Proposal FAKTOR
Proposal FAKTOR
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Gagal ginjal kronis didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami
penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana
kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan dan keseimbangan
elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia.(Smeltzer, 2009).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat, biasanya berlangsung beberapa tahun ( Price,2006).
B. FAKTOR PENYEBAB
a. Diabetes mellitus
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ
tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. Masalah yang
akan dihadapi oleh penderita DM cukup komplek sehubungan dengan terjadinya
komplikasi kronis baik mikro maupun makro angiopati. Salah satu komplikasi
kikroangiopati adalah nefropati diabetik yang bersifat kronik progresif.
b. Glumerulonefritis
Glumerulonefritis adalah penyakit parenkim ginjal progresif dan difus
yang sering berakhir dengan gagal ginjal kronik, disebabkan oleh respon
imunologik dan hanya jenis tertentu saja yang secara pasti telah diketahui
etiologinya. Secara garis besar dua mekanisme terjadinya GN yaitu Circulating
Immune Complex dan terbentuknya deposit kompleks imun secara in-situ.
Kerusakan glomerulus tidak langsung disebabkan oleh kompleks imun, berbagai
faktor seperti proses inflamasi, sel inflamasi, mediator inflamasi dan komponen
berperan pada kerusakan glomerulus.
Glumerulonefritis ditandai dengan proteinuria, hematuri, penurunan fungsi
ginjal dan perubahan ekskresi garam dengan akibat edema, kongesti aliran darah
dan hipertensi.
c. Pielonefritis
Pielonefritis kronik adalah cedera ginjal progresif yang menunjukkan
kelainan parenkimal yang disebabkan oleh infeksi berulang atau infeksi yang
menetap pada ginjal. Pielonefritis kronik terjadi pada pasien dengan infeksi
saluran kemih yang juga mempunyai kelainan anatomi utama pada saluran
kemihnya.
d. Hipertensi
Hipertensi Merupakan salah satu faktor pemburuk fungsi ginjal disamping
faktor lain seperti proteinuria, jenis penyakit ginjal, hiperglikemi, dan faktor lain.
Penyakit ginjal hipertensi menjadi salah satu penyebab penyakit ginjal kronik.
Insiden hipertensi esensial berat yang berakhir dengan gagal ginjal kronik <10%.
e. Penyakit ginjal polikistik
Penyakit ginjal polikistik merupakan gangguan herediter yang terutama
mengenai tubulus ginjal yang dapat berakhir dengan gagal ginjal. Penyakit ginjal
polikistik ditandai dengan kista-kista multiple, bilateral yang mengadakan
ekspansi dan lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal
normal akibat penekanan.
f. Obstruksi saluran kemih
misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis
netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
g. Gangguan vaskuler
misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria
renalis
h. Lesi herediter
misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal
i. Nefropatik toksik (timah, kadmium, dan merkuri)
misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal. Penyebab penyakit
yang dapat dicegah bersifat refersibel, sehingga penggunaan berbagai prosedur
diagnostik.
j. Logam berat
Logam berat akan bergabung dalam tulang dan sediki demi sedikit
dilepaskan kembali dalam darah setelah dalam jangka waktu bertahun-tahun.
Logam berat akan sampai ke tubulus ginjal. Kerusakan dasar ginjal diakibatkan
oleh nefritis interstisial dan gagal ginjal progresif lambat (Price
( Price,2006).
C. MANIFESTASI KLINIK
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perokardiac dan
gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
b. Gangguan pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein
dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan
mulut, nafas bau ammonia.
d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehinggga selalu digerakkan), burning
fect syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapal kaki/0, tremor,
miopati ( kelemahan dan hipertropi otot-otot ekstremitas.
e. Gangguan integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan
urokrom, gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual: libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
aminore. Gangguan metabolik glukosa, gangguan metabolik lemak dan vitamin
D.
h. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum-sum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi
gangguan fungsi trombosis dan trombositopenia.( Suyono,2006)
D. PATOFISIOLOGI
a. Penurunan Gromerular Filtration Rate
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens kreatinin
akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga
akan meningkat.
d. Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropotein yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk
terjadi perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI.
Perjalanan umum pada gagal ginjal kronis dapat di bagi mnjadi tiga stadium :
Pada tahap ini dikategorikan ringan apabila 40-80% fungsi normal, sedang
apabila 15-140% fungsi normal dan berat bila fungsi ginjal normal hanya 2-20%.
Pada insufisiensi ginjal sisa-sisa metabolik mulai berakumulasi dalam darah
karena jaringan ginjal yang yang lebih sehat tidak dapt berkopensasi secara terus
menerus terhadap kehilangan fungsi ginjal karena adanya penyakit tersebut.
Tingkat BUN, kretinin, asam urat dan fosfor mengalami peningkatan tergantun
pada tingkat penurunan fungsi ginjal.
3. Stadium III: End Stage Renal Desease (penyakit ginjal tahap lanjut)
E. PATHWAY
Penurunan fungsi nefron
Hematologis Neurologis
Gastrointestinal Endokrin
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis pada pasien dengan gagal ginjal kronik yaitu :
1. Tentukan dan tata laksana penyebabnya.
2. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam. Pada beberapa pasien,
furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau diuretik loop (bumetanid, asam
etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan.
3. Diet tinggi kalori dan rendah protein. Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori
menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari uremia.
4. Kontrol hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam
dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah. Diperlukan diuretik loop,
selain obat antihipertensi.
5. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit. Hindari masukan kalium yang besar (batasi
hingga 60 mmol/hari) atau diuretik hemat kalium, obat-obat yang berhubungan dengan
ekskresi kalium (misalnya, penghambat ACE dan obat antiinflamasi nonsteroid).
6. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal. Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat
yang mengikat fosfat seperti aluminium hidroksida (300 – 1800 mg) atau kalsium
karbonat (500– 3000 mg) pada setiap makan.
7. Deteksi dini dan terapi infeksi. Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien
imunosupresif dan diterapi lebih ketat.
8. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal. Banyak obat yang harus diturunkan
dosisnya karena metaboliknya toksis dan dikeluarkan oleh ginjal. Misal : digoksin,
aminoglikosid, analgesik opiat, amfoterisin.
9. Deteksi dan terapi komplikasi. Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia,
perikarditis, neuropati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang
meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, sehingga diperlukan dialisis.
10. Persiapkan dialisis dan program transplantasi. Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal
kronik dideteksi. (Mansjoer,2001)
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Urin
a) Volume : biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tidak ada ( anuria )
b) Warna : secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri,
lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb,
mioglobin, porfirin
c) Berat jenis : kurang dari 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat
d) Osmoalitas : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal tubular
dan rasio urin / serum sering 1:1
e) Klirens kreatinin : lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium
f) Protein : derajat tinggi proteinuria ( 3-4+ ) secara kuat menunjukkan kerusakan
glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
2. Darah
a) BUN/ kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
b) Ht : menurun, defisiensi eritropoitin
c) GDA : asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
d) Natrium serum : rendah
e) Kalium : meningkat
f) Magnesium : meningkat
g) Kalsium : menurun
h) Protein ( albumin ) : menurun
3. Osmolalitas serum : lebih dari 285 mOsm/kg
4. Pelogram retrograd : abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
5. Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada
saluran perkemihan bagian atas
6. Endoskopi ginjal, nefroskopi : untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria
dan pengangkatan tumor selektif
7. Arteriogram ginjal : mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular,
masa
8. EKG : ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
(Brunner,2002)
1. Usia
Hasil hubungan variabel usia secara statistik dengan kejadian gagal ginjal
kronik mempunyai hubungan yang bermakna antara usia <60 tahun dan >60
tahun pada pasien hemodialisis. Secara klinik pasien usia >60 tahun mempuyai
risiko 2,2 kali lebih besar mengalami gagal ginjal kronik dibandingkan dengan
pasien usia <60 tahun. Hal ini disebabkan karena semakin bertambah usia,
fungsi ginjal dalam skala kecil merupakan proses normal bagi setiap manusia
ditoleransi ginjal dan tubuh. Namun, akibat ada beberapa faktor risiko dapat
menyebabkan kelainan dimana penurunan fungsi ginjal terjadi secara cepat
berat, kondisi ini disebut gagal ginjal kronik (GGK) atau chronic renal failure
(CRF). (Mcclellan dan Flanders, 2003). Commented [WU1]: sumbernya dr hasil penelitian ato
apa?
2. Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel jenis kelamin secara statistik ada
hubungan yang bermakna antara jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin
perempuan dengan kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis. Commented [WU2]: Jelaskan penelitian dimana, kapan,
berapa responden....
Secara klinik lakilaki mempunyai risiko mengalami gagal ginjal kronik 2 kali
lebih besar daripada perempuan. Hal ini dimungkinkan karena perempuan lebih
laki, sehingga laki-laki lebih mudah terkena gagal ginjal kronik dibandingkan
menggunakan obat karena perempuan lebih dapat menjaga diri mereka sendiri
Hasil analisis crosstab menunjukkan bahwa riwayat penyakit faktor risiko Commented [WU3]: Crosstab apa?
hipertensi secara statistik ada hubungan yang bermakna dengan kejadian gagal
ginjal kronik pada pasien hemodialisis (OR=4,044, p<0,05, Cl=1,977-8,271). Commented [WU4]: Penelitian
siapa...kapan...dimana....brp responden...bgmn
metodenya....
Secara klinik pasien dengan riwayat penyakit faktor risiko hipertensi
mempunyai risiko mengalami gagal ginjal kronik 3,2 kali lebih besar daripada
pasien tanpa riwayat penyakit faktor risiko hipertensi. Peningkatan tekanan Commented [WU5]: Idem......
darah berhubungan dengan kejadian penyakit ginjal kronik (Hsu et al., 2005).
diabetes melitus secara statistik ada hubungan yang bermakna dengan kejadian
12,916). Secara klinik riwayat penyakit faktor risiko diabetes mellitus Commented [WU6]: Idem...
mempunyai risiko terhadap kejadian gagal ginjal kronik 4,1 kali lebih besar
melitus. Salah satu akibat dari komplikasi diabetes melitus adalah penyakit Commented [WU7]: Idem...
basalis glomerulus dengan proliferasi dari sel-sel mesangium. Keadaan ini akan
yang ditandai dengan timbulnya albuminuria (Sue et al., 2000). Commented [WU8]: Tahun sumber referensi Terlalu tua
OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid) Commented [WU9]: Tulis kepanjangannya
analgetika dan OAINS secara statistik ada hubungan dengan kejadian gagal
ginjal kronik serta faktor risiko penggunaan obat analgetika dan OAINS lebih
OAINS secara berlebihan dengan kejadian kerusakan ginjal atau nefropati. Commented [WU11]: Referensi...?
Penggunaan obat analgetik dan OAINS untuk menghilangkan rasa nyeri dan
atau gagal ginjal kronik yang dalam waktu lama dapat menyebabkan gagal
6. Riwayat Merokok
kronik lebih besar 2 kali dibandingkan dengan pasien tanpa riwayat merokok. Commented [WU12]: Penelitian
siapa...kapan...dimana....brp responden...bgmn
metodenya....
Efek merokok fase akut yaitu meningkatkan pacuan simpatis yang akan
katekolamin dalam sirkulasi. Pada fase akut beberapa pembuluh darah juga
pembuluh darah ginjal sehingga terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus dan
fraksi filter (Grassi et al., 1994 ; Orth et al., 2000). Commented [WU13]: Sumber referensi terlalu tua...
Berdasarkan hasil analisis crosstab pada pasien gagal ginjal kronik dengan
kronik mempunyai risiko lebih kecil dibandingkan dengan faktor risiko yang
lain (OR=0,450, p<0,05 Cl=0,230-0,880). Hasil penelitian ini dimungkinkan Commented [WU14]: Penelitian
siapa...kapan...dimana....brp responden...bgmn
metodenya....
karena penggunaan minuman suplemen energi tidak dalam jangka waktu lama
dan tidak secara terus-menerus sehingga tidak menjadi faktor risiko kejadian
inflamsi yang dapat berakhir dengan penurunan kemampuan sel ginjal dalam
1. Pengertian Pedesaan
Desa adalah suatu perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik,
dan kultural yang terdapat di suatu daerah dalam hubungan dan pengaruhnya secara
timbal balik dengan daerah lain, sedangkan masyarakat pedesaan ditandai dengan
pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap
warga atau anggota masyarakat yang amat kuat yang hakikatnya, bahwa seseorang
merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat di mana ia
hidup dicintai serta mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi
masyarakat atau anggota masyarakat. (Ahmadi,2003) Commented [WU15]: Adakah sumber referensi? Atau
kalimat klaian sdr...?
2. Karakteristik Pedesaan
Karakteristik pedesaan dibagi kedalam tiga karakteristik, yaitu karakteristik
fisik, karakteristik sosial, dan karakteristik ekonomi.
Dari letak alaminya desa-desa di Indonesia, secara garis besar dapat dikategorikan
sebagai berikut:
1) Desa-desa pantai
Desa-desa pantai atau laut tentu sangat tergantung kepada pantai atau pesisir
lautnya.Ada yang berada di pantai landai dengan pasir putihnya, ada juga yang di
pantai yang berbukit seperti di pantai Selatan pulau Jawa (meskipun tidak
semuanya), dan sebagainya.
Desa-desa yang berada di dataran rendah atau “Ngare” (Jawa) pun bervariasi
sesuai dengan sejarah terbentuk dan perkembangan masing-masing.Namun desa-
desa seperti ini relatif dapat leluasa mengatur pola ruang desa atau teritorialnya
dari desa-desa pegunungan atau pantai.
4) Desa-desa di pedalaman
Desa pedalaman, yaitu desa-desa yang berada jauh dari kota dan relatif
terisolir, di wilayah pegunungan atau pedalaman, jauh di luar kota.
3) Diantara warga desa mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat
bila dibandingkan dengan masyarakat lain di luar batas wilayahnya.
6) Jarak antara tempat bekerja tidak terlalu jauh dari tempat tinggal.
(Ahmadi , 2003)
3. Unsur-Unsur Pedesaan
a. Unsur daerah, berupa tanah produktif dan tidak produktif, serta unsur
lokasi, luas dan batas.
b. Unsur penduduk berupa jumlah, pertambahan, kepadatan, persebaran dan
mata pencaharian penduduk.
b. Orientasi kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka
mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak suka
akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan
keseragaman persamaan.
c. Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan
keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif,
perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu
saja.(lawannya Universalisme)
d. Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh
berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan
yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.(lawanya prestasi).
a. Konflik (Pertengkaran)
Ramalan orang kota bahwa masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang tenang dan
harmonis itu memang tidak sesuai dengan kenyataan sebab yang benar dalam
masyarakat pedesaan adalah penuh masalah dan banyak ketegangan. Karena setiap
hari mereka yang selalu berdekatan dengan orang-orang tetangganya secara terus-
menerus dan hal ini menyebabkan kesempatan untuk bertengkar amat banyak sehingga
kemungkinan terjadi peristiwa-peristiwa peledakan dari ketegangan amat banyak dan
sering terjadi.
b. Kontraversi (pertentangan)
c. Kompetisi (Persiapan)
1. Pengertian Perkotaan
Beberapa definisi (secara etimologis) “kota”dalam bahasa lain yang agak tepat
dengan pengertian ini, seperti dalam bahasa Cina, kota artinya dinding dan dalam
bahasa Belanda kuno, tuiin bisa berarti pagar. Jadi dengan demikian kota adalah batas.
.Masyarakat kota adalah suatu kelompok teritorial di mana penduduknya
menyelenggarakan kegiatan-kegiatan hidup sepenuhnya, dan juga merupakan suatu
kelompok terorganisasi yang tinggal secara kompak di wilayah tertentu dan memiliki
derajat interkomuniti yang tinggi. Masyarakat perkotaan sering disebut urban
community. (Ahmadi,2003)
c. Pembagian kerja diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai
batas-batas yang nyata.
1. Kemiskinan
Meski saat ini angka pertumbuhan ekonomi bangsa kita terus menunjukan grafik
kenaikan namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat di sekitar kita yang
hidupnya masih berada di bawah standar yang layak. Ini menjadi masalah sosial yang
bisa kita temukan dengan mudah baik di daerah pedesaan maupun perkotaan.
2. Pendidikan
Masalah pendidikan di Indonesia adalah cerita lama. Mulai dari bangunan roboh
sampai anak-anak putus sekolah adalah masalah yang mendarah daging sejak dahulu.
Inilah sekelumit masalah pendidikan yang ada di Indonesia:
3. Pengangguran
Pengangguran terkait dengan tidak seimbangnya jumlah pencari kerja dan jumlah
lapangan kerja yang tersedia. Orang yang disebut pengangguran adalah mereka yang
tidak memiliki sumber penghasilan sama sekali dan tengah mencari kerja. Tingkat
pengangguran di Indonesia konon menurun sebanyak 6%, dari 8,12 juta orang menjadi
7,61 juta orang.
4) Pengangguran struktural; yaitu mereka yang tidak mendapatkan pekerjaan karena tidak
memenuhi kriteria yang dibutuhkan.
5) Pengangguran sukarela; yaitu mereka yang tidak memiliki pekerjaan dan tidak berusaha
mencari pekerjaan.
b. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus berdantung
pada orang lain (Individualisme).
c. Pembagian kerja diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-
batas yang nyata.
e. Jalan kehidupan yang cepat dikota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi
warga kota, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, intuk dapat
mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
2) Memperbaiki keadaan lingkungan perumahan yang telah ada agar dapat mencapai
standar mutu kehidpan yang layak, dan memberikan nilai-nilai lingkungan yang
aman dan menyenangkan
b. Karya : unsure ini merupakan syarat yang utama bagi eksistensi suatu kota, karena
unsure ini merupakan jaminan bagi kehidupan bermasyarakat.
d. Suka : unsure ini merupakan bagian dari ruang perkotaan untuk memenuhi
kebutuhan penduduk akan fasilitas hiburan, rekreasi, pertamanan, kebudayaan dan
kesenian
e. Penyempurna : unsure ini merupakan bagian yang penting bagi suatu kota, tetapi
belum secara tepat tercakup ke dalam keempat unsur termasuk fasilitas pendidikan dan
kesehatan, fasiltias keagamaan, perkuburan kota dan jaringan utilitas kota.
(Ahmadi, 2003)
4. Fungsi Perkotaan
Fungsi dari kota yakni seberapa jauh fungsi dan peran kota tersebut dalm
kerangka wilayah dan daerah-daerah yang dilingkupi dan melingkupinya, baik secara
regional maupun nasional.
Fungsi kota:
(Ahmadi, 2003)
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama
sekali satu sama lain. Bahkan terdapat hubungan uang erat, bersifat ketergantungan,
karena saling membutuhkan. Kota tergantung desa dalam memenuhi kebutuhan
warganya akan bahan-bahan pangan, desa juga merupakan tenaga kasar pada jenis-
jenis pekerjaan tertentu di kota. Sebaliknya, kota menghasilkan barang-barang yg juga
diperlukan oleh orang desa, kota juga menyediakan tenaga-tenaga yang melayani
bidang-bidang jasa yg dibutuhkan oleh orang desa.(Ahmadi, 2003)
7. Individualisme
DAFTAR PUSTAKA
Mcclellan, W.M., dan Flanders, W.D.,2003, Risk Factor for progessive chronic
kidney disease; J Ant Soc Nephrol; 14:65-70
Hsu, C., Culloch, C.E., Darbinian, J., Go, A.S., Tribarren, C., 2005. Elevated
blood pressure and risk of end stage renal disease in subjects wwithout
baseline kidney disease, Arch Interrn Med, 165:923-928
Susalit, E., 2003. Rekomendasi Baru Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik.
In: Penyakit Ginjal Kronik & Glomerulonepati: Aspek Klinik & Patologi
Gnjal Pengelolaan Hipertensi Saat Ini. Perhimpunan Nefrologi Indonesia.
Jakarta: 1-8
Sue, E., dan Huether., 2003. Altertion of Hormonal Regulation. www. mosby.
com/ MERLIN/ Huether. Chapter 18 : 483 -4 91, diakses pada tanggal
24 April 2014
Fored,C.M., Stewart,J.H., Dickman, P.W., 2003. The analgesic syndrome.
In:Stewart JH,ed. Analgesic and NSAID-induced kidney disease.Oxford,
England: Oxford University Press
Grassi, G., Seravalle, G., Calhoun, D.A., Bolla, G.B., Giannattasio, C.G.,
Marabini, M., Del Bo, A., Mansia, G., 1994. Mechanisms responsible for
sympathetic activation by cigarret smoking in humans; Circulation ; 90 :
248-253
Hidayati, Titiek., 2008. Hubungan Antara Hipertensi, Merokok dan Minuman
Supelemen Energi dan Kejadian Penyakit Ginjal Kronik. Tesis, Program
Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. 90-102.
Brunner and Suddarth.(2002).Keperawatan Medikal Bedah, EGC: Jakarta.
Suyono, S.,(2006) Buku Anjar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 3, Edisi IV, BPFKUI:
Jakarta.
Price, S.A., dan Wilson, L.M.,(2006), Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi 6, EGC: Jakarta.
Arief, Mansjoer. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI.
Smeltzer, S.C., & Bare B. G. (2009). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Edisi 8 Volume 1. EGC: Jakarta.
Restu Pranandari, Woro Supadmi Majalah Farmaseutik, Vol. 11 No. 2 Tahun
2015
Mcclellan, W.,M., And Flanders, W.D. (2003). Risk Factor for progresif chronic
kidney disease: J Ant Soc Nephrol.
Ahmadi, Abu, Drs. (2003). Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineke Cipta
Bintarto, R.1977. Beberapa Aspek Geografi. Jakarta: Ghalia Indonesia.