
o Penisilin prokain: 1 juta IU IM.
o Streptomisin: 1 gr IM.
o Infus cairan: larutan garam fisiologis; larutan glukose 5% pada janin pertama: 1
liter/jam.
o Istirahat 1 jam untuk observasi, kecuali harus segera bertindak.
2. Pertolongan
Dapat dilakukan partus spontan, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, manual aid pada letak
sungsang, embriotomi bila janin meninggal, SC, dll
Penanganan Khusus
Fase laten memanjang
1. Jika his berhenti, pasien disebut belum inpartu atau persalinan palsu. Jika his makin
teratur dan pembukaan makin bertambah lebih dari 4 cm, masuk dalam fase laten.
2. Jika fase laten lebih dari 8 jam dan tidak ada tanda-tanda kemajuan, lakukan penilaian
ulang terhadap serviks:
o Jika tidak ada perubahan pada pendataran atau pembukaan serviks dan tidak ada
gawat janin, mungkin pasien belum inpartu.
o Jika ada kemajuan dalam pendataran dan pembukaan serviks,
lakukan amniotomi dan induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin
(lakukan penilaian setiap 4 jam; jika pasien tidak masuk fase aktif setelah
pemberian oksitosin selama 8 jam, lakukan SC).
o Jika didapatkan tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau), maka lakukan
akselerasi persalinan dengan oksitosin; berikan antibiotik kombinasi sampai
persalinan.
o Jika ada kemajuan dalam pendataran dan pembukaan serviks,
lakukan amniotomi dan induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin
(lakukan penilaian setiap 4 jam; jika pasien tidak masuk fase aktif setelah
pemberian oksitosin selama 8 jam, lakukan SC).
o Jika didapatkan tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau), maka lakukan
akselerasi persalinan dengan oksitosin; berikan antibiotik kombinasi sampai
persalinan.
Fase aktif memanjang
1. Jika tidak ada tanda-tanda disproporsi sefalopelvik atau obstruksi dan ketuban masih
utuh, pecahkan ketuban.
2. Nilai his
o Jika his tidak adekuat (kurang dari 3 his dalam 10 menit dan lamanya kurang dari
40 detik) pertimbangkan adanya inertia uteriJika his adekuat (3 kali dalam 10
menit dan lamanya lebih dari 40 detik), pertimbangkan adanya disproporsi,
obstruksi, malposisi atau malpresentasi.
o Lakukan penanganan umum yang akan memperbaiki his dan mempercepat
kemajuan persalinan.
Kala II lama
Definisi
Partus tak maju yaitu persalinan yang ditandai tidak adanya pembukaan serviks dalam 2 jam
dan tidak adanya penurunan janin dalam 1 jam. Partus tak maju (persalinan macet) berarti
meskipun kontraksi uterus kuat, janin tidak dapat turun karena faktor mekanis. Kemacetan
persalinan biasanya terjadi pada pintu atas panggul, tetapi dapat juga terjadi pada ronga panggul
atau pintu bawah panggul. Partus tak maju yaitu suatu persalinan dengan his yang adekuat yang
tidak menunjukan kemajuan pada pembukaan serviks, turunnya kepala dan putar paksi selama 2
jam terakhir.
Hal ini bisa terjadi pada dahi, bahu, muka dengan dagu posterior dan
kepala yang sulit lahir pada presentasi bokong.
Hal ini sering terjadi bila ada kelainan pada janin misalnya : Hidrosefalus,
pertumbuhan janin lebih besar dari 4.000 gram, bahu yang lebar dan
kembar siam.
b. Kematian Janin
Jika partus tak maju dibiarkan berlangsung lebih dari 24 jam maka
dapat mengakibatkan kematian janin yang disebabkan oleh tekanan yang
berlebihan pada plasenta dan korda umbilikus.
Janin yang mati, belum keluar dari rahim selama 4-5 minggu
mengakibatkan pembusukan sehingga dapat mencetuskan terjadinya
koagulasi intravaskuler diseminata (KID) keadaan ini dapat
mengakibatkan hemoragi, syok dan kematian pada maternal.
Tanda Partus tak maju
Pada kasus persalinan macet/tidak maju akan ditemukan tanda-tanda kelelahan fisik dan
mental yang dapat diobservasi dengan :
Vaginal toucher
Didahului dengan inspeksi dan pemeriksaan inspekulo untuk melihat keadaan permukaan
vagina dan servik serta fornix vaginae
1. Penjelasan pada pasien terlebih dulu mengenai prosedur pemeriksaan inspekulo dan
manfaat dari pemeriksaan ini
2. Pasien diminta persetujuannya untuk pemeriksaan inspekulo
3. Pastikan bahwa pasien sudah mengosongkan vesika urinaria dan atau rectum
4. Pasien berada pada posisi lithotomi
5. Kenakan sarung tangan
6. Persiapkan spekulum bi-valve yang sesuai, atur katub dan tuas sehingga spekulum siap
digunakan.
7. Hangatkan spekulum bi-valve dengan ukuran yang sesuai dan bila perlu beri lubrikasi
8. Pisahkan labia dengan ujung jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri dari sisi atas
9. Spekulum bi-valve dalam keadaan tertutup dimasukkan vagina dalam posisi miring
menjauhi dinding vagina sebelah depan dan meatus urtehrae eksternus
10. Setelah berada didalam vagina, spekulum diputar 900 dan diarahkan pada fornix posterior
11. Setelah mencapai fornix posterior, tuas spekulum ditekan sehingga spekulum terbuka
secara optimal (kedua bilah saling menjauh) dan portio terpapar dengan baik.
12. Lakukan pengamatan pada porsio dan fornix vaginae dengan baik. Lepaskan tuas
spekulum, tarik keluar spekulum perlahan-lahan sambil diputar secara bertahap sejauh
900. Lakukan pengamatan pada keadaan permukaan vagina saat menarik keluar spekulum
13. Spekulum dikeluarkan pada posisi vertikal seperti pada saat dimasukkan.
Perabaan vagina :
o Keadaan himen.
o Keadaan introitus vaginae.
o Keadaan dinding vagina.
o Perabaan pada cavum Douglassi.
Tangan luar mencekap bagian belakang uterus dan diarahkan dari posterio ke
anterior
o Uterus retroversio fleksio, perabaan uterus agak sulit oleh karena pencekapan
uterus tak dapat berlangsung secara baik.
o Pasien obese, evaluasi uterus secara palpasi sulit dilakukan.
o Vesika urinaria yang terlampau penuh.
Tuba falopii dan ovarium hanya dapat diraba dari luar pada pasien kurus atau pada tumor
ovarium / kelainan tuba (hidrosalphynx) yang cukup besar.
6. JELASKAN MENGENAI INFERTILITAS
Infertilitas
1. Definisi Infertilitas
Infertilitas adalah ketidakmampuan sepasang suami istri untuk memiliki keturunan dimana
wanita belum mengalami kehamilan setelah bersenggama secara teratur 2-3 x / minggu, tanpa
memakai metode pencegahan selama 12 bulan. Pasangan suami-istri dianggap fertil untuk bisa
memiliki anak apabila suami memiliki sistem dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu
menghasilkan dan menyalurkan sel kelamin pria (spermatozoa) ke dalam organ reproduksi istri
dan istri memiliki system dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu menghasilkan sel
kelamin wanita (sel telur atau ovum) yang dapat dibuahi oleh spermatozoa dan memiliki rahim
yang dapat menjadi tempat perkembangan janin, embrio, hingga bayi berusia cukup bulan dan
dilahirkan. Dua faktor yang telah disebutkan tersebut apabila tidak dimiliki oleh pasangan suami-
istri, pasangan tersebut tidak akan mampu memiliki anak atau infertil.
2. Klasifikasi Infertilitas
a. Infertilitas primer adalah pasangan suami-istri belum mampu dan belum pernah memiliki anak
setelah 1 tahun berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa menggunakan alat
kontrasepsi dalam bentuk apapun.
b. Infertilitas sekunder adalah pasangan suami istri telah atau pernah memiliki anak sebelumnya,
tetapi saat ini belum mampu memiliki contohnya apendisitis dan peritonitis, dan infeksi tractus
genitalis, contohnya gonore.
3. Faktor lokal
Faktor-faktor lokal yang menyebabkan infertil pada wanita adalah fibroid uterus yang
menghambat implantasi ovum, erosi cervix yang mempengaruhi pH sekresi sehingga merusak
sperma, kelainan kongenital vagina, cervix atau uterus yang menghalangi pertemuan sperma dan
ovum, mioma uteri oleh karena menyebabkan tekanan pada tuba, distrorsi, atau elongasi kavum
uteri, iritasi miometrium, atau torsi oleh mioma yang bertangkai.
1) Gangguan Spermatogenesis
Analisis sperma dapat mengungkapkan jumlah spermatozoa normal atau tidak. Pengambilan
spesimen segar dengan cara masturbasi di laboratorium. Standar untuk specimen semen normal
telah ditetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).
2) Obstruksi
Obstruksi atau sumbatan merupakan salah satu penyebab infertil pada pria. Obstruksi dapat
terjadi pada duktus atau tubulus yang di sebabkan karena konginetal dan penyakit peradangan
(inflamasi) akut atau kronis yang mengenai membran basalais atau dinding otot tubulus
seminiferous misalnya orkitis, infeksi prostat, infeksi gonokokus. Obstruksi juga dapat terjadi
pada vas deferens
Faktor-faktor fisik yang menyebabkan ketidak mampuan koitus dan ejakulasi, misalnya
hipospadia, epispadia, deviasi penis seperti priapismus atau penyakit peyronie.Faktor-faktor
psikologis yang menyebabkan ketidakmampuan untuk mencapai atau mempertahankan ereksi
dan kebiasaan pria alkoholisme kronik
4) Faktor Sederhana
Faktor sederhana seperti memakai celana jeans ketat, mandi dengan air terlalu panas, atau
berganti lingkungan ke iklim tropis dapat menyebabkan keadaan luar panas yang tidak
menguntungkan untuk produksi sperma sehat. 13,14
1) Gangguan ovulasi
Gangguan yang paling sering dialami perempuan infertile adalah gangguan ovulasi. Bila ovulasi
tidak terjadi maka tidak akan ada sel telur yang bisa dibuahi. Salah satu tanda wanita yang
mengalami gangguan ovulasi adalah haid yang tidak teratur dan haid yang tidak ada sama sekali.
Sindroma ovarium polikistik merupakan suatu kumpulan gejala yang diakibatkan oleh gangguan
sistem endokrin. Kelainan pada uterus bisa disebabkan oleh malformasi uterus yang menggangu
pertumbuhan fetus (janin). Mioma uteri dan adhesi uterus menyebabkan terjadinya gangguan
suplai darah untuk perkembangan fetus sehingga akhirnya terjadi abortus berulang.
5) Peningkatan Usia
Prevalensi infertilitas meningkat bila terjadi peningkatan usia. Kejadian infertilitas berbanding
lurus dengan pertambahan usia pada wanita. Wanita dengan rentan usia 19-26 tahun memiliki
kesempatan untuk hamil dua kali lebih besar daripada wanita dengan rentan usia 35-39 tahun.
Bertambahnya usia maka kadar FSH meningkat, fase folikuler semakin pendek, kadar LH dan
durasi fase luteal tidak berubah, siklus menstruasi mengalami penurunan. Jumlah sisa folikel
ovarium terus menurun dengan bertambahnya usia, semakin cepat setelah usia 38 tahun dan
folikel menjadi kurang peka terhadap stimulasi gonadotropin sehingga terjadi penurunan
kesuburan wanita dengan meningkatnya usia.
6) Berat Badan
Terdapat faktor yang dapat mempengaruhi infertilitas, salah satunya adalah badan yang terlalu
kurus atau badan yang terlalu gemuk.
7) Stress
Stress pada wanita dapat mempengaruhi komunikasi antara otak, hipofisis, dan ovarium. Stress
dapat memicu pengeluaran hormon kortisol yang mempengaruhi pengaturan hormone
reproduksi. Stress mempengaruhi maturisasi pematangan sel telur pada ovarium. Saat stress
terjadi perubahan suatu neurokimia di dalam tubuh yang dapat mengubah maturasi dan
pengelepasan sel telur. Contohnya, di saat wanita dalam keadaan stress, spasme dapat terjadi
pada tuba falopi dan uterus, dimana hal itu dapat mempengaruhi pergerakan dan implantasi pada
sel telur yang sudah matang.
Rongga perut pada wanita diperantarai organ reproduksi wanita yang langsung berhubungan
dengan dunia luar. Infeksi rongga perut jarang terjadi disebabkan karena sifat bactericide dari
vagina yang mempunyai pH rendah dan lendir yang kental pada canalis cervikalis yang
menghalangi masuknya kuman. Infeksi organ reproduksi sering terjadi di negara tropis karena
hygine kurang, perawatan persalinan dan abortus belum sempurna. Infeksi organ reproduksi
dapat menurunkan fertilitas, mempengaruhi keadaan umum dan kehidupan sex. Infeksi apabila
terjadi pada vagina akan menyebabkan kadar keasamaan dalam vagina meningkat, sehingga
menyebabkan sperma mati sebelum sempat membuahi sel telur. Infeksi organ reproduksi wanita
dibagi menjadi dua pembagian yaitu infeksi rendah dari vulva, vagina sampai servik dan infeksi
tinggidari uterus, tuba, ovarium, parametrium, peritonium, bisa disebut pelvic inflammatory
disease (PID). Infeksi rendah dan tinggi sangat besar pengaruhnya pada kesehatan karena dapat
menimbulkan infertilitas. Infeksi organ reproduksi wanita bisa didiagnosis dengan gejala fisik/
manifestasi klinis yang timbul dan dikeluhkan oleh penderita, Manifestasi klinis infeksi organ
reproduksi pada wanita dapat dilihat dengan discharge vagina.
9) Penyakit menular seksual
Penyakit menular seksual mempengaruhi fertilitas pada wanita. Penyakit menular seksual yang
paling sering dialami wanita adalah herpes kelamin, gonorrhoea, sifilis, klamidia, kutil alat
kelamin, dan HIV/AIDS. Penyakit menular seksual mudah dicegah dengan pasangan suami istri
tersebut hanya punya satu pasangan seksual.
Diagnosis Infertil Pada Wanita
a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan terhadap pasien dengan menanyakan identitas pasangan suami istri
meliputi umur, pekerjaan, lama menikah dan evaluasi dari pasien wanita mengenai
ketidakteraturan siklus haid, dismenorea, infeksi organ reproduksi yang pernah
dialami, riwayat adanya bedah pelvis, riwayat sanggama, frekuensi sanggama, dispareunia,
riwayat komplikasi pascapartum, abortus, kehamilan ektopik, kehamilan terakhir, konstrasepsi
yang pernah digunakan, pemeriksaan infertilitas dan pengobatan sebelumnya, riwayat penyakit
sistematik (tuberkulosis, diabetes melitus, tiroid), pengobatan radiasi, sitostatika, alkoholisme.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Vital Sign
Pemeriksaan vital sign yang terdiri dari tekanan darah, nadi, respiratory rate, suhu badan.
2) Penghitungan BMI
Penghitungan indeks massa tubuh (body mass index (BMI)) dihitung dari tinggi dan berat badan
(kg/m2 ), kisaran normal BMI adalah 20-25 kg/m2. Wanita dengan tampilan overweight atau
obesitas mengalami kelainan berupa resistensi insulin atau bahkan sindroma metabolik. Wanita
dengan siklus menstruasi yang tidak teratur dan tampilan fisik obesitas mungkin saja
berhubungan dengan diagnosis sindrom ovarium polikistik.
3) Pemeriksaan gangguan endokrin
4) Pemeriksaan pelvis
Pemeriksaan pelvis sebaiknya dilakukan untuk mencari dugaan endometriosis yang ditandai
dengan adanya nodul pada vagina, penebalan forniks posterior, nyeri tekan, nyeri pada organ-
organ pelvis. Jika saat pemeriksaan muncul rasa nyeri, sebaiknya diwaspadai adanya
kemungkinan patologi pelvis.
Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk mendiagnosis infertilitas pada wanita, yaitu biopsi
endometrium pada hari pertama menstruasi, histerosalfingorafi, histeroskopi, laparaskopi atau
laparatomi. Tujuan pemeriksaan penunjang infertilitas adalah mengetahui keadaan ovarium yaitu
folikel graaf atau korpus luteum, mengetahui faktor peritonium, melepaskan perlekatan, dan
tuboplasti-melepaskan fimosis fimbrie tuba
Penatalaksanaan Infertilitas
Penanganan infertilitas pada prinsipnya didasarkan atas 2 hal yaitu Mengatasi faktor penyebab /
etiologi dan meningkatkan peluang untuk hamil.
a. Gangguan Ovulasi
Tindakan untuk mengatasi faktor penyebab infertilitas salah satunya adalah dengan melakukan
induksi ovulasi (pada kasus anovulasi), reanastomosis tuba (oklusi tuba fallopii) dan pemberian
obat-obatan secara terbatas pada kasus faktor sperma. Apabila induksi ovulasi tidak berhasil,
metoda dikembangkan untuk meningkatkan peluang satu pasangan mendapatkan kehamilan,
seperti stimulasi ovarium, inseminasi dan fertilisasi in vitro. Kasus terbanyak gangguan ovulasi
pada perempuan usia reproduksi adalah sindrom ovarium polikistik. Lini pertama induksi
ovulasi: klomifen sitrat (KS): pemberian KS sebanyak 3 siklus (dosis maksimal 150 mg/hari)
terjadi ovulasi selama 3-6 siklus, tetapi tidak terjadi kehamilan. Lini kedua: gonadotropin atau
laparoskopi ovarian drilling (LOD). Lini ketiga: fertilisasi in vitro.
b. Faktor sperma
Karakteristik sperma tidak terkait langsung dengan laju kehamilan, tidak terdapat bukti cukup
kuat bahwa pengobatan varikokel memberikan hasil yang baik terhadap terjadinya kehamilan.
Pemberian vitamin, anti oksidan dan carnitine tidak memiliki bukti cukup kuat terhadap kualitas
sperma.
c. Endometriosis
Bila dijumpai endometriosis derajat minimal dan ringan pada laparoskopi diagnostik, tindakan
dilanjutkan dengan laparoskopi operatif. Endometriosis derajat sedang-berat merupakan indikasi
fertilisasi in vitro.
Tindakan laparoskopi dianjurkan bila dijumpai hasil pemeriksaan HSG abnormal. Fertilisasi in
vitro memberikan luaran yang lebih baik dalam hal kehamilan dibandingkan bedah rekonstruksi
tuba pada kasus oklusi tuba bilateral. Faktor idiopatik infertilitas ditegakkan atas 3 pemeriksaan
dasar infertilitas yang memberikan hasil normal, yaitu deteksi ovulasi, patensi tuba fallopii dan
analisis sperma. Penanganan pasangan infertilitas idiopatik dapat dilakukan inseminasi intra
uterin (IIU) sebanyak 4-6 x. Stimulasi ovarium dalam IIU terutama dilakukan pada kasus
endometriosis dan infertilitas idiopatik.
Tindakan fertilisasi in vitro terutama dilakukan atas indikasi : Faktor sperma yang berat dan tidak
dapat dikoreksi, oklusi tuba bilateral, endometriosis derajat sedang ‐ berat, infertilitas idiopatik
yang telah menjalani IIU 4-6 x dan belum berhasil hamil, gangguan ovulasi yang tidak berhasil
dengan induksi ovulasi lini pertama dan lini kedua. B. Hubungan Faktor Risiko dengan Kejadian
Infertil Pada Wanita
Pengaruh Usia
Usia wanita semakin bertambah maka semakin kecil kemungkinan untuk hamil. Kejadian
infertilitas berbanding lurus dengan pertambahan usia. Kemampuan reproduksi wanita menurun
drastis setelah usia 35 tahun. Infertilitas dikatakan stabil bilamana sampai usia 36 tahun. Hal ini
dikarenakan cadangan sel telur yang semakin sedikit. Selain itu wanita yang sudah berumur juga
cenderung memiliki gangguan fungsi kesehatan sehingga menurunkan fungsi reproduksinya dan
kejadian abortus meningkat ketika kehamilan terjadi pada wanita yang sudah berumur.