Anda di halaman 1dari 25

BAB I

Teori
1.1 Pengertian Descubitus
Dekubitus adalah suatu daerah kerusakan seluler yang terlokalisasi, baik
akibat tekanan langsung pada kulit sehingga menyebabkan “iskemia tekanan”
maupun akibat kekuatan gesekan sehingga menyebabkan stress mekanik terhadap
jaringan . ( chapman dan chapman, 1986 , hal 106 )
Ulkus dekubitus atau luka tekan adalah suatu area yang terlokalisir dengan
jaringan mengalami nekrosis yang biasanya terjadi pada bagian permukaan tulang
yang menonjol, sebagai akibat dari tekanan dalam jangka waktu lama yang
menyebabkan tekanan tekanan kapiler (Suriadi,2004)
Workman (2006) dalam era (2009) luka tekan adalah kerusakan jaringan
yang terjadi apabila kulit dan jaringan lunak dibawahnya tertekan oleh tonjolan
tulang dan permukaan eksternal dalam jangka waktu yang lama.
Dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika
jaringan lunak tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam
jangka waktu lama (National Pressure Ulcer Advisory Panel [NPUAP], 1989a,
1989b).
Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan dibawah
kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan
pada suatu area secara terus-menerus sehingga mengakibtakan ganguan sirkulasi
darah setempat (Hidayat,2009).
Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal
akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak
sembuh dengan urutan dan waktu biasa. Selanjutnya, gangguan ini terjadi pada
individu yang berada di atas kursi atau di atas tempat tidur , sering kali pada
inkontinensia dan malnutrisi ataupun individu yang mengalami kesulitan makan
sendiri, serta mengalami gangguan tingkat kesadaran.
Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit,
bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada
suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah
setempat. (Kadir, 2010)

D E S K U B I T U S 1 | 25
Dekubitus atau luka tekan adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir
yang disebabkan karena adanya tekanan jaringan yang lunak diatas tulang yang
menonjol (bony prominence) dan adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu
yang lama. (Wicaksono, 2013)

1.2 Etiologi
Menurut brader dan bergstrom (2000) ada dua hal utama yang berhubungan
dengan resiko terjadinya luka tekan, yaitu factor tekanan dan toleransi jaringan.
Factor yang mempengaruhi durasi dan intensitas tekanan diatas tulang yang
menonjol adalah imobilitas, inakitifitas, dan penurunan sensori persepsi.
Sedangkan factor yang mempengaruhi toleransi jaringan dibedakan menjadi dua
yaitu factor ekstrinsik dan factor intrinsik.
A. Faktor intrinsik:
penuaan (regenerasi sel lemah), Sejumlah penyakit yang menimbulkan
seperti DM, Status gizi, underweight atau kebalikannya overweight Anemia,
Hipoalbuminemia, Penyakit-penyakit neurologik dan penyakit-penyakit yang
merusak pembuluh darah, Keadaan hidrasi/cairan tubuh.
B. Faktor Ekstrinsik:
Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor,
atau peralatan medik yang menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu sikap
tertentu, Duduk yang buruk, Posisi yang tidak tepat, Perubahan posisi yang kurang.
Di bawah ini adalah penjelasan dari masing masing faktor diatas :
A. Mobilitas dan aktivitas
Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol
posisi tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang
berbaring terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi
beresiko tinggi untuk terkena luka tekan. Imobilitas adalah faktor yang paling
signifikan dalam kejadian luka tekan.Penelitian yang dilakukan Suriadi (2003) di
salah satu rumah sakit di Pontianak juga menunjukan bahwa mobilitas merupakan
faktor yang signifikan untuk perkembangan luka tekan.

D E S K U B I T U S 2 | 25
B. Penurunan sensori persepsi
Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan
untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang yang menonjol. Bila ini
terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah terkena luka tekan.

C. Kelembaban
Kelembapan yang disebabkan karena inkontinensia dapat mengakibatkan
terjadinya maserasi pada jaringan kulit. Jaringan yang mengalami maserasi akan
mudah mengalami erosi. Selain itu kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah
terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear). Inkontinensia alvi
lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan daripada inkontinensia urin karena
adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit.

D. Tenaga yang merobek ( shear )


Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan merobek jaringan,
pembuluh darah serta struktur jaringan yang lebih dalam yang berdekatan dengan
tulang yang menonjol. Contoh yang paling sering dari tenaga yang merobek ini
adalah ketika pasien diposisikan dalam posisi semi fowler yang melebihi 30
derajad. Pada posisi ini pasien bisa merosot kebawah, sehingga mengakibatkan
tulangnya bergerak kebawah namun kulitnya masih tertinggal. Ini dapat
mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta kerusakan pada jaringan bagian
dalam seperti otot, namun hanya menimbulkan sedikit kerusakan pada permukaan
kulit.

E. Pergesekan (friction)
Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah yang
berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan merusak permukaan
epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi pada saat penggantian sprei pasien yang
tidak berhati-hati.

F. Nutrisi

D E S K U B I T U S 3 | 25
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya
diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan. Menurut
penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orangtua
berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin, dan intake
makanan yang tidak mencukupi.

G. Usia
Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka tekan
karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Penuaan
mengakibatkan kehilangan otot, penurunan kadar serum albumin, nurunan respon
inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta penurunan kohesi antara epidermis
dan dermis. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat
kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga
yang merobek.

H. Tekanan arteriolar yang rendah


Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi kulit terhadap
tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan yang rendah sudah mampu
mengakibatkan jaringan menjadi iskemia. Studi yang dilakukan oleh Nancy
Bergstrom (1992) menemukan bahwa tekanan sistolik dan tekanan diastolik yang
rendah berkontribusi pada perkembangan luka tekan.
I. Stress emosional
Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien psikiatrik juga
merupakan faktor resiko untuk perkembangan dari luka tekan.
J. Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan
memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil
penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan yang signifikan antara merokok dengan
perkembangan terhadap luka tekan.

K. Temperatur kulit

D E S K U B I T U S 4 | 25
Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur
merupakan faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan.
1.3 Patofisiologi
Menurut Potter & Perry tahun 2005 ada tiga elemen yang menjadi dasar
terjadinya dekubitus yaitu:
A. Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler.
B. Durasi dan besarnya tekanan.
C. Toleransi jaringan.
Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antar waktu dengan tekanan
(Stortts, 1988 dalam Potter & Perry, 2005). Semakin besar tekanan dan durasinya,
maka semakin besar pula insidensinya terbentuknya luka ( Potter & Perry, 2005).
Kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada
tekanan eksternal terbesar dari pada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau
menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini menjadi
hipoksia sehinggan terjadi cedera iskemi. Jika tekanan ini lebih besar dari 32 mmHg
dan tidak dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka
pembuluh darah kolaps dan trombosis (Maklebust, 1987 dalam Potter &
Perry,2005). Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada
jaringan akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hiperemia reaktif, karena
kulit mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemi dari otot,
maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemi otot yang berhubungan dengan
tekanan yang akhirnya melebar ke epidermis (Maklebust, 1995 dalam Potter &
Perry, 2005). Pembentukan luka dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya
gesek yang terjadi saat menaikkan posisi klien di atas tempat tidur. Area sakral dan
tumit merupakan area yang paling rentan (Maklebust, 1987 dalam Potter & Perry,
2005). Efek tekanan juga dapat di tingkatkan oleh distribusi berat badan yang tidak
merata. Seseorang mendapatkan tekanan konstan pada tubuh dari permukaan
tempatnya berada karena adanya gravitasi (Berecek, 1975 dalam Potter & Perry,
2005). Jika tekanan tidak terdistribusi secara merata pada tubuh maka gradien
tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat dan metabolisme sel
kulit di titik tekanan mengalami gangguan.

D E S K U B I T U S 5 | 25
1.4 Stadium deskubitus
1. Stadium Satu
Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan
dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut:
perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat) perubahan konsistensi
jaringan (lebih keras atau lunak) perubahan sensasi (gatal atau nyeri) Pada orang
yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap.
Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang
menetap, biru atau ungu.
2. Stadium dua
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau
keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk
lubang yang dangkal.

3. Stadium tiga
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis
dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat
seperti lubang yang dalam
4. Stadium empat
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas,
nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang
dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.
1.5 Faktor resiko
1. Mobilitas dan aktivitas
2. Penurunan sensori persepsi
3. Kelembapan
4. Tenaga yang merobek (shear)
5. Pergesekan ( friction)
6. Nutrisi
7. Usia
8. Tekanan arteriolar yang rendah
9. Stress emosional

D E S K U B I T U S 6 | 25
10. Merokok
11. Temperatur kulit

1.6 Manifestasi Klinik Dekubitus


Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida,
multipel sklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, factor lain perlu
diketahui dari riwayat penderita meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan
sebelumnya, perawatan luka, riwayat operasi sebelumnya, status gizi dan
perubahan berat badan, riwayat alergi, konsumsi alkohol, merokok serta keadaan
sosial ekonomi penderita.
Anamnesa sistem termasuk di dalamnya antara lain demam, keringat
malam, spasme (kaku), kelumpuhan, bau, nyeri (Arwaniku, 2007). Menurut
NPUAP ( National Pressure Ulcer Advisory Panel ), luka tekan dibagi menjadi
empat stadium, yaitu :
 Stadium Satu.
Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan
dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut :
perubahan temperatur kulit ( lebih dingin atau lebih hangat ), perubahan konsistensi
jaringan ( lebih keras atau lunak ), perubahan sensasi (gatal atau nyeri). Pada orang
yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap.
Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang
menetap, biru atau ungu.
 Stadium Dua.
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau
keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk
lubang yang dangkal.
 Stadium Tiga.
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis
dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat
seperti lubang yang dalam
 Stadium Empat.

D E S K U B I T U S 7 | 25
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas,
nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang
dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan. Menurut
stadium luka tekan diatas, luka tekan berkembang dari permukaan luar kulit ke
lapisan dalam ( top-down).
Namun menurut hasil penelitian saat ini, luka tekan juga dapat berkembang
dari jaringan bagian dalam seperti fascia dan otot walapun tanpa adanya adanya
kerusakan pada permukaan kulit. Ini dikenal dengan istilah injuri jaringan bagian
dalam (Deep Tissue Injury). Hal ini disebabkan karena jaringan otot dan jaringan
subkutan lebih sensitif terhadap iskemia daripada permukaan kulit.
Kejadian DTI sering disebabkan karena immobilisasi dalam jangka waktu
yang lama, misalnya karena periode operasi yang panjang. Penyebab lainnya adalah
seringnya pasien mengalami tenaga yang merobek (shear). Jenis luka tekan ini lebih
berbahaya karena berkembang dengan cepat daripada luka tekan yang dimulai dari
permukaan kulit.
Kebanyakan DTI juga lebih sulit disembuhkan walaupun sudah diberikan
perawatan yang adekuat. NPUAP dan WOCN (2005) menyimpulkan bahwa DTI
masuk ke dalam kategori luka tekan, namun stadium dari DTI masih diperdebatkan
karena stadium yang selama ini ada merepresentasikan luka tekan yang dimulai dari
permukaan menuju kedalam jaringan (top-down), sedangkan DTI dimulai dari
dalam jaringan menuju ke kulit superficial ( bottom-up).
Selama ini perawat sulit untuk mengidentifikasi adanya DTI karena
kerusakan pada bagian dalam jaringan sulit untuk dilihat dari luar. Yang selama ini
sering digunakan sebagai tanda terjadinya DTI pada pasien yaitu adanya tanda
trauma yang dalam atau tanda memar pada jaringan.
Pada orang yang berkulit putih, DTI sering nampak sebagai warna keunguan
atau kebiruan pada kulit. Saat ini terdapat metode yang reliabel untuk mengenali
adanya DTI, yaitu dengan menggunakan ultrasonografi. Bila hasil ultrasonografi
menunjukan adanya daerah hypoechoic, maka ini berarti terdapat kerusakan yang
parah pada jaringan bagian dalam, meskipun tidak ada kerusakan dipermukaan kulit
atau hanya minimal.

D E S K U B I T U S 8 | 25
1.7 Klasifikasi Ulkus Dekubitus
Menurut NPUAP (1995 dalam Potter & Perry, 2005) ada perbandingan
luka dekubitus derajat I sampai derajat IV yaitu:
A. Derajat I: Eritema tidak pucat pada kulit utuh, lesi luka kulit yang
diperbesar. Kulit tidak berwarna, hangat, atau keras juga dapat menjadi
indikator.
B. Derajat II: Hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epidermis dan dermis.
Luka superficial l dan secara klinis terlihat seperti abrasi, lecet, atau lubang yang
dangkal.
C. Derajat III: Hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan atau
nekrotik yang mungkin akan melebar kebawah tapi tidak melampaui fascia
yang berada di bawahnya. Luka secara klinis terlihat seperti lubang yang dalam
dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
D. Derajat IV: Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi ekstensif,
nekrosis jaringan; atau kerusakan otot, tulang, atau struktur penyangga misalnya
kerusakan jaringan epidermis, dermis, subkutaneus, otot dan kapsul sendi.

1.8 Komplikasi
Sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV, walaupun dapat terjadi
pada luka yang superfisial. Menurut subandar (2008) komplikasi yang dapat terjadi
antara lain:
1. Infeksi, umumnya bersifat multibakterial baik aerobik maupun anaerobik.
Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteotitis,
osteomielitis, dan arthritis septik.
2. Septikimia
3. Anemia
4. Hipoalbuminea
5. Kematian.

1.9 Pemeriksaan Diagnostik


 Kultur : pertumbuhan mikroorganisme tiruan atau sel – sel jaringan.
 Albumin serum : protein utama dalam plasma dan cairan serosa lain.

D E S K U B I T U S 9 | 25
1.10 Pencegahan Penyakit Dekubitus
Pencegahan ulkus dekubitus adalah hal yang utama karena pengobatan
ulkus dekubitus membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Tindakan pencegahan
dapat dibagi atas :
Umum :
 Pendidikan kesehatan tentang ulkus dekubitus bagi staf medis, penderita dan
keluarganya.
 Pemeliharaan keadaan umum dan higiene penderita.
Khusus :
 Mengurangi/menghindari tekanan luaryang berlebihan pada daerah tubuh
tertentu dengan cara : perubahan posisi tiap 2 jam di tempat tidur sepanjang 24
jam. melakukan push up secara teratur pada waktu duduk di kursi roda.
pemakaian berbagai jenis tempat tidur, matras, bantal anti dekubitus seperti
circolectric bed, tilt bed, air-matras; gel flotation pads, sheepskin dan lain-lain.
 Pemeriksaan dan perawatan kulit dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore),
tetapi dapat lebih sering pada daerah yang potensial terjadi ulkus dekubitus.
Pemeriksaan kulit dapat dilakukan sendiri, dengan bantuan penderita lain
ataupun keluarganya. Perawatan kulit termasuk pembersihan dengan sabun
lunak dan menjaga kulit tetap bersih dari keringat, urin dan feces. Bila perlu
dapat diberikan bedak, losio yang mengandung alkohol dan emolien.
1.11 Pengobatan Penyakit Dekubitus
Pengobatan ulkus dekubitus dengan pemberian bahan topikal, sistemik
ataupun dengan tindakan bedah dilakukan sedini mungkin agar reaksi
penyembuhan terjadi lebih cepat. Pada pengobatan ulkus dekubitus ada beberapa
hal yang perlu diperhatkan antara lain :
 Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus. Secara umum sama dengan
tindakan pencegahan yang sudah dibicarakan di tas. Pengurangan tekanan
sangat penting karena ulkus tidak akan sembuh selama masih ada tekanan yang
berlebihan dan terus menerus.
 Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya. Keadaan tersebut
akan menyebabkan proses penyembuhan luka lebih cepat dan baik. Untuk hal
tersebut dapat dilakukan kompres, pencucian, pembilasan, pengeringan dan

D E S K U B I T U S 10 | 25
pemberian bahan-bahan topikal seperti larutan NaC10,9%, larutan H202 3%
dan NaC10,9%, larutan plasma dan larutan Burowi serta larutan antiseptik
lainnya.
 Mengangkat jaringan nekrotik. Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan
menghambat aliran bebas dari bahan yang terinfeksi dan karenanya juga
menghambat pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Oleh karena itu
pengangkatan jaringan nekrotik akan memper-cepat proses penyembuhan
ulkus. Terdapat 3 metode yang dapat dilakukan antara lain : Sharp dbridement
(dengan pisau, gunting dan lain-lain); Enzymatic debridement (dengan enzim
proteolitik, kolageno-litik, dan fibrinolitik); Mechanical debridement (dengan
tehnik pencucian, pembilasan, kompres dan hidroterapi);
 Menurunkan dan mengatasi infeksi. Perlu pemeriksaan kultur dan tes resistensi.
Antibiotika sistemik dapat diberikan bila penderita mengalami sepsis, selulitis.
Ulkus yang terinfeksi hams dibersihkan beberapa kali sehari dengan larutan
antiseptik seperti larutan H202 3%, povidon iodin 1%, seng sulfat 0,5%. Radiasi
ultraviolet (terutama UVB) mempunyai efek bakterisidal.
 Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi.
Hal ini dapat dicapai dengan pemberian antara lain : a) Bahan-bahan topikal
misalnya : salep asam salisilat 2%, preparat seng (Zn 0, Zn SO; b) Oksigen
hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap sejumlah bakteri,
juga mempunyai efek proliferati epitel, menambah jaringan granulasi dan
memperbaiki keadaan vaskular; c) Radiasi infra merah, short wave diathermy,
dan pengurutan dapat membantu penyembuhan ulkus karena adanya efek
peningkatan vaskularisasi; d) Terapi ultrasonik; sampai saat ini masih terus
diselidiki manfaatnya terhadap terapi ulkus dekubitus
 Tindakan bedah selain untuk pembersihan ulkus juga diperlukan untuk
mempercepat penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus
stadium III & IV dan karenanya sering dilakukan tandur kulit ataupun
myocutaneous flap.[ki]
1.12 Tempat-tempat Terjadinya Dekubitus
Beberapa tempat yang paling sering terjdinya dekubitus adalah sakrum,
tumit, siku, maleolus lateral, trokonter besar, dan tuberostis iskial (Meehan, 1994).

D E S K U B I T U S 11 | 25
Menurut Bouwhuizen (1986) dan menyebutkan daerah tubuh yang sering terkena
luka dekubitus adalah:
A. Pada penderita pada posisi terlentang: pada daerah belakang kepala,
daerah tulang belikat, daerah bokong dan tumit.
B. Pada penderita dengan posisi miring: daerah pinggir kepala (terutama daun
telinga), bahu, siku, daerah pangkal paha, kulit pergelangan kaki dan
bagian atas jari-jari kaki.
C. Pada penderita dengan posisi tengkurap: dahi, lengan atas, tulang iga, dan lutut.
1.13 Pengkajian Luka dan Resiko Ulkus Dekubitus
Menurut Arif widodo dalam jurnalnya yang berjudul Uji Kepekaan
Instrumen Pengkajian Risiko Dekubitus Dalam Mendeteksi Dini Risiko Kejadian
Dekubitus tahun 2007 Skala pengkajian risiko dekubitus adalah suatu alat
yang dapat mendeteksi dekubitus selama pasien dirawat di rumah sakit. Ada
beberapa skala pengkajian yang ada pada saat ini, tetapi ada empat skala yang sering
digunakan untuk mendeteksi dekubitus, terutama di negara-negara maju seperti
Amerika dan Inggris. Empat skala itu adalah : Norton Scale, The Braden Scale, The
Modified Norton Scale, dan The Waterlow Scale.
Akan tetapi yang paling sering digunakan adalah 2 skala berikut ini :
A. The Norton Scale(Skala Norton).
Pada awal tahun 1960, Norton memperkenalkan skala pengkajian
dekubitus untuk memprediksi timbulnya dekubitus pada pasien usia lanjut. Skala
ini diciptakan berdasarkan pengalaman klinik yang mencakup lima variabel.
Variabel tersebut adalah :
1) kondisi fisik
2) kondisi mental
3) aktifitas
4) mobilitas
5) inkontinensia
Maksimum skore yang dapat dicapai pada skala ini adalah 20. Skore lebih
dari 18 berarti risiko dekubitus masih rendah, 14-18 risiko sedang, 10-13 risiko
tinggi dan kurang dari 10 termasuk kategori sangat tinggi. Validitas skala ini juga
sudah diteliti oleh beberapa studi dengan menampilkan sensivitas dan spesifikasi

D E S K U B I T U S 12 | 25
pada area yang berbeda-beda. Keunggulan skala ini adalah karena sangat simpel
untuk digunakan dan tidak memerlukan waktu yang lama untuk menggunakannya.
B. The Braden Scale(Skala Braden)
Skala Braden secara umum hampir sama dengan skala sebelumnya. Tetapi
ada beberapa tambahan komponen yang tidak dimiliki oleh skala sebelumnya.
Skala Braden diciptakan di Amerika pada area nursing home (Braden, et all, 1987).
Skala Braden terdiri dari 6 variabel yang meliputi persepsi-sensori,
kelembaban, tingkat aktifitas, mobilitas, nutrisi, dan gesekan dengan permukaan
kasur (matras). Skore maksimum pada skala Braden adalah 23. Skore diatas 20
risiko rendah, 16-20 risiko sedang, 11-15 risiko tinggi, dan kurang dari 10 risiko
sangat tinggi. Seperti halnya skala Norton, skala Braden juga sudah divalidasi oleh
beberapa peneliti.
1.14 Prinsip Manajemen Perawatan Ulkus Dekubitus
Prioritas dalam perawatan luka lokal pada dasarnya adalah sama
dengan luka apapun juga yaitu dengan menggunakan SOP (standar operasional
prosedur) yang sudah baku, yaitu :
 Mengatasi perdarahan (hemostasis)
 Mengeluarkan benda asing, yang dapat bertindak sebagai fokus infeksi
 Melepaskan jaringan yang mengalami devitalisasi, krusta yang tebal, dan
pus.
 Menyediakan temperature, kelembaban, dan pH yang optimal untuk sel-sel
yang berperan dalam proses penyembuhan.
 Meningkatkan pembentukan jaringan granulasi dan epitilialisasi dan
melindungi luka dari trauma lebih lanjut serta masuknya mikroorganisme
patogen (Morison,2003).
Tujuannya adalah untuk melindungi individu dari kerusakan fisiologis
lebih lanjut, untuk menyingkirkan penyebab aktual atau potensial yang
emperlambat penyembuhan, dan untuk menciptakan suatu lingkungan lokal yang
optimal juga untuk rekonstruksi dan epitelialisasi vaskular dan jaringan ikat.
Beberapa prinsip perawatan luka secara lokal meliputi debridemen,
pembersihan, dan pemberian balutan. Ulkus dengan jaringan nekrotik harus
dilakukan debridemen. Prinsip perawatan luka menurut Morison (2003) adalah :

D E S K U B I T U S 13 | 25
1) Membuang jaringan mati. Adanya jaringan nekrotik dapat memperlambat
penyembuhan serta mendorong terjadinya infeksi, dan seringkali menutupi luas
yang sebenarnya dari kerusakan jaringan. Debridemen bedah dengan anestesi
umum atau lokal merupakan metode yang paling cepat untuk memperoleh
lapisan luka yang bersih. Meskipun demikian tindakan tersebut mungkin
tidak perlu bagi lansia atau pasien yang sangat lemah, dimana metode lain
dapat dicoba dilakukan (Potter, 2006). Metode debridemen yang
digunakan harus tergantung dengan metode yang paling sesuai dengan
kondisi klien dan tujuan perawatan. Perlu diingat bahwa selama proses
debridemen beberapa observasi luka normal yang mungkin terjadi antara lain
adalah adanya peningkatan eksudat, bau dan bertambahnya ukuran luka.
Setelah dekubitus berhasil dilakukan debridemen dan mempunyai bagian dasar
granulasi bersih, maka tujuan perawatan luka lokal selanjutnya adalah
memberikan lingkungan yang tepat untuk penyembuhan luka dengan
kelembaban dan mendukung pembentukan jaringan granulasi baru.
2) Perawatan luka yang terinfeksi. Kebanyakan luka terbuka kronis didiami oleh
mikroorganisme yang sangat banyak yang tampaknya tidak memperlambat
proses penyembuhan. Sehingga hanya diperlukan pengambilan hapusan luka
guna mengidentifikasi mikroorganisme dan menentukan sensitivitas
mikroorgansme terhadap antibiotik, apabila luka tersebut memperlihatkan
tanda dan gejala klinis infek si, seperti nyeri setempat dan eritema, edema
lokal, eksudat berlebihan, pus dan bau busuk.
3) Perawatan luka dengan banyak eksudat. Sekalipun jaringan nekrotik dan
jaringan yang tampak jelas terinfeksi telah diangkat dari bidang luka, luka
dapat terus menghasilkan eksudat dalam jumlah banyak yang dapat
menembus non-oklusif dan meningkatkan resiko infeksi luka. Volume
eksudat berkurang pada waktunya, tetapi sampai stadium tersebut diperlukan
balutan yang bisa menyerap dan tidak melekat.
4) Perawatan luka dalam yang bersih dengan sedikit eksudat. Bila jumlah eksudat
sudah berkurang, maka silastic foam merupakan suatu cara pembalutan
yang sangat bermanfaat khususnya pada luka dalam yang bersih dan
berbentuk cawan, atau dekubitus luas di daerah sakrum.

D E S K U B I T U S 14 | 25
5) Perawatan luka superfisial yang bersih dengan sedikit eksudat. Banyak balutan
yang sesuai untuk menangani luka superficial yang bersih. Memberikan
lingkungan yang lembab dengan terus menerus akan dapat mendorong
epitelialisasi yang cepat dan mengurangi rasa nyeri serta melindungi
permukaan luka dari kerusakan mekanis lebih lanjut dan kontaminasi.
Balutan yang ideal adalah balutan yang dapat dibiarkan tidak terganggu selama
beberapa hari
Prosedur Rawat luka Dekubitus
1) Atur posisi yang nyaman bagi klien sehingga area dekubitus dan kulit disekitar
dapat dijangkau dengan mudah.
2) Sediakan peralatan yang diperlukan disamping tempat tidur. Buka set steril dan
botol cairan topical.
a) Baskom untuk mencuci, air hangat, washlap dan handuk.
b) Balutan steril
c) Plester hipoalergenik atau kain balutan adhesive
d) Sarung tangan bersih
e) Pasta protektif ( mis. Zink oxide )
f) Alat-alat untuk mengukur :
 Film transparan dan marker
 Penggaris metrik
 Kamera
g) Obat pembersih
h) Obat topical sesuai resep dokter : untuk luka terinfeksi dan nekrotik.
Jangan gunakan pada luka bersih dan tidak terinfeksi.
1) Luka Nekrotik
Enzim : kolagenase, fibrinolisin, deoksiribonuklease atau sutilain.
2) Luka Terinfeksi
 Antiseptic : providone-iodine ( salep atau cairan), merbromin ( cairan
5% atau 10%), atau sodium hipoklorit (cairan 1:2 atau 1:20)
 Obat-obat yang dapat mengoksidasi : benzoyl peroksida (20%) atau
hydrogen peroksida (setengah kuat)
 Butir-butir dekstranomer : debrisan.

D E S K U B I T U S 15 | 25
3) Sisihkan alat tenun pasien agar tidak terkena ulkus.
4) Cuci tangan dan gunakan sarung tangan.
5) Kaji dekubitus dan kulit sekitarnya
a) Catat dan dokumentasikan warna dan keadaan kulit disekitar ulkus.
b) Ukur diameter ulkus.
c) Ukur kedalaman ulkus.
6) Cuci perlahan-lahan kulit disekitar ulkus dengan air hangat.
7) Bilas seluruh area dengan air.
8) Keringkan dengan hati-hati menggunakan kasa.
9) Bersihkan luka dengan normal saline.
a) Gunakan alat irigasi yang menghasilkan tekanan antara 4 sampai 15 psi
untuk ulkus yang dalam.
b) Pemilihan balutan untuk dekubitus
Decubitus bukan hanya persoalan ‘lubang’ pada tubuh pasien tapi
merupakan issu yang sangat sensitive karena memberikan gambaran bagaimana
institusi kesehatan memberikan pelayanan dan bagaimana pasien menerima
pelayanan tersebut. Keberadaan decubitus (non avoidable) pada unit pelayanan bisa
menjadi gambaran kualitas asuhan keperawatan di unit tersebut. Saat ini ratusan
hingga ribuan jenis dressing tersedia, oleh karena itu dibutuhkan
keterampilan dan kemampuan perawat dalam memilih jenis dressing berdasarkan
kebutuhan luka dan kemampuan pasien. Pemilihan dan penggunaan dressing yang
tepat akan memfasiltiasi proses penyembuhan. Beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan dressing antara lain (Whitney., et al 2006):
a. Faktor luka (infeksi, nekrosis).
b. Luas, kedalaman dan keberadaan undermining atau tunneling.
c. Lokasi.
d. Jenis jaringan dasar luka.
e. Eksudat dan drainase luka.
f. Kondisi tepi luka.
g. Tujuan perawatan.
h. Kebutuhan pasien (kontrol nyeri, kontrol bau).

D E S K U B I T U S 16 | 25
i. Biaya.
j. Ketersediaan.
k. Kemudahan dalam penggunaan.
Kondisi luka harus dimonitor setiap penggantian dressing dan dikaji secara
berkala untuk menentukan apakah jenis dressing diganti atau dipertahankan.
Hydrocoloid direkomendasikan untuk dekubitus kategori II dan III dengan
kedalaman minimal (NPUAP/EPUAP, 2009). Hydrocoloid juga terbukti jauh
lebih efektif dibandingkan kasa dalam hal penurunan luas luka (Heyneman, Beele,
Vanderwee, and Defloor (2008) dan mempercepat laju penyembuhan bila
dibandingkan dengan kasa NaCl (Bouza, Saz, Munoz, and Amate 2005). Payne, et.
al (2009) menemukan bahwa penggunaan foam dressing pada decubitus kategori II
lebih murah cost efektif dan frekuensi penggantian balutan menjadi berkurang bila
dibandingkan dengan kasa NaCl. Dibutuhkan keterampilan perawat dalam
mengambil keputusan klinis dalam memilih balutan untuk perawatan luka
decubitus. Status luka dan masalah pada luka seperti eksudat, nyeri, perdarahan,
kondisi tepi luka merupakan faktor yang perlu diperhatikan selain itu ketersediaan
dan daya beli pasien jangan diabaikan. Bagaimanapun juga dalam perawatan luka
tidak ada satupun jenis balutan yang superior satus ama lain, yang paling penting
adalah keterampilan dan kemampuan perawat dalam memilih balutan
berdasarkan masalah dan kebutuhan luka termasuk mempertimbangkan daya
beli pasien.

D E S K U B I T U S 17 | 25
BAB II
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
2.1 Standar Operasional Prosedur Descubitus

PERAWATAN LUKA DEKUBITUS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


SOP/090/RS/2010 01 1/3
Disahkan oleh
Direktur
Standar Prosedur
Tanggal Terbit
Operasional

Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit,


bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada
PENGERTIAN
suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi
darah setempat.
Usia lanjut mempunyai potensi besar untuk terjadi dekubitus karena perubahan
kulit berkaitan dengan bertambahnya usia antara lain:
o Berkurangnya jaringan lemak subkutan
o Berkurangnya jaringan kolagen dan elastin
o Menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi
lebih tipis dan rapuh

TUJUAN 1. Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam kulit membrane


mukosa
2. Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan
3. Mempercepat penyembuhan
4. Membersihkan luka dari benda asing atau debris
5. Drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat
6. Mencegah penyebaran luka
7. Mencegah pendarahan
8. Mencegah excoriasi sekitar kulit drain

D E S K U B I T U S 18 | 25
KEBIJAKAN Pasien yang mengalami luka Dekubitus
PETUGAS Perawat

A. Persiapan Alat dan Bahan


PERALATAN
1. 1. Set steril terdiri atas :
 Kapas alcohol
 Kasa steril
 Baki untuk larutan NaCl 0,9%
 Pinset anatomi
 Pinset chirurgic
 Lidi kapas yang steril
2. 2. Derian tule atau cutimed sorbad
3. 3. Gunting plester
4. 4.Plester/perekat atau hipafix
5. 5. Alkohol 70 %
6. 6. Larutan NaCl 0.9 %

PERAWATAN LUKA DEKUBITUS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


SOP/090/RS/2010 01 2/3

PERALATAN 7. Handscoon bersih


8. Handscoon steril
9. 9. Penggaris millimeter disposabl
10.10. Pencahayaan yang adekuat

B. B. Persiapan Pasien
1. 1. Pasien / keluarga diberi penjelasan tentang tujuan tindakan yang akan dilakukan
2. 2. Atur posisi klien miring kiri atau kanan (sesuai dengan letak luka dekubitus)

D E S K U B I T U S 19 | 25
PROSEDUR
PELAKSANAAN 1. C. C Jelaskan prosedur pada klien
2. Tutup ruangan atau pasang sampiran
3. Cuci tangan
4. Pakai handscoon bersih
5. Buka balutan dengan menggunakan kapas alcohol dan buang pada tempat
sampah atau kantong plastic yang telah disediakan
6. Observasi luka, ukur panjang, lebar dan kedalaman luka dengan menggunakan
Penggaris millimeter disposable. Kemudian lihat juga keadaan luka, warna luka,
warna sekitar tepi luka, derajat luka dan ada cairan atau tidak. Catat semua
hasil observasi
7. Buka set steril
8. Kasa digulungkan keujung pinset chirurgi kemudian tangan yang satu
memegang pinset anatomi
9. Bersihkan luka dengan menggunakan kasa steril yang telah diberi NaCl 0,9 %
dengan cara dari dari dalam keluar (pergerakan melingkar) sambil memencet
luka untuk mengeluarkan eksudat
10. Kasa hanya dipakai satu kali dan diganti lagi
11. Ulangi pembersihan sampai semua luka bersih dan cairan eksudat keluar
12. Buang handscoon bersih
13. Pakai handscoon steril
14. Pakai cutimed sorbad untuk luka yang banyak mengandung eksudat
15. Balut luka dengan menggunakan kasa steril. Jika luka masih basah atau banyak
mengeluarkan cairan maka balut luka dengan kasa sampai 7 lapisan. Dan jiaka
luka sudah mulai kering maka 3 lapis kasa saja.
16. Fiksasi dengan menggunakan plester atau hipafix
17. Buang handscoon dan kasa ditepat yang telah disediakan
18. Bantu pasien dalam pemberian posisi yang nyaman

D E S K U B I T U S 20 | 25
PERAWATAN LUKA DEKUBITUS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


SOP/090/RS/2010 01 3/3

19. Angkat peralatan dan kantong plastic yang berisi balutan dan handscoon kotor.
Bersihkan alat dan buang samapah dengan baik
PROSEDUR 19. Cuci tangan
PELAKSANAAN 20. Laporkan adanya perubahan pada luka kepada perawat yang bertanggung
jawab. Catat penggantian balutan, kaji keadaan luka dan respon pasien

DOKUMEN
TERKAIT
 Departemen kesehatan RI, Dirjenyanmed.1991,Prosedur perawatan dasar
rumah sakit dan pendidikan
 Potter ,P.A, Perry,A,G, Fundamental of nursing, St. Louis, Mosby Company
 Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
 Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
 Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
 Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku
Kedoketran EGC. Jakarta.

D E S K U B I T U S 21 | 25
BAB III
LEMBAR OBSERVASI
3.1 PENILAIAN PENCAPAIAN KOMPETENSI ASPEK PENCAPAIAN
DESKUBITUS
No NILAI
ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Set sterill:
1. Kapas alcohol
2. Kasa steril
3. Baki untuk larutan NaCl 0,9%
4. Pinset anatomi
5. Pinset chirurgic
6. Lidi kapas yang steril
2. 2. Derian tule atau cutimed sorbad
3. 3. Gunting plester
4. 4.Plester/perekat atau hipafix
5. 5. Alkohol 70 %
6. Larutan NaCl 0.9 %
7. Handscoon bersih
8. Handscoon steril
9. 9. Penggaris millimeter disposabl
10.10. Pencahayaan yang adekuat
B Tahap Pra Interaksi
D Tahap Kerja
1. Jelaskan prosedur pada klien
2. Tutup ruangan atau pasang sampiran
3. Cuci tangan
4. Pakai handscoon bersih
5. Buka balutan dengan menggunakan kapas alcohol dan buang pada
tempat sampah atau kantong plastic yang telah disediakan

D E S K U B I T U S 22 | 25
6. Observasi luka, ukur panjang, lebar dan kedalaman luka dengan
menggunakan Penggaris millimeter disposable. Kemudian lihat juga
keadaan luka, warna luka, warna sekitar tepi luka, derajat luka dan
ada cairan atau tidak. Catat semua hasil observasi
7. Buka set steril
8. Kasa digulungkan keujung pinset chirurgi kemudian tangan yang
satu memegang pinset anatomi
9. Bersihkan luka dengan menggunakan kasa steril yang telah diberi
NaCl 0,9 % dengan cara dari dari dalam keluar (pergerakan
melingkar) sambil memencet luka untuk mengeluarkan eksudat
10. Kasa hanya dipakai satu kali dan diganti lagi
11. Ulangi pembersihan sampai semua luka bersih dan cairan
eksudat keluar
12. Buang handscoon bersih
13. Pakai handscoon steril
14. Pakai cutimed sorbad untuk luka yang banyak mengandung
eksudat
15. Balut luka dengan menggunakan kasa steril. Jika luka masih
basah atau banyak mengeluarkan cairan maka balut luka dengan
kasa sampai 7 lapisan. Dan jiaka luka sudah mulai kering maka 3
lapis kasa saja.
16. Fiksasi dengan menggunakan plester atau hipafix
17. Buang handscoon dan kasa ditepat yang telah disediakan
18. Bantu pasien dalam pemberian posisi yang nyaman
E Tahap Terminasi
1 Mengevaluasi hasil tindakan
2 Berpamitan dengan pasien
3 Membereskan dan kembalikan alat ke tempat semula
4 Mencuci tangan
5 Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
TOTAL

D E S K U B I T U S 23 | 25
BAB IV
Penutup
4.1 Kesimpulan
Dekubitus terjadi akibat iskemi jaringan yang berlanjut. Tekanan
menyebabkan iskemi jaringan dan hal ini lebih berat terjadi bila tubuh dibaringkan
pada suatu permukaan yang tidak mengikuti seluruh lekukan bagian tubuh yang di
bawah.
Sebagai dasar dari semua faktor penyebab di atas adalah immobilitas. Bila
dapat diusahakan pemerataan kontak bagian-bagian tubuh dengan permukaan alas
tidur akan dapat mengurangi besarnya faktor tekanan.
Keadaan umum yang jelek ditambah suplai darah ke jaringan berkurang
pada lanjut usia juga mempunyai peran untuk terjadinya iskemi jaringan dan
timbulnya dekubitus.
Pengelolaan diawali dengan kewaspadaan mengenal penderita dengan
resiko tinggi terjadi dekubitus. Suatu sistem skor, skor dari Norton cukup praktis
untuk penapisan awal dan penilaian selanjutnya dalam kaitan dengan resiko
dekubitus. Setelah terjadi dekubitus tindakan medik disesuaikan dengan
stadium/derajat dari dekubitus yang dihadapi.

4.2 Saran
Dengan diberikannya tugas makalah ini diharapkan mahasiswi dapat lebih
meningkatkan kedisiplinan dalam belajar dan juga kedisiplinan dalam mengerjakan
tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah. Dan mahasiswa lebih mengerti serta
lebih memahami jenis penyakit, macam-macam penyakit, hingga pencegahan suatu
penyakit itu tersebut.

D E S K U B I T U S 24 | 25
DAFTAR PUSTAKA

Djunaedi H. Sjaiful F. D. Mochtar H. 1990 .. Ulkus dekubitus. Cermin Dunia Kedokteran no.
64. Jakarta : Yayasan Penerbitan IDI.
Handoyo. 2002. Pemakaian Skala Pengukuran Kejadian Dekubitus di RSUD Prof. dr.
Margono Purwokerto. Prodi Keperawatan Yogyakarta : PSIK UMY.
Patricia A.potter & Anne Griffin Perry,2006 Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4
Volume 2,EGC jakarta.
Judith M.Wilkinson & Nancy R.Ahern,2012 Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9,EGC
jakarta

D E S K U B I T U S 25 | 25

Anda mungkin juga menyukai