PENDAHULUAN
1
2
usia remaja adalah 12-25 tahun. Untuk menjadikan remaja pribadi yang baik dan
sehat jiwa orang tua hendaknya memberikan pola asuh yang baik pula sesuai
dengan kemampuan anak. Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam
berinteraksi dengan anak-anaknya, pola perilaku yang diterapkan pada anak yang
bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu dan sangat berpengaruh besar dalam
pembentukan karakteristik anak yang dampaknya akan dirasakan oleh anak baik
dari segi positif atau negatif (Petranto, 2006). Pola asuh yang salah pada masa
anak-anak dapat menyebabkan peningkatan stressor pada usia remaja. Stressor
tersebut dapat menjadi pemicu utama penyebab gangguan jiwa yakni suatu
sindroma atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang
terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress (misalnya, gejala
nyeri) atau disabilitas (yaitu kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang
penting) atau disertai peningkatan risiko kematian yang menyakitkan, nyeri,
disabilitas, atau sangat kehilangan kebebasan (American Psychiatric
Association,1994).
1.2 Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan proses penyuluhan atau pendidikan kesehatan selama ± 30
menit, diharapkan keluarga pasien dapat memahami tentang Gangguan Jiwa pada
Remaja
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit, diharapkan keluarga dapat:
a) Mengetahui pengertian Gangguan Jiwa
b) Mengetahui Tumbuh Kembang Remaja
c) Mengetahui Penyebab Gangguan Jiwa Pada Remaja
d) Mengetahui Gangguan Jiwa Pada Remaja
e) Mengetahui Bagaimana cara Pencegahan Gangguan Jiwa Pada Remaja
3
BAB 2
SATUAN ACARA PENYULUHAN
GANGGUAN JIWA PADA REMAJA
A. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan proses penyuluhan atau pendidikan kesehatan selama ± 30
menit, diharapkan keluarga pasien dapat memahami tentang Gangguan Jiwa pada
Remaja
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit, diharapkan keluarga dapat:
a) Mengetahui pengertian Gangguan Jiwa
b) Mengetahui Penyebab Gangguan Jiwa Pada Remaja
c) Mengetahui Gangguan Jiwa Pada Remaja
d) Mengetahui Dampak dan akibat Gangguan Jiwa
e) Mengetahui Bagaimana cara Pencegahan Gangguan Jiwa Pada Remaja
B. Materi Penyuluhan
a) Pengertian Gangguan Jiwa
b) Penyebab Gangguan Jiwa Pada Remaja
c) Gangguan Jiwa Pada Remaja
d) Dampak dan akibat Gangguan Jiwa
e) Bagaimana cara Pencegahan Gangguan Jiwa Pada Remaja
C. Metode
4
F. Peran
1. Pembimbing :
a. Aristina Halawa S.Kep.,Ns.,M.Kes
2. Clinical Instructure :
3. Mahasiswa
- Pemateri : Stefani Wijaya Pratama
5
G. Setting
Keterangan :
: Pembimbing Klinik
: Moderator
: Pemateri
: Fasilitator dan Observer
H. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Kesiapan materi
b. Kesiapan SAP
c. Kesiapan media leaflet dan Poster
d. Kontrak waktu H-1 sebelum penyuluhan
2. Evaluasi Proses
a. Fase dimulai sesuai dengan waktu yang direncanakan.
b. Keluarga antusias terhadap materi penyuluhan.
c. Keluarga mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar.
Materi Penyuluhan
& Sundeen, 1998). Gangguan Jiwa Pada remaja adalah gangguan jiwa yang
terjadi pada remaja pada usia 12 - 20 Tahun.
2) Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognisi pada masa ini disebut operasional formal yaitu
kemampuan berpikir abstrak dan logis dengan cirri-ciri :
Mampu mengembangkan, mempertimbangkan dan mengetes hipotesa. Pada masa
remaja terdapat keterbatasan perkembangan pemikiran remaja, yaitu :
a. Argumentativeness : remaja secara terus menerus mencari kesempatan untuk
mencoba dan menunjukkan kemampuan berargumentasinya.
b. Indicesiveness : oleh karena remaja mulai menyadari betapa banyak pilihan
hidup yang ditawarkan, mereka mengalami kebingungan untuk memutuskan
sesuatu yang sederhana.
c. Hipokrit : remaja kadang-kadang tidak mengenali perbedaan antara idealism
dengan kenyataan yang ada.
d. Imaginary audience : remaja mengasumsikan bahwa orang lain memiliki
pemikiran yang sama dengan apa yang sedang dia pikirkan tentang dirinya,.
e. Personal fable : remaja merasa dirinya special, memiliki pengalaman unik
yang tidak pernah dimiliki oleh orang lain, dan tidak terkena aturan-aturan yang
ada.
7
3) Perkembangan Sosiaoemosional
a) Pengaruh Teman Sebaya sangat kuat
b) Terbentuknya kelompok-kelompok sosial (Nge-Gank)
c) Identitas Diri
Pada masa remaja tugas utama perkembangan adalah menghadapi krisis
antara pencapaian identitas diri dengan kebingungan identitas (role confution).
Jika identitas diri berhasil di capai maka remaja menjadi dewasa yang matang
dimana terdapat keseimbangan antara perkembangan diri dengan keadaan
sosialnya. Sebaliknya jika remaja gagal mencapai identitas dirinya maka remaja
akan menghadapi kebingungan peran/identitas.
Terdapat 4 keadaan identitas diri, yaitu :
1) Identity diffusion, suatu keadaan dimana belum mengalami krisis atau
membuat komitmen akan melakukan sesuatu
2) Identity foreclosure, suatu keadaan dimana remaja telah membuat komitmen
namun belum mengalami krisis.
3) Identity moratorium, suatu keadaan dimana remaja telah emngalami krisis
namun belum membuat komitmen.
4) Identity achivement, suatu keadaan dimana remaja telah mengalami krisis dan
telah membuat komitment.
4) Perkembangan Psikososial
a) Mulai meninggalkan masa kecil yang tenang menuju masa dewasa yang
penuh persoalan
b) Belajar untuk membuat keputusan sendiri dan sering bertentangan dengan
orang tua
c) Biasanya mudah tersinggung dan sulit dimengerti
d) Mulai ada privasi dan menjalin hubungan dengan lawan jenis.
b) Tunawisma
Anak-anak tunawisma memiliki berbagai kebutuhan kesehatan yang
memengaruhi perkembangan emosi dan psikologi mereka. Berbagai penelitian
menunjukkan adanya peningkatan angka penyakit ringan kanak-kanak,
keterlambatan perkembangan dan masalah psikologis diantara anak tunawisma ini
bila dibandingkan dengan sampel kontrol (Townsend, 1999).
c) Budaya Keluarga
Perilaku orang tua yang secara dramatis berbeda dengan budaya sekitar
dapat mengakibatkan kurang diterimanya anak-anak oleh teman sebaya dan
masalah psikologik.
D. Gangguan Jiwa Pada Remaja
1. Gangguan Perkembangan Pervasif
a) Retradasi Mental
Muncul sebelum usia 18 tahun dan dicirikan dengan keterbatasan
substandar dalam berfungsi, yang dimanifestasikan dengan fungsi intelektual
secara signifikan berada dibawah rata-rata (mis., IQ dibawah 70) dan keterbatasan
terkait dalam dua bidang keterampilan adaptasi atau lebih (mis., komunikasi,
perawatan diri, aktivitas hidup sehari-hari, keterampilan sosial, fungsi dalam
masyarakat, pengarahan diri, kesehatan dan keselamatan, fungsi akademis, dan
bekerja.
b) Autisme
Dicirikan dengan gangguan yang nyata dalam interaksi sosial dan
komunikasi, serta aktivitas dan minat yang terbatas (Johnson, 1997). Gejala-
gejalanya meliputi kurangnya responsivitas terhadap orang lain, menarik diri dari
hubungan sosial, kerusakan yang menonjol dalam komunikasi, dan respon yang
aneh terhadap lingkungan (mis.,tergantung pada benda mati danger akan tubuh
yang berulang-ulang seperti mengepakkan tangan, bergoyang-goyang, dan
memukul-mukulkan kepala)
c) Gangguan perkembangan spesifik
Dicirikan dengan keterlambatan perkembangan yang mengarah pada
kerusakan fungsional pada bidang-bidang, seperti membaca, aritmetika, bahasa,
danartikulasi verbal.
10
skizofrenia anak-anak sangat sedikit, namun telah dijumpai perilaku yang khas
(Antai-Otong, 1995), seperti beberapa gangguan kognitif dan perilaku, menarik
diri secara sosial, dan komunikasi.
b) Skizofrenia pada remaja merupakan hal yang umum dan insidensinya selama
masa remaja akhir sangat tinggi. Gejala-gejalanya mirip dengan skizofrenia
dewasa. Gejala awalnya meliputi perubahan ekstrim dalam perilaku sehari-hari,
isolasi sosial, sikap yang aneh, penurunan nilai-nilai akademik, dan
mengekspresikan perilaku yang tidak disadarinya.
5. Gangguan Mood
a) Gangguan ini jarang terjadi pada masa anak-anak dan remaja dibanding pada
orang dewasa (Keltner,1999). Prevalensi pada anak-anak dan remaja berkisar
antara 1% sampai 5% untuk gangguan depresi. Eksistensi gangguan bipolar (jenis
manik) pada anak-anak masih kontroversial. Prevalensi penyakit bipolar pada
remaja diperkirakan 1%. Gejala depresi pada anak-anak sama dengan yang
diobservasi pada orang dewasa.
b) Bunuh diri.
Adanya gangguan mood merupakan faktor resiko yang serius untuk bunuh diri.
Bunuh diri adalah penyebab kematian utama ketiga pada individu berusia 15
sampai 24 tahun. Tanda-tanda bahaya untuk bunuh diri pada remaja meliputi
menarik diri secara tiba-tiba, berperilaku keras atau sangat memberontak,
menyalahgunakan obat atau alkohol, secara tidak biasanya mengabaikan
penampilan diri, kualitas tugas-tugas sekolah menurun, membolos, melarikan diri,
keletihan berlebihan dan keluhan somatik, respon yang buruk terhadap pujian,
ancaman bunuh diri yang terang-terangan secara verbal, dan membuang benda-
benda yang didapat sebagai hadiah (Newman, 1999).
6. Gangguan Penyalahgunaan Zat
a) Gangguan ini banyak terjadi; diperkirakan 32% remaja menderita gangguan
penyalahgunaan zat (Johnson, 1997). Angka penggunaan alkohol atau zat
terlarang lebih tinggi pada anak laki-laki dibanding perempuan. Risiko terbesar
mengalami gangguan ini terjadi pada mereka yang berusia antara 15 sampai 24
tahun. Pada remaja, perubahan penggunaan zat menjadi ketergantungan zat terjadi
lebih cepat; misalnya, pada remaja penggunaan zat dapat berkembang menjadi
12
timbul mulai dari mata kanak-kanak sampai tua. Kebanyakan kasus terjadi pada
dewasa muda berusia 20-30 tahun. Semakin dini seseorang menderita bipolar,
risiko penyakit akan lebih berat, berkepanjangan, bahkan sering kambuh.
Sementara anak-anak berpotensi mengalami perkembangan gangguan ini ke
dalam bentuk yang lebih parah dan sering bersamaan dengan gangguan hiperaktif
defisit atensi. Orang yang berisiko mengalami gangguan bipolar adalah mereka
yang mempunyai anggota keluarga mengidap penyakit bipolar.
E. Bagaimana cara Pencegahan Gangguan Jiwa Pada Remaja
1. Pencegahan Primer
Melalui berbagai program sosial yang ditujukan untuk menciptakan lingkungan
yang meningkatkan kesehatan remaja. Contohnya adalah perawatan pranatal awal,
program intervensi dini bagi orang tua dengan faktor resiko yang sudah diketahui
dalam membesarkan remaja, dan mengidentifikasi remaja yang berisiko untuk
memberikan dukungan dan pendidikan kepada orang tua dari remaja ini.
2. Pencegahan Skunder
Dengan menemukan kasus secara dini pada remaja yang mengalami kesulitan di
sekolah sehingga tindakan yang tepat dapat segera dilakukan. Metodenya meliputi
konseling individu dengan program bimbingan sekolah dan rujukan kesehatan
jiwa komunitas, layanan intervensi krisis bagi keluarga yang mengalami situasi
traumatik, konseling kelompok di sekolah, dan konseling teman sebaya.
3. Dukungan Terapeutik
Diberikan melalui psikoterapi individu, terapi bermain, dan program pendidikan
khusus untuk remaja yang tidak mampu berpartisipasi dalam sistem sekolah yang
normal. Metode pengobatan perilaku pada umumnya digunakan untuk membantu
remaja dalam mengembangkan metode koping yang lebih adaptif.
4. Terapi Keluarga
Penting untuk membantu keluarga mendapatkan keterampilan dan bantuan yang
diperlukan guna membuat perubahan yang dapat meningkatkan fungsi semua
anggota keluarga.
5. Pengobatan berbasis Rumah Sakit
14
a) Unit khusus untuk mengobati anak-anak dan remaja, terdapat di rumah sakit
jiwa. Pengobatan di unit-unit ini biasana diberikan untuk klien yang tidak sembuh
dengan metode alternatif yang kurang restriktif, atau bagi klien yang beresiko
tinggi melakukan kekerasan terhadap dirinya sendiri ataupun orang lain.
b) Program hospitalisasi parsial juga tersedia, memberikan program sekolah di
tempat (on-site) yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan khusus anak yang
menderita penyakit jiwa.
c) Seklusi dan restrein untuk mengendalikan perilaku disruptif masi menjadi
kontroversi. Penelitian menunjukkan bahwa metode ini dapat bersifat traumatik
pada anak-anak dan tidak efektif untuk pembelajaran respon adaptif. Tindakan
yang kurang restriktif meliputi istirahat (time-out), penahanan terapeutik,
menghindari adu kekuatan, dan intervensi dini untuk mencegah memburuknya
perilaku.
6. Farmakoterapi
Medikasi digunakan sebagai satu metode pengobatan. Medikasi
psikotropik digunakan dengan hati-hati pada klien anak-anak dan remaja karena
memiliki efek samping yang beragam.
a) Perbedaan fisiologi anak-anak dan remaja memengaruhi jumlah dosis, respon
klinis, dan efek samping dari medikasi psikotropik.
b) Perbedaan perkembangan neurotransmiter pada anak-anak dapat
memengaruhi hasil pengobatan psikotropik, mengakibatkan hasil yang tidak
konsisten, terutama dengan antidepresan trisiklik.
15
16
BAB 3
EVALUASI KEGIATAN
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari 9 orang peserta, sebagian besar terlibat aktif selama penyuluhan.
4.2 Saran
1) Untuk Pasien
Program tetap dijalankan dan harus lebih sering mengikuti penyuluhan kesehatan
agar menambah pengetahuan masyarakat tentang kesehatan.
2) Mahasiswa
Mahasiswa mampu mengaplikasikan materi yang sudah didapat dari institusi
pendidikan agar dalam memberikan penyuluhan kesehatan.
3) Institusi pendidikan
Dengan diadakannya kegiatan penyuluhan diharapkan dapat meningkatkan peran
dosen dalam kegiatan di pasien khususnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan
akreditasi institusi pendidikan.
19
DAFTAR PUSTAKA