Anda di halaman 1dari 12

PEDOMAN PELAYANAN HIGH CARE UNIT(HCU)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahwa pelayanan kesehatan adalah merupakan hak setiap orang yang
dijamin dalam undang-undang Dasar Negara RI tahun1945 yang harus
diwujudkan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
Pelayanan High Care unit di RS perlu ditingkatkan secara
berkesinambungan dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan pengobatan,
perawatan dan observasi secara ketat yang semakin meningkat sebagai akibat
penyakti menular seperti:demam berdarah, malaria, cedera ,keracunan,
penyalahgunaan NAPZA, HIV, penyakit jantung pembuluh darah ,diabetes mellitus
dan gagal ginjal akut
Pedoman ini disusun sebagai pedoman bagi RS dalam rangka
penyelenggaraan pelayanan HCU yang berkualitas dan mengedepankan
keselamatan pasien di RS serta menjadi acuan penyusunan standar prosedur di
RS serta menjadi acuan penyusunan standart operasional pelayanan HCU di RS
Pemerintah maupun swasta
B. Ruang Lingkup Pelayanan (Primer, Sekunder, Tertier)
Pelayanan HCU diberikan kepada pasien dengan kondisi kritis stabil yang
membutuhkan pelayanan, pengoabatan, dan observasi secara ketat
C. Batasan Operasional
1. HCU adalah unit pelayanan di RS bagi pasien dengan kondisi respirasi,
hemodinamik, dan kesadaran yang stabil, yang masih memerlukan pengobatan,
perawatan, dan observasi secara ketat
2. Pelayanan HCU adalah pelayanan yang berada diantara ICU dan Ruang rawat
Inap (tidak perlu perawatan ICU namun belum dapat dirawat di ruang biasa
karena memerlukan observasi yang ketat)
3. Di RSUD WARU PAMEKASAN kita menerapkan Separated /conventional
/freestanding HCU yaitu HCU yang berdiri sendiri (independent)
D. Landasan Hukum
1. Undang-Undang nomor 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran
2. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan
3. Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/menkes/SK/ XII/1999 tentang
Standar Pelayanan Rumah Sakit
5. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin
Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran
BAB II STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi sumber daya manusia


Pelayanan HCU dilakukan oleh Tim terdiri dari Dokter Spesialis dan dokter
serta dibantu oleh perawat. Tim Pelayanan HCU tersebut telah mendapatkan
pelatihan dasar HCU yang dilaksanakan oleh organisasi profesi.
B. Distribusi ketenagaan
1. koordinator:
dokter spesialis anestesi
2. anggota
5 dokter umum yang sudah mengikuti BLS
6 perawat yang sudah mengikuti BLS
3. Pengaturan jaga
Pengaturan dokter jaga HCU
Distribusi ketenagaan dokter jaga HCU dibagi menjadi dalam tiga shift
jaga,yaitu shift pagi 1 orang dokter, shift sore 1 orang dokter, shift malam
1 orang dokter.
4. Pelatihan
a. Pengenalan tanda kegawat-daruratan yang mengancam nyawa
b. Perawatan gawat darurat pendahuluan termasuk RJP dasar
c. Pemasangan intervensi intravaskuler
d. Melakukan pelayanan perawatan intensif sesuai kebutuhan pasien
e. Program pengendalian infeksi
f. Program keselamatan dan kesehatan kerja.
g. Penggunaan peralatan secara benar, efektif dan aman.
h. Pelayanan prima.
BAB III STANDAR FASILITAS

A. Denah ruang
a. Ruang HCU RSUD WARU PAMEKASAN berada dilantai 1 berada di dekat
IGD
b. Ruang HCU RSUD Waru dilengkapi degan 4 bed pelayanan
c. Ruang HCU RSUD Waru mempunyai luas 6x4 meter
d. Pencahayaan yang cukup
e. Memiliki sumber listrik cadangan
f. Memiliki oksigen central
B. Standar fasilitas
Bed side monitor 4
Defibrillator
Alat penghisap lendir 1
Infuse pump 6
Alat transportasi pasien 1
C. Pemeliharaan, perbaikan dan kaliberasi peralatan
Alat –alat yang ada di HCU selalu dikaliberasi sesuai jadwal yang telah
ditentukan
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Kriteria masuk dan keluar ICU

Penentuan indikasi pasien yang masuk ke HCU dan keluar dari HCU serta pasien yang
tidak dianjurkan utnuk dirawat di HCU ditentukan berdasarkan kriteria berikut:

1. Indikasi masuk
a. Pasien dengan gagal organ tunggal yang mempunyai resiko tinggi untuk
terjadi komplikasi
b. Pasien yang memerlukan perawatan perioperatif
2. Indikasi keluar
a. Pasien yang sudah stabil yang tidak lagi membutuhkan pemantauan ketat
b. Pasien yang memburuk sehingga perlu pindah ke ICU
3. Yang tidak perlu masuk HCU
a. Pasien dengan fase terminal suatu penyakit seperti : kanker stadium akhir
b. Pasien/keluarga yang menolak utuk dirawat di HCU atas dasar informed
consern
4. Persiapan penerimaan pasien
a. Persiapan rekam medis pasien dari pendaftaran untuk pasien baru
b. Pemindahan pasien dari ruang perawatan atau ruang operasi dengan
memperhatikan stabilisasi pasien
5. Monitoring pasien
a. Tingkat kesadaran
b. Fungsi pernafasan dan sirkulasi dengan interval waktu minimal 4 (empat )
jam atau disesuaikan dengan keadaan pasien
c. Oksigenasi dengan menggunakan oksimetri secara terus-menerus
d. Keseimbangan cairan dengan interval waktu minimal 8(delapan) jam atau
disesuaikan dengan keadaan pasien
6. Prosedur medic
Tindakan medik dan asuhan keperawatan yang dilakukan adalah :
1. Bantuan hidup dasar/basic life support(BHD/BLS) dan Bantuan Hidup
Lanjut/Advance Life Support (BHL/ALS)
a. Jalan nafas (air way): membebaskan jalan nafas (sampai melakukan
intubasi endotrakeal)
b. Pernafasan /ventilasi (breathing) : mampu melakukan bantuan
nafas (breathing support)
c. Sirkulasi :
 mampu melakukan resusitasi cairan
 mampu melakukan defibrilasi
 mampu melakukan kompresi jantung luar
2. Terapi oksigen
3. Penggunaan obat-obatan untuk pemeliharaan /stabilisasi (obat inotropik,
obat anti nyeri , obat aritmia jantung, obat-obat yang bersifat vasoaktif
dan lain-lain
4. Nutrisi parenteral /enteral
5. Fisioterapi sesuai dengan keadaan pasien
6. Evaluasi seluruh tindakan dan pengobatan yang telah diberikan
A. Indikasi penggunaan dan penghentian ventilator mekanik
B. Penggunaan ventilator mekanik
C. Pengunaan alat medik
 Inkubator
 Syringe pump
 Infusion pump
 Suction
 Defibrilator
D. Konsultasi

Konsultasi dilkukan antara dokter jaga HCU dengan dokter


spesialis anestesi penanggung jawab HCU

7. Alur pelayanan

Pasien yang mendapatkan pelayanan HCU dapat berasal dari

1. Pasien dapat berasal dari IGD


2. Pasien dapat berasal dari kamar operasi
3. Pasien dapat berasal dari bangsal (ruang rawat inap)
8. Rekam Medis

Pencacatan dan pelaporan kegiatan pelayanan

Pencatatan dan pelaporan di pelayanan HCU meliputi pencatatan rekam medis


pasien dan pelaporan kegiatan rumah sakit yang dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan .

Pencatatan rekam medis pada pelayanan HCU sangat dibutuhkan oleh tim
untuk pemantauan dan evaluasi yang berkesinambungan dan sebagai dasar
pertimbangan dalam mengambil keputusan utnuk melakukan tindakan medis
serta untuk kepentingan perlindungan hokum bagi dokter/ dokter spesialis

9. Evaluasi hasil perawatan pasien (Pelaporan pada Pedoman Organisasi)

Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan kesehatan


termasuk pelayanan HCU di Rumah Sakit dapat dilakukan secara internal
maupun eksternal

Adapun ruang lingkup pembinaan dan pengawasan Rumah Sakit meliputi:

1. Teknis medis, yaitu evaluasi mutu pelayanan medis dan keselamatan


pasien yang dilaksanakan oleh profesi medis internal oleh komite medis
dan eksternal oleh organisasi profesi
2. Teknis manajemen perumahsakitan yaitu pengukuran kinerja berkala
yang meliputi kinerja pelayanan dan kinerja keuangan
BAB V LOGISTIK
Untuk kepentingan pelayanan gawat darurat di butuhkan ketersediaan alat-
alat dan obat Emergency yang bisa di akses dan digunakan secara langsung oleh
inst. Gawat darurat .kebutuhan logistik yang harus tersedia di IGD mengacu
kepada buku pedoman peayanan gawat darurat departemen kesehatan RI. Untuk
memenuhi kebutuhan logistic di IGD di adakan system anfrah kebagian logistic
,baik secara periodic yaitu rutin setiap hari senin dan kamis atau boleh setiap saat
untuk kebutuhan yang sifatnya mendesak .pengawasan terhadap obat-obat
emergency ini di lakukan oleh bagian farmasi dan di lakukan dalam kurun waktu
tertentu.

BAB VI KESELAMATAN KERJA


Pelaksanaan program keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan
bencana (K3) Pendahuluan

Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-
bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (
peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan
sumber-sumber cidera lainnya), radiasi ,bahan-bahan kimia yang berhahaya, gas-gas
anestesi, gangguan psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di
atas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi karyawan RS, pasien, maupun para
pengunjung yang ada di lingkungan RS.
Hasil lapran Nasional Safety Council (NSC) tahun 1986 menunjukkan bahwa
terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus
yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang, tergores,
terpotong, penyakit infeksi dan lain-lain. Sebagian kasus dilaporkan mendapat
kompensasi pada pekerja RS, yaitu sprains strains: 52%,
contusssion,crushing,bruising : 11%; cuts,laceration, puncture: 10,8%; fracture
5,6%;multiple injuries: 2,1% termal burns :2% ; scratches abration: 1,9 %
infeksion: 1,3 %; dermatitis: 1,2%; dan lain-lain: 12,4%(US Department of
Laboratorium, Bereau, of Laboratorium Statistik, 1983)
Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cedera punggung tertinggi pada
perawat (16,8%) disbandingkan pekerja pada sektor industri lain. Di Australia,
diantara 813 perawat, 87% pernah low back pain,prevalensi 42% dan di AS, inseiden
cidera musculoskeletal 4.62/100 perawat per tahun. Khusus di Indonesia, data
penelitian sehubungan dengan bahaya-bahaya di RS belum tergambar dengan jelas,
namun diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan dari petugas di RS, sehubungan
dengan bahaya-bahya di RS. Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat,
dengan peningkatan kasus yang sangat bermakna. Ledakan kasus HIV/AIDS terjadi
akibat masuknya kasus secara langsung ke masyarakat melalui penduduk migran,
sementara potensi penularan di masyarakat cukup tinggi karena belum
ditetapkannya kewaspadaan umum dengan baik,penggunaan bersama peralatan
menembus kulit, tato,tindik, dan lain-lain. Penyakit hepatitis B dan C, yang
keduanya potensial untuk menular melalui tindakan pada pelayanan kesehatan.
Sebagai ilustrasi dikemukakan bahwa menurut data PMI angka kesakitan hepatitis B
di Indonesia pada pendonor sebesar 2,08% pada tahun 1998 dan angka kesakitan
hepatitis C di masyarakat menurut perkiraan WHO adalah 2,10%. Kedua penyakit ini
sering tidak dapat dikenali secara klinis. Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak
yang melayani dan melakukan kontak lansung dengan pasien dalam waktu 24 jam
secara terus menerus tentunya mempunyai resiko terpajan infeksi, oleh sebab itu
tenaga kesehatan wajib menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya dari resiko
tertular penyakit agar dapat bekerja dengan maksimal.
1. Tujuan
a. Petugas kesehatan di dalam menjalankan tugas dan kewajibannya dapat
melindungi diri sendiri, pasien,dan masyarakat dari penyebaran infeksi
b. Petugas kesehatan di dalam menjalankan tugas dan kewajibannya
mempunyai resiko tinggi terinfeksi penyakit menular di lingkungan tempat
kerjanya, untuk menghindarkan paparan tersebut, setiap petugas harus
menerapkan prinsip “universal precaution”.
2. Tindakan yang beresiko
a. Cuci tangan yang kurang benar.
b. Penggunaan sarung tangan yang kurang tepat
c. Penutupan kembali jarum suntik yang tidak aman
d. Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman
e. Teknik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan yang kurang tepat
f. Praktek kebersihan ruangan yang kurang memadai
3. Prinsip keselamatan kerja

Prinsip utama prosedur universal precaution dalam kaitan keselamatan


kerja adalah menjaga hygiene sanitasi individu, hygiene sanitasi ruangan dan
sterilisasi peralatan. Ketiga prinsip tersebut dijabarkan menjadi 5 kegiatan
pokok yaitu:

a. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang


b. Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan guna
mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksi lain
c. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai
d. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan
e. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan

BAB VII PENGENDALIAN MUTU


Indikator mutu yang digunakan di IGD RSUD Waru dalam memberikan
pelayanan adalah sesuai dengan standart pelayanan minimal rumah sakit
berdasarkan indikator dan standar pelayanan minimal rumah sakit berdasarkan
indikator dan standar penilaian, antara lain mencakup:
A. Angka ketidak lengkapan rekam medis
B. Angka kematian spesifik
C. Angka infeksi nosokomial (pneumonia, infeksi saluran kemih, infeksi jarum
infus)
D. Indikator klinik dan insiden keselamatan pasien

BAB VIII PENUTUP

Dengn dibentuknya pedoman pelayanan HCU RSUD Waru, diharapkan


pedoman ini dijadikn sebagai acuan sehingga pelayanan dapat terselenggara dengan
baik dan dapat meningkatkan mutu pelayanan itu sendiri.
VISI DAN MISI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WARU PAMEKASAN

VISI:

Menjadi Rumah Sakit Terpercaya di Kabupaten Pamekasan

MISI:

1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan standart pelayanan


kesehatan Indonesia.
2. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berkualitas, mengutamakan
keselamatan pasien dan terjangkau seluruh masyarakat.
3. Menyelenggarakan pelayanan yang cepat, tepat, dan ramah serta
meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
KATA SAMBUTAN

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah member rahmat dan
hidayah-Nya sehingga dapat tersusunnya Pedoman Pelayanan HCU di Rumah Sakit
umum daerah Waru Pamekasan

Pedoman Pelayanan Instalasi Rawat Jalan ini disusun untuk menjadi acuan dalam
melaksanakan kegiatan Pelayanan High Care Unit yang sesuai prosedur di RSUD
Waru Pamekasan

Diharapkan dengan tersusunnya buku ini dalam melaksanakan kegiatan di RSUD


Waru Pamekasan berjalan sebagaimana diharapkan

Akhir kata, kami berharap semoga Pedoman Pelayanan HCU ini banyak bermanfaat
dan dapat dijalankan sebagaimana mestinya.

Pamekasan, 2019

Penyusun.

Anda mungkin juga menyukai