Anda di halaman 1dari 21

PORTOFOLIO

ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI)

Oleh:

dr. NOVITA ELVISTIA

Pembimbing:

dr. Andriyan Sulin

PROGRAM DOKTER INTERNSIP

RSUD Dr. M. ZEIN PAINAN

2019
BORANG STATUS FORTOFOLIO
No. ID dan Nama peserta dr. NOVITA ELVISTIA
No. ID dan Nama Wahana RSUD Dr. Muhammad Zein Painan
Topik ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI)
Tanggal (kasus) 28 Desember 2019
Nama Pasien Tn. D No. RM
Tanggal Presentasi Pendamping dr. Andriyan Sulin
Tempat Presentasi Ruang Konfrens RSUD Dr. Muhammad Zein Painan
Objektif Presentasi
 Keilmuan o Keterampilan o Penyegaran o Tinjauan Pustaka
 Diagnostik o Manajemen o Masalah o Istimewa
o Neonatus o Bayi o Anak o Remaja  Dewasa o Lansia o Bumil
Deskripsi Laki-laki, 48 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri dada sejak ± 30
menit yang lalu.
Tujuan
Bahan bahasan o Tinjauan Pustaka o Riset  Kasus o Audit
Cara membahas o Diskusi  Presentasi dan diskusi o E-mail o Pos
Data Pasien Nama: Tn. D No. Registrasi:
Nama RS : RSUD Dr. M. Zein Painan Telp: Terdaftar sejak: 28-04-2019
DATA UTAMA UNTUK BAHAN DISKUSI
Diagnostik/gambaran klinis:
Pasien laki-laki, Tn. D 48 tahun datang ke IGD RSUD M Zein dengan keluhan nyeri dada sejak ± 30
menit sebelum masuk RS. Nyeri dada timbul saat os sedang melakukan aktivitas, nyeri dada terasa
seperti dihimpit beban berat, menjalar ke lengan kiri dengan durasi ± 30 menit, tidak hilang dengan
istirahat. Nyeri dada dirasakan sejak 2 tahun yang lalu dengan durasi 2-3 menit. Sesak (+) tidak
dipengaruhi aktifitas, mual (-), muntah (-), keringat dingin (-Pingsan (-), berdebar-debar (-), pusing (-
), demam (-), batuk (-).
Riwayat pengobatan: Tidak ada
Riwayat kesehatan/penyakit:
 Keluhan yang sama belum pernah dirasakan.
 Riwayat hipertensi (+) sejak 3 tahun yang lalu tidak terkontrol.
 Riwayat DM (-)
 Dislipidemia (-)
 Riwayat merokok (-)
Riawayat keluarga : Tidak ada
Riwayat pekerjaan : Guru

Daftar Pustaka:

1. WHO (2017). Cardiovasular diseases (CVDs). http://www.who.int/en/news-room/fact-


sheets/detail/cardiovascular-diseases-(cvds) - Diakses November 2018.

2. Kim MC, Kini AS, Fuster V. Definitions of acute coronary syndromes. In: Fuster V,
Walsh RA, editors. Hurst’s the hearts volume 1. 13rd ed. New York: McGraw-Hill;
2011. p.1287-95.
3. Sanchis-Gomar F, Perez-Quilis C, Leischik R, Lucia A. Epidemiology of coronary
heart disease and acute coronary syndrome. Annals of Translation Medicine. 2016;
4(13): 256.
4. Rilantono LI. Peyakit kardiovaskular (PKV): 5 rahasia. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
2015.

5. Thygesen K, et al. Third universal definition of myocardial infarction. European Heart


Journal. 2012; 33: 2551-67.
6. Alwi I. Infark miokard akut dengan elevasi st. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi
I, Simadibrata M, Setiadi S (ed) Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed 6. Jakarta: Interna
Publishing;. 2014. p. 1741-56.
7. PERKI. Pedoman Tatalaksana SKA. Jakarta Centra Communication. 2018.
8. Juzar, Dafsah. Penyakit Kardiovaskular. Badan Penerbit FK UI. Jakarta. 2013 : 138-
160
9. Price, Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC. Jakarta. 2002
10. Snell, Richard. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. EGC. Jakarta. 2006
11. 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of ST- Elevation Myocardial
Infarction
12. Mansjoer Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Media Aesculapius. 2001
13. Rilantono Lily I, dkk. Buku Ajar Kardiologi. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 1996
14. Hass, Emily. Hurst’s The Heart Manual of Cardiology. Mc Graw Hill Medical. 2013 :
258-269
Hasil Pembelajaran:
Mengetahui Penyebab STEMI
Mengetahui Diagnosis STEMI
Mengetahui Penatalaksanaan STEMI
Mengetahui Pencegahan dan Komplikasi STEMI

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


SUBJEKTIF
Diagnostik/gambaran klinis:
Pasien laki-laki, Tn. D 48 tahun datang ke IGD RSUD M Zein dengan keluhan nyeri dada
sejak ± 30 menit sebelum masuk RS. Nyeri dada timbul saat os sedang melakukan aktivitas,
nyeri dada terasa seperti dihimpit beban berat, menjalar ke lengan kiri dengan durasi ± 30
menit, tidak hilang dengan istirahat. Nyeri dada dirasakan sejak 2 tahun yang lalu dengan
durasi lebih singkat tapi tidak pernah diperiksakan. Sesak (+) tidak dipengaruhi aktifitas, mual
(-), muntah (-), keringat dingin (-), pingsan (-), berdebar-debar (-), pusing (-), demam (-), batuk
(+) sejak 3 hari yang lalu. Riwayat pengobatan (-). Riwayat hipertensi (+) sejak 3 tahun yang
lalu tidak terkontrol. Riwayat DM (-), Dislipidemia (-), Riwayat merokok (-)

OBJEKTIF
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Compos Mentis
Kesadaran Umum : Tampak sakit sedang
Tanda vital :
Tekanan Darah : 180/120 mmHg
Frekuensi Nadi : 88 x / menit
Frekuensi Nafas : 26 x / menit
Suhu : 37º C
Berat Badan : 68 kg
Tinggi Badan : 163 cm
Status Generalisata

KEPALA

 Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

 Telinga : dalam batas normal

 Hidung : dalam batas normal

 Mulut : dalam batas normal

 Leher : trakea medial, pembesaran GKB (-), JVP 5-2 cmH2O

TORAKS

Jantung

 I : Iktus kordis tidak terlihat

 P : Iktus kordis teraba 1 jari lateral LMCS RIC V

 P : Batas jantung dalam batas normal

 A : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-).

Paru

 I : Simetris

 P : Fremitus kanan = kiri

 P : Sonor pada kedua lapang paru

 A : Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

ABDOMEN

 I : tidak membesar

 P : soepel, tidak teraba massa, nyeri tekan (-) H/L/R : tidak teraba

 P: Timpani

 A : Bising usus (+) Normal


EKSTREMITAS

 Superior : Akral hangat, CRT < 2 dtk, Oedem (-/-)

 Inferior : Akral hangat, CRT < 2 dtk, Oedem (-/-)

TIMI score dari pasien ini adalah 2/14:

1. Usia 48 th :0

2. Angina/Ht :1

3. TDS 180 :0

4. Nadi 83 :0

5. Killip I :0

6. Berat badan 68 kg :0

7. ST elevasi di anterior :1

8. Time to treat>4 jam :0

PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG (28 April 2019)

Gambaran EKG di IGD didapatkan SR, QRS rate 83x/menit, axis N, P wave N, PR interval
0,12’’ , QRS durasi 0,08’’, ST elevasi 5-7 mm di II,III, aVF, V4-6
Pemeriksaan laboratorium ( 28 April 2019 )
Hasil Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan Hasil
Hb 17,0
Leukosit 14.000
Ht 47
Trombosit 216.000

Hasil Pemeriksaan Kimia Klinik


Pemeriksaan Hasil
Ureum 69
Kreatinin 1,0
Natrium 148
Kalium 3,6
Khlorida 107
GDR 127

ASSESMENT (PENALARAN KLINIS)


Berdasarkan klinis dan pemeriksaan penunjang pasien didapat diagnosa ST elevation

myocardial infarction (STEMI) anterolateral et inferior onset 30 menit Killip I TIMI 2/14.

PLAN (TATA LAKSANA)


 O2 2-4 l/i
 IVFD RL 10 tpm
 Clopidogrel 300 mg (loading doses)
 Aspilet 160 mg (loading doses)
 ISDN 5 mg SL
 Simvastatin 40 mg
 Injeksi ranitidine 1 amp (iv)
 Pasang kateter
 Rujuk RSUP Dr. M Djamil Padang
PEMBAHASAN
ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI)

Latar Belakang
Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Pada
tahun 2016, diperkirakan sebanyak 17,9 juta orang meninggal akibat penyakit kardiovaskuler
(angka tersebut meliputi 31% dari seluruh kematian di dunia, dan setengah di antaranya berasal
dari negara berkembang), dan sebagian besar antaranya disebabkan oleh penyakit jantung
koroner (PJK).1-2 Meskipun dalam beberapa dekade terakhir angka mortalitas akibat PJK di
negara-negara Barat telah mengalami penurunan, namun 1 per 3 kematian orang-orang berusia
>35 tahun masih disebabkan oleh PJK.3
Sindrom koroner akut (SKA) adalah terminologi yang digunakan pada keadaan
gangguan aliran darah koroner parsial hingga total ke miokardium secara akut, dan merupakan
bagian dari PJK.4 Iskemia berkepanjangan pada miokardium akan menyebabkan kematian sel
miokardium (infark miokard). Infark miokard dapat dibedakan menjadi ST-segment elevation
myocardial infarction (STEMI) dan non-ST-elevation myocardial infarction (NSTEMI), dan
STEMI merupakan spektrum SKA yang paling letal dan melingkupi sekitar 25-40% dari
seluruh kejadian SKA.5-6
ST-segment elevation myocardial infarction disebabkan oleh oklusi total arteri koroner
oleh trombus yang mengakibatkan nekrosis sel-sel miokardium.2 Karakteristik utama STEMI
adalah angina tipikal dan perubahan EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk
STEMI.7 Beberapa faktor resiko terjadinya STEMI adalah usia, hipertensi, merokok,
dislipidemia, diabetes melitus, dan riwayat PJK dini yang diklasifikasikan atas resiko tinggi,
resiko sedang, dan resiko rendah menurut National Choleterol Education Program (NCEP).7

Definisi
STEMI merupakan bagian dari spektrum sindroma koroner akut yang menggambarkan
cedera miokard transmular, akibat oklusi total arteri koroner oleh trombus.Bila tidak dilakukan
revaskularisasi segera, maka akan terjadi nekrosis miokard yang berhubungan linear dengan
waktu. Maka dikenalah paradigma “time is muscle”, yang berarti bila tidak dilakukan reperfusi
segera maka otot jantung tidak akan bisa diselamatkan. Paradigma ini menekankan perlunya
reperfusi sedini mungkin.8,9,10
STEMI (ST Elevation Miocard Infarct)adalah suatu sindroma klinis yang mempunyai
karakteristik gejala dari iskemia miokardial (nyeri dada yang khas) yang diikuti dengan ST
elevasi yang persisten pada EKG dan pelepasan dari biomarker nekrosis miokardial.11

Etiologi
Ada empat faktor biologis infark miokard yang tidak dapat diubah yaitu usia, jenis
kelamin, ras dan riwayat keluarga. Resiko aterosklerosis koroner meningkat seiring
bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Faktor resiko
lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik. Faktor-
faktor tersebut adalah abnormalitas kadar serum lipid, hipertensi, merokok, diabetes melitus,
obesitas, faktor psikososial, diet dan alkohol.6
Terlepasnya suatu plak aterosklerotik dari salah satu arteri koroner dan kemudian
tersangkut dibagian hilir yang menyumbat aliran darah keseluruh miokardium yang diperdarahi
oleh pembuluh tersebut, dapat menyebabkan infark miokard. Infark miokard juga dapat terjadi
apabila lesi trombotik yang melekat ke suatu arteri yang rusak menjadi cukup besar untuk
menyumbat secara total aliran darah, atau apabila suatu ruang jantung mengalami hipertrofi
berat sehingga kebutuhan oksigennya tidak dapat terpenuhi.6

Patofisiologi
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah
ada sebelumnya.Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak
memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika
trombus arteri koroner secara cepat pada lokasi injuri vaskular, dimana injuri ini dicetuskan
oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.12
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,
ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga
terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.Penelitian
histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous
cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik
terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI
memberikan respon terhadap trombolitik.12
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,
serotonin) memicu aktivasi trombosit yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan
tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu
perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya,
reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut
(integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah
molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan,
menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.12
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak.
Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protombin menjadi trombin, yang
kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit)
kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin.6,12
Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang
disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai
penyakit inflamasi sistemik.12

Faktor Resiko
Faktor resiko terbagi menjadi faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak
dapat dimodifikasi. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi diantaranya adalah hipertensi, kadar
kolestrol, diabetes mellitus, dan obesitas. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
diantaranya adalah jenis kelamin dan usia (laki-laki > 45 tahun, perempuan > 55 tahun) dan
faktor keturunan.8,9

Diagnosis IMA
Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang
khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST ≥ 2mm, minimal pada 2 sadapan prekordial yang
berdampingan atau ≥ 1 mm pada 2 sadapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama
troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan terapi
revaskularisasi tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana
IMA, prinsip utama penatalaksanaan adalah time is muscle.8,9,12
Anamnesis
Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat
apakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau salah, dalam jangka
panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat. 9
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Gejala ini
merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA.12
Sifat nyeri dada angina sebagai berikut: 12
 Lokasi : substernal, retrosternal, dan precordial
 Sifat nyeri : sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk,
diperas, dan dipelintir.
 Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula,
perut dan lengan kanan (dermatom C1 – T4)
 Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
 Faktor pencetus : latihan fisik, stress, emosi, udara dingin dan sesudah makan
 Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas dan lemas

Pemeriksaan Fisik
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas
pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menitdan banyak keringat
dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark miokard anterior mempunyai
manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardi dan/atau hipotensi) dan hampir setengah
pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan/atau
hipotensi).12
Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan
intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan
murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus
katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38˚C dapat dijumpai dalam
minggu pertama pasca STEMI.12

Elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada
atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit
sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan
keputusan terakhir karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat
mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan
EKG awal tidak didiagnosis untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan terdapat
kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12
sadapan secara continue harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi
segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk
mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.12
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi
menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q,
sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi trombus tidak
total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan
elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris tak stabil atau
NSTEMI. Pada sebagian pasien NB tampak elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan
gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya istilah infark transmural digunakan jika EKG
menunjukkan gelombang Q atau hilangnya gelombang R atau infark miokard non transmural
jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T, namun
ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi infark
(mural/transmural) sehingga terminologi IMA gelombang Q dan non Q menggantikan IMA
mural/nontransmural.6,12
Tabel 1. Lokasi infark berdasarkan sadapan EKG5

Hasil EKG pada pasien ini dapat menggolongkan pasien ke dalam kelompok ST elevasi
myocardial infarction (STEMI). Hal yang perlu diketahui adalah pada pasien dengan STEMI
terjadi perubahan EKG sebelum akhirnya muncul gambaran ST elevasi pada EKG pasien.7
Gambar Evolusi ST selama STEMI

Laboratorium
Pada infark miokard terjadi pelepasan-pelepasan enzim-enzim dan protein jantung yang
dapat dideteksi beberapa jam setelah onset terjadi seperti CKMB dan troponin.12
 CKMB
CKMB adalah suatu enzim kreatinin kinase yang terdapat terutama di jantung.CKMB
serum mulai meningkat 3-8 jam setelah infark dan mencapai puncaknya setelah 24 jam
dan kembali normal dalam 48-72 jam.CKMB tidak lebih sensitif dan spesifik untuk
deteksi infark miokard dibandingkan Troponin.
 Troponin
Troponin adalah suatu protein di sel otot yang mengontrol interaksi antara aktin dan
miosin.Kadar troponin mulai meningkat 3-4 jam setelah infark dan mencapai
puncaknya 18-36 jam kemudian mulai menurun perlahan-lahan, sehingga troponin
masih dapat dideteksi 10-14 hari setelah infark.7

Penatalaksanaan9,10

Tatalaksana infark miokard akut dengan elevasi ST saat ini mengacu pada data-data dari
evidence based berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus berkembang
ataupun konsensus dari para ahli sesuai pedoman (guideline).12
Tatalaksana Umum

1. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi arteri <90%. Pada
semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam
pertama.12,14
2. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg atau
isosorbit dinitrat (ISDN) 5 mg, dapat diberikan sampai 3 dosis setiap 5 menit. Selain
mengurangi nyeri dada NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard
dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplaioksigen miokard dengan cara
dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral.12,14
3. Morfin
Sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam
tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4mg dan dapat
diulang dengan interval 5-15 menit samapai dosis total 20 mg. Efek samping yang
perlu diwaspadai dalam pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar
melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi
curah jantung dan tekanan arteri.12,14
4. Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif
pada spektrum Sindron Koroner Akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang
dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin dengan dosis
160-325 mg di ruang emergency selanjutnya diberikan oral dengan dosis 75-162
mg.12,14
5. Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada pemberian penyekat beta, selain
nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5mg setiap 2-
5 menit sampai total 3 dosis dengan syarat frekuensi jantung > 60 menit, TDS >100
mmHg, interval PR < 0,24 detik, dan ronchi tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. 15
menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg
tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100mg tiap 12 jam.12,14
Pengobatan utama pada SKA STEMI adalah terapi reperfusi segera yang dapat
dilakukan dengan fibrinolitik atau percutaneus coronary intervention (PCI) primer. Reperfusi
pada pasien SKA akan mengembalikan aliran koroner pada artei yang berhubungan dengan
area infark. Fibrinolitik berhasil mengembalikan aliran normal pada 50-60% kasus, sedangkan
percutaneus coronary intervension (PCI) dapat mengembalikan aliran normal sampai 90%
kasus.7
 Terapi Fibrinolitik7
Pengobatan fibrinolisis lebih awal (door-drug <30 menit) dapat membatasi luasnya
infark, fungsi ventrikel normal, dan mengurangi angka kematian. Beberpa jenis obat
fibrinolitik misalnya Alteplase recombinant(Aktivase), Reteplase, Tenecplase, dan
streptokinase (streptase), Diindonesia umumnya tersedia streptokinase, dengan dosis
pemberian sebesar 1,5 juta U, dilarutkan dalam 100cc NaCL 0.9 % atau Dextrose 5%
diberikan secara infus selama 30-60 menit.

Keadaan di mana fibrinolisis lebih baik:


• Pasien datang kurang dari 3 jam setelah awitan gejala dan terdapat halangan untuk
strategi invasif
• Strategi invasif tidak dapat dilakukan
* Cath-lab sedang/tidak dapat dipakai
* Kesulitan mendapatkan akses vaskular
* Tidak dapat mencapai laboratorium/pusat kesehatan yang mampu melakukan PCI
dalam waktu <120 menit
• Halangan untuk strategi invasif
* Transportasi bermasalah
* Waktu antara Door-to-balloon dan Door-to-needle lebih dari 60 menit
* Waktu antar kontak medis dengan balonisasi atau door-to-balloon lebih dari 90 menit
Kontra indikasi fibrinolitik.

 Percutaneus Coronary Intervention (PCI) primer7

PCI primer adalah terapi reperfusi yang lebih disarankan dibandingkan dengan

fibrinolisis apabila dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit dari waktu

kontak medis pertama. PCI primer diindikasikan untuk pasien dengan gagaljantung akut

yang berat atau syok kardiogenik, kecuali bila diperkirakan bahwa pemberian PCI akan

tertunda lama dan bila pasien datang dengan awitan gejala yang telah lama.

Keadaan di mana PCI lebih baik:


• Tersedianya cath-lab dengan dukungan pembedahan
* Waktu antar kontak medis dengan balonisasi atau door-to-balloon kurang dari 90
menit
* Waktu antara Door-to-balloon dan Door-to-needle kurang dari 1 jam
• Risiko tinggi STEMI
* Syok kardiogenik
* Kelas Killip ≥ 3
• Kontraindikasi untuk fibrinolisis, termasuk peningkatan risiko perdarahan dan
perdarahan intrakranial
• Pasien datang lebih dari 3 jam setelah awitan gejala
Komplikasi
Komplikasi dari STEMI dapat berupa:12
1. Disfungsi ventrikular
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk, ukuran
dan ketebalan segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut
remodeling ventricular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung
secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark,
ventrikel kiri mengalami dilatasi.
2. Gangguan hemodinamik
Gangguan pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di
rumah sakit pada STEMI.Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi l pompa
dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.Tanda klinis yang
tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi S3 dan S4 gallop.Pada
pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.
3. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi akibat disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah mengalami
infark yang massif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Syok
kardiogenik merupakan lingkaran setan perubahan hemodinamik progresif hebat
yang ireversibel: (1) penurunan perfusi perifer, (2) penurunan perfusi koroner, (3)
peningkatan kongesti paru.
4. Disfungsi Otot Papilaris
Penutupan katup mitralis selama sistolik ventrikel bergantung pada integritas
fungsional otot papilaris ventrikel kiri dan korda tendinea. Disfungsi sistemik atau
rupture nekrotik otot papilaris akan mengganggu fungsi katup mitralis,
memungkinkan eversi daun katup ke dalam atrium selama sistol. Inkompetensi
katup mengakibatkan aliran retrograde dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri
dengan dua akibat: pengurangan aliran ke aorta, dan peningkatan kongesti pada
atrium kiri dan vena pulmonalis.
5. Defek Septum Ventrikel
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding septum
sehingga terjadi defek septum ventrikel. Septum mendapatkan aliran darah ganda
(yaitu dari arteria yang berjalan turun pada permukaan anterior dan posterior sulkus
interventrikularis) sehingga rupture septum menunjukkan adanya penyakit arteria
koronaria yang cukup berat, yang mengenai lebih dari satu arteri.
6. Ruptur Jantung
Meskipun jarang terjadi, rupture dinding ventrikel jantung yang bebas dapat terjadi
pada awal perjalanan infark transmural selama fase pembuangan jaringan nekrotik
sebelum pembentukan parut.Dinding nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi
perdarahan massif ke dalam kantong pericardium yang relatif tidak elastis dan tak
dapat berkembang.Kantong pericardium yang terisi darah menekan jantung,
menimbulkan tamponade jantung. Tamponade jantung ini akan mengurangi aliran
balik vena dan curah jantung. Biasanya kematian terjadi dalam beberapa menit
kecuali apabila keadaan ini cepat diketahui dan dipulihkan dengan
perikardiosentesis transtoraks.
7. Aneurisme Ventrikel
Penonjolan paradoks sementara pada iskemia miokardium sering terjadi, dan pada
sekitar 15% pasien, aneurisme ventrikel akan menetap. Aneurisme ini biasanya
terjadi pada permukaan anterior atau apeks jantung. Aneurisme ventrikel akan
mengembang bagai balom pada setiap sistolik, teregang secara pasif oleh sebagian
volume sekuncup. Aneurisme dapat menimbulkan tiga masalah : (1) gagal jantung
kongestif kronis, (2) embolisasi sistemik dari trombus mural, dan (3) disritmia
ventrikel refrakter.
8. Tromboembolisme
Tromboembolisme merupakan komplikasi klinis nyata pada infark miokardium
akut dalam sekitar 10% kasus (terutama dengan infark yang luas pada dinding
anterior).Emboli arteri berasal dari trombi mural dalam ventrikel kiri dan dapat
menyebabkan stroke bila terdapat dalam sirkulasi serebral.Sebagian besar emboli
paru terjadi di vena tungkai dan terbatasnya aliran darah ke jaringan menyebabkan
meningkatnya risiko.
9. Disritmia
Gangguan irama jantung merupakan jenis komplikasi tersering pada infark
miokardium, dengan denyut premature ventrikel terjadi pada hampir semua pasien
dan terjadi denyut kompleks pada sebagian besar pasien.Disritmia terjadi akibat
perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini
bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi, yaitu rekaman grafik
aktivitas listrik sel. Misalnya, perangsangan simpatis akan meningkatkan
depolarisasi spontan sehingga meningkatkan kecepatan denyut jantung.

Prognosis10
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA, yaitu :12
1. Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana: S3 gallop,
kongesti paru dan syok kardiogenik.
Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut
Kelas Definisi Mortalitas (%)
I Tak ada tanda gagal jantung 6
kongestif
II + S3 dan/ atau ronki basah 17
III Edema paru 30 – 40
IV Syok kardiogenik 60 – 80
2. TIMI risk score adalah sistem prognotik paling akhir yang menggabungkan
anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisis yang dinilai pada pasien STEMI yang
mendapat terapi trombolitik.

Anda mungkin juga menyukai