Korea Selatan akhirnya melegalkan pengguguran kandungan atau aborsi setelah 66 tahun
aturan itu diberlakukan. Aturan baru yang tidak lagi mempidanakan pelaku pengguguran
kandungan diberlakukan mulai akhir tahun 2020.
"(Undang-undang saat ini) membatasi hak wanita hamil untuk memilih secara bebas, yang
bertentangan dengan prinsip bahwa pelanggaran terhadap hak seseorang harus dijaga
seminimal mungkin," demikian bunyi putusan, seperti dikutip dari Yonhap News. Pengadilan
juga menganggap tidak adil untuk memberi bobot lebih pada penilaian melindungi kehidupan
janin, ketika melanggar hak-hak perempuan. Keputusan ini diambil setelah 66 tahun Korea
Selatan untuk pertama kali memberlakukan UU 1953 yang dapat mengkriminalkan aborsi.
Pada 1973, melalui undang-undang terpisah, Korea Selatan mulai mengizinkan pengecualian
dalam beberapa kasus, seperti pemerkosaan, inses, atau terkait dengan kesehatan ibu atau
gangguan keturunan. Hukum soal larangan aborsi sebelumnya nmmenyebutkan, seorang
dokter akan dipenjara hingga dua tahun. Sementara bagi perempuan hamil, menjalani prosedur
dapat dihukum dengan penjara hingga satu tahun atau denda 2 juta won (sekitar Rp 24 juta).
Telah diputuskan hak janin untuk hidup harus dilindungi, namun tidak kalah pentingnya dengan
hak perempuan untuk membuat pilihan bebas. Kantor berita AFP mencatat, pada survei tahun
lalu menemukan satu dari lima perempuan Korea yang hamil telah melakukan aborsi, dan
hanya satu persen dari mereka memiliki alasan hukum untuk mengakhiri kehamilan.
Statistik pada 2011 menunjukkan, sebagian besar wanita Korea Selatan yang melakukan aborsi
dalam posisi menikah, tetapi kelompok hak asasi manusia menyebut mayoritas dari mereka
yang dituntut karena menjalani prosedur tersebut belum menikah, termasuk remaja. Pada
2017, seorang murid sekolah menengah mengaku terpaksa mengakhiri pendidikannya setelah
melakukan aborsi.
"Guru saya memberi tahu saya jika saya tidak meninggalkan sekolah, dia akan melaporkan saya
ke pihak yang berwenang," katanya dalam acara demonstrasi. "Dia bilang saya melakukan
dosa karena saya hamil saat masih sekolah," ujarnya. Banyak perempuan yang hubungannya
putus karena takut suami atau pasangannya dapat melaporkan masa lalu mereka kepada pihak
berwenang.