Disusun oleh:
2014
I. Tujuan Percobaan :
I.1. Dapat menentukan golongan senyawa kimia yang dikandung pada suatu
simplisia, dan dapat menentukan komponen senyawa kimia simplisia yang
memiliki aktivitas biologi.
I.2. Dapat mengisolasi kandungan zat kimia dari simplisia kunyit, dapat
mengetahui langkah-langkah yang dilakukan dalam ekstraksi, dan dapat
mengetahui serta memahami metode apa saja yang digunakan pada
ekstraksi.
I.4. Dapat mengetahui metode yang digunakan dalam fraksinasi, dan dapat
melakukan pemisahan untuk mendapatkan senyawa murni.
I.5. Dapat mengetahui dan memahami teknik pemisahan dan pemurnian suatu
senyawa, dan dapat menghasilkan isolat murni dari hasil pemurnian, serta
dapat menentukan golongan senyawa dari isolat yang dihasilkan
berdasarkan panjang gelombang yang ditunjukkan oleh alat
spektrofotometri.
Hingga saat ini sudah banyak sekali jenis fitokimia yang ditemukan, saking
banyaknya senyawa fitokimia yang didapatkan maka dilakukan penggolongan
senyawa agar memudahkan dalam mempelajarinya. Adapun golongan senyawa
fitokimia dapat dibagi sebagai berikut:
(1) Alkaloid. Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang
kebanyakan heterosiklik dan terdapat di tumbuhan.
(2) Flavonoid. Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar yang
terdapat dalam semua tumbuhan berpembuluh. Semua flavonoid, menurut
strukturnya merupakan turunan senyawa induk flavon yang mempunyai sejumlah
sifat yang sama. Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid terdapat dalam berbagai
bentuk struktur. Semuanya mengandung atom karbon dalam inti dasarnya yang
tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu dua cincin aromatik yang
dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk
cincin ketiga.
(3) Kuinon. Senyawa dalam jaringan yang mengalami oksidasi dari bentuk kuinol
menjadi kuinon.
(4) Tanin dan Polifenol. Tanin adalah polifenol tanaman yang berfungsi mengikat
dan mengendapkan protein.. Polifenol alami merupakan metabolit sekunder
tanaman tertentu, termasuk dalam atau menyusun golongan tanin.
(5) Saponin. sSponin adalah suatu glikosida yang ada pada banyak macam
tanaman. Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui, mungkin sebagai
bentuk penyimpanan karbohidrat, atau merupakan waste product dari
metabolisme tumbuh-tumbuhan.
II.2. Ekstraksi
Ekstraksi tanaman obat adalah pemisahan secara kimia atau fisika sejumlah
bahan padat atau cair dari tanaman obat, menggunakan pelarut. Pada dasarnya,
proses yang terjadi selama ekstraksi adalah tercapainya kesetimbangan
konsentrasi antara pelarut dan residu padatan simplisia. Selama proses ekstraksi,
terjadi 2 proses yang berlangsung secara pararel yaitu:
Metode Ekstraksi
Ada beberapa metode yang umum digunakan dalam pengerjaan isolasi
bahan alam. Berdasarkan energi yang digunakan dapat disebutkan antara lain
ekstraksi dengan cara dingin dan panas (Ansel,1989).
1. Cara dingin
a. Maserasi: bahan yang mengadung musilago dan mengembang kuat
b. Perkolasi: kulit batang dan akar sebaiknya diperkolasi
2. Cara panas
a. Refluks: untuk mengisolasi senyawa tahan panas
b. Soxhlet: untuk simplisia yang mudah rusak karena panas.
Maserasi adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan
nabati yaitu direndam menggunakan pelarut bukan air (pelarut nonpolar) atau
setengah air, misalnya etanol encer, selama periode waktu tertentu sesuai dengan
aturan dalam buku resmi kefarmasian (Anonim,1986).
Prinsip Kerja Metode Maserasi
Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada
temperatur kamar terlindung dari cahaya, pelarut akan masuk ke dalam sel dari
tanaman melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang
konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh pelarut dengan
konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama
proses maserasi (biasanya berkisar 2-14 hari) dilakukan pengadukan/pengocokkan
dan penggantian pelarut setiap hari. Pengocokkan memungkinkan pelarut segar
mengalir berulang-ulang masuk ke seluruh permukaan simplisia yang sudah halus.
Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Ansel, 1989).
Maserasi biasanya dilakukan pada temperatur 15º - 20º C dalam waktu
selama 3 hari sampai bahan-bahan yang larut, melarut (Ansel, 1989).
Pada umumnya maserasi dilakukan dengan cara 10 bagian simplisia dengan
derajat kehalusan yang cocok, dimasukkan kedalam bejana kemudian dituangi
dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung
dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari diserkai, ampas diperas.
Pada ampas ditambahkan cairan penyari secukupnya, diaduk dan diserkai
sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup, dibiarkan
ditempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari kemudian endapan
dipisahkan.
Gambar Alat Maserasi
Keuntungan Maserasi
Keuntungan maserasi diantaranya adalah sebagai berikut :
Unit alat yang digunakan sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam.
Biaya operasionalnya relatif rendah
Prosesnya relatif hemat penyari
Proses maserasi ini menguntungkan dalam isolasi bahan alam karena
selama proses perendaman sampel akan terjadi proses pemecahan dinding
dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar
selnya sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan
terlarut dalam pelarut organik dan senyawa akan terekstraksi sempurna
karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan.
KekuranganMaserasi
Kekurangan maserasi diantaranya adalah sebagai berikut :
Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya mampu
terekstraksi sebesar 50% saja.
Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.
Proses perkolasi:
Pengembangan bahan
Tahap maserasi antara
Tahap perkolasi sebenarnya (penetasan/penampungan ekstrak)
Keuntungan:
Tidak terjadi kejenuhan
Pengaliran meningkatkan difusi (dengan dialiri cairan penyari sehingga zat
seperti terdorong untuk keluar dari sel)
Kerugian:
Dalam semua metode kromatografi terdapat fasa gerak dan fasa diam. Fasa
diam adalah fasa yang tidak bergerak, sedangkan fasa gerak adalah fasa yang
bergerak melalui fasa diam dan membawa komponen-komponen senyawa yang
akan dipisahkan. Pada posisi yang berbeda-beda, senyawa-senyawa yang berbeda
akan tertahan dan terabsorbsi pada fasa diam, dan kemudian satu demi satu
senyawa-senyawa ini akan terbawa kembali oleh fasa gerak yang melaluinya.
Dalam kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis, fasa gerak adalah pelarut
yang sesuai. Fasa diam pada kromatografi kertas adalah kertas yang menyerap
pelarut polar, sedangkan fasa diam pada kromatografi lapis tipis adalah pelat yang
dilapisi adsorben tertentu. Kedua jenis kromatografi ini menggunakan aksi
kapilaritas untuk menggerakkan pelarut melalui fasa diam.
Fasa Diam
Silika gel, fasa diam yang paling umum digunakan sebagai fasa diam,
memiliki rumus empiris SiO2. Tetapi, pada permukaan partikel silika gel, terdapat
atom-atom oksigen yang terikat pada proton. Adanya gugus hidroksil ini
mengakibatkan permukaan silika gel sangat polar, sehingga analit organik yang
memiliki gugus fungsi polar akan tenkat dengan kuat pada permukaan partikel
silika gel dan senyawa yang non polar hanya berinteraksi lemah dengan silika gel.
Molekul yang memiliki gugus fungsi polar dapat terikat pada silika gel dalam dua
cara: melalui ikatan hidrogen dan metalui interaksi dipol-dipol. Pada gambar 1
diperlihatkan model interaksi analit senyawa oraganik dengan silika gel.
Fasa Gerak
Pada kromatografi yang menggunakan silika gel sebagai fasa diam, fasa
gerak yang digunakan adalah suatu pelarut organik atau campuran beberapa
pelarut organik. Ketika fasa gerak melalui permukaan silika gel, fasa gerak ini
membawa analit organik melalui partikel-partikel pada fasa diam. Tetapi, molekul
analit hanya bebas bergerak oleh adanya pelarut apabila molekul tersebut tidak
terikat pada permukaan silika gel.
II.4. FRAKSINASI
1. Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom adalah suatu metode pemisahan yang di dasarkan pada
pemisahan daya adsorbsi suatu adsorben terhadap suatu senyawa, baik
pengotornya maupun hasil isolasinya. Sebelumnya dilakukan percobaan tarhadap
kromatografi lapis tipis sebagai pencari kondisi eluen. Misalnya apsolsi yang
cocok dengan pelarut yang baik sehingga antara pengotor dan hasil isolasinya
terpisah secara sempurna (Sudjadi, 1986).
Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan
berupa pita pada bagian atas kolom, penjerap yang berada dalam tabung kaca,
tabung logam atau bahkan tabung plastik. Pelarut (fase gerak0, dibiarkan mengalir
melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau di dorong
dengan tekanan. Pita senyawa linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang
berbeda, memisah dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari atas kolom
(Sudjadi, 1986).
Kromatografi kolom dikemas kering dalam keadaan vakum agar diperoleh
kerapatan kemasan maksimum. Vakum dihentikan, pelarut yang kepolarannya
rendah dituangkan ke permukaan penjerap lalu divakumkan lagi dan siap di pakai.
Cuplikan dilarutkan dalam pelarut yang cocok, dimasukkan langsung pada bagian
atas kolom atau pada lapisan prapenjerap dan dihisap perlahan-lahan kedalam
kemasan dengan memvakumkannya. Kolom dielusi dengan campuran pelarut
yang cocok, kolom dihisap sampai kering pada setiap pengumpulam fraksi
(Sudjadi, 1986).
Kolom kromatografi atau tabung untuk pengaliran karena gaya tarik bumi
(gravitasi) atau sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang
dilengkapi dengan kran. Ukuran keseluruhan kolom beragam, tetapi biasanya
panjangnya sekurang-kurangnya 10 kali garis tengah dalamnya dan mungkin juga
sampai 100 kalinya. Nisbah panjang terhadap lebar sebagian besar ditentukan oleh
mudah sukarnya pemisahan, nisbah lebih besar untuk pemisahan yang lebih sukar.
Ukuran kolom dan banyaknya penjerap ditentukan oleh bobot campuran linarut
yang akan dipisahkan. Sifat, derajat, atau tingkat keaktifan penjerap, dan ukuran
partikelnya betul-betul penting dalam pengembangan sistem kromatografi.
Ukuran penjerap biasanya lebih besar daripada untuk KLT. Kemasan kolom
biasanya 63-250 mikro meter untuk kolom yang dijalankan oleh gaya gravitasi
(Sudjadi, 1986).
Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi klasik yang masih
banyak digunakan. Kromatografi kolom digunakan untuk memisahkan senyawa-
senyawa dalam jumlah yang banyak berdasarkan adsorpsi dan partisi. Kemasan
adsorben yang sering digunakan adalah silika gel G-60, kieselgur, Al2O3, dan
Diaion.
Cara pembuatannya ada dua macam (Sudjadi, 1986):
1. Cara kering
Cara kering yaitu dengan cara silika gel dimasukkan ke dalam kolom yang
telah diberi kapas kemudian ditambahkan cairan pengelusi.
2. Cara basah
Cara basah yaitu silika gel terlebih dahulu disuspensikan dengan cairan
pengelusi yang akan digunakan kemudian dimasukkan ke dalam kolom melalui
dinding kolom secara kontinyu sedikit demi sedikit hingga masuk semua, sambil
kran kolom dibuka. Eluen dialirkan hingga silika gel memapat, setelah silika gel
memapat eluen dibiarkan mengalir sampai batas adsorben kemudian kran ditutup
dan sampel dimasukkan yang terlebih dahulu dilarutkan dalam eluen sampai
diperoleh kelarutan yang spesifik. Kemudian sampel dipipet dan dimasukkan ke
dalam kolom melalui dinding kolom sedikit demi sedikit hingga masuk semua,
dan kran dibuka dan diatur tetesannya, serta cairan pengelusi ditambahkan.
Tetesan yang keluar ditampung sebagai fraksi-fraksi.
Kolom dapat dibuat dari berbagai jenis material, seperti stainless steel,
aluminium, tembaga, gelas dan paduan silika. Sebagian besar sistem kolom
modern terbuat dari gelas atau paduan silika. Kolom konvensional dibuat dari
material pendukung yang dilapisi fase diam dari berbagai pembebanan yang
dikemas di dalam kolom. Kolom kapiler terdiri dari tabung kapiler panjang yang
didalamnya dilapisi dengan fase diam (fase diam dapat juga direkatkan langsung
pada permukaan silika). Sebagian besar kolom kapiler terbuat dari paduan silika
yang dilapisi polimer di bagian luarnya. Paduan silika sangat mudah pecah
sedangkan lapisan polimer tersebut bertindak sebagai pelindungnya (Agoes,
2007).
Prinsip kerja kromatografi kolom adalah dengan adanya perbedaan daya
serap dari masing-masing komponen, campuran yang akan diuji, dilarutkan dalam
sedikit pelarut lalu di masukan lewat puncak kolom dan dibiarkan mengalir
kedalam zat menyerap. Senyawa yang lebih polar akan terserap lebih kuat
sehingga turun lebih lambat dari senyawa non polar terserap lebih lemah dan
turun lebih cepat. Zat yang di serap dari larutan secara sempurna oleh bahan
penyerap berupa pita sempit pada kolom. Pelarut lebih lanjut / dengan tanpa
tekanan udara masin-masing zat akan bergerak turun dengan kecepatan khusus
sehingga terjadi pemisahan dalam kolom (Agoes, 2007).
2. Kromatografi Cair Vakum
Kromatografi Suction Column and Vacuum liquid chromatography (VLC)
atau kromatografi cair vakum (KCV) adalah bentuk kromatografi kolom yang
khususnya berguna untuk fraksinasi kasar yang cepat terhadap suatu ekstrak.
Kondisi vakuma adalah alternatif untuk mempercepat aliran fase gerak dari atas
ke bawah. Metode ini sering digunakan untuk fraksinasi awal dari suatu ekstrak
non-polar atau ekstrak semipolar (Gritter, 1991).
Suction coloumn merupakan alat kromatografi yang merupakan modifikasi
kromatografi kolom serapan. Prinsip pemisahannya sama dengan kromatografi
kolom serapan. Bedanya terletak pada adanya isapan pompa vakum di bagian
bawah kolom ini. Alat ini dirancang mengingat pada kromatografi kolom serapan
yang pengerjaannya memakan waktu yang cukup lama. Prinsip pemisahan
komponen kimia berdasarkan adsorpsi dan partisi serta dipercepat dengan isapan
pompa vakum. Seperti halnya kromatografi kolom serapan, senyawa yang akan
dipisahkan dilarutkan dengan pelarut yang cocok kemudian dimasukkan dalam
kolom isap, selanjutnya ditambahkan eluen, eluen yang mengalir turun yang
disebabkan oleh isapan pompa vakum. Hasil pemisahan ditampung dalam setiap
fraksi. Volume penampungan 25 ml/fraksi dan untuk berat sampel q 10 - 30 gram
volume penampungan 50 ml/fraksi. Adsorben yang digunakan sedikit lebih
berbeda yaitu 35 gram silica gel 7733 dan 10 gram silika gel 7731 (Gritter, 1991).
Manfaat dari kromatografi ini yaitu menentukan ciri senyawa aktif
penyebab efek racun atau efek yang bermanfaat, yang ditunjukkan oleh ekstrak
tumbuhan kasar bila diuji dengan sistem biologi. Dalam hal ini kita harus
memantau cara ekstraksi dan pemisahan pada setiap tahap, yaitu untuk melacak
senyawa aktif tersebut sewaktu dimurnihkan. Kadang-kadang keaktifan hilang
selama proses fraksinasi akibat ketidakmantapan senyawa itu, dan akhirnya
mungkin saja diperoleh senyawa berupa kristal tetapi keaktifan seperti yang
ditunjukkan oleh ekstrak asal (Harborne, 1987).
Fasa diam yang digunakan dikemas dalam kolom yang digunakan dalam
KCV. Proses penyiapan fasa diam dalam kolom terbagi menjadi dua macam, yaitu
(Harborne, 1987):
Cara Basah
Preparasi fasa diam dengan cara basah dilakukan dengan melarutkan fasa
diam dalam fase gerak yang akan digunakan. Campuran kemudian dimasukkan ke
dalam kolom dan dibuat merata. Fase gerak dibiarkan mengalir hingga terbentuk
lapisan fase diam yang tetap dan rata, kemudian aliran dihentikan.
Cara kering
Preparasi fasa diam dengan cara kering dilakukan dengan cara memasukkan
fase diam yang digunakan ke dalam kolom kromatografi. Fase diam tersebut
selanjutnya dibasahi dengan pelarut yang akan digunakan.
Kromatografi Vakum Cair mempunyai keuntungan yang utama
dibandingkan dengan kolom konvensional yaitu (Gritter, 1991):
1. Konsumsi fase gerak KCV hanya 80% atau lebih kecil disbanding dengan
kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih
lambat (10-100μl/menit).
2. Adanya aliran fase gerak lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal
jika digabung dengan spectrometer massa.
3. Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solute lebih pekat karenanya
jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel klinis.
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan
atau cairan dengan bantuan pelarut atau dapat pula dikatakan
ekstraksi merupakan proses pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu
campuran homogeny menggunakan pelarut cair sebagai separating gen,
pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari komponene-
komponen dalam campuran. Ekstraksi pelarut cair-cair merupakan satu komponen
bahan atau lebih dari suatu campuran yang dipisahkan dengan bantuan pelarut,
ektraksi cair-cair tidak dapat digunakan apabila pemisahan campuran dengan cara
destilasi karena kepekaannya terhadap panas atau tidak ekonomis. Seperti pada
ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri dari pencampuran secara
intensif bahan ekstraksi dengan pelarut dan pemisahan kedua fase cair sempurna
(Gillis, 2001).
Mortir, tabung reaksi, kertas saring, penangas air, gelas kimia, penjepit tabung,
batang pengaduk, spatel, gelas ukur, dan cawan penguap.
III.2. Ekstraksi
Alat Maserasi, vacuum rotary evaporator, neraca analitik, water bath, cawan
porselen, beaker glass 1000 mL, gelas ukur 500 mL, dan batang pengaduk.
Etanol 96%, kloroform, etil asetat, ekstrak kental rimpang kunyit, fraksi n-heksan,
fraksi etil asetat, fraksi air.
III.4. Fraksinasi
Corong pisah, batang pengaduk, beaker glass, penangas air, pipet tetes, pipet
volume, fihler, klem, statif, corong gelas, kaca arloji, plat KLT, chamber, pipa
kapiler, alat spektrofotometri uv vis 254 nm, botol vial, oven, gelas ukur, dan
alumunium foil.
Beaker glass, batang pengaduk, gelas ukur 10 mL, gelas ukur 100 mL, pipet
tetes, chamber, lampu UV 254 dan 352 nm, pipa kapiler, kaca arloji, vial,
Fraksi 7 yang telah diencerkan, eluen (kloroform:etil asetat = 9:1,5), plat KLT
IV. Prosedur :
Campur 20 mL larutan Bismut nitrat P 40% b/v dalam Asam Nitrat P dengan 50
mL larutan kalium Yodida P 54,4% b/v, diamkan sampai memisah sempurna.
Ambil larutan jernih dan encerkan dengan air secukupnya.
B. Senyawa Polifenolat
Simplisia atau bahan uji ditempatkan pada tabung reaksi lalu ditambahkan
air secukupnya. Lalu dipanaskan diatas penangas air dan disaring. Kedalam filtrat
ditambahkan larutan pereaksi besi (III) klorida dan timbulnya warna hijau atau
biru-hijau, merah ungu, biru-hitam hingga hitam menandakan positif fenolat atau
timbul endapan coklat menandakan adanya polifenolat. Dibandingkan terhadap
filtrat awal sebagai blanko.
C. Flavonoid
D. Saponin
E. Kuinon
F. Tanin
Simplisia atau bahan uji digerus dengan eter lalu disaring. Filtrat ditempatkan
dalam cawan penguap dan dibiarkan menguap sampai kering. Ditambahkan
larutan vanilin 10% dalam HCl pekat. Timbulnya warna-warna menandakan
positif senyawa mono dan seskuiterpen.
Simplisia atau bahan uji digerus dengan eter lalu disaring. Filtrat
ditempatkan dalam cawan penguap dan dibiarkan menguap sampai kering.
Ditambahkan larutan pereaksi Lieberman-Burchard. Terjadinya warna merah-
ungu menandakan positif triterpenoid, sedangkan bila warna hijau-biru
menunjukkan positif steroid.
IV.2. Ekstraksi
a. Maserasi
Alat maserator yang akan digunakan terlebih dahulu dibersihkan dan dibilas
dengan etanol serta dipasang sumbatan kapas pada bagian bawat alat dan pastikan
saluran pada bagian bawah maserator tertutup. Kemudian simplisia ditimbang
sebanyak 500 g dan dimasukkan ke dalam alat maserator, diratakan permukaan
simplisia dalam maserator kemudian ditambahkan pelarut etanol sebanyak 1,5
liter. Ditutup bagian atas maserator untuk menghindari penguapan pelarut dan
dibiarkan selama 24 jam. Disiapkan wadah penampung, kemudian dibuka saluran
pada bagian bawah maserator untuk mengambil filtrate. Setelah filtrate
tertampung, tutup kembali saluran dan di ulangi prosedur sebanyak 2 kali.
b. Pemekatan Ekstrak
B. Kromatografi kertas
Disiapkan chamber kemudian dilapisi dengan kertas saring. Disiapkan fase
gerak/pengembang dengan eluen (kloroform:etil asetat = 9:1). Kemudian
dimasukkan fase gerak ke dalam chamber serta dimasukkan juga kertas saring ke
dalam chamber. Ditutup chamber dengan kaca arloji, dibiarkan bejana jenuh
dengan uap fase gerak/pengembang. Disiapkan kertas whatman No.1, kemudian
ditotolkan ekstrak kental rimpang kunyit, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan
fraksi air dengan menggunakan pipa kapiler. Dibiarkan mengering, kemudian
dimasukkan kertas whatman No.1 ke dalam chamber yang sudah jenuh oleh fase
gerak. Kemudian dibiarkan fase pengembang naik sampai batas spot yang diberi
tanda pada kertas whatman No.1. Setelah itu diangkat kertas whatman No.1 dan
dibiarkan mengering. Kemudian dilihat warna bercak di bawah sinar tampak,
sinar ultra violet λ 254 nm, 352 nm dan dengan penampak bercak asam sulfat 10%
dalam methanol.
IV.4. Fraksinasi
a. Ekstraksi Cair-cair
Diantara fraksi 1 hingga 11 dari hasil proses KCV yang diuji adalah fraksi
1, 4, 7, 10, dan 11. Dan pada fraksi 6 terbentuk Kristal. Setelah diperoleh fraksi
tersebut di uji dengan menggunakan KLT yang diperoleh bercak yang baik adalah
fraksi 7 dan sampel ekstrak kental.
KLT analitik
Disiapkan chamber dan dimasukkan eluen yang sesuai yaitu kloroform dan
etil asetat dengan perbandingan 9 ml : 1,5 ml. dan dimasukkan kertas saring,
Kemudian dijenuhkan. Sambil menunggu penjenuhan plat KLT yang akan
digunakan diaktivasi terlebih dahulu dengan dimasukkan kedalam oven selama 10
menit. Setelah diaktivasi dibuat garis pada sisi atas dan sisi bawah plat KLT
masing-masing 1 cm. dan kemudian dilakukan penotolan sampel yang berupa
ekstrak kental, fraksi 1, fraksi 4, fraksi 7, fraksi 10 dan fraksi 11. Fraksi ini
dihasilkan dari hasil proses KCV (kromatografi cair vakum), jumlah penotolan
tiap sampel tersebut berbeda-beda berdasarkan kepekatan fraksinya. Kemudian
dilakukan elusi hingga batas akhir, setelah itu dilihat bercaknya dibawah sinar UV
254 nm dan 352 nm serta ditandai bercaknya dengan pensil. Lalu dihitung nilai Rf
dari bercak tersebut. Setelah itu siap untuk dilakukan KLT preparatif.
KLT preparatif
Disiapkan chamber ukuran besar, dan disiapkan eluen yang sesuai
berdasarkan hasil KLT analitik yaitu campuran kloroform dan etil asetat (9 ml :
1,5 ml) dengan skala dalam 50 ml. dan disiapkan kertas saring kemudian
dijenuhkan. Satu jam sebelum proses penjenuhan berakhir plat KLT preparatif
diaktivasi terlebih dahulu didalam oven dan kemudian dibuat garis pada bagian
atas 1 cm dan bagian bawah 2 cm. kemudian dilakukan penyebaran sampel pada
plat KLT preparatif, berdasarkan hasil KLT analitik yang terlihat bercaknya pada
fraksi 7. Sehingga pada plat KLT dilakukan penyebaran sampel fraksi 7 secara
merata sabanyak 2 kali.
Setelah keadaan chamber sudah jenuh dimasukkan plat KLT preparatif
tersebut dan dibiarkan hingga proses elusi berakhir. Setelah proses elusi berakhir
plat KLT dikeluarkan dari chamber dan dibiarkan mongering, setelah kering
dilihat dibawah sinar UV pita noda yang dihasilkan. Kemudian dihitung nilai Rf
dan ditandai dengan jarum sisi pita yang terbentuk. Lalu dikerok bagian pita yang
telah ditandai dengan menggunakan spatel. Silica gel dari hasil kerokan yang
mengandung senyawa tersebut. Dimasukkan kedalam vial yang berbeda-beda
sesuai dengan jumlah pita yang didapat. Kemudian masing-masing silica yang
sudah dikerok ditimbang, setelah ditimbang dihaluskan dengan menggunakan
batang pengaduk dan lalu dilarutkan dengan methanol sebanyak 5 ml dan
didiamkan selama 24 jam. Berdasarkan hasil KLT preparatif kemudian di uji
kemurnian dengan menggunakan metode KLT satu dimensi, KLT dua dimensi
dan dengan melihat nilai absorbansinya.
Setelah itu dilakukan karakterisasi dengan cara sampel isolat 1 dan 3, hasil
ini berdasarkan hasil KLT satu dimensi yang bercaknya menunjukkan hanya satu
bercak pada setiap eluen yang berbeda kepolaran. Kemudian isolat 1 dan 3
diteteskan kedalam plat tetes dan ditambahkan pereaksi Alcl3 dengan
ditambahkan dengan serbuk Mg serta ditambah pereaksi Fecl3. Dan masing-
masing isolate yang telah ditambahkan pereaksi ditotolkan pada plat KLT dan di
elusi dengan eluen yang berbeda yaitu eluen non-polar dan eluen semipolar.
Absorbansi
a. Perhitungan
2 V1.N1 = V2.N2
Formaldehid : x 50 ml = 33,3 ml
3
50 ml.10% = V2.37%
1
HCl Pekat : x 50 ml = 16,67 ml V2 = 13,51 ml ad 50 ml air
2
1 4
FECl3 1% : x 50 ml =0,5 gram 10 ml larutan bismuth 40% : x 10
100 100
ad 50 ml ml = 4g
54,4
25 ml KI P 54,4% : x 25 ml =13,6
100
gram
3. Vanilin 10% untuk 50 ml 8. NaOH 1 N (50 ml aquades)
10 𝑔 1000
Vanilin 10% : x 50 ml = 5 gram N= .
100 𝑀𝑟 𝑉
𝑔 1000 40
1= . g= = 2 g NaOH
40 50 20
1 25 ml As.asetat anhidrat + 25 ml
Gelatin 1% : x 50 ml = 0,5 ml
100
kloroform
tetes HCl
2,266
30 ml HgCl P 2,266% = x 30 =
100
0,7 g
50
5 ml KI 50 % = x 5 ml = 2,5 g
100
b. Data Pengamatan
Gambar
Nama Senyawa
1. Alkaloid
warna.
pada fenolat.
3. Saponin
4. Kuinon
5. Tanin
Tab 1 + FECl : warna jadi coklat (-)
seskuiterpen.
triterpenoid.
8. Larutan Blanko
9. Flavonoid
V.2. Ekstraksi
Rf ekstrak Rf n-heksan
2,3 4
S1= = 0,28 S1= = 0,5
8 8
3
S2= = 0,375
8
4
S2= = 0,5
8
V.4. Fraksinasi
Rf ekstrak Rf n-heksan
2,3 4
S1= 8 = 0,28 S1= 8 = 0,5
3
S2=8 = 0,375
4
S2=8 = 0,5
Diantara fraksi 1 hingga 11 dari hasil proses KCV yang diuji adalah fraksi
1, 4, 7, 10, dan 11. Dan pada fraksi 6 terbentuk Kristal. Setelah diperoleh fraksi
tersebut di uji dengan menggunakan KLT yang diperoleh bercak yang baik adalah
fraksi 7 dan sampel ekstrak kental.
KLT analitik:
𝑎 5
Spot 1 : Rf = = 8,1 = 0,62
𝑏
𝑎 3,6
Spot 2 : Rf = = 8,1 = 0,44
𝑏
𝑎 2,4
Spot 3 : Rf = = 8,1 = 0,30
𝑏
Setelah ditemukan spot bercak yang jelas dan terpisah dengan baik,
kemudian dilakukan KLT preparafif. Eluen yang digunakan berdasarkan KLT
analitik yaitu kloroform dan etil asetat ( 9 ml : 1,5 ml). Dibuat dalam 50 ml, yaitu:
9
Kloroform : 10,5 x 50 ml = 42,86 ml
1,5
Etil asetat : 10,5 x 50 ml = 7,14 ml
Setelah dilakukan elusi KLT preparatif dilihat bercaknya dibawah sinar UV,
dihasilkan pita noda sebanyak 3, dengan nilai Rf. Sebagai berikut :
𝑎 2,5
Spot 1 (bagian atas) : Rf = = = 0,31 (non-polar)
𝑏 8
𝑎 6,7
Spot 2 (bagian tengah) : Rf = = = 0,84 (semipolar)
𝑏 8
𝑎 7,8
Spot 3 (bagian bawah) : Rf = = = 0,97 (polar)
𝑏 8
Pembuatan pereaksi:
1
Pereaksi Fecl3 1% = 100 x 50 ml = 0,5 g Fecl3
10
Pereaksi H2SO4 10% = x 50 ml = 0,5 g
100
5
Pereaksi Alcl3 5 % = 100 x 50 ml = 2,5 g di ad dengan methanol 50 ml.
Rf karakterisasi:
𝑎 3,2
Alcl3 : isolat 1 Spot 1 : Rf = = 5,9 = 0,54
𝑏
𝑎 3,7
Spot 2 : Rf = = = 0,63
𝑏 5,9
𝑎 3,4
Fecl3 : isolat 3 Spot 1 : Rf = = 5,9 = 0,57
𝑏
𝑎 4
Spot 2 : Rf = 𝑏
= 5,9
= 0,67
𝑎 2,5
Non- polar Rf = = = 0,31
𝑏 8
𝑎 6,7
Semipolar Rf = = = 0,84
𝑏 8
𝑎 7,8
Polar Rf = = = 0,97
𝑏 8
Ket : Pemantauan KLT satu dimensi.
𝑎 1,8
Spot 1 : Rf = = = 0,36 dalam eluen non-polar
𝑏 5
𝑎 0,9
Spot 2 : Rf = = = 0,8 dalam eluen semipolar
𝑏 5
VI. Pembahasan :
Alkaloida
Pada uji alkaloid ini sampel digerus dengan tujuan untuk menghancurkan
dinding sel yang sifatnya kaku sehingga senyawa metabolit sekunder yang berada
dalam vakuola mudah diambil, kemudian sampel ditambahkan dengan amoniak
dengan tujuan untuk melarutkan senyawa alkaloid kemudian ditambahkan dengan
kloroform (CHCl3) untuk memutuskan ikatan senyawa yang terkandung dalam
simplisia rimpang kunyit. Kemudian setelah itu disaring filtratnya bertujuan untuk
memisahkan residu dengan senyawa uji, lalu larutan tersebut dibagi kedalam 2
tabung reaksi untuk tidak melebihi kapasitas tabung reaksi setelah ditambahkan
dengan asam klorida, penambahan asam klorida bertujuan untuk menghilangkan
senyawa protein. Adanya protein yang mengendap dengan penambahan pereaksi
logam berat (pereaksi mayer) akan memberikan reaksi positif palsu pada beberapa
senyawa. Alkaloid mengandung atom nitrogen yang mempunyai pasangan
elektron bebas sehingga dapat digunakan untuk membentuk ikatan kovalen
koordinat dengan ion logam.
Setelah ditambahkan asam klorida terjadi 2 fase lalu kedua fase ini
dipisahkan dengan menggunakan pipet, fase 1 dan fase 2 sebagai fase air.
Kemudian fase 1 direaksikan dengan pereaksi dragendorff dengan cara diteteskan
campuran larutan tersebut (fase 1) pada kertas saring dan setelah itu diteteskan
dengan pereaksi dragendorff, dan tidak menghasilkan perubahan warna.
Seharusnya berubah warna menjadi orange–merah hal ini disebabkan pereaksi
dragendorffnya yang terlalu encer.
Polifenolat
Pada uji ini, simplisia dilarutkan dalam air mendidih dengan tujuan untuk
melarutkan senyawa karena golongan senyawa flavonoid dapat larut dalam suhu
tinggi. Kemudian ditambahkan Mg dan HCl. Senyawa flavonoid akan bereaksi
dengan Mg dan dengan penambahan HCl sehingga akan terdeteksi senyawa
flavonoid. Dan ditambahkan amilalkohol, pada percobaan ini menghasilkan reaksi
perubahan warna pada kuning.
Saponin
Pada uji ini, campuran larutan simplisia, serbuk Mg dan Hcl dicampurkan
dan dikocok untuk melihat senyawa saponin, Saponin adalah senyawa aktif
permukaan yang dapat menimbulkan busa jika dikocok dalam air, hal ini terjadi
karena saponin memiliki gugus polar dan non-polar yang akan membentuk misel.
Timbulnya busa menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai kemampuan
membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lain.
Penambahan asam klorida untuk mempertahankan busa agar stabil. Pada
percobaan ini tidak memberikan reaksi busa yang stabil sehingga tidak
menunjukkan adanya senyawa saponin.
Kuinon
Pada uji tanin, simplisia dipanaskan dalam air panas bertujuan untuk
melarutkan senyawa tannin dalam simplisia kunyit sehingga terpisah dengan
tubuh sampel, kemudian dibagi menjadi 3 dalam tabung reaksi dan pada tabung 1
ditambahkan dengan pereaksi besi (III) klorida adanya reaksi perubahan warna
coklat. Pada tabung 2 ditambahkan dengan gelatin 1% tidak membetuk endapan
putih, dan pada tabung 3 ditambahkan dengan pereaksi steany tidak membentuk
endapan, setelah itu pada tabung 3 ditambahkan dengan natrium asetat dan
ditambahkan besi (III) klorida dan tidak terjadi perubahan warna, hal ini tidak
menunjukkan adanya golongan senyawa tanin.
Pada uji ini simplisia digerus untuk menghancurkan dinding sel sehingga
senyawa yang akan diuji mudah terlarut dalam pelarut, didalam pereaksi
Lieberman-Burchad ditambahkan ditambahkan kloroform untuk memutus ikatan
pada senyawa yang terdapat dalam kunyit. Lalu ditambahkan dengan asam asetat
dan Hcl untuk menghasilkan reaksi warna. Berdasarkan percobaan menghasilkan
waran ungu, hal ini menunjukkan adanya golongan senyawa triterpenoid. Dan
simplisia rimpang kunyit tidak mengandung senyawa steroid karena tidak
menunjukkan reaksi warna hijau-biru.
VI.2. Ekstraksi
Pada percobaan ini proses ektraksi dengan metode maserasi ini dilakukan
selama 3 kali dengan pengontrolan setiap 24 jam sekali untuk mengambil ekstrak
rimpang kunyit. Proses lanjut dari maserasi yaitu pemekatan dengan alat
evaporasi untuk diubah menjadi bentuk yang lebih pekat dari sebelumnya. Setelah
dilakukan evaporasi, ekstrak kemudian diuapkan hingga didapat ekstrak kental.
Prinsip dari evaporator yaitu memisahkan pelarut organic dengan zat kimia pada
tanaman obat berdasarkan penguapan dan tekanan
Data yang diperoleh dari KLT preparatif adalah nilai Rf yang berguna untuk
identifikasi senyawa. Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh
oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari
titik asal. Setelah dideteksi di bawah sinar UV 366 nm terlihat 4 bercak (ekstrak-
nheksan-etil asetat-air) yang menghasilkan sport. Terlihat hanya sport ekstrak dan
fraksi etil asetat yang bercak berwarna kuning. Hal ini menunjukkan bahwa
senyawa yang ada diekstrak rimpang kunyit terlarut dalam pelarut etil asetat yang
berwarna kuning keorange atau kuning peka. Nilai Rf yang diperoleh dari
pengukuran ekstrak, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi air air adalah Rf
ekstrak S1 : 0,28, S2 : 0,375, S3 : 0,5, Rf fraksi n-heksan S1 : 0,5 , Rf fraksi etil
asetat S1 : 0,28, S2 : 0,375, S3 : 0,5 dan fraksi air S1 : 0,5. Ini membuktikan
bahwa komponen pada rimpang kunyit memiliki sifat non polar bahkan semi
polar. Dikarenakan senyawa didalam komponen rimpang kunyit larut dengan
fraksi etil asetat yang bersifat semi polar.
VI.4. Fraksinasi
Kalau senyawa polar dan non polar disatukan, maka akan terbentuk 2
lapisan yang berbeda. Prinsip dari metode ekstraksi cair–cair adalah pemisahan
dengan 2 pelarut yang tidak saling bercampur, sehingga akan terpisahkan sesuai
dengan sifatnya (Like Dissolve Like). Like Dissolve Like adalah senyawa polar
akan larut dalam senyawa polar dan senyawa non polar akan larut dalam senyawa
non polar.
Dalam praktikum kali ini, telah dilakukan ekstraksi cair–cair dua kali. Ini
dikarenakan terdapat kesalahan pada ekstraksi yang pertama, yaitu pada saat
pengocokan corong pisah terlalu kuat sehingga terdapat gelembung busa pada
bagian atas campuran. Maka harus diulang sampai tidak terdapat lagi gelembung
busa. Simplisia yang digunakan adalah Rimpang Kunyit (Curcumae domesticae
Rhizoma) yang telah menjadi ekstrak kental. Sebelum ekstrak kunyit dimasukkan
kedalam corong pisah, dilarutkan dahulu dengan etanol, supaya pada saat didalam
corong pisah, ekstrak tidak menggumpal. Namun, ekstrak yang digunakan
menjadi menggumpal, sulit larut dan sulit menyatu bersama pelarut – pelarutnya.
Hal tersebut bisa terjadi karena pemekatan yang dilakukan dikerjakan dirumah
sehingga suhu dan pemanasan tidak diperhatikan dengan baik, sehingga simplisia
terlalu pekat dan lengket.
Didalam corong pisah terdapat ekstrak kunyit yang sudah pekat dengan n-
heksan dan etil asetat. N-heksan adalah pelarut yang non polar, ditinjau dari
strukturnya, n-heksan merupakan senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus
kimia C6H14 (isomer utama n-heksana memiliki rumus CH3(CH2)4CH3. Dimana
senyawa non polar terlihat dari karbon yang dimilikinya adalah 6 karbon,
sehingga struktur yang lebih dari 2 karbon adalah senyawa non polar. BJ n-heksan
adalah 86,17 kg/mol. Etil asetat adalah pelarut polar, dengan rumus
CH3CH2OC(O)CH3. Senyawa ini merupakan eter dari etanol dan asam asetat.
Setiap beberapa lama saat pengocokan, kran corong pisah dibuka. Ini
dilakukan supaya tekanan uap dalam corong pisah keluar, sehingga uap didalam
tidak ada. Karena, jika ada uap yang berlebihan didalam corong pisah dapat
menyebabkan tutup corong pisah akan lepas dengan sendirinya dan isi didalam
corong pisah akan keluar. Setelah 10 menit dikocok, corong pisah disimpan
dengan tegak pada klem dan statif supaya proses pemisahannya berjalan dengan
sempurna dan terlihat jelas pemisahannya. Lalu n-heksan ditampung, karena
ekstrak kunyit menggumpal dilapisan paling bawah maka hanya bisa dilakukan
mengambil n-heksan dengan pipet ukur pada bagian atas. Setelah beberapa lama
didiamkan untuk memisah, didapat fraksi n-heksan, fraksi air, ekstrak kunyit, dan
fraksi etil asetat yang telah terpisah dengan baik.
Ekstrak kunyit yang digunakan pada percobaan KCV ini adalah sebanyak
5,1 gram. Ekstrak tersebut dilarutkan dalam etanol supaya ekstrak menjadi sedikit
mencair. Campuran ini kemudian dimasukkan kedalam mortir dan digerus serta
ditambahkan sedikit silica gel. Silica gel ini yang akan membuat campuran
ekstrak dan etanol menjadi serbuk ekstrak. Setelah itu serbuk ekstrak sedikit demi
sedikit ditambahkan kedalam kolom KCV. Dalam penambahan serbuk ekstrak ini
dilakukan dengan hati-hati dan dimasukkan sedikit-sedikit karena jika tidak hati-
hati akan merusak kolom yang telah memadat. Keatas serbuk ekstrak tersebut
diletakkan kertas saring seukuran kolom KCV. Kertas saring ini berfungsi untuk
menyaring eluen yang digunakan sebagai fase gerak. Setelah itu, setiap komposisi
pelarut dimasukkan kedalam kolom dengan menggunakan batang pengaduk.
Batang pengaduk ini digunakan supaya eluen yang digunakan mengalir secara
perlahan ke fase diamnya dan tidak merusak kolom yang telah dibuat. Setiap
eluen yang ditambahkan, hasil fraksinya ditampung pada botol bekas eluen
tersebut. Warna fraksi yang dihasilkan bermacam-macam dari yang bening hingga
coklat pekat. Kepekatan warna fraksi menunjukkan bahwa banyak terdapat
senyawa yang tertarik oleh eluen tersebut.
Plat yang telah dilewati eluen tersebut kemudian dikeluarkan dan dibiarkan
mengering untuk kemudian disinari dibawah sinar lampu UV agar noda yang
tercetak pada plat terlihat dengan jelas. pada panjang gelombang UV 254 dan 352
nm. Merupakan panjang gelombang yang jelas untuk melihat pita. Pita noda yang
terbentuk ditandai dengan jarum agar lebih jelas dalam proses pengerokkan. Pita
noda tersebut merupakan senyawa yang berhasil dipisahkan dan selanjutnya di uji
kemurnian.
Pada hasil KLT preparatif menghasilkan 3 pita. Kemudian pita noda yang
terbentuk dikerok dengan spatula dimana pada pita bagian atas (1), bagian tengah
(2) dan bagian bawah (3). Setelah dikerok dimasukkan kedalam vial dan
dilarutkan dengan methanol sebanyak 5 ml bertujuan untuk melarutkan senyawa
yang ada pada pita noda. Direndam selama 24 jam bertujuan untuk melarut secara
sempurna.
Kemudian dilakukan KLT satu dimensi dan KLT dua dimensi untuk
menguji tingkat kemurnian suatu senyawa. Pada KLT satu dimensi berdasarkan
pada sifat kepolaran senyawa dalam isolat tersebut. Dimana isolat diuji
menggunakan eluen non-polar terlebih dahulu kemudian ke eluen semipolar dan
yang terakhir kedalam eluen polar. Isolat ini akan menghasilkan satu bercak pada
semua hasil pengembangan dengan semua eluen. Dan pada KLT dua dimensi
hanya yang berbeda adalah perbedaan kepolaran dari setiap senyawa dan berbeda
arah. Berdasarkan pada hasil KLT keduanya menghasilkan nilai Rf yang sama.
Dan berdasarkan hasil satu dimensi diperoleh 2 bercak yang menandakan adanya
senyawa lain yang terbawa saat proses isolasi senyawa murni.
VII. Kesimpulan :
1. Golongan senyawa kimia yang positif setelah diiuji yaitu golongan fenolat,
monoterpen dan seskuiterpen, flavonoid, kuinon.
2. Komponen senyawa kimia dari simplisia rimpang kunyit yang memiliki
aktivitas biologi adalah kurkumin.
VII.2. Ekstraksi
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Komponen yang ada dalam ekstrak kunyit yaitu bersifat semi polar menuju
non polar dilihat dari pemantauan melalui KLT.
2. Eluen yang sesuai untuk simplisia rimpang kunyit ini adalah eluen
campuran antara kloroform dan etil asetat dengan perbandingan 1 : 9.
VII.4. Fraksinasi
2. Metode yang dilakukan adalah KLT biasa, KLT preparatif, satu dimensi dan