Anda di halaman 1dari 12

CIDERA KEPALA

Pengertian
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak.

Etiologi
1. Menurut Hudak dan Gallo (1996 : 108) mendiskripsikan bahwa penyebab cedera
kepala adalah karena adanya trauma yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu :

 Trauma primer, Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung


(akselerasi dan deselerasi)
 sekunder Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas,
hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik.

2. Trauma akibat persalinan

3. Kecelakaan, kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil, kecelakaan pada saat
olahraga.

4. Jatuh

5. Cedera akibat kekerasan

Fatofisiologi

 Cidera otak primer: Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat
langsung dari trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.
 Cidera otak sekunder: Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan
biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma.

Proses-proses fisiologi yang abnormal:

 Kejang-kejang.
 Gangguan saluran nafas
 Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena:

1. edema fokal atau difusi


2. hematoma epidural
3. hematoma subdural
4. hematoma intraserebral
5. over hidrasi

 Sepsis/septik syok
 Anemia
 Shock

Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cidera otak dan
sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.
Perdarahan yang sering ditemukan:

 Epidural hematom:

Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat


pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di
duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat
berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling
sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis.

Tanda dan gejala:


penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparesa. Dilatasi pupil
ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler, penurunan nadi,
peningkatan suhu.

 Subdural hematoma

Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan
kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena yang biasanya
terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam
48 jam – 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa
bulan.

Tanda dan gejala: Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat,
kejang dan edema pupil.

 Perdarahan intraserebral: Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya


pembuluh darah arteri, kapiler, vena.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegi kontralateral,
dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.

 Perdarahan subarachnoid: Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat


robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera
kepala yang hebat.

Tanda dan gejala: Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil
ipsilateral dan kaku kuduk.
Fathway Cidera Kepala
Klasifikasi
Beratnya cedera kepala saat ini didefinisikan oleh The Traumatik Coma Data
Bankberdasarkan Skore Scala Coma Glascow (GCS). Penggunaan istilah cedera
kepala ringan, sedang dan berat berhubungan dari pengkajian parameter dalam
menetukan terapi dan perawatan. Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut:

1. Cedera Kepela Ringan


Nilai GCS 13-15 yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia akan tetapi
kurang dari 30 menit. Tidak terdapat fraktur tengkorak serta tidak ada kontusio
serebral dan hematoma.

2. Cedera Kepala Sedang


Nilai GCS 9-12 yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 30
menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

3. Cedera Kepala Berat


Nilai GCS 3-8 yang diikuti dengan kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24
jam meliputi kontusio serebral, laserasi atau hematoma intrakranial.

Tabel 1. Skala Koma Glasgow (Blak, 1997)


1. Membuka Mata
Spontan 4
Terhadap rangsang suara 3
2
Terhadap nyeri 1
Tidak ada
2. Respon Verbal
Orientasi baik 5
orientasi terganggu 4
Kata-kata tidak jelas 3
Suara Tidak jelas 2
Tidak ada respon 1
3. Respon Motorik
Mampu bergerak 6
Melokalisasi nyeri 5
Fleksi menarik 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak ada respon 1
Total 3 – 15

Pengkajian

BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga
terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa
berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi,
wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi
sputum pada jalan napas.

BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan
pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke
jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,
takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).

BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak
akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila
perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus
cranialis, maka dapat terjadi :

 Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,


pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
 Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, foto fobia.
 Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
 Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
 Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
 Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu
sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.

BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri,
ketidakmampuan menahan miksi.

BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin
proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia)
dan terganggunya proses eliminasi alvi.

BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi
yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas
atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau
putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu
dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

Pemeriksaan Diagnostik:

 CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,


menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
 Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
 X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
 Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
 Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial.

Prioritas perawatan:

1. memaksimalkan perfusi/fungsi otak


2. mencegah komplikasi
3. pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.
4. mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga
5. pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan,
dan rehabilitasi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN:

1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi,


hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia,
disritmia jantung)
2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera
pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi
trakeobronkhial.
3. Perubahan persepsi sensori b. d perubahan transmisi dan/atau integrasi (trauma
atau defisit neurologis).
4. Perubahan proses pikir b. d perubahan fisiologis; konflik psikologis.
5. Kerusakan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan
kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah
baring, imobilisasi.
6. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur
invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon
inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup
(kebocoran CSS).
7. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d
perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran).
Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status
hipermetabolik.
8. Perubahan proses keluarga b. d transisi dan krisis situasional. Ketidak pastian
tentang hasil/harapan.
9. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b. d kurang
pemajanan, tidak mengenal informasi. Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah


(hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia
(hipovolemia, disritmia jantung)
Tujuan:

 Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi


motorik/sensorik.

Kriteria hasil:
 Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK

Intervensi Rasional
Tentukan faktor-faktor Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan
yg menyebabkan dalam pemulihannya setelah serangan awal,
koma/penurunan perfusi menunjukkan perlunya pasien dirawat di perawatan
jaringan otak dan intensif.
potensial peningkatan
TIK. Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan
Pantau /catat status TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi,
neurologis secara teratur perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
dan bandingkan dengan
nilai standar GCS. Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III)
Evaluasi keadaan pupil, berguna untuk menentukan apakah batang otak masih
ukuran, kesamaan antara baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan
kiri dan kanan, reaksi antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon
terhadap cahaya. terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang
terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan
okulomotor (III).
Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan
Pantau tanda-tanda vital: TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda
TD, nadi, frekuensi nafas, terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan
suhu. kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat
mengakibatkan kerusakan/iskhemia cerebral. Demam
dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus.
Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi
oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil)
yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK.
Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan total tubuh
Pantau intake dan out yang terintegrasi dengan perfusi jaringan.
put, turgor kulit dan Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes
membran mukosa. insipidus. Gangguan ini dapat mengarahkan pada
masalah hipotermia atau pelebaran pembuluh darah
yang akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap
tekanan serebral.
Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi
Turunkan stimulasi fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk
eksternal dan berikan mempertahankan atau menurunkan TIK.
kenyamanan, seperti
lingkungan yang tenang. Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak
Bantu pasien untuk dan intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.
menghindari /membatasi
batuk, muntah, mengejan. Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga
Tinggikan kepala pasien akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko
15-45 derajad sesuai terjadinya peningkatan TIK.
indikasi/yang dapat
ditoleransi. Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan
Batasi pemberian cairan edema serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler
sesuai indikasi. TD dan TIK.
Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat
Berikan oksigen meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral
tambahan sesuai indikasi. yang meningkatkan TIK.
Diuretik digunakan pada fase akut untuk menurunkan
Berikan obat sesuai air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK,.
indikasi, misal: diuretik, Steroid menurunkan inflamasi, yang selanjutnya
steroid, antikonvulsan, menurunkan edema jaringan. Antikonvulsan untuk
analgetik, sedatif, mengatasi dan mencegah terjadinya aktifitas kejang.
antipiretik. Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Sedatif
digunakan untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi.
Antipiretik menurunkan atau mengendalikan demam
yang mempunyai pengaruh meningkatkan metabolisme
serebral atau peningkatan kebutuhan terhadap oksigen.

2)Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
(cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi
trakeobronkhial.

Tujuan:

 mempertahankan pola pernapasan efektif.

Kriteria evaluasi:

 bebas sianosis, GDA dalam batas normal.

Intervensi Rasional
Pantau frekuensi, irama, Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi
kedalaman pernapasan. pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan
Catat ketidakteraturan otak. Pernapasan lambat, periode apnea dapat
pernapasan. menandakan perlunya ventilasi mekanis.
Pantau dan catat Kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi
kompetensi reflek penting untuk pemeliharaan jalan napas. Kehilangan
gag/menelan dan refleks menelan atau batuk menandakan perlunaya jalan
kemampuan pasien untuk napas buatan atau intubasi.
melindungi jalan napas
sendiri. Pasang jalan
napas sesuai indikasi.
Angkat kepala tempat Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan
tidur sesuai aturannya, menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang
posisi miirng sesuai menyumbat jalan napas.
indikasi.
Anjurkan pasien untuk Mencegah/menurunkan atelektasis.
melakukan napas dalam
yang efektif bila pasien
sadar.
Lakukan penghisapan Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau
dengan ekstra hati-hati, dalam keadaan imobilisasi dan tidak dapat
jangan lebih dari 10-15 membersihkan jalan napasnya sendiri. Penghisapan
detik. Catat karakter, pada trakhea yang lebih dalam harus dilakukan dengan
warna dan kekeruhan dari ekstra hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan
sekret. atau meningkatkan hipoksia yang menimbulkan
vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh
cukup besar pada perfusi jaringan.
Auskultasi suara napas, Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti
perhatikan daerah atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang
hipoventilasi dan adanya membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau
suara tambahan yang menandakan terjadinya infeksi paru.
tidak normal misal:
ronkhi, wheezing, krekel.
Pantau analisa gas darah,Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan
tekanan oksimetri asam basa dan kebutuhan akan terapi.
Lakukan ronsen thoraks Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-
ulang. tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi atau
bronkopneumoni.
Berikan oksigen. Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan
membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat
pernapasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi
mekanik.
Lakukan fisioterapi dada Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien
jika ada indikasi. dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini
seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk
memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan
menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.

3) Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif.
Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi
tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)

Tujuan:

 Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.

Kriteria evaluasi:

 Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.


Intervensi Rasional
Berikan perawatan Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi
aseptik dan antiseptik, nosokomial.
pertahankan tehnik cuci
tangan yang baik.
Observasi daerah kulit Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan
yang mengalami untuk melakukan tindakan dengan segera dan
kerusakan, daerah yang pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
terpasang alat invasi,
catat karakteristik dari
drainase dan adanya
inflamasi. Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang
Pantau suhu tubuh secara selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan
teratur, catat adanya segera.
demam, menggigil,
diaforesis dan perubahan
fungsi mental (penurunan
kesadaran). Peningkatan mobilisasi dan pembersihan sekresi paru
Anjurkan untuk untuk menurunkan resiko terjadinya pneumonia,
melakukan napas dalam, atelektasis.
latihan pengeluaran
sekret paru secara terus
menerus. Observasi
karakteristik sputum. Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang
Berikan antibiotik sesuai mengalami trauma, kebocoran CSS atau setelah
indikasi dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko
terjadinya infeksi nosokomial.

Daftar pustaka

Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah XI –
Traumatologi , Surabaya.

Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta.

Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai