Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Abad 21 yang identik dengan abad globalisasi membawa perubahan dalam
segala lini kehidupan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadikan
dunia seperti lingkungan tanpa jarak. Apa yang terjadi saat ini dalam hitungan detik
sudah dapat dilihat, didengar di belahan bumi yang lain. Hal ini membawa banyak
perubahan dalam konsep-konsep kehidupan manusia. Konsep tentang pola
pengasuhan anak, pendidikan, bekerja, memenuhi kebutuhan hidup sudah banyak
bergeser. Bentuk-bentuk tradisional tergeser diganti dengan gaya hidup global.
Kesenangan bergaya internasional mulai melanda. Pengaruh yang datang bagai
gelombang tsunami tak dapat dibendung mengalir deras tanpa kenal batas, dan tidak
ada seorang pun yang dapat menghindar atau mengelakkan diri dari proses ini.
Kondisi abad 21 memberi peluang bangsa-bangsa di dunia untuk saling
berinteraksi, sekaligus membawa ke suasana kompetisi atau persaingan yang
semakin ketat, dan memacu individu untuk bekerja tak mengenal waktu. Seakan
mereka tidak memiliki kesempatan lagi untuk mengisi kehidupan dan membuatnya
lebih bermakna. Semua adalah keharusan yang harus dijalani dan dimenangkan.
Kemampuan mengantisipasi masa depan dengan berbagai alternatif untuk
mengatasi permasalahnnya menjadi sangat penting. Sikap serakah, materialistis dan
konsumerisme mendorong orang bekerja sekeras-kerasnya, demi memenuhi
keinginannya yang tak kunjung terpuaskan. Kekayaan menjadi simbol status yang
sudah menjadi tuntutan untuk dapat bertahan hidup, ukuran tidak lagi pada kualitas
manusianya, melainkan pada jumlah atau kuantitas hartanya, kejujuran tak lagi
menjadi ukuran keluhuran prilaku. Dalam periode ini semua pihak, mau tidak mau,
suka tidak suka, seolah dipaksa masuk ke dalam pembentukan perilaku persaingan
global. Seiring dengan perubahan jaman, masyarakat pun mengembangkan norma-
norma,pandangan dan kebiasaan baru dalam berperilaku.
John.J.Macionis (2010) mengemukakan bahwa abad 21 menyiratkan
ketidakjelasan terhadap ukuran keberhasilan yang bisa dijadikan keteladanan. Sukar

1
sekali menutupi kejadian yang tak ingin disebarluaskan baik untuk pertimbangan
menghormati hak azasi manusia maupun karena kecanggihan tehnologi komunikasi.
Banyak masalah yang harus dijawab dalam memasuki abad 21, konflik antar bangsa,
pengentasan kemiskinan yang tidak hanya terkait dengan masalah populasi
(pertambahan penduduk) dalam hubunganya dengaa ketersediaan sumber daya alam
yang makin terbatas dan juga tentunya merumuskan makna kehidupan.
Abad 21 mensyaratkan perlunya wawasan pikir lebih luas, imajinasi, simpati,
dan keteguhan hati. Pemahaman yang luas terhadap kehidupan bersama akan menjadi
dasar yang kuat bagi upaya membantu manusia memasuki abad 21 dengan sikap
optimis, mandiri, tak gentar menghadapi tantangan, mampu berpikir kreatif dan
bertindak inovatif tapi juga peduli lingkungan adalah sosok yang diperlukan untuk
menjalani kehidupan era globalisasi.
Gerakan psikologi positif yang berkembang memberi nuansa baru pada
kehidupan manusia abad 21 yang monoton dan tampak sudah kehilangan makna.
Keinginan manusia untuk kembali pada kehidupan yang menyenangkan dan damai
adalah impian. Psikologi positif menawarkan pencerahan akan kehidupan baru.
Prinsip yang diusungnya have a pleasant life (life of enjoyment), memiliki hidup yang
menyenangkan, mendapatkan kenikmatan sebanyak mungkin melalui cara-cara yang
normatif, have a good life (life of engagement) dan have a meaningful life (life of
contribution) untuk memiliki semangat melayani, berkontribusi dan bermanfaat bagi
orang lain atau mahluk lain. Menjadi bagian dari organisasi atau kelompok, tradisi
atau gerakan tertentu. Merasa hidup memiliki "makna" yang lebih tinggi dan lebih
abadi dibanding diri kita sendiri dan menjadikan kehidupan normal menjadi lebih
memuaskan. Setiap orang menginginkan kebahagiaan, namun kebahagiaan tidak
datang begitu saja, tetapi merupakan akibat sampingan dari keberhasilan seseorang
memenuhi keinginannya untuk hidup bermakna (the will to meaning). Mereka yang
berhasil memenuhinya akan mengalami hidup yang bermakna (meaningful life) dan
ganjaran (reward) dari hidup yang bermakna adalah kebahagiaan (happiness). Suatu
terapi yang mengusahakan agar kehidupan selalu berguna baik bagi diri sendiri,
keluarga, lingkungan maupun spiritualnya adalah logoterapi. Logoterapi secara

2
umum dapat digambarkan sebagai corak psikologi/ psikiatri yang mengakui adanya
dimensi kerohanian pada manusia di samping dimensi ragawi dan kejiwaan, serta
beranggapan bahwa makna hidup dan hasrat untuk hidup bermakna merupakan
motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna yang
didambakannya.

B. Rumusan Masalah
Untuk memahami konsep teori dan teknik konseling humanistik Carl Rogers,
maka dibatasi dalam rumusan sebagai berikut:
1. Bagaimana pandangan dan asumsi Victor Frankl tentang manusia?
2. Bagaimana pelaksanaan konseling Logoterapi?

C. Tujuan Penulisan
Kajian ini dilakukan secara umum untuk menambah pemahaman teoritis
mengenai teori dan teknik konseling Logoterapi Victor Prankl, lebih rinci lagi
dijabarkan sebagai berikut:
1. Memahami konsep teoretik konseling logoterapi Victor Prankl.
2. Memahami teknik-teknik konseling logoterapi Victor Prankl

3
BAB II
KONSELING LOGOTERAPI

Viktor Frankl lahir pada 1905 di Wina, orang tuanya adalah Yahudi. Dia
berhubungan dengan Freud saat masih di sekolah, dan pada undangan Freud ia
menerbitkan artikel pertamanya pada tahun 1924 di International Journal of
Psikoanalisis. Dia dipengaruhi oleh Freud dan Adler, tapi cenderung tidak sependapat
dengan beberapa ide-ide mereka. filsuf eksistensial seperti Heidegger, Jaspers dan
Scheler mempengaruhinya lebih lanjut.
Istilah Logoterapi ini diciptakan oleh dia pada tahun 1920, namun pada tahun
1930 ia menggunakan kata Existenzanalyse (analisis eksistensial) sebagai alternatif.
Pada tahun 1928 ia mendirikan Pusat nasihat Pemuda di Wina, sampai tahun 1938.
Dia menerima MD dari Universitas Wina pada tahun 1930 dan kemudian bekerja di
Klinik Neuropsychiatric Universitas sampai tahun 1938. Antara tahun 1938 dan 1942
Ia menjadi spesialis neurologi dan psikiatri pertama dan kemudian kepala
Departemen Neurologis di Rumah Sakit Yahudi di Wina. Dari 1942-1945 ia
dipenjarakan di Auschwitz dan Dachau kamp-kamp konsentrasi, di mana ia mampu
mengamati sifat manusia yang extrems. Dari beberapa tahanan ia memperdalam
spiritual dan pengalaman mereka untuk menemukan makna dalam hidup mereka.
Pada tahun 1946 Frankl menjadi Kepala Departemen Neurologi di Rumah Sakit
Poliklinik di Wina, dan pada tahun 1947 ia menjadi assisten profesor psikiatri dan
neurologi di Universitas Vienna, menjadi profesor penuh pada tahun 1955. Dia telah
memegang banyak posting lain dan telah menulis lebih dari 30 buku.
Logoterapi berasal dari bahasa Yunani, yang dapat diartikan sebagai 'makna'
dan 'semangat'. Manusia memiliki kebutuhan untuk mencari makna dalam hidup
mereka, dan logoterapi membantu konseli dengan pencarian ini. Logoterapi
merupakan bagian dari tiga serangkai psikoterapi. Dua lainnya adalah psikoanalisis
Freud dan psikologi individu Adler. Perbedaannya adalah psikoanalisis berfokus pada
kehendak untuk kesenangan, psikologi individu berfokus pada kehendak kekuasaan
dan logoterapi berfokus pada kehendak untuk makna.

4
A. Asumsi Teori Logoterapi
Hidup ini sementara dan penuh potensi dan kemungkinan. Kita harus
mengakui kemungkinan ini dan terus-menerus memutuskan untuk
mengaktualisasikan dan melewatinya.
Sebagai manusia memiliki kebebasan kehendak. Kami adalah satu-satunya
hewan dengan kemampuan untuk menjadi diri terpisah dan untuk merenungkan dan
menilai pilihan yang dibuat. Yang penting bukan karakter kita, naluri, tapi sikap kita
mengambil dalam kaitannya dengan mereka. Kita bebas untuk membentuk karakter
kita dan kita bertanggungjawab atas apa yang kita perbuat, dan juga tubuh serta
dimensi psikis keberadaan kita. Kita memasuki dimensi baru yang disebut dimensi
noologicar. Dalam dimensi ini tiga fungsi manusia yaitu: hati nurani, contoh refleksi
dan kapasitas untuk membuat diri menjadi obyek. Kehendak untuk makna kekuatan
motivasi dasar kita dan seluruh hidup kita kita dihadapkan dengan kebutuhan untuk
menemukan makna.
Kita perlu sesuatu untuk hidup sehingga kita temui orang lain dan mencari
makna untuk memenuhi. Arti menetapkan kecepatan untuk menjadi, dan keberadaan
kita terganggu jika kita tidak hidup dalam hal transendensi terhadap sesuatu di luar
diri kita sendiri. Orang-orang hanya bisa mengaktualisasikan diri sejauh mereka
memenuhi makna, karena aktualisasi diri, menurut Frankl hanya efek samping dari
kehendak untuk makna.

Kesadaran dan ketidaksadaran

Pencarian makna melibatkan kedua kegiatan sadar dan mendapatkan


berhubungan dengan lapisan tidak sadar diri. Logoterapi berfokus pada
keberadaan rohani kita karena kita adalah makhluk yang pada dasarnya
spiritual. Fenomena spiritual kita dapat berupa sadar atau tidak sadar. Salah satu
tujuan dari logoterapi adalah untuk meningkatkan kesadaran konseli dari diri
spiritual. Sangat penting bagi orang-orang untuk bertanggung jawab menemukan
dan bertindak sehubungan dengan makna yang unik dari kehidupan mereka
dalam situasi vanous hidup mereka.

5
1. Ketidaksadaran Spiritual
Semua manusia memiliki inti spiritual eksistensial dan pribadi sekitar yang
somatik mereka (tubuh), fitur spiritual dan psikis yang individual dan terintegrasi.
Pusat dalam, dasar eksistensi manusia, pada akhirnya sadar, meskipun perbatasan
antara sadar dan tidak sadar adalah tidak jelas. Ada perbedaan antara spiritual dan
ketidaksadaran insting. Sementara Freud dianggap bawah ketidaksadaran sebagai
naluri yang ditekan.

2. Ketidaksadaran Religius
Ketika mimpi eksistensial dianalisis, ditekan dan ketidaksadaran religius
terungkap/muncul. Ketidaksadaran religius, dalam alam bawah sadar spiritual, dan
bahkan pada penganut ateis sekalipun hal ini merupakan sesuatu yang bersifat laten.
Manusia selalu berdiri dalam hubungan yang disengaja untuk transendensi, bahkan
jika hanya pada tingkat bawah sadar. Ada dua hal yang perlu dipertimbangkan di sini
hubungan manusia dengan Tuhan yang tersembunyi. Meskipun orang yang
bertanggung jawab untuk diri mereka sendiri, mereka tidak bertanggung jawab
sebelum dirinya.
Dalam pandangan Jung, ketidaksadaran religiusitas berasal dari gabungan
personal dari gambaran umat manusia. Frankl, dengan perbandingan mengatakan
bahwa itu berasal dari pusat pribadi setiap manusia. Religiustas eksential harus
spontan dan jika itu adalah untuk tulus itu terungkap pada kecepatan sendiri. Kami
berkomitmen untuk religiusitas dengan memilih untuk menjadi religius, dan perlu
diingat bahwa represi religiusitas, seperti dengan aspek lain bawah sadar,
menyebabkan neurosis.

Hati Nurani
Nurani memiliki asal-usul dalam ketidaksadaran spiritual dan sangat
individual dibandingkan dengan naluri lainnya. Perasaan intuitif mengungkapkan
kemungkinan makna yang diaktualisasikan dalam situasi tertentu. Hati nurani dapat
digambarkan sebagai 'naluri etis' dan memiliki kualitas transenden. Nurani

6
mengungkapkan transendensi bawah sadar spiritual karena suara transendensi dan
transenden diri; sebagaimana Frankl meletakkannya. Kebebasan dan hati nurani
dapat didefinisikan sebagai 'dari apa' dan `apa '. Yang terakhir adalah respon
terhadap hati nurani dan mengharuskan kita untuk melakukan dialog daripada
monolog dengan itu sebagai sesuatu selain diri kita sendiri.

Pemaknaan
1. Makna Hidup
Sebagai manusia kita berbeda, bertanggung jawab dan sadar, dan
tanggung jawab adalah landasan eksistensi manusia. Kebebasan sebagai
manusia berarti kebebasan untuk menerima tanggung jawab: itu adalah apa yang
kita miliki, bukan apa yang kita miliki (dan karena itu bisa kehilangan). Karena
kita memiliki begitu banyak potensi kita dapat memutuskan apa yang kita
inginkan, dan itu adalah keputusan seperti yang memobilisasi potensi dalam diri
kita untuk mencapainya. Menurut Frankl (1955) kita tidak pernah melarikan diri
perintah untuk memilih di antara kemungkinan. Banyak orang mengabaikan masa
lalu mereka sebagai sumber makna dalam hidup mereka, tetapi mengidentifikasi
sumber-sumber makna di masa lalu dapat membantu memberikan makna pada saat
ini.
2. Makna Kematian dan Takdir
Kematian milik kehidupan dan memberi makna. Jadi setiap saat dalam hidup
kita, kita harus mengakui penuh tanggung jawab kita. Takdir juga penting untuk arti
hidup. Takdir dapat didefinisikan sebagai keadaan-keadaan kita tidak bisa
mengontrol, sehingga kebebasan harus dilihat dalam konteks takdir. Meskipun
demikian kita memiliki kebebasan batin untuk menentang takdir kita.
3. Self Transcendence
Transendensi diri merupakan karakteristik dasar dari eksistensi manusia.
Kami melampaui diri kita sendiri dengan menghadapi orang lain dengan penuh kasih
atau dengan memenuhi arti. Kebutuhan dasar manusia adalah untuk mencari makna
daripada mencari diri, karena hanya ketika kita mencapai makna yang dapat kita

7
capai identitas. Masalah utama dengan manusia adalah bahwa mereka dapat menjadi
terlalu fokus pada diri mereka sendiri adalah ketika mereka lupa diri bahwa kualitas
transendensi diri dari kehidupan manusia adalah yang paling jelas.
Transendensi diri dapat dicapai dengan menemukan makna dalam tiga cara:
dengan melakukan perbuatan, oleh penderitaan dan dengan mengalami nilai. Pada
gilirannya, menemukan makna tergantung pada nilai-nilai kreatif (apa yang kita
berikan untuk hidup), nilai-nilai pengalaman (apa yang kita mengambil hidup depan)
dan nilai-nilai sikap (sikap kita mengadopsi terhadap sesuatu yang kita tidak dapat
mengatasi).
4. Makna Kerja
Kerja adalah penting karena kita membawa kualitas manusia yang unik kita
sendiri untuk pekerjaan, itu adalah salah satu cara dimana kita dapat menjangkau
melampaui diri kita sendiri untuk menjangkau orang lain. Banyak orang mencoba untuk
melarikan diri dari kekosongan eksistensi mereka dengan mengubur diri dalam pekerjaan
mereka, tetapi makna hidup tidak dapat ditemukan hanya dalam kepuasan kerja.
Pengangguran dapat menderita kekurangan makna kreatif. Neurosis pengangguran
adalah posisi eksistensial yang memanifestasikan dirinya dalam depresi dan sikap apatis,
tetapi dapat dilawan dengan menemukan cara-cara menjadi aktif dan terlibat.
5. Makna Cinta
Dalam logoterapi cinta tidak dilihat sebagai fenomena sekunder untuk seks (yang
seperti dalam pandangan psikoanalisis itu) dan seks tidak dilihat sebagai bentuk cinta
dalam dirinya sendiri, meskipun dapat menjadi ekspresi cinta yang dewasa. Dalam Frankrs
pandangan. cinta bukan yang terbaik dan tentu saja tidak satu-satunya cara untuk
menemukan makna dalam hidup.
Cinta sebagai bentuk transendensi diri berarti berhubungan dengan orang lain sebagai
makhluk spiritual dan memahami inti dari kepribadian mereka. Inti spiritual seseorang
begitu dicintai bisa bergerak individu untuk kedalaman makhluk rohani mereka. Cinta
memiliki keabadian karena inti spiritual dari orang yang dicintai adalah tak tergantikan dan
unik.

8
6. Makna Penderitaan
Nilai-nilai sikap dapat mengubah aspek tragis keberadaan menjadi sesuatu yang
kreatif dan positif. Orang harus mengambil nilai-nilai sikap mereka dan tidak dapat
melarikan diri nasib mereka, tapi kemudian kesempatan disediakan untuk
mengaktualisasikan nilai tertinggi dan memenuhi makna terdalam, yaitu, makna
penderitaan. Kami memiliki pilihan lebih tanggapan kita terhadap penderitaan, dan
kehidupan dapat memiliki makna yang tepat untuk akhir jika kita menghadapi penyebab
penderitaan kita dengan keberanian.
7. Suprameaning atau makna tertinggi dari penderitaan dan kehidupan
Kami tidak memiliki kemampuan untuk memahami makna tertinggi dari penderitaan
manusia, dan kami tidak dapat menembus perbedaan dimensi antara manusia dan dunia
ilahi. Suprameaning tidak dapat ditangkap oleh akal, itu hanya bisa dialami melalui iman.
Percaya pada Tuhan mendahului kemampuan untuk memiliki makna tertinggi
Menurut Frankl ada bergerak menuju agama mendalam pribadi di mana individu
berbicara kepada Tuhan dengan cara mereka sendiri.

Eksistensial vakum
Frankl menggunakan istilah eksistensial dalam tiga cara: untuk merujuk
pada keberadaan dirinya sendiri, untuk merujuk pada makna keberadaan, dan
untuk merujuk berjuang untuk menemukan makna dalam eksistensi pribadi.
Eksistensial vakum dialami sebagai kekosongan batin dan memiliki tiga
penyebab. Pertama, tidak seperti hewan kita tidak diprogram oleh naluri dan
menentukan apa yang kita lakukan. Kedua, nilai-nilai, tradisi dan konvensi tidak
lagi menyuruh apa yang harus kita lakukan. Kadang-kadang orang tidak tahu apa
yang mereka ingin lakukan, karena itu berlindung di salah satu dari dua sikap:
konformisme (melakukan apa yang orang lain lakukan) atau totalitarianisme
(melakukan apa yang orang lain ingin mereka lakukan).

1. Aksistensial Frustasi
Hal ini disebabkan oleh frustrasi kehendak untuk makna dan karakteristik
utamanya adalah kebosanan dan apatis. Khawatir tentang makna hidup adalah bentuk

9
distres spiritual, bukan penyakit atau neurosis. Ketidakbahagiaan tentang berartinya
hidup bisa menjadi tanda ketulusan intelektual dan kejujuran.
2. Neurosis Noogenic
Hal ini terjadi ketika vakum eksistensial menyebabkan simtomatologi klinis
(kompleks gejala dari suatu penyakit). Hal ini disebabkan oleh masalah spiritual atau
konflik moral atau etika, misalnya konflik antara. Frustrasi eksistensial adalah unsur
yang sangat penting dari neurosis noogenic, akar masalah dalam konflik spiritual
yang muncul dari aspirasi untuk keberadaan bermakna dan menggagalkan dari
makna. Oleh karena itu neurosis noogenic memiliki spiritual dan dimensi insting.
3. Frankl ‘mass neurotic triad’
Istilah ini mencakup tiga efek utama yaitu:
a. Depresi: bunuh diri terus meningkat, terutama di kalangan muda, dan
disebabkan oleh frustasi eksistensial.
b. Kecanduan: individu dengan tujuan kecil dalam hidup lebih mungkin untuk
berlindung di narkoba dan alkohol dibandingkan dengan tujuan yang lebih
besar.
c. Agresi: ini dapat berkembang dengan baik jika individu terjebak dalam
kekosongan dan berartinya. Hal yang sama berlaku untuk libido seksual.

Meaninglessness
Meaninglessness diperoleh melalui belajar, itu adalah bagian dari respon
manusia untuk hidup dan dapat berharga sebagai pengalaman pertumbuhan jika
bekerja melalui dengan cara yang benar.
Masalahnya adalah bahwa banyak orang tumbuh dalam budaya dan
masyarakat di mana itu jauh lebih sulit untuk menemukan makna daripada di masa
lalu. Ada tiga alasan utama untuk ini: nilai-nilai tradisional telah terkikis, dengan
demikian mempertahankan vakum eksistensial; ada kecenderungan reduksionisme
dan keyakinan bahwa individu ditentukan bukan menentukan: dan memiliki
kesulitan menemukan seorang pendidik, panutan atau teladan. Meaninglessness
dikelola oleh:

10
a. Menghindari tanggung jawab: ini termasuk konformisme, totalitarianisme dan
triad neurotik depresi, kecanduan dan agresi.
b. Represi: represi spiritualitas dan religiusitas menceraikan orang dari pusat -
pusat spiritual mereka, yang merupakan sumber terdalam dari rasa makna.
Dengan menekan kehendak untuk berarti mereka membelenggu persepsi
mereka tentang keberadaan makna.
c. Kurangnya transendensi diri mencegah kebahagiaan dan pemenuhan karena ini
adalah hasil dari transendensi diri atau melupakan diri sendiri.
d. The neuroticisation kemanusiaan: sulit untuk mendapatkan bantuan dari orang lain
dalam pencarian seseorang untuk makna karena masalah dan gejala makna
ketiadaan keinginan yang begitu luas.

B. Konseling Logoterapi
Menurut Yusuf (Bastaman, 2007), konseling logoterapi dapat diartikan sebagai
penerapan asas-asas logoterapi dalam memberikan bantuan psikologis kepada
seseorang untuk menemukan serta memenuhi makna serta tujuan hidupnya dengan
jalan yang menyadari sumber-sumber bermakna hidup, mengaktualisasikan potensi
diri, meningkatkan keakraban hubungan antar pribadi, berpikir dan bertindak positif,
menunjukkan prestasi dan kualitas kerja optimal, mendalami nilai-nilai kehidupan,
mengambil sikat tepat atas musibah yang dialami, serta memantapkan ibadah kepada
Tuhan.
Tujuan utama logoterapi adalah meraih hidup bermakna dan mampu
mengatasi secara efektif berbagai kendala dan hambatan pribadi. Hal ini diperoleh
dengan jalan menyadari dan memahamai serta merealisasikan berbagai potensi dan
sumber daya kerohanian yang dimiliki setiap orang yang sejauh ini mungkin
terhambat dan terabaikan (Bastaman, 2007: 70). Apabila seseorang tidak mengerti
potensi-potensinya, maka tugas utama orang tersebut adalah menemukannya. Selain
itu logoterapi juga bertujuan menolong pasien untuk menemukan tujuan dan maksud
dalam hidupnya dengan memperlihatkan bernilainya tanggung jawab dan tugas-tugas

11
tertentu. Keyakinan bahwa orang mempunyai tugas yang harus diselesaikan,
mempunyai nilai psikoterapeutik dan psikohigienik yang tinggi (Wijaya, 1988: 214).
Dalam hal ini, terapis harus menunjukkan kepada pasien bahwa setiap hidup
manusia mempunyai tujuan yang unik yang dapat tercapai dengan suatu cara tertentu.
Untuk mencapai tujuan, pasien harus menyelesaikan tugas-tugas tertentu dan
bertanggung jawab dengan apa yang dilakukannya. Dalam rangka mencapai semua
itu, pasien harus berpacu dengan waktu, karena hidup manusia dibatasi oleh
kematian.
Konseling logoterapi memiliki karakteristik, yaitu jangka pendek, berorientasi
masa depan, dan berorientasi pada makna hidup. Proses konseling pada umumnya
mencakup tahap-tahap berikut:
1. Perkenalan dan pembinaan raport, yaitu menciptakan suasana nyaman bagi
konseli. Konselor menyambut konseli dengan sikap ramah, tulus hati, dan sikap
respek.
2. Pengungkapan dan penjajagan masalah. Konselor mulai membuka dialog
mengenai masalah yang dihadapi konseli.
3. Pembahasan bersama. Konselor dan konseli bersama-sama membahas dan
menyamakan persepsi atas masalah yang dihadapi.
4. Evaluasi dan penyimpulan, yaitu mencoba memberi interprestasi atas informasi
yang diperoleh sebagai bahan untuk tahap selanjutnya.
5. Pengubahan sikap dan perilaku. Pada tahap ini mencakup modifikasi sikap,
orientasi terhadap makna hidup, penemuan dan pemenuhan makna, dan
pengurangan simptom.

Ada empat langkah logoterapi, yaitu:


1. Mengambil jarak atas simptom. Konselor membantu konseli bahwa simptom sama
sekali tidak mewakili dirinya. Simptom tidak lain hanyalah kondisi yang dimiliki
dan tidak dapat dikendalikan.
2. Modifikasi sikap. Konselor tanpa melimpahkan pandangan dan sikap pribadinya
membantu konseli untuk mendapatkan pandangan baru atas diri sendiri dan situasi

12
hidupnya, kemudian menentukan sikap baru untuk mengembangkan rasa percaya
diri dalam mencapai kehidupan yang lebih sehat.
3. Pengurangan simtom. Konselor membantu konseli menerapkan teknik-teknik
logoterapi untuk menghilangkan atau sekurang-kurangnya mengurangi dan
mengendalikan sendiri keluhan dan simtomnya.
4. Orientasi terhadap makna. Konselor bersama konseli membahas nilai dan makna
hidup yang secara potensial ada dalam kehidupan konseli, kemudia memperdalam
dan menjabarkannya menjadi tujuan-tujuan yang lebih konkrit.
Mengenai teknik konseling, digunakan semua teknik yang kiranya sesuai de
ngan kasus yang dihadapi. Terlihat bahwa, kemampuan menggali hal-hal yang
bermakna dari konseli sangat penting (Willis, 2007: 75).

Kevakuman eksistensial
Konseling berlangsung dalam konteks yang peduli, berkomitmen, menjalin
hubungan yang unik dengan konseli. Hubungan ini memberikan dasar yang aman
bagi konseli untuk kemajuan menuju menemukan maknanya sendiri. Terapi bertindak
sebagai pendidik tanggung jawab.
Selama diagnosis konseli bekerja pada isu makna. Tanda-tanda yang jelas
termasuk konseli mengatakan bahwa hidupnya tidak ada artinya. Konseli yakin
bahwa keputusan eksistensial bukan neurosis atau pendangkalan, dan bukan itu
disajikan sebagai prestasi dan indikasi kedalaman intelektual.
Kevakuman eksistensial ini merupakan inner void, perasaan hampa atau tidak
berguna yang muncul dari dalam diri sendiri. Seseorang akan mengalami kevakuman
atau perasaan hampa dalam hidupnya, apabila tidak memiliki arah atau tujuan hidup
yang jelas. Seperti dewasa ini, banyak orang yang mengalami perasaan hampa
tersebut. Mereka mencoba mengatasinya dengan perilaku yang aneh, tidak sesuai
dengan norma, atau melakukan tindakan deskrutif.

13
Menemukan Makna
Ada delapan metode berfokus pada makna, sebagai berikut:
1. Mengambil tanggung jawab untuk menemukan makna. Konseli bertanggung jawab
untuk menemukan makna hidupnya dalam situasi yang spesifik bagi eksistensi
dirinya yang unik. Hidup tidak pernah berhenti untuk memiliki makna dalam
keadaan apapun. Jika konseli beragama, maka perlu ditekankan bahwa dia
bertanggung jawab terhadap Tuhan sebagai pengawas, juga bertanggung jwab
untuk memenuhi tugas-tugas hidupnya.
2. Mendengarkan hati nurani pribadi. Makna hidup tidak dapat diberikan, tetapi harus
ditemukan, dan hati nurani dapat membimbing penemuan tersebut. Konselor
bertugas memberikan contoh-contoh komitmen dirinya untuk menemukan makna
hidupnya.
3. Meminta konseli menemukan makna. Hal ini difokuskan kepada penemuan makna
hidup dalam hubungan dengan orang lain dan penderitaan. Konseli ditanya tentang
prestasi-prestasi kreatifnya dalam upaya menemukan makna hidupnya.
4. Memperluas wawasan menemukan sumber makna. Konselor membantu konseli
untuk memperluas wawasan, bahwa banyak sekali sumber-sumber untuk
menemukan meaning dalam kehidupan.
5. Pertanyaan Socratic. Ketika seorang konseli mengatakan kepada Frankl, bahwa
dirinya sangat khawatir akan kehidupan di dunia ini yang sebentar (mungkin
khawatir menghadapi kematian), dia meminta kepada konseli tersebut untuk
mengemukakan nama seseorang yang berpretasi dan dia kagumi. Dia
mengemukakan nama dokternya, dan Frankl mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang berurutan, yang memungkinkan konselinya dapat memahami bahwa
dokternya telah meninggal dunia dengan penuh makna dalam kehidupan yang
ditinggalkannya (Frankl, 1988).
6. Logodrama. Metode ini digunakan dalam konseling kelompok dan ditujukan untuk
membantu konseli agar memahami bahwa kemalangan atau penderitaan dapat
memberikan life meaning. Dalam salah satu konseling kelompok, salah seorang
wanita kehilangan salah seorang dari dua anaknya dan yang satunya lagi lumpuh.

14
Frankl meminta kepada wanita lainnya dalam kelompok tersebut untuk
berimajinasi bahwa dia seorang yang sudah tua dan tidak mempunyai anak, tetapi
hidupnya sukses, kaya, dan terkenal. Dia (wanita yang anaknya lumpuh)
menyimpulkan bahwa kehidupan wanita itu tidak berarti. Selanjutnya Frankl
meminta wanita yang anaknya lumpuh untuk melakukan hal yang sama. Dia
berkesimpulan bahwa memperoleh anaknya lebih memenuhi keinginannya
daripada dia berharap mencapai kehidupan yang bermakna.
7. Menawarkan makna. Seorang pria yang sudah tua menderita karena istrinya
meninggal. Frankl meminta dia untuk melihat bahwa dia telah menyayanginya dan
itu merupakan harga dari penderitaan dan suka citanya.
8. Menganalisis mimpi. Mimpi berguna mengangkat fenomena spritual ke dalam
kesadaran. Dalam logoterapi religius, proses ini mengangkat keridaksadaran
beragam ke dalam kesadaran karena religiusitas konseli.

Neurosis Psikogenik
Ada dua terapi untuk neurosis psikogenik, baik yang didasarkan pada
qualities of self detachment dan self transcendence.

1. Paradoxical Intention
Ini digunakan untuk pengobatan jangka pendek bagi penderita obsesif-
komplusif dan fobia. Kecemasan antisipatif ditargetkan dalam kasus fobia dimana
konseli bereaksi terhadap peristiwa dengan rasa takut bahwa mereka akan
kambuh. Reaksi ini menyebabkan hyperintention atau berlebihan perhatian,
mencegah konseli dari mencapai apa yang mereka inginkan.
Konseli didorong untuk fokus pada apa pun yang membuat mereka takut, dan
humor digunakan sehingga dengan tertawa pada mereka dapat meningkatkan rasa
detasemen. Ketakutan yang dialami oleh pasien neurosis obsesif-kompulsif adalah
ketakutan itu sendiri, mereka takut konsekuensi yang mungkin dari pikiran-
pikiran aneh mereka. Semakin mereka melawan pikiran mereka semakin buruk
gejala.

15
2. Dereflection
Frankl (dalam Semiun, 2006) percaya, bahwa sebagian besar persoalan
kejiwaan berasal dari perhatian yang terlalu fokus pada diri sendiri. Dengan
mengalihkan perhatian dari diri sendiri dan mengarahkannya pada orang lain,
persoalan-persoalan itu akan hilang dengan sendirinya. Dengan teknik tersebut,
klien diberi kemungkinan untuk mengabaikan neurosisnya dan memusatkan
perhatian pada sesuatu yang terlepas dari dirinya.
3. Bimbingan rohani
Bimbingan rohani adalah metode yang khusus digunakan terhadap
penanganan kasus dimana individu individu berada pada penderitaan yang
tidak dapat terhindarkan atau dalam keadaan tidak dapat dirubahnya, dan
tidak mampu lagi berbuat selain menghadapinya. Pada metode ini, individu
didorong untuk merealisasikan nilai bersikap dengan menunjukkan sikap
psotiif terhadap penderitaannya dalam rangka menemukan makna dibalik
penderitaan tersebut.

Psikosis Simatogenik

Frank menciptakan ekspresi ‘pelayanan medis’ untuk metodenya dalam


menangani kasus-kasus dimana somatik (tubuh) menyebabkan tidak bisa dihapus.
Ketika menangani psikosis dan depresi yang mendalam-berakar, logoterapi
bekerja dengan bagian non diseased konseli untuk menemukan makna dalam
sikap mereka mengambil terhadap penderitaan mereka. Orang dengan psikosis
mempertahankan ukuran kebebasan, dan yang penting inti mereka tetap tidak
terpengaruh. Konseli yang percaya bahwa penderitaan mereka tidak memiliki arti
bisa menjadi sangat demoralisasi sebagai hasilnya.

16
BAB III
PEMBAHASAN

A. Logoterapi dan Psikologi Pendidikan Islam

Suyadi (2012) meninjau bahwa teori dan azas-azas logoterapi dalam beberapa
hal ternyata banyak yang senafas dengan ajaran Islam, terutama dalam memandang
manusia. Logoterapi yang memandang manusia sebagai unitas bio-psiko-
sosiokultural-spiritual serupa pula dengan pandangan Islam yang menyatakan bahwa
manusia adalah suci dan beriman:

“Setiap anak Adam dilahirkan dalam keadaan fitri (asli atau suci), maka Bapak (orang
tua/lingkungan)nyalah yang menjadikan ia Yahudin, Nasrani, atau Majusi”. (HR.
Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah ra.)

Al-Qur’an juga menjelaskan bahwa manusia terdiri dari aspek ruh, jiwa, dan
raga, sebagaimana dalam Surat al-Sajdah: 9:
“Kemudian dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan
dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit
sekali bersyukur”.

Tema-tema dalam logoterapi yang banyak berbicara tentang kualitas insani


seperti cinta kasih, iman, kebebasan, tanggung jawab, aktualisasi diri banyak pula
diperbincangkan dalam al-Qur’an. Bahkan pandangan manusia sebagai the self
determining being yang sadar diri serta mampu meningkatkan kualitas pribadi sejalan
dengan pernyataan bahwa Allah tidak akan mengubah nasib seseorang kecuali orang
tersebut mengubah apa-apa yang ada dalam dirinya.
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan
di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum,
Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka
selain Dia. (Qs. Ar-Ra’d: 11)

17
Hasrat untuk hidup bermakna sebagai motivasi utama manusia yang
mengarahkan seluruh aktifitas kepada tujuan dan nilai-nilai yang bermakna serta
pernyataan bahwa kebahagiaan merupakan ganjaran (reward) dari keberhasilan
memenuhi makna tersebut, berlaku hukum sebab-akibat (law of attraction) adalah
selaras pula dengan ajaran al-Qur’an bahwa manusia akan mendapatkan (balasan)
tergantung apa yang dikerjakannya.
“(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak
(pula) menurut angan-angan ahli Kitab. barangsiapa yang mengerjakan kejahatan,
niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung
dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah. Barangsiapa yang mengerjakan
amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, Maka
mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun”. (Qs.
An-Nisa’: 123-124)

Gambaran logoterapi yang menyatakan bahwa dalam setiap penderitaan selalu


ada makna selaras pula dengan ajaran pendidikan Islam yang mengajurkan agar selalu
berpikir positif, bahwa pasti ada hikmah dan kemudahan di balik suatu kesulitan
ataupun musibah:
“Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan”. (Qs. Alam Nasyrah: 5-6)
“Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”,
Maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah
manusia itu sebagai azab Allah. Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu,
mereka pasti akan berkata: “Sesungguhnya kami adalah besertamu”. bukankah Allah
lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia?”. (Qs. Al-Ankabuut: 10)

Dalam perspektif psikologi pendidikan Islam, kajian-kajian teori dan


metodologi dalam konteks logoterapi adalah sebagai pisau analisis untuk menjelaskan
problem peserta didik (krisis moral, kehampaan, agresifitas, meaningless) yang
dihadapi dalam dunia pendidikan Islam dengan berdasarkan nilai-nilai Islam.
Sebagaimana diketahui bahwa ajaran logoterapi (asli) bersifat bebas nilai agama, maka
psikologi pendidikan Islam berupaya melengkapinya dengan pendekatan nilai-nilai
psikologis dari ajaran Islam, sehingga manusia memiliki makna hidup secara
horisontal kemanusiaan maupun secara transenden ketuhanan.

18
B. Penanganan Kasus
Kasus
Bapak Z berusia 48 tahun merupakan seorang wirausahawan dibidang
tekstil atau lebih tepatnya pemilik sebuah perusahan konveksi pakaian. Pada
masanya usaha bapak Z di bidang konveksi sangatlah sukses dan memiliki
banyak rekan bisnis. Bapak Z memiliki seorang putra dan seorang putri yang
sedang menjalani masa kuliah. Kedua anaknya telah menjalani kuliah di tahun-
tahun terakhir. Istri dari bapak Z juga bekerja sebagai staf di bandara.
Pada suatu ketika Bapak Z dihadapkan pada masa yang sangat berduka atas
meninggalnya istri beliau akibat kecelakan saat terjatuh di kamar mandi. Bapak Z
dan anaknya menjalani masa duka yang cukup lama atas kepergian sang istri dan
membuat pekerjaanya terhenti untuk waktu yang cukup lama. Hingga akhirnya
Bapak Z mencoba menjalani hidup yang normal lagi dan selang beberapa lama
Bapak Z berkenalan dengan seorang wanita muda dan hingga akhirnya menikah.
Kehidupan dengan istri kedua tidak berlangsung lama sekitar 2 tahun hingga
akhirnya bercerai. Anak-anak bapak Z tidak terlalu menyukai istri keduanya dan
juga sifat sang istri menurut anak-anak berkesan matrealistis. Bapak Z juga kerap
terdengar bertengkar dengan sang istri bahkan hingga berakhir dengan kekerasan
fisik. Bapak Z menjalani hukuman penjara akibat laporan kekerasan dari istrinya.
Selama 3 tahun bapak Z dibebaskan dan dapat kembali ke rumah.
Setelah beberapa lama bebas dari penjara bapak Z melanjutkan usahanya
juga terhenti selama 3 tahun tersebut dan beruntungnya ia masih memiliki rekan
kerja yang tetap mau bekerjasama. Setelah perceraian dengan istri yang kedua
bapak Z juga berkenalan dengan seorang janda yang juga berusia lebih muda serta
tidak memiliki anak. Bapak memutuskan kembali untuk menikah lagi. Istri ketiga
bapak Z mendapatkan respon positif oleh anak-anaknya sebagai ibu tiri yang
penyayang. Kehidupan dengan keluarga baru ini membangkitkan kembali
semangat kerja bapak Z. Tidak sampai satu tahun pernikahan dengan istri ketiga
bapak Z mendapatkan cobaan penyakit stroke secara tiba-tiba.

19
Selama awal masa pemulihan istri dan anak bapak Z sangat tekun mengurusi
kehidupan beliau. Namun setelah semakin lama bapak Z menunjukkan keluhan-
keluhan dengan kondisinya. Bapak Z sering marah pada anaknya apabila tidak
cepat mengurusinya. Sikap ini juga membuat istri beliau juga merasa jenuh dan
lelah hingga pada akhirnya pergi meninggalkan bapak Z yang masih dalam
keadaan stroke. Kepergian sang istri membuat anak-anaknya merasa sedih dan
kecewa terlebih yang dirasakan oleh bapak Z sendiri. Bapak Z selalu menangis
dan memaksa bantuan orang lain untuk membujuk istrinya kembali. Dalam
kondisi seperti itu usaha bapak Z dilanjutkan oleh putranya. Namun sering juga ia
terlibat perselisihan tentang prinsip kerja yang berbeda sehingga semakin lama
usaha yang beliau jalani semakin menurun. Kondisi usaha yang menurun tersebut
juga dipengaruhi oleh pengendalian diri bapak Z yang lemah. Bapak Z sering
menghabiskan uang dari usahanya untuk membayar orang membantu menemui
istrinya bahkan mengupayakan cara-cara yang tidak wajar seperti meminta
bantuan pada orang yang memiliki kemampuan ghoib (dukun) agar istrinya
kembali. Setelah banyak menghabiskan uang tidak satupun upaya tersebut
membuahkan hasil hingga pada akhirnya usaha konveksinya mengalami
kebangkrutan.
Kondisi ini membuat keluarga bapak Z semakin sulit. Anak laki-lakinya
terpaksa tidak menyelesaikan kuliah dan putrinya juga terancam akan
diberhentikan dari kampus karena batas waktu studi yang hampir melewati batas
akhir. Bapak Z selalu memaksa putrinya untuk mengurusi setiap kebutuhan yang
bahkan beliau sendiri masih mampu untuk di kerjakan bahkan melarang putrinya
menyelesaikan skripsi yang sudah sangat terlambat. Anak laki-laki bapak Z juga
memutuskan untuk menikah dan tinggal didaerah lain karena tidak merasa
nyaman dengan perlakuan bapak Z terhadap menantunya. Hingga saat ini Bapak
Z hanya tinggal bersama putrinya dengan kondisi yang belum sepenuhnya pulih.
Bapak Z semakin sering marah, menangis dan mengeluh tentang kondisi dan
kepergian istrinya. Telah banyak keluarga seperti kakak dan paman bapak Z
untuk membantu secara finansial dan bahkan memberikan nasehat. Tidak sedikit

20
juga keluarga yang mendapatkan penolakan dengan sikap bapak Z sampai
menimbulkan pertengkaran.
Pada kasus seperti ini konseling logoterapi bertujuan untuk memberikan
makna kehidupan kembali kepada konseli yang saat berada pada kehidupan yang
sulit dan tertekan. Suprameaning atau makna tertinggi dari penderitaan dan
kehidupan yang dirasakan oleh klien dihadapkan pada nilai-nilai agama dan
Tuhan khususnya dalam pandangan islam. Gambaran logoterapi yang menyatakan
bahwa dalam setiap penderitaan selalu ada makna selaras pula dengan ajaran
pendidikan Islam yang mengajurkan agar selalu berpikir positif, bahwa pasti ada
hikmah dan kemudahan di balik suatu kesulitan ataupun musibah.
Teknik konseling logoterapi dapat terapkan dengan melakukan teknik seperti
derefleksi dengan mengalihkan perhatian klien perhatian dari diri sendiri dan
mengarahkannya pada orang lain, persoalan-persoalan itu akan hilang dengan
sendirinya. Dengan teknik tersebut, klien diberi kemungkinan untuk mengabaikan
neurosisnya dan memusatkan perhatian pada sesuatu yang terlepas dari dirinya.
Selain itu konselor dapat memberikan bimbingan rohani terhadap penanganan klien
saat berada pada penderitaan yang tidak dapat terhindarkan, atau dalam suatu
keadaan yang tidak dapat dirubahnya dan tidak mampu lagi berbuat selain
menghadapinya. Pada metode ini, individu didorong untuk merealisasikan nilai
bersikap dengan menunjukkan sikap positif terhadap penderitaanya, dalam rangka
menemukan makna di balik penderitaan tersebut.

21
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Logoterapi mengajarkan bahwa setiap kehidupan individu mempunyai
maksud, tujuan, makna yang harus diupayakan untuk ditemukan dan dipenuhi. Hidup
kita tidak lagi kosong jika kita menemukan suatu sebab dan sesuatu yang dapat
mendedikasikan eksistensi kita. Namun kalaulah hidup diisi dengan penderitaaan
pun, itu adalah kehidupan yang bermakna, karena keberanian menanggung tragedi
yang tak tertanggungkan merupakan pencapaian atau prestasi dan kemenangan.
Setiap orang selalu mendambakan kebahagiaan dalam hidupnya. Dalam
pandangan logoterapi kebahagiaan itu tidak datang begitu saja, tetapi merupakan
akibat sampingan dari keberhasilan seseorang memenuhi keinginannya untuk hidup
bermakna (the will to meaning). Mereka yang berhasil memenuhinya akan mengalami
hidup yang bermakna (meaningful life) dan ganjaran (reward) dari hidup yang
bermakna adalah kebahagiaan (happiness). Di lain pihak mereka yang tak berhasil
memenuhi motivasi ini akan mengalami kekecewaan dan kehampaan hidup serta
merasakan hidupnya tidak bermakna (meaningless). Selanjutnya akibat dari
penghayatan hidup yang hampa dan tak bermakna yang berlarut-larut tidak teratasi
dapat mengakibatkan gangguan neurosis (noogenik neurosis) mengembangkan
karakter totaliter (totalitarianism) dan konformis (conformism).

22
DAFTAR PUSTAKA

Bastaman, H.D. (2007). Logoterapi “Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan
Meraih Hidup Bermakna”. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Coledge, Ray. (2002). Counseling Theory. Newyork: Houndmills.
Lailin, Moch I.H. Hayau. (2015). Konsepsi Manusia Indonesia Abad 21 Yang
Berkualitas Tinggi. Artikel.
Macionis, JJ (2010), Society, The Basics, edisi terjemahan, Jakarta, PT Rajawali Pers
Semiun, Yustinus., (2006). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta : Kanisius.
Suyadi, (2012). Logoterapi, Sebuah Upaya Pengembangan Spiritualitas dan Makna
Hidup dalam Perspektif Psikologi Pendidikan Islam, Jurnal Pendidikan
Islam. Volume I, Nomor 2, Desember,1434.
Viktor E. Frankl, (2004). On the Theory and Therapy of Mental Disorders (An
Introduction to Logotherapy and Existential Analysis). New York : Taylor &
Francis Books, Inc.
Willis, S. (2007). Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta
Yusuf, Syamsu. (2016). Konseling Individual Konsep Dasar dan Pendekatan.
Bandung: PT Refika Aditama.

23

Anda mungkin juga menyukai