Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa. Haber, Hoskins, Leach, dan Sideleau (1987) menentukan usia remaja
antara 12-18 tahun, sementara Wilson dan Kneils (1988) menggunakan usia 12-20
tahun sebagai batasan remaja. Diagnosis gangguan jiwa pada remaja adalah
perilaku yang tidak sesuai dengan tingkat usianya, menyimpang bila dibandingkan
dengan norma budaya, yang mengakibatkan kurangnya atau terganggunya fungsi
adaptasi (Townsend, 1999). Dasar untuk memahami gangguan yang terjadi pada
remaja adalah dengan menggunakan teori perkembangan. Penyimpangan dari
norma-norma perkembangan merupakan tanda bahaya penting adanya suatu
masalah.
Menurutnya, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menyatakan,
bahwa prevalensi gangguan mental, seperti depresi dan kecemasan emosional
penduduk Indonesia usia 15 tahun mencapai 11,6 persen. Ini berarti, jika total
populasi di dalam kelompok tersebut pada tahun 2010 adalah sekitar 169 juta
orang, maka jumlah ODGJ kurang lebih mencapai 19,6 juta orang. Gangguan jiwa
pada remaja merupakan masalah yang meningkat pertahunnya. WHO (2009)
memperkirakan 450 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental,
yang terjadi pada remaja antara usia 18-21 tahun (WHO, 2009). Berdasarkan hasil
sensus penduduk Amerika Serikat tahun 2004, diperkirakan 26,2 % penduduk
yang berusia 18 – 30 tahun atau lebih mengalami gangguan jiwa. Sedangkan
menurut data riset kesehatan dasar tahun 2007 yang diadakan Departemen
Kesehatan RI, gangguan mental emosional (depresi dan anxietas) dialami sekitar
11,6% populasi Indonesia (24.708.000 orang) yang usianya diatas 15 tahun. Jika
ditinjau dari proporsi penduduk, 40% dari total populasi terdiri atas anak dan
remaja berusia 0-16 tahun, dan 7-14% dari populasi remaja mengalami gangguan
kesehatan jiwa (Yani, 2008).
Remaja adalah peralihan dari anak-anak ke dewasa. Haber, Leach dan Wilson
menetukan usia remaja antara 12-20 tahun, sedangkan menurut Depkes RI 2009

1
2

usia remaja adalah 12-25 tahun. Untuk menjadikan remaja pribadi yang baik dan
sehat jiwa orang tua hendaknya memberikan pola asuh yang baik pula sesuai
dengan kemampuan anak. Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam
berinteraksi dengan anak-anaknya, pola perilaku yang diterapkan pada anak yang
bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu dan sangat berpengaruh besar dalam
pembentukan karakteristik anak yang dampaknya akan dirasakan oleh anak baik
dari segi positif atau negatif (Petranto, 2006). Pola asuh yang salah pada masa
anak-anak dapat menyebabkan peningkatan stressor pada usia remaja. Stressor
tersebut dapat menjadi pemicu utama penyebab gangguan jiwa yakni suatu
sindroma atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang
terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress (misalnya, gejala
nyeri) atau disabilitas (yaitu kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang
penting) atau disertai peningkatan risiko kematian yang menyakitkan, nyeri,
disabilitas, atau sangat kehilangan kebebasan (American Psychiatric
Association,1994).

1.2 Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan proses penyuluhan atau pendidikan kesehatan selama ± 30
menit, diharapkan keluarga pasien dapat memahami tentang Gangguan Jiwa pada
Remaja
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit, diharapkan keluarga dapat:
a) Mengetahui pengertian Gangguan Jiwa
b) Mengetahui Tumbuh Kembang Remaja
c) Mengetahui Penyebab Gangguan Jiwa Pada Remaja
d) Mengetahui Gangguan Jiwa Pada Remaja
e) Mengetahui Bagaimana cara Pencegahan Gangguan Jiwa Pada Remaja
3

BAB 2
SATUAN ACARA PENYULUHAN
GANGGUAN JIWA PADA REMAJA

Pokok Bahasan : Gangguan Jiwa pada Remaja


Sasaran : Remaja dan keluarga
Tempat/Ruangan : Poli Jiwa Dewasa Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya
Hari/Tanggal : 28 Mei 2019
Waktu : 07.00 - 07.30 WIB

A. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan proses penyuluhan atau pendidikan kesehatan selama ± 30
menit, diharapkan keluarga pasien dapat memahami tentang Gangguan Jiwa pada
Remaja
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit, diharapkan keluarga dapat:
a) Mengetahui pengertian Gangguan Jiwa
b) Mengetahui Penyebab Gangguan Jiwa Pada Remaja
c) Mengetahui Gangguan Jiwa Pada Remaja
d) Mengetahui Dampak dan akibat Gangguan Jiwa
e) Mengetahui Bagaimana cara Pencegahan Gangguan Jiwa Pada Remaja

B. Materi Penyuluhan
a) Pengertian Gangguan Jiwa
b) Penyebab Gangguan Jiwa Pada Remaja
c) Gangguan Jiwa Pada Remaja
d) Dampak dan akibat Gangguan Jiwa
e) Bagaimana cara Pencegahan Gangguan Jiwa Pada Remaja

C. Metode
4

Ceramah Dan Tanya Jawab


D. Media
Poster dan Leaflet
E. Kegiatan Penyuluhan Kesehatan
Sasaran
No Waktu Kegiatan Metode
Penyaji Keluarga
1. 5 menit Pembukaan : Menyampaikan a. Keluarga Ceramah
a. Memberi salam dengan komunikasi menjawab salam
dan perkenalan. terapeutik yang baik serta menerima
b. Menjelaskan dan benar. kehadiran
tujuan penyuluhan. mahasiswa dengan
c. Menjelaskan baik.
pokok penyuluhan b. Keluarga
yang akan dibahas. memperhatikan dan
d. Menjelaskan mendengarkan.
kontrak waktu. c. Keluarga
berpartisipasi dalam
diskusi awal.
2. 20 menit Kegiatan Inti : a. Menyampaika a. Keluarga Ceramah
Penyampaian n materi dengan menyimak dan dan tanya
materi, menjalskan jelas dan benar memperhatikan jawab
tentang : b. Interaktif penyuluhan
- Pengertian dengan keluarga b. Keluarga
Gangguan Jiwa menanyakan hal-hal
- Tumbuh Kembang yang belum jelas
Remaja
- Penyebab
Gangguan Jiwa Pada
Remaja
- Gangguan Jiwa
Pada Remaja
- Bagaimana cara
Pencegahan
Gangguan Jiwa Pada
Remaja

3. 5 menit Penutup : a. Mengevaluasi a. Keluarga Ceramah


a. Melakukan tujuan penyuluhan dapat mengulang
evaluasi penyuluhan kesehatan. kembali apa yang
b. Mengakhiri b. Menyampaika sudah dijelaskan
kegiatan dengan n salam penutup b. Keluarga
salam dan terimakasih atas menjawab salam
perhatian yang
diberikan.

F. Peran
1. Pembimbing :
a. Aristina Halawa S.Kep.,Ns.,M.Kes
2. Clinical Instructure :
3. Mahasiswa
- Pemateri : Stefani Wijaya Pratama
5

- Moderator : Fredrik Joshua Turpyn


- Observer dan Notulen : Elia Siska dan Bertha Salviana
- Fasilitator : Ni Luh Putu dan Stevani Amalina

G. Setting

Keterangan :
: Pembimbing Klinik
: Moderator
: Pemateri
: Fasilitator dan Observer

H. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Kesiapan materi
b. Kesiapan SAP
c. Kesiapan media leaflet dan Poster
d. Kontrak waktu H-1 sebelum penyuluhan
2. Evaluasi Proses
a. Fase dimulai sesuai dengan waktu yang direncanakan.
b. Keluarga antusias terhadap materi penyuluhan.
c. Keluarga mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar.
Materi Penyuluhan

A. Pengertian Gangguan Jiwa


Gangguan jiwa adalah gangguan yang mengenai satu atau lebih fungsi jiwa.
Gangguan jiwa adalah gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya emosi,
proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera).Gangguan jiwa
ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita (dan keluarganya) (Stuart
6

& Sundeen, 1998). Gangguan Jiwa Pada remaja adalah gangguan jiwa yang
terjadi pada remaja pada usia 12 - 20 Tahun.

B. Tumbuh Kembang Remaja


1) Perkembangan Fisik
Terjadi Pubertas yaitu perubahan fisik ditandai dengan munculnya ciri-
ciri seks sekunder yang disebabkan oleh Growth Hormone (Hormon
Pertumbuhan)
a) Pada Wanita
I. Haid
II. Payudara membesar
III. Tumbuh rambut pada ketiak dan daerah genital
b) Pada Laki-laki
I. Munculnya jakun ditenggorokan
II. Suara membesar
III. Tumbuh rambut pada ketiak, wajah, dan daerah genital

2) Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognisi pada masa ini disebut operasional formal yaitu
kemampuan berpikir abstrak dan logis dengan cirri-ciri :
Mampu mengembangkan, mempertimbangkan dan mengetes hipotesa. Pada masa
remaja terdapat keterbatasan perkembangan pemikiran remaja, yaitu :
a. Argumentativeness : remaja secara terus menerus mencari kesempatan untuk
mencoba dan menunjukkan kemampuan berargumentasinya.
b. Indicesiveness : oleh karena remaja mulai menyadari betapa banyak pilihan
hidup yang ditawarkan, mereka mengalami kebingungan untuk memutuskan
sesuatu yang sederhana.
c. Hipokrit : remaja kadang-kadang tidak mengenali perbedaan antara idealism
dengan kenyataan yang ada.
d. Imaginary audience : remaja mengasumsikan bahwa orang lain memiliki
pemikiran yang sama dengan apa yang sedang dia pikirkan tentang dirinya,.
e. Personal fable : remaja merasa dirinya special, memiliki pengalaman unik
yang tidak pernah dimiliki oleh orang lain, dan tidak terkena aturan-aturan yang
ada.
7

3) Perkembangan Sosiaoemosional
a) Pengaruh Teman Sebaya sangat kuat
b) Terbentuknya kelompok-kelompok sosial (Nge-Gank)
c) Identitas Diri
Pada masa remaja tugas utama perkembangan adalah menghadapi krisis
antara pencapaian identitas diri dengan kebingungan identitas (role confution).
Jika identitas diri berhasil di capai maka remaja menjadi dewasa yang matang
dimana terdapat keseimbangan antara perkembangan diri dengan keadaan
sosialnya. Sebaliknya jika remaja gagal mencapai identitas dirinya maka remaja
akan menghadapi kebingungan peran/identitas.
Terdapat 4 keadaan identitas diri, yaitu :
1) Identity diffusion, suatu keadaan dimana belum mengalami krisis atau
membuat komitmen akan melakukan sesuatu
2) Identity foreclosure, suatu keadaan dimana remaja telah membuat komitmen
namun belum mengalami krisis.
3) Identity moratorium, suatu keadaan dimana remaja telah emngalami krisis
namun belum membuat komitmen.
4) Identity achivement, suatu keadaan dimana remaja telah mengalami krisis dan
telah membuat komitment.
4) Perkembangan Psikososial
a) Mulai meninggalkan masa kecil yang tenang menuju masa dewasa yang
penuh persoalan
b) Belajar untuk membuat keputusan sendiri dan sering bertentangan dengan
orang tua
c) Biasanya mudah tersinggung dan sulit dimengerti
d) Mulai ada privasi dan menjalin hubungan dengan lawan jenis.

C. Penyebab Gangguan Jiwa Pada Remaja


Tidak ada penyebab tunggal dalam gangguan mental pada anak-anak dan
remaja. Berbagai situasi, termasuk faktor psikobiologik, dinamika keluarga, dan
faktor lingkungan berkombinasi secara kompleks.
1. Faktor Psikobiologik
8

a) Riwayat Genetik Keluarga


Seperti retardasi mental, autisme, skizofrenia kanak-kanak, gangguan
perilaku, gangguan bipolar, dan gangguan ansietas.
b) Abnormalitas Struktur Otak
Penelitian menemukan adanya abnormalitas struktur otak dan perubahan
neurotransmitter pada pasien yang menderita autisme, skizofrenia kanak-kanak,
dan ADHD.
c) Pengaruh Prenatal
Seperti infeksi maternal, kurangnya perawatan pranatal, dan ibu yang
menyalahgunakan zat, semuanya dapat menyebabkan abnormalitas perkembangan
saraf yang berkaitan dengan gangguan jiwa. Trauma kelahiran yang berhubungan
dengan berkurangnya suplai oksigen pada janin sangat signifikan dalam terjadinya
retardasi mental dan gangguan perkembangan saraf lainnya.
d) Penyakit Kronis atau Kecacatan
Dapat menyebabkan kesulitan koping bagi anak.
2. Dinamika Keluarga
a) Penganiyayan Anak
Anak yang terus-menerus dianiaya pada masa kanak-kanak awal,
perkembangan otaknya kurang adekuat (terutama otak kiri). Penganiayaan dan
efeknya pada perkembangan otak berkaitan dengan berbagai masalah psikologis,
seperti depresi, masalah memori, kesulitan belajar, impulsivitas, dan kesulitan
dalam membina hubungan (Glod, 1998).
b) Disfungsi Sistem Keluarga
Misalnya kurangnya sifat pengasuhan, komunikasi yang buruk,
kurangnya batasan antar generasi, dan perasaan terjebak) disertai dengan
keterampilan koping yang tidak adekuat antaranggota keluarga dan model peran
yang buruk dari orang tua.
3. Faktor Lingkungan
a) Kemiskinan
Perawatan pranatal yang tidak adekuat, nutrisi yang buruk, dan kurang
terpenuhinya kebutuhan akibat pendapatan yang tidak mencukupi dapat memberi
pengaruh buruk pada pertumbuhan dan perkembangan normal anak.
9

b) Tunawisma
Anak-anak tunawisma memiliki berbagai kebutuhan kesehatan yang
memengaruhi perkembangan emosi dan psikologi mereka. Berbagai penelitian
menunjukkan adanya peningkatan angka penyakit ringan kanak-kanak,
keterlambatan perkembangan dan masalah psikologis diantara anak tunawisma ini
bila dibandingkan dengan sampel kontrol (Townsend, 1999).
c) Budaya Keluarga
Perilaku orang tua yang secara dramatis berbeda dengan budaya sekitar
dapat mengakibatkan kurang diterimanya anak-anak oleh teman sebaya dan
masalah psikologik.
D. Gangguan Jiwa Pada Remaja
1. Gangguan Perkembangan Pervasif
a) Retradasi Mental
Muncul sebelum usia 18 tahun dan dicirikan dengan keterbatasan
substandar dalam berfungsi, yang dimanifestasikan dengan fungsi intelektual
secara signifikan berada dibawah rata-rata (mis., IQ dibawah 70) dan keterbatasan
terkait dalam dua bidang keterampilan adaptasi atau lebih (mis., komunikasi,
perawatan diri, aktivitas hidup sehari-hari, keterampilan sosial, fungsi dalam
masyarakat, pengarahan diri, kesehatan dan keselamatan, fungsi akademis, dan
bekerja.
b) Autisme
Dicirikan dengan gangguan yang nyata dalam interaksi sosial dan
komunikasi, serta aktivitas dan minat yang terbatas (Johnson, 1997). Gejala-
gejalanya meliputi kurangnya responsivitas terhadap orang lain, menarik diri dari
hubungan sosial, kerusakan yang menonjol dalam komunikasi, dan respon yang
aneh terhadap lingkungan (mis.,tergantung pada benda mati danger akan tubuh
yang berulang-ulang seperti mengepakkan tangan, bergoyang-goyang, dan
memukul-mukulkan kepala)
c) Gangguan perkembangan spesifik
Dicirikan dengan keterlambatan perkembangan yang mengarah pada
kerusakan fungsional pada bidang-bidang, seperti membaca, aritmetika, bahasa,
danartikulasi verbal.
10

2. Defisit Perhatian Dengan Gangguan Perilaku Destruktif


a) Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
Di cirikan dengan tingkat gangguan perhatian, impulsivitas, dan hiperaktivitas
yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan. Menurut DSM IV, ADHD pasti
terjadi di sedikitnya dua tempat (mis., di sekolahdan di rumah) dan terjadi
sebelum usia 7 tahun (DSM IV, 1994).
b) Gangguan perilaku
Dicirikan dengan perilaku berulang, disruptif, dan kesengajaan untuk
tidak patuh, termasuk melanggar norma dan peraturan sosial. Sebagian besar
anak-anak dengan gangguan ini mengalami penyalahgunaan zat atau gangguan
kepribadian antisosial setelah berusia 18 tahun. Contoh perilaku pada anak-anak
dengan gangguan ini meliputi mencuri, berbohong, menggertak, melarikan diri,
membolos, menyalahgunakan zat, melakukan pembakaran, bentuk vandalisme
yang lain, jahat terhadap binatang, dan serangan fisik terhadap orang lain.
c) Gangguan penyimpangan oposisi
Gangguan ini merupakan bentuk gangguan perilaku yang lebih ringan,
meliputi perilaku yang kurang ekstrim. Perilaku dalam gangguan ini tidak
melanggar hak-hak orang lain sampai tingkat yang terlihat dalam gangguan
perilaku. Perilaku dalam gangguan ini menunjukkan sikap menentang, seperti
berargumentasi, kasar, marah, toleransi yang rendah terhadap frustasi, dan
menggunakan minuman keras, zat terlarang, atau keduanya).
3. Gangguan Ansietas
a) Gangguan obsesif kompulsif, gangguan ansietas umum, dan fobia banyak
terjadi pada anak-anak dan remaja, dengan gejala yang sama dengan yang terlihat
pada orang dewasa. Misalnya : Anoreksia Nervosa.
b) Gangguan ansietas akibat perpisahan adalah gangguan masa kanak-kanak
yang ditandai dengan rasa takut berpisah dari orang yang paling dekat dengannya.
Gejala-gejalanya meliputi menolak pergi ke sekolah, keluhan somatik, ansietas
berat terhadap perpisahan dan khawatir tentang adanya bahaya pada orang-orang
yang mengasuhnya.
4. Skizofernia
a) Skizofrenia remaja jarang terjadi dan sulit di diagnosis. Gejala-gejalanya
dapat menyerupai gangguan pervasif, seperti autisme.Walaupun penelitian tentang
11

skizofrenia anak-anak sangat sedikit, namun telah dijumpai perilaku yang khas
(Antai-Otong, 1995), seperti beberapa gangguan kognitif dan perilaku, menarik
diri secara sosial, dan komunikasi.
b) Skizofrenia pada remaja merupakan hal yang umum dan insidensinya selama
masa remaja akhir sangat tinggi. Gejala-gejalanya mirip dengan skizofrenia
dewasa. Gejala awalnya meliputi perubahan ekstrim dalam perilaku sehari-hari,
isolasi sosial, sikap yang aneh, penurunan nilai-nilai akademik, dan
mengekspresikan perilaku yang tidak disadarinya.
5. Gangguan Mood
a) Gangguan ini jarang terjadi pada masa anak-anak dan remaja dibanding pada
orang dewasa (Keltner,1999). Prevalensi pada anak-anak dan remaja berkisar
antara 1% sampai 5% untuk gangguan depresi. Eksistensi gangguan bipolar (jenis
manik) pada anak-anak masih kontroversial. Prevalensi penyakit bipolar pada
remaja diperkirakan 1%. Gejala depresi pada anak-anak sama dengan yang
diobservasi pada orang dewasa.
b) Bunuh diri.
Adanya gangguan mood merupakan faktor resiko yang serius untuk bunuh diri.
Bunuh diri adalah penyebab kematian utama ketiga pada individu berusia 15
sampai 24 tahun. Tanda-tanda bahaya untuk bunuh diri pada remaja meliputi
menarik diri secara tiba-tiba, berperilaku keras atau sangat memberontak,
menyalahgunakan obat atau alkohol, secara tidak biasanya mengabaikan
penampilan diri, kualitas tugas-tugas sekolah menurun, membolos, melarikan diri,
keletihan berlebihan dan keluhan somatik, respon yang buruk terhadap pujian,
ancaman bunuh diri yang terang-terangan secara verbal, dan membuang benda-
benda yang didapat sebagai hadiah (Newman, 1999).
6. Gangguan Penyalahgunaan Zat
a) Gangguan ini banyak terjadi; diperkirakan 32% remaja menderita gangguan
penyalahgunaan zat (Johnson, 1997). Angka penggunaan alkohol atau zat
terlarang lebih tinggi pada anak laki-laki dibanding perempuan. Risiko terbesar
mengalami gangguan ini terjadi pada mereka yang berusia antara 15 sampai 24
tahun. Pada remaja, perubahan penggunaan zat menjadi ketergantungan zat terjadi
lebih cepat; misalnya, pada remaja penggunaan zat dapat berkembang menjadi
12

ketergantungan zat dalam waktu 2 tahun sedangkan pada orang dewasa


membutuhkan waktu antara 15 sampai 20 tahun.
b) Komorbiditas dengan gangguan psikiatrik lainnya merupakan hal yag banyak
terjadi, termasuk gangguan mood, gangguan ansietas, dan gangguan perilaku
disruptif.
c) Tanda bahaya penyalahgunaan zat pada remaja, diantaranya adalah penurunan
fungsi sosial dan akademik, perubahan dari fungsi sebelumnya, seperti perilaku
menjadi agresif atau menarik diri dari interaksi keluarga, perubahan kepribadian
dan toleransi yang rendah terhadap frustasi, berhubungan dengan remaja lain yang
juga menggunakan zat, menyembunyikan atau berbohong tentang penggunaan zat.
7. Gangguan Jiwa Bipolar
Perasaan senang dan sedih muncul secara tidak menentu dan berlangsung
tiba-tiba termasuk dalam kategori gangguan penyakit jiwa bipolar. Bipolar itu
sendiri adalah gangguan afektif bipolar. Mood atau keadaan emosi internal
merupakan penyebab utama dari gangguan ini. Biasanya gangguan ini berujung
pada kematian. Bipolar memiliki dua kutub, yaitu manik dan depresi. Gangguan
ini bersifat episode yang cenderung berulang, menunjukkan suasana perasaan atau
mood dan tingkat aktivitas yang terganggu. Kadang penderita memiliki perasaan
atau yang bisa disebut sebagai mood meninggi, energi dan aktivitas fisik dan
mental meningkat atau episode manik atau hipomanik. Pada waktu lain berupa
penurunan mood, energi dan aktivitas dan mental berkurang (episode depresi).
Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara dua
minggu sampai lima bulan. Sedangkan depresi cenderung berlangsung lebih lama.
Episode hipomanik mempunyai derajat yang lebih ringan daripada manik. Mereka
yang mengalami gangguan bipolar ini beralih dari perasaan sangat senang dan
gembira ke perasaan sangat sedih atau sebaliknya. Dua kutub mood tinggi dan
rendah, saling bergantian. Di antara episode peralihan mood ini bisa saja orang
megalami mood yang normal. Bisa dikatakan bahwa insiden gangguan bipolar
tidak tinggi antara 0,3-1,5 persen. Tapi angka tersebut belum termasuk yang
misdiagnosis. Gangguan jiwa bipolar saat ini sudah menjangkiti sekitar 10 hingga
12 persen remaja di luar negeri. Di beberapa kota di Indonesia juga mulai
dilaporkan penderita berusia remaja. Risiko kematian terus membayangi penderita
bipolar dan itu lebih karena mereka mengambil jalan pintas. Episode pertama bisa
13

timbul mulai dari mata kanak-kanak sampai tua. Kebanyakan kasus terjadi pada
dewasa muda berusia 20-30 tahun. Semakin dini seseorang menderita bipolar,
risiko penyakit akan lebih berat, berkepanjangan, bahkan sering kambuh.
Sementara anak-anak berpotensi mengalami perkembangan gangguan ini ke
dalam bentuk yang lebih parah dan sering bersamaan dengan gangguan hiperaktif
defisit atensi. Orang yang berisiko mengalami gangguan bipolar adalah mereka
yang mempunyai anggota keluarga mengidap penyakit bipolar.
E. Bagaimana cara Pencegahan Gangguan Jiwa Pada Remaja
1. Pencegahan Primer
Melalui berbagai program sosial yang ditujukan untuk menciptakan lingkungan
yang meningkatkan kesehatan remaja. Contohnya adalah perawatan pranatal awal,
program intervensi dini bagi orang tua dengan faktor resiko yang sudah diketahui
dalam membesarkan remaja, dan mengidentifikasi remaja yang berisiko untuk
memberikan dukungan dan pendidikan kepada orang tua dari remaja ini.

2. Pencegahan Skunder
Dengan menemukan kasus secara dini pada remaja yang mengalami kesulitan di
sekolah sehingga tindakan yang tepat dapat segera dilakukan. Metodenya meliputi
konseling individu dengan program bimbingan sekolah dan rujukan kesehatan
jiwa komunitas, layanan intervensi krisis bagi keluarga yang mengalami situasi
traumatik, konseling kelompok di sekolah, dan konseling teman sebaya.
3. Dukungan Terapeutik
Diberikan melalui psikoterapi individu, terapi bermain, dan program pendidikan
khusus untuk remaja yang tidak mampu berpartisipasi dalam sistem sekolah yang
normal. Metode pengobatan perilaku pada umumnya digunakan untuk membantu
remaja dalam mengembangkan metode koping yang lebih adaptif.
4. Terapi Keluarga
Penting untuk membantu keluarga mendapatkan keterampilan dan bantuan yang
diperlukan guna membuat perubahan yang dapat meningkatkan fungsi semua
anggota keluarga.
5. Pengobatan berbasis Rumah Sakit
14

a) Unit khusus untuk mengobati anak-anak dan remaja, terdapat di rumah sakit
jiwa. Pengobatan di unit-unit ini biasana diberikan untuk klien yang tidak sembuh
dengan metode alternatif yang kurang restriktif, atau bagi klien yang beresiko
tinggi melakukan kekerasan terhadap dirinya sendiri ataupun orang lain.
b) Program hospitalisasi parsial juga tersedia, memberikan program sekolah di
tempat (on-site) yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan khusus anak yang
menderita penyakit jiwa.
c) Seklusi dan restrein untuk mengendalikan perilaku disruptif masi menjadi
kontroversi. Penelitian menunjukkan bahwa metode ini dapat bersifat traumatik
pada anak-anak dan tidak efektif untuk pembelajaran respon adaptif. Tindakan
yang kurang restriktif meliputi istirahat (time-out), penahanan terapeutik,
menghindari adu kekuatan, dan intervensi dini untuk mencegah memburuknya
perilaku.

6. Farmakoterapi
Medikasi digunakan sebagai satu metode pengobatan. Medikasi
psikotropik digunakan dengan hati-hati pada klien anak-anak dan remaja karena
memiliki efek samping yang beragam.
a) Perbedaan fisiologi anak-anak dan remaja memengaruhi jumlah dosis, respon
klinis, dan efek samping dari medikasi psikotropik.
b) Perbedaan perkembangan neurotransmiter pada anak-anak dapat
memengaruhi hasil pengobatan psikotropik, mengakibatkan hasil yang tidak
konsisten, terutama dengan antidepresan trisiklik.
15
16

BAB 3
EVALUASI KEGIATAN

Proses penyuluhan kesehatan ini melibatkan mahasiswa dan keluarga pasien


di Poli Jiwa Dewasa, dengan jumlah peserta 9 orang yang hadir. Kegiatan
penyuluhan kesehatan ini meliputi pemberian materi terlebih dahulu dan
selanjutnya sesi diskusi atau Tanya jawab.
1. Evaluasi Struktur
Persiapan materi sudah dilakukan seminggu sebelum penyuluhan dan
leaflet yang dibagikan sudah dibuat dengan baik. Pengorganisasian penyuluhan
dapat dilakukan sebelumnya dan tiap mahasiswa sudah mengetahui tugas masing-
masing.
2. Evaluasi Proses
Penyuluhan dilaksanakan tepat waktu yang direncanakan sesuai jadwal.
Hari Sabtu, 28 mei 2019. Selama penyuluhan peserta memperhatikan penyaji dan
peserta aktif saat penyuluhan.
a. Evaluasi pengorganisasian
- Moderator : dapat menjalankan tugas dengan baik
- penyaji : suara jelas, dank eras
- fasilitator : menjalankan tugas dengan baik dan sesuai dengan tugasnya
-Observer : sudah mengobservasi jalannya penyuluhan dengan baik
3. Evaluasi Hasil
Peserta penyuluhan dapat memahami materi yang disampaikan terlihat
dari peserta mampu menjawab pertanyaan.
I. Laporan Observer
No. Laporan Keterangan
1 Timer Penyuluhan dilakukan tepat pukul 06.30 WIB.
Waktu penyuluhan tepat waktu selama 30 menit yang dibagi dalam 3
sesi yaitu pembukaan, penyampaian materi + diskusi dan penutup.
Pemateri dalam menyampaikan materi lebih dari waktu yang
disediakan yaitu 20 menit.
17

2 Pembicara Pembicara meyampaikan materi sudah baik namun dalam


pelaksanaan waktunya terlalu berlebihan.
Pembicara dapat membawa suasa penyuluhan dengan baik sehingga
penyuluhan berjalan lancar.

3 Peserta/Audience Peserta penyuluhan sangat kooperatif dan banyak bertanya.

4 Fasilitator Fasilitator sudah melakukan tugasnya dengan baik.


Fasilitator membagikan leaflet setelah penyuluhan selesai.

II. Laporan Notulen


No Penanya Isi Pertanyaan Jawaban
1. Ny. L Apa bisa penyebab dari Faktor penyebabnya bisa karena
gangguan jiwa karena faktor keturunan ibu. Seperti yang sudah
keturunan ? saya jelaskan tadi, karena adanya
DNA dari orangtua, sehingga
sangat rentan sekali terjadi
gangguan jiwa. Apalagi ditambah
dengan adanya dinamika keluarga
dan lingkungan sangat rentan
sekali seseorang bisa mengalami
gangguan jiwa jika tidak ada
pertahanan diri yang kuat dalam
mengatasi masalah
3. Tn. R Keluarga harus bagaimana Keluarga harus tetap
dalam menjalankan peran memperhatikan klien dengan
merawat klien? memberikan dukungan dan
motivasi untuk sembuh, tidak
boleh mengucilkan klien tersebut.
Karena keluarga merupakan
tempat yang penuh kehangatan
sehingga dapat membantu
kesembuhan dari klien tersebut.
18

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari 9 orang peserta, sebagian besar terlibat aktif selama penyuluhan.
4.2 Saran
1) Untuk Pasien
Program tetap dijalankan dan harus lebih sering mengikuti penyuluhan kesehatan
agar menambah pengetahuan masyarakat tentang kesehatan.
2) Mahasiswa
Mahasiswa mampu mengaplikasikan materi yang sudah didapat dari institusi
pendidikan agar dalam memberikan penyuluhan kesehatan.
3) Institusi pendidikan
Dengan diadakannya kegiatan penyuluhan diharapkan dapat meningkatkan peran
dosen dalam kegiatan di pasien khususnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan
akreditasi institusi pendidikan.
19

DAFTAR PUSTAKA

Isaac, Ann. 2004. PanduanBelajar :KeperawatanKesehatanJiwadanPsikiatrik.


Jakarta: EGC.
Budi Ana Keliat, Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan
Jiwa, Buku Kedokteran, 1992
Antai Otong Deborah (1995). Psychiatric Nursing. Philadelphia : W.B.
Company
Gestrude K. Mc. Farland (1991). Psychiatric Mental Health Nursing. Philadelphia
: J. B. Lippincot Company W.E., Maramis, Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga
Press, Surabaya, 1990
John Santrock, Psychology The Sciences of Mind and behavior, University of
dallas, Brown Publiser , 1999
Hunsberg and Abderson (1989). Psychiatric Mental Health Nursing, Philadelphia :
W.B. Saunders Company.
Clinton and Nelson, Mental Health Nursing Practice, Prentice hall Australia, Pty
Ltd. 1996
Stuart Sundeen, Pocket Guide to Psychiatric Nursing, Mosby year 1995
Stuart Sundeen, Psychiatric Nursing, Mosby year, 1995

Anda mungkin juga menyukai