Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Pengelolaa sampah dan penyediaan sumber daya alam adalah


dua masalah utama bagi pemerintah saat ini. Pertumbuhan penduduk
membuat peningkatan konsumsi bahan bakar fosil dan membuat volume
sampah yang dihasilkan oleh masyarakat semakin bertambah, dimana
kita ketahui energi fosil merupakan energi yang tidak dapat diperbaharui.
Sehingga subsitusi energi non fosil dengan memanfaatkan sumber
energi alternatif secara lebih efisien dan menggunakan teknologi modern
merupakan suatu langkah yang tepat.

Sumber energi alternatif yang besar peluangnya untuk dikembangkan


di Indonesia salah satunya adalah energi biomassa. Indonesia mempunyai
sumber energi biomassa yang melimpah sehingga potensi untuk
menjadikannya sebagai sumber energi sangatlah besar. Sebagai sumber
energi biomassa memiliki beberapa keuntungan terutama dari sifat
terbarukannya, dalam arti bahan tersebut dapat diproduksi ulang. Selain itu
dari segi Iingkungan biomassa sebagai bahan bakar mempunyai segi positif,
sebagai sarana mengatasi limbah pertanian.

Salah satu potensi biomassa indonesia adalah tanaman padi,dari


proses penggilingan padi menghasilkan 20-30% limbah sekam padi. Dalam
kehidupan sehari-hari sekam padi biasanya jarang sekali dimanfaatkan oleh
masyarakat . Hal ini dikarenakan sekam padi dianggap

1
limbah pertanian yang berupa residu dari hasil panen, jika persentase
sekam padi yang tinggi tersebut dibiarkan tentunya kelak akan menjadi
salah satu masalah lingkungan. Khusus untuk derah Jawa Tengah
sendiri pada tahun 2012 produksi padi mencapai 10,199,014.00 juta ton,
yang artinya menghasilkan limbah sekam padi sekitar 2,039,802.8 juta
ton (BPS,2012).

Memanfaatkan limbah biomassa sekam padi yang melimpah ini,


sebagai sumber energi alternatif untuk mengatasi masalah mahalnya
harga bahan bakar minyak (BBM), juga sekaligus untuk mengatasi
masalah lingkungan jika sekam padi tidak dimanfaatkan. Dalam rumah
tangga pemanfaatan sekam padi antara lain diolah menjadi briket arang
untuk keperluan memasak atau bisa juga dipakai sebagai bahan bakar
pada pembakaran langsung. Sekam padi sebagai biomassa juga bisa
dimanfaatkan melalui proses tertentu untuk menghasilkan gas metana
yang mudah terbakar. Teknologi tersebut adalah teknologi gasifikasi.

Teknologi gasifikasi merupakan teknologi yang relatif sederhana


dan mudah pengoprasiaannya serta secara teknik maupun ekonomi
adalah layak untuk dikembangkan. Dengan demikian teknologi gasifikasi
sangat potensial menjadi teknologi yang sepadan untuk diterapkan
diberbagai tempat di Indonesia. Namun masih diperlukan penelitian
mendasar untuk menjadikan teknologi siap pakai.

2
1.2. Perumusan masalah

Bagaimanakah kontruksi alat pengolah sekam padi menjadi gas


metana dengan cara gasifikasi?

1.3. Pembatasan masalah

a. Alat produksi gas metana dengan jenis thermal prosses gasification

b. Pengaruh kecepatan udara terhadap temperatur pembakaran

c. Bahan bakar yang digunakan berupa sekam padi

d. Air yang dipanaskan sebanyak 5 liter

e. Kapasitas sekam padi 4 kg.

1.4. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Merancang reactor gasifikasi dengan bahan bakar sekam padi.

b. Untuk menganalisa pengaruh kecepatan udara pada tungku


gasifikasi terhadap tempertur pembakaran.

c. Untuk mengetahui lama waktu nyala efektif dan lama pendidihan

air.

1.5. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat yang baik bagi penulis,


masyarakat luas dan dunia pendidikan, antara lain:
a. Menambah wawasan tentang pengolahan sekam padi menjadi
sumber energi alternatif.

b. Mengurangi pengeluaran bahan bakar minyak di kawasan


masyarakat.

c. Memanfaatkan limbah sekam padi yang terbuang sia-sia menjadi


bahan bakar pengganti minyak bumi.

3
1.6. Metodologi penelitian

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah:

a. Studi literatur yaitu mempelajari berbagai referensi dari berbagai


sumber baik buku, peneliti maupun Internet sebagai teori
penunjang dalam pembahasan masalah.

b. Studi eksperimen yaitu dengan melakukan pengujian terhadap


tungku gasifikasi sekam padi dengan kapasitas 4 kg, untuk
mengetahui pengaruh kecepatan udara pada tungku gasifikasi
terhadap temperatur pembakaran, mengetahui waktu nyala efektif,

lama pendidihan air.

1.7. Sistematika penulisan

Sistematika pada laporan tugas akhir ini memuat tentang:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri atas latar belakang, perumusan masalah,


pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
metodologi penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini terdiri dari kajian pustaka dari penelitian terdahulu


dan dasar teori yang diambil dari buku serta jurnal yang
digunakan sebagai pedoman dalam penelitian ini.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


Bab ini terdiri atas diagram alir penelitian, alat dan bahan
penelitian, instalasi alat percobaan serta langkah-langkah
penelitian.

4
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang kenaikan temperatur air setiap 3


menit, lama nyala efektif, tempetatur pada dinding isolasi
dan temperatur pembakaran dengan pengukuran nyala
tiga titik api yang diukur dengan ketinggian yang sama.

BAB V PENUTUP

Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA

Berisi buku-buku dan jurnal serta sumber-sumber lain


yang dijadikan referensi dalam penelitian dan penulisan
laporan tugas akhir ini.

LAMPIRAN

Berisi tentang lampiran-lampiran yang berhubungan


dengan penelitian.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

d. Abu Sekam Padi (Rice Husk As )

Sekam padi adalah kulit yang membungkus butiran beras, dimana kulit padi
akan terpisah dan menjadi limbah atau buangan. Jika sekam padi dibakar akan
menghasilkan abu sekam padi. Secara tradisional, abu sekam padi digunakan
sebagai bahan pencuci alat-alat dapur dan bahan bakar dalam pembuatan batu
bata. Penggilingan padi selalu menghasilkan kulit gabah / sekam padi yang
cukup banyak yang akan menjadi material sisa. Ketika

bulir padi digiling, 78% dari beratnya akan menjadi beras dan akan
menghasilkan 22% berat kulit sekam. Kulit sekam ini dapat digunakan
sebagai bahan bakar dalam proses produksi. Kulit sekam terdiri 75% bahan
mudah terbakar dan 25% berat akan berubah menjadi abu. Abu ini dikenal
sebagai Rice Husk Ash (RHA) yang memiliki kandungan silika reaktif sekitar
85%- 90%. Dalam setiap 1000 kg padi yang digiling akan dihasilkan 220 kg
(22%) kulit sekam.

Jika kulit sekam itu dibakar pada tungku pembakar, akan dihasilkan sekitar 55
kg (25%) RHA. Sekitar 20% dari berat padi adalah sekam padi, dan bervariasi
dari 13 sampai 29% dari komposisi sekam adalah abu sekam yang selalu
dihasilkan setiap kali sekam dibakar. Nilai paling umum kandungan silika
(SiO2) dalam abu sekam padi adalah 94 – 96% dan apabilam nilainya
mendekati atau dibawah 90 % kemungkinan disebabkan oleh sampel sekam
yang telah terkontaminasi oleh zat lain yang kandungan silikanya rendah. Abu
sekam padi apabila dibakar secara terkontrol pada suhu tinggi sekitar (500 –
600 oC) akan menghasilkan abu silika yang dapat dimanfaatkan untuk
berbagai proses kimia (Prasetyoko, 2001).

Sekam padi merupakan bahan berligno-selulosa seperti biomassa lainnya


namun mengandung silika yang tinggi. Kandungan kimia sekam padi terdiri
atas 50% selulosa, 25–30% lignin, dan 15–20% silica (Ismail and
Waliuddin,1996).

Pembakaran sekam padi dengan menggunakan metode konvensional seperti


fluidised bed combustors menghasilkan emisi CO antara 200 –2000 mg/Nm3
dan emisi NOx antara 200 – 300mg/Nm3 (Armestoetal, 2002).

Metode pembakaran sekam padi yang dikembangkan oleh COGEN-AIT


mampu mengurangi potensi emisi CO2 sebesar 14.762 ton, CH4 sebesar 74
ton, danNO2 sebesar 0,16 ton pertahun dari pembakaran sekam padi sebesar
34.919 ton pertahun (Mathias, 2000).

Pada proses pembakaran akibat panas yang terjadi akan menghasilkan


perubahan struktur silika yang berpengaruh pada dua hal yaitu tingkat
aktivitas pozolan dan kehalusan butiran abu. Pada tahap awal pembakara n,
abu sekam padi menjadi kehilangan berat pada suhu 100 oC, pada saat itulah
hilangnya sejumlah zat dari sekam padi tersebut. Pada suhu 300 oC, zat- zat
yang mudah menguap mulai terbakar dan memperbesar kehilangan berat.
Kehilangan berat terbesar terjadi pada suhu antara 400 oC-500 oC, pada tahap
ini pula terbentuk oksida karbon. Di atas suhu 600 oC ditemukan beberapa
formasi kristal quartz. Jika temperatur ditambah, maka sekam berubah
menjadi kristal silica (Wijanarko, W., 2008).
Gambar 1 : Abu sekam padi.

Sekam padi saat ini telah dikembangkan sebagai bahan baku untuk
menghasilkan abu yang dikenal di dunia sebagai RHA (rice husk ask). Ab u
sekam padi yang dihasilkan dari pembakaran sekam padi pada suhu 400-500
o
C akan menjadi silika amorphous dan pada suhu lebih besar dari 1.000 oC
akan menjadi silika kristalin. Silika amorphous yang dihasilkan dari abu
sekam padi diduga sebagai sumber penting untuk menghasilkan silikon murni,
karbid silikon, dan tepung nitrid silicon (Katsukietal , 2005).
Tabel 1. Komposisi kimia dari abu sekam padi pada perlakuan
temperatur yang berbeda

Temp Orginº 400º 600º 700º 1000º


Bahan (%) (%) (%) (%) (%)
SiO2 88.01 88.05 88.67 92.15 95.48
MgO 1.17 1.13 0.84 0.51 0.59
SO3 1.12 0.83 0.81 0.79 0.09
CaO 2.56 2.02 1.73 1.60 1.16
K2O 5.26 6.48 6.41 3.94 1.28
Na2O 0.79 0.76 1.09 0.99 0.73
TiO2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Fe2O3 0.29 0.74 0.46 0.00 0.43

Sumber : HWANG, C.L., (2002)

c. Abu Terbang Batubara (fly ash)

Fly ash merupakan salah satu jenis partikulat yang dapat diklasifikasikan
dalam debu. Hal ini karena biasanya Fly ash dipengaruhi oleh gaya gravitasi
bumi. Abu terbang (fly ash) sebagai limbah PLTU berbahan bakar batu bara
dikategorikan oleh Bapedal sebagai limbah berbahaya (B3). Sehubungan
dengan meningkatnya jumlah pembangunan PLTU berbahan bakar batubara di
Indonesia, maka jumlah limbah abu terbang juga akan meningkat yaitu jumlah
limbah PLTU pada tahun 2000 sebanyak 1,66 juta ton, sedangkan pada tahun
2006 diperkirakan akan mencapai sekitar 2 juta ton. Khusus untuk limbah abu
dari PLTU, sejak tahun 2000 hingga tahun 2006, diperkirakan ada akumulasi
jumlah abu sebanyak 219.000 ton/tahun. Jika limbah abu ini tidak
dimanfaatkan akan menjadi masalah pencemaran lingkungan, yang mana
dampak dari pencemaran akibat abu terbang (fly ash) sangat berbahaya baik
bagi lingkungan maupun kesehatan (www.tekmira.esdm.go.id ).
Secara kimia abu terbang merupakan material oksida anorganik mengandung
silika dan alumina aktif karena sudah melalui proses pembakaran pada suhu
tinggi. Bersifat aktif yaitu dapat bereaksi dengan komponen lain dalam
kompositnya untuk membentuk material baru (mulite) yang tahan suhu tinggi.
(www.tekmira.esdm.go.id).

Abu terbang (fly ash) adalah bagian dari abu bakar yang berupa bubuk halus
dan ringan yang diambil dari campuran gas tungku pembakaran yang
menggunakan bahan batubara. Abu terbang diambil secara mekanik dengan
sistem pengendapan elektrostatik (Hidayat,1986).

Fly ash merupakan salah satu residu yang dihasilkan dalam pembakaran,dan
terdiri dari partikel halus yang meningkat dengan gas buang . Abu yang tidak
naik disebut abu dasar . Dalam konteks industri, fly ash biasanya mengacu
pada abu yang dihasilkan selama pembakaran batubara. Fly ash umumnya
ditangkap oleh debu elektrostatis atau peralatan filtrasi partikel lainnya
sebelum gas buang mencapai cerobong asap dari batu bara pembangkit listrik,
dan bersama dengan abu dasar dihapus dari bagian bawah tungku adalah
dalam hal ini bersama-sama dikenal sebagai abu batubara. Tergantung pada
sumber dan makeup dari batubara yang dibakar, komponen fly ash sangat
bervariasi, tetapi semua fly ash termasuk sejumlah besar silikon dioksida (SiO
2) (kedua amorf dan kristal) dan kalsium oksida (CaO), baik yang endemik
bahan dalam banyak batubara-bantalan lapisan batuan.
Abu batubara sebagai limbah tidak seperti gas hasil pembakaran, karena
merupakan bahan padat yang tidak mudah larut dan tidak mudah menguap
sehingga akan lebih merepotkan dalam penanganannya. Apabila jumlahnya
banyak dan tidak ditangani dengan baik, maka abu batubara tersebut dapat
mengotori lingkungan terutama yang disebabkan oleh abu yang beterbangan
di udara dan dapat terhisap oleh manusia dan hewan juga dapat
mempengaruhi kondisi air dan tanah di sekitarnya sehingga dapat mematikan
tanaman. Akibat buruk terutama ditimbulkan oleh unsur- unsur Pb, Cr dan Cd
yang biasanya terkonsentrasi pada fraksi butiran yang sangat halus (0,5 – 10
μm). Butiran tersebut mudah melayang dan terhisap oleh manusia dan hewan,
sehingga terakumulasi dalam tubuh manusia dengan konsentrasi tertentu
dapat memberikan akibat buruk bagi kesehatan (Putra,D.F. et al, 1996).

Abu terbang batubara umumnya dibuang di ash lagoon atau ditumpuk begitu
saja di dalam area industri. Penumpukan abu terbang batubara ini
menimbulkan masalah bagi lingkungan. Berbagai penelitian mengenai
pemanfaatan abu terbang batubara sedang dilakukan untuk meningkatkan nilai
ekonomisnya serta mengurangi dampak buruknya terhadap lingkungan. Saat
ini abu terbang batubara digunakan dalam pabrik semen sebagai salah satu
bahan campuran pembuat beton.
Sifat-sifat Fly ash

1. Sifat Fisik

Abu terbang merupakan material yang dihasilkan dari proses pembakaran


batubara pada alat pembangkit listrik, sehingga semua sifat-sifatnya juga
ditentukan oleh komposisi dan sifat-sifat mineral- mineral pengotor
dalam batubara serta proses pembakarannya. Dalam proses pembakaran
batubara ini titik leleh abu batu bara lebih tinggi dari temperatur
pembakarannya. Dalam kondisi ini menghasilkan abu yang memiliki
tekstur butiran yang sangat halus. Abu terbang batubara terdiri dari
butiran halus yang umumnya berbentuk bola padat atau berongga.
Adapun sifat-sifat fisiknya antara lain :

a) Warna : abu-abu keputihan

b) Ukuran butir : sangat halus yaitu sekitar 100-200 mesh

2. Sifat Kimia

Pada intinya fly ash mengandung unsur kimia antara lain: silika (SIO 2),
alumina (Al2O3), fero oksida (Fe2O3) dan kalsium oksida (CaO), juga

mengandung unsur tambahan lain yaitu magnesium oksida (MgO),


Titanium oksida (TiO2), alkalin (Na2 dan K2O), sulfur trioksida (SO3),
pospor oksida (P2O5) dan karbon (CO).
Gambar 2 : Abu terbang batubara.

Sifat kimia dari abu terbang batubara dipengaruhi oleh jenis batubara
yang dibakar dan teknik penyimpanan serta penanganannya. Abu terbang
batubara terdiri dari butiran halus yang umumnya berbentuk bola padat
atau berongga. Ukuran partikel abu terbang hasil pembakaran batubara
bituminous lebih kecil dari 0,075 mm.
Tabel 2. Komposisi Kimia Abu Terbang Batubara

Komponen Sub Bituminous (%)

SiO2 40-60

Al2O3 20-30

Fe2O3 4-10

CaO 5-30

MgO 1-6

SO3 1-6

Na2O 0-2

K2O 0-4

LOI 0-3
Kerapatan abu terbang berkisar antara 2100 sampai 3000 kg/m3 dan luas
area spesifiknya (diukur berdasarkan metode permeabilitas udara Blaine)
antara 170 sampai 1000 m2/kg, sedangkan ukuran partikel rata-rata abu
terbang batubara jenis sub-bituminous 0,01mm–0,015mm, luas
permukaannya 1-2 m2/g, massa jenis (specific gravity) 2,2 – 2,4 dan
bentuk partikel mostly spherical , yaitu sebagian besar berbentuk seperti
bola, sehingga menghasilkan kelecakan (workability) yang lebih baik
(Nugroho,P dan Antoni, 2007).

C. Silika

Silika atau dikenal dengan silikon dioksida (SiO2) merupakan senyawa yang

banyak ditemui dalam bahan galian yang disebut pasir kuarsa, terdiri atas
kristal-kristal silika (SiO2) dan mengandung senyawa pengotor yang terbawa

selama proses pengendapan. Pasir kuarsa juga dikenal dengan nama pasir
putih merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama

seperti kuarsa dan feldsfar. Pasir kuarsa mempunyai komposisi gabungan dari
SiO2, Al2O3, CaO, Fe2O3, TiO2, CaO, MgO, dan K2O, berwarna putih bening

atau warna lain bergantung pada senyawa pengotornya.

Silika biasa diperoleh melalui proses penambangan yang dimulai dari


menambang pasir kuarsa sebagai bahan baku. Pasir kuarsa tersebut kemudian
dilakukan proses pencucian untuk membuang pengotor yang kemudian
dipisahkan dan dikeringkan kembali sehingga diperoleh pasir dengan kadar
silika yang lebih besar bergantung dengan keadaan kuarsa dari tempat
penambangan. Pasir inilah yang kemudian dikenal dengan pasir silika atau
silika dengan kadar tertentu.

Silika biasanya dimanfaatkan untuk berbagai keperluan denga n berbagai


ukuran tergantung aplikasi yang dibutuhkan seperti dalam industri ban, karet,
gelas, semen, beton, keramik, tekstil, kertas, kosmetik, elektronik, cat, film,
pasta gigi, dan lain- lain. Untuk proses penghalusan atau memperkecil ukuran
dari pasir silika umumnya digunakan metode milling dengan ball mill untuk
menghancurkan ukuran pasir silika yang besar-besar menjadi ukuran yang
lebih kecil dan halus, silika dengan ukuran yang halus inilah yang biasanya
bayak digunakan dalam industri.

Saat ini dengan perkembangan teknologi mulai banyak aplikasi penggunaan


silika pada industri semakin meningkat terutama dalam penggunaan silika
pada ukuran partikel yang kecil sampai skala mikron atau bahkan nanosilika.
Kondisi ukuran partikel bahan baku yang diperkecil membuat produk
memiliki sifat yang berbeda yang dapat meningkatkan kualitas. Sebagai salah
satu contoh silika dengan ukuran mikron banyak diaplikasikan dalam material
building, yaitu sebagai bahan campuran pada beton. Rongga yang kosong di
antara partikel semen akan diisi oleh mikrosilika sehingga berfungsi sebagai
bahan penguat beton (mechanical property) dan meningkatkan daya tahan
(durability).

Selama ini kebutuhan mikrosilika dalam negeri dipenuhi oleh produk impor.
Ukuran lainnya yang lebih kecil adalah nanosilika bnyak digunakan pada
aplikasi di industri ban, karet, cat, kosmetik, elektronik, dan keramik. Sebagai
salah satu contoh adalah pada produk ban dan karet secara umum. Manfaat
dari penambahan nanosilika pada ban akan membuat ban memiiki daya lekat
yang lebih baik terlebih pada jalan salju, mereduksi kebisingan yang
ditimbulkan dan usia ban lebih panjang daripada produk ban tanpa
penambahan nanosilika. Untuk memperoleh ukuran silika sampai pada ukuran
nano/mikrosilika perlu perlakuan khusus pada prosesnya. Untuk mikrosilika
biasanya dapat diperoleh dengan metode special milling, yaitu metode milling
biasa yang sudah dimodifikasi khusus sehingga kemampuan untuk
menghancurkannya jauh lebih efektif, dengan metode ini bahkan
dimungkinkan juga memperoleh silika sampai pada skala nano. Sedangkan
untuk nanosilika bisa diperoleh dengan metode- metode tertentu yang
sekarang telah banyak diteliti diantaranya adalah sol-gel process, gas phase
process, chemical precipitation, emulsion techniques, dan plasma spraying &
foging proses (Polimerisasi silika terlarut menjadi organo silika) (Harsono, H.,
2002).

D. Genteng

Genteng merupakan benda yang berfungsi untuk atap suatu bangunan. Dahulu
genteng berasal dari tanah liat yang dicetak dan dipanaskan sampai kering.
Seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi dewasa ini genteng telah banyak
memiliki macam dan bentuk dan tidak lagi berasal dari tanah liat semata,
tetapi secara umum genteng dibuat dari semen, agregat (pasir) dan air yang
dicampur dengan material lain dengan perbandingan tertentu. Selain itu,
untuk menambah kekuatan genteng juga digunakan campuran seperti serat
alam, serat asbes, serat gelas, perekat aspal dan biji-biji logam yang
memperkuat mutu genteng. Dengan mengingat fungsi genteng sebagai atap
yang berperan penting dalam suatu bangunan untuk pelindung rumah dari
terik matahari, hujan dan perubahan cuaca lainnya. Maka genteng harus
mempunyai sifat mekanis yang baik, seperti kekuatan tekan, kekuatan puk ul,
kekerasan dan sifat lainnya (Saragih, 2007).

Genteng merupakan salah satu komponen penting pembangunan perumahan


yang memiliki fungsi untuk melindungi rumah dari suhu,hujan maupun fungsi
lainnya. Agar kualitas genteng optimal, maka daya serap air harus seminimal
mungkin, agar kebocoran dapat diminimalisir (Musabbikhah,

2007 ).

Jenis-jenis genteng be rdasar mate rial :

1. Genteng tanah liat

Genteng jenis ini terbuat dari tanah liat yang di-press (tekan sedemikian
rupa) kemudian dipanaskan dengan bara api dengan derajat kepanasan
tertentu. Daya tahan genteng jenis ini sangat kuat sekali. Rangka
diperlukan dalam pemasangannya, mekanisme pemasangan kunci/kaitan
genteng pada rangka penopang.

2. Genteng metal

Genteng metal atau genteng berbahan logam, memiliki ukuran yg lebih


besar dari genteng tanah liat, yaitu sekitar 60-120 cm, dgn ketebalan 0,3
mm. Pemasangan genteng ini tidak jauh beda dgn genteng dari tanah liat.
Karena memiliki ukuran yg lebih lebar maka dapat mempercepat waktu
pemasangan pada sebuah rumah. Genteng jenis ini biasanya memerlukan
sekrup tuk pemasangannya agar tidak mudah terbawa angin karena
bobotnya lumayan ringan.

3. Genteng keramik

Genteng ini memiliki warna yang cukup banyak karena pada saat proses
finishingnya dilapisi pewarna pada bagian atasnya (glazur). Bahan utama
genteng ini adalah keramik. Bertumpu pada rangka kayu atau beton.

4. Genteng aspal

Material genteng yg satu ini bersifat solid namun tetap ringan, terbuat dari
campuran lembaran bitumen (turunan aspal) dan bahan kimia lain.
Terdapat 2 bentuk model yaitu model datar yang terbaut pada triplek dan
bentuk bergelombang yang dibaut pada rangka atap. Bentuknya yang
lebar dan ringan membuat atap ini sering diapakai untuk atap pad a
bangunan tambahan seperti garasi.

5. Genteng kaca

Genteng ini dipakai agar sinar matahari dapat masuk ke dalam ruangan
secara langsung sehingga menghemat konsumsi listrik untuk penerangan.
Material genteng ini terbuat dari kaca.

E. Bahan Baku Pembuatan Genteng Tanah liat

1. Tanah Liat/ Le mpung

Lempung atau tanah liat adalah partikel mineral berkerangka dasar silikat
yang berdiameter kurang dari 4 mikrometer. Lempung mengandung
leburan silika dan/atau aluminium yang halus.
Unsur-unsur ini, silikon, oksigen, dan aluminum adalah unsur yang paling
banyak menyusun kerak bumi. Lempung terbentuk dari proses pelapukan
batuan silika oleh asam karbonat dan sebagian dihasilkan dari aktivitas
panas bumi.

Lempung membentuk gumpalan keras saat kering dan lengket apabila


basah terkena air. Sifat ini ditentukan oleh jenis mineral lempung yang
mendominasinya. Mineral lempung digolongkan berdasarkan susunan
lapisan oksida silikon dan oksida aluminium yang membentuk kristalnya.
Golongan 1:1 memiliki lapisan satu oksida silikon dan satu oksida
aluminium, sementara golongan 2:1 memiliki dua lapis golongan oksida
silikon yang mengapit satu lapis oksida aluminium. Mineral lempung
golongan 2:1 memiliki sifat elastis yang kuat, menyusut saat kering dan
memuai saat basah. Karena perilaku inilah beberapa jenis tanah dapat

membentuk kerutan-kerutan atau pecah-pecah bila kering (wikipedia.org).

Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral


tertentu yang “menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur
dengna air” (Grim, 1953).

Partikel-partikel tanah berukuran yang lebih kecil dari 2 mikron (=2μ),


atau <5 mikron menurut sistem klasifikasi yang lain,disebut saja sebagai
partikel berukuran lempung daripada disebut lempung saja.Partikel-
partikel dari mineral lempung umumnya berukuran koloid (<1μ) dan
ukuran2μ merupakan batas atas (paling besar) dari ukuran partikel
mineral lempung. Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung adalah sebagai
berikut:

1. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm

2. Permeabilitas rendah

3. Kenaikan air kapiler tinggi

4. Bersifat sangat kohesif

5. Kadar kembang susut yang tinggi

6. Proses konsolidasi lambat (Hardiyatmo, 1999).

Tanah liat/lempung adalah sejenis tanah liat yang bersifat plastis


mengandung kadar silica dan alumina yang tinggi. Lempung merupakan
mineral sekunder dan tergolong aluminium filosilikat terhidrasi. Mineral
lempung (clay) sangat umum digunakan dalam industri keramik. Mineral
lempung merupakan penyusun batuan sedimen dan penyusun utama dari
tanah (Sinugroho, 1979).

a. Struktur Mineral Le mpung

Mineral lempung merupakan pelapukan akibat reaksi kimia yang


menghasilkan susunan kelompok partikel berukuran koloid dengan
diameter butiran lebih kecil dari 0,002 mm. Satuan struktur dasar
dari mineral lempung terdiri dari Silica Tetrahedron dan Alumina
Oktahedron. Satuan-satuan dasar tersebut bersatu membentuk
struktur lembaran.Jenis-jenis mineral lempung tergantung dari
kombinasi susunan satuan struktur dasar atau tumpukan lembaran
serta macam ikatan antara masing- masing lembaran.
Susunan pada kebanyakan tanah lempung terdiri dari silika
tetrahedra dan alumunium okthedra. Silika Tetrahedron pada
dasarnya merupakan kombinasi dari satuan Silika Tetrahedron yang
terdiri dari satu atom silicon yang dikelilingi pada sudutnya oleh
empat buah atom Oksigen. Sedangkan Aluminium Oktahedron
merupakan kombinasi dari satuan yang terdiri dari satu atom
Alumina yang dikelilingi oleh atom Hidroksil pada keenam sisinya
(Holtz & Kovacs,1981).

Gambar 3.Struktur mineral- mineral lempung.


( Tucker 1991).
b. Komposisi Mineral Lempung

Berdasarkan komposisinya mineral lempung dibedakan menjadi


beberapa kelompok seperti ditampilkan pada tabel 3, sedangkan
komposisi kimia yang terdapat dalam lempung menurut metode
NLCE (NationalLaboratory for Civil Engeneering) terlihat pada
tabel 4.
Tabel 3. Kelompok dan komposisi mineral lempung.

Lapisan alumina memiliki rumus molekul Al2(OH)6 dan ini biasa


disebut gibbsite. Struktur ini tersusun satu atom alumunium dan
enam atom oksigen yang membentuk struktur oktahedral. Atom
alumunium dapat digantikan oleh atom magnesium membentuk
struktur dengan nama brucite, Mg3(OH)6.

Tabel 4. Komposisi kimia dalam lempung


2. Pasir

Pasir adalah contoh bahan material butiran. Butiran pasir umumnya


berukuran antara 0,0625 sampai 2 milimeter. Materi pembentuk pasir
adalah silikon dioksida, tetapi di beberapa pantai tropis dan subtropis
umumnya dibentuk dari batu kapur. Pasir tidak dapat di tumbuhi oleh
tanaman, karena rongga-rongganya yang besar-besar (wikipedia.org).

Pasir merupakan agregat halus yang terdiri dari butiran sebesar 0,14-5
mm, di dapat dari batuan alam (natural sand) atau dapat juga dengan
memecahnya (artificial sand), tergantung dari kondisi pembentukan
tempat terjadinya. Pasir alam dapat dibedakan atas: pasir galian, pasir
sungai, dan pasir laut. Pasir merupakan bahan pengisi yang digunakan
dengan tanah liat untuk membuat adukan. Selain itu pasir juga
berpengaruh terhadap sifat tahan susut, keretakan dan kekerasan pada
produk bahan bangunan campuran tanah liat (Badan Standar Nasional,
2002).

3. Air

Air merupakan bahan dasar yang sangat penting dalam pembuatan


genteng. Air diperlukan untuk bereaksi dengan tanah liat serta
menjadikan bahan pelumas antara tanah liat dengan pasir agar dapat
mudah dikerjakan dan dipadatkan (Spesifikasi Bahan Bangunan, 2002).
F. Karakteristik Benda Uji

1. Porositas (Daya Serap)

Besar kecilnya penyerapan air oleh mortar dipengaruhi pori atau rongga
yang terdapat pada mortar. Semakin banyak pori yang terkandung dalam
mortar maka semakin besar pula penyerapan sehingga ketahanan akan
berkurang. Rongga (pori) yang terdapat pada mortar terjadi karena
kurang tepatnya kualitas dan komposisi material penyusunannya.
Pengaruh rasio yang terlalu besar dapat menyebabkan rongga, karena
terdapat air yang tidak bereksi dan kemudian menguap dan menimbulkan
rongga.

Daya serap air dirumuskan sebagai berikut:

Penyerapan air = Berat sampel jenuh −berat sempel kering ×100 %


berat sempel kering

(SNI 03_2095_1998)

2. Uji Tekan

Penentuan kuat tekan dilakukan dengan menggunakan alat uji tekan.


Pengujian dilakukan pada benda uji sampai benda uji pecah dan jarum
akan menunjukkan kekuatan tekan dari benda uji. Genteng yang tidak
tahan terhadap gaya tekan bisa disebabkan oleh karena unsur silika
ataupun penguat dalam bahan baku masih kurang, sehingga produk
genteng hanya mampu menahan gaya tekan yang relative rendah.
Tabel 5. Beban kekuatan genteng (Kg)

Tingkat mutu Beban rata-rata genteng Beban minimum


yang diuji genteng yang diuji

I 170 140
II 110 90
III 80 65

(SNI 03_2095_1998)

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Diagram alir

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian


3.2 Studi Literatur
1. Melakukan studi literatur materi yang berkenaan dengan desain gasifier skala kecil
yang sudah pernah dibuat oleh peneliti sebelumnya.

2. Merancang atau mendesain tungku downdraft continue hasil


perancangan dari teori teori dan hasil penelitian yang sudah dipelajari.
3. Mempersiapkan komponen alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian.

4. Merakit rangkaian komponen yan dibutuhkan yang terdiri dari tungku, blower, dan
saluran udaranya serta

3.3 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan antara lain:
1. Gasifier downdraft continue
Berikut spesifikasi tungku gasifikasi yang dibuat

a. Diameter Reaktor
Gambar 3.2 Rancangan Tungku Gasifikasi

2. Anemometer
digunakan untuk mengukur kecepatan udara yang masuk

3. Blower 2”
Berfungsi sebagai pemasok udara dalam proses gasifikasi ke gasifier

4. Thermocouple Reader
berfungsi untuk mengukur perubahan temperatur nyala api

5. Timbangan Analog
Berfungsi untuk menimbang bahan bakar atau sekam padi yang dipakai
dalam penelitian

6. Gelas Ukur
Berfungsi untuk mengukur volume air sebelum dan sesudah proses
pendidihkan dalam pengujian

7. Stopwacth digital
Stopwatch digital digunakan untuk membantu menhitun waktu dalam
Pengujian.

8. Thermometer
Alat ini digunakan untuk mencatat perubahan temperatur air setiap 5 menit

9. Bahan Penlitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sekam padi sebagai
bahan bakar tungku gasifikasi downdraft continue

3.4 Hasil dan Pembahasan


3.4.1 Perbandingan Hasil Pengujian Tungku dengan dan Tanpa Isi Ulang

Pada gambar 6, dapat dilihat bahwa waktu penyalaan tungku lebih cepat untuk

jenis pengujian yang menggunakan pengisian ulang dari pada tanpa pengisian ulang.

Jenis pengujian tanpa pengisian ulang memiliki waktu penyalaan 10 menit sedangkan

dengan pengisian ulang waktu penyalaannya 6 menit. Hal ini diduga karena faktor

temperatur awal reaktor dengan pengujian dengan pengisian ulang bahan bakar yang

sudah panas oleh pemakaian sebelumnya yang pemakaiannya lebih lama.Berdasarkan

hasil pengujian, temperatur tertinggi pada kedua jenis

pengujian cenderung sama, hanya berselisih 10C yaitu tanpa isi ulang sebesar

5730Csedangkan dengan isi ulang sebesar 5720C. Hal ini disebabkan karena kedua jenis

pengujian menggunakan jenis bahan bakar yang sama, sekam padi dengan kondisi

kerapatan yang sama dan juga

kecepatan udara yang sama yaitu 6 m/s terlihat pada gambar 3.2

Gambar 3.3 hubungan antara waktu dengan temperatur

nyala api tungku dengan pengisian ulang dan tanpa isi ulang

3.4.2 Perbandingan Temperatur Air

Tungku dengan dan Tanpa Isi Ulang Bahan Bakar


diketahui bahwa dalam proses pendidihan air, antara dengan dan tanpa mengisi
ulang bahan bakar tungku memiliki waktu pendidihan yang sama yaitu 15 menit.
Temperatur tertinggi air juga relatif sama. Hanya berbeda pada hasil air yang
dididihkan menjadi uap. Dengan tungku yang diisi ulang bahan bakar mampu
mendidihkan air sebanyak 1,480 liter. Sedangkan yang tanpa diisi ulang mampu
mendidihkan air sebanyak 0,740 liter. Hal ini disebabkan lebih lamanya nyala api pada
tungku yang diisi ulang bahan bakarnya.Berikut perbandingan nilai kalor antara tungku
yang diisi ulang dengan yang tanpa diisi ulang bahan bakar,yang terlihat pada gambar 3.4
dibawah

Gambar 3.4 Perbandingan temperatur air dari proses pendidihan air dengan
tungku dengan diisi ulang dan tanpa menggunakan isi ulang

Berikut perbandingan nilai kalor antara tungku yang diisi ulang dengan yang tanpa diisi ulang
bahan bakar:Tabel 1 perhitungan kalor sensibel (QS)pendidihan air

Tabel 2 perhitungan kalor laten (QL) air pendidihan air


Tabel 3 Perhitungan Nilai Kalor (Q)Total
Dari Tabel 3 nilai kalor yang dihasilkan dari proses gasifikasi sekam padi dengan
diisi ulang bahan bakarnya mampu menghasilkan kalor sebesar 4369,219 Kj. Sedangkan
yang tanpa mengisi ulang mampu menghasilkan nilai kalor sebesar 2626,744 Kj
dikarenakan kapasitas bahan bakar yang lebih banyak

3.4.3 Perbandingan Nyala Efektif Tungku yang sama


penggunaan tungku yang diisi ulang mampu memberikan nyala
efektif api tungku hingga 62 menit sedangkan penggunaan tungku tanpa diisi ulang
mampu menyala selama 36 menit. Hal ini karena kapasitas bahan bakar yang lebih
banyak akan menghasilkan nyala api yang lebih lama terlihat pada gambar grafik dibawah

Gambar 3.5 Perbandingan Nyala Efektif Tungku


BAB V
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Setelah melakukan pengujian, analisa dan pembahasan pada kinerja

tungku gasifikasi downdraft continueyang telah dibuat diperoleh kesimpulan

sebagai berikut:

1. Hasil rancang bangun tungku

gasifikasi downdraft continuedengan bahan bakar sekam padi adalah meliputi

tungku dengan diameter 170 mm, tinggi 650 mm, dan sudut throat 600sudah mampu

menghasilkan gas secara baik, namun pada kelancaran proses gasifikasi masih

kurang yang berakibat kurang stabilnya nyala apI

pada proses pengisian ulang bahan

bakar tungku

2. Pada pengujian kinerja tungku gasifikasi downdraft continuepenyalaan api tungku

membutuhkan waktu 10 menit pada penggunaan tanpa diisi ulang dan 6 menit pada

penggunaan tungku yang diisi ulang.

3. Nyala efektif api tungku pada penggunaan tungku tanpa pengisian ulang mencapai

36 menit. Dan penggunaan dengan isi ulang mencapai 62 menit.

4. Temperatur tertinggi api yang dihasilkan tungku baik pada penggunaan dengan

maupun tanpa isi ulang berturut-turut adalah 5730Cdan 5720C.

5. Nilai kalor yang di hasilkan oleh tungku adalah tungku baik pada penggunaan

dengan maupun tanpa isi ulang berturut-turut adalah mencapai 4369, 22 kJ dan

2626,74K
4.2 Saran

Setelah melakukan pengujian pada kinerja tungku gasifikasi downdraft continue,

didapatkan saran sebagai berikut:

1. Reaktor ataupun bagian bagian

tungku harus dalam kondisi rapat tanpa ada kebocoran agar proses gasifikasi dan

pembakaran gas dapat lancar.

2. Memperhatikan langkah percobaan atau penelitian secara teliti agar tidak

terjadi perbedaan pada penetapan variable tetapnya. Seperti kondisi sekam

padi, kondisi tungku dan waktu pelaksanaan tahap penelitian.

3. Selalu melakukan pengecekan kondisi komponen alat dan variable tetap

pengujian tiap melakukan percobaan seperti kecepatan udara dan kondisi

sirkulasi udara yang baik dalam ruang pengujian.

4. Dalam mendapatkan data dan tata cara mengoperasikan data yang baik

harus banyak melakukan eksperimen atauu pengujian agar terdapat

pengetahuan atau keterampilan teknis dalam mengkondisikan gas maupun

tungku.

5. Menggunakan perlengkapan pengaman seperti masker, sarung tangan dan

google glass pada saat melakukan pengujian untuk meminimalisasi adanya

cidera saat pengujian

Anda mungkin juga menyukai