Anda di halaman 1dari 135

EVALUASI PENATALAKSANAAN MUAL MUNTAH PADA PASIEN

KANKER OVARIUM PASCAKEMOTERAPI DI RSUP Dr. SARDJITO


YOGYAKARTA TAHUN 2009

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi

Oleh:
Veronica Dewi Puspitasari
NIM:078114006

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011
EVALUASI PENATALAKSANAAN MUAL MUNTAH PADA PASIEN
KANKER OVARIUM PASCAKEMOTERAPI DI RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA TAHUN 2009

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi

Oleh:
Veronica Dewi Puspitasari
NIM:078114006

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011

ii
EVALUATION OF MANAGEMENT NAUSEA VOMITING IN PATIENT
WITH OVARIAN CANCER POSTCHEMOTHERAPY IN RSUP Dr.
SARDJITO YOGYAKARTA DURING 2009

SKRIPSI

Presented as Particial Fulfilment of the Requirement


to Obtain Sarjana Farmasi (S.Farm)
In Faculty of Pharmacy

By:
Veronica Dewi Puspitasari
NIM: 078114006

FACULTY OF PHARMACY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2011

iii
Persetujuan Pembimbing

EVALUASI PENATALAKSANAAN MUAL MUNTAH PADA PASIEN


KANKER OVARIUM PASCAKEMOTERAPI DI RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA TAHUN 2009

Skripsi yang diajukan oleh:


Veronica Dewi Puspitasari
NIM: 078114006

telah disetujui oleh

Pembimbing Utama

Drs. Mulyono, Apt. Tanggal 24 Januari 2011

iv
Pengesahan Skripsi Berjudul

EVALUASI PENATALAKSANAAN MUAL MUNTAH PADA PASIEN


KANKER OVARIUM PASCAKEMOTERAPI DI RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA TAHUN 2009

v
HALAMAN PERSEMBAHAN

“Berpikir Anda mampu atau Anda tidak mampu, itu benar dua -
duanya. Bedanya, jika Anda berpikir mampu, Anda akan mampu,
meskipun tidak langsung. Tapi, jika Anda berpikir tidak mampu,
Anda pasti langsung tidak mampu”

Skripsi ini kupersembahkan kepada:


Tuhan YME,
Papaku yang sudah bahagia di Surga,
Mamaku, Ko Arif, Vita yang aku sayangi,
Seseorang yang selalu menemaniku dengan setia di Jogja,
Teman-temanku tercinta,
Semua pihak yang pernah berperan dalam hidupku,
Dan almamaterku yang aku banggakan.

With love, Veronica........

vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Veronica Dewi Puspitasari
Nomor Mahasiswa : 078114006
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
EVALUASI PENATALAKSANAAN MUAL MUNTAH PADA PASIEN
KANKER OVARIUM PASCAKEMOTERAPI DI RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA TAHUN 2009
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya
ataupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.


Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 24 Januari 2011

vii
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

segala berkat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “ Evaluasi Penatalaksanaan Mual Muntah pada Pasien Kanker Ovarium

Pascakemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009”. Skripsi ini

disusun untuk memenuhi persyaratan penyelesaian jenjang studi guna

memperoleh gelar sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma. Pada kesempatan ini, penulis juga ingin mengcapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan

skripsi ini:

1. Bagian Penelitian dan Pendidikan RSUP. Dr. Sardjito yang telah memberikan

izin pengambilan data dibagian rekam medik.

2. Ibu Dari dan Staff yang bersedia membantu dalam pengambilan rekam medik

selama peneliti melakukan pengambilan data di Instalasi Catatan Medis RSUP.

Dr. Sardjito Yogyakarta.

3. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. Selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma.

4. Bapak Drs. Mulyono Apt., selaku dosen pembimbing yang selalu penuh

semangat dalam membimbing penulis selama pembuatan skrispi.

5. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. Dan dr. Fenty, M.Kes.,Sp.PK selaku dosen

penguji skripsi, dan arahannya dalam pembuatan skripsi ini.

viii
6. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing akademik, yang

telah membimbing selama peneliti menggali ilmu di Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma.

7. Mama, Arif, Vita yang selalu memberikan doa, semangat, dan motivasi

sehingga skripsi ini dapat selesai.

8. Dirga Putra Cahaya yang dengan rela mengantarkan dan menemani selama

pengambilan data dan pembuatan skripsi.

9. Cik Anni yang selalu meminjamkan buku sehingga proses pembuatan skripsi

semakin lancar.

10. Tresa, Titien, Fr. Ayuningtyas, Sri Ayuningsing S, dan S.Indriyani S yang

selalu men-support dalam pembuatan skripsi dan sama- sama berjuang dalam

pembuatan skripsi.

11. Teman-teman (seperjuangan) angkatan 2007 yang selalu memberikan

semangat dan mewarnai hari-hari terutama semester VII ini sehingga skripsi

dapat selesai.

12. Pihak-pihak lain yang baik secara langsung maupun tidak langsung telah

mambantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak sempurna, maka dari itu

penulis akan menerima semua kritik dan koreksi yang membangun demi hasil

yang lebih baik. Akhir kata penulis berharap akan skripsi ini dapat berguna bagi

semua pihak baik yang telah membaca maupun yang belum membaca.

ix
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah

disebutkan dalam kutipan dan dalam daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya

ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah

ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

x
INTISARI

Kanker ovarium merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi pada


wanita. Salah satu cara pengobatan untuk kanker yaitu dengan kemoterapi.
Kemoterapi dapat menimbulkan berbagai macam efek samping , yang paling
sering terjadi yaitu efek samping berupa mual dan muntah.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan
deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Tujuan umumnya adalah
mengevaluasi penatalaksanaan mual muntah pada pasien kanker ovarium
pascakemoterapi di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009.
Hasil penelitian menunjukkan jumlah kasus sebanyak 44 dengan kasus
yang paling banyak ditemui yaitu pada kelompok umur 47-52 tahun yaitu sebesar
10 kasus atau 22,27%, pada stadium IV dengan jumlah 11 kasus atau 25 %, dan
penyakit penyerta berupa hipertensi dengan jumlah kasus sebanyak 8 kasus atau
18,18%. Terdapat 9 kelas terapi obat yang digunakan, yang paling banyak yaitu
pada kelas terapi antineoplastik dan imunomodulator dengan persentasi 100%,
golongan obat yang paling banyak digunakan adalah golongan antiemetik yaitu
metoklopramid sebanyak 34 kasus atau 77,27%. Dalam evaluasi Drug Related
Problem (DRPs) terdapat 32 kasus yang mengalami DRPs, dengan rincian 30
kasus Butuh tambahan terapi, 1 buah kasus dosis terlalu rendah, dan 1 buah kasus
obat tidak tepat.

Kata kunci: kanker ovarium, DRPs, mual dan muntah pascakemoterapi.

xi
ABSTRACT

Ovarian cancer is one of the highest cause of death in women. One


treatment for cancer is chemotherapy. Chemotherapy can cause a lot of side
effects, side effects that often occur are nausea and vomiting.
This research is a non-experimental research design with retrospective
descriptive evaluative.The overall aim is to evaluate the management of nausea
and vomiting in patients with ovarian cancer postchemotherapy in
RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta during 2009.
The results showed the number of cases as many as 44 with the most
common case is the age group 47-52 years which is 10 cases or 22.27%, in stage
IV with a total 11 cases or 25%, and comorbidities of hypertension with the
number of cases as many as 8 cases or 18.18%. There are 9 therapeutic classes of
drugs, the most widely used is the class of antineoplastic and immunomodulatory
therapy with a percentage of 100%, the class of drugs most widely used is the
class of antiemetics are metoclopramide as many as 34 cases or 77.27%. In the
evaluation of Drug Related Problems (DRPs), there were 32 cases which had
DRPs, with details of 30 cases Need additional therapy, and 1 case the dose is too
low and 1 case the therapy is wrong.

Key words: ovarian cancer, DRPs, postchemotherapy nausea and vomiting.

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. ii
PAGE TITLE ........................................................................................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAHUNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...............................vii
PRAKATA ...........................................................................................................viii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................x
INTISARI............................................................................................................ ..xi
ABSTRACT .......................................................................................................... xii
DAFTAR ISI ........................................................................................................xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... .xv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... . xx
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xxi
BAB I. PENGANTAR .......................................................................................... 1
A. Latar belakang .................................................................................................. 1
1. Perumusan masalah ................................................................................. 3
2. Keaslian penelitian................................................................................... 4
3. Manfaat penelitian ................................................................................... 5
B. Tujuan penelitian .............................................................................................. 5
1. Tujuan umum ........................................................................................... 5
2. Tujuan khusus .......................................................................................... 6
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA................................................................... 7
A. Kanker .............................................................................................................. 7
B. Kanker ovarium ................................................................................................ 8
1. Epidemiologi dan Faktor risiko ............................................................... 10
2. Gejala dan tanda ...................................................................................... 13
3. Terapi ....................................................................................................... 13
C. Kemoterapi ....................................................................................................... 14
D. Mual muntah .................................................................................................... 19
1. Mekanisme mual muntah secara umum .................................................. 20
2. Muntah akibat obat-obat kanker (sitostatika) .......................................... 21
3. Terapi non farmakologi ........................................................................... 22
4. Terapi farmakologi .................................................................................. 22
E. Drug Related Problems(DRPs) ......................................................................... 27
F. Keterangan empiris ........................................................................................... 30
BAB III. METODE PENELITIAN....................................................................... 31
A. Jenis dan rancangan penelitian ......................................................................... 31
B. Definisi operasional .......................................................................................... 31
C. Bahan penelitian ............................................................................................... 33
D. Tata cara penelitian .......................................................................................... 33
E. Kesulitan penelitian .......................................................................................... 35
F. Analisis hasil ..................................................................................................... 36

xiii
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................................... 37
A. Profil kasus kanker ovarium di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
sepanjang tahun 2009 ....................................................................................... 37
B. Pola pengobatan kasus kanker oavrium di RSUP. Dr. Sardjito
Yogyakarta sepanjang tahun 2009 ................................................................... 40
C. Gambaran kasu Drug Related Problems yang terjadi pada
penatalaksanaan mual muntah pada pasien kanker oavrium
di RSUP. Dr. Sardjito Yogayakarta sepanjang tahun 2009 .............................. 50
D. Rangkuman pembahasan .................................................................................. 84
BAB V. PENUTUP ............................................................................................... 89
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 89
B. Saran ............................................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 91
LAMPIRAN .......................................................................................................... 94
BIOGRAFI PENULIS ........................................................................................114

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel I . Sepuluh jenis kanker yang paling sering terjadi pada Wanita dan
Pria di Indonesia ............................................................................ 8

Tabel II. Insidensi dan Jumlah Kematian diakibatkan oleh


Kanker Ovarium di Amerika Serikat ............................................ 11

Tabel III. Penggolongan anti kanker berdasarkan risiko mual muntah ........ 18

Tabel IV. Petunjuk Penanganan Mual Muntah Berdasarkan Cancer Care


Nova Scotia ................................................................................... 25

Tabel V. Jumlah Kasus Kanker Ovarium Pascakemoterapi


berdasarkan Stadium ..................................................................... 38

Tabel VI. Jumlah Kasus Kanker Ovarium Pascakemoterapi


Berdasarkan Penyakit yang Menyertai.......................................... 39

Tabel VII. Jumlah Kasus Kanker Ovarium Pascakemoterapi Berdasarkan


Kelas Terapi Obat-obatan yang didapatkan Pasien ....................... 40

Tabel VIII. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi Antineoplastik
dan Imunomodulator ..................................................................... 41

Tabel IX. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas


Terapi Obat yang Bekerja pada Sistem Saraf Pusat ...................... 44

Tabel X. Golongan obat dan jenis obat yang


mempengaruhi gizi dan darah ....................................................... 45

Tabel XI. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi
Obat yang Bekerja pada Sistem Saluran Cerna ............................ 46

Tabel XII. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi
Obat yang digunakan untuk Pengobatan Infeksi ........................... 47

Tabel XIII. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi
Obat yang digunakan untuk penyakit pada
sistem kardiovaskuler .................................................................... 48

Tabel XIV. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi
Obat yang bekerja sebagai Analgesik ........................................... 48

Tabel XV. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas terapi

xv
Obat yang Bekerja pada Sistem Saluran Pernafasan..................... 49
Tabel XVI. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi
Obat untuk Penyakit Otot Seklet dan Sendi .................................. 49

Tabel XVII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi I


di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ..................................................................................... 51

Tabel XVIII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi II


di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ..................................................................................... 52

Tabel XIX. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi III
di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ..................................................................................... 53

Tabel XX. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi IV


di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ..................................................................................... 54

Tabel XXI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi V


di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 .....................................................................................55

Tabel XXII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi VI


di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 .....................................................................................56

Tabel XXIII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi VII
di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 .....................................................................................57

Tabel XXIV. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi VIII
di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 .....................................................................................58

Tabel XXV. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi IX


di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 .....................................................................................59

Tabel XXVI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi X


di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 .....................................................................................60

Tabel XXVII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi XI


di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta

xvi
tahun 2009 .....................................................................................61
Tabel XXVIII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi XII
di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................62

Tabel XXIX. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi


XIII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................63

Tabel XXX. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi


XIV di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................64

Tabel XXXI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi


XV di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................65

Tabel XXXII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi


XVI di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................66

Tabel XXXIII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi


XVII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................67

Tabel XXXIV.Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi


XVIII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................68

Tabel XXXV. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi


XIX di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................69

Tabel XXXVI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi XX


di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................70

Tabel XXXVII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi


XXI di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................71

Tabel XXXVIII.Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi


XXII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................72

xvii
Tabel XXXIX.Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi
XXIII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................73

Tabel XL. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi


XXIV di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................74

Tabel XLI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi


XXV di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................75

Tabel XLII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi


XXVI di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................76

Tabel XLIII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi


XXVII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................77

Tabel XLIV. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi


XXVIII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................78

Tabel XLV. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi


XXIX di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................79

Tabel XLVI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi


XXXdi RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................80

Tabel XLVII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemotarapi


XXXI di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................81

Tabel XLVIII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium


pascakemotarapi XXXII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009 ...................................................................................82

Tabel XLIX. Butuh tambahan terapi


( need for additional therapy) .....................................................86

Tabel L. Dosis terlalu rendah


( dosage too low ) ........................................................................88

xviii
Tabel LI. Obat tidak tepat
( Wrong Therapy) ........................................................................88

xix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi uterus .................................................................................... 9


Gambar 2. Anatomi Ovarium................................................................................ 9
Gambar 3. Jaringan Kanker pada Ovarium Kiri ................................................... 10
Gambar 4. Skema penanganan mual muntah ........................................................ 19
Gambar 5. Mekanisme umum terjadinya Mual Muntah ....................................... 20
Gambar 6. Mekanisme Mual Muntah yang diinduksi oleh sitostatika.................. 21
Gambar 7. Algoritma Penanganan Mual Muntah pada Pasien kanker
berdasarkan Cancer Care Nova Scotia .............................................. 26
Gambar 8. Jumlah Kasus Kanker Ovarium Pascakemoterapi
berdasarkan kelompok umur ................................................................ 37

xx
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat keterangan telah menyelesaikan penelitian .........................95


Lampiran 2. Surat ijin Observasi tempat dan pengambilan data ....................... 96
Lampiran 3. Keterangan Kelaikan Etik ............................................................. 97
Lampiran 4. Daftar Kasus Kanker Ovarium Di RSUP.Dr. Sardjito
Yogyakarta sepanjang tahun 2009 ...............................................98
Lampiran 5. Guideline penatalaksanaan mual muntah akibat Kemoterapi
(Guidelines for the Management of Nausea
and Vomiting in Cancer Patients
dari Cancer Care Nova Scotia) ...................................................107
Lampiran 6. Pembagian tipe mual muntah dan klasifikasi agen
kemoterapi berdasarkan potensi menyebabkan mual
dan muntah ..................................................................................108
Lampiran 7. Perhitungan interval data umur pasien .......................................109
Lampiran 8. Daftar obat Brand Name dan Generik (Zat aktif) .......................110
Lampiran 9. Penentuan stadium pada kanker ovarium ...................................112

xxi
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang

Kanker merupakan penyakit dengan multiplikasi yang tidak terkontrol

dan menyebar dalam bentuk abnormal pada sel-sel tubuh. Kanker merupakan

salah satu penyebab utama kematian di negara-negara berkembang, 1 diantara 5

populasi di Eropa dan Amerika Utara meninggal dikarenakan oleh kanker (Rang,

Dale, Ritter, Moore, 2003)

Kanker ovarium sering disebut sebagai silent lady killer karena

merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi pada wanita selain itu

menyiratkan sifat dari kanker ovarium yang sulit dideteksi ketika stadium dini.

Biasanya kanker ovarium baru dapat dideteksi setelah memasuki stadium lanjut.

Kanker ovarium dapat menyerang wanita baik pada usia muda maupun usia tua.

Setiap tahunnya di Amerika Serikat, lebih dari 21.000 wanita didiagnosis

menderita kanker ovarium, dan kurang lebih 15.000 meninggal karena penyakit

tersebut (Jackson, 2010a).

Pengobatan kanker dapat dilakukan dengan salah satu atau kombinasi

dari beberapa cara, antara lain, pembedahan atau operasi, penyinaran atau

radioterapi, peningkatan daya tahan tubuh atau imunoterapi, terapi dengan

hormon, atau dapat juga dengan pemakaian obat-obatan sitostatika atau

kemoterapetik yaitu kemoterapi. Hasilnya pada tiap pasien dapat berbeda-beda

tergantung pada stadium dan kondisi pasien ketika mendapatkan terapi.

Kemoterapi telah digunakan sejak tahun 1950-an. Biasa diberikan

sebelum atau sesudah pembedahan. Kadang disertai dengan terapi radiasi, kadang

1
2

cukup hanya kemoterapi. Tujuannya adalah membasmi seluruh sel kanker sampai

ke akar-akarnya, sampai ke lokasi yang tidak terjangkau pisau bedah. Paling tidak

untuk mengontrol sel-sel kanker agar tidak menyebar lebih luas (Rahayu, 2009).

Terapi kanker dengan cara kemoterapi dapat menimbulkan efek samping

ke berbagai sistem organ seperti kerontokan rambut, berkurangnya hemoglobin,

trombosit, sel darah putih, membuat tubuh lemah, merasa lelah, sesak nafas,

mudah mengalami pendarahan, mudah terkena infeksi, kulit membiru/menghitam,

kering, serta gatal, mulut dan tenggorokan mengalami sariawan, terasa kering dan

sulit menelan, mual dan muntah, nyeri pada lambung dan penurunan kesuburan

(Rahayu, 2009).

Efek samping yang spesifik pada saluran pencernaan adalah berupa mual

dan muntah dapat terjadi pada saat praterapi, saat menjalani terapi, maupun

pascaterapi. Obat-obatan sitostatika sudah terbukti dapat mengiduksi terjadinya

mual dan muntah. Berdasarkan survey di Amerika Serikat, dari semua pasien yang

mendapatkan kemoterapi, 70 sampai 80 % diantaranya mengalami efek samping

mual dan muntah (Navari, 2007). Besarnya angka kejadian efek samping mual

muntah inilah yang menjadi salah satu penyebab keengganan pasien untuk

memilih kemoterapi sebagai salah satu pilihan terapinya.

Cara mengatasi mual muntah tersebut dengan cara pemberian obat-

obatan antimual-muntah atau obat antiemetika disamping pemberian obat-obatan

sitostatika untuk tujuan terapi kankernya. Pemberian obat antiemetika ini sangat

penting untuk meningkatkan mutu hidup pasien, mengurangi rasa enggan dan

trauma pasien dalam memilih ataupun melanjutkan kemoterapi sebagai pilihan


3

terapi pengobatannya. Terapi yang tepat pada penanganan mual muntah akan

meningkatkan kualitas hidup pasien. Oleh karena itu, dilakukan penelitian

mengenai evaluasi penatalaksanaan mual muntal pada pasien kanker ovarium

pasca kemoterapi. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar evaluasi

pemberian obat-obatan antimual muntah yang tepat dan rasional bagi rumah sakit

dan dapat digunakan meningkatkan mutu pelayanan dan kesehatan pasien,

terutama pada penatalaksaan mual muntah pada pasien kanker ovarium pasca

kemoterapi.

Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta karena

merupakan rumah sakit rujukan tipe A dan merupakan rumah sakit pendidikan

penelitian yang mempunyai pelayanan spesialis kanker terpadu. RSUP Dr.

Sardjito memiliki visi menjadi rumah sakit unggulan dalam bidang pelayanan,

pendidikan, dan pelatihan di kawasan Asia Tenggara tahun 2010 yang bertumpu

pada kemandirian, serta misi untuk menyelenggarakan penelitian serta

pengembangan Iptekdok kesehatan yang berwawasan global (Sutoto, 2003).

1. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan diatas dapat ditarik

permasalahan sebagai berikut.

a. Seperti apakah profil kasus kanker ovarium di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta tahun 2009 yang mencakup umur, stadium, penyakit penyerta?

b. Seperti apakah pola pengobatan kasus kanker ovarium di RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta tahun 2009 yang meliputi kelas terapi obat, golongan

obat, dan jenis obat yang diberikan?


4

c. Apakah ditemukan Drug Related Problems (DRPs) pada penatalaksanaan

mual muntah, khususnya pascakemoterapi di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta tahun 2009 yang meliputi keadaan:

1) butuh tambahan terapi obat (need for additional drug therapy)

2) tidak perlu terapi obat (unnecessary drug therapy)

3) obat tidak tepat ( wrong therapy)

4) dosis kurang (dosage too low)

5) adverse drug reactions (ADRs)

6) dosis berlebih ( dosage too high)

7) compliance.

2. Keaslian penelitian

Berdasarkan penelusuran pustaka di Universitas Sanata Dharma,

penelitian tentang “ Evaluasi Penatalaksanaan Mual Muntah pada Pasien Kanker

Ovarium Pascakemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009” belum

pernah dilakukan. Namun penelitian yang terkait dengan kanker telah banyak

dilakukan, akan tetapi berbeda dalam hal subjek penelitian, objek penelitian, dan

waktu penelitian. Beberapa penelitian mengenai kanker yang pernah dilakukan

antara lain:

a. Evaluasi penatalaksanaan Mual Muntah pada Kasus Kanker Leher

Rahim di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2004 oleh Linda

Yunita.
5

b. Evaluasi penatalaksanaan Mual Muntah pada Kasus Kanker Payudara

di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2004- Juni

2005 oleh Magdalena Sri Damayanti.

3. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat dari segi teoritis maupun praktis.

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

penatalaksaan mual muntah pada pasien kanker ovarium

pascakemoterapi dan sebagai dasar bagi rumah sakit dalam hal

pemberian obat atau terapi yang tepat dan rasional.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan mutu

pelayanan pengobatan kanker ovarium di RSUP. Dr. Sardjito

Yogyakarta dan instalasi kesehatan lainnya.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Tujuan umumnya adalah mengevaluasi penatalaksanaan mual muntah

pada pasien kanker ovarium pascakemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

tahun 2009.
6

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

a. mengetahui profil kasus kanker ovarium di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta tahun 2009 yang mencakup umur, stadium, dan penyakit

penyerta.

b. mengetahui pola pengobatan kasus kanker ovarium di RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta tahun 2009 Yang meliputi kelas terapi obat,

golongan obat, dan jenis obat yang diberikan.

c. mengetahui Drug Related Problems (DRPs) yang mungkin terjadi

pada penatalaksanaan mual muntah, khususnya pascakemoterapi di

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009 yang meliputi keadaan:

1) butuh tambahan terapi obat (need for additional drug

therapy)

2) tidak perlu terapi obat (unnecessary drug therapy)

3) obat tidak tepat ( wrong therapy)

4) dosis kurang (dosage too low)

5) adverse drug reactions (ADRs)

6) dosis berlebih ( dosage too high)

7) compliance.
BAB II

PENELAHAAN PUSTAKA

A. Kanker

Sel kanker memiliki 4 karakteristik yang membedakannya dengan sel

normal yaitu:

1. proliferasi yang tidak terkontrol

2. dedifferensiasi dan kehilangan fungsinya

3. invasif

4. metastasis (Rang dkk, 2003)

Sel normal berubah menjadi sel kanker dikarenakan mutasi dari satu atau

lebih DNAnya, hal tersebut dapat terjadi karena keturunan atau didapat

(acquired). Ada dua kategori dari perubahan genetik yang menyebakan kanker

yaitu:

1. Aktivasi dari proto-oncogenes menjadi oncogenes

Proto-oncogenes merupakan gen yang secara normal mengontrol devisi sel,

apoptosis dan diferensiasi sel, namun gen tersebut dapat berubah menjadi

oncogenes oleh virus atau kerja dari karsinogen.

2. Tidak aktifnya tumour suppressor genes

Sel normal memiliki gen dengan kemampuan untuk menekan pembentukan

tumor ganas (anti-oncogenes). Hilangnya fungsi dari tumour suppressor

genes dapat disebabkan karena karsinogenesis (Rang dkk, 2003).

Kanker dapat terjadi di berbagai jaringan dalam berbagai organ di setiap

tubuh, mulai dari kaki sampai kepala. Sel kanker dapat berasal dari semua unsur

7
8

yang membentuk suatu organ. Sejalan dengan pertumbuhan dan

perkembangbiakannya, sel-sel kanker membentuk suatu massa dari jaringan

ganas yang menyusup ke jaringan di dekatnya dan atau bisa menyebar

(metastasis) ke organ tubuh lainnya ( Junaidi, 2007).

Tabel I . Sepuluh jenis kanker yang paling sering terjadi pada Wanita dan
Pria di Indonesia

No. Jenis Kanker Wanita Pria Total

1 Cervix 2532 - 2532

2 Breast 2254 - 2254

3 Skin 546 497 1043

4 Rectum 403 434 837

5 Nasopharynx 289 547 836

6 Ovary 829 - 829

7 Lymph node 318 451 769

8 Colon 314 336 650

9 Thyroid 412 110 522

10 Soft Tissue 480

(Aziz, 2009)

B. Kanker Ovarium

Ovarium atau indung telur terletak antara rahim dan dinding panggul, dan

digantung pada rahim oleh ligamentum ovarii proprium dan pada dinding panggul

oleh ligamentum infundibulo-pelvikum. Indung telur merupakan sumber

hormonal perempuan yang paling utama. Indung telur mengeluarkan telur (ovum)

setiap bulan silih berganti antara bagian kanan dan kiri. Fungsi ovarium adalah
9

sebagai penghasil sel telur / ovum dan sebagai organ yang menghasilkan hormon

(estrogen dan progesteron) (Yunta, 2008).

Gambar 1. Organ Reproduksi Wanita (Anonim, 2004)

Gambar 2. Anatomi Ovarium (Cumming, 2001)

Kanker ovarium pada umumnya terdeteksi setelah terjadi penyebaran

intraperitoneal luas. Pada saat itu, penyembuhan hampir tidak dapat terjadi.
10

Terdapat lima tipe histologis yang berbeda pada tumor-tumor epitel ovarium:

serosa, musinosa, endometrioid, sel jernih, dan Brenner. Dari kelima tipe tersebut,

neoplasme serosa mencakup hampir setengah dari keseluruhan tumor (Heffner,

2006).

Kanker epithelial ovarium biasanya menyebar baik secara lokal dan

melalui penyebaran (diseminasi) intraperitoneal. Penyebaran yang paling dekat

adalah ke tuba fallopii dan uterus. Diseminasi terjadi ke ovarium kontralateral dan

peritoneum (Heffner, 2006).

Gambar 3. Jaringan Kanker pada Ovarium Kiri (Anonim, 2010h)

1. Epidemiologi dan faktor risiko

Setiap tahunnya di Amerika Serikat, lebih dari 21.000 wanita didiagnosis

menderita kanker ovarium, dan kurang lebih 15.000 meninggal karena penyakit

tersebut (Anonim, 2010d). Program Epidemiology and End Results (SEER)

melaporkan bahawa pada 1 Januari 2006 di Amerika Serikat kurang lebih 176.007

wanita hidup dengan terdiagnosis kanker ovarium (termasuk yang sudah

mendapatkan perawatan) (Jackson, 2010a).


11

Tabel II. Insidensi dan Jumlah Kematian diakibatkan oleh Kanker Ovarium
di Amerika Serikat

Tahun Insidensi Jumlah kematian

2009 21500 14600

2005 19842 14787

2004 20069 14716

2003 20445 14657

2002 19792 14682

2001 19719 14414

2000 19672 14060

1999 19676 13627

(Jackson,2010a)

Menurut Ovarian Cancer National Alliance faktor risiko kanker ovarium

dapat di bagi berdasarkan:

a. Genetik

Wanita yang memiliki gen kanker payudara 1 (BRCA1) atau

gen kanker payudara2 (BRCA2) yang bermutasi memiliki risiko yang

besar untuk terdiagnosis kanker ovarium. Gen tersebut ditemukan pada 5-

10 % wanita dengan kanker ovarium. Wanita yang terdiagnosis kanker

payudara biasanya akan memiliki risiko tinggi terdiagnosis kanker

ovarium (Jackson, 2010b).

b. Usia

1) Menurut Ovarian Cancer Natioal Alliance risiko tertinggi wanita

terserang kanker ovarium yaitu pada usia 60 tahun dan akan


12

meningkat ketika telah melewati usia 70 tahun. Pada tahun 2002 -

2006, 69 % wanita di Amerika Serikat terdiagnosis kanker ovarium

pada usia 55 tahun atau lebih (Jackson, 2010b).

2) Sedangkan menurut Center for Disease Control and Prevention

(CDC), sekitar 90% wanita di Amerika Serikat mendapatkan

kanker ovarium pada usia diatas 40 tahun dengan jumlah kasus

terbesar pada usia 55 tahun atau lebih (CDC, 2010).

c. Sejarah reproduksi dan infertilitas

Wanita yang berisiko tinggi adalah mereka yang:

1) memulai menstruasi diusia yang lebih muda (sebelum 12 tahun)

2) tidak pernah melahirkan

3) melahirkan anak pertama pada usia setelah 30 tahun

4) menopouse setelah usia 50 tahun

5) tidak pernah menggunakan kontrasepsi oral (Jackson, 2010b).

d. Terapi hormon

Wanita yang mengalami terapi hormon menopousal

meningkatkan risiko terkena kanker ovarium. Penelitian terbaru

melaporkan bahwa penggunaan kombinasi estrogen dan progestin selama

5 tahun atau lebih dapat meningkatkan risiko kanker ovarium (Jackson,

2010b).
13

e. Obesitas

Penelitian menemukan peran obesitas pada 80 % wanita dengan

risiko tinggi mendapatkan kanker ovarium yang tidak mendapatkan

hormon setelah menopouse (Jackson, 2010b).

Riwayat dalam keluarga merupakan faktor risiko yang paling penting,

kemudian diikuti oleh usia. (Heffner, 2006). Diketahui bahwa 75 % pasien

ditemukan menderita kanker ovarium dengan stadium III-IV (Norwitz, 2007).

Paritas yang tinggi dan penggunaan kontrsepsi oral menurunkan risiko kanker

ovarium. Faktor lingkungan juga mempengaruhi perkembangan kanker ovarium,

dengan rerata tertinggi ditemukan pada negara industri maju. Karsinogen kimia

dari dunia luar dapat dapat mencapai peritoneum pelvis wanita melalui vagina dan

saluran reproduksi bagian atas (Heffner, 2006).

2. Gejala dan tanda

Wanita penderita kanker ovarium seringkali melaporkan gejala seperti

kembung, peningkatan ukuran perut, dan gejala-gejala berkemih. Seringkali

tanda-tanda ini tidak begitu terasa dan tidak terdeteksi oleh dokter atau pasien.

Cepat kenyang, perubahan pola buang air besar merupakan keluhan yang paling

sering ditemukan pada penyakit tingkat lanjut. Penurunan berat badan yang

bermakana biasanya tidak biasa terlihat (Norwitz, 2007).

3. Terapi

a. Operasi ( Laparotomi)

1) Aspirasi cairan peritoneum untuk pemeriksaan sitologi (bila tidak

ada cairan dilakukan bilasan peritoneum)


14

2) Panhisterektomi

3) Omentektomi

4) Appendiktomi

5) Biopsi peritoneum

6) Biopsi daerah bawah diafragma

7) Eksplorasi (hepar, lien, mesenterium, ileum, colon limfadenektomi)

b. Kemoterapi

c. Radiasi (Sudiharto, 1997)

C. Kemoterapi

Terdapat kurang lebih 130 jenis penyakit kanker, yang mempengaruhi

kondisi tubuh kita dengan berbagai macam cara dan membutuhkan penanganan

yang berbeda-beda. Tetapi semua jenis kanker itu memiliki kesamaan yaitu terdiri

atas sel-sel yang membelah dengan cepat dengan pertumbuh yang tidak

terkontrol. Fungsi utama obat-obat kemoterapi adalah mengenali dan

menghancurkan sel-sel seperti ini (Rahayu, 2010).

Kemoterapi didefinisikan sebagai obat-obat kimiawi yang digunakan

untuk memberantas penyakit infeksi akibat mikroorganisme seperti bakteri, fungi,

virus, dan protozoa (plamodium, amuba, trichomonas, dll), juga terhadap infeksi

cacing. Obat-obat tersebut berkhasiat memusnahkan parasit tanpa merusak

jaringan tuan-rumah (toksisitas selektif). Sitostatika (Obat-obat kanker) juga

termasuk dalam golongan ini karena sel-sel kanker adakalanya dapat

dikembangbiakkan dan ditularkan pada organisme lain, seperti halnya kuman.

Tetapi karena sel-sel kanker sangat menyerupai sel-sel normal dan kebanyakan
15

sitostatika tidak bekerja selektif, maka obat-obat ini dapat menimbulkan efek

samping (Rahardja, 2010).

Kemoterapi telah digunakan sejak tahun 1950-an. Biasa diberikan

sebelum atau sesudah pembedahan. Kadang disertai dengan terapi radiasi, kadang

cukup hanya kemoterapi. Tujuannya adalah membasmi seluruh sel kanker sampai

ke akar-akarnya, sampai ke lokasi yang tidak terjangkau pisau bedah. Paling tidak

untuk mengontrol sel-sel kanker agar tidak menyebar lebih luas (Rahayu,2010).

Efek samping kemoterapi timbul karena obat-obat kemoterapi sangat

kuat, dan tidak hanya membunuh sel-sel kanker, tetapi juga menyerang sel-sel

sehat, terutama sel-sel yang membelah dengan cepat. Karena itu efek samping

kemoterapi paling sering muncul pada bagian-bagian tubuh yang sel-selnya

membelah dengan cepat, yaitu: rambut (rontok), sumsum tulang (berkurangnya

hemoglobin, trombosit, dan sel darah putih, membuat tubuh lemah, merasa lelah,

sesak nafas, mudah mengalami perdarahan, dan mudah terinfeksi), kulit

(membiru/menghitam, kering, serta gatal), mulut dan tenggorokan (sariawan,

terasa kering, dan sulit menelan), saluran pencernaan (mual, muntah, nyeri pada

perut), produksi hormon (menurunkan nafsu seks dan kesuburan) (Rahayu, 2010).

Penggolongan obat antikanker:


1. Zat-zat alkilasi

Zat-zat ini berkhasiat kuat terhadap sel-sel yang sedang

membelah. Khasiat ini berdasarkan gugusan alkilnya, yang sangat reaktif

dan menyebabkan cross-linking (saling mengikat) antara rantai-rantai

DNA di dalam intisel. Dengan demikian, penggandaan DNA terganggu


16

dan pembelahan sel dapat dihambat. Contoh obat golongan ini adalah

klormetin ( nitrogen- mustard ), dan turunannya klorambusil, melfelan,

siklofosfamida, dan ifosfamida (Rahardja, 2002).

2. Antimetabolit

Obat ini bekerja dengan mengganggu sintesis DNA dengan jalan

antagonisme saingan . rumus kimiawinya mirip sekali dengan rumus

beberapa metabolit tertentu yang penting bagi fisiologi sel, yakni asam

folat, purin, dan pirimidin. Obat menduduki tempat metabolit tersebut

dalam sistem enzim tanpa mengambil alih fungsinya, sehingga sintesis

DNA atau RNA gagal, dan perbanyakan sel terhenti. Contoh sitostatika

golongan antimetabolit adalah antagonis folat metotreksat, antagonis

purin (merkaptopurin, thioguanin, dan azathioprin), antagonis pirimidin

(fluorourasil, dan sitarabin) (Rahardja, 2002).

3. Antimitotika

Zat-zat ini menghindari pembelahan sel pada metafase ( tingkat

kedua pada mitosis), sehingga menghalangi pembelahan inti. Contoh

sitostatika golongan antimitotika adalah obat hasil tumbuhan alkaloida

Vinca (vinblastin, vinkiristin, dan vindesin), podofilin, dan obat baru dari

kelompok taxoida ( paclitaxel, docetaxel) (Rahardja, 2002).

4. Antibiotika

Zat-zat ini dapat dapat mengikat DNA secara komplek, sehingga

sintesanya terhenti. Contoh sitostatika golongan antibiotika adalah

doksorubisin, daunorubisin, dan derivate sintesisnya (epirubisin,


17

idarubisin, mitoxantron), bleomisin, (d-)actinomisin, dan mitomisin

(Rahardja, 2002).

5. Imunomodulator

Zat-zat ini juga dinamakan Biological Respone Modifier (BRM)

berdaya ,mempengaruhi secara positif reaksi bilogis dari tubuh terhadap

tumor. Fungsi sistem imun dapat distimulasi dengan baik (imunostilulator)

maupun disupresi olehnya ( imunosupresor). Contoh obat imunostimulator

adalah levamisol, sedangkan contoh obat imunosupresif adalah MTX,

Merkaptopurin, dan azatioprin (Rahardja, 2002).

6. Hormone dan antihormon

Kortikosteroida (hidrokortison, prednisone dan sebagainya) antara

lain berkhasiat melarutkan limfosit, dan menekan mitosis di lekosit..

Antihormon kelamin adalah zat-zat yang menghambat hormon dijaringan

tujuan dan dengan demikian melawan kerja hormon yang digunakan

adalah anti estrogen yaitu aminoglutetimida dan anastrozol, anti androgen

yaitu cyproteron, flutamid, dan nilutamida (Rahardja, 2002).

Selain penggolongan di atas, obat anti kanker juga dibedakan

berdasarkan kemampuannya atau risiko menyebabkan efek samping berupa mual

muntah:
18

Tabel III. Penggolongan anti kanker berdasarkan risiko mual muntah

(Navari, 2007)
19

D. Mual-Muntah

Pasien Kanker Kemoterapi Mual Muntah

Penanganan??

Farmakologi: Non
Obat-obatan farmakologi
(Antiemetik)

- Relaksasi otot
- Mengalihkan
pikiran ke hal-hal
yang
menyenangkan
- Terapi musik, dll

Gambar 4. Skema penanganan mual muntah

Muntah dapat dianggap sebagai suatu cara perlindungan alami dari tubuh

terhadap zat-zat yang merangsang dan beracun yang ada dalam makanan. Segera

setelah zat-zat tersebut dikeluarkan dari saluran cerna, muntah juga akan berhenti.

Namun demikian, sering kali muntah hanya merupakan gejala penyakit, misalnya

kanker lambung, penyakit Meniere, mabuk darat, dan pada masa hamil, tidak

jarang muntah merupakan efek samping dari obat-obatan, seperti onkolitika, obat

Parkinson, digoksin, dan sebagai akibat dari radioterapi kanker. Muntah pada

umumnya diawali oleh rasa mual (nausea), dengan ciri-ciri muka pucat,

berkeringat, liur berlebihan, takikardia, dan pernafasan yang tidak teratur. Muntah

dapat di atasi dengan obat-obat antimual (antiemetika) ( Rahardja, 2002).


20

1. Mekanisme Umum Terjadinya Mual Muntah

Gambar 5. Mekanisme umum terjadinya Mual Muntah (Rang dkk, 2003)


21

2. Muntah akibat obat-obat kanker (sitostatika)

kemoterapi CTZ Pusat muntah Emesis (muntah)

Sel Enterokromafin Pelepasan serotonin Menstimulasi


(5-HT3) reseptor 5-HT3

Gambar 6. Mekanisme Mual Muntah yang diinduksi oleh sitostatika

Sitostatika dapat menimbulkan muntah-muntah akibat rangsangan

langsung dari CTZ (Chemoreseptor Trigger Zone), dan pelepasan serotonin(5-

HT3) di saluran lambung- usus. CTZ adalah suatu daerah dengan banyak reseptor,

yang letaknya dekat dengan vomiting center (pusat muntah) (Rahardja, 2010).

CTZ dan serotonin akan mengirimkan impuls pada vomiting center yang ada pada

medulla oblongata sehingga menyebabkan mual dan muntah. Reseptor yang dapat

menyebabkan mual muntah antara lain serotonin, dan dopamin (Rang dkk, 2003).

Prostaglandin memainkan peranan dalam proses terjadinya mual muntah akibat

kemoterapi. Prostaglandin A2 dapat memberikan trauma pada lapisan mukosa

gastrointestinal akibat kemoterapi. Kemoterapi dapat menyebabkan trauma pada

mukosa gastrointestinal yang menyebabkan pelepasan serotonin, kemudian

menstimulasi reseptor 5HT3 untuk menstimulasi pusat muntah (Burke,2001).

Emesis akut timbul selama 24 jam pertama setelah kemoterapi,

sedangkan muntah yang baru dimulai pada hari kedua sampai keenam disebut

muntah terlambat (delayed emesis) (Rahardja, 2002). Selain emesis akut dan
22

delayed emesis, ada juga tipe muntah yang terjadi beberapa jam atau hari sebelum

kemoterapi yang disebut anticipatory nausea and vomiting (Vermorken, 2010b).

3. Terapi Non Farmakologi

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi efek samping

berupa mual muntah yaitu:

a. Makan dan minum sedikit tapi sering

b. Hindari makan 1-2 jam sebelum dan sesudah kemoterapi

c. Hindari makanan yang berbau, berminyak dan berlemak, pedas, terlalu

manis, panas

d. Sebaiknya makan makanan yang dingin, dan tempatkan pasien pada

ruangan yang sejuk

e. Lakukan relaksasi dengan menonton televisi, dan membaca

f. Tidur selama periode mual yang hebat, dan menjaga kebersihan mulut

serta berolahraga (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simodibrata, Setiati, 2006)

4. Terapi farmakologi

Terapi farmakologi dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan

antimuntah atau yang biasa disebut antiemetika.

a. Penggolongan Antiemetika

Berdasarkan mekanisme kerjanya antiemetika dapat dibedakan

menjadi tiga (3) kelompok dan beberapa obat tambahan:

1) Antikolinergika

Obat- obat ini ampuh pada mabuk darat, penyakit Meniere

dan mual kehamilan. Contohnya skopolamin dan antihistamin


23

(siklizin, meklizin, sinarizin, prometazin, dimenhidrinat) (Rahardja,

2010).

2) Antagonis Dopamin

Zat-zat ini berdaya melawan mual berdasarkan perintangan

neurotransmiter dari CTZ ke pusat muntah dengan jalan blokade

reseptor dopamin.

a) Propulsiva (prokinetika) : metoklopramida dan domperidon

b) Derivat butirofenon : haloperidol da droperidol

c) Derivat fenotiazin : proklorperazin dan thietilperazin

(torecan) (Rahardja, 2010).

3) Antagonis Serotonin

Mekanismenya memblokade serotonin yang memicu refleks

muntah dari usus halus dan rangsangan terhadap CTZ. Contohnya

granisetron, ondansetron, tropisetron (Rahardja, 2010).

4) Lain-lain

a) Kortikosteroida, seperti deksametason dan metilprednisolon

ternyata efektif untuk mual muntah yang diakibatkan oleh

sitostatika dan radioterapi. Penggunaannya sering kali

dengan suatu antagonis serotonin(Rahardja, 2010).

b) Alizaprida (Litican) digunakan setelah pembedahan,

rasioterapi, dan kemoterapi. Khasiatnya berdasarkan

penghambatan refleks muntah secara sentral (Rahardja,

2010).
24

c) Benzodiazepin mempengaruhi sistem kortikal/limbis dari

otak dan tidak mengurangi frekuensi dan hebatnya emesis,

melainkan memperbaiki sikap pasien terhadap peristiwa

muntah. Terutama lorazepam ternyata efektif sebagai

pencegah muntah (Rahardja, 2010).

b. Penanganan mual muntah dengan antiemetika

Mual muntah dapat ditangani dengan cara pemberian antiemetika atau

obat anti mual muntah. Antiemetik diberikan sebelum kemoterapi, dan

apabila setelah kemoterapi pasien memgalai mual muntah, maka dapat

diberi terapi lanjtan menggunakan antiemetika.


25

Tabel IV. Petunjuk Penanganan Mual Muntah Berdasarkan Cancer Care


Nova Scotia

Obat dan dosis untuk Pascakemoterapi (kemoterapetika resiko tinggi)


Kortikosteroid
Deksametason 8 mg PO sekali atau 2 kali sehari selama 2-3 hari ( 3-4 hari
jika menggunakan cisplatin)
antagonis reseptor serotonin atau antagonis reseptor dopamin
Ondansetron 8 mg Po setiap 12 jam
Granisteron atau dolasetron efektif untuk pemberian sebelum kemoterapi,
tetapi dapat diberikan setiap 24 jam
Metoklopramid 10-20 mg PO 2-4 kali sehari selama 2-3 hari ( 3-4 hari jika
menggunakan cisplatin)
Dapat ditambahkan difenhidramin (Benadryl) 25-50mg PO, unutk
mencegah reaksi ekstrapiramidal
ATAU

Prokloperazine 10 mg PO setipa 4-6 jam (jika perlu)

Kemoterapetika resiko sedang


Prokloperazine 10 mg PO setipa 4-6 jam (jika perlu)
Metoklopramid 10 mg setiap 4 jam (jika perlu)
Obat dan dosis adjuvan
(dapat ditambahakan pada regimen antiemetika yang lain)
Lorazepam 1-2 mg PO atau SL sebelum kemoterapi
Dronabinol 2,5-10 mg setiap 4-12 jam atau nabilone 1-2 mg 2 kali sehari
(untuk pasien tertentu)

(Luther,2010)
26

Pra-kemoterapi Pasca-kemoterapi
Risiko Antagonis reseptor Kortikosteroid oral
tinggi - serotonin setiap 24 jam selama 4
cisplatin ditambah hari ditambah
kortikosteroid antagonis reseptor
Kemoterapetika
serotonin selama 48
resiko tinggi
jam
menimbulkan
emesis

Risiko tinggi Pra-kemoterapi


–non cisplatin Antagonis reseptor
serotonin ditambah
kortikosteroid

Pasca –kemoterapi Pasca –kemoterapi


Kortikosteroid oral setiap 24 ATAU ORKortikosteroid oral
jam selama 3 hari ditambah ditambah metoklopramid
antagonis reseptor serotonin selama 2-4 hari
selama 24-48 jam

Risiko Pra-kemoterapi Pasca –kemoterapi


sedang Kortikosteroid oral Antagonis reseptor
dan/atau antagonis dopamin oral
reseptor dopamin selama 2-4 hari

Risiko Pra-kemoterapi
rendah Tidak dilakukan
premedikasi yang rutin,
dapat diberikan antagonis
dopamin jika diperlukan

Pasca-kemoterapi
Tidak diperlukan
antiemetik secara rutin

Gambar 7. Algoritma Penanganan Mual Muntah pada Pasien kanker


berdasarkan Cancer Care Nova Scotia (Luther, 2010)
27

E. Drug Related Problems(DRPs)

Drug Related Problem adalah kejadian yang tidak diinginkan yang

dialami oleh pasien berkaitan dengan terapi yang diperoleh oleh pasien. Drug

Related Problem meliputi keadaan butuh tambahan terapi obat (need for

additional drug therapy), tidak perlu terapi obat (unnecessary drug therapy), obat

tidak tepat (wrong therapy), dosis kurang (dosage too low), Adverse drug

reactions (ADRs), dosis berlebih ( dosage too high), Compliance (Cipolle, 1998).

Kategori dari Drug Related Problem yaitu:

1. Butuh tambahan terapi obat (need for additional drug therapy)

a. Pasien mempunyai kondisi medis baru yang membutuhkan terapi

awal pada obat.

b. Pasien mempunyai penyakit kronik yang membutuhkan terapi obat

berkesinambungan.

c. Pasien mempunyai kondisi kesehatan yang membutuhkan terapi

kombinasi untuk mencapai efek sinergis atau potensiasi.

d. Pasien dalam keadaan risiko pengembangkan kondisi kesehatan

baru yang dapat dicegah dengan penggunaan alat pencegah penyakit

pada terapi obat dan/atau tindakan pramedis.

2. Tidak perlu terapi obat (unnecessary drug therapy)

a. Pasien yang sedang mendapatkan pengobatan yang tidak tepat

indikasi pada waktu itu.


28

b. Pasien yang tidak sengaja maupun sengaja kemasukan sejumlah

racun dari obat atau kimia,sehingga menyebabkan rasa sakit pada

waktu itu.

c. Pengobatan pada pasien pengkonsumsi obat, alkohol dan rokok.

d. Kondisi kesehatan pasien lebih baik diobati dengan terapi tanpa

obat.

e. Pasien yang mendapatkan beberapa obat untuk kondisi yang mana

hanya satu terapi obat yang terindikasi.

f. Pasien yang mendapatkan terapi obat untuk pangobatan yang tidak

dapat dihindarkan dari reaksi efek samping yang disebabkan dengan

pengobatan lainnya.

3. Obat tidak tepat (wrong therapy)

a. Pasien dimana obat tidak efektif.

b. Pasien yang mempunyai riwayat alergi.

c. Pasien penerima obat yang paling tidak efektif untuk indikasi

pengobatan.

d. Pasien dengan faktor risiko pada kontraindikasi penggunaan obat.

e. Pasien menerima obat efektif tetapi least costly.

f. Pasien menerima obat efektif tetapi tidak aman.

g. Pasien yang tekena infeksi resisten terhadap obat yang digunakan.

h. Pasien menerima kombinasi produk yang tidak perlu dimana single

drug dapat memberikan pengobatan yang tepat.


29

4. Dosis kurang (dosage too low)

a. Pasien menjadi sulit disembuhkan dengan terapi obat yang

digunakan.

b. Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk menimbulkan respon.

c. Konsentrasi obat dalam serum dibawah range terapetik yang

diharapkan.

d. Waktu profilaksis antibiotik diberikan terlalu cepat.

e. Dosis dan fleksibilitas tidak cukup untuk pasien.

f. Terapi obat berubah sebelum terapetik percobaan cukup untuk

pasien.

g. Pemberian obat terlalu cepat.

5. Adverse drug reactions (ADRs)

a. Pasien yang faktor risiko yang berbahaya bila obat digunakan.

b. Ketersediaan dari obat dapat menyebabkan interaksi dengan obat

lain/makanan pasien.

c. Efek dari obat dapat diubah oleh substansi makanan pasien.

d. Efek dari obat dapat diubah penghambat enzim/pemacu obat lain.

e. Efek dari obat dapat diubah dengan pemindahan obat dari binding

site oleh obat lain.

f. Hasil labboratorium dapat berubah karena gangguan obat lain.


30

6. Dosis berlebih (dosage too high)

a. Pasien dengan dosis tinggi

b. Konsentrasi obat dalam serum pasien diatas range terapetik obat yang

diharapkan.

c. Dosis obat meningkat terlalu cepat.

d. Obat, dosis, rute, perubahan formulasi yang tidak tepat.

e. Dosis dan interval flexibility tidak tepat

7. Compliance

a. Pasien tidak menerima aturan pakai obat yang tepat (penulisan,

obat, pemberian, pemakaian)

b. Pasien tidak menuruti rekomendasi yang diberikan untuk

pengobatan.

c. Pasien tidak mengambil obat yang diresepkan karena mahal.

d. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan karena

tidak mengerti.

e. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan secara

konsisten karena merasa sudah sehat (Cipolle, 1998).

F. Keterangan Empiris

Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan gambaran

mengenai penatalaksanaan mual muntah pada pasien kanker ovarium

pascakemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009.

.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai “Evaluasi Penatalaksanaan Mual Muntah pada

Pasien Kanker Ovarium pascakemoterapi di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta tahun

2009” merupakan jenis penelitian non eksperimental (Observasional). Penelitian

ini disebut penelitian non eksperimental karena tidak ada perlakuan lebih lanjut

pada subjek uji. Rancangan penelitian berupa rancangan deskriptif evaluatif yang

bersifat retrospektif. Rancangan penelitian deskriptif karena penelitian hanya

bertujuan untuk eksploratif deskriptif terhadap fenomena yang terjadi. Penelitian

bersifat retrospektif karena data yang didapat pada penelitian ini di ambil dari

dokumen terdahulu.

B. Definisi Operasional

Untuk menyamakan persepsi dalam analisis, maka perlu dijelaskan

beberapa definisi operasional sebagai berikut:

1. Pasien kanker ovarium adalah semua pasien yang terdiagnosis kanker

ovarium menurut catatan rekam medik.

2. Lembar rekam medik adalah kumpulan catatan dokter, dan perawat yang

berisi data klinis pasien meliputi nomor rekam medik, nama, umur, diagnosa,

stadium, keluhan saat masuk, keluhan pascakemoterapi, dosis dan aturan

pakai, jumlah obat dan jenis obat yang digunakan, serta data laboratorium dan

data non laboratorium.

31
32

3. Kemoterapi kanker (kemoterapetik) adalah obat-obatan sitostatika yang

menyebabkan pemusnahan atau perusakan dari sel-sel tumor/kanker.

4. Pascakemoterapi adalah keadaan setelah menerima kemoterapi pada setiap

kasus kanker ovarium yang tercatat pada rekam medik RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta tahun 2009.

5. Mual muntah yang dimaksud pada penelitian ini adalah efek samping yang

dijumpai pada pasien kanker ovarium pascakemoterapi yang tercatat pada

rekam medik RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009.

6. Evaluasi adalah melihat ulang dan menyimpulkan mengenai kesesuaian

antara penatalaksanaan mual muntah yang diberikan pada pasien dengan

standar dan literature yang tersedia.

7. Golongan obat yang dimaksud pada penelitian ini adalah golongan obat-

obatan kemoterapi dan obat-obat antiemetika, vertigo, golongan obat susunan

saraf pusat sebagai terapi untuk penanganan mual dan muntah

pascakemoterapi.

8. Jenis obat yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah segala macam obat

yang diberikan dengan nama generik, kecuali golongan obat lain yang

nerupakan komposisi dari dari merk dagangnya yang merupakan kombinasi

dari beberapa obat dan vitamin yang diberikan.

9. Drug Related Problems (DRPs) adalah suatu keadaan yang tidak diinginkan

yang mungkin terjadi selama proses terapi berlangsung.

10. Butuh tambahan terapi adalah pasien butuh tambahan terapi obat baru

sebagai tambahan untuk memperbaiki keadaannya.


33

11. Tidak perlu terapi obat adalah pasien akan mengalami komplikasi akibat dari

mandapatkan obat yang tidak diperlukan atau tidak ada indikasi medis yang

valid yang mengharuskan pasien mendapatkan suatu obat.

12. Obat tidak tepat adalah pemberian obat yang kurang tepat dan tidak sesuai

dengan kondisi pasien.

13. Dosis kurang adalah takaran pemberian obat yang kurang atau tidak

mencukupi dari takaran yang seharusnya diberikan.

14. Adverse drug Reactions(ADPs) adalah munculnya efek yang tidak diinginkan

dari terapi obat yang diketahui efek farmakologinya.

15. Dosis berlebih adalah takaran pemberian yang berlabihan atau melebihi dari

takaran yang seharusnya diberikan.

C. Bahan penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah lembaran rekam medik pasien

dengan kasus kanker ovarium pascakemoterapi, dan lembar resep pasien

sepanjang tahun 2009.

D. Tatacara Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan yaitu tahap perencanaan,

tahap pengambilan data, dan tahap penyelesaian data.

1. Perencanaan

Dimulai dengan penentuan dan analisis masalah yang akan dijadikan

bahan penelitian kemudian mengurus perijinan di bagian Pendidikan dan

penelitian RSUP Dr. Sardjito untuk melihat dan mencatat data rekam medis
34

pasien kanker ovarium yang di rawat di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta tahun

2009.

2. Pengambilan data

Pada tahap pengambilan data, terlebih dahulu dilakukan penelusuran

data kemudian mengumpulkan data rekam medis dan mencatat data ke dalam

lembar laporan. Jumlah kasus kanker ovarium pascakemoterapi yang

mengalami mual muntah dan atau menerima antiemetik yang terdapat di

tahun 2009 sebanyak 73 kasus.

Proses pencarian data yang diperoleh dengan melihat laporan Instalasi

Catatan Medis, yang berisi nama, umur, hasil diagnosis, jenis obat, dosis

obat, lama perawatan, bentuk sediaan, cara pemberian obat dan keadaan

pasien selama menjalani perawatan, selanjutnya dilakukan pengambilan data

dari lembar rekam medis sesuai jumlah kasus yang ada dan dilakukan

pencatatan data. Kriteria dari data yang yang akan dicatat pada laporan adalah

sebagai berikut:

a. Inklusi

1) Kelengkapan rekam medis

2) Pasien kanker ovarium pascakemoterapi

3) Pasien kanker ovarium yang mengalami mual muntah dan atau

mendapat obat anti mual muntah

b. Ekslusi

1) Pasien dengan diagnosa lebih dari satu jenis kanker ( selain kanker

ovarium)
35

2) Pasien rawat jalan

3) Pasien dengan kehamilan

4) Mual muntah yang diinduksi oleh terapi radiasi dan pascaoperasi

(pembedahan)

Banyaknya sampel yang didapatkan adalah 44 kasus. Jumlah sampel

tersebut didapatkan dengan cara eksklusi dan inklusi pada 73 kasus, dan yang

masuk pada kriteria penelitian sebanyak 44 buah kasus. 44 buah kasus

tersebut akan digunakan sebagai data pada penelitian ini.

3. Tahap penyelesaian data

Data yang diperoleh dikelompokkan berdasar kelompok umur

pasien, stadium kanker dan persentase jenis antiemetika dan jenis-jenis obat

lainnya yang digunakan. Semuanya ini disajikan dalam bentuk tabel atau

gambar, kemudian data tersebut akan diberi keterangan berupa narasi dan

penjelasannya. Pada tahap terakhir yang dilakukan adalah membahas dan

mengevaluasi penggunanan antiemetika berdasarkan DRPs.

E. Kesulitan Penelitian

Pada pembuatan penelitian yang berjudul Evaluasi Penatalaksanaan Mual

Muntah pada Pasien Kanker Ovarium pascakemoterapi di RSUP.Dr.Sardjito

Yogyakarta tahun 2009 ini, terjadi kesulitan pada proses pengambilan data, hal

tersebut dikarenakan karena kesulitan dalam membaca rekam medik pasien dan

banyaknya singkatan-singkatan yang masih asing bagi penulis terutama ketika

awal pengambilan data. Namun hal tersebut dapat diatasi dengan cara bertanya
36

atau dengan studi literatur. Berjalannya waktu penulis mulai terbiasa membaca

rekam medik sehingga tidak ada kesulitan yang terlalu berarti.

F. Analisis Hasil

Data yang telah diolah dalam bentuk tabel akan dianalisis secara

deskriptif evaluative dengan menggunakan dasar literature dan guideline terapi

yang ada.

Hasil dari penelitian ini akan memberikan gambaran mengenai pasien

kanker Ovarium berupa umur, stadium, penaykit penyerta, dan terapi (berupa

persentase) yang didapatkan:

1. Umur pasien dikelompokkan dalam 9 kelompok umur yaitu 20-24 tahun,

25-29 tahun, 30-34 tahun, 35-39 tahun, 40-44 tahun, 45-49 tahun, 50-54

tahun, 55-59 tahun, dan 60-64 tahun

2. Pengelompokan stadium penyakit

3. Pengelompokan obat yang diterima pasien berupa kelas terapi, golongan

obat dan jenis obat akan mengikuti pengelompokan obat pada

Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI)

4. Sedangkan evaluasi DRPs dari obat anti mual muntah akan menggunakan

literature seperti MIMs, Drug Information Handbook (DIH), IONI, dan

Guideline terapi untuk penanganan mual muntah.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Kasus Kanker Ovarium di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta


Sepanjang Tahun 2009

Kasus kanker ovarium yang terdapat pada RSUP Dr. Sardjito yang terjadi

tahun 2009 sebanyak 44 kasus. Kasus terbanyak tedapat pada kelompok umur 47-

52 tahun yaitu sebesar 22,72 % atau sebanyak 10 kasus dari 44 kasus yang ada.

Hasil tersebut sesuai dengan teori dari CDC yaitu 90 % wanita terdiagnosis

kanker ovarium pada usia diatas 40 tahun. Untuk mengetahui penyebaran kasus

kanker Ovarium pascakemoterapi berdasarkan umur secara lengkap dapat dilihat

pada gambar 8 dibawah:

Gambar 8. Jumlah Kasus Kanker Ovarium Pascakemoterapi berdasarkan


kelompok umur

Klasifikasi stadium pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi yang

ada di RSUP. Dr. Sardjito yaitu dari stadium paling ringan yaitu IA hingga

stadium yang paling berat yaitu stadium IV ( IA, IB, IC, IIA, IIB, IIC, IIIA, IIIB,

37
38

IIIC, IV). Stadium kasus kanker ovarium yang ada di RSUP. Dr. Sardjito

sepanjang tahun 2009 adalah IA, IC, IIC, IIIC, dan IV , untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel V dibawah ini

Tabel V. Jumlah Kasus Kanker Ovarium Pascakemoterapi


berdasarkan Stadium

Stadium Jumlah Kasus Persentase(%)


IA 4 9,09
IC 8 18,18
IIC 5 11,36
IIIC 10 22,72
IV 11 25
Tidak Jelas 5 11,36

Dilihat dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kasus kanker ovarium

pascakemoterapi yang paling banyak terjadi yaitu pada stadium IV sebanyak 11

kasus dengan persentase 25 % dan yang paling sedikit pada stadium IA yaitu

sebanyak 4 kasus dengan persentase 9,09 %. Hal ini dikarenakan karena kanker

ovarium sulit terdeteksi pada stadium dini, sehingga kebanyakan pasien baru

mengetahui atau memeriksakan diri setelah memasuki stadium lanjut. Padahal

ketika telah memasuki stadium IV, kanker akan semakin sulit ditangani.

Pada tabel diatas terdapat 5 buah kasus dengan stadium yang tidak jelas,

hal tersebut dikarenakan ketidaklengkapan dari data rekam medik, pada diagnosis

hanya tertulis “ Ca Ovarii ” tanpa disertai dengan stadium dari kanker ovarium

tersebut.

Kasus kanker ovarium di RSUP. Dr. Sardjito, menurut data rekam medik

yang ada terdapat beberapa pasien dengan penyakit lain yang menyertai kanker
39

ovarium yang diderita oleh pasien. Penyakit lain tersebut sudah diderita oleh

pasien sebelum pasien memeriksakan diri.

Pada penelitian ini terdapat 19 kasus dengan penyakit penyerta seperti

hipertensi, maag, asma dll. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel VI

dibawah ini:

Tabel VI. Jumlah Kasus Kanker Ovarium Pascakemoterapi Berdasarkan


Penyakit yang Menyertai

Penyakit Penyerta Jumlah Kasus Persentase(%)


Asma 1 2,27
Maag 1 2,27
Hipertensi 7 15,91
Hipotensi 6 13,65
ISK 1 2,27
Gagal Ginjal 1 2,27
Hipokalemia 1 2,27
Total 19 40,91

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa junlah kasus paling banyak yaitu

kasus dengan penyakit penyerta hipertensi yaitu sebanyak 7 kasus dari 19 kasus,

dan yang paling kedua yaitu hipotensi sebanyak 6 kasus, dan penyakit lainnya

yaitu asma, maag, Infeksi Saluran Kemih (ISK), gagal ginjal dan hipokalemia

masing-masing sebayak 1 kasus.

Penyakit penyerta yang paling banyak diderita oleh pasien adalah

hipertensi, hal ini dapat disebabkan karena kebanyakan pasien kanker ovarium

yang memeriksakan diri telah berumur diatas 40 tahun sehingga risiko hipertensi

juga semakin besar.


40

B. Pola Pengobatan Kasus Kanker Ovarium di RSUP. Dr. Sardjito


Yogyakarta Sepanjang Tahun 2009

Kasus kanker ovarium yang terdapat di RSUP. Dr. Sardjito, pada

terapinya tidak hanya mendapatkan sitostatika, namun obat-obat lain yang

menunjang dalam proses terapi pasien. Pada penelitian ini terdapat 9 kelas terapi

obat yang diberikan kepada pasien kanker ovarium. Penggunaan obat pada kasus

kanker ovarium di RSUP. Dr. Sardjito dapat dilihat di tabel VII dibawah ini:

Tabel VII. Jumlah Kasus Kanker Ovarium Pascakemoterapi Berdasarkan


Kelas Terapi Obat-obatan yang didapatkan Pasien

Jumlah Kasus
Kelas Terapi (n=44) Persentase(%)
Antineoplastik dan Imunodulator 44 100
Obat yang Bekerja pada Sistem Saraf Pusat 38 86,36
Obat-obat yang Mempengaruhi Gizi dan
Darah 38 86,36
Obat yang Bekerja pada Sistem Saluran
Cerna 4 9,09
Obat yang digunakan untuk Pengobatan
Infeksi 4 9,09
Obat yang digunakan untuk Penyakit pada
Sistem Kardiovaskuler 3 6,81
Obat yang Bekerja Sebagai Analgesik 3 6,81
Obat yang Bekerja pada Sistem Saluran
Pernafasan 2 4,54
Obat untuk Penyakit Otot Seklet dan Sendi 1 2,27

Tabel diatas menunjukkan kelas terapi yang paling banyak digunakan

yaitu kelas terapi antineoplastik dan imunomodulator dengan kasus sebanyak 44

buah atau 100%. Obat sitostatika termasuk dalam kelas terapi obat antineoplastik,

sehingga pada kasus kanker ovarium khususnya pasien yang telah mendapatkan

kemoterapi (pascakemoterapi) semuanya mendapatkan sitostatika dalam


41

terapinya. Urutan kedua terbanyak yaitu obat-obatan yang teemasuk dalam kelas

terapi yang bekerja pada sistem saraf pusat dan obat yang mempengaruhi gizi dan

darah yaitu masing-masing sebanyak 38 kasus dari 44 kasus atau 86,36 %. Obat

yang bekerja pada sistem saraf pusat digunakan untuk mengatasi keluhan setelah

menjalani kemoterapi yaitu mual muntah, terutama dari golongan antiemetik, dan

obat yang mempengaruhi gizi dan darah ditujuan untuk mempercepat pemulihan

kondisi pasien, dan menambah darah akibat kemoterapi. Sedangkan, kelas terapi

obat yang paling sedikit digunakan yaitu obat untuk penyakit seklet dan sendi

yaitu sebanyak 1 kasus atau 2, 27%.

1. Antineoplastik dan Imunomodulator

Obat sitotoksik merupakan obat yang termasuk dalam kelas terapi

antineoplastik yang merupakan agen kemoterapi. Obat-obat sitostatika terbagi

menjadi beberapa golongan yaitu: zat pengalkil, antibiotik sitotoksik,

antimetabolit, alkaloid vinka dan etoposid, antineoplastik, dan imunomodulator.

Golongan zat pengalkil paling sering digunakan pada penanganan kanker ovarium

di RSUP Dr. Sardjito, jenis obatnya yaitu ciclophospamid. Golongan antibiotik

yang diberikan adalah Adriamisin, Bleomisin, dan Doksorubisin, golongan

antineoplastik yang diberikan antara lain Carboplatin, Paklitaksel (Paxus),

Taxotere, Cisplatin (Platosin).

Agen kemoterapi dapat diberikan baik secara injeksi maupun oral, namun

sebagian besar obat sitostatika diberikan secara injeksi (infus). Pasien kanker

ovarium di RSUP Dr. Sardjito lebih sering diberikan sitostatika dalam bentuk

kombinasi, kombinasi yang paling banyak diberikan yaitu CAP yang merupakan
42

kombinasi antara Ciclophospamid, Adriamisin, dan Platocin, kombinasi lain yang

biasa diberikan untuk pasien kanker ovarium di RSUP Dr. Sardjito yaitu BEP.

Kemoterapi sering digunakan kombinasi karena beberapa tumor memberikan

respon yang lebih baik terhadap kombinasi (B.POM RI, 2000), dengan

menggunakan kombinasi daya kerjanya saling dipotensiasi dan terjadinya

resistensi diperlambat dan dihindari (Rahardja, 2002). Dibawah ini merupakan

tabel yang berisi golongan obat dan jenis obat yang termasuk dalam kelas terapi

antineoplastik dan imnumodulator yang terdapat dalam kasus kanker ovarium di

RSUP Dr. Sardjito:

Tabel VIII. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi
Antineoplastik dan Imunomodulator

Jumlah Kasus Persentase


Golongan Obat Jenis Obat (n=44) (%)
Zat Pengalkil ciclophospamid 27 61,36
Antibiotik Sitotoksik doksorubisin 27 61,36
bleomisin 1 2,27
Alkaloid Vinka &
Etoposid etoposid 1 2,27
Antineoplastik carboplatin 15 34,09
paklitaksel 14 31,82
dosetaksel 1 2,27
cisplatin 27 61,36
Imunomodulator Biobran® 4 9,09

Jenis Obat yang paling sering diberikan sebagai agen kemoterapi yaitu

ciclosphospamid yang merupakan golongan zat pengalkil dan cisplatin yang

merupakan antineoplastik dengan jumlah 27 kasus dari 44 kasus yang ada atau

sebesar 61,36%, selain itu doksorubisin yang merupakan golongan antibiotik


43

sitotoksik juga banyak digunakan dalam kasus kanker ovarium yaitu sebanyak 27

kasus atau sebesar 59,09%.

2. Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat

Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat yang digunakan sebagai obat

anti mual muntah pada kasus kanker ovarium di RSUP. Dr. Sardjito adalah

golongan antimual dan vertigo. Obat kelas terapi ini banyak digunakan pada

pasien kanker ovarium pascakemoterapi karena salah satu efek dari kemoterapi

yang sering terjadi yaitu mual dan muntah. Obat golongan antagonis serotonin

banyak digunakan pada kasus kanker ovarium, jenis yang paling sering digunakan

yaitu ondansetron, karena dapat memblokade reseptor serotonin di otak yang

berperan pada mekanisme terjadinya mual dan muntah, namun di RSUP Dr.

Sardjito obat golongan ini lebih sering diberikan sebagai premedikasi sebelum

kemoterapi diberikan, hal tersebut bertujuan untuk mencegah efek samping

berupa mual muntah terjadi pada pasien setelah menjalani kemoterapi.

Penanganan mual muntah pascakemoterapi di RSUP. Dr. Sardjito yaitu

dengan pemberian antiemetika. Antiemtika yang paling banyak digunakan yaitu

metoclopramid. Pemberian antiemetik dapat secara oral maupun injeksi. Tetapi

paling banyak pemberian secara oral karena obat tersebut diberikan ketika pasien

pulang kerumah, sedangkan jika pasien rawat inap kebanyakan diberikan

antiemetik dalam bentuk injeksi. Untuk melihat secara lengkap jenis-jenis obat

antimual muntah yang diberikan pada pasien kanker ovarium pascakemoterapi di

RSUP Dr. Sardjito, dapat dilihat pada tabel IX dibawah ini:


44

Tabel IX. Golongan Obat dan Jenis Obat unutk Kelas Terapi Obat yang
Bekerja pada Sistem Saraf Pusat

Jumlah Kasus Persentase


Golongan Obat Jenis Obat (n=44) (%)
Antimual dan Vertigo
Antagonis 5-HT3 ondansetron 4 4,54
Lain-lain domperidon 1 2,27
metoclopramid 34 77,27

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jenis obat yang paling banyak

digunakan pada penanganan mual dan muntah pascakemoterapi pada pasien

kanker ovarium di RSUP Dr. Sardjito adalah metoclopramid yaitu sebanyak 34

kasus dari 44 kasus yang ada atau sebesar 77,27 %.

3. Obat yang mempengaruhi gizi dan darah

Asupan gizi dan vitamin sangat diperlukan pada pasien untuk

mempercepat proses penyembuhan, karena jika terjadi gangguan keseimbangan

nutrisi akan memperburuk kondisi pasien. Selain dari makanan sehari-hari,

pemberian vitamin dan mineral sangat diperlukan. Pemberian obat penambah

darah juga diperlukan karena biasanya pada pasien yang menjalani kemoterapi,

proses pembentukan sel darah merah akan terganggu sehingga akan menyebabkan

anemia pada pasien.


45

Tabel X. Golongan obat dan jenis obat yang mempengaruhi giszi dan darah

Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Kasus (n=44) Prosentase (%)


Vitamin Viliron® 4 9,09
Bevisil® 14 31,82
BC/vit C 14 31,82
Antianemia Biosanbe® 1 2,27
Prenamia® 9 20,45
Ferofort® 7 15,91
Sulfat Ferrous 14 31,82
Elektrolit Aspar-K® 1 2,27
KCl 1 2,27

4. Obat yang bekerja pada sistem saluran cerna

Obat pada kelas terapi yang bekerja pada sistem saluran cerna digunakan

untuk menangani gangguan yang terjadi pada saluran cerna seperti tukak

lambung. Salah satu obat yang termasuk dalam kelas terapi ini adalah ranitidin.

Ranitidin dapat digunakan sebagai antiemetik, karena ranitidin bekerja dengan

memblok reseptor histamin, namun ranitidin bukan pilihan terapi untuk

penanganan mual muntah yang diinduksi oleh kemoterapi.

Beberapa pasien kanker ovarium mengeluhkan kesulitan buang air besar.

Pada kelas terapi ini, obat golongan pencahar stimulan dapat digunakan untuk

menangani keluhan tersebut. Obat-obat yang bekerja pada sistem saluran cerna

yang digunakan pada kasus kanker ovarium RSUP Dr. Sardjito dapat diihat pada

tabel dibawah ini:


46

Tabel XI. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi Obat yang
Bekerja pada Sistem Saluran Cerna

Jumlah Kasus Persentase


Golongan Obat Jenis Obat (n=44) (%)
Antitukak
Penghambat pompa pantoprazol 3 6,81
proton omeprazole 1 2,27
Antagonis reseptor H2 ranitidin 1 2,27
Pencahar
Pencahar Stimulan Laxadin® 1 2,27

Obat dari kelas terapi ini yang paling digunakan adalah obat golongan

penghambat pompa proton yaitu pantoprazol dengan jumlah kasus 3 buah dari 44

kasus atau sebesar 6,81%.

5. Obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi

Obat pada kelas terapi ini ditujukan untuk pencegahan atau mengobati

infeksi yang dialami oleh pasien. Infeksi kemungkinan besar akan didapatkan oleh

pasien yang menjalani operasi, oleh karena itu pemberian kelas terapi ini

diperlukan. Pada pasien yang menjalani kemoterapi juga berisiko, karena efek

samping dari kemoterapi sendiri yang menyebabkan berkurangnya produksi sel

darah merah, trombosit, dan sel darah putih, dengan berkurangnya produksi sel

darah putih, komponen netrofil dan lekosit juga ikut menurun, sehingga

perlindungan terhadap adanya infeksi juga akan berkurang. Jenis-jenis obat untuk

infeksi yang diberikan pada pasien kanker ovarium di RSUP Dr. Sardjito dapat

dilihat pada tabel XI dibawah ini:


47

Tabel XII. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi Obat yang
digunakan untuk Pengobatan Infeksi

Jumlah Kasus Persentase


Golongan Obat Jenis Obat (n=44) (%)
Sefalosporin sefepime HCl 1 2,27
sefiksim 1 2,27
seftazidim 1 2,27
Antivirus metisoprinol 1 2,27
Antiprotozoa metronidazole 1 2,27

Golongan obat yang digunakan yaitu sefalosporin seperti sefepime HCl,

sefiksim, dan seftazidim, golongan Antivirus yaitu metiprinol, dan golongan

antiprotozoa yaitu metronidazole, dengan jumlah kasus masing-masing 1 buah.

6. Obat yang digunakan untuk penyakit pada sistem kardiovaskuler

Obar yang digunakan pada sistem kardiovaskuler, kebanyakan diberikan

pada pasien dengan hipertensi sebagai penyakit penyertanya. Golongan diuretik

paling sering digunakan untuk mengatasi hipertensi pada pasien. Contoh diuretik

kuat yang paling banyak digunakan yaitu furosemid yaitu sebanyak 2 kasus dan

golongan diuretik hemat kalium yaitu spironolakton. Golongan obat lainnya

dalam kelas terapi ini yang diberikan pada pasien kanker ovarium di RSUP Dr.

Sardjito yaitu golongan vasokonstriktor dan inotropik.


48

Tabel XIII. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi Obat yang
digunakan untuk penyakit pada sistem kardiovaskuler

Jumlah Kasus Persentase


Golongan Obat Jenis Obat (n=44) (%)
Diuretika
Diuretika kuat furosemid 2 4,54
Diuretika hemat kalium spironolacton 1 2,27
norepinefrin
Vasokonstriktor bitartat 1 2,27
Inotropik dobutamin 1 2,27

7. Obat yang bekerja sebagai analgesik

Obat pada kelas terapi ini diberikan kepada pasien untuk mengurangi

keluhan nyeri yang diderita. Biasanya nyeri yang dialami oleh pasien dikarenakan

pertumbuhan sel kanker pada ovarium, sehingga pasien akan mengalami nyeri

didaerah perut bawah. Golongan obat yang diberikan yaitu anlagesik opioid dan

analgesik non opioid. Jenis obat dari golongan analgesik opioid yang diberikan

pada kasus ini adalah tramadol HCl, dan jenis obat dari golongan analgesik non

opioid adalah asam mefenamat dan sistenol®.

Tabel XIV. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi Obat yang
bekerja sebagai Analgesik

Jumlah Persentase
Golongan Obat Jenis Obat Kasus (n=44) (%)
Analgesik Opioid tramadol hidroklorid 1 2,27
Analgesik Non Opioid asam mefenamat 1 2,27
Sistenol® 1 2,27

8. Obat yang berkerja pada sistem saluran pernafasan

Obat saluran nafas diberikan untuk mengatasi batuk dan sesak nafas yang

diakibatkan karena keadaan netropenia yang menyebabkan paru-paru mudah


49

terinfeksi sehingga dapat menyebabkan batuk ataupun sesak nafas. Golongan obat

yang diberikan pada pasien pada kelas terapi ini adalah golongan mukolitik dan

antihistamin. Jenis obat dari golongan mukolitik yang digunakan yaitu asetil

sistein dan jenis obat yang digunakan pada golongan antihistamin yaitu CTM (

klorfeniramin maleat).

Tabel XV. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas terapi Obat yang
Bekerja pada Sistem Saluran Pernafasan

Jumlah Kasus Persentase


Golongan Obat Jenis Obat (n=44) (%)
Mukolitik asetil sistein 1 2,27
Antihistamin CTM 1 2,27

9. Obat untuk penyakit otot seklet dan sendi

Obat pada kelas terapi ini digunakan unutk mengatasi masalah rematik

yang diderita oleh pasien. Terdapat 1 buah kasus pada pasien kanker ovarium di

RSUP Dr. Sardjito yang mendapatkan obat pada kelas terapi ini. Golongan obat

yang digunakan yaitu antirematik, dan jenis obat yang diberikan yaitu Ketorolak.

Tabel XVI. Golongan Obat dan Jenis Obat untuk Kelas Terapi Obat untuk
Penyakit Otot Seklet dan Sendi

Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Kasus (n=44) Persentase (%)


Antirematik ketolorak 1 2,27
50

C. Gambaran Kasus Drug Related Problems yang Terjadi pada


Penatalaksanaan Mual Muntah pada Pasien Kanker Ovarium di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009

Sebanyak 44 kasus Kanker Ovarium pascakemoterapi di RSUP. Dr.

Sardjito Yogyakarta tahun 2009 di evaluasi Drug Related Problem (DRP)nya.

DRPs yang akan dievaluasi yaitu butuh tambahan terapi obat (need for additional

drug therapy), tidak perlu terapi obat (unnecessary drug therapy), obat tidak tepat

( wrong therapy), dosis kurang (dosage too low), adverse drug reactions (ADRs),

dosis berlebih (dosage too high), compliance. Namun dalam penelitian ini,

kategori adverse drug reaction dan compliance tidak dapat dievaluasi karena tidak

dilakukan monitoring kepada pasien selama proses terapi berlangsung.

Evaluasi mengenai DRPs dikhususkan pada kasus terkait dengan mual

muntah yang dialami oleh pasien. Pada 44 kasus kanker ovarium, 12 kasus atau

27,27% mengalami mual dan muntah, 18 kasus atau 40,90% mengalami mual

saja, dan sisanya yaitu 14 kasus atau 31,81% tidak mengalami mual dan muntah.

Evaluasi dilakukan dengan cara membandingkan terapi yang didapatkan oleh

pasien kanker ovarium dengan Guidelines for the Management of Nausea and

Vomiting in Cancer Patients dari Cancer Care Nova Scotia , dan Drug

Information Handbook (DIH). Dari 44 kasus yang ada, terdapat 32 kasus yang

mengalami DRPs. Berikut ini akan ditampilkan ringkasan dalam tabel mengenai

kasus yang mengalami DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi:


51

Tabel XVII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi I


di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1370770 (TE, Kasus no 1)
Umur : 42 tahun, dirawat tanggal 8-9 November 2009
Ca Ovarii stadium IV
Pasien merasakan perut membesar, nyeri pada perut, kembung dan mengalami mual
dan muntah setelah menjalani kemoterapi dengan kombinasi paklitaksel 180 mg
(Paxus®) dan carboplatin 450 mg.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi metoclopramid 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp
sebelum menjalani kemoterapi.
Pasien tidak mendapatkan antiemetik pada terapinya.
Assessment :
1. Paklitaksel merupakan agen kemoterapi yang memiki risiko menyebabkan mual
muntah rendah( 10-30 %) carboplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
mula mundah sedang/moderat ( 30-90%), sehingga kemungkinan besar pasien
akan mengalami mual muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual muntah, namun tidak diberikan
antiemetik untuk menangani mual muntah tersebut, sehingga pasien memerlukan
tambahan terapi obat.

Rekomendasi :
1. Diberikan antiemetik yaitu metoclopramid untuk mengatasi mual muntah pasien
yang diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis metoclopramid yang direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-
6 jam perhari, selama 2-4 hari.
52

Tabel XVIII Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi II


di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1441833 (SM, kasus no 6)
Umur : 53 tahun, dirawat tanggal 2-4 Desember 2009
Ca Ovarii stadium IA
Pasien menjalani kemoterapi yang kedua pada tanggal 3 Desember 2009 dengan
kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500, doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan
cisplatin 50 (Platosin®)
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi dipenhidramin
2 amp, injeksi metoclopramid 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum menjalani
kemoterapi.
Setelah menjalani kemoterapi, pasien mengeluh mengalami mual, kemudian pasien
mendapatkan metoclopramid 1 tabet.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pasien hanya mendapatkan metoclopramid 1 tablet (10 mg) pada tanggal 4
Desember 2009, dan tidak mendapatkan antiemetik untuk dibawa pulang.
3. Penanganan mual muntah pada kasus ini tidak cukup hanya dengan
metoklopramid saja, karena adanya penggunaan cisplatin sebagai agen
kemoterapi.
Rekomendasi :
1. Metoclopramid diberikan untuk mengatasi mual muntah, dosis harian yang
diberikan kepada pasien kurang, karena menurut guideline dosis untuk
metoklopramid untuk mengatasi mual muntah yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-
6 jam perhari maka lebih baik jika pasien mendapatkan metoclopramid untuk
dibawa pulang.
2. Menambah dosis metoclopramid hingga 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam
perhari.
3. Jika mual pada pasien tidak tertangani hanya dengan pemberian metoklopramid
saja dikarenakan pasien mendapatkan cisplatin, maka dapat dikombinasikan
dengan deksametason atau metilprednisolon. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari
selama 4 hari.
53

Tabel XIX. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi III
di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1379929 (RM, kasus No 9)
Umur : 48 tahun, dirawat tanggal 20-24 Oktober 2009
Ca Ovarii stadium IIIC
Pasien mengeluh kesulitan buang air besar, dan merasakan mual terus menerus
setelah menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin®).
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien tidak mendapatkan antiemetik pada terapi.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual terus menerus, namun tidak diberikan
antiemetik untuk menangani mual muntah tersebut, sehingga pasien memerlukan
tambahan terapi obat.

Rekomendasi :
1. Diberikan antiemetik yaitu metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual
muntah pasien yang diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis metoclopramid yang direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-
6 jam perhari selama 2-3 hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48
jam.
3. Jika pemberian antiemetik tidak cukup untuk menangani mual pasien
dikarenakan pasien mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan
deksametason atau metilprednisolon. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama
4 hari.
54

Tabel XX. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi IV


di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1151736 (SW, kasus no 42)
Umur : 57 tahun, dirawat tanggal 26-27 Oktober 2009
Ca Ovarii stadium IV
Pasien merasa cemas dan mengeluh mual setelah menjalani kemoterapi dengan
kombinasi paklitaksel 180 mg (Paxus®) dan carboplatin 450 mg.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi dipenhidramin
2 amp, injeksi metoclopramid 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum menjalani
kemoterapi.
Pasien tidak mendapatkan antiemetik pada terapi.

Assessment :
1. Paklitaksel merupakan agen kemoterapi yang memiki risiko menyebabkan mual
muntah rendah( 10-30 %) namun carboplatin merupakan agen kemoterapi dengan
risiko mula mundah sedang/moderat ( 30-90%), sehingga kemungkinan besar
pasien akan mengalami mual muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual muntah, namun tidak diberikan antiemetik
untuk menangani mual muntah tersebut, sehingga pasien memerlukan tambahan
terapi obat.

Rekomendasi :
1. Diberikan antiemetik yaitu metoclopramid untuk mengatasi mual muntah pasien
yang diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis metoclopramid yang direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6
jam perhari, selama 2-4 hari.
55

Tabel XXI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi V


di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1385488 (SK, kasus no 44)
Umur : 48 tahun, dirawat tanggal 20 November 2009
Ca Ovarii stadium IC
Pasien datang untuk melanjutkan kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu
ciclosphospamid 500, doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin®)
setelah itu pasien mengeluh merasa mual.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi metoclopramid 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp
sebelum menjalani kemoterapi.
Pasien tidak mendapatkan antiemetik pada terapi.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual terus menerus, namun tidak diberikan
antiemetik untuk menangani mual muntah tersebut, sehingga pasien memerlukan
tambahan terapi obat.

Rekomendasi :
1. Diberikan antiemetik yaitu metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual
muntah pasien yang diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis metoclopramid yang direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-
6 jam perhari selama 2-3 hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48
jam.
3. Jika pemberian antiemetik tidak cukup untuk menangani mual pasien
dikarenakan pasien mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan
deksametason atau metilprednisolon. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama
4 hari.
56

Tabel XXII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi VI


di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1308887 (EK, kasus No 2)
Umur : 49 tahun, dirawat tanggal 16-17 Maret 2009
Ca Ovarii stadium IV
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin®).
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien tidak mengalami mual, tetapi pasien tetap diberikan
antiemetik untuk mencegah terjadinya mual dan muntah, menurut guideline
untuk menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena
pasien mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid
(deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual pasien dapat
diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
57

Tabel XXIII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi


VII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1441240 (HR, kasus No 4)
Umur : 33 tahun, dirawat tanggal 21-22 Oktober 2009
Ca Ovarii stadium IIC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin®).
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.

Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien tidak mengalami mual, dan pasien tidak mendapatkan
antiemetika. Sebaiknya antiemetik diberikan sebelum kemoterapi, dan setelah
kemoterapi untuk mencegah terjadinya mual muntah karena setelah pasien
pulang tidak dapat memonitoring keadaan pasien.
Rekomendasi :
1. Diresepkan deksametason dengan antiemetik yaitu metoclopramid/ondansetron
untuk mengatasi apabila pasien mengalami mual muntah diakibatkan oleh
kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
58

Tabel XXIV. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi


VIII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1085409 (RM, kasus No7)
Umur : 41 tahun, dirawat tanggal 19-20 Agustus 2009
Ca Ovarii stadium IC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin®). Pasien mengalami
mual pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual, pasien diberikan antiemetik untuk
mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guidline terapi untuk menangani
mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien mendapatkan
cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid (deksametason atau
metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual pasien dapat
diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
59

Tabel XXV. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi IX


di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1339945 (WN, kasus No 8)
Umur : 43 tahun, dirawat tanggal 31 juli-3 agustus 2009
Ca Ovarii stadium IIC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin®). Pasien mengalami
mual pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual, pasien diberikan antiemetik untuk
mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk
menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien
mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid
(deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual pasien dapat
diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
60

Tabel XXVI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi X


di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1344228 (PJ, kasus No10)
Umur : 23 tahun, dirawat tanggal 11-14 Maret 2009
Ca Ovarii stadium IC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin®). Pasien mengalami
mual pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual, pasien diberikan antiemetik untuk
mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk
menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien
mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid
(deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual pasien dapat
diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
61

Tabel XXVII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi


XI di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1377328 (SG, kasus No 11)
Umur : 44 tahun, dirawat tanggal 18-21 Februari 2009
Ca Ovarii stadium IV
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin®). Pasien mengalami
mual dan muntah pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual dan muntah, pasien diberikan antiemetik
untuk mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk
menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien
mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid
(deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual dan muntah
pasien dapat diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
62

Tabel XXVIII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi


XIIdi RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1379906 (SN, kasus No 12)
Umur : 53 tahun, dirawat tanggal 14-21 Maret 2009
Ca Ovarii stadium IV
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin®). Pasien mengalami
mual dan muntah pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual dan muntah, pasien diberikan antiemetik
untuk mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk
menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien
mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid
(deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual pasien dapat
diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
63

Tabel XXIX. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi


XIII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1402063 (MK, kasus No 13)
Umur : 42 tahun, dirawat tanggal 2-7 februari 2009
Ca Ovarii stadium IIIC
Pasien mengalami gangguan rasa nyaman. Pasien menjalani kemoterapi dengan
kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500, doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan
cisplatin 50 (Platosin®). Pasien mengalami mual dan muntah pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual dan muntah, pasien diberikan antiemetik
untuk mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk
menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien
mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid
(deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual dan muntah
pasien dapat diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
64

Tabel XXX. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi


XIV di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1352072 (NA, kasus No 14)
Umur : 59 tahun, dirawat tanggal 6-10 November 2009
Ca Ovarii stadium IV
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin®). Pasien mengalami
mual dan muntah pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual dan muntah, pasien diberikan antiemetik
untuk mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk
menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien
mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid
(deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual dan muntah
pasien dapat diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
65

Tabel XXXI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi


XV di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1408101 (SR, kasus No 15)
Umur : 54 tahun, dirawat tanggal 29 Juni 2009
Ca Ovarii stadium IC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin®). Pasien mengalami
mual dan muntah pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual dan muntah, pasien diberikan antiemetik
untuk mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk
menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien
mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid
(deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual dan muntah
pasien dapat diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
66

Tabel XXXII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi


XVI di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1379906 (SN, kasus No 16)
Umur : 53 tahun, dirawat tanggal 14-21 Maret 2009
Ca Ovarii stadium IV
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin®). Pasien mengalami
mual dan merasa lemas pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual, pasien diberikan antiemetik untuk
mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk
menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien
mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid
(deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual pasien dapat
diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
67

Tabel XXXIII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi


XVII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1410985 (LG, kasus No 17)
Umur : 53 tahun, dirawat tanggal 25-26 juni 2009
Ca Ovarii stadium IIIC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin®). Pasien mengalami
mual pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual, pasien diberikan antiemetik untuk
mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk
menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien
mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid
(deksametason atau metilprednisolon).
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual pasien dapat
diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
68

Tabel XXXIV. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi


XVIII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1420644 (TG, kasus No 8)
Umur : 62 tahun, dirawat tanggal 30 juni-8 juli 2009
Ca Ovarii stadium IIIC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin®). Pasien mengalami
mual pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual, pasien diberikan antiemetik untuk
mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk
menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien
mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid
(deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual pasien dapat
diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
69

Tabel XXXV. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi


XIX di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1425458 (PJ, kasus No 20)
Umur : 24 tahun, dirawat tanggal 29-31 desember 2009
Ca Ovarii stadium IC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin®). Pasien mengalami
mual pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab dan ondansetron 8mg iv.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual, pasien diberikan antiemetik untuk
mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk
menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid atau ondansetron
karena pasien mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan
kortikosteroid (deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual pasien dapat
diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
70

Tabel XXXVI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi


XX di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1419120 (uf, kasus No 21)
Umur : 24 tahun, dirawat tanggal 8-22 agustus 2009
Ca Ovarii stadium IIIC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin®).
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien tidak mengalami mual, tetapi pasien tetap diberikan
antiemetik untuk mencegah terjadinya mual dan muntah, menurut guideline
terapi untuk menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid
karena pasien mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan
kortikosteroid (deksametason.metilprednisolon).
Rekomendasi :
1. Diresepkan deksametason dengan antiemetik yaitu metoclopramid/ondansetron
untuk mengatasi kemungkinan terjadinnya mual muntah pada pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
71

Tabel XXXVII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi


XXI di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1420401 (RM, kasus No 22)
Umur : 35 tahun, dirawat tanggal 6-8 oktober 2009
Ca Ovarii stadium IIIC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin®). Pasien mengalami
mual pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual, pasien diberikan antiemetik untuk
mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk
menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien
mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid
(deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual pasien dapat
diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
72

Tabel XXXVIII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium


pascakemoterapi XXII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1432953 (ST, kasus No 23)
Umur : 45 tahun, dirawat tanggal 24-25 November 2009
Ca Ovarii stadium IA
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin®). Pasien mengalami
mual dan muntah pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual dan muntah, pasien diberikan antiemetik
untuk mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk
menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien
mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid
(deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual dan muntah
pasien dapat diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
73

Tabel XXXIX. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi


XXIII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1429726 (RM, kasus No 24)
Umur : 28 tahun, dirawat tanggal 9-10 september 2009
Ca Ovarii stadium IA
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin®).
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.

Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien tidak mengalami mual, dan pasien tidak mendapatkan
antiemetika. Sebaiknya antiemetik diberikan sebelum kemoterapi, dan setelah
kemoterapi untuk mencegah terjadinya mual muntah karena setelah pasien
pulang tidak dapat memonitoring keadaan pasien.
Rekomendasi :
1. Diresepkan deksametason dengan antiemetik yaitu metoclopramid/ondansetron
untuk mengatasi kemungkinan mual muntah yang terjadi pada pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
74

Tabel XL. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi


XXIV di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1429726 (uf, kasus No 25)
Umur : 24 tahun, dirawat tanggal 2-5 oktober 2009
Ca Ovarii stadium IA
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin®).
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien tidak mengalami mual dan muntah, pasien diberikan
antiemetik untuk mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline
terapi untuk menangani mual muntah yang mungkin terjadi tidak cukup
diberikan metoclopramid karena pasien mendapatkan cisplatin, dapat
dikombinasikan dengan kortikosteroid (deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual dan muntah
yang mungkin terjadi pada pasien dapat diberikan tambahan deksametason
dengan antiemetik yaitu metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual
muntah pasien yang diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
75

Tabel XLI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi


XXV di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1224681 (MA, kasus No 26)
Umur : 27 tahun, dirawat tanggal 18-19 agustus 2009
Ca Ovarii stadium IC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin®).
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien tidak mengalami mual dan muntah, pasien diberikan
antiemetik untuk mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline
terapi untuk menangani mual muntah yang mungkin terjadi tidak cukup
diberikan metoclopramid karena pasien mendapatkan cisplatin, dapat
dikombinasikan dengan kortikosteroid (deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual dan muntah
yang mungkin terjadi pada pasien dapat diberikan tambahan deksametason
dengan antiemetik yaitu metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual
muntah pasien yang diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
76

Tabel XLII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi


XXVI di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 0389046 (SL, kasus No 30)
Umur : 53 tahun, dirawat tanggal 3-5 april 2009
Ca Ovarii stadium IIIC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin®).
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien tidak mengalami mual dan muntah, pasien diberikan
antiemetik untuk mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline
terapi untuk menangani mual muntah yang mungkin terjadi tidak cukup
diberikan metoclopramid karena pasien mendapatkan cisplatin, dapat
dikombinasikan dengan kortikosteroid (deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual dan muntah
yang mungkin terjadi pada pasien dapat diberikan tambahan deksametason
dengan antiemetik yaitu metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual
muntah pasien yang diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
77

Tabel XLIII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi


XXVII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1412533 (DH, kasus No 32)
Umur : 48 tahun, dirawat tanggal 15-17 juni 2009
Ca Ovarii stadium IC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin®). Pasien mengalami
mual pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual, pasien diberikan antiemetik untuk
mengatasi terjadinya mual, menurut guideline terapi untuk menangani mual
muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien mendapatkan
cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid (deksametason atau
metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual pasien dapat
diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
78

Tabel XLV. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi


XXVIII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1419583 (MM, kasus No 33)
Umur : 47 tahun, dirawat tanggal 25-27 agustus 2009
Ca Ovarii stadium IC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin®).
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien tidak mengalami mual dan muntah, pasien diberikan
antiemetik untuk mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline
terapi untuk menangani mual muntah yang mungkin terjadi tidak cukup
diberikan metoclopramid karena pasien mendapatkan cisplatin, dapat
dikombinasikan dengan kortikosteroid (deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual dan muntah
yang mungkin terjadi pada pasien dapat diberikan tambahan deksametason
dengan antiemetik yaitu metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual
muntah pasien yang diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
79

Tabel XLV. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi


XXIX di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1422812 (SS, kasus No 36)
Umur : 47 tahun, dirawat tanggal 10-12 november 2009
Ca Ovarii stadium IC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin®). Pasien mengalami
mual pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan ondansetron 8mg 2x sehari.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual, pasien diberikan antiemetik untuk
mengatasi terjadinya mual, menurut guideline terapi untuk menangani mual
muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien mendapatkan
cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid (deksametason atau
metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual pasien dapat
diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
80

Tabel XLVI. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi


XXX di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1273643 (WL, kasus No 40)
Umur : 38 tahun, dirawat tanggal 6-8 februari 2009
Ca Ovarii stadium IIC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin®). Pasien mengalami
mual dan muntah pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual dan muntah, pasien diberikan antiemetik
untuk mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk
menangani mual muntah tidak cukup diberikan metoclopramid karena pasien
mendapatkan cisplatin, dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid
(deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual dan muntah
pasien dapat diberikan tambahan deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
81

Tabel XLVII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi


XXXI di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1376450 (SM, kasus No 43)
Umur : 55 tahun, dirawat tanggal 19-21 februari 2009
Ca Ovarii stadium IC
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin®).
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan metoclopramid 3x1 tab.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien tidak mengalami mual dan muntah, pasien diberikan
antiemetik untuk mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline
terapi untuk menangani mual muntah yang mungkin terjadi tidak cukup
diberikan metoclopramid karena pasien mendapatkan cisplatin, dapat
dikombinasikan dengan kortikosteroid (deksametason atau metilprednisolon)
Rekomendasi :
1. Jika pada pemberian metoklopramid tidak cukup menangani mual dan muntah
yang mungkin terjadi pada pasien dapat diberikan tambahan deksametason
dengan antiemetik yaitu metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual
muntah pasien yang diakibatkan oleh kemoterapi.
2. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
82

Tabel XLVIII. Evaluasi DRPs pada kasus kanker ovarium pascakemoterapi


XXXII di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009

Subyektif :
No. RM 1434883 (AN, kasus No 19)
Umur : 39 tahun, dirawat tanggal 30 november-29 desember 2009
Ca Ovarii stadium IV
Pasien menjalani kemoterapi dengan kombinasi CAP yaitu ciclosphospamid 500,
doksorubisin 50 (Adriamisin®), dan cisplatin 50 (Platosin®). Pasien mengalami
mual dan lemas pascakemoterapi.
Pasien mendapatkan premedikasi: injeksi dexametason 2 amp, injeksi
dipenhidramin 2 amp, injeksi ondansetron 8 mg, injeksi pantoprazol 1 amp sebelum
menjalani kemoterapi.
Pasien mendapatkan ranitidin 1 ampul dan ranitidin p.o 3 x 1 tablet.
Assessment :
1. Ciclophospamid dengan dosis 500 mg dan doksorubisin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko menimbulkan mual muntah sendang/moderat (30-
90%), sedangkan cisplatin merupakan agen kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah tinggi (>90%).Kombinasi agen kemoterapi tersebut
dapat menimbulkan efek samping mual dan muntah.
2. Pada kasus ini, pasien mengalami mual, tetapi pasien diberikan ranitidin untuk
mengatasi mual, tetapi terapi untuk menangani mual muntah tidak tepat, karena
ranitidin tidak direkomendasikan untuk penanganan mual dan muntah.

Rekomendasi :
1. Mengganti ranitidin dengan antiemetik.
2. Jika pemberian antiemetik saja tidak dapat menangani mual pasien dapat
diberikan kombinasi deksametason dengan antiemetik yaitu
metoclopramid/ondansetron untuk mengatasi mual muntah pasien yang
diakibatkan oleh kemoterapi.
3. Dosis deksametason 4 mg 1x sehari selama 4 hari ,dosis metoclopramid yang
direkomendasikan yaitu 10-20 mg diberikan setiap 4-6 jam perhari selama 2-3
hari, dan dosis ondansetron 8 mg 2x sehari selama 48 jam.
83

Satu tablet metoklopramid yang diberikan memiliki kekuatan 10 mg.

Selain diberikan antiemetika, penanganan mual muntah dapat dilakukan secara

non farmakologi antara lain relaksasi otot, mengalihkan pikiran, ataupun terapi

dengan mendengarkan musik, menghindari makanan yang berlemak atau

berminyak, berbau, dan pedas dan lain sebagainya.

Pada penanganan mual muntah akibat pemberian agen kemoterapi resiko

emesis tinggi, disarankan untuk penambahan kortikosteroid seperti deksametason

atau metilprednisolon apabila dalam pemberian antiemetik saja tidak dapat

menangani mual dan muntah yang dialami pasien, terutama karena pada

pemberian agen kemoterapi cisplatin. Penambahan kortikosteroid dapat

mengurangi pelepasan serotonin pada sel enterokromafin, sehingga stimuli yang

masuk ke pusat muntah akan berkurang. Kortikosteroid dapat meningkatkan

efektifitas dari antagonis resesptor serotonin daripada pemberian antagonis

serotonin secara tunggal.

Setiap pasien kanker ovarium yang akan mejalani kemoterapi pasti akan

mendapatkan premedikasi untuk menghindari efek samping yang diakibatkan

karena kemoterapi. Premedikasi yang didapatkan pasien biasanya berupa

kombinasi antara dexametason, dipenhidramin, metoclopramid, pantoprazol .Pada

premedikasi tersebut biasanya pasien sudah mendapatkan antiemetik untuk

menghindari kejadian mual muntah yang sering terjadi setelah pasien menjalani

kemoterapi, karena prinsip dari penatalaksanaan mual muntah pasca kemoterapi

yaitu jangan menunggu pasien mengeluh mual atau muntah baru dilakukan

tindakan, namun sedapat mungkin mencegah terjadinya mual dan muntah.


84

Pada ringkasan kasus DRPs diatas terdapat 30 kasus butuh tambahan

terapi ( need for additional therapy), karena pada ketigapuluh kasus tersebut,

pasien mengalami mual muntah akibat dari kemoterapi yang dijalani, namun

pasien tidak mendapatkan terapi antiemetik atau terapi yang diberikan kurang

untuk mengatasi mual dan muntah tersebut, sehingga pasien perlu mendapatkan

tambahan terapi berupa antiemetika ataupun kortikosteroid. Satu kasus yang

lainnya yaitu kasus II merupakan kasus DRPs dosis terlalu rendah (dosage too

low), pasien hanya mendapatkan 1 tablet metoklopramid untuk mengatasi mual

dan muntah yang dialami, dosis tersebut kurang, sehingga pasien perlu

mendapatkan tambahan metoklopramid untuk dibawa pulang, sedangkan 1 kasus

terakhir merupakan yaitu kasus XXXII merupakan kasus obat tidak tepat ( wrong

therapy) karena pasien mendapatkan rantidin sebagai obat anti mual muntah,

sedangkan ranitidin bukan obat pilihan untuk penangan mual dan muntah.

D. Rangkuman Pembahasan

Penelitian yang dilakukan yaitu evaluasi penatalaksanaan mual muntah

pada pasien kanker ovarium di RSUP Dr. Sardjito Yogayakarta tahun 2009

merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif

evaluatif yang bersifat retrospektif. Bahan penelitian yang digunakan yaitu rekam

medik dari pasien kanker ovarium. Acuan yang digunakan untuk mengevaluasi

DRPs yaitu Guidelines for the Management of Nausea and Vomiting in Cancer

Patients dari Cancer Care Nova Scotia, dan Drug Information Handbook (DIH).

Jumlah kasus yang diperoleh yaitu 44 kasus kanker ovarium

pascakemoterapi yang mengalami mual muntah. Pada 44 kasus tersebut paling


85

banyak terdapat pada kelompok umur 47-52 tahun yaitu sebesar 10 kasus atau

22,27%. Berdasarkan stadium kanker, kasus yang paling banyak yaitu pada

stadium IV yaitu sebanyak 11 kasus atau 25 %, sedangkan berdasarkan penyakit

penyerta, kasus yang paling banyak yaitu pasien dengan penyakit penyerta berupa

hipertensi yaitu sebanyak 8 kasus atau 18,18%.

Pasien mendapatkan obat-obatan dari berbagai macam golongan.

Golongan obat yang paling banyk didapatkan oleh pasien kanker ovarium yaitu

golongan obat antineoplastik dan imunomodulator yaitu sebanyak 44 kasus atau

100%, dikarenakan penelitian ini difokuskan pada pasien kanker ovarium

pascakemoterapi, dan golongan obat ini merupakan agen kemoterapi. Agen

kemoterapi yang paling banyak digunakan yaitu ciclophospamid dan doksorubisin

yaitu sebanyak 27 kasus atau 61,36%. Golongan obat terbanyak kedua yaitu

golongan obat yang bekerja pada sistem saraf pusat yaitu sebanyak 36 kasus atau

86,36%. Golongan obat ini banyak digunakan sebagai anti mual muntah,

dikarenakan efek samping dari kemoterapi yang sering muncul yaitu mual

muntah. Anti mual muntah (antiemetik) yang paling banyak digunakan di RSUP

Dr. Sardjito yaitu metoclopramid dengan jumlah kasus sebanyak 34 kasus atau

77,27 %. Sedangkan golongan obat yang paling sedikit digunakan oleh pasien

kanker ovarium yaitu golongan obat untuk penyakit otot seklet dan sendi yaitu

sebanyak 1 kasus atau 2,27%. Pada 44 kasus kanker ovarium, 12 kasus atau

27,27% mengalami mual dan muntah, 18 kasus atau 40,90% mengalami mual

saja, dan sisanya yaitu 14 kasus atau 31,81% tidak mengalami mual dan muntah.
86

Dari 44 kasus kanker ovarium yang diamati, terdapat 32 buah kasus yang

yang masuk dalam evaluasi DRPs. Dari kelima kasus tersebut semuanya

menjalani kemoterapi dan mengalami mual ataupun muntah pascakemoterapi.

Dari evaluasi DRPs, ditemukan 30 buah kasus butuh tambahan terapi (need for

additional therapy), 1 buah kasus dosis terlalu rendah (dosage too low), dan 1

buah kasus obat tidak tepat (wrong therapy). Berikut akan disajikan ringkasan

DRPs dalam bentuk tabel.

Tabel XLIX. Butuh tambahan terapi ( need for additional therapy)

Kasus Obat-Problem Assessment Rekomendasi

I dan IV Agen Paklitaksel merupakan Diberikan


kemoterapi agen kemoterapi yang metoclopramid
paklitaksel 180 memiki risiko dengan dosis yang
mg (Paxus®) menyebabkan mual direkomendasikan
dan carboplatin muntah rendah( 10-30 %) yaitu 10-20 mg
450 mg. Tidak namun carboplatin diberikan setiap 4-
mendapat merupakan agen 6 jam perhari
antiemetik. kemoterapi dengan risiko selama 2-4 hari.
mula mundah
sedang/moderat ( 30-
90%).
III , V, Agen Ciclophospamid dengan Diberikan
kemoterapi dosis 500 mg dan metoclopramid
XXIII ciclosphospamid doksorubisin merupakan dengan dosis yang
500, agen kemoterapi dengan direkomendasikan
doksorubisin 50 risiko menimbulkan mual yaitu 10-20 mg
(Adriamisin®), muntah sendang/moderat diberikan setiap 4-
dan cisplatin 50 (30-90%), sedangkan 6 jam perhari
(Platosin®). cisplatin merupakan agen selam 2-4 hari.
Tidak mendapat kemoterapi dengan risiko Jika tidak cukup,
antiemetik. menimbulkan mual dapat ditambahkan
muntah tinggi (>90%). kortikosteroid.

VI s/d Agen Ciclophospamid dengan Diberikan


kemoterapi dosis 500 mg dan tambahan
XVIII , XX ciclosphospamid doksorubisin merupakan deksametason 4
500, agen kemoterapi dengan mg 1x sehari
doksorubisin 50 risiko menimbulkan mual selama 4 hari
87

s/d XXII, (Adriamisin®), muntah sendang/moderat (apabila tidak


dan cisplatin 50 (30-90%), sedangkan cukup dengan
XXIVs/d (Platosin®). cisplatin merupakan agen antiemetik saja)
Mendapatkan kemoterapi dengan risiko dengan antiemetik
XXVIII, metoklopramid. menimbulkan mual yaitu
muntah tinggi (>90%). metoclopramid 10-
XXX,XXXI Tidak cukup hanya 20 mg diberikan
diberikan metoklopramid. setiap 4-6 jam
perhari selama 2-3
hari /ondansetron 8
mg 2x sehari
selama 48 jam.
XIX Agen Ciclophospamid dengan Diberikan
kemoterapi dosis 500 mg dan tambahan
ciclosphospamid doksorubisin merupakan deksametason 4
500, agen kemoterapi dengan mg 1x sehari
doksorubisin 50 risiko menimbulkan mual selama 4 hari
(Adriamisin®), muntah sendang/moderat (apabila tidak
dan cisplatin 50 (30-90%), sedangkan cukup dengan
(Platosin®). cisplatin merupakan agen antiemetik saja)
Mendapatkan kemoterapi dengan risiko dengan antiemetik
metoklopramid menimbulkan mual yaitu
dan muntah tinggi (>90%). metoclopramid 10-
ondansetron. Tidak cukup hanya 20 mg diberikan
diberikan metoklopramid setiap 4-6 jam
ataupun ondansetron saja. perhari selama 2-3
hari /ondansetron 8
mg 2x sehari
selama 48 jam.
XXIX Agen Ciclophospamid dengan Diberikan
kemoterapi dosis 500 mg dan tambahan
ciclosphospamid doksorubisin merupakan deksametason 4
500, agen kemoterapi dengan mg 1x sehari
doksorubisin 50 risiko menimbulkan mual selama 4 hari
(Adriamisin®), muntah sendang/moderat (apabila tidak
dan cisplatin 50 (30-90%), sedangkan cukup dengan
(Platosin®). cisplatin merupakan agen antiemetik saja)
Mendapatkan kemoterapi dengan risiko dengan antiemetik
ondansetron. menimbulkan mual yaitu
muntah tinggi (>90%). metoclopramid 10-
Tidak cukup hanya 20 mg diberikan
diberikan ondansetron setiap 4-6 jam
saja. perhari selama 2-3
hari /ondansetron 8
mg 2x sehari
selama 48 jam.
88

Tabel L. Dosis terlalu rendah ( dosage too low )

Kasus Obat-Problem Assessment Rekomendasi

II Agen kemoterapi Ciclophospamid dengan Menambah dosis


ciclosphospamid dosis 500 mg dan metoclopramid
500, doksorubisin doksorubisin merupakan hingga 10-20 mg
50 (Adriamisin®), agen kemoterapi dengan diberikan setiap
dan cisplatin 50 risiko menimbulkan mual 4-6 jam perhari
(Platosin®) muntah sendang/moderat selama 2-4 hari/
Mendapat 1 tablet (30-90%), sedangkan
metoklopramid cisplatin merupakan agen
kemoterapi dengan risiko
menimbulkan mual muntah
tinggi (>90%).

Tabel LI. Obat tidak tepat ( Wrong Therapy)

Kasus Obat-Problem Assessment Rekomendasi

XXXII Agen kemoterapi Ciclophospamid dengan Mengganti


ciclosphospamid dosis 500 mg dan ranitidin dengan
500, doksorubisin doksorubisin merupakan antiemetik,
50 (Adriamisin®), agen kemoterapi dengan Diberikan
dan cisplatin 50 risiko menimbulkan mual deksametason 4
(Platosin®). muntah sendang/moderat mg 1x sehari
Pasien (30-90%), sedangkan selama 4 hari
mendapatkan cisplatin merupakan agen (apabila tidak
ranitidin. kemoterapi dengan risiko cukup dengan
menimbulkan mual muntah antiemetik saja)
tinggi (>90%). Ranitidin dengan
bukan obat pilihan untuk antiemetik yaitu
penanagan mual dan metoclopramid
muntah. 10-20 mg
diberikan setiap
4-6 jam perhari
selama 2-3 hari
/ondansetron 8
mg 2x sehari
selama 48 jam.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil evaluasi penatalaksanaan mual muntah pada pasien

kanker ovarium pascakemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009,

didapatkan beberapa kesimpulan yaitu:

1. Kasus kanker ovarium yang sering dijumpai yaitu pada kelompok umur 47-52

tahun yaitu sebesar 10 kasus atau 22,27%, pada stadium IV dengan jumlah 11

kasus atau 25 %, dan penyakit penyerta berupa hipertensi dengan jumlah kasus

sebanyak 8 kasus atau 18,18%.

2. Terdapat 9 kelas terapi obat yang digunakan pada kasus kanker ovarium di

RSUP. Dr. Sardjito, yang paling banyak digunakan yaitu pada kelas terapi

antineoplastik dan imunomodulator dengan persentase 100%, golongan obat

yang paling banyak digunakan yaitu golongan antiemetik yaitu metoklopramid

sebanyak 34 kasus atau 77,27%.

3. Dalam evaluasi Drug Related Problem (DRPs) ditemukan 30 kasus butuh

tambahan terapi (need for additional therapy), 1 buah kasus dosis terlalu

rendah (dosage too low), dan 1 buak kasus obat tidak tepat (wrong therapy).

89
90

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian diatas, peneliti dapat menyarankan:

1. Dapat dilakukan penelitian mengenai evaluasi penatalaksanaan efek samping

kemoterapi pada jenis kanker lainnya.

2. Dapat dilakukan penelitian serupa, namun dengan rancangan penelitian yang

bersifat prospektif yang memungkinkan mengamati kondisi dari pasien secara

langsung khususnya dalam pemberian terapi dan dimonitor secara langsung.


91

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010, Kanker Indung Telur, http://sehat-enak.blogspot.com


/2010/01/kanker-indung-telur.html, diakses tanggal 26 November 2010

Aziz, M.F., 2009, Gynecological Cancer in Indonesia, J Gynecol Oncol,


Djamhuri, A., 1995, Sinopsis Farmakologi dengan Terapan Khusus di
Klinik dan Perawatan, 20,149-150

Badan POM RI, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, Sagung
Seto, Jakarta
Burke, M.B., Wilkes, G.M., Ingwerson,K., 2001, Cancer Chemotherapy: a
Nursing Process Approach, 3rd edition, Malloy Lithographing, Amerika,
pp. 135-139

CDC, 2010f, Ovarian Cancer Rate, http://www.cdc.gov/Features/


dsOvarianCancer/, diakses tanggal 20 September 2010

Cipolle, R.S., Strand, L.M., Morley, P.C., 1998, Pharmaceutical Care Practice,
Mc Graw Hill, New York, pp. 73-119,172-191
Cumming, B., 2001, Structure of an Ovary, http://www.tarleton.edu/
Departments/anatomy/ovary.html, diakses tanggal 24 November 2010

Heffner, Linda J., 2006, At a Glance Sistem Reproduksi, Edisi kedua, Penerbit
Erlangga, Jakarta, pp.90-91

Jackson, R.A., 2010a, Statistics : Ovarian Cancer National Alliance, http://www.


ovariancancer.org/about-ovarian-cancer/statistics/, diakses tanggal 20
September 2010

Jackson, R.A., 2010b, Risk Factors : Ovarian Cancer National Alliance,


http://www.ovariancancer.org/about-ovarian-cancer/risk-factors/, diakses
tanggal 20 September 2010

Junaidi, I., 2007, Kanker, BIP kelompok Gramedia, Jakarta

Kuswardhani, T., 2006, Penatalaksanaan Hipertensi pada Lanjut Usia,


ttp://ejournal.unud.ac.id/abstrak/penatalaksanaan%20hipertensi%20pada%2
0lanjut%20us1a%20(dr%20ra%20tuty%20k).pdf, diakses pada tanggal 16
Oktober 2010

Luther, E., 2010, Guidelines for the Management of Nausea and Vomiting in
Cancer Patients, http://www.cancercare.ns.ca/site-cc/media/cancercare/
NauseaVomitingBriefVersion.pdf, diakases pada tanggal 27 Oktober 2010
92

Navari, R.M., 2007, Overview of the updated antiemetic guidelines for


chemotherapy-induced nausea and vomiting, http://www.
communityoncology.net/journal/articles/0404s103.pdf, diakses tanggal 28
Agustus 2010

Norwitz, E., 2007, At a Glance Obstetri & Ginekologi, Edisi kedua, Penerbit
Erlangga. Jakarta, pp.69

Rahardja, K., Tjay, T.H., 2002, Obat-Obat Penting, Edisi kelima, PT Gamedia,
Jakarta, pp. 197-224,263-268

Rahardja, K., Tjay, T.H., 2010, Obat-obat Penting, Edisi keenam, PT Gramedia,
Jakarta, pp.56

Rang, H.P., Dale, M.M., Ritter, J.M., Moore, P.K., 2003, Pharmacology, 5th ed.,
Churchill Livingstone, New York

Rahayu, T., 2009, Kemoterapi, Lawan atau Kawan?, http://rumahkanker.com/


index.php?option=com_content&task=view&id=19&Itemid=59,diakses
tanggal 13 februari 2010

Rahayu, T., 2010, Kemoterapi, Kawan atau lawan?, http://rumahkanker.com/


index.php?option=com_content&view=article&id=19:kemoterapi-kawan-
atau-lawan&catid=15:medis&Itemid=69, diakses tanggal 24 Maret 2010

Rahman, A.A., 2004, Kanker Rahim (Ovarium), http://www.cancerhelps.com/


kanker-rahim.html, diakses tanggal 24 November 2010

Sudiharto, P., Suwondo,B.S., Hakimi,M., Aryono, R.M., Wibowo, T., Sutaryo,


H., Suryantoro, P., (Eds), 1997, Standar Pelayanan Medis, Komite Medis
RSUP.Dr. Sardjito dan Fakultas Kedokteran UGM, Yogayakarta, pp.233-
243

Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simodibrata, K.M., Setiati, S., 2006, Buku
Ajar Ilmu Penyakit dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta Pusat, pp.853

Sutedjo, A.Y., 2007, Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan
Laboratorium, edisi revisi, Amara Books, Yogyakarta
Sutoto, 2003, RS. Dr. Sardjito, http://www.pdspersi.co.id, diakses tanggal 13
februari 2010

Vermorken, J.B., 2010a, Chemotherapy-Induced Nausea an Vomiting: ESMO


Clinival Recomendations for Prophylaxis, http://annonc.oxfordjournals.org/
content/20/suppl_4/iv156/T2.expansion.html, diakses tanggal 27 Agustus
2010
93

Vermorken, J.B., 2010b, Chemotherapy-Induced Nausea an Vomiting: ESMO


Clinival Recomendations for Prophylaxis, http://annonc.oxfordjournals.org/
content/20/suppl_4/iv156/T1.expansion.html, diakses tanggal 27 Agustus
2010

Yunta, 2008, Alat Reproduksi Perempuan, http://yuntaq3.wordpress.com/


2009/02/07/fungsi-organ-reproduksi/, diaskes pada tanggal 27 Oktober 2010
94

LAMPIRAN
95

Lampiran 1. Surat keterangan telah menyelesaikan penelitian


96

Lampiran 2. Surat ijin Observasi tempat dan pengambilan data


97

Lampiran 3. Keterangan Kelaikan Etik


98

Lampiran 4. Daftar Kasus Kanker Ovarium Di RSUP.Dr. Sardjito Yogyakarta sepanjang tahun 2009

Cara
No No.RM Data diri Tanggal perawatan Diagnosis Keluhan Obat pember Tanggal pemberian Hasil Lab
Pascakemoterapi ian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 1370770 TE, 42 th 8 -9 november 2009 Ca ovarii std IV Mual muntah, perut Paxus 180 mg Infus 8 november 2009 Normal
TD 88/71 mmHg terasa penuh, Carboplastin 450 mg Infus 8 november 2009
kembung Metronidazole 3x1tab Oral 8 november 2009
Dobuject 15 tts/mnt Infus 9 november 2009
Vascon 10 cc/jam Infus 9 november 2009
Maxipime 2 g/24 j Injeksi 9 november 2009
2 1308887 EK, 49 th 16-17 Maret 2009 Ca Ovarii Std IV - Ciclophosphamid 500 mg Infus 16 maret 2009 Normal
(kemoterapi seri II) TD 130/90 mmHg Adriamicin 50 mg Infus 16 maret 2009
Platocin 50 mg Infus 16 maret 2009
Metoclopramide 3x 1tab Oral 17 maret 2009
SF/BC/Vit C 1x1 tab Oral 17 maret 2009
3 1432867 NY, 44 th, 16 – 26 september Ca Ovarii, ISK, - Sindaxel 260 mg Infus 17 september 2009 Normal
kelas VIP 2009( kemoterapi gagal ginjal Actoplatine 450 mg Infus 17 september 2009
17/9/09) TD 140/80 mmHg Pantozol 1 amp Injeksi 20 september 2009
Lasix 1 amp Injeksi 22, 23 september 2009
Vometa 1 tab Oral 22,23,26 september 2009
Biobran 1 tab Oral 22,26 september 2009
Fluimucil 15 cc Injeksi 26 september 2009
Tocef 1 tab oral 26 september 2009

4 1441240 HR, 33 th 21-22 Oktober 2009 Ca ovarii std IIc - Ciclophosphamid 500 mg Infus 21 oktober 2009 Normal
kelas VIP Doxorubisin 50 mg Infus 21 oktober 2009
Platosin 50 mg Infus 21 oktober 2009
Bevisil 1 x 1 Oral 22 oktober 2009
Prenamia 1 x 1 Oral 22 oktober 2009
99

Lampiran 4. Lanjutan

Cara
No No.RM Data diri Tanggal perawatan Diagnosis Keluhan Obat pember Tanggal pemberian Hasil Lab
Pascakemoterapi ian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
5 1404462 SK,40 th, 30 januari – 26 februari Ca Ovarii std IV Muntah Paclitaxel 210 mg Infus 19 februari 2009 Hgb 7,6
kelas VIP 2009 (Kemoterapi TD 90/60 mmHg Carboplatin 350 mg Infus 19 februari 2009 SGOT 55
19/2/09) Lasix 1 amp Injeksi 20,22 februari 2009 Hmt 22,4
Ketopain 1 amp Injeksi 20,22 februari 2009
Ultracet 2x1 (3 hr) Oral 20,22 februari 2009
Pantozol 1 amp Ijeksi 20 Februari 2009
Aspar K 1tab Oral 22 Februari 2009
Spironolacton 100 mg Oral 22 Februari 2009
Laxadyn syr 2cth Oral 22 Februari 2009
Omeprazole Oral 26 Februari 2009
Narfoz 1 amp/12 jam injeksi 26 Februari 2009
6 1441833 SM, 53 th, 2-4 desember Ca ovarii std I A Mual Ciclophosphamid 500 mg Infus 3 desember 2009 Normal
kelas III 2009(kemoterapi ke-2 TD 120/80 mmHg Adriamicin 50 mg Infus 3 desember 2009
3/12/090 Platocin 50 mg Infus 3 desember 2009
Bevisil 1 tab Oral 4 Desember 2009
Ferofort 1 tab Oral 4 Desember 2009
Primperan 1 tab Oral 4 Desember 2009
7 1085409 RM,41 th, 19-20 Agustus Ca Ovarii std IC Mual Ciclophosphamid 500 mg Infus 19 agustus 2009 Hgb 10,6
kelas III 2009(kemoterapi Iv TD 110/80 mmHg Adriamicin 50 mg Infus 19 agustus 2009 Hmt 31%
20/08/09) Platocin 50 mg Infus 19 agustus 2009
SF/BC/Vit C 2 x 1 Oral 20 Agustus 2009
Primperan tab 3 x 1 oral 20 Agustus 2009
8 1339945 WN,43 31 juli 2009 – 3 agustus Ca Ovarii std II C Mual Ciclophosphamid 500 mg Infus 1 agustus 2009 WBC 3,9
th,kelas 2009 TD 130/100 mmHg Adriamicin 50 mg Infus 1 agustus 2009
III Platocin 50 mg Infus 1 agustus 2009
Primperan 3 x 1 Oral 3 Agustus 2009
9 1379929 SM,48 th, 20 – 24 oktober 2009 Ca Ovarii std IIIC Sulit BAB, mual Ciclophosphamid 500 mg Infus 20 oktober 2009 Normal
kelas III TD 120/70 mmHg terus Adriamicin 50 mg Infus 20 oktober 2009
BB 44,5 Platocin 50 mg Infus 20 oktober 2009
kg Viliron 1 x 1 Oral 20 oktober 2009
Bevisil 1 x 1 Oral 24 oktober 2009
Prenamia 1 x 1 Oral 24 oktober 2009
100

Lampiran 4. Lanjutan

Cara
No No.RM Data diri Tanggal perawatan Diagnosis Keluhan Obat pember Tanggal pemberian Hasil Lab
Pascakemoterapi ian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
10 1344228 PJ,23 th, 11-14 Maret 2009 Ca Ovarii - Ciclophosphamid 500 mg Infus 13 maret 2009 Hgb 11
kelas III Adriamicin 50 mg Infus 13 maret 2009
Platocin 50 mg Infus 13 maret 20089
SF/BC/Vit C 3 x 1 tab Oral 14 maret 2009
Primperan 3 x 1 tab Oral 14 maret 2009
11 1377328 SG,44 th 18-21 Februari 2009 Ca Ovarii std IV Mual, muntah Ciclophosphamid 500 mg Infus 20 februari 2009 WBC 3,6
TD 150/70 mmHg Adriamicin 50 mg Infus 20 februari 2009 Plt 493000
Platocin 50 mg Infus 20 februari 2009
Metoclopramide 3 x 1 tab Oral 21 februari 2009
SF/BC/vit C 1 x 1 tab Oral 21 februari 2009
12 1379906 SN,53 th 14-21 maret 2009 Ca Ovarii std IV Mual, muntah Ciclophosphamid 500 mg Infus 14 maret 2009 Hgb 10,5
(kemoterapi 14/03/09) Adriamicin 50 mg Infus 14 maret 2009 Plt 485000
Platocin 50 mg Infus 14 maret 2009
SF/BC/vit C 3 x 1 Oral 21 maret 2009
Primperan tab 3 x 1 Oral 21 maret 2009
13 1402063 MK,42 th, 2-7 februari 2009 ( Ca Ovarii std IIIC Gangguan rasa Ciclophosphamid 500 mg Infus 2 februari 2009 Normal
kelas III kemoterapi I 2/2/09) nyaman, mual dan Adriamicin 50 mg Infus 2 februari 2009
muntah Platocin 50 mg Infus 2 februari 2009
Viliron 1 x 1 tab Oral 7 februari 2009
Primperan 3 x 1 tab Oral 7 februari 2009
14 1352072 NA,59 th, 6-10 November 2009 Ca ovarii std IV Anemia, cemas, Ciclophosphamid 500 mg Infus 9 november 2009 Normal
kelas III TD 120/70 mmHg mual dan muntah Adriamicin 50 mg Infus 9 november 2009
Platocin 50 mg Infus 9 november 2009
SF/BC/vit C 3 x 1 Oral 10 november 2009
Metoclopramide 3 x 1 Oral 10 november 2009
15 1408101 SR, 54 th, 29 juni 2009 Ca ovarii std IC Mual, muntah Ciclophosphamid 500 mg Indfus 29 juni 2009 Normal
kelas III TD 120/90 mmHg Adriamicin 50 mg Infus 29 juni 2009
Platocin 50 mg Infus 29 juni 2009
Metoclopramide 3 x 1 Oral 29 juni 2009
101

Lampiran 4. Lanjutan

Cara
No No.RM Data diri Tanggal perawatan Diagnosis Keluhan Obat pember Tanggal pemberian Hasil Lab
Pascakemoterapi ian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
16 1347784 JM, 47 th, 14 juli-13 agustus 2009 CaOvarii IIC Lemas, mual Paxus 180 mg Infus 12 agustus 2009 Hgb 10
kelas III TD 100/70 mmHg Carboplastin 450 mg Infus 12 agustus 2009 MCV 98,1
SF 1 x 1 Oral 12 agustus 2009
BC/Vit C 3 x 1 Oral 12 agustus 2009
Primperan 3 x 1 tab Oral 12 agustus 2009
17 1410985 LG,58 th 25-26 juni 2009 Ca Ovarii IIIC Mual Ciclophosphamid 500 mg Infus 25 juni 2009 Hgb 10,8
TD 140/90 mmHg Adriamicin 50 mg Infus 25 juni 2009
Platocin 50 mg Infus 25 juni 2009
SF/BC/vit C 3 x 1 Oral 26 juni 2009
Metoclopramide 3 x 1 Oral 26 juni 2009
18 1420644 TG,62 th, 30 juni-8 juli 2009 Ca Ovarii std IIIC, Cemas, mual Ciclophosphamid 500 mg Infus 8 juli 2009 Hgb 10,8
kelas III hipokalemia Adriamicin 50 mg Infus 8 juli 2009
Platocin 50 mg Infus 8 juli 2009
KCl 2 x 1 tab Oral 8 juli 2009
SF/BC/ vit C 3 x 1 Oral 8 juli 2009
Sotatik tab 3 x 1 Oral 8 juli 2009
19 1434883 AN,39 th, 30 november-29 Ca Ovarii std IV Mual,lemas Paclitaxel 210 mg Infus 24 desember 2009 Hgb 7,4
kelas III, desember 2009 ( TD 130/70 mmHg Carboplatin 350 mg Infus 24 desember 2009
BB 44 kg kemoterapi 24/12/09) Ranitidin 1 amp Injeksi 24 desember 2009
Ceftazidim 1 gram Injeksi 24 desember 2009
Ranitidin 3 x 1 tab Oral 29 desember 2009
CTM 3 x 1 tab Oral 29 desember 2009
20 1425458 PJ,24 th, 29-31 desember 2009 Ca ovarii IC Mual Ciclophosphamid 500 mg Infus 29 desember 2009 Normal
kelas III, TD 90/70 mmHg Adriamicin 50 mg Infus 29 desember 2009
BB 45 kg Platocin 50 mg Infus 29 desember 2009
Isoprinosin tab XX 3 x1 Oral 29 desember 2009
Ondansetron 8 mg iv Injeksi 30 desember 2009
SF/BC/vit C 3 x 1 Oral 31 desember 2009
primperan tab 3 x 1 Oral 31 desember 2009
102

Lampiran 4. Lanjutan

Cara
No No.RM Data diri Tanggal perawatan Diagnosis Keluhan Obat pember Tanggal pemberian Hasil Lab
Pascakemoterapi ian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
21 1419120 UF,24 th 8-22 agustus 2009 Ca Ovarii IIIC - Ciclophosphamid 500 mg Oral 21 agustus 2009 Normal
(dengan asma dan Adriamicin 50 mg Oral 21 agustus 2009
maag) Platocin 50 mg 21 agustus 2009
TD 120/80 mmHg SF/BC/vit C 1 x 1 22 agustus 2009
Metoclopramide 3 x 1 22 agustus 2009
22 1420401 RM, 6-8 oktober 2009 Ca Ovarii IIIC Mual Ciclophosphamid 500 mg Infus 6 oktober 2009 MCV 99,7
35th,BB TD 110/80 mmHg Adriamicin 50 mg Infus 6 oktober 2009
51 kg Platocin 50 mg Infus 6 oktober 2009
SF/BC/vit C 3 x 1 Oral 8 oktober 2009
Sotatik 3 x 1 Oral 8 oktober 2009
23 1432953 ST,45 th, 24-25 november 2009 Ca ovarii IA Gangguan mutrisi, Ciclophosphamid 500 mg Infus 24 november 2009 WBC 1,9
kelas III, TD 120/80 mmHg mual, muntah Adriamicin 50 mg Infus 24 november 2009
BB 32,5 Platocin 50 mg Infus 24 november 2009
kg SF/BC/vit C 2 x 1 Oral 25 november 2009
Metoclopramide 3 x 1 Oral 25 november 2009
24 1429726 RM, 28 9-10 september 2009 Ca Ovarii IA - Ciclophosphamid 500 mg Infus 9 september 2009 Normal
th, BB 40 TD 120/80 mmHg Adriamicin 50 mg Infus 9 september 2009
kg Platocin 50 mg Infus 9 september 2009
Bevisil 1 x 1 Oral 10 september 2009
Prenamia 1 x 1 Oral 10 september 2009
25 1429726 RM, 28 2 -5 oktober 2009 Ca ovarii IA - Ciclophosphamid 500 mg Infus 2 oktober 2009 Normal
th, BB 40 TD 120/80 mmHg Adriamicin 50 mg Infus 2 oktober 2009
kg Platocin 50 mg Infus 2 oktober 2009
Metoclopramide 3 x 1 Oral 5 oktober 2009
Viliron 2 x 1 Oral 5 oktober 2009
26 1224681 MA, 27 18-19 agustus 2009 Ca ovarii IC - Ciclophosphamid 500 mg Infus 18 agustus 2009 Normal
th, kelas I TD 110/70 mmHg Adriamicin 50 mg Infus 18 agustus 2009
Platocin 50 mg Infus 18 agustus 2009
Bevisil 1 x 1 Oral 19 agustus 2009
Prenamia 1 x 1 Oral 19 agustus 2009
Metoclopramide 3 x 1 Oral 19 agustus 2009
103

Lampiran 4. Lanjutan

27 1328621 EP,44th, 19-21 november 2009 Ca Ovarii std IIIC Mual Paxus 180 mg Infus 20 november 2009 Hgb 10,4
kelas II TD 110/70 mmHg Carboplastin 450 mg Infus 20 november 2009
Bevisil 1 x 1 Oral 21 november 2009
Prenamia 1 x 1 Oral 21 november 2009
Sotatik 3 x 1 Oral 21 november 2009
28 1328621 EP,44th, 21-24 agustus 2009 Ca Ovarii std IIIC - Paxus 180 mg Infus 23 agustus 2009 Normal
kelas II TD 120/80 mmHg Carboplastin 450 mg Infus 23 agustus 2009
Bevisil 1 x 1 Oral 24 agustus 2009
Ferofort 1 x 1 Oral 24 agustus 2009
Primperan 3 x 1 Oral 24 agustus 2009
29 1273637 SH,55 th, 16-17 november 2009 Ca ovarii std IC Mual Paxus 180 mg Infus 16 november 2009 MCV 92,3
kelas II TD 110/70 mmHg Carboplatin 450 mg infus 16 november 2009
SF/BC/vit C 3 x 1 Oral 17 november 2009
Sotatik 3 x 1 Oral 17 november 2009
30 0389046 SL, 53 th, 3-5 april 2009 Ca ovarii std IIIC - Ciclophosphamid 500 mg Infus 4 april 2009 Plt 470000
kelas I TD 100/70 mmHg Adriamicin 50 mg Infus 4 april 2009
Platocin 50 mg Infus 4 april 2009
Bevisil 1 x 1 Oral 5 april 2009
Ferofort 1 x 1 Oral 5 april 2009
Primperan 3 x 1 Oral 5 april 2009
31 1411746 SD,47th, 12-13 mei 2009 Ca ovarii IIC - Paxus 180 mg Infus 12 mei 2009 Hgb 9,6
kelas VIP Td 120/80 mmHg Carboplatin 450 mg Infus 12 mei 2009
Invomit 8 mg 3 x1 Oral 13 mei 2009
Biobran 2 x 1 Oral 13 mei 2009
Sistenol K/P Oral 13 mei 2009
32 1412533 DH, 48 th 15-17 juni 2009 Ca Ovarii std Mual Ciclophosphamid 500 mg Infus 16 juni 2009 Normal
IIIC Adriamicin 50 mg Infus 16 juni 2009
TD 110/80 mmHg Platocin 100 mg Infus 16 juni 2009
Bevisil 1 x 1 Oral 17 juni 2009
Ferofort 1 x 1 Oral 17 juni 2009
Metoclopramide 3 x 1 Oral 17 juni 2009
104

Lampiran 4. Lanjutan

Cara
No No.RM Data diri Tanggal perawatan Diagnosis Keluhan Obat pember Tanggal pemberian Hasil Lab
Pascakemoterapi ian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
33 1419583 MM,47 th, 25-27 agustus 2009 Ca ovarii std IC - Ciclophosphamid 500 mg Infus 26 agustus 2009 Hgb 10
kelas III TD 150/100 mmHg Adriamicin 50 mg Infus 26 agustus 2009
Platocin 50 mg Infus 26 agustus 2009
Bevisil 1 x 1 Oral 27 agustus 2009
Prenamia 1 x 1 Oral 27 agustus 2009
ferofort 1 x 1 Oral 27 agustus 2009
Primperan 3 x 1 Oral 27 agustus 2009
34 1417087 AD,61 th 26 oktober-11 Ca ovarii std IV - Paxus 180 mg Infus 10 november 2009 Hgb 8,3
november 2009 TD 120/80 mmHg Carboplatin 450 mg Infus 10 november 2009 MCV 93,3
Bevisil tab 1 x 1 Oral 11 november 2009
Prenamia tab 1 x 1 Oral 11 november 2009
Primperan tab 2 x 1 Oral 11 november 2009
35 1409423 SK,60 th, 6-7 april 2009 Ca ovarii IV Mual, muntah, Paxus 180 mg Infus 6 april 2009 Normal
kelas II TD 150/80 mmHg lemas, tidak bisa Carboplatin 450 mg Infus 6 april 2009
makan Pantozol 1 amp/24 j Injeksi 6 april 2009
Primperan 1amp/8 j Injeksi 6 april 2009
Ondansetron tab 8mg Oral 6, 7 april 2009
2x1
Biobran 1 x 1 Oral 7 april 2009
Pantozol tab 1 x 1 Oral 7 april 2009
Primperan k/p 2 x 1 tab Oral 7 april 2009
36 1422812 SS,47 10-12 november 2009 Ca ovarii Mual Ciclophosphamid 500 mg Infus 11 november 2009 Hgb 10,3
th,kelas TD 120/80 mmHg Adriamicin 50 mg Infus 11 november 2009
VIP Platocin 50 mg Infus 11 november 2009
Narfos 8 mg 2 x 1 Oral 12 november 2009
Biosanbe 1 x 1 Oral 12 november 2009
37 1407755 SR,56 th, 13-14 maret 2009 Ca ovarii Mual, muntah Taxotere 100 mg Infus 13 maret 2009 SGOT 62
kelas VIP TD 130/70 mmHg Carboplatin 450 mg Infus 13 marret 2009
Invomit 3 x 1 Oral 14 maret 2009
Biobran 2 x 1 Oral 14 maret 2009
105

Lampiran 4. Lanjutan

Cara
No No.RM Data diri Tanggal perawatan Diagnosis Keluhan Obat pember Tanggal pemberian Hasil Lab
Pascakemoterapi ian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
38 1417318 SW,59 th, 19-22 mei 2009 Ca ovarii Cemas Paxus 210 mg Infus 21 mei 2009 Plt 626000
kelas II TD 120/80 mmHg Carboplatin 450 mg infus 21 mei 2009
Bevisil tab 1 x 1 Oral 22 mei 2009
Prenamia tab 1 x 1 Oral 22 mei 2009
Primperan tab 3 x 1 Oral 22 mei 2009
39 1433916 DW, 49 th 17-18 september 2009 Ca ovarii std IV Mual Paxus 180 mg Infus 17 september 2009 MCV 92,2
TD 170/110 mmHg Carboplatin 450 mg infus 17 september 2009 Plt 579000
Bevisil 1 x 1 Oral 18 september 2009
Ferofort 1 x 1 Oral 18 september 2009
Primperan 3 x 1 Oral 18 september 2009
40 1273643 WL, 38 6-8 februari 2009 Ca ovarii std IIC Mual, muntah Ciclophosphamid 500 mg Infus 7 februari 2009 Normal
th, kela s TD 110/70 mmHg Adriamicin 50 mg Infus 7 februari 2009
III Platocin 50 mg Infus 7 februari 2009
Viliron 1 x 1 Oral 8 Februari 2009
Primperan 3 x 1 Oral 8 Februari 2009
Asam mefenamat 3 x 1 Oral 8 februari 2009
41 1520325 SM, 49 th, 27-30 agustus 2009 Ca ovarii std IIC Cemas, mual Bleomicin 15 mg Infus 29 agustus 2009 Normal
kelas I TD 110/70 mmHg Etoposid 100 mg Infus 29 agustus 2009
Platocin 50 mg Infus 29 agustus 2009
Bevisil 1 x 1 Oral 30 Agustus 2009
Ferofort 1 x 1 Oral 30 Agustus 2009
Primperan 3 x 1 Oral 30 agustus 2009
42 1151736 SW, 57 th, 26-27 oktober 2009 Ca ovarii IV Cemas, mual Paxus 180 mg Infus 26 oktober 2009 MCV 92,3
kelas III TD 150/100 mmHg Carboplastin 450 mg Infus 26 oktober 2009
Bevisil 1 x 1 Oral 27 oktober 2009
Prenamia 1 x1 Oral 27 oktober 2009
43 1376450 SM, 55 th, 19-21 februari 2009 Ca ovarii IC Cemas Ciclophosphamid 500 mg Infus 20 februari 2009 Normal
kelas I TD 100/70 mmHg Adriamicin 50 mg Infus 20 februari 2009
Platocin 50 mg Infus 20 februari 2009
Bevisil 1 x 1 Oral 21 Februari 2009
Ferofort 1 x 1 Oral 21 Februari 2009
Primperan 3 x 1 Oral 21 februari 2009
106

Lampiran 4. Lanjutan

Cara
No No.RM Data diri Tanggal perawatan Diagnosis Keluhan Obat pember Tanggal pemberian Hasil Lab
Pascakemoterapi ian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
44 1385488 SK, 48th, 20 November 2009 Ca Ovarii IC mual Ciclophosphamid 500mg infus 20 november 2009 Hgb 10,8
kelasIII TD 130/80 mmHg Adriamicin 50 mg MCV 96,7
Platocin 100 mg
107

Lampiran 5. Guideline penatalaksanaan mual muntah akibat kemoterapi


(Guidelines for the Management of Nausea and Vomiting in Cancer Patients dari
Cancer Care Nova Scotia)
108

Lampiran 6. Pembagian tipe mual muntah dan klasifikasi agen kemoterapi


berdasarkan potensi menyebabkan mual dan muntah

Definitions of nausea and vomiting

Definition Time of onset


Acute nausea and vomiting Initial 24 h after chemotherapy
Delayed nausea and vomiting Later than 24 h after chemotherapy
Anticipatory nausea and vomiting Days to hours before chemotherapy

Relative emetogenic potential of chemotherapy (if no antiemetic prophylaxis


is used)

High (emetic risk ≥90%) Intravenous agents


Cisplatin
Mechloretamine
Streptozotocin
Carmustine
Cyclophosphamide ≥1500 mg/m2
Dacarbazine
Oral agents
Hexamethylmelamine
Procarbazine
Moderate (emetic risk 30–90%) Intravenous agents
Oxaliplatin
Cytarabine >1 g/m2
Carboplatin
Ifosfamide
Cyclophosphamide <500 mg/m2
Doxorubicin
Epirubicin
Daunorubicin
Idarubicin
Irinotecan
Oral agents
Cyclophosphamide
Etoposide
Temozolomide
Vinorelbine
Imatinib
Low (emetic risk 10–30%) Intravenous agents
Topotecan
Gemcitabine
Liposomal doxorubicin
Mitoxantrone
109

Docetaxel
Paclitaxel
Etoposide
Teniposide
Pemetrexed
Methotrexate
Mitomycin
Fluorouracil
Cytarabine <100 mg/m2
Bortezomib
Cetuximab
Trastuzumab
Oral agents
Capecitabine
Fludarabine
Minimal (emetic risk <10%) Intravenous agents
Bleomycin
Busulfan (not for high-dose therapy)
2-Chlorodeoxyadenosine
Fludarabine
Vincristine
Vinblastine
Vinorelbine
Bevacizumab
Oral agents
Chlorambucil
Hydroxyurea
L-Phenylalanine mustard
6-Thioguanine
Methotrexate
Gefitinib
Erlotinib

Lampiran 7. Perhitungan interval data umur pasien


Penggolongan usia dilakukan dengan menggunakan rumus distribusi frekuensi
Sturges
Interval data yang digunakan:
I = (R/M)
Data min = 23 tahun
Data max = 62 tahun
N = 44
110

R = 62 – 23 = 39
M = 1 + 3,3 log N
M = 1 + 3,3 log 44
M = 1 + 5,423
M = 6,423
I = 39/6,423 = 6,072 ∞ 6
Interval yang digunakan = 6
Lampiran 8. Daftar obat Brand Name dan Generik (Zat aktif)
1. Actoplatin® : Carboplatin
2. Adriamisin® : Doksorubisin
3. Aspar-K® : KI- aspartate
4. Bevisil® : beta karoten, vit c, vit e, zn, selenium
5. Biosanbe®: fe gluconate, manganese, sulfate, copper sulfate, vit c, asam
folat, cyanocobalamin, sorbitol
6. Dobuject® : dobutamin
7. Ferofort®: ferronyl, asam askorbat, asam folat, vit b1, vit b2, vit b6, vit
b12, niacinamide, ca pantotenat, lysine, zn
8. Fluimucil® : asetil sistein
9. Invomit® : metoclopramid
10. Isoprinosin® : methisoprinol
11. Ketopain® : ketorolak tromethamine
12. Lasix® : furosemid
13. Laxadine® : fenolftaleina
14. Maxipime® : sefepime HCl
15. Narfoz® : ondansetron
16. Pantosol® : pantoprazol
17. Paxus® : paklitaksel
18. Platosin® : cisplatin
19. Prenamia®: fero fumarat, asam folat, vit b12, vit c, ca karbonat, vit d
20. Primperan® : metoclopramid
21. Sindaxel®: Paclitaksel
111

22. Sistenol® : parasetamol + asetil sitein


23. Sotatic® : metoclopramid
24. Taxotere® : dosetaksel
25. Tocef® : sefiksim
26. Ultracet® : tramadol hidrokrorid
27. Vascon® : norepinephrine bitartate
28. Viliron® : vit c, vit b1, vit b6, mononitrat, bit b12, asam folat, ca-pantoteat,
nikotinamid, serbuk ektrak hati, fe, tembaga, na-dioktilsulfosuksinat
29. Vometa® : domperidon
112

Lampiran 9. Penentuan Stadium pada Kanker Ovarium


Satdium Batasan

Stadium 1. Tumor terbatas pada ovarium

1a. Tumor terbatas pada satu ovarium, tak ada tumor dipermuakaan luar,

kapsul utuh.

1b. Tumor terdapat pada dua ovarium, dipermukaan luar licin, kapsul utuh.

1c. Tumor pada satu atau dua ovarium dengan tumor di permukaan pada

satu atau dua ovarium; atau kapsul ruptur, atau didapatkan sel ganas

dalam asites, atau sitologi bilasan peritoneum positif.

Stadium 2. Tumor tumbuh pada satu atau dua ovarium

2a. Penyebaran ke jaringan pelbis lain, termasuk ke peritoneum

2b. Sesuai dengan 2a dan 2b, dengan asites atau sitologi bilasan

peritoneum peritoneal positif.

Satdium 3. Tumor pada satu atau dua ovarium dengan implantasi anak sebar

diluar pelvis dan/atau KGB retroperitoneal atau inguinal positif.

Adanya metastasis hati superfisial dinilai sebagai stadium 2.

3a. Tumor terbatas pada pelvis minor, KGB negatif tetapi dengan

penyebaran mikroskopik pada permukaan peritoneal abdomen.

3b. Tumor pada satu atau dua ovarium dengan penyebaran pada

permukaan peritoneal abdomen dengan diameter tidak lebih dari 2

cm;KGB negatif.

3c. Terdapat implantasi tumor di abdomen dengan diameter lebih besar

dari 2 cm dan/atau KGB retroperitoneal atau inguinal positif.


113

Stadium 4. Pertumbuhan satau atau dua ovarium dengan metastasis jauh, bila ada,

pieural effusoin, sitologi harus positif, metastasis pada parenkim hati.

(Sudiharto, 1997)
114

BIOGRAFI PENULIS

Nama : Veronica Dewi Puspitasari


( NIM : 078114006)
Tempat/tanggal lahir : Salatiga / 14 September 1989
Orang tua :
Ayah : Alm.Oh Ie Fhay
Ibu : Tantie Prima Sari

Kedudukan dalam keluarga : Anak kedua dari tiga bersaudara


Pendidikan :
1. TK Fransiskus Xaverius Marsudirini 78 Salatiga pada tahun 1995

2. SD Marsudirini 78 Salatiga lulus tahun 2001

3. SLTP Kristen 2 Salatiga dan lulus tahun 2004

4. SMA Kristen 1 Salatiga lulus tahun 2007

5. Universitas Sanata Dharma, fakultas Farmasi angkatan tahun 2007

Prestasi : mengikuti ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional ( PIMNAS)


tahun 2010 di Bali

Anda mungkin juga menyukai