Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP GAGAL GINJAL KRONIK

A. DEFINISI
Gagal ginjal kronis didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami
penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana
kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan dan keseimbangan
elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia.(Smeltzer, 2009).

Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat, biasanya berlangsung beberapa tahun ( Price,2006).

Chronic Kidney Disease atau penyakit ginjal kronik didefinisikan sebagai


kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan Glomerulus
Filtration Rate (GFR). (Nahas, 2010)

B. FAKTOR PENYEBAB
a. Diabetes mellitus
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ
tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. Masalah yang
akan dihadapi oleh penderita DM cukup komplek sehubungan dengan terjadinya
komplikasi kronis baik mikro maupun makro angiopati. Salah satu komplikasi
kikroangiopati adalah nefropati diabetik yang bersifat kronik progresif.
b. Glumerulonefritis
Glumerulonefritis adalah penyakit parenkim ginjal progresif dan difus
yang sering berakhir dengan gagal ginjal kronik, disebabkan oleh respon
imunologik dan hanya jenis tertentu saja yang secara pasti telah diketahui
etiologinya. Secara garis besar dua mekanisme terjadinya GN yaitu Circulating
Immune Complex dan terbentuknya deposit kompleks imun secara in-situ.
Kerusakan glomerulus tidak langsung disebabkan oleh kompleks imun, berbagai
faktor seperti proses inflamasi, sel inflamasi, mediator inflamasi dan komponen
berperan pada kerusakan glomerulus.
Glumerulonefritis ditandai dengan proteinuria, hematuri, penurunan fungsi
ginjal dan perubahan ekskresi garam dengan akibat edema, kongesti aliran darah
dan hipertensi.
c. Pielonefritis
Pielonefritis kronik adalah cedera ginjal progresif yang menunjukkan
kelainan parenkimal yang disebabkan oleh infeksi berulang atau infeksi yang
menetap pada ginjal. Pielonefritis kronik terjadi pada pasien dengan infeksi
saluran kemih yang juga mempunyai kelainan anatomi utama pada saluran
kemihnya.
d. Hipertensi
Hipertensi Merupakan salah satu faktor pemburuk fungsi ginjal disamping
faktor lain seperti proteinuria, jenis penyakit ginjal, hiperglikemi, dan faktor lain.
Penyakit ginjal hipertensi menjadi salah satu penyebab penyakit ginjal kronik.
Insiden hipertensi esensial berat yang berakhir dengan gagal ginjal kronik <10%.
e. Penyakit ginjal polikistik
Penyakit ginjal polikistik merupakan gangguan herediter yang terutama
mengenai tubulus ginjal yang dapat berakhir dengan gagal ginjal. Penyakit ginjal
polikistik ditandai dengan kista-kista multiple, bilateral yang mengadakan
ekspansi dan lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal
normal akibat penekanan.
f. Obstruksi saluran kemih
misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis
netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
g. Gangguan vaskuler
misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria
renalis
h. Lesi herediter
misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal
i. Nefropatik toksik (timah, kadmium, dan merkuri)
misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal. Penyebab penyakit
yang dapat dicegah bersifat refersibel, sehingga penggunaan berbagai prosedur
diagnostik.
j. Logam berat
Logam berat akan bergabung dalam tulang dan sediki demi sedikit
dilepaskan kembali dalam darah setelah dalam jangka waktu bertahun-tahun.
Logam berat akan sampai ke tubulus ginjal. Kerusakan dasar ginjal diakibatkan
oleh nefritis interstisial dan gagal ginjal progresif lambat (Price
( Price,2006).

C. MANIFESTASI KLINIK
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perokardiac dan
gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.

b. Gangguan pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.

c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein
dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan
mulut, nafas bau ammonia.

d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehinggga selalu digerakkan), burning
fect syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapal kaki/0, tremor,
miopati ( kelemahan dan hipertropi otot-otot ekstremitas.
e. Gangguan integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan
urokrom, gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.

f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual: libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
aminore. Gangguan metabolik glukosa, gangguan metabolik lemak dan vitamin
D.

g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa


Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.

h. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum-sum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi
gangguan fungsi trombosis dan trombositopenia.( Suyono,2006)

D. PATOFISIOLOGI
a. Penurunan Gromerular Filtration Rate
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens kreatinin
akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga
akan meningkat.

b. Gangguan klirens renal


Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens (subtansi darah
yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal)

c. Retensi cairan dan natrium


Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan
urin secara normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium; meningkatkan resiko
terjadi edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.

d. Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropotein yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk
terjadi perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI.

e. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat


Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal
balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya
GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan
kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi paratornom,
namun dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan
sekresi parathormon, akibatnya kalsium di tulang menurun menyebabkan
perubahan pada tulang dan penyakit tulang.( Brunner,2007)

Perjalanan umum pada gagal ginjal kronis dapat di bagi mnjadi tiga stadium :

1. Stadium I: Diminishid Renal Reserve

Penurunan fungsi ginjal, tetapi tidak terjadi penumpukan sisa-sisa


metabolik dan ginjal yang sehat akan melakukan kompensasi terhadap gagguan
yang sakit tersebut.

2. Stadium II: Renal Insufficiency

Pada tahap ini dikategorikan ringan apabila 40-80% fungsi normal, sedang
apabila 15-140% fungsi normal dan berat bila fungsi ginjal normal hanya 2-20%.
Pada insufisiensi ginjal sisa-sisa metabolik mulai berakumulasi dalam darah
karena jaringan ginjal yang yang lebih sehat tidak dapt berkopensasi secara terus
menerus terhadap kehilangan fungsi ginjal karena adanya penyakit tersebut.
Tingkat BUN, kretinin, asam urat dan fosfor mengalami peningkatan tergantun
pada tingkat penurunan fungsi ginjal.
3. Stadium III: End Stage Renal Desease (penyakit ginjal tahap lanjut)

Sejumlah besar sisa nitrogen (BUN, kreatinin) berakumulasi dalam darah


dan ginjal tidak mampu mempertahankan hemostasis. Ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit terjadi bila segera dianalisa akan menjadi fatal / kematian.(
Brunner,2007)

E. PATHWAY
Penurunan fungsi nefron

Mekanisme kompensasi dan adaptasi asimptomatik

BUN dan creatinin meningkat

Penumpukan toksin uranik

Gangguan gagal ginjal kronik simptomatik

Hematologis Neurologis

Gastrointestinal Endokrin

Sistem syaraf pusat Kardiovaskuler

Gambar: Pohon Masalah Gagal Ginjal Kronik (Smeltzer,2009)


F. KOMPLIKASI
1. Hiperkalemia yang diakibatkan karena adanya penurunan ekskresi asidosis
metabolic, Perikardistis efusi pericardial dan temponade jantung.
2. Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung
3. Hipertensi yang disebabkan oleh retensi cairan dan natrium, serta malfungsi system
renin angioaldosteron.
4. Anemia yang disebabkan oleh penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah,
dan pendarahan gastrointestinal akibat iritasi
5. Penyakit tulang disebabkan retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah,
metabolisme vitamin D, abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.
(Brunner,2002)

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis pada pasien dengan gagal ginjal kronik yaitu :
1. Tentukan dan tata laksana penyebabnya.
2. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam. Pada beberapa pasien,
furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau diuretik loop (bumetanid, asam
etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan.
3. Diet tinggi kalori dan rendah protein. Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori
menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari uremia.
4. Kontrol hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam
dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah. Diperlukan diuretik loop,
selain obat antihipertensi.
5. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit. Hindari masukan kalium yang besar (batasi
hingga 60 mmol/hari) atau diuretik hemat kalium, obat-obat yang berhubungan dengan
ekskresi kalium (misalnya, penghambat ACE dan obat antiinflamasi nonsteroid).
6. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal. Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat
yang mengikat fosfat seperti aluminium hidroksida (300 – 1800 mg) atau kalsium
karbonat (500– 3000 mg) pada setiap makan.
7. Deteksi dini dan terapi infeksi. Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien
imunosupresif dan diterapi lebih ketat.
8. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal. Banyak obat yang harus diturunkan
dosisnya karena metaboliknya toksis dan dikeluarkan oleh ginjal. Misal : digoksin,
aminoglikosid, analgesik opiat, amfoterisin.
9. Deteksi dan terapi komplikasi. Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia,
perikarditis, neuropati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang
meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, sehingga diperlukan dialisis.
10. Persiapkan dialisis dan program transplantasi. Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal
kronik dideteksi. (Mansjoer,2001)

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Urin
a) Volume : biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tidak ada ( anuria )
b) Warna : secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri,
lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb,
mioglobin, porfirin
c) Berat jenis : kurang dari 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat
d) Osmoalitas : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal tubular
dan rasio urin / serum sering 1:1
e) Klirens kreatinin : lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium
f) Protein : derajat tinggi proteinuria ( 3-4+ ) secara kuat menunjukkan kerusakan
glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
2. Darah
a) BUN/ kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
b) Ht : menurun, defisiensi eritropoitin
c) GDA : asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
d) Natrium serum : rendah
e) Kalium : meningkat
f) Magnesium : meningkat
g) Kalsium : menurun
h) Protein ( albumin ) : menurun
3. Osmolalitas serum : lebih dari 285 mOsm/kg
4. Pelogram retrograd : abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
5. Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada
saluran perkemihan bagian atas
6. Endoskopi ginjal, nefroskopi : untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria
dan pengangkatan tumor selektif
7. Arteriogram ginjal : mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular,
masa
8. EKG : ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
(Brunner,2002)

B. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB GAGAL GINJAL

1. Usia

Hasil hubungan variabel usia secara statistik dengan kejadian gagal ginjal

kronik mempunyai hubungan yang bermakna antara usia <60 tahun dan >60

tahun pada pasien hemodialisis. Secara klinik pasien usia >60 tahun mempuyai

risiko 2,2 kali lebih besar mengalami gagal ginjal kronik dibandingkan dengan

pasien usia <60 tahun. Hal ini disebabkan karena semakin bertambah usia,

semakin berkurang fungsi ginjal dan berhubungan dengan penurunan

kecepatan ekskresi glomerulus dan memburuknya fungsi tubulus. Penurunan

fungsi ginjal dalam skala kecil merupakan proses normal bagi setiap manusia

seiring bertambahnya usia, namun tidak menyebabkan kelainan atau

menimbulkan gejala karena masih dalam batas-batas wajar yang dapat

ditoleransi ginjal dan tubuh. Namun, akibat ada beberapa faktor risiko dapat
menyebabkan kelainan dimana penurunan fungsi ginjal terjadi secara cepat

atau progresif sehingga menimbulkan berbagai keluhan dari ringan sampai

berat, kondisi ini disebut gagal ginjal kronik (GGK) atau chronic renal failure

(CRF). (Mcclellan dan Flanders, 2003). Commented [WU1]: sumbernya dr hasil penelitian ato
apa?

2. Jenis Kelamin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel jenis kelamin secara statistik ada

hubungan yang bermakna antara jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin

perempuan dengan kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis. Commented [WU2]: Jelaskan penelitian dimana, kapan,
berapa responden....
Secara klinik lakilaki mempunyai risiko mengalami gagal ginjal kronik 2 kali

lebih besar daripada perempuan. Hal ini dimungkinkan karena perempuan lebih

memperhatikan kesehatan dan menjaga pola hidup sehat dibandingkan laki-

laki, sehingga laki-laki lebih mudah terkena gagal ginjal kronik dibandingkan

perempuan. Perempuan lebih patuh dibandingkan laki-laki dalam

menggunakan obat karena perempuan lebih dapat menjaga diri mereka sendiri

serta bisa mengatur tentang pemakaian obat (Morningstar et al., 2002).

3. Riwayat Penyakit Hipertensi

Hasil analisis crosstab menunjukkan bahwa riwayat penyakit faktor risiko Commented [WU3]: Crosstab apa?

hipertensi secara statistik ada hubungan yang bermakna dengan kejadian gagal

ginjal kronik pada pasien hemodialisis (OR=4,044, p<0,05, Cl=1,977-8,271). Commented [WU4]: Penelitian
siapa...kapan...dimana....brp responden...bgmn
metodenya....
Secara klinik pasien dengan riwayat penyakit faktor risiko hipertensi

mempunyai risiko mengalami gagal ginjal kronik 3,2 kali lebih besar daripada
pasien tanpa riwayat penyakit faktor risiko hipertensi. Peningkatan tekanan Commented [WU5]: Idem......

darah berhubungan dengan kejadian penyakit ginjal kronik (Hsu et al., 2005).

Hipertensi dapat memperberat kerusakan ginjal telah disepakati yaitu melalui

peningkatan tekanan intraglomeruler yang menimbulkan gangguan struktural

dan gangguan fungsional pada glomerulus. Tekanan intravaskular yang tinggi

dialirkan melalui arteri aferen ke dalam glomerulus, dimana arteri aferen

mengalami konstriksi akibat hipertensi (Susalit, 2003).

4. Riwayat Penyakit Diabetes Melitus

Hasil analisis crosstab menunjukkan bahwa riwayat penyakit faktor risiko

diabetes melitus secara statistik ada hubungan yang bermakna dengan kejadian

gagal ginjal kronik pada pasien hemodialysis (OR=5,395, p<0,05, Cl=2,254-

12,916). Secara klinik riwayat penyakit faktor risiko diabetes mellitus Commented [WU6]: Idem...

mempunyai risiko terhadap kejadian gagal ginjal kronik 4,1 kali lebih besar

dibandingkan dengan pasien tanpa riwayat penyakit faktor risiko diabetes

melitus. Salah satu akibat dari komplikasi diabetes melitus adalah penyakit Commented [WU7]: Idem...

mikrovaskuler, di antaranya nefropati diabetika yang merupakan penyebab

utama gagal ginjal terminal. Berbagai teori tentang patogenesis nefropati

seperti peningkatan produk glikosilasi dengan proses non-enzimatik yang

disebut AGEs (Advanced Glucosylation End Products), peningkatan reaksi

jalur poliol (polyol pathway), glukotoksisitas, dan protein kinase C

memberikan kontribusi pada kerusakan ginjal. Kelainan glomerulus disebabkan

oleh denaturasi protein karena tingginya kadar glukosa, hiperglikemia, dan


hipertensi intraglomerulus. Kelainan atau perubahan terjadi pada membrane

basalis glomerulus dengan proliferasi dari sel-sel mesangium. Keadaan ini akan

menyebabkan glomerulosklerosis dan berkurangnya aliran darah, sehingga

terjadi perubahan-perubahan pada permeabilitas membran basalis glomerulus

yang ditandai dengan timbulnya albuminuria (Sue et al., 2000). Commented [WU8]: Tahun sumber referensi Terlalu tua

5. Riwayat Penggunaan Obat Analgetika Dan

OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid) Commented [WU9]: Tulis kepanjangannya

Berdasarkan hasil analisis crosstab diketahui bahwa riwayat penggunaan obat

analgetika dan OAINS secara statistik ada hubungan dengan kejadian gagal

ginjal kronik serta faktor risiko penggunaan obat analgetika dan OAINS lebih

kecil dibandingkan faktor risiko yang lain pada pasien hemodialysis

(OR=0,160, p<0,05, Cl=0,074-0,347). Beberapa bukti epidemiologi Commented [WU10]: Penelitian


siapa...kapan...dimana....brp responden...bgmn
metodenya....
menunjukkan bahwa ada hubungan antara penggunaan obat analgetik dan

OAINS secara berlebihan dengan kejadian kerusakan ginjal atau nefropati. Commented [WU11]: Referensi...?

Nefropati analgetik merupakan kerusakan nefron akibat penggunaan analgetik.

Penggunaan obat analgetik dan OAINS untuk menghilangkan rasa nyeri dan

menekan radang (bengkak) dengan mekanisme kerja menekan sintesis

prostaglandin. Akibat penghambatan sintesis prostaglandin menyebabkan

vasokonstriksi renal, menurunkan aliran darah ke ginjal, dan potensial

menimbulkan iskemia glomerular. Obat analgetik dan OAINS juga

menginduksi kejadian nefritis interstisial yang selalu diikuti dengan kerusakan

ringan glomerulus dan nefropati yang akan mempercepat progresifitas


kerusakan ginjal, nekrosis papilla, dan penyakit gagal ginjal kronik. Obat

analgetika dan OAINS menyebabkan nefrosklerosis yang berakibat iskemia

glomerular sehingga menurunkan GFR kompensata dan GFR nonkompensata

atau gagal ginjal kronik yang dalam waktu lama dapat menyebabkan gagal

ginjal terminal (Fored et al., 2003).

6. Riwayat Merokok

Berdasarkan analisis crosstab terdapat hubungan antara riwayat merokok

dengan kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis (OR=1,987,

p<0,05, Cl=1,017-3,884). Pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis yang

mempunyai riwayat merokok mempunyai risiko dengan kejadian gagal ginjal

kronik lebih besar 2 kali dibandingkan dengan pasien tanpa riwayat merokok. Commented [WU12]: Penelitian
siapa...kapan...dimana....brp responden...bgmn
metodenya....
Efek merokok fase akut yaitu meningkatkan pacuan simpatis yang akan

berakibat pada peningkatan tekanan darah, takikardi, dan penumpukan

katekolamin dalam sirkulasi. Pada fase akut beberapa pembuluh darah juga

sering mengalami vasokonstriksi misalnya pada pembuluh darah koroner,

sehingga pada perokok akut sering diikuti dengan peningkatan tahanan

pembuluh darah ginjal sehingga terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus dan

fraksi filter (Grassi et al., 1994 ; Orth et al., 2000). Commented [WU13]: Sumber referensi terlalu tua...

7. Riwayat Penggunaan Minuman Suplemen Energi

Berdasarkan hasil analisis crosstab pada pasien gagal ginjal kronik dengan

riwayat penggunaan minuman suplemen mempunyai hubungan dengan


kejadian gagal ginjal kronik pada pasien gagal ginjal kronik dengan

hemodialisis. Pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis yang mempunyai

riwayat penggunaan minuman suplemen energi dengan kejadian gagal ginjal

kronik mempunyai risiko lebih kecil dibandingkan dengan faktor risiko yang

lain (OR=0,450, p<0,05 Cl=0,230-0,880). Hasil penelitian ini dimungkinkan Commented [WU14]: Penelitian
siapa...kapan...dimana....brp responden...bgmn
metodenya....
karena penggunaan minuman suplemen energi tidak dalam jangka waktu lama

dan tidak secara terus-menerus sehingga tidak menjadi faktor risiko kejadian

gagal ginjal kronik di RSUD Wates, Kulon Progo. Beberapa psikostimulan

(kafein dan amfetamin) terbukti dapat mempengaruhi ginjal. Amfetami dapat

mempersempit pembuluh darah arteri ke ginjal sehingga darah yang menuju ke

ginjal berkurang. Akibatnya, ginjal akan kekurangan asupan makanan dan

oksigen. Keadaan sel ginjal kekurangan oksigen dan makanan akan

menyebabkan sel ginjal mengalami iskemia dan memacu timbulnya reaksi

inflamsi yang dapat berakhir dengan penurunan kemampuan sel ginjal dalam

menyaring darah (Hidayati, 2007).

Analisis crosstab (Restu Pranandari, Woro Supadmi)

Faktor Resiko GGK NON GGK OR 95%CI p Value

Usia <60 tahun 38 24 0,018 2,235


>60 tahun 34 48 1,139-4,385
Jenis Laki-laki 50 38 0,040 2,033
Kelamin Perempuan 22 34 1,208-4,023
Hipertensi Ya 40 17 0,000 4,044
Tidak 32 55 1,977-8,271
DM Ya 29 8 0,000 5,395
Tidak 43 64 2,254-2,916
Analgetika, Ya 12 40 0,000 0,160
OAINS Tidak 60 32 0,074-0,347
Merokok Ya 47 35 0,043 1,987
Tidak 25 37 1,017-3,884
Minuman Ya 25 39 0,019 0,450
Suplemen Tidak 47 33 1,230-0,880
Energi

Gambar 2.2 : Hubungan Antara Beberapa Faktor Risiko Gagal Ginjal


Kronik dengan Kejadian Gagal Ginjal Kronik di Unit
Hemodialisis RSUD Wates, Kulon Progo
(Restu Pranandari, Woro Supadmi. Majalah Farmaseutik, Vol. 11 No. 2
Tahun 2015)

C. KONSEP MASYARAKAT PEDESAAN


Masyarakat Pedesaan

1. Pengertian Pedesaan

Desa adalah suatu perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik,
dan kultural yang terdapat di suatu daerah dalam hubungan dan pengaruhnya secara
timbal balik dengan daerah lain, sedangkan masyarakat pedesaan ditandai dengan
pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap
warga atau anggota masyarakat yang amat kuat yang hakikatnya, bahwa seseorang
merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat di mana ia
hidup dicintai serta mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi
masyarakat atau anggota masyarakat. (Ahmadi,2003) Commented [WU15]: Adakah sumber referensi? Atau
kalimat klaian sdr...?

2. Karakteristik Pedesaan
Karakteristik pedesaan dibagi kedalam tiga karakteristik, yaitu karakteristik
fisik, karakteristik sosial, dan karakteristik ekonomi.

a. Karakteristik Fisik Pedesaan

Dari letak alaminya desa-desa di Indonesia, secara garis besar dapat dikategorikan
sebagai berikut:

1) Desa-desa pantai

Desa-desa pantai atau laut tentu sangat tergantung kepada pantai atau pesisir
lautnya.Ada yang berada di pantai landai dengan pasir putihnya, ada juga yang di
pantai yang berbukit seperti di pantai Selatan pulau Jawa (meskipun tidak
semuanya), dan sebagainya.

2) Desa-desa di dataran rendah

Desa-desa yang berada di dataran rendah atau “Ngare” (Jawa) pun bervariasi
sesuai dengan sejarah terbentuk dan perkembangan masing-masing.Namun desa-
desa seperti ini relatif dapat leluasa mengatur pola ruang desa atau teritorialnya
dari desa-desa pegunungan atau pantai.

3) Desa-desa di pegunungan, atau dari segi lain

Desa pegunungan sangat tergantung kepada keadaan alamnya.Rumah-rumah


penduduk desa pegunungan ini sering terlihat bersaf-saf secara hirarkis, di celah-
celah perbukitan atau lembah pegunungan, atau di kanan kiri sungai.

4) Desa-desa di pedalaman

Desa pedalaman, yaitu desa-desa yang berada jauh dari kota dan relatif
terisolir, di wilayah pegunungan atau pedalaman, jauh di luar kota.

b. Karakteristik Sosial Pedesaan

Berikut adalah karakteristik sosial pedesaan, yaitu :


1) Sistem kehidupan umumnya bersifat kelompok dengan dasar
kekeluargaan (paguyuban).

2) Masyarakat bersifat homogen seperti dalam hal mata pencahariaan, agama


dan adat istiadat.

3) Diantara warga desa mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat
bila dibandingkan dengan masyarakat lain di luar batas wilayahnya.

4) Mata pencahariaan utama para penduduk biasanya bertani.

5) Faktor geografis sangat berpengaruh terhadapa corak kehidupan


masyarakat.

6) Jarak antara tempat bekerja tidak terlalu jauh dari tempat tinggal.

c. Karakteristik Ekonomi Pedesaan

Karakteristik ekonomi pedesaan adalah sebagai berikut:

1) Ketergantungan pada kota dalam hal pasar dan modal

2) Lapangan kerja utama di sektor pertanian dan pengolahan hasil pertanian.

3) Pengolahan dengan teknologi sederhana.

4) Mengolah usaha dalam skala kecil dan menengah.

5) Permasalahan modal dan pemasaran.

(Ahmadi , 2003)

3. Unsur-Unsur Pedesaan

Desa memiliki beberapa unsur, yaitu:

a. Unsur daerah, berupa tanah produktif dan tidak produktif, serta unsur
lokasi, luas dan batas.
b. Unsur penduduk berupa jumlah, pertambahan, kepadatan, persebaran dan
mata pencaharian penduduk.

c. Unsur tata kehidupan berupa seluk-beluk masyarakat desa

(Bintarto, 1977) Commented [WU16]: Referensi terlalu tua, hanya utk


poin C?
4. Ciri-ciri Masyarakat Pedesaan

a. Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan


dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong menolong,
menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain dan menolongnya
tanpa pamrih.

b. Orientasi kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka
mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak suka
akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan
keseragaman persamaan.

c. Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan
keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif,
perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu
saja.(lawannya Universalisme)

d. Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh
berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan
yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.(lawanya prestasi).

e. Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan


antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa
menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu. Dari uraian
tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat pada desa-desa yang masih murni
masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar.(Ahmadi ,2003)

5. Masalah Masyarakat Pedesaan

a. Konflik (Pertengkaran)
Ramalan orang kota bahwa masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang tenang dan
harmonis itu memang tidak sesuai dengan kenyataan sebab yang benar dalam
masyarakat pedesaan adalah penuh masalah dan banyak ketegangan. Karena setiap
hari mereka yang selalu berdekatan dengan orang-orang tetangganya secara terus-
menerus dan hal ini menyebabkan kesempatan untuk bertengkar amat banyak sehingga
kemungkinan terjadi peristiwa-peristiwa peledakan dari ketegangan amat banyak dan
sering terjadi.

Pertengkaran-pertengkaran yang terjadi biasanya berkisar pada masalah sehari-hari


rumah tangga dan sering menjalar ke luar rumah tangga. Sedang sumber banyak
pertengkaran itu rupa-rupanya berkisar pada masalah kedudukan dan gengsi,
perkawinan, dan sebagainya.

b. Kontraversi (pertentangan)

Pertentangan ini bisa disebabkan oleh perubahan konsep-konsep kebudayaan


(adat-istiadat), psikologi atau dalam hubungannya dengan guna-guna (black magic).
Para ahli hukum adat biasanya meninjau masalah kontraversi (pertentangan) ini dari
sudut kebiasaan masyarakat.

c. Kompetisi (Persiapan)

Sesuai dengan kodratnya masyarakat pedesaan adalah manusia-manusia yang


mempunyai sifat-sifat sebagai manusia biasanya yang antara lain mempunyai saingan
dengan manifestasi sebagai sifat ini. Oleh karena itu maka wujud persaingan itu bisa
positif dan bisa negatif. Positif bila persaingan wujudnya saling meningkatkan usaha
untuk meningkatkan prestasi dan produksi atau output (hasil). Sebaliknya yang negatif
bila persaingan ini hanya berhenti pada sifat iri, yang tidak mau berusaha sehingga
kadang-kadang hanya melancarkan fitnah-fitnah saja, yang hal ini kurang ada
manfaatnya sebaliknya menambah ketegangan dalam masyarakat.

d. Kegiatan pada Masyarakat Pedesaan

Masyarakat pedesaan mempunyai penilaian yang tinggi terhadap mereka yang


dapat bekerja keras tanpa bantuan orang lain. Jadi jelas masyarakat pedesaan bukanlah
masyarakat yang senang diam-diam tanpa aktivitas, tanpa adanya suatu kegiatan tetapi
kenyataannya adalah sebaliknya. Jadi apabila orang berpendapat bahwa orang desa
didorong untuk bekerja lebih keras, maka hal ini tidaklah mendapat sambutan yang
sangat dari para ahli. Karena pada umumnya masyarakat sudah bekerja keras.

e. lemahnya posisi sumber daya alam

Lemahnya posisi sumber daya manusia di pedesaan, kurangnya penguasaan


teknologi, lemahnya infrastruktur dan lemahnya aspek kelembagaan, termasuk
budaya, sikap, dan motivasi.(Ahmadi,2003)

D. KONSEP MASYARAKAT PERKOTAAN


Masyarakat Perkotaan

1. Pengertian Perkotaan

Beberapa definisi (secara etimologis) “kota”dalam bahasa lain yang agak tepat
dengan pengertian ini, seperti dalam bahasa Cina, kota artinya dinding dan dalam
bahasa Belanda kuno, tuiin bisa berarti pagar. Jadi dengan demikian kota adalah batas.
.Masyarakat kota adalah suatu kelompok teritorial di mana penduduknya
menyelenggarakan kegiatan-kegiatan hidup sepenuhnya, dan juga merupakan suatu
kelompok terorganisasi yang tinggal secara kompak di wilayah tertentu dan memiliki
derajat interkomuniti yang tinggi. Masyarakat perkotaan sering disebut urban
community. (Ahmadi,2003)

Permasalahan di kota adalah pengangguran, rawan pangan, rawan moral dan


lingkungan.

a) Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu:

a. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan


keagamaan di desa.
b. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus
bergantung pada orang lain.

c. Pembagian kerja diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai
batas-batas yang nyata.

d. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak


diperoleh warga kota daripada warga desa.

e. Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan,


menyebabkan bahwa interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor
kepentingan daripada faktor pribadi.

f. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab masyarakat


kota biasanya lebih terbuka dalam menerima hal-hal baru.(Ahmadi, 2003)

b. Permasalahan di kota antara lain:

1. Kemiskinan

Meski saat ini angka pertumbuhan ekonomi bangsa kita terus menunjukan grafik
kenaikan namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat di sekitar kita yang
hidupnya masih berada di bawah standar yang layak. Ini menjadi masalah sosial yang
bisa kita temukan dengan mudah baik di daerah pedesaan maupun perkotaan.

2. Pendidikan

Masalah pendidikan di Indonesia adalah cerita lama. Mulai dari bangunan roboh
sampai anak-anak putus sekolah adalah masalah yang mendarah daging sejak dahulu.
Inilah sekelumit masalah pendidikan yang ada di Indonesia:

1) Sulitnya akses pendidikan (di daerah-daerah)

2) Kurangnya sarana dan prasarana pendidikan yang memadai

3) Kurangnya kualitas guru

4) Kesejahteraan guru yang sangat minim


5) Tidak relevannya kurikulum pendidikan dengan kebutuhan hidup (sebagian
besar pelajaran di sekolah fokus pada teori di dalam kelas, bukannya percobaan
dan pengalaman langsung)

6) Mahalnya biaya pendidikan

7) Tidak adanya kesadaran orang tua di daerah-daerah untuk menyekolahkan


anaknya

3. Pengangguran

Pengangguran terkait dengan tidak seimbangnya jumlah pencari kerja dan jumlah
lapangan kerja yang tersedia. Orang yang disebut pengangguran adalah mereka yang
tidak memiliki sumber penghasilan sama sekali dan tengah mencari kerja. Tingkat
pengangguran di Indonesia konon menurun sebanyak 6%, dari 8,12 juta orang menjadi
7,61 juta orang.

Ada beberapa jenis pengangguran, yaitu :

1) Pengangguran terbuka; yaitu mereka yang secara terang-terangan baru kehilangan


pekerjaannya dan sedang berusaha mencari pekerjaan lain.

2) Pengangguran musiman; yaitu mereka yang sewaktu-waktu menganggur tetapi dalam


waktu lain memiliki pekerjaan.

3) Pengangguran terselubung; yaitu mereka yang jam kerjanya kurang dari 35


jam/minggu.

4) Pengangguran struktural; yaitu mereka yang tidak mendapatkan pekerjaan karena tidak
memenuhi kriteria yang dibutuhkan.

5) Pengangguran sukarela; yaitu mereka yang tidak memiliki pekerjaan dan tidak berusaha
mencari pekerjaan.

Untuk mengatasi pengangguran, pemerintah banyak mengupayakan berbagai cara. Di


antaranya adalah dengan menyediakan kursus pelatihan kerja di dinas tenaga kerja
daerah, memacu anak muda (dan pengangguran) untuk berwiraswasta dan meminjamkan
dana dengan bunga rendah (bahkan tanpa bunga), dan sebagainya.
Pengangguran, selain menimbulkan efek ekonomis bagi para pelakunya, juga
menimbulkan efek psikologis. Menjadi pengangguran sering kali dianggap aib, walaupun
pelaku terpaksa menjadi pengangguran karena memang tidak ada perusahaan yang
menerimanya bekerja.(Ahmadi, 2003)

2. Ciri-ciri type masyarakat Perkotaan

Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat perkotaan, yaitu :

a. Kehidupan keagamaannya berkurang, kadangkala tidak terlalu dipikirkan karena


memang kehidupan yang cenderung kearah keduniaan saja.

b. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus berdantung
pada orang lain (Individualisme).

c. Pembagian kerja diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-
batas yang nyata.

d. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh


warga kota.

e. Jalan kehidupan yang cepat dikota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi
warga kota, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, intuk dapat
mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.

f. Perubahan-perubahan tampak nyata dikota-kota, sebab kota-kota biasanya terbuka


dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar (Ahmadi, 2003)

3. Unsur lingkungan perkotaan

Perkembangan kota merupakan manifestasi dari pola-pola kehidupan sosial,


ekonomi, kebudayaan dan politik. Kesemuanya akantercermin dalam komponen-
komponen yang membentuk stuktur kota tersebut. Secara umum dapat dikenal bahwa
suatu lingkungan perkotaan setidaknya mengandung 5 unsur yang meliputi :
a. Wisma : unsure ini merupakan bagian ruang kota yang dipergunakan untuk tempat
berlindung terhadap alam sekelilingnya, serta untuk melangsungkan kegiatan-kegiatan
sosial dalam keluarga. Unsurwisma ini menghadapkan:

1) Dapat mengembangkan daerah perumahan penduduk yang sesuai dengan


pertambahan kebutuhan penduduk untu masa mendatang

2) Memperbaiki keadaan lingkungan perumahan yang telah ada agar dapat mencapai
standar mutu kehidpan yang layak, dan memberikan nilai-nilai lingkungan yang
aman dan menyenangkan

b. Karya : unsure ini merupakan syarat yang utama bagi eksistensi suatu kota, karena
unsure ini merupakan jaminan bagi kehidupan bermasyarakat.

c. Marga : unsure ini merupakan ruang perkotaan yang berfungsi untuk


menyelenggarakan hubungan antara suatu tempat dengan tempat lainnya didalam kota,
serta hubungan antara kota itu dengan kota lain atau daerah lainnya.

d. Suka : unsure ini merupakan bagian dari ruang perkotaan untuk memenuhi
kebutuhan penduduk akan fasilitas hiburan, rekreasi, pertamanan, kebudayaan dan
kesenian

e. Penyempurna : unsure ini merupakan bagian yang penting bagi suatu kota, tetapi
belum secara tepat tercakup ke dalam keempat unsur termasuk fasilitas pendidikan dan
kesehatan, fasiltias keagamaan, perkuburan kota dan jaringan utilitas kota.

(Ahmadi, 2003)

4. Fungsi Perkotaan

Fungsi dari kota yakni seberapa jauh fungsi dan peran kota tersebut dalm
kerangka wilayah dan daerah-daerah yang dilingkupi dan melingkupinya, baik secara
regional maupun nasional.

Fungsi kota:

a. Pusat kegiatan politik dan administrasi pemerintahan wilayah tertentu


b. Pusat dan orientasi kehidupan social budaya suatu wilayah lebih luas

c. Pusat dan wadah kegiatan ekonomi ekspor :

1) Produksi barang dan jasa

2) Terminal dan distribusi barang dan jasa.

d. Simpul komunikasi regional/global

e. Satuan fisik-infrastruktural yang terkail dengan arus regional/global

(Ahmadi, 2003)

E. HUBUNGAN ANTARA KONSEP


Hubungan Pedesaan dan Perkotaan

Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama
sekali satu sama lain. Bahkan terdapat hubungan uang erat, bersifat ketergantungan,
karena saling membutuhkan. Kota tergantung desa dalam memenuhi kebutuhan
warganya akan bahan-bahan pangan, desa juga merupakan tenaga kasar pada jenis-
jenis pekerjaan tertentu di kota. Sebaliknya, kota menghasilkan barang-barang yg juga
diperlukan oleh orang desa, kota juga menyediakan tenaga-tenaga yang melayani
bidang-bidang jasa yg dibutuhkan oleh orang desa.(Ahmadi, 2003)

Perbedaan antara Pedesaan dan Perkotaan

Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural


community) dan masyarakat perkotaan (urban community). Kita dapat membedakan
antara masyarakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya karakteristik
tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial,
struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang
dikatakan "berlawanan" pula. Perbedaan ciri antara kedua sistem tersebut dapat
diungkapkan secara singkat menurut Poplin (1972) sebagai berikut: (Ahmadi, 2003)
Masyarakat Pedesaan Masyarakat Kota

1. Perilaku homogen 1. Perilaku heterogen

2. Perilaku yang dilandasi oleh konsep


2. Perilaku yang dilandasi oleh
kekeluargaan dan kebersamaan konsep pengandalan diri dan
kelembagaan
3. Perilaku yang berorientasi pada
tradisi dan status 3. Perilaku yang berorientasi pada
rasionalitas dan fungsi
4. Isolasi sosial, sehingga statik
4. Mobilitas sosial, sehingga dinamik
5. Kesatuan dan keutuhan kultural
5. Kebauran dan diversifikasi kultural
6. Banyak ritual dan nilai-nilai sakral
6. Birokrasi fungsional dan nilai-nilai
7. Kolektivisme
sekular

7. Individualisme
DAFTAR PUSTAKA
Mcclellan, W.M., dan Flanders, W.D.,2003, Risk Factor for progessive chronic
kidney disease; J Ant Soc Nephrol; 14:65-70
Hsu, C., Culloch, C.E., Darbinian, J., Go, A.S., Tribarren, C., 2005. Elevated
blood pressure and risk of end stage renal disease in subjects wwithout
baseline kidney disease, Arch Interrn Med, 165:923-928
Susalit, E., 2003. Rekomendasi Baru Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik.
In: Penyakit Ginjal Kronik & Glomerulonepati: Aspek Klinik & Patologi
Gnjal Pengelolaan Hipertensi Saat Ini. Perhimpunan Nefrologi Indonesia.
Jakarta: 1-8
Sue, E., dan Huether., 2003. Altertion of Hormonal Regulation. www. mosby.
com/ MERLIN/ Huether. Chapter 18 : 483 -4 91, diakses pada tanggal
24 April 2014
Fored,C.M., Stewart,J.H., Dickman, P.W., 2003. The analgesic syndrome.
In:Stewart JH,ed. Analgesic and NSAID-induced kidney disease.Oxford,
England: Oxford University Press
Grassi, G., Seravalle, G., Calhoun, D.A., Bolla, G.B., Giannattasio, C.G.,
Marabini, M., Del Bo, A., Mansia, G., 1994. Mechanisms responsible for
sympathetic activation by cigarret smoking in humans; Circulation ; 90 :
248-253
Hidayati, Titiek., 2008. Hubungan Antara Hipertensi, Merokok dan Minuman
Supelemen Energi dan Kejadian Penyakit Ginjal Kronik. Tesis, Program
Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. 90-102.
Brunner and Suddarth.(2002).Keperawatan Medikal Bedah, EGC: Jakarta.
Suyono, S.,(2006) Buku Anjar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 3, Edisi IV, BPFKUI:
Jakarta.
Price, S.A., dan Wilson, L.M.,(2006), Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi 6, EGC: Jakarta.
Arief, Mansjoer. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI.
Smeltzer, S.C., & Bare B. G. (2009). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Edisi 8 Volume 1. EGC: Jakarta.
Restu Pranandari, Woro Supadmi Majalah Farmaseutik, Vol. 11 No. 2 Tahun
2015
Mcclellan, W.,M., And Flanders, W.D. (2003). Risk Factor for progresif chronic
kidney disease: J Ant Soc Nephrol.
Ahmadi, Abu, Drs. (2003). Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineke Cipta
Bintarto, R.1977. Beberapa Aspek Geografi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai