Anda di halaman 1dari 29

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Geologi merupakan studi atau ilmu yang mempelajari tentang bumi. Ilmu
tentang bumi tersebut diterapkan pada tahap eksplorasi, sehingga bagian dari
eksplorasi pada akhirnya dapat memberikan suatu aspek berupa informasi. Dalam
tahap eksplorasi, guna untuk mencari sumberdaya mineral seperti minyak dan gas
bumi, tentunya harus mempelajari dan menjelaskan tatanan daerah lokasi secara
regional dan kemudian makin menyempit menjelaskan lokasi detail terhadap
tempat yang bersangkutan. Sebagian besar cekungan produktif yang ada di
Indonesia berada dibagian barat Indonesia, sedangkan pada Indonesia bagian
timur, sebenarnya memliki prospek hidrokarbon yang sangat besar, berdasarkan
data stratigrafi pada masa Mesozoikum dan Paleozoikum. Cekungan Sumatera
Tengah terbentuk pada awal Tersier (Eosen – Oligosen) merupakan seri dari
struktur half graben dan berbentuk asimetris berarah Barat LautTenggara. Pada
kegiatan eksplorasi tantangan yang dihadapi oleh perusahaan minyak adalah
peningkatan kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan pengembangan lapangan minyak,
agar menghasilkan produksi yang maksimal seiring dengan meningkatnya
kebutuhan minyak dan gas bumi sebagai sumber energi.
Pada posisi ini ahli geologi diharuskan untuk mencari tahu keberadaan
suatu objek geologi berupa akumulasi hidrokarbon dengan mengintepretasikan
data-data yang ada, seperti data seismik dan data log. Data sumur atau data log
merupakan data yang diambil dari bawah permukaan bumi menggunakan metode
tertentu yang mempunyai tingkat akurasi secara vertikal yang tinggi dan
digunakan sebagai acuan dalam korelasi geologi dan identifikasi litologi. Jenis-
jenis log yang didapatkan pada data ini adalah Spontaneous Potensial (SP),
Gamma Ray (GR), Log Resistivitas, Log Neutron, Log Sonik, dan Log Density.
Dari data-data tersebut telah disimpulkan terdapatnya kandungan Hidrokarbon
untuk pengembangan eksplorasi hidrokarbon.

1
1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaima fungsi dan penggunaan dari setiap data log dan seismik
dalam menentukan nilai petrofisika berupa properti reservoir?
2) Bagaimana menentukan zona potensi hidrokarbon pada daerah
penelitian?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian


Maksud dari penelitian ini adalah melakukan analisa dari data bawah
permukaan seperti seismik dan wireline log untuk mengetahui properti reservoir,
berupa : Vshale, PHIE, Saturasi Air, dan Estimasi Cadangan Hidrokarbon di
Tempat (OOIP). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat pehitungan
cadangan hidrokarbon pada daerah penelitian sehingga diharapkan dapat
digunakan untuk manajemen reservoir selanjutnya.

1.4 Batasan Masalah


Pada penelitian ini pembahasan masalah akan dibatasi pada potensi
hidrokarbon lapisan batupasir Cekungan Sumatera Tengah Formasi Sihapas
berdasarkan hasil kajian geologi, geofisika, dan analisa petrofisika yang telah
dilakukan sebelumnya yang dipadukan dengan metode log dan seismik.

1.5 Manfaat Penelitian


Hasil dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi hidrokarbon
pada karakteristik reservoir daerah penelitian menggunakan analisa petrofisika
agar didapatkan potensi hidrokarbon yang baru, sehingga dapat direkomendasikan
sebagai cekungan yang berpotensi.

1.6 Peneliti Terdahalu


Pada penelitian kali ini mengacu dengan judul “Pemodelan Facies Dan
Pengaruhnya Terhadap Distribusi Porositas, Permeabilitas Batuan Reservoir Dan
Saturasi Air” oleh Muhammad Kautsar Anbari (2016).

2
BAB II TINJAUAN UMUM

2.1 Geologi Regional Cekungan Sumatera Tengah


Daerah penelitian termasuk kedalam wilayah Cekungan Sumatera Tengah
yang merupakan salah satu dari beberapa cekungan penghasil minyak di Sumatera
bagian timur yang berkembang sebagai cekungan-cekungan sedimentasi dibelakan
busur volkanik (back arc basin). Cekungan Sumatera Tengah memiliki luas sekitar
103.500 km2, yang sebagian besar terdiri dari area berupa daratan. Secara
geografis cekungan ini terletak antara 900 - 1030 BT dan 10 LS – 40 LU (Gambar
II.1). Cekungan ini meluas disepanjang pantai barat dan selatan Paparan Sunda di
barat daya dan Asia Tenggara. Cekungan ini terbentuk akibat penunjaman
Lempeng Samudera Hindia yang bergerak relatif ke arah utara (N 6° E) dan
menyusup ke bawah Lempeng Benua Asia. Pada bagian barat daya, Cekungan
Sumatera Tengah dibatasi oleh Uplift Bukit Barisan, bagian Barat Laut dibatasi
oleh Busur Asahan, sebelah Tenggara dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh dan
disebelah Timur Laut dibatasi oleh Kraton Sunda (Mertosono & Nayoan, 1974).

Gambar II.1 Daerah Penelitian Cekungan Sumatera Tengah, Sumber : (BATM


2014) Laporan POFD Lapangan ‘MKB’ BOB – PERTAMINA HULU

3
2.2 Kerangka Tektonik Cekungan Sumatera Tengah
Cekungan Sumatera Tengah terbentuk pada awal Tersier ( Eosen –
Oligosen ) merupakan seri dari struktur half graben dan berbentuk asimetris
berarah Barat Laut-Tenggara. Bagian yang terdalam pada half graben ini terletak
pada bagian Barat Daya dan melandai ke arah Timur Laut. Menurut (Eubank &
Makki, 1981) pada beberapa bagian half graben diisi oleh sedimen klastik non-
marine dan sedimen danau.
Pola struktur Cekungan Sumatera Tengah dicirikan oleh blok-blok patahan
yang mempunyai orientasi sejajar dengan arah Utara-Selatan membentuk
rangkaian horst dan graben. Pola struktur yang ada saat ini di Cekungan Sumatera
Tengah merupakan hasil dari mekanisme 3 (tiga) fase tektonik utama yang
terpisah, yaitu Orogenesa Mesozoikum Tengah, Tektonik Kapur Akhir-Tersier
Awal dan Orogenesa Plistosen (De Coster, 1974).
Cekungan Sumatera Tengah didominasi oleh dua (dua) pola struktur yang
berarah utara-selatan dan barat laut-tenggara (Heidrick & Aulia, 1993). Struktur
yang berarah utara-selatan relatif lebih tua terbentuk pada umur Paleogen
(Mertosono dan Nayoan, 1974 ; dan De Costere, 1974 dalam Heidrick dan Aulia,
1973). Menurut Eubank dan Makki (1981) kedua pola struktur tersebut aktif
selama Tersier, Heidrick dan Aulia (1993) membagi perkembangan tektonik pada
Cekungan Sumatera Tengah menjadi empat episode yang dapat dibedakan dengan
jelas yaitu F0, F1, F2, dan F3 atau D0, D1, D2, dan D3 seperti yang terlihat pada
(Gambar II.2).
Pembahasan perkembangan tektonik regional Cekungan Sumatera Tengah
akan dimulai dari jaman Pra-Tersier dengan tujuan untuk mengungkap sifat-sifat
dari batuan dasar yang melandasi cekungan, dan proses awal pembentukan dari
cekungan.

4
Gambar II.2 Perkembangan Tektonostratigrafi Tersier, Cekungan
Sumatera Tengah (Heidrick & Aulia, 1993).

1. Episode F0 (Pre-Tertiary)
Batuan dasar Pra Tersier di Cekungan Sumatra Tengah terdiri dari lempeng-
lempeng benua dan samudera yang berbentuk mozaik. Orientasi struktur pada
batuan dasar memberikan efek pada lapisan sedimen Tersier yang menumpang di
atasnya dan kemudian mengontrol arah tarikan dan pengaktifan ulang yang terjadi
kemudian. Pola struktur tersebut disebut debagai elemen struktur F0. Ada 2 (dua)
struktur utama pada batuan dasar. Pertama kelurusan utara-selatan yang
merupakan sesar geser (Transform/Wrench Tectonic) berumur Karbon dan

5
mengalami reaktifisasi selama Permo-Trias, Jura, Kapur dan Tersier. Tinggian-
tinggian yang terbentuk pada fase ini adalah Tinggian Mutiara, Kampar, Napuh,
Kubu, Pinang dan Ujung Pandang. Tinggian-tinggian tersebut menjadi batas yang
penting pada pengendapan sedimen selanjutnya.

2. Episode F1 (26-50Ma)

Episode F1 berlangsung pada kala Eosen-Oligosen disebut juga Rift Phase. Pada
F1 terjadi deformasi akibat Rifting dengan arah Strike timur laut, diikuti oleh
reaktifisasi struktur-struktur tua. Akibat tumbukan Lempeng Samudera Hindia
terhadap Lempeng Benua Asia pada 45 Ma terbentuklah suatu sistem rekahan
Transtensional yang memanjang ke arah selatan dari Cina bagian selatan ke
Thailand dan ke Malaysia hingga Sumatra dan Kalimantan Selatan (Heidrick &
Aulia, 1993). Perekahan ini membentuk serangkaian Horst dan Graben di
Cekungan Sumatra Tengah. Horst- Graben ini kemudian menjadi danau tempat
diendapkannya sedimen-sedimen Kelompok Pematang. Pada akhir F1 terjadi
peralihan dari perekahan menjadi penurunan cekungan ditandai oleh pembalikan
struktur yang lemah, denudasi dan pembentukan daratan Peneplain. Hasil dari
erosi tersebut berupa paleosol yang diendapkan di atas Formasi Upper Red Bed.

3. Episode F2 (13 – 26 Ma)

Episode F2 berlangsung pada kala Miosen Awal-Miosen Tengah. Pada kala


Miosen Awal terjadi fase amblesan (sag phase), diikuti oleh pembentukan Dextral
Wrench Fault secara regional dan pembentukan Transtensional Fracture Zone.
Pada struktur tua yang berarah utara-selatan terjadi Release, sehingga terbentuk
Listric Fault, Normal Fault, Graben, dan Half Graben. Struktur yang terbentuk
berarah relatif barat laut-tenggara. Pada episode F2, Cekungan Sumatra Tengah
mengalami transgresi dan sedimen-sedimendari Kelompok Sihapas diendapkan.

4. Episode F3 (13–Recent)

Episode F3 berlangsung pada kala Miosen Tengah-Resen disebut juga Barisan


Compressional Phase. Pada episode F3 terjadi pembalikan struktur akibat gaya
kompresi menghasilkan reverse dan Thrust Fault di sepanjang jalur Wrench Fault

6
yang terbentuk sebelumnya. Proses kompresi ini terjadi bersamaan dengan
pembentukan Dextral Wrench Fault di sepanjang Bukit Barisan. Struktur yang
terbentuk umumnya berarah barat laut-tenggara. Pada episode F3 Cekungan
Sumatra Tengah mengalami regresi dan sedimen-sedimen-sedimen Formasi
Petani diendapkan, diikuti pengendapan sedimen-sedimen Formasi Minas secara
tidak selaras.

Sejarah tektonik cekungan Sumatra tengah secara umum dapat


disimpulkan menjadi beberapa tahap, yaitu :
1) Konsolidasi Basement pada zaman Yura, terdiri dari sutur yang
berarah Barat laut-Tenggara.
2) Basement terkena aktivitas magmatisme dan erosi selama zaman
Yura akhir dan zaman Kapur.

3) Tektonik ekstensional selama Tersier awal dan Tersier tengah


(Paleogen) menghasilkan sistem graben berarah Utara-Selatan dan
Barat laut-Tenggara. Kaitan aktivitas tektonik ini terhadap
paleogeomorfologi di Cekungan Sumatra tengah adalah terjadinya
perubahan lingkungan pengendapan dari lingkungan darat, rawa
hingga lingkungan lakustrin, dan ditutup oleh kondisi lingkungan
fluvial-delta pada akhir fase rifting.
4) Selama deposisi berlangsung di Oligosen akhir sampai awal Miosen
awal yang mengendapkan batuan reservoar utama dari kelompok
Sihapas, tektonik Sumatra relatif tenang. Sedimen klastik
diendapkan, terutama bersumber dari daratan Sunda dan dari arah
Timur laut meliputi Semenanjung Malaya. Proses akumulasi
sedimen dari arah timur laut Pulau Sumatra menuju cekungan,
diakomodir oleh adanya struktur-struktur berarah Utara-Selatan.
Kondisi sedimentasi pada pertengahan Tersier ini lebih dipengaruhi
oleh fluktuasi muka air laut global (eustasi) yang menghasilkan
episode sedimentasi transgresif dari kelompok Sihapas dan Formasi
Telisa, ditutup oleh episode sedimentasi regresif yang

7
menghasilkan Formasi Petani.
5) Akhir Miosen akhir volkanisme meningkat dan tektonisme kembali
intensif dengan rejim kompresi mengangkat pegunungan Barisan di
arah Barat daya cekungan. Pegunungan Barisan ini menjadi sumber
sedimen pengisi cekungan selanjutnya (later basin fill). Arah
sedimentasi pada Miosen akhir di Cekungan Sumatra tengah
berjalan dari arah selatan menuju utara dengan kontrol struktur-
struktur berarah utara selatan.
6) Tektonisme Plio-Pleistosen yang bersifat kompresif mengakibatkan
terjadinya inversi-inversi struktur Basement membentuk sesar-sesar
naik dan lipatan yang berarah Barat laut-Tenggara. Tektonisme
Plio-Pleistosen ini juga menghasilkan ketidakselarasan regional
antara formasi Minas dan endapan alluvial kuarter terhadap
formasi-formasi di bawahnya.

8
2.3 Stratigrafi Cekungan Sumatera Tengah
Stratigrafi Regional Eubank dan Makki (1981), Yarmanto dan Aulia
(1988), serta Heidrick dan Aulia (1993) membagi unit stratigrafi regional
Cekungan Sumatera Tengah dari Paleogen - Pliosen dan Kuarter menjadi lima
grup/formasi, yaitu: Formasi Pematang, Grup Sihapas, Formasi Telisa, Formasi
Petani, dan Formasi Minas (aluvial) seperti yang terlihat pada (Gambar II.3).
Heidrick dan Aulia (1993) membagi stratigrafi regional Cekungan Sumatera
Tengah menjadi batuan dasar Pra-Tersier, batuan sedimen Paleogen, batuan
sedimen Neogen, dan endapan Plistosen.
2.3.1 Batuan dasar Pra-Tersier
Batuan-batuan dasar Pra-Tersier Sumatera Tengah tersusun oleh
tiga mandala geologi yang berbeda (Eubank dan Makki, 1981), yaitu:
Quartzite Terrain (Eubank dan Makki, 1981) disebut juga Lempeng Mikro
Malaka (Pulunggono dan Cameron, 1984), Mutus Assemblage dan
Greywacke Terrain (Eubank dan Makki, 1981) atau disebut juga Lempeng
Mikro Mergui (Pulunggono dan Cameron, 1984). Menurut Pulunggono
dan Cameron (1984) Lempeng Mikro Malaka tersusun oleh kuarsit, granit,
batugamping yang berumur Paleozoikum. Lempeng Mikro Mergui
tersusun oleh batuan berumur Permian – Karbon terdiri dari greywacke,
kuarsit dan argillit, serta intrusi granit. Mutus Assemblage tersusun oleh
argillit, serpih merah, tufa dan basalt serta sekis kloritik yang berumur
Trias – Jura.

9
Gambar II.3 Stratigrafi umum Cekungan Sumatera Tengah (dimodifikasi dari
Heidrick dan Aulia, 1993 dan Formasi daerah penelitian Formasi
Grup Sihapas).

2.3.2 Batuan sedimen Paleogen


Pengendapan batuan Tersier di Cekungan Sumatera Tengah diawali
oleh endapan non-marin Grup Pematang dalam cekungan berarah utara
selatan yang terbentuk akibat rifting Eosen – Oligosen (Yarmanto dan
Aulia, 1988) atau pada periode Deformasi F1 (Heidrick dan Aulia, 1993).
Mengacu kepada Heidrick dkk (1993), Grup Pematang tersusun
oleh tiga formasi berturut-turut dari tua ke muda: Formasi Lower Red
Beds, Formasi Brown Shale dan Formasi Upper Red Beds. Formasi Lower

10
Red Beds disusun oleh fanglomerat, konglomerat, batupasir, batulanau,
mudstone, dan serpih yang terbentuk pada lingkungan kipas aluvial, fluvio-
deltaik, sampai danau. Di atas Formasi Lower Red Beds diendapkan
Formasi Brown Shale yang tersusun oleh serpih lakustrin kaya kandungan
bahan organik berselingan dengan batupasir halus. Selanjutnya di atas
Formasi Brown Shale diendapkan Formasi Upper Red Beds yang tersusun
oleh serpih, mudstone, batupasir, konglomerat dan batubara.
2.3.3 Batuan sedimen Neogen dan Kuarter
Di atas Grup Pematang diendapkan suatu seri endapan transgresif
yang termasuk ke dalam Grup Sihapas yang berkembang pada Miosen
Awal (Gambar 2.4). Selanjutnya diendapkan Formasi Petani pada Miosen
Tengah – Miosen Akhir pada kondisi regresif. Di atas Formasi Petani
diendapkan Formasi Minas pada Plistosen.
2.3.3.1 Grup Sihapas
Grup Sihapas terdiri atas Fomasi Menggala, Formasi Bangko,
Formasi Bekasap, Formasi Duri dan Formasi Telisa. Formasi Menggala
tersusun oleh sedimen batupasir konglomerat dan batupasir kasar
sampai halus yang diendapkan pada lingkungan fluvio-deltaik
(Heidrick dan Aulia, 1993). Secara selaras diatas Formasi Menggala
diendapkan Formasi Bangko yang tersusun oleh serpih gampingan dan
batugamping pada lingkungan intertidal (Heidrick dan Aulia, 1993)
yang di beberapa tempat di bagian timur dan utara Cekungan Sumatera
Tengah berkembang sebagai batulanau dan batupasir yang diendapkan
pada lingkungan estuari. Selanjutnya diendapkan Formasi Bekasap yang
dicirikan oleh perselingan batupasir, batulanau dan serpih serta sisipan
gampingan dan batubara. Formasi Bekasap berkembang pada
lingkungan tide dominated delta sampai brackish water. Di atas Formasi
Bekasap diendapkan Formasi Duri pada lingkungan delta. Formasi Duri
tersusun oleh perselingan batupasir halus sampai sedang dan serpih.
Selanjutnya diendapkan Formasi Telisa yang tersusun oleh perselingan
batulanau dan serpih yang diendapkan pada lingkungan neritik luar.

11
Pada bagian barat Cekungan Sumatera Tengah Formasi Telisa
menjemari dengan Formasi Duri.
2.3.3.2 Grup Petani dan Formasi Minas
Heidrick dkk (1996) membagi Grup Petani menjadi Petani
Bawah, Petani Tengah dan Petani Atas berdasarkan keberadaan penanda
regional lignit Petani A dan batugamping Petani B. secara umum Grup
Petani terdiri dari serpih, batulempung, batulanau, batupasir dan lignit.
Di atas Grup Petani diendapkan Formasi Minas yang tersusun oleh
endapan kipas aluvial pada kala Plistosen.

2.4 Petroleum System


Pada Cekungan Sumatera Tengah dilakukan kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi hidrokarbon dikarenakan pada cekungan ini memenuhi syarat
petroleum system, diantaranya yaitu : terdapatnya source rock (batuan induk),
reservoir, migration (migrasi), trap (perangkap), dan juga cap rock (lapisan
tudung).
2.4.1 Source Rock (Batuan Induk)
Sebagian besar hidrokarbon yang dihasilkan pada Cekungan
Sumatera Tengah berasal dari serpihan kaya organik dan Formasi Brown
Shale anggota kelompok Formasi Pematang yang terendapkan pada
lingkungan Lacustrine selama Eosen-Oligosen (Williams et. Al, 1985).
Selain serpih kaya organik anggota kelompok Formasi Pematang, serpih
laut Formasi Telisa pada Miosen Awal – Miosen Tengah dimungkinkan
juga berperan sebagai batuan induk pada Cekungan Sumatera Tengah.

2.4.2 Batuan Reservoir dan Lapisan Tudung


Reservoar utama Cekungan Sumatera Tengah yaitu Formasi Grup
Sihapas terbentuk selama Miosen Awal – Miosen Tengah. Anggota Grup
Sihapas yang berfungsi sebagai reservoar diantara nya adalah Formasi
Manggala, Formasi Bangko, Formasi Bekasap, dan Formasi Duri
(Heidrick dan Aulira, 1993). Batuan lapisan tudung dari reservoar Formasi

12
Manggala adalah Formasi Bangko dengan litologinya adalah serpih
karbonatan. Batuan lapisan tudung dari reservoar Formasi Bekasap dan
Formasi Duri berupa serpih Formasi Telisa (Heidrick dan Aulia, 1993).
2.4.3 Migration (Migrasi)
Berpindahnya hidrokarbon dari batuan induk ke reservoar
disebabkan oleh densitas dari minyak yang kecil sehingga mengakibatkan
minyak tersebut naik dan mencapai reservoar pada Formasi Manggala dan
Formasi Bekasap dan juga didukung oleh adanya jalur berupa sesar
sebagai jalan untuk minyak bermigrasi.
2.4.4 Trap (Perangkap)
Jenis perangkap struktur pada Cekungan Sumatera Tengah dibedakan
menjadi 3 (tiga), yaitu :
1) Antiklin relief tinggi sampai sedang yang terbentuk pada Miosen
Tengah dan memiliki orientasi N 10° - 25°W.
2) Lipatan – lipatan relief tinggi yang sejajar disepanjang patahan
yang terbentuk pada Miosen Tengah.
3) Struktur pop up relief rendah yang terbentuk pada Miosen Awal –
Miosen Tengah (Heidrick dan Aulia,1993).

2.5 Teori Wireline Log


Log adalah suatu kegiatan perekaman data – data sifat fisik batuan
didalam lubang bor pada kedalaman tertentu. Adapun sifat-sifat fisik yang diukur
adalah kelistrikan, radioaktivitas, dan kecepatan suara pada batuan (Asquith dan
Gibsen, 1982). Data sumur atau data log merupakan data yang diambil dari bawah
permukaan bumi, menggunakan metode tertentu yang mempunyai tingkat akurasi
secara vertikal yang tinggi dan digunakan sebagai acuan dalam korelasi geologi
dan identifikasi litologi.
Log yang paling baik digunakan untuk penentuan lapisan hidrokarbon
adalah log mekanik. Prinsip dasar log mekanik adalah mengukur parameter fisika

13
batuan pada setiap kedalaman secara tepat dan kontinu dari formasi yang telah
ditembus pemboran (Koesoemadinata, 1971).
Jenis-jenis log yang digunakan adalah sebagai berikut :
2.5.1 Spontaneous Potential (SP)
Menurut Harsono (1997) log SP (Spontaneous Potential)
merupakan hasil dari pengukuran beda potensial arus searah antara
elektroda didalam lubang bor dengan elektroda dipermukaan. Menurut
Mastoadji (2007) bentuk dan amplitude dari log SP di kontrol oleh :
resistivitas relatif dari fluida, resistifitas dari formasi (hidrokarbon,
porositas), Permeabilitas, Ketebalan Lapisan, Tipe dan kandungan
lempung.
2.5.2 Gamma Ray (GR)
Log ini merupakan log litologi yang mengukur radioaktivitas dari
suatu formasi. Karena material radioaktif terdapat pada litologi lempung,
maka pembacaan log gamma ray pada litologi tersebut akan tinggi, yang
berarti litologi tanpa lempung akan memiliki nilai gamma ray yang
rendah. Kegunaan log ini adalah untuk identifikasi litologi dan korelasi,
dan dapat juga untuk menghitung volume lempung.
2.5.3 Log Resistivitas
Log ini digunakan untuk mendeteksi zona hidrokarbon dan air
dalam batuan reservoar, mengindikasikan zona permeabel dan menentukan
porositas. Seiring saturasi hidrokarbon didalam pori bertambah, resistivitas
batuan pun bertambah. Dari resistivitas air, porositas dan eksponen
sementasi, dapat dihitung nilai saturasi dari air (Sw).

2.5.4 Log Neutron


Log neutron merupakan tipe log porositas yang mengukur
konsentrasi ion hidrogen. Didalam formasi yang diisi air atau minyak, log
ini berguna untuk mencatat porositas yang diisi cairan.

14
2.5.5 Log Sonik
Log sonik adalah log yang menggambarkan waktu kecepatan suara
yang dikirimkan/ dipancarkan kedalam formasi sehingga pantulan suara
yang kembali diterima oleh receiver. Waktu yag diperlukan gelombang
suara tersebut “interval transit time: atau Δt yang melalui suatu formasi
tergantung dari jenis batuan dan besarnya porositas batuan serta isi
kandungan dalam batuan (Harsono, 1997).
2.5.6 Log Densitas
Log density adalah kurva yang menunjukkan besarnya densitas
“bulk density” dari batuan yang ditembus oleh lubang bor. Log densitas
digunakan untuk mengukur densitas semua formasi menggunakan sumber
radioaktif yang ditembakkan ke formasi dengan sinar gamma yang tinggi
dan mengukur jumlah sinar gamma rendah yang kembali ke detektor.

2.6 Konsep Lingkungan Pengendapan


Lingkungan Pengendapan adalah bagian dari muka bumi yang secara
fisik, kimia, biologi berbeda dengan lingkungan sekitarnya. Secara garis besar
dapat disebutkan bahwa lingkungan pengendapan manapun akan terpengaruh
dengan ketiga faktor diatas (Selley, 1970). Secara fisik akan ditnjukkan dengan
parameter statik dan dinamik. Parameter statik meliputi geometri sedimenyang
didalamnya juga terdapat aspek-aspek material pengendapan, kolam air, dan
suhu. Sedangkan secara dinamik dapat ditunjukkan dengan adanya aspek energi,
arah pergerakan dari angin, air, gelombang. Secara kimia pengaruhnya terhadap
lingkungan pengendapan meliputi aspek salinitas, pH, kadar CO2, O2, dan H2
serta faktor pengontrolnya seperti pelarutan dan penyerapan. Secara biologi
akan terlihat dengan jelas dengan adanya aktivitas makhluk hidup maupun sisa
dari kehidupannya, aspek ini meliputi bekas tumbuhan, burrowing, komposisi
skeletal, boring, dan sedimen ingestion.

15
2.7 Analisis Petrofisik
Analisis petrofisika untuk mendapatkan deskripsi fasies dan properti
batuan pada arah vertikal serta untuk mencapai salah satu tujuan utama
penelitian ini yaitu untuk menghitung cadangan hidrokarbon di tempat reservoar
pada daerah penelitian. Tiga properti petrofisik yang menjadi tujuan utama pada
analisis petrofisik ini adalah volume of shale (Vsh), porositas, dan saturasi air
(Sw). Dibawah ini akan dibahas pengolahan data properti-properti tersebut.
2.7.1 Perhitungan Volume of Shale (Vsh)
Volume of shale merupakan volume dari shale dalam suatu
volume batuan tertentu yang ditunjukan dalam bentuk fraksi desimal
atau presentase. Salah satu perhitungan Vsh adalah dengan
memanfaatkan data gamma ray yaitu dengan menggunakan rumus :

Volume of shale (%) =

Dengan:

• GRlog; merupakan nilai GR yang dibaca dari log,


• GRmin; nilai GR paling kecil pada suatu interval dengan
anggapan bahwa nilai GR tersebut mewakili clean sand
(Vsh=0%), dan
• GRmax; nilai GR paling besar dengan anggapan bahwa nilai
GR tersebut mewakili shale (Vsh=100%)
2.7.2 Perhitungan Porositas
Nilai porositas pada analisis petrofisik dapat didapat dari tiga
properti petrofisik, yaitu densitas, neutron, dan sonic. Berdasarkan
ketersediaan data yang telah tertera pada tabel ketersediaan data log tali
kawat seluruh sumur pada daerah penelitian tidak memiliki data neutron
dan ada beberapa sumur yang tidak memiliki data sonic. Data porosity test
yang seharusnya menjadi data koreksi pada perhitungan porositas pun

16
tidak ada, sehingga perhitungan porositas hanya dapat dilakukan dengan
menggunakan nilai log densitas.
Perhitungan porositas total menggunakan hubungan seperti yang
tertera dibawah ini.

(Crain, 1976)

Dengan;

• densitas: porositas densitas

• Ρmatriks: densitas matriks (batupasir=2.65 gr/cm3

• Ρlog: densitas bacaan dari log

• Ρfluida: densitas bacaan dari fluida (air asin= 1.1 gr/cm3)

Nilai porositas total (PHIT) ini nantinya akan digunakan


untuk menentukan nilai porositas efektif (PHIE) dengan
menggunakan persamaan berikut :

PHIT = PHIE + VSH PHIT_SH


(Crain, 1976)

Dengan;

• PHIT: porositas total

• PHIE: porositas efektif

• VSH: volume of shale

• PHIT_SH: porositas total shale

17
2.7.3 Perhitungan Nilai Saturasi Air (Sw)
Penentuan resistivitas air (Rw) sangat penting untuk nantinya
menjadi salah satu input perhitungan saturasi air (Sw). Terdapat macam-
macam metode untuk penentuan nilai Rw diantaranya adalah metode rasio,
metode Rwa, metode self potential (SP), metode pickett plot, dan metode
formation water test. Metode pickett plot merupakan metode yang didasari
bahwa true resistivity (Rt) merupakan fungsi dari porositas ( ), saturasi air
(Sw), dan faktor sementasi (m).

dengan cara membuat crossplot antara nilai deep resistivity (DRES) dan
nilai porositas efektif (PHIE). Dari metode Pickett plot ini nantinya
akan didapatkan nilai resistivitas air formasi (Rw) dan faktor sementasi
(m).
2.7.4 Estimasi Cadangan Hidrokarbon di Tempat (OOIP)
Tahapan akhir dari penelitian ini adalah estimasi cadangan
hidrokarbon di tempat (OOIP) pada keseluruhan interval reservoir
(Reservoir A, B dan E). Untuk perhitungan OOIP ini dilakukan melalui
beberapa tahapan, yaitu:
Dari data analisis kontak fluida yang tersedia maka didapatkan
Garis OWC dari ketiga interval reservoir yang memisahkan antara zona
minyak dan zona air. Untuk perhitungan cadangan hidrokarbon di tempat
atau dikenal dengan Original Oil In Place (OOIP) dilakukan dengan
persamaan berikut:

18
Keterangan:
A = Luas lapangan yang dibatasi oleh kontak fluida (acre)
H = Ketebalan reservoar (kaki)

ⱷ = Porositas (fraksi)
Sw = Saturasi Air
Boi = Formation volume factor untuk minyak
(1.093 STB/bbl)
7758 = Faktor konversi dari acre feet ke barrel. Pada perangkat
lunak Petrel, perhitungan tersebut dijalankan dengan
langkah – langkah sebagai berikut:

BV =Axh
NRV = BV x NTG

PV = NRV x ⱷ
HCPV = PV x (1-Sw)
OOIP = HCPV ÷ Boi x 7758
Keterangan:
BV = Bulk Volume (acre feet)
NRV = Net Reservoir Volume (acre feet)
NTG = Net to Gross
PV = Pore Volume (acre feet)
HCPV = Hydrocarbon Pore Volume (acre feet)
OOIP = Original Oil In Place (STB, Stock Tank Barrel)

19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metodologi
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi
keseluruhan dari proses studi dengan studi kepustakaan dan pengolahan data
sekunder. Studi kepustakaan pembelajaran konsep perhitungan properti, serta
studi literatur geologi regional daerah penelitian. Pengolahan data tersebut
meliputi:

1. Pengumpulan dan pemilihan data sekunder. Pengumpulan data,


berupa data wireline log.
2 Review hasil penelitian data sekunder geofisika dan geologi
peneliti terdahulu. Hasil penelitian geologi meliputi korelasi struktur dan
stratigrafi, serta lingkungan pengendapan. Hasil geofisika meliputi
interpretasi struktur dan horizon.
3. Analisis petrofisika untuk mendapatkan deskripsi lingkungan
pengendapan dan properti batuan pada arah vertikal serta untuk mencapai
salah satu tujuan utama penelitian ini yaitu untuk menghitung cadangan
hidrokarbon di tempat reservoar pada daerah penelitian. Empat properti
petrofisik yang menjadi tujuan utama pada analisis petrofisik ini adalah
volume of shale (Vsh), porositas, saturasi air (Sw), dan estimasi cadangan
hidrokarbon di tempat.

3.2 Jadwal Penelitian


Dalam penyusunan laporan penelitian, kegiatan yang dilakukan pada bulan
ke-1 adalah pengumpulan dan pemilihan data sekunder berupa data wireline log.
Data – data wireline log tersebut diolah berdasarkan parameter yang sudah dibuat
dan dikombinasikan dengan studi literatur daerah penelitian (bulan ke-2 dan bulan
ke-3). Hasil yang didapat dari kombinasi tersebut di analisis terlebih dahulu
dengan pembanding peneliti terdahulu (bulan ke-3). Dan pada bulan ke-4 dan ke-5
barulah dilakukan tahap penyusunan laporan penelitian.

20
Tabel III.1 Jadwal Penyusunan Laporan Penelitian
Kegiatan Bulan ke-1 Bulan ke-2 Bulan ke-3 Bulan ke-4 Bulan ke-5
Pengumpulan dan
Pemilihan data
sekunder
Pengolahan data
Analisa hasil
Penyusunan laporan

3.3 Hasil dan Pembahasan


Pengumpulan data dan pemilihan data berupa wireline log seperti:
Spontaneous Potentian (SP), Gamma Ray (GR), Log Resistivitas, Log Neutron,
Log Sonik, Log Densitas.
1. Gamma ray, pada daerah penelitian digunakan untuk
mengidentifikasi/mengetahui litologi dan mengetahui kandungan
radioaktif pada formasi, serta korelasi antar sumur sehingga dapat
diketahui penyebaran litologinya dan menentukan berapa banyak
kandung shale (lempung) pada daerah penelitian.
2. Log resistivitas merupakan log yang digunakan untuk menentukan
zona hidrokarbon dengan zona air. Dalam penentuan zona-zona
tersebut diperlukan alat-alat yang dapat membantu menentukan
zona hidrokarbon, antara lain LLD.

21
Gambar III.1 Pembacaan Log Resistivity pada sumur “MB 22”

3. Log neutron juga pada dasarnya digunakan untuk menentukan


besarnya porositas suatu batuan. Prinsip kerja neutron adalah suatu
partikel listrik yang netral dan mempunyai massa yang hampir
sama dengan massa atom hydrogen. Suatu energy tinggi dari
neutron dipancarkan dari sumber rasdioaktif secara menerus dan
konstan (alat schlumberger). Partikel-partikel neutron memancar
menembus formasi dan bertumburan dengan material-material dari
formasi tersebut dengan tipe tumburan.

22
Gambar III.2 Pembacaan Log Neutron pada sumur “MB 22”

23
4. Log densitas adalah kurva yang menunjukkan besarnya densitas
(bulk density) dari batuan yang ditembus lubang bor. Dari besaran
densitas batuan ini sangat berguna untuk menentukan besaran
porositas.

Gambar III.3 Pembacaan Log Densitas pada sumur “MB 22”

5. Menganalisis kombinasi antara log densitas dan neutron dengan tujuan

untuk menentukan porositas efektif batuan serta juga dapat menentukan

zona hidrokarbon. Prinsip dari log ini adalah pada lapisan hidrokarbon

24
akan terjadi separasi positif dimana lapisan yang mengandung minyak

akan memperlihatkan separasi yang agak kecil dari pada gas.

6. Menentukan batas minyak diketahui (LKO) perlu dilakukan


dengan teliti dan cermat, mengingat data ini merupakan data yang
penting untuk penentuan penyebaran dan perhitungan cadangan
hidrokarbon. Karena pada lapangan hidrokarbon yang dihasilkan
adalah minyak. Batas minyak diketahui pada lapisan batupasir E
dapat terlihat jelas, pada sumur MB-22 pada kedalaman 1990ft
(MD) (Gambar III.4) dimana batas kontak ini dapat terlihat dari
kurva deep resistivity yang menunjukkan adanya perbedaan
kandungan fluida pada lapisan ini, fluida minyak terlihat dengan
nilai deep resistivity yang tinggi dan fluida air terlihat dari nilai
deep resistivity yang rendah. Penentuan ini juga didukung oleh
analisa petrofisik yang menunjukkan perubahan kandungan fluida
dari minyak menjadi air pada kedalaman 1990ft (MD).

25
Gambar III.4 Penentuan Batas Minyak diketahui pada sumur “MB 06” pada Lapisan
Batupasir ‘E’

26
Pengolahan dan analisa data berupa perhitungan Volume of shale (Vsh), Porositas
(PHIE), Saturasi air (Sw), dan Estimasi cadangan hidrokarbon di tempat (OOIP).
1. Hasil Perhitungan Volume of Shale (Vsh)
Dik :
GR max = 151
GR min = 80
GR log = 88.5
Dit : Vsh GR?
Penyelesaian :

0.119 %

2. Hasil Perhitungan Porositas


Dik :
Neutron Corrected = 0.004
Density Corrected = 0.110
Dit : ∅𝑒 (porositas efektif)
Penyelesaian :

3. Hasil Perhitungan Nilai Saturasi Air (Sw)


Dik :
Resistivity Clay = 6.32 Ω
Dit : Saturasi Air
Penyelesaian : Dengan menggunakan Model Indonesia maka dapat
diperoleh besarnya saturasi air pada sumur ini adalah 0.7

4. Hasil Perhitungan Cadangan Hidrokarbon di Tempat (OOIP)


Berdasarkan data-data yang sudah diperoleh diatas maka dapat didapat
pula Volume OOIP dari perhitungan sebesar:

27
Tabel III.2 Tabel Total Perhitungan OOIP Pada Tiap Lapisan Reservoir
RESERVOIR OOIP
RESERVOIR A 47.811 MMSTB
RESERVOIR B 61.900 MMSTB
RESERVOIR E 17.726 MMSTB
TOTAL 127.437 MMSTB

28
DAFTAR PUSTAKA

Adiwidjaja, P. dan De Coster, G. L., 1973, Pre- Tertiary Paleotopography and


Related Sedimentationin South Sumatera, Proceeding Indonesian
Petroleum Association 2nd Annual Convention, p.89-103.

Brown, AR., 2000, Interpretation of 3 Dimensional Seismic Data. Asscociation


Petroleum Geology Memoir: New York, USA.

De Coster, G.L., 1974, The Geology of Central Sumatra and South Sumatra
Basins, Jakarta. IPA Proceeding 3rd Annual Convention, p.77-110.
Galloway, W.E., 1975, Deltas: Models For Exploration, Houston
Geological Society.

Ginger, D., dan Fielding, K., 2005, The Petroleum Systems and Future Potential
of The South Sumatera Basin, Proceeding 33th Annual Convention
of Indonesian Petroleum Assosciation, IPA05-G-039, p. 67-89.

Harsono, A. 1997, Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log, Schlumberger Oilfield


Services, Edisi ke-8, Jakarta. Kendall, K.E., dan J.E. Kendall., 2003,
Analisis dan Perancangan Sistem, Alih Bahasa oleh Thamir Abdul
Hafedh AlHamdany, Jilid Ke-1, Edisi Ke-5, PT.

Prenhallindo, Jakarta Mastoadji, Erry. 2007.Basic Well Log Interpretation


Presented in AAPG SC UNDIP PT. Chevron Pacific Indonesia.

Michael J.P., Clayton V.D., 2014, Geostatistical Reservoir Modeling, Oxford


University, New York.

Anbari, Muhammad Kautsar, (2017) Jakarta, PEMODELAN FASIES DAN


PROPERTI RESERVOIR DENGAN METODE GEOSTATISTIK PADA
LAPISAN BATUPASIR A, B DAN E, PADA LAPANGAN ‘MKA’
BLOK ‘X’ CEKUNGAN SUMATERA TENGAH. Hal 1-5.
(Artikel/Paper)

VEEKEN, P.C.H., LE BAN ST MARTIN (2006). SEISMIC STRATIGRAPHY,


BASIN ANALYSIS AND RESERVOIR CHARACTERISATION,
Editors Klaus Helbig and Sven Tretel. Vol 37 (Buku)

29

Anda mungkin juga menyukai