Anda di halaman 1dari 138

ANALISIS USAHATANI SAYURAN ORGANIK DI PT ANUGERAH

BUMI PERSADA “RR ORGANIC FARM”, KABUPATEN CIANJUR,


JAWA BARAT

Oleh
DEWI MAYANG PERTIWI
A 14304064

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN

DEWI MAYANG PERTIWI. Analisis Usahatani Sayuran Organik di PT


Anugerah Bumi Persada “RR Organic Farm”, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Di bawah bimbingan AHYAR ISMAIL.

Sektor pertanian masih mempunyai peranan penting dalam


pembangunan ekonomi. Berdasarkan lapangan pekerjaan, dari 94,9 juta penduduk
yang bekerja, sekitar 44,04 persen dari mereka bekerja di sektor pertanian. Dalam
struktur pembentukan PDB sektor pertanian, sub sektor hortikultura menyumbang
sebesar 23% dan menempati posisi kedua terbesar setelah tanaman pangan.
Sementara itu dalam PDB sub sektor hortikultura sayuran menempati urutan
kedua setelah tanaman buah dan PDB sayuran juga meningkat dengan laju rata-
rata 8 persen per tahun dari 2002 – 2005. Permintaan sayuran yang dikonsumsi
sebagai bahan pelengkap makanan pokok akan terus berfluktuasi seiring dengan
semakin bertambahnya jumlah penduduk saat ini. Dalam peningkatan produksi
hortikultura, khususnya sayuran di Indonesia selama ini masih menggunakan
sistem pertanian konvensional dengan masukan input luar. Perhatian yang besar
terhadap pemenuhan kebutuhan manusia dalam jangka panjang dan kelestarian
lingkungan yang berkelanjutan menjadi dasar peralihan sistem pertanian yang ada
saat ini dari konvensional menjadi sistem pertanian organik. Seiring kesadaran
masyarakat tersebut, permintaan terhadap bahan pangan terutama sayuran organik
akan terus meningkat, walaupun produsennya masih sangat terbatas.
PT Anugerah Bumi Persada (PT ABP) merupakan salah satu produsen
sayuran organik. Dalam memenuhi permintaan untuk tujuan memaksimalkan
keuntungan perusahaan, maka diperlukan perhitungan usahatani. Hal tersebut
dijadikan sebagai pengontrol keputusan pengelolaan usahatani. Pernyataan
keuangan usahatani berguna untuk mengetahui hasil kegiatan usahatani pada
tahun tersebut dalam bentuk pendapatan. Tujuan dari penelitian ini adalah
menganalisis tingkat pendapatan usahatani sayuran organik (horenso, tomat,
brokoli, hakusai, dan kubis) di PT Anugerah Bumi Persada, menganalisis rasio
penerimaan atas biaya (R/C ratio) pada tingkat pendapatan usahatani sayuran
organik (horenso, tomat, brokoli, hakusai, dan kubis) di PT Anugerah Bumi
Persada, mengkaji prospek pasar sayuran organik dan kelangsungan usaha PT
Anugerah Bumi Persada.
Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Data kualitatif disajikan dalam bentuk deskriptif untuk mengetahui gambaran
tentang usahatani sayuran organik dan prospeknya. Untuk menilai kelangsungan
usaha PT Anugerah Bumi Persada dilihat dari berbagai aspek yaitu aspek teknis,
aspek ekologi, dan aspek sosial. Analisis kuantitatif dilakukan dengan
mengunakan analisis pendapatan dan analisis R/C ratio. Data kuantitatif dihimpun
melalui wawancara serta pengamatan langsung di lapang. Analisis pendapatan
diolah dengan bantuan software Microsoft Excel 2003. Hasil pengolahan data
disajikan dalam bentuk tabulasi.
Pendapatan atas biaya total masing-masing sayuran untuk lahan seluas 14
m² dalam satu musim tanam yaitu horenso sebesar Rp 156.132,32 sedangkan
pendapatan atas biaya total tomat dan brokoli organik masing-masing yaitu Rp
74.537,00 dan Rp 76.848,5. Pendapatan atas biaya total untuk hakusai dan kubis
organik berturut-turut yaitu sebesar Rp 89.371,30 dan Rp 366.950,00. Bila dilihat
dari rasio penerimaan atas biaya tunai maupun totalnya, usahatani kelima sayuran
organik sudah efisien untuk dilakukan. Nilai R/C atas biaya total horenso adalah
1,92 artinya setiap biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 1,- maka perusahaan
memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,92. Sedangkan R/C rasio tomat yaitu 1,18
artinya setiap biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 1,- maka perusahaan
memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,18. Nilai R/C atas biaya total brokoli
adalah 1,30 artinya setiap biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 1,- maka perusahaan
memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,30. Nilai R/C atas biaya total hakusai
adalah 1,46 artinya setiap biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 1,- maka perusahaan
memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,46. Nilai R/C atas biaya total terbesar yaitu
kubis dengan nilai 2,55 artinya setiap biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 1,- maka
perusahaan memperoleh penerimaan sebesar Rp 2,55.
Dilihat dari sudut pandang ketiga aspek yaitu aspek teknis, aspek ekologi
dan aspek sosial, kelangsungan usaha budidaya sayuran organik di PT Anugerah
Bumi Persada baik untuk terus dikembangkan. Sayuran organik yang dihasilkan
PT Anugerah Bumi Persada memiliki prospek pasar yang baik untuk
dikembangkan terutama sayuran horenso, tomat dan brokoli. Saran yang dapat
diajukan adalah dalam memenuhi permintaan pasar, perusahaan sebaiknya
mengoptimalkan hasil terutama untuk sayuran organik yang permintaannya belum
dapat terpenuhi.
ANALISIS USAHATANI SAYURAN ORGANIK DI PT ANUGERAH
BUMI PERSADA “RR ORGANIC FARM”, KABUPATEN CIANJUR,
JAWA BARAT

Oleh:
DEWI MAYANG PERTIWI
A14304064

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Judul Skripsi : Analisis Usahatani Sayuran Organik di PT Anugerah Bumi
Persada “RR Organic Farm”, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat
Nama : Dewi Mayang Pertiwi
NRP : A14304064

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr


NIP. 131 878 942

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr


NIP. 131 124 019

Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG


BERJUDUL “ANALISIS USAHATANI SAYURAN ORGANIK DI PT
ANUGERAH BUMI PERSADA “RR ORGANIC FARM”, KABUPATEN
CIANJUR, JAWA BARAT” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA
PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN
UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU.
SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR
HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-
BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK
LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN
DALAM TULISAN.

Bogor, Agustus 2008

Dewi Mayang Pertiwi


A14304064
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Dewi Mayang Pertiwi, dilahirkan pada 05


Agustus 1986 di Bogor sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan
Deddy Effendi dan Rini Wulandari. Pada tahun 1998 penulis menyelesaikan
pendidikan dasar di SDN Pengadilan 3 Bogor. Penulis menyelesaikan pendidikan
menengah pertama di SLTPN 5 Bogor pada tahun 2001 dan menyelesaikan
pendidikan menengah atas di SMUN 2 Bogor pada tahun 2004.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI) tahun 2004. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut
Pertanian Bogor (IPB) pada program studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya
(EPS), jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian.
Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif di berbagai organisasi
kemahasiswaan seperti Koperasi Mahasiswa (KOPMA) tahun 2005-2007,
Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian (MISETA)
tahun 2007-2008, dan aktif dalam berbagai kegiatan kepanitian. Penulis
mendapatkan kesempatan memperoleh beasiswa dari Bank Rakyat Indonesia
(BRI) pada tahun 2007.
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah menciptakan segala
keajaiban di dunia tempat manusia berpijak. Kekayaan alam dan keindahan
panorama yang ada bagai anugerah bagi makhluk ciptaan-Nya sebagai wujud
kasih-Nya akan dunia ini. Manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya wajib menjaga
dan melestarikan alam dan segala isinya, sebagai wujud rasa syukur kepada-Nya.
Dan dengan segala pertolongan dan kemudahan yang diberikan-Nya, penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi yang berjudul “Analisis Usahatani Sayuran Organik di PT
Anugerah Bumi Persada “RR Organic Farm”, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat”
ditulis untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Program Sarjana pada Fakultas
Pertanian, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki kekurangan dan kelemahan.
Diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang
membutuhkan.

Bogor, Agustus 2008

Dewi Mayang Pertiwi


UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala berkat, rahmat dan
anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan dan
dukungan serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada :
1. Kedua orang tua penulis Bapak Deddy Effendi dan Ibu Rini Wulandari atas
segala kasih sayang, doa, cinta, dan kesabarannya selama ini. Rani atas segala
perhatian dan canda untuk penulis. Semua keluarga besar yang selalu
mendoakan, mendukung dan membantu secara moral maupun materil.
2. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M. Agr selaku dosen pembimbing skripsi atas
bimbingan, saran, dan perhatian terhadap penulis selama proses penyusunan
skripsi.
3. Dr. Ir. Harianto, MS selaku dosen penguji utama dan Tintin Sarianti, SP
selaku dosen penguji wakil departemen yang telah bersedia menguji penulis
serta atas saran, masukan dan perbaikannya dalam penyusunan skripsi ini.
4. Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D selaku dosen pembimbing akademik atas
bimbingan dan perhatiannya terhadap penulis selama proses perkuliahan.
5. Bapak Rustam Effendi dan Bapak Firmansyah Rustam yang telah memberikan
izin penelitian di PT Anugerah Bumi Persada dan banyak memberi masukan
yang berguna bagi penulis.
6. Mas Subur, Mas Arif, Mas Maman, dan Pak Bambang yang banyak
membantu penulis dalam pengambilan data serta memberi pengetahuan baru
selama penelitian. Semua pekerja di PT Anugerah Bumi Persada yang dengan
sabar membantu penulis di lapang.
7. Teman-teman terbaik yang selama ini selalu ada dan mendukung : Owin, Evie,
Tita, Risti, Maya, Ade, Ella, Deasy, Cita, Rolas, Nat2, Agis, Uchie, Irna,
Teteh, Can2, Sari, Lina, Toto, Kevin, Zae, Deli, Pipih, Mail, Yudi, Pam2,
Nana, Arif, Jimmy, Ricky, Galih, Cecep.
8. Teman seperjuangan penelitian dan penyusunan skripsi yang banyak
mendukung dan memberikan perhatian Anti, Lenny, Devie, Yani. Saat-saat
bersama kalian akan teringat selalu, love you guys ;)
9. Semua teman-teman EPS 41 : Dylla, Rahma, Teh Nisa, Rocky, Vina, Retno,
Cian, Pipit, Nia, Erfan, Zakya, Ida, Ave, Wida, Rirah, Mery, Yanti, Mba Erna,
dan yang tidak tersebutkan satu per satu, semoga persahabatan kita selamanya
dan jangan pernah berhenti untuk belajar!!
10. Keluarga baru dan teman-teman KKP di Buniwangi yang selalu memberikan
dukungan dan doa : A Ujang, Ibu, Dhini, Aline, Doni, dan Yono, Amus, dan
Bapak Adang.
11. Keluarga besar mamah : nenek, bude, tante, om, adik-adik sepupu, dimas
(thanks buat laptopnya), dina, banu, woro, gilang, bintang, ica, ari, ivan, ira,
agis, gita, dan manik.
12. Keluarga besar bapak : keluarga besar Uwa Bambang, bibi, om, tante yang ada
di Bogor, Dompu, Bandung, dan Tanjung Pinang.
13. Mba Pini atas kesabaran dan keikhlasannya membantu serta memberi nasehat
untuk anak-anak EPS 41 Phasing Out.
14. Segenap Dosen dan staf Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya
yang telah memberikan banyak ilmu terhadap penulis selama proses
perkuliahan.
15. Semua teman-teman yang tidak tersebutkan satu per satu, semua bantuan,
dukungan dan perhatian selalu terukir di hati yang terdalam. Semoga kebaikan
teman-teman semua diberikan balasan oleh Allah SWT, amin.
16. Orang-orang yang pernah datang dan pergi akan selalu punya cerita sendiri di
kehidupanku.
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ v

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................vi

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................ 8
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 11
1.4 Kegunaan Penelitian ......................................................................... 11
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 12

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Dasar Pertanian Organik ..................................................... 13
2.2 Prinsip-prinsip Pertanian Organik .................................................... 14
2.3 Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pertanian Organik .................... 15
2.4 Pertanian Organik di Indonesia ........................................................ 16
2.5 Sayuran Organik ............................................................................... 17
2.5.1 Bayam Jepang (Horenso) ......................................................... 17
2.5.2 Brokoli ..................................................................................... 18
2.5.3 Tomat ....................................................................................... 19
2.5.4 Sawi Putih Jepang (Hakusai) ................................................... 21
2.5.5 Kubis (Kol) .............................................................................. 23
2.5.6 Mentimun Jepang (Kyuuri) ...................................................... 24
2.5.7 Kubis Daun Cina (Pakcoi) ....................................................... 25
2.6 Penelitian Terdahulu ......................................................................... 25
2.7 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu .............................. 28

III. KERANGKA PEMIKIRAN


3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................ 29
3.1.1 Konsep Usahatani .................................................................... 29
3.1.2 Pemilihan Cabang Usahatani ................................................... 31
3.1.3 Analisis Pendapatan Usahatani ................................................ 31
3.1.4 Analisis Penerimaan atas Biaya (R/C ratio) ............................ 33
3.1.5 Teori Produksi.......................................................................... 33
3.1.6 Konsep Pasar............................................................................ 35
3.1.7 Konsep Permintaan .................................................................. 36
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ..................................................... 36

IV. METODE PENELITIAN


4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 40
4.2 Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 40
4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data ............................................. 40
4.3.1 Analisis Pendapatan Usahatani ................................................ 41
4.3.2 Analisis Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C Ratio) ................. 42
4.3.3 Metode Penyusutan .................................................................. 43
4.3.4 Kajian Kelangsungan Usaha dan Prospek Pasar...................... 44

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN


5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian .................................................... 45
5.2 Sejarah Singkat Perusahaan ............................................................... 45
5.3 Struktur Organisasi Perusahaan ......................................................... 47
5.4 Keragaan Subsistem Usahatani ......................................................... 48
5.4.1 Subsistem Usahatani Bayam Jepang (Horenso) Organik ........ 50
5.4.2 Subsistem Usahatani Tomat Organik ...................................... 52
5.4.3 Subsistem Usahatani Brokoli organik...................................... 54
5.4.4 Subsistem Usahatani Sawi Putih Jepang (Hakusai) Organik... 57
5.4.5 Subsistem Usahatani Kubis Organik ....................................... 60

VI. ANALISIS USAHATANI SAYURAN ORGANIK


6.1 Analisis Usahatani ............................................................................. 64
6.1.1 Analisis Usahatani Bayam Jepang (Horenso) ........................ 65
6.1.2 Analisis Usahatani Tomat Organik ........................................ 69
6.1.3 Analisis Usahatani Brokoli Organik ...................................... 74
6.1.4 Analisis Usahatani Sawi Putih (Hakusai) .............................. 79
6.1.5 Analisis Usahatani Kubis/Kol Organik .................................. 84
6.2 Analisis Pendapatan Usahatani.......................................................... 89
6.2.1 Analisis Pendapatan Usahatani Bayam Jepang (Horenso)
Organik.................................................................................... 90
6.2.2 Analisis Pendapatan Usahatani Tomat Organik...................... 93
6.2.3 Analisis Pendapatan Usahatani Brokoli Organik .................... 97
6.2.4 Analisis Pendapatan Usahatani Hakusai Organik ................. 100
6.2.5 Analisis Pendapatan Usahatani Kubis Organik .................... 103

VII. KELANGSUNGAN USAHA DAN PROSPEK PASAR


7.1 Prospek Pertanian Organik .............................................................. 107
7.2 Kelangsungan Usaha PT Anugerah Bumi Persada ......................... 108
7.3 Prospek Pasar Sayuran Organik ...................................................... 109

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN


8.1 Kesimpulan ..................................................................................... 112
8.2 Saran ................................................................................................ 113

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 114

LAMPIRAN .................................................................................................. 116


DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Konsumsi Sayur-sayuran Per Kapita (Tahun 2002-2006) ................. 3


2. Produksi Sayuran di Indonesia 2002 – 2006 (Ton) ........................... 4
3. Kandungan Nutrisi Beberapa Sayuran Organik dan
Konvensional (Setiap 100 gram, berat kering) .................................. 6
4. Permintaan dan Produksi Beberapa Sayuran Organik ....................... 9
5. Daftar Jenis Sayuran Organik dan Permintaannya Bulan Maret
2008.................................................................................................... 49
6. Biaya Tenaga Kerja Budidaya Horenso Organik untuk Luasan
14 m² per Musim Tanam.................................................................... 66
7. Rincian Biaya Tetap dan Biaya Variabel Usahatani Horenso
per 14 m² per MT ............................................................................... 67
8. Analisis Usahatani Bayam Jepang (Horenso) Organik per
bedeng (14 m²) per MT .................................................................... 68
9. Biaya Tenaga Kerja Budidaya Tomat Organik untuk Luasan 14
m² per Musim Tanam......................................................................... 70
10. Rincian Biaya Tetap dan Biaya Variabel Usahatani Tomat per
14 m² per MT ..................................................................................... 72
11. Analisis Usahatani Tomat Organik per 14 m² per MT ...................... 73
12. Rincian Biaya Tetap dan Biaya Variabel Usahatani
Tumpangsari Brokoli dan Pakcoi Organik per 14 m² per
Musim Tanam .................................................................................... 75
13. Rincian Biaya Tetap dan Biaya Variabel Usahatani Brokoli
Organik per 14 m² per Musim Tanam ............................................... 76
14. Biaya Tenaga Kerja Budidaya Brokoli dan Pakcoi (Tumpang
Sari) untuk Luasan 14m² per Musim Tanam ..................................... 77
15. Analisis Usahatani Brokoli Organik per 14 m² per MT..................... 78
16. Rincian Biaya Tetap dan Biaya Variabel Usahatani Hakusai
dan Kyuuri per 14 m² per Musim Tanam .......................................... 80
17. Rincian Biaya Tetap dan Biaya Variabel Usahatani Hakusai
per 14 m² per Musim Tanam.............................................................. 81
18. Biaya Tenaga Kerja Budidaya Hakusai dan Kyuuri (Tumpang
Sari) untuk Luasan 14m² per Musim Tanam ..................................... 82
19. Analisis Usahatani Hakusai Organik per 14 m² per MT .................... 83
20. Rincian Biaya Tetap dan Biaya Variabel Usahatani
Tumpangsari Kubis dan Pakcoi Organik per 14 m² per Musim
Tanam ................................................................................................ 85
21. Rincian Biaya Tetap dan Biaya Variabel Usahatani Kubis
Organik per 14 m² per Musim Tanam ............................................... 86
22. Biaya Tenaga Kerja Budidaya Kubis dan Pakcoi (Tumpang
Sari) untuk Luasan 14m² per Musim Tanam ..................................... 87
23. Analisis Usahatani Kubis Organik per 14 m² per MT ....................... 88
24. Analisis Penerimaan dan Biaya Usahatani Horenso Organik
per 14 m² satu musim tanam .............................................................. 91
25. Analisis Penerimaan dan Biaya Usahatani Tomat Organik per
14 m² satu musim tanam .................................................................... 94
26. Analisis Penerimaan dan Biaya Usahatani Brokoli Organik per
14 m² satu musim tanam .................................................................... 97
27. Analisis Penerimaan dan Biaya Usahatani Hakusai Organik per
14 m² satu musim tanam .................................................................... 101
28. Analisis Penerimaan dan Biaya Usahatani Kubis Organik per
14 m² satu musim tanam .................................................................... 104
29. Daftar Permintaan dan Penjualan Sayuran Organik PT.
Anugerah Bumi Persada (Maret 2008) .............................................. 110
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Bagan Kerangka Operasional ....................................................... 39


2. Struktur Organisasi Perusahaan .................................................... 47
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Daftar Harga Sayuran Organik PT Anugerah Bumi Persada ....... 116


2. Daftar Rincian Biaya Penyusutan Alat-alat Budidaya
Sayuran Organik ........................................................................... 117
3. Gambar Kelima Sayuran Organik PT Anugerah Bumi
Persada .......................................................................................... 118
4. Denah Kebun PT Anugerah Bumi Persada .................................. 121
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Struktur lapangan usaha sebagian masyarakat Indonesia telah beralih

dari sektor pertanian ke sektor ekonomi lainnya. Meskipun demikian, sektor

pertanian masih mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi.

Berdasarkan lapangan pekerjaan, dari 94,9 juta penduduk yang bekerja, sekitar

44,04 persen dari mereka bekerja di sektor pertanian (BPS, 2006)1. Sedangkan

pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I tahun 2008 yang diukur dari

kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat sebesar 2,1 persen.

Pertumbuhan ini terjadi pada sektor pertanian, keuangan, real estate dan jasa

perusahaan, listrik, gas dan air bersih, pengangkutan dan komunikasi, serta sektor

jasa-jasa. Pertumbuhan tertinggi dihasilkan oleh sektor pertanian yaitu sebesar 18

persen (BPS, 2008)2.

Sektor pertanian Indonesia terdiri dari tiga sub sektor yaitu sub sektor

tanaman perkebunan, tanaman pangan dan tanaman hortikultura. Hortikultura

sebagai salah satu sub sektor pertanian terdiri dari berbagai jenis tanaman hias,

sayuran, buah-buahan dan tanaman obat-obatan. Produk hortikultura khususnya

sayuran dan buah-buahan berperan dalam memenuhi gizi masyarakat terutama

vitamin dan mineral yang terkandung di dalamnya. Hal ini juga penting dalam

peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pelaku pembangunan

ekonomi. Dalam struktur pembentukan PDB sektor pertanian, sub sektor

hortikultura menyumbang sebesar 23 persen dan menempati posisi kedua terbesar

1
www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 7 Februari 2008
2
www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 30 Juli 2008
setelah tanaman pangan. Sementara itu dalam PDB sub sektor hortikultura

sayuran menempati urutan kedua setelah tanaman buah dan PDB sayuran juga

meningkat dengan laju rata-rata 8 persen per tahun dari 2002 – 2005 (Deptan,

2006).

Permintaan sayuran yang dikonsumsi sebagai bahan pelengkap makanan

pokok akan terus berfluktuasi seiring dengan semakin bertambahnya jumlah

penduduk saat ini. Dari tahun ke tahun, populasi penduduk Indonesia semakin

meningkat. Pada tahun 2000, jumlah penduduk Indonesia yaitu sekitar 205 juta

jiwa dan pada tahun 2005 jumlah penduduknya sudah mencapai 219 juta jiwa

(BPS,2006). Sedangkan menurut data statistik Indonesia, jumlah penduduk tahun

2007 yaitu sekitar 224 juta jiwa dan proyeksi jumlah penduduk pada tahun 2010

akan mencapai 233 juta jiwa3. Pertambahan jumlah penduduk di Indonesia

memperlihatkan peningkatan yang cukup pesat. Hal ini terlihat terutama pada

kenaikan setiap lima tahunnya, penduduk Indonesia bertambah kurang lebih

sekitar 14 juta jiwa.

Dengan terus meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia, maka secara

langsung dapat mempengaruhi konsumsi sayuran di Indonesia. Konsumsi sayuran

per kapita dalam lima tahun terakhir yang paling tinggi adalah pada tahun 2005,

yaitu dari keseluruhan macam sayuran sebesar 35,30 kg/tahun. Konsumsi sayuran

per kapita di Indonesia menunjukkan perkembangan yang fluktuatif. Fluktuasi

konsumsi sayuran di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

3
www.datastatistik-indonesia.com . Proyeksi Jumlah Penduduk Indonesia. Diakses pada tanggal
30 Juli 2008
Tabel 1. Konsumsi Sayur-sayuran Per Kapita (Tahun 2002-2006)
Konsumsi Per Kapita (Kg/Thn)
No Jenis Sayuran 2002 2003 2004 2005 2006
1 Bawang Merah 2,20 2,22 2,19 2,36 2,08
2 Ketimun 1,72 2,18 1,92 2,03 1,98
3 Kacang Panjang 3,74 3,74 3,43 4,11 4,00
4 Kentang 1,77 1,61 1,82 1,77 1,66
5 Kubis 1,92 1,87 2,03 1,87 1,82
6 Tomat 1,53 1,52 1,52 1,58 1,17
7 Wortel 0,83 0,62 0,73 0,83 0,94
8 Cabe Merah 1,42 1,35 1,36 1,56 1,38
9 Cabe Hijau 0,22 0,23 0,24 0,26 0,23
10 Cabe Rawit 1,12 1,20 1,14 1,27 1,16
11 Terung 2,50 2,86 2,55 2,65 2,65
12 Petsai/Sawi 0,52 0,47 0,47 0,52 0,47
13 Kangkung 4,63 5,04 4,52 4,73 4,99
14 Labu Siam 0,88 0,73 0,83 0,99 1,09
15 Buncis 0,88 0,99 0,94 1,14 0,94
16 Bayam 4,16 4,78 4,42 4,21 4,37
17 Bawang Putih 1,07 1,13 1,15 1,28 1,09
18 Jamur 0,05 0,04 0,05 0,05 0,42
19 Lainnya 1,72 1,92 2,18 2,08 1,72
Jumlah Sayur 32,89 34,52 33,49 35,30 34,15
Sumber: Departemen Pertanian, 2006

Dapat dilihat pada Tabel 1, walaupun berfluktuasi namun kenaikan

konsumsi sayuran lebih besar daripada penurunannya. Tingkat konsumsi per

kapita yang disajikan pada Tabel 1 masih dapat dikatakan cukup rendah yaitu

sekitar 54 persen dari konsumsi seharusnya, sedangkan anjuran dari FAO yaitu

sebesar 65 kg/kapita per tahun (Deptan, 2006). Tidak menutup kemungkinan pada

tahun-tahun berikutnya kenaikan konsumsi sayuran per kapita akan lebih

signifikan daripada tahun sebelumnya, mengingat kesadaran masyarakat akan

kesehatan yang semakin meningkat pula. Dalam memenuhi permintaan penduduk

akan konsumsi sayuran, maka di Indonesia produksi dan produktivitas terus

ditingkatkan. Produksi sayur-sayuran di Indonesia akan terus mengalami

peningkatan yang signifikan seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan pangan

yang merupakan dampak dari peningkatan populasi penduduk setiap tahun.

Tabel 2 memperlihatkan produksi sayuran di Indonesia tahun 2002 – 2006.


Tabel 2. Produksi Sayuran di Indonesia 2002 – 2006 (Ton)
Tahun
No Komoditas 2002 2003 2004 2005 2006
1 Bawang Merah 766,572 762,795 757,399 732,609 794,929
2 Bawang Putih 46,393 38,957 28,851 20,733 21,052
3 Bawang Daun 315,232 345,720 475,571 501,437 571,264
4 Kentang 893,824 1,009,979 1,072,040 1,009,619 1,011,911
5 Lobak 7,779 26,340 30,625 54,226 49,344
6 Kol/Kubis 1,232,843 1,348,433 1,432,814 1,292,984 1,267,745
7 Petsai/sawi 461,069 459,253 534,964 548,453 590,400
8 Wortel 282,248 355,802 423,722 440,002 391,370
9 Kacang Merah 94,650 90,281 107,281 132,218 125,251
10 Kembang Kol - 86,222 99,994 127,320 135,517
11 Cabe 635,089 1,066,722 1,100,514 1,058,023 1,185,059
12 Cabe Besar - 774,408 714,705 661,730 736,019
13 Cabe Rawit - 292,314 385,809 396,293 449,040
14 Tomat 573,517 657,459 626,872 647,020 629,744
15 Terung 272,700 301,030 312,354 333,328 358,095
16 Buncis 230,020 247,782 267,619 283,649 269,533
17 Ketimun 406,141 514,210 477,716 552,891 598,892
18 Labu Siam 172,125 103,451 179,845 180,029 212,697
19 Kangkung 205,351 208,450 212,870 229,997 292,950
20 Bayam 71,011 109,423 107,737 123,785 149,435
21 Kacang Panjang 310,297 432,365 454,999 466,387 461,239
22 Jamur - 31,233 10,544 30,853 23,559
23 Melinjo 167,884 244,864 209,630 210,836 239,209
24 Petai - 134,099 135,715 125,589 148,268
Total 7,144,745 9,641,592 10,160,190 10,160,011 10,712,522
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Bina Produksi, 2007

Berdasarkan informasi pada Tabel 2, jumlah produksi sayuran di

Indonesia pada tahun 2002 yaitu sekitar 7 juta ton, sedangkan pada tahun 2006

sudah mencapai 10 juta ton. Dalam peningkatan produksi hortikultura, khususnya

sayuran di Indonesia selama ini masih menggunakan sistem pertanian

konvensional dengan masukan input luar. Semakin tinggi produksi, maka akan

semakin tinggi pula masukan input luar seperti pestisida dan pupuk yang

diberikan. Program peningkatan produksi hortikultura yang dilaksanakan selama

ini belum secara holistik atau atas dasar sumberdaya, tetapi masih secara parsial

atau atas dasar komoditas yang umumnya lebih menguntungkan produktivitas

sumberdaya lahan, dengan masukan sarana produksi (pupuk dan pestisida)


anorganik ke dalam agroekosistem pertanian yang cukup tinggi. Sistem usahatani

ini hanya berorientasi pada memaksimalkan produktivitas secara nyata, namun

kurang disadari diikuti oleh kemunduran kualitas lingkungan dan pengurangan

stabilitas produksi oleh timbulnya biotipe dan strain hama dan penyakit,

terbentuknya senyawa beracun bagi tanaman, dan menurunnya kesuburan tanah,

serta terjadinya kerusakan lingkungan oleh penggunaan pestisida yang

berlebihan4.

Dari adanya dampak negatif penggunaan pestisida kimia dan pupuk

buatan pabrik saat munculnya revolusi hijau, manusia pun kemudian berusaha

mencari teknik bertanam secara aman, baik untuk lingkungan maupun manusia.

Inilah yang kemudian melahirkan teknik bertanam secara organik atau pertanian

organik (Andoko, 2002). Adanya perhatian yang besar terhadap pemenuhan

kebutuhan manusia dalam jangka panjang dan kelestarian lingkungan yang

berkelanjutan, juga menjadi dasar peralihan sistem pertanian yang ada saat ini dari

konvensional menjadi sistem pertanian organik. Hal ini ditunjukkan oleh adanya

keikutsertaan dan peran pemerintah dalam mendukung pertanian organik, yaitu

melalui Departemen Pertanian dengan mencanangkan Program ”Go Organik

2010” pada tahun 2001. Pertanian organik adalah sistem produksi pertanian yang

holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas

agro-ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang

cukup, berkualitas, dan berkelanjutan5.

4
2007. Pedoman Penerapan Usahatani Non Kimia Sintetik
pada Tanaman Hortikultura. http://ditlin.hortikultura.go.id/buku/pedoman_non_kimia.htm.
Diakses pada tanggal 18 Februari 2008
5
http://io.ppi-jepang.org/article.php?id=80. Husnain dan Haris Syahbuddin. Mungkinkah
Pertanian Organik di Indonesia? Peluang dan Tantangan. Diakses tanggal 18 Februari 2008
Budaya hidup sehat dan kembali ke alam (back to nature) saat ini

menjadi trend baru di masyarakat. Menyadari akan arti pentingnya kesehatan,

lambat laun pikiran masyarakat menjadi terbuka untuk menghindari bahan

makanan yang mengandung pestisida. Bahaya residu yang disebabkan oleh

kandungan pestisida tersebut akan terasa dampaknya dalam jangka panjang seperti

berbagai macam penyakit yang akan timbul, misalnya kanker. Tingginya tingkat

kesadaran masyarakat membuat mereka sedikit demi sedikit beralih pada

konsumsi produk-produk pangan yang sifatnya organik. Walaupun terpaut harga

yang jauh lebih tinggi, bahan pangan organik menjanjikan manfaat yang lebih

baik daripada bahan pangan non organik yaitu keunggulan nutrisi. Produk pangan

organik, terutama sayuran organik dipercaya dapat lebih menghasilkan makanan

yang bermutu tinggi dan bergizi serta berkualitas daripada sayuran non organik.

Kandungan nutrisi beberapa sayuran organik dan konvensional dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan Nutrisi Beberapa Sayuran Organik dan Konvensional


(Setiap 100 gram, berat kering)
Nama Jenis Kalsium Magnesium Pottasium Sodium Thiamin Zat Tembaga
Besi
Buncis Organik 40,5 60 99,7 8,6 60 227 69
Non-org 15,5 14,8 29,1 <1 2 10 3
Kol Organik 60 43,6 148,3 20,4 13 94 48
Non-org 17,5 15,6 53,7 <1 2 20 <1
Selada Organik 71 49,5 175,5 12,2 169 516 60
Non-org 16 13,1 53,7 <1 1 1 <1
Tomat Organik 23 59,2 148 6,5 68 1938 53
Non-org 4,5 4,5 28,6 <1 1 1 <1
Bayam Organik 96 203,9 257 69,5 117 1584 32
Non-org 47,5 46,9 84 <1 2 19 <1

Sumber: (Majalah Fit, 2003) dalam (Wahyuni, 2007)

Dapat diketahui dari Tabel 3 bahwa semua sayuran organik memiliki

kandungan nutrisi yang jauh lebih tinggi dibandingkan sayuran non organik. Hal
ini membuat sebagian besar masyarakat mengalihkan konsumsi mereka pada

sayuran organik meskipun secara perlahan. Menurut Sutanto (2002), konsumsi

dunia dari hasil pertanian organik mencapai US$ 27 juta, tetapi belum termasuk

Indonesia. Saat ini sayuran organik telah populer dan mempunyai prospek yang

cukup baik di masa mendatang, terutama untuk masyarakat yang memiliki

kesadaran tinggi akan kesehatan, walaupun masih dalam jumlah terbatas karena

harganya yang sangat mahal. Dalam jangka panjang, seiring kesadaran

masyarakat tersebut, permintaan terhadap bahan pangan terutama sayuran organik

akan terus meningkat, walaupun produsennya masih sangat terbatas. Dengan

semakin banyaknya konsumen hijau yang menguasai pasar produk pertanian

organik, baik di tingkat internasional maupun nasional, serta dengan semakin

berkembangnya gerakan zero emisions, maka pertanian organik memperoleh

momentum penting dan dukungan besar dari pasar global yang mendambakan

produk-produk pertanian akrab lingkungan (Sutanto, 2002).

Di Indonesia, berbagai macam sayuran organik banyak dibudidayakan

terutama di daerah yang memiliki iklim tropis. Produsen sayuran organik pun

telah banyak bermunculan, salah satunya adalah PT Anugerah Bumi Persada yang

menghasilkan lebih dari 20 jenis sayuran organik. PT Anugerah Bumi Persada

telah berdiri selama ± 8 tahun dan menyuplai hasil sayuran organiknya ke

supermarket-supermarket di Jakarta.
1.2 Perumusan Masalah

Perhatian masyarakat yang tinggi pada kesehatan, menjadikan sistem

pertanian organik terutama untuk komoditi sayuran organik memiliki peluang

yang besar untuk dikembangkan. Oleh karena itu, walaupun dihadapi dengan

berbagai macam kendala, banyak produsen-produsen sayuran organik yang

bermunculan di Indonesia. Salah satu produsen sayuran organik adalah PT

Anugerah Bumi Persada yang berada di salah satu lokasi sentra produksi sayuran

di Kabupaten Cianjur. Perusahaan ini menghasilkan lebih dari 20 macam sayuran

organik, yang sebagian besar merupakan sayuran jepang. Sayuran-sayuran yang

banyak diminati oleh konsumen dan menjadi unggulan perusahaan, diantaranya

adalah bayam jepang (horenso), tomat apel, brokoli, sawi putih (hakusai) dan

kubis (kol). Kelima sayuran tersebut memiliki permintaan tertinggi di perusahaan.

Budidaya sebagian besar sayuran organik tersebut dilakukan dengan sistem tanam

tumpangsari karena untuk meminimalisasi serangan hama.

Sayuran organik yang telah dipanen kemudian dikemas dan dipasarkan

langsung ke supermarket dan gerai sayuran di Jakarta. Selain untuk konsumen-

konsumen tetap, perusahaan juga menerima layanan delivery order yang biasanya

diperuntukkan bagi mereka yang tinggal di daerah Jakarta. Untuk saat ini,

segmentasi pasar bagi sayuran organik PT Anugerah Bumi Persada adalah orang-

orang dari kalangan menengah ke atas dengan daya beli yang cukup tinggi.

Harga dari produk-produk sayuran organik PT Anugerah Bumi Persada

relatif sangat tinggi apabila dibandingkan dengan harga sayuran konvensional

yang dijual di pasar. Fenomena ini disebabkan oleh biaya produksi yang sangat

tinggi, seperti biaya pemeliharaan dan pengendalian hama dari tanaman karena
tidak menggunakan pestisida. Walaupun demikian, konsumen yang memiliki

kesadaran tinggi akan kesehatan tidak peduli akan tingginya harga sayuran

organik. Tingkat permintaan terhadap sayuran organik di PT Anugerah Bumi

dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Permintaan dan Produksi Beberapa Sayuran Organik


Jenis Sayuran
Permintaan Horenso Tomat Apel Brokoli Hakusai Kol
Agustus 2007 300 300 200 200 200
September 300 300 200 200 200
Oktober 300 300 200 200 200
November 300 300 200 200 200
Desember 300 300 200 200 200
Januari 2008 500 500 400 300 250
Februari 500 500 400 300 250
Maret 500 500 400 300 250
Produksi

Agustus 2007 250 300 60 200 200


September 300 300 80 200 150
Oktober 300 300 100 150 120
November 300 200 150 200 80
Desember 200 100 200 200 30
Januari 2008 250 40 250 300 50
Februari 300 40 300 300 160
Maret 400 40 350 300 250
Sumber : PT Anugerah Bumi Persada, 2008

Berdasarkan data pada Tabel 4, dapat dilihat bahwa permintaan sayuran

organik di PT Anugerah Bumi Persada cenderung konstan kemudian meningkat di

awal tahun 2008. Pada Tabel 4 juga terlihat, terdapat ketidakseimbangan antara

permintaan dan produksi sayuran. Permintaan konsumen didominasi oleh sayuran

horenso dan tomat apel, namun tidak demikian dengan jumlah produksinya yang

cukup rendah. Pada kenyataannya, perusahaan belum mampu untuk memenuhi

semua permintaan, sehingga masih terdapat peluang pasar yang cukup besar untuk

meningkatkan produksi masing-masing komoditas sayuran organik.

Dalam rangka memenuhi permintaan pasar tersebut, PT Anugerah Bumi

Persada berkeinginan untuk meningkatkan hasil dengan alternatif menambah


luasan lahan budidaya. Adanya alternatif tersebut secara langsung dapat

mempengaruhi tingkat pendapatan usahatani perusahaan, namun selama ini PT

Anugerah Bumi Persada belum secara rinci melakukan kegiatan ekonomi yang

terkait dengan perhitungan usahataninya. Hal tersebut perlu dilakukan oleh setiap

perusahaan pertanian, mengingat pentingnya pencapaian tujuan yang efektif dan

efisien dalam mengalokasikan sumber daya yang ada. Oleh karena itu, untuk

mengetahui tingkat pendapatan yang diperoleh maka perlu dilakukan analisis

usahatani sayuran organik di PT Anugerah Bumi Persada. Selanjutnya untuk

melihat potensi masing-masing sayuran dalam memberikan kontribusi pendapatan

pada perusahaan, perlu dilakukan kajian prospek pasar terhadap masing-masing

komoditas sayuran organik.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan beberapa

permasalahan sebagai berikut :

1. bagaimana tingkat pendapatan usahatani sayuran organik (horenso, tomat,

brokoli, hakusai, dan kubis) di PT Anugerah Bumi Persada?

2. bagaimana rasio penerimaan dan biaya (R/C ratio) pada tingkat

pendapatan usahatani sayuran organik (horenso, tomat, brokoli, hakusai,

dan kubis) di PT Anugerah Bumi Persada?

3. bagaimana prospek pasar sayuran organik dan kelangsungan usaha PT

Anugerah Bumi Persada?


1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah di uraikan, maka tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. menganalisis tingkat pendapatan usahatani sayuran organik (horenso,

tomat, brokoli, hakusai, dan kubis) di PT Anugerah Bumi Persada;

2. menganalisis rasio penerimaan dan biaya (R/C ratio) pada tingkat

pendapatan usahatani sayuran organik (horenso, tomat, brokoli, hakusai,

dan kubis) di PT Anugerah Bumi Persada;

3. mengkaji prospek pasar sayuran organik dan kelangsungan usaha PT

Anugerah Bumi Persada.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan

semua pihak yang terkait :

1. bagi pemerintah, diharapkan dapat dijadikan pertimbangan untuk

menyusun kebijakan-kebijakan yang tepat sasaran;

2. bagi para pelaku kegiatan agribisnis, dapat menjadi bahan pertimbangan

dalam mengambil sebuah keputusan;

3. bagi akademisi, penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi atau

rujukan untuk penelitian selanjutnya;

4. bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi

baru;

5. bagi penulis, memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan kesempatan

untuk belajar lebih banyak lagi. Selain itu penelitian ini menjadi sarana
penerapan ilmu-ilmu yang telah penulis dapatkan selama duduk di

bangku perkuliahan serta banyak menambah pengalaman.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Permintaan sayuran organik merupakan permintaan dari supermarket

yang merupakan distributor sayuran organik PT Anugerah Bumi Persada. Kajian

prospek pasar melihat perbandingan antara jumlah permintaan, keuntungan, dan

jumlah produksi. Kelangsungan usaha sayuran organik dikaji untuk melihat

prospek usaha pada PT Anugerah Bumi Persada di masa yang akan datang dengan

ditinjau dari beberapa aspek.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Pertanian Organik

Pakar pertanian Barat menyebutkan bahwa sistem pertanian organik

merupakan ”hukum pengembalian (low of return)” yang berarti suatu sistem yang

berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik

dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya

bertujuan memberi makanan pada tanaman. Filosofi yang melandasi pertanian

organik adalah mengembangkan prinsip-prinsip memberi makanan pada tanah

yang selanjutnya tanah menyediakan makanan untuk tanaman (feeding the soil

that feeds the plants), dan bukan memberi makanan langsung pada tanaman.

Strategi pertanian organik adalah memindahkan hara secepatnya dari sisa

tanaman, kompos dan pupuk kandang menjadi biomassa tanah yang selanjutnya

setelah mengalami proses mineralisasi akan menjadi hara dalam larutan tanah.

Dengan kata lain, unsur hara di daur ulang melalui satu atau lebih tahapan bentuk

senyawa organik sebelum diserap tanaman. Hal ini berbeda sama sekali dengan

pertanian konvensional yang memberikan unsur hara secara cepat dan langsung

dalam bentuk larutan sehingga diserap dengan takaran dan waktu pemberian yang

sesuai dengan kebutuhan tanaman. Kegunaan budidaya organik pada dasarnya

ialah meniadakan atau membatasi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan

oleh budidaya kimiawi (Sutanto, 2002).


2.2 Prinsip-prinsip Pertanian Organik

Menurut International Federation of Organic Agriculture Movements

(IFOAM), 2005 dalam www.biocert.or.id prinsip-prinsip berikut merupakan dasar

bagi pertumbuhan dan perkembangan pertanian organik. Prinsip-prinsip ini berisi

tentang sumbangan yang dapat diberikan pertanian organik bagi dunia, dan

merupakan sebuah visi untuk meningkatkan keseluruhan aspek pertanian secara

global. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :

1. prinsip kesehatan, pertanian organik harus melestarikan dan

meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia dan bumi

sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan;

2. prinsip ekologi, pertanian organik harus didasarkan pada sisitem dan

siklus ekologi kehidupan. Bekerja, meniru dan berusaha memelihara

sistem dan siklus ekologi kehidupan;

3. prinsip keadilan, pertanian organik harus membangun hubungan yang

mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan

hidup bersama;

4. prinsip perlindungan, pertanian organik harus dikelola secara hati-hati

dan bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan

generasi sekarang dan mendatang serta lingkungan hidup.

Prinsip-prinsip tersebut mengilhami gerakan organik dengan segala

keberagamannya dan menjadi panduan bagi pengembangan posisi, program dan

standar-standar IFOAM. Selanjutnya diwujudkan dalam visi yang digunakan

diseluruh dunia.
2.3 Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pertanian Organik

Berkembangnya suatu sistem, dalam hal ini sistem budidaya, tentu

mempunyai kelebihan maupun kekurangan apabila dibandingkan dengan sistem

yang lain. Demikian pula sistem pertanian organik mempunyai kelebihan dan

kekurangan dibandingkan dengan sistem pertanian non organik (Pracaya, 2003).

1. Kelebihan

Kelebihan dari digunakannya sistem pertanian organik antara lain sebagai

berikut :

a. tidak menggunakan pupuk maupun pestisida kimia sehingga tidak

menimbulkan pencemaran lingkungan, baik pencemaran tanah, air,

maupun udara, serta produknya tidak mengandung racun;

b. tanaman organik mempunyai rasa yang lebih manis dibandingkan

tanaman non organik;

c. Produk tanaman organik lebih mahal.

2. Kekurangan

Sistem pertanian organik juga mempunyai faktor kekurangan atau

kelemahan, yaitu sebagai berikut :

a. kebutuhan tenaga kerja lebih banyak, terutama untuk pengendalian hama

dan penyakit. Umumnya, pengendalian hama dan penyakit masih

dilakukan secara manual. Apabila menggunakan pestisida alami, perlu

dibuat sendiri karena pestisida ini belum ada di pasaran;

b. penampilan fisik tanaman organik kurang bagus (misalnya berukuran lebih

kecil dan daun berlubang-lubang) dibandingkan dengan tanaman yang

dipelihara secara non organik.


2.4 Pertanian Organik di Indonesia

Pertanian organik di Indonesia dikenal pada awal tahun 1990-an. Sudah

sejak lama para leluhur kita bercocok tanam secara alami tanpa menggunakan

pupuk buatan pabrik dan pestisida kimia. Perintis pertanian organik di Indonesia

adalah Pastor Agatho Elsener. Munculnya pertanian organik di Indonesia

didorong oleh kesadaran manusia untuk mengkonsumsi produk pertanian bebas

residu pestisida dan untuk menjaga kelestarian lingkungan.

Meluasnya pertanian organik di Indonesia ditandai dengan munculnya

perkumpulan petani organik di beberapa daerah seperti Ngudi Mulyo dan

Kelompok Peduli Lingkungan (Keliling) di Klaten (Jawa Tengah), Trubus

Sempulur di Magelang (Jawa Tengah). Yayasan Bina Sarana Bakti di Bogor

(Jawa Barat), Tidusaniy di Bandung (Jawa Barat), serta Surya Antab Mandiri di

Magetan (Jawa Timur). Memang bukan hanya di Pulau Jawa saja pertanian

organik ini diterapkan, tetapi juga di luar Pulau Jawa.

Kegiatan pertanian organik di Indonesia berkembang pesat karena

dukungan banyak pihak, di antaranya ialah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)

yang peduli lingkungan dan pemerintah. Selain dukungan LSM dan pemerintah,

kegiatan pertanian organik di Indonesia berkembang pesat karena munculnya

produk saprotan organik seperti pupuk cair organik, starbio, dan pestisida alami.

Saat ini petani tidak lagi kesulitan mencari pupuk organik dan pestisida alami,

tidak seperti saat pertanian organik baru dimulai sekitar tahun 1990-an (Pracaya,

2003).
2.5 Sayuran Organik

Pada umumnya semua tanaman dapat diusahakan secara organik karena

pada mulanya tanaman tumbuh secara alami, tanpa tambahan (pemupukan) dari

luar. Hanya saja, ada tanaman yang peka terhadap hama dan penyakit sehingga

perlu pemeliharaan yang intensif. Selain itu, bila bertanam secara organik

diarahkan untuk bisnis, pemilihan jenis tanaman harus mempertimbangkan jenis

yang laku di pasaran, misalnya bawang merah, wortel, selada, cabai, dan tomat

(Pracaya, 2003).

Sayuran organik adalah salah satu produk yang dihasilkan oleh sistem

pertanian organik selain buah-buahan, daging dan telur organik. Sayuran ini

diproduksi tanpa pestisida dan pupuk dari zat kimia lain yang tujuannya untuk

menjaga kelestarian lingkungan dengan konsep kembali ke alam (back to nature).

Hasil yang didapatkan adalah sayuran yang bebas dari residu kimia, aman

dikonsumsi dan jauh lebih menyehatkan sehingga pada umumnya harga jual

sayuran organik ini lebih mahal daripada sayuran konvensional.

2.5.1 Bayam Jepang (Horenso)

Horenso (Spinacia oleraceae L.) atau yang lebih dikenal dengan sebutan

bayam jepang termasuk dalam famili Chenopodiaceae. Spesies ini kemungkinan

berasal dari Iran Utara, Afganistan dan Turkmenistan (Simonsma and Pileuk,

1994) dalam (Kartika, 2006). Horenso mulai dibudidayakan pada tahun 600 M

dengan menggunakan biji sebagai alat penyebarannya.

Horenso merupakan sayuran penting di daerah temperate. Di Asia,

horenso lebih sering dikonsumsi setelah dimasak sebentar, sedangkan di Eropa


horenso sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk makanan beku. Di Indonesia,

sentra penanaman horenso terbatas pada daerah dataran tinggi di Pulau Jawa dan

dijual atau diekspor pada pembeli yang biasanya berasal dari Jepang, Korea dan

Taiwan.

Belum ada rekomendasi kombinasi pemupukan horenso yang paling

efektif untuk menghasilkan panen yang optimal, karena horenso belum banyak

dibudidayakan dan konsumennya masih dikalangan terbatas. Petani horenso di

daerah Jawa Barat biasanya menanam dalam jumlah yang terbatas. Dosis pupuk

yang digunakan masing-masing 500 kg urea, SP 36, KCL 13.5 kg dan NPK per

hektar ditambah 10 ton pupuk kandang ayam atau kambing.

Bagian yang dipanen adalah seluruh tanaman yang sudah memiliki

delapan sampai sepuluh helai daun. Horenso dicabut beserta akarnya dan diikat

dalam satu ikatan berisi 10-15 tanaman. Potensi hasilnya mencapai 10 ton/ha di

Asia sampai 35 ton/ha di daerah Eropa dan Amerika.

2.5.2 Brokoli

Brokoli (Brassica oleraceae L. Kelompok Italica) adalah tanaman

sayuran yang termasuk dalam suku kubis-kubisan atau Brassicaceae. Dalam

klasifikasi, brokoli tergolong dalam famili Brasicae var. Botrytis L subvar

Cysoma. Brokoli berasal dari daerah Laut Tengah dan sudah sejak masa Yunani

Kuno dibudidayakan. Sayuran ini masuk ke Indonesia belum lama (sekitar 1970-

an) dan kini cukup populer sebagai bahan pangan. Brokoli merupakan tanaman

yang hidup pada cuaca dingin.


Bagian brokoli yang dimakan adalah kepala bunga berwarna hijau yang

tersusun rapat seperti cabang pohon dengan batang tebal. Sebagian besar kepala

bunga dikelilingi dedaunan. Brokoli mirip dengan kembang kol, namun brokoli

berwarna hijau sedangkan kembang kol putih.

Ketinggian tempat yang sesuai untuk tanaman ini adalah daerah yang

terletak pada ketinggian 1.000 – 2.000 m dpl. Sedangkan tekstur tanah yang

dikehendaki adalah tanah liat berpasir serta banyak mengandung bahan organik.

Curah hujan yang diinginkan berkisar antara 1.000 – 1.500 cm per tahun. Curah

hujan ini harus merata sepanjang tahun. Pada umumnya, brokoli menyukai iklim

yang dingin atau sejuk, namun ada beberapa varietas yang tahan pada iklim panas

meskipun kuntum bunganya akan membuka lebih awal dibandingkan varietas

yang ditanam di daerah beriklim sejuk (Setiawan, 1995).

2.5.3 Tomat

Tanaman tomat berasal dari daratan Amerika Latin, lebih tepatnya di

sekitar Peru, Equador. Dari daerah inilah tanaman tomat mulai menyebar ke

seluruh bagian daerah tropis Amerika. Sekarang daerah peneneman tomat ini

sudah cukup luas hampir meliputi seluruh daerah tropis.

Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) termasuk tanaman setahun

(annual) yang berarti umur tanaman ini hanya untuk satu kali periode panen.

Tanaman ini berbentuk perdu atau semak dengan panjang bisa mencapai 2 meter.

Tomat memiliki batang berwarna hijau yang cukup kuat, biasanya berbentuk

persegi empat sampai bulat. Pada permukaan batangnya ditumbuhi banyak rambut

halus terutama di bagian yang berwarna hijau.


Berdasarkan bentuk atau penampilannya, buah tomat digolongkan

menjadi beberapa macam :

a. tomat ceri

bentuk buahnya kecil-kecil, sebesar kelereng. Buahnya merah dan

rasanya cukup manis. Sekarang sering ditanam secara hidroponik. Para

ahli botani memperkirakan tomat ini merupakan ”nenek moyangnya”

jenis yang ada sekarang.

b. tomat biasa

bentuk buahnya bulat pipih dan mempunyai alur-alur yang jelas di dekat

tangkainya serta lebih lunak. Jenis tomat ini lebih cocok ditanam di

dataran rendah.

c. tomat apel

bentuk buahnya bulat, kokoh, dan agak keras seperti buah apel atau pir.

jenis ini lebih cocok ditanam di dataran tinggi.

d. tomat kentang

bentuk buahnya bulat, besar-besar, dan agak padat.

e. tomat keriting

tomat ini disebut tomat keriting karena daunnya keriting seperti

terserang penyakit virus keriting. Umumnya bentuk buahnya agak

lonjong, keras, dan memiliki kulit yang tebal sehingga tahan dalam

pengangkutan jarak jauh.

Tomat yang dibahas dalam penelitian ini yaitu tomat apel (Lycopersicum

pyriforme). Tanaman tomat dapat hidup di dataran rendah sampai dataran tinggi,

asalkan tanahnya tidak tergenang. Sifat tanah yang cocok untuk tomat adalah
tanah dengan pH 5,5 – 6,5. Tomat juga menyenangi tempat yang terbuka dan

cukup sinar matahari. Tomat diperbanyak dengan menggunakan biji. Salah satu

pendukung keberhasilan produksi tomat adalah awal dari pertumbuhannya, yaitu

biji atau benihnya (Trisnawati dan Ade, 2002).

2.5.4 Sawi Putih Jepang (Hakusai)

Sawi merupakan tanaman dengan species Brassica Juncea dengan famili

Crusiferae. Sawi bukan merupakan tanaman asli Indonesia, namun karena

Indonesia mempunyai kecocokan terhadap iklim, cuaca dan tanahnya sehingga

sawi banyak dikembangkan di Indonesia. Tanaman sawi dapat tumbuh baik di

tempat yang berhawa panas maupun berhawa dingin, sehingga dapat diusahakan

dari dataran rendah maupun dataran tinggi. Meskipun demikian pada

kenyataannya hasil yang diperoleh lebih baik di dataran tinggi.

Daerah penanaman yang cocok adalah mulai dari ketinggian 5 meter sampai

dengan 1.200 meter di atas permukaan laut, namun biasanya dibudidayakan pada

daerah yang mempunyai ketinggian 100 meter sampai 500 meter dpl.

Tanaman sawi tahan terhadap air hujan, sehingga dapat di tanam

sepanjang tahun. Pada musim kemarau yang perlu diperhatikan adalah

penyiraman secara teratur. Berhubung dalam pertumbuhannya tanaman ini

membutuhkan hawa yang sejuk. lebih cepat tumbuh apabila ditanam dalam

suasana lembab. Akan tetapi tanaman ini juga tidak senang pada air yang

menggenang. Dengan demikian, tanaman ini cocok bila di tanam pada akhir

musimpenghujan. Tanah yang cocok untuk ditanami sawi adalah tanah gembur,

banyak mengandung humus, subur, serta pembuangan airnya baik. Derajat


kemasaman (pH) tanah yang optimum untuk pertumbuhannya adalah antara pH 6

sampai pH 7.

Tanaman sawi yang dimasak sebagai pelengkap makanan pokok

memiliki banyak manfaat yang diantaranya untuk menghilangkan rasa gatal di

tenggorokan pada penderita batuk, penyembuh penyakit kepala, bahan pembersih

darah, memperbaiki fungsi ginjal, serta memperbaiki dan memperlancar

pencernaan. Sedangkan kandungan yang terdapat pada sawi adalah protein,

lemak, karbohidrat, Ca, P, Fe, Vitamin A, Vitamin B, dan Vitamin C.

Secara umum tanaman sawi biasanya mempunyai daun panjang, halus,

tidak berbulu, dan tidak memiliki krop. Petani kita hanya mengenal tiga macam

sawi yang biasa dibudidayakan, yaitu sawi putih (sawi jabung), sawi hijau, dan

sawi huma. Sekarang ini masyarakat lebih mengenal caisim alias sawi bakso.

Selain itu juga ada pula jenis sawi keriting dan sawi-sawi monumen.

Caisim alias sawi bakso ada juga yang menyebutnya sawi cina., merupakan jenis

sawi yang paling banyak dijajakan di pasar-pasar dewasa ini.

Jenis tanaman sawi yang dibahas dalam penelitian ini adalah sawi putih

(sawi jabung) atau dalam bahasa jepang disebut juga hakusai. Sawi putih (

Brassica rapa convar) biasanya dikenal sebagai sayur olahan dalam masakan

Thionghoa, oleh karena itu disebut juga sawi cina. Tanaman sawi putih disebut

juga petsai. Disebut sawi putih karena daunnya yang cenderung kuning pucat dan

tangkai daunnya putih.

Sawi putih hanya tumbuh baik pada tempat-tempat sejuk, sehingga di

Indonesia ditanam di dataran tinggi. Tanaman ini dipanen selagi masih pada tahap

vegetatif (belum berbunga). Bagian yang dipanen adalah keseluruhan bagian


tubuh yang berada di permukaan tanah. Produksinya tidak terlalu tinggi di

Indonesia. Habitus tumbuhan ini mudah dikenali yaitu memanjang, seperti silinder

dengan pangkal membulat seperti peluru, warnannya putih dan daunnya tumbuh

membentuk roset yang sangat rapat satu sama lain (Setiawan, 1995).

2.5.5 Kubis (Kol)

Tanaman kubis (Brassica oleraceae L.) merupakan jenis sayuran yang

dimanfaatkan daunnya untuk dimakan. Kubis memiliki ciri khas yaitu membentuk

krop. Pertumbuhan awal ditandai dengan pembentukan daun secara normal.

Namun semakin dewasa daun-daunnya mulai melengkung ke atas hingga akhirnya

tumbuh sangat rapat. Pada kondisi ini petani biasanya menutup krop dengan daun-

daun di bawahnya supaya warna krop makin pucat. Apabila ukuran krop telah

mencukupi maka siap kubis siap dipanen.

Warna sayuran kubis ini yang umum adalah hijau sangat pucat sehingga

disebut forma alba (putih). Namun demikian terdapat pula kubis dengan warna

hijau (forma viridis) dan ungu kemerahan (forma rubra). Dari bentuk kropnya

dikenal ada dua macam kubis, yaitu kol bulat dan kol gepeng (bulat agak pipih).

Perdagangan komoditi kubis di Indonesia membedakan dua bentuk ini.

Kubis menyukai tanah yang sarang dan tidak becek. Meskipun relatif

tahan terhadap suhu tinggi, produk kubis ditanam di daerah pegunungan (400m

dpl ke atas) di daerah tropik. Di dataran rendah, ukuran krop mengecil dan

tanaman sangat rentan terhadap ulat pemakan daun Plutella.

Kubis segar mengandung banyak vitamin (A, beberapa B, C, dan E).

Serta banyak sekali manfaat yang bisa didapat dengan mengkonsumsi kubis,
seperti kandungan vitamin C yang cukup tinggi pada kubis dapat mencegah

penyakit skorbut (sariawan akut). Mineral yang banyak dikandung oleh kubis

adalah kalium, kalsium, fosfor, natrium, dan besi. Kubis segar juga mengandung

sejumlah senyawa yang merangsang pembentukan glutation, zat yang diperlukan

untuk menonaktifkan zat beracun dalam tubuh manusia. Sebagaimana suku kubis-

kubisan lain, kubis mengandung sejumlah senyawa yang dapat merangsang

pembentukan gas dalam lambung sehingga menimbulkan rasa kembung (zat-zat

goiterogen). Daun kubis juga mengandung kelompok glukosinolat yang

menyebabkan rasa agak pahit (Pracaya, 2001).

2.5.6 Mentimun Jepang (Kyuuri)

Nama lain dari mentimun (Cucumis sativus L.) dalam bahasa Inggris:

cucumber, Jepang: kyuuri, Jawa: timun, Sunda: bonteng. Di wilayah Indonesia,

mentimun memiliki debutan yang berlainan di tiap-tiap daerah. Tanaman timun

termasuk satu keluarga (famili) dengan melon (Cucumis melo L.), waluh

(Cucurbita moschata Duch), semangka (Citrulus vulgaris Schrad) yaitu

Cucurbitaceae. Tanaman penghasil bici ini memiliki akar serabut. Bijinya terdapat

di dalam buah (Angiospermae) dan digunakan sebagai alat perkembangbiakan.

Mentimun berupa tanaman semusim (annual plant), tumbuh menjalar

hingga mencapai panjang dua meter atau bahkan lebih. Tumbuh baik di tempat

yang lembap atau tempat kering yang subur. Selain biji dan akar, bagian organ

penting lainnya adalah batang mentimun, daun, bunga, perhiasan bunga yang

terdiri dari kelopak bunga dan mahkota bunga, bakal buah, buah mentimun, dan

kulit buahnya.
Mentimun yang dibudidayakan di daerah tropik seperti Indonesia, lebih

cocok apabila menggunakan benih produksi dari Taiwan dan Jepang. Benih

mentimun produksi Taiwan dan Jepang merupakan hasil persilangan dari berbagai

jenis mentimun karena mempunyai sifat unggul. Sifat unggul memiliki

kemampuan menghasilkan buah, cita rasa buah, dan warna buah yang menarik

(Imdad dan Abdjad, 2001).

2.5.7 Kubis Daun Cina (Pakcoi)

Pakcoi (var. Chinensis) juga dikenal sebagai kubis cina. Kultivar dari

pakcoi ada yang memiliki tangkai daun berwarna hijau dan putih. Tanaman ini

banyak tersebar di Asia Tenggara seperti Taiwan, Hongkong, dan Singapura.

Sayuran ini juga cocok untuk negara-negara tropika lain dan menjadi populer.

Kubis pakcoi biasanya kurang rentan terhadap hama dibandungkan kubis

lainnya. Karena tanaman ini tumbuh cepat, pemeliharaan bedengan benih yang

bersih merupakan satu-satunya persyaratan untuk pengendalian gulma. Pakcoi

lebih banyak dibudidayakan di daerah tropika karena sesuai dengan iklim daerah

rendah tropika (Setiawan, 1995).

2.6 Penelitian Terdahulu

Rahmawati (2007), melakukan penelitian mengenai Analisis Usahatani

Sayuran Organik pada Perusahaan Benny’s Organik Garden. Berdasarkan analisis

pendapatan usahatani dapat dilihat bahwa usaha sayuran organik di lahan milik

pribadi memperoleh pendapatan perusahaan yang lebih tinggi yaitu sebesar Rp

27.000.616 jika dibandingkan dengan pendapatan yang diterima pada lahan


bermitra yaitu sebesar Rp 11.892.551. selain itu pendapatan kerja perusahaan

untuk lahan pribadi yaitu sebesar Rp 21.600.616 lebih besar dari pendapatan kerja

perusahaan di lahan bermitra yaitu sebesar Rp 9.192.551. Nilai R/C pada

usahatani dengan lahan pribadi lebih besar yaitu sebesar 1,32 dibandingkan

dengan R/C untuk lahan bermitra yaitu sebesar 1,27. Nilai R/C rasio menunjukan

bahwa nilai tersebut lebih dari satu, hal ini mengindikasikan bahwa usahatani

tersebut pada lahan pribadi maupun bermitra efisien untuk diusahakan karena

penerimaan yang didapat lebih besar dari biaya yang dikeluarkan serta usahatani

tersebut juga menguntungkan, hanya saja usahatani dengan lahan bermitra akan

lebih menguntungkan dibanding usahatani dengan lahan pribadi.

Berbeda dengan Rahmawati, penelitian mengenai Analisis Usahatani

Sayuran Organik di Perusahaan Matahari Farm Kecamatan Cisarua Kabupaten

Bogor dilakukan oleh Yanti (2007). Hasil analisis pendapatan usahatani dan

produktivitas ketiga sayuran organik adalah menguntungkan dan efisien. Nilai

pendapatan usahatani yang paling menguntungkan adalah kangkung yaitu dengan

total penerimaan Rp 6.390.000,00, sedangkan selada keriting dan bayam berturut-

turut adalah Rp 5.900.000,00 dan Rp 5.650.000,00. Dari produktivitas yang paling

efisien adalah kangkung yaitu 0,27 sedangkan bayam 0,26 dan selada keriting

0,21. Hasil analisis rasio penerimaan-biaya (R/C ratio) ketiga sayuran adalah

menguntungkan, karena nilai R/C yang dihasilkan oleh masing-masing komoditi

lebih besar dari satu. Saluran pemasaran paling banyak digunakan oleh

perusahaan adalah saluran pemasaran pertama, yaitu perusahaan  pedagang

besar/mitra  supermarket/toko  konsumen sebanyak 461,67 kg atau sebesar


57,71 persen dari hasil panen produksi usahatani ketiga sayuran organik (bayam,

kangkung dan selada keriting).

Sementara itu, Wahyuni (2007) melakukan penelitian mengenai Analisis

Cabang Usahatani Sayuran Organik di Mega Surya Organik. Hasil analisis dari

total penerimaan usahatani dan biaya imbangan penerimaan dan biaya (R/C) dari

kelima komoditas sayuran yang dianalisis, menunjukan bahwa tomat merupakan

komoditas yang memiliki total penerimaan terbesar yaitu Rp 147.900, R/C atas

biaya tunai yaitu 3,74 dan R/C atas biaya total 2,70. Urutan kedua yaitu wortel

memiliki total penerimaan sebesar Rp 100.500, R/C atas biaya tunai yaitu 3,98

dan atas biaya total 1,69. Urutan ketiga yaitu brokoli memiliki total penerimaan

sebesar Rp 90.000, R/C atas biaya tunai yaitu 3,52 dan R/C atas biaya total 1,09.

Komoditas keempat adalah caysim dengan total penerimaan sebesar Rp 81.000,

R/C atas biaya tunai yaitu 3,28 dan R/C atas biaya total 2,39. Urutan terakhir

adalah komoditas bayam hijau dengan total penerimaan sebesar Rp 65.600, R/C

atas biaya tunai yaitu 3,32 dan R/C atas biaya total 1,49. Alternatif terbaik untuk

perusahaan adalah dengan mengembangkan kelima komoditas sayuran tersebut,

karena hasil analisis menunjukkan bahwa usahatani bayam hijau, brokoli, caysim,

tomat dan wortel menguntungkan.

Penelitian yang dilakukan Mei (2006) dengan judul Analisis Pendapatan

Usahatani dan Pemasaran Sayuran Organik Yayasan Bina Sarana Bhakti memiliki

tujuan, yaitu menganalisis sistem usahatani organik dan aspek finansial usahatani

organik di YBSB, menganalisis aspek finansial usahatani non organik di tingkat

petani, menganalisis sistem pemasaran sayuran organik yang dilakukan YBSB

dibandingkan dengan sistem pemasaran sayuran non organik. Apabila dilihat dari
rasio penerimaan atas biaya tunai maupun total, usahatani sayur organik sudah

efisien. Usahatani brokoli memiliki nilai rasio R/C atas biaya tunai yang paling

besar, yaitu 2,11. Secara umum pada pemasaran sayur organik dan sayur non

organik terbentuk dua pola pemasaran. Namun jumlah lembaga yang terlibat

berbeda. Pada pemasaran sayur organik lembaga yang terlibat yaitu petani dan

pengecer, sedangkan pada sayur non organik lembaga yang terlibat adalah petani,

pedagang pengumpul dan pedagang pengecer.

2.7 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian terdahulu tidak jauh berbeda dengan penelitian yang

penulis lakukan, yaitu sama-sama mengenai analisis usahatani sayuran organik.

Analisis yang digunakan dalam usahatani tersebut yaitu analisis pendapatan dan

analisis imbangan biaya-penerimaan (R/C rasio). Tujuan yang ingin dicapai

melalui penelitian-penelitian tersebut adalah untuk mengetahui apakah kegiatan

usahatani yang dijalankan sudah menguntungkan.

Berbeda dengan penelitian Rahmawati (2007), penelitian ini dilakukan

pada lahan pribadi karena PT Anugerah Bumi Persada melakukan semua proses

budidaya di lahan pribadi dan tidak memiliki lahan bermitra. Beberapa sayuran

yang dianalisis pada penelitian ini menggunakan sistem tanam tumpangsari.

Penelitian ini tidak menganalisis sistem saluran pemasaran sayuran organik seperti

yang dilakukan oleh Yanti (2007), melainkan dengan menambah kajian mengenai

prospek pasar sayuran organik. Lokasi penelitian yang diambil pada penelitian ini

juga berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu di Kabupaten

Cianjur, Jawa Barat.


III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Konsep Usahatani

Ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari

bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan

efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu

(Soekartawi et al, 1995). Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat

mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya.

Dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran

(output) yang melebihi masukan (input). Ilmu usahatani berupaya mempelajari

tritunggal manusia petani, lahan, dan tanaman/hewan, sehingga mengungkap

aspek manusia (sosial), lahan (kimia, fisika atau teknik), tanaman/hewan (biologi

dan budidaya) perlu diketahui.

Menurut Hernanto (1989), usahatani terdiri dari adanya empat unsur

pokok yang disebut sebagai faktor-faktor produksi yaitu :

1. Tanah

Tanah mempunyai sifat-sifat khusus, diantaranya relatif langka, distribusi

penguasaannya di masyarakat tidak merata, luasnya relatif tetap, tidak dapat

dipindah-pindahkan dan dapat dipindahtangankan. Karena sifatnya yang khusus

tersebut tanah kemudian dianggap sebagai salah satu faktor produksi usahatani,

meskipun di bagian lain dapat juga berfungsi sebagai faktor atau unsur pokok

modal usahatani. Tanah yang dapat dikelola dapat diperoleh sebagai tanah milik,

sewa, sakap, pemberian negara, warisan dan wakaf.


2. Tenaga Kerja

Dalam usahatani, kita mengenal tenaga kerja manusia, ternak dan

mekanik. Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita, dan

anak-anak yang dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman,

kesehatan dan faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan. Tenaga kerja usahatani

dapat diperoleh dari dalam dan luar keluarga.

3. Modal

Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersama-

sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan

menghasilkan barang-barang baru, yaitu produksi pertanian. Dalam usahatani,

yang dimaksud dengan modal adalah tanah, bangunan-bangunan, alat-alat

pertanian, tanaman/ternak/ikan, bahan-bahan pertanian, uang tunai, dan piutang.

Berdasarkan sifatnya, modal dibedakan menjadi dua yaitu modal tetap seperti

tanah bangunan dan modal bergerak seperti pupuk, alat-alat pertanian,

tanaman,uang, dll.

4. Pengelolaan (Manajemen)

Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani menentukan,

mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasai

sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang

diharapkan. Ukuran dari pengelolaan itu adalah produktivitas dari setiap faktor

maupun produktivitas dari usahanya.


3.1.2 Pemilihan Cabang Usahatani

Dalam kegiatan usahatani biasanya dihadapkan pada beberapa pilihan

dalam menghasilkan produk. Untuk menentukan komoditas apa yang akan

diproduksi dilihat dari banyaknya permintaan pasar, dan seringkali dinilai dari

opportunity cost produksi komoditas yang akan dipilih. Dapat pula dilihat dari

penggunaan biaya berbagai cabang usahatani yang akan dipilih.

Dalam usahatani campuran dan terutama bila digunakan pola tanaman

tumpangsari, sulit sekali untuk menyatakan jumlah biaya atau sumberdaya yang

terpakai untuk menghasilkan satu komoditas. Pada dasarnya pola tanam

tumpangsari tersebut dalam satu lahan diproduksi beberapa komoditas sehingga

banyak biaya atau sumberdaya yang digunakan secara bersama-sama. Sebagai

contoh sumberdaya usahatani seperti kerja, dibagi antara berbagai komoditi dan

biasanya tidak mudah menghitung bagian biaya yang digunakan oleh cabang

usaha tertentu atau tanaman tertentu dalam pola tumpangsari (Soekartawi et al,

1995).

3.1.3 Analisis Pendapatan Usahatani

Penerimaan tunai usahatani didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima

dari penjualan produk usahatani. Pengeluaran tunai usahatani didefinisikan

sebagai jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa usahatani.

Penerimaan tunai dan pengeluaran tunai usahatani tidak mencakup yang

berbentuk benda. Jadi, nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung

sebagai penerimaan tunai usahatani. Selisih antara penerimaan tunai usahatani dan
pengeluaran tunai usahatani disebut pendapatan tunai usahatani dan merupakan

ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai.

Ukuran pendapatan yang juga mencakup nilai transaksi barang dan

perubahan nilai inventaris atau kekayaan usahatani selama kurun waktu tertentu

dapat dihitung. Pendapatan kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk

total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak

dijual. Istilah lain untuk pendapatan kotor usahatani ialah nilai produksi atau

penerimaan kotor usahatani. Dalam menaksir pendapatan kotor, semua komponen

produk yang tidak dijual harus dinilai berdasarkan harga pasar. Pendapatan kotor

usahatani dapat dikatakan pula ukuran hasil perolehan total sumber daya yang

digunakan dalam usahatani.

Cara yang tepat untuk menghitung pengeluaran usahatani adalah dengan

memisahkan pengeluaran total usahatani menjadi pengeluaran tetap dan

pengeluaran tidak tetap. Pengeluaran tidak tetap (variable cost) didefinisikan

sebagai pengeluaran yang digunakan untuk tanaman atau ternak tertentu dan

jumlahnya berubah kira-kira sebanding dengan besarnya produksi tanaman atau

ternak tersebut. Pengeluaran tetap (fixed cost) ialah pengeluaran usahatani yang

tidak bergantung kepada besarnya produksi.

Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai. Jadi,

nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau

berdasarkan kredit harus dimasukan sebagai pengeluaran. Hal yang sama berlaku

bagi produksi usahatani yang digunakan untuk bibit dan makanan ternak. Apabila

dalam usahatani itu digunakan mesin-mesin pertanian, maka harus dihitung

penyusutannya dan dianggap sebagai pengeluaran. Penyusutan ini merupakan


penurunan nilai inventaris yang disebabkan oleh pemakaian selama tahun

pembukuan.

Selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani

disebut pendapatan bersih usahatani (net farm income). Pendapatan bersih

usahatani mengukur imbalan yang diperoleh dari penggunaan faktor-faktor

produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang

diinvestasikan ke dalam usahatani. Pendapatan bersih usahatani merupakan

ukuran keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk membandingkan

penampilan beberapa usahatani (Soekartawi et al, 1995).

3.1.4 Analisis Penerimaan atas Biaya (R/C ratio)

Rasio penerimaan atas biaya adalah perbandingan antara penerimaan

dengan total biaya per usahatani (Suratiyah, 2006). Rasio penerimaan atas biaya

juga menunjukan berapa besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari setiap

rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usahatani. Rasio penerimaan atas biaya

produksi dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan

usahatani, artinya dari angka rasio penerimaan atas biaya tersebut dapat diketahui

apakah suatu usahatani menguntungkan.

3.1.5 Teori Produksi

Produksi dapat didefinisikan sebagai proses menciptakan barang atau

jasa ekonomi dengan menggunakan dua macam barang atau jasa lainnya. Hal

tersebut menjelaskan bahwa untuk menciptakan suatu komoditi tertentu

dibutuhkan dua atau lebih faktor produksi (input). Tidak ada suatu barang yang
diproduksikan dengan menggunakan satu faktor produksi dalam memproduksi

usahatani. Untuk menghasilkan produk-produk pertanian biasanya dibutuhkan

faktor produksi berupa bibit, pupuk, mesin pertanian, dan lain-lain.

Fungsi produksi adalah hubungan teknis antara input dan output, yang

ditandai jumlah output maksimal yang dapat diproduksikan dengan satu set

kombinasi input tertentu. Pada keadaan tertentu, pengetahuan dan teknologi

diasumsikan sebagai input spesifik atau dapat diidentifikasikan. Hubungan antara

input yang digunakan dalam proses produksi dengan kuantitas output yang

dihasilkan dinamakan fungsi produksi.

Produk fisik total dapat didefinisikan sebagai jumlah output maksimum

yang dapat diproduksikan oleh kombinasi input tetap dan input variabel tertentu.

Input tetap merupakan faktor produksi yang tidak berubah jumlahnya walaupun

tingkat output yang dihasilkan berubah. Input variabel adalah faktor produksi

yang berubah sejalan dengan adanya perubahan tingkat output yang dihasilkan.

Produk fisik total berubah secara langsung dengan penambahan input variabel,

tetapi biasanya dalam jumlah yang tidak proporsional. Hubungan spesifik antara

input dengan output ini sangat penting. Menurut Doll dan Orazem (1984), fungsi

produksi dengan satu input variabel dapat ditulis sebagai berikut :

Y = {X1|X2, X3, ……, Xn}

Keterangan :

Y : Produk fisik total


X1 : Satu atau sekelompok input variabel
X2 : Input tetap pertama misalnya lahan
Xn : Input tetap yang tidak dapat diidentifikasi atau input yang diasumsikan
tetap seperti alam, curah hujan, tingkat kesuburan tanah dan lain-lain.
Untuk melihat respon kuantitas output terhadap kenaikan seluruh input

secara bersamaan maka dapat dilihat dari skala hasil (return to scale). Menurut

Nicholson (2002) skala hasil merupakan suatu keadaan dimana output meningkat

sebagai respon adanya kenaikan yang proporsional dari seluruh input. Sebuah

fungsi produksi dikatakan menunjukan skala hasil konstan (constant return to

scale) jika peningkatan seluruh input sebanyak dua kali lipat berakibat pada

peningkatan output sebanyak dua kali lipat pula. Jika penggandaan seluruh input

menghasilkan output yang kurang dari dua kali lipatnya, maka fungsi produksi

tersebut dikatakan menunjukan skala hasil menurun (decreasing return to scale).

Jika penggandaan seluruh input menghasilkan output lebih dari dua kali lipatnya,

maka fungsi produksi mengalami skala hasil meningkat (increasing return to

scale). Pada penelitian ini, karena digunakan perhitungan per 14 m² (satu

bedeng), maka asumsi yang digunakan adalah skala hasil konstan (constant return

to scale).

3.1.6 Konsep Pasar

Secara tradisional, pasar adalah tempat fisik dimana para pembeli dan

penjual berkumpul untuk mempertukarkan barang. Pasar juga digambarkan

sebagai kumpulan pembeli dan penjual yang melakukan transaksi atas produk atau

kelompok produk tertentu. Sejumlah segmen pasar dapat diidentifikasi dengan

mengamati perbedaan demografis, psikografis, dan perilaku para pembeli. Untuk

masing-masing pasar sasaran yang terpilih, perusahaan membuat tawaran pasar.

Tawaran itu diposisikan di pikiran para pembeli sasaran sebagai sesuatu yang

memberikan beberapa manfaat penting tertentu (Kotler, 2003).


3.1.7 Konsep Permintaan

Permintaan adalah keinginan konsumen akan produk tertentu yang

didukung oleh kemampuan untuk membeli (Kotler, 2003). Jumlah komoditi total

yang ingin dibeli oleh semua rumahtangga disebut jumlah yang diminta (quantity

demanded) untuk komoditi tersebut. Banyaknya komoditi yang akan dibeli semua

rumahtangga pada periode waktu tertentu, dipengaruhi oleh variabel penting

berikut (Lipsey et al, 1995) :

1. harga komoditi itu sendiri;

2. rata-rata penghasilan rumahtangga;

3. harga komoditi yang berkaitan;

4. selera;

5. distribusi pendapatan di antara rumahtangga;

6. besarnya populasi.

Teori pilihan merupakan hubungan timbal balik antara preferensi

(pilihan) dan berbagai kendala yang menyebabkan seseorang menentukan pilihan-

pilihannya. Para ekonom merumuskan model preferensi individu degan

menggunakan konsep utilitas/kepuasan (utility), yang didefinisikan sebagai

kepuasan yang diterima seseorang akibat aktivitas yang dilakukannya.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Tren pola hidup sehat dan kembali ke alam (back to nature) saat ini

banyak diminati oleh masyarakat, terutama masyarakat yang mempunyai tingkat

peduli kesehatan yang tinggi. Berbagai cara pun dilakukan dalam memenuhi

kebutuhan makanan yang sehat, bersih dan bebas residu kimia. Bahan pangan
organik menjadi pilihan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. Mereka

percaya bahwa produk-produk organik memiliki keunggulan dalam nutrisi

dibandingkan dengan produk non organik.

Pertanian organik sudah banyak diterapkan di Indonesia. Sistem

usahatani organik tersebut dilakukan atas kesadaran akan pentingnya kelestarian

lingkungan jangka panjang karena sifatnya yang ramah lingkungan dan bebas dari

penggunaan pestisida kimia maupun pupuk buatan pabrik. Usahatani organik

merupakan sistem pertanian yang padat karya dengan bergantung pada ketekunan

tenaga manusianya. Selain itu, biaya produksi dalam menghasilkan bahan pangan

organik sangat mahal, sehingga harga jualnya di pasaran pun akan jauh lebih

tinggi beberapa kali lipat dibandingkan bahan pangan non organik.

PT Anugerah Bumi Persada (PT ABP) merupakan salah satu produsen

bahan pangan organik yang saat ini telah banyak jumlahnya tersebar di seluruh

Indonesia. Produk yang dihasilkan perusahaan ini adalah berbagai jenis sayuran

organik yang jumlahnya kurang lebih hingga 20 jenis. Lima jenis sayuran yang

memiliki permintaan tertinggi di PT ABP yaitu bayam jepang (horenso), tomat,

brokoli, sawi putih (hakusai), dan kubis (kol).

Dalam budidaya sayuran organik pada PT ABP umumnya sama seperti

budidaya pertanian lain yang banyak menghadapi resiko, terutama resiko cuaca

dan gangguan hama. Hal ini dapat mempengaruhi besar kecilnya hasil produksi

sayuran organik yang diusahakan, sehingga seringkali perusahaan belum mampu

memenuhi permintaan konsumen terhadap sayuran organik. Fenomena ini

membuat PT ABP berkeinginan untuk meningkatkan hasil sayuran organik

dengan alternatif memperluas lahan budidaya. Selain bertujuan meningkatkan


hasil sayuran untuk memenuhi permintaan konsumen, tentu saja perusahaan juga

mengharapkan dapat meningkatkan keuntungan yang akan didapat dari usaha

sayuran organik tersebut. Selama ini perusahaan belum melakukan perhitungan

ekonomi secara rinci terkait dengan pembukuan usahatani sayuran organik,

sehingga perusahaan belum dapat menilai keuntungan dari masing-masing

sayuran organik tersebut.

Dalam menentukan keputusan untuk mendukung perluasan usaha, maka

diperlukan adanya penilaian analisis usahatani terhadap beberapa komoditas

sayuran organik. Selain itu, salah satu hal penting yang harus diperhatikan dalam

pengambilan keputusan perluasan usaha untuk meningkatkan keuntungan

perusahaan, adalah prospek pasar dari beberapa komoditas sayuran organik yang

dihasilkan. Prospek pasar yang dikaji dapat dilihat dari sisi permintaan konsumen,

jumlah penjualan maupun pendapatan usahatani yang diperoleh perusahaan. Hal

tersebut diperlukan juga sebagai bahan evaluasi bagi PT ABP. Berdasarkan uraian

di atas, maka dapat dibuat alur kerangka pemikiran seperti pada Gambar 1.
PT Anugerah Bumi Persada Sebagai Salah Satu
Produsen Sayuran Organik

Adanya Gap Antara Tingginya Permintaan Sayuran Organik


(bayam jepang, tomat, brokoli, sawi, kol) dengan Jumlah Produksi

Menilai dan Meningkatkan Keuntungan Perusahaan

Analisis Usahatani Kajian Prospek


Pasar Sayuran
Organik

Pendapatan Usahatani : Analisis Penerimaan dan


• Pendapatan Tunai Biaya :
• Pendapatan Total • R/C Tunai
• R/C Total

Pendapatan dan R/C


Ratio Usahatani

Peningkatan Keuntungan
PT Anugerah Bumi Persada

Gambar 1. Bagan Kerangka Operasional


IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT Anugerah Bumi Persada yang berlokasi

di Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur. Penentuan lokasi penelitian

dilakukan secara sengaja (purpossive) dengan pertimbangan bahwa perusahaan ini

salah satu produsen sayuran organik. Waktu pengambilan data penelitian

dilakukan pada bulan Maret hingga April 2008.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan pihak

manajemen dan para staf PT Anugerah Bumi Persada. Data sekunder diperoleh

dari perusahaan dan instansi yang berkaitan dengan penelitian, yaitu Departemen

Pertanian bidang Biofarmaka dan Hortikultura, Badan Pusat Statistik, bahan

pustaka lain seperti internet, hasil-hasil penelitian terdahulu serta berbagai

literatur.

4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif

disajikan dalam bentuk deskriptif untuk mengetahui gambaran tentang usahatani

sayuran organik dan prospeknya. Analisis kuantitatif dilakukan dengan

mengunakan analisis pendapatan dan analisis R/C ratio. Data kuantitatif dihimpun

melalui wawancara serta pengamatan langsung di lapang. Analisis pendapatan


diolah dengan bantuan software Microsoft Excel 2003. Hasil pengolahan data

disajikan dalam bentuk tabulasi.

4.3.1 Analisis Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara jumlah penerimaan produk

dengan seluruh biaya yang digunakan dalam proses budidaya. Pendapatan

usahatani dapat dinyatakan dengan perhitungan :

π = TR – TC, dengan TR = P x Q

Keterangan :

π = Pendapatan Usahatani (Rp)

TR (total revenue) = Penerimaan Total Usahatani (Rp)

TC (total cost) = Biaya Produksi Total (Rp)

P (price) = Harga Jual Produk per unit (Rp/kg)

Q (quantity) = Jumlah Produksi (kg)

Pendapatan usahatani dapat dibedakan menjadi pendapatan atas biaya

tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari

selisih antara pendapatan usahatani dengan jumlah biaya tunai yang dikeluarkan.

Sedangkan pendapatan atas biaya total diperoleh dari selisih antara pendapatan

usahatani dengan jumlah biaya total yang dikeluarkan dalam usahatani.

Penerimaan total adalah nilai total dari produk yang didapat dari kegiatan

usahatani pada periode waktu tertentu. Biaya tunai merupakan biaya atau beban

yang dikeluarkan secara tunai, sedangkan biaya tidak tunai meliputi biaya

penyusutan dan biaya pembuatan kompos secara swadaya.


Dalam menghitung pendapatan usahatani terutama untuk sayuran

organik yang ditanam secara tumpangsari, digunakan pembagian persentase. Hal

ini dilakukan karena adanya biaya bersama (joint cost) yang digunakan oleh kedua

sayuran dan sulit untuk dipisahkan. Perhitungan dilakukan dengan membagi

persentase untuk tanaman utama sebesar 75 persen. Hal ini dilihat dari masa

periode tanam sayuran utama yang dua kali lipat lebih lama dari masa periode

tanam sayuran pendampingnya. Saat awal penanaman, kedua sayuran ditanam

secara berdampingan hingga tanaman sayuran pendamping kemudian di panen

terlebih dahulu. Setelah sayuran pendamping di panen, maka sayuran utama

menempati bedengan sendiri hingga masa panennya. Hal ini menjadi dasar

pembagian persentase tanaman sayuran utama sebesar 75 persen.

4.3.2 Analisis Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C Ratio)

Analisis rasio penerimaan atas biaya (R/C ratio) merupakan salah satu

cara untuk mengetahui perbandingan antara penerimaan dan biaya yang

dikeluarkan. Rasio penerimaan atas biaya mencerminkan seberapa besar

pendapatan yang diperoleh setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan dalam

usahatani. Analisis ini dibedakan menjadi dua, yaitu R/C rasio terhadap biaya

tunai dan R/C rasio terhadap biaya total dengan perhitungan seperti :

R/C rasio atas biaya tunai = penerimaan total


biaya tunai
R/C rasio atas biaya total = penerimaan total
biaya total

Sementara itu, dalam mengukur tingkat keuntungan usahatani maka

terdapat kriteria penilaian dari hasil perhitungan R/C rasio tersebut, yaitu :
• Apabila nilai R/C > 1, maka usahatani tersebut dikatakan menguntungkan

karena setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan

penerimaan lebih besar dari satu rupiah.

• Apabila nilai R/C = 1, maka usahatani tersebut dikatakan impas karena setiap

satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar

satu rupiah juga.

• Apabila nilai R/C < 1, maka usahatani tersebut dikatakan tidak

menguntungkan karena setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan

menghasilkan penerimaan lebih kecil dari satu rupiah.

4.3.3 Metode Penyusutan

Penilaian alat-alat dan bangunan yang mempunyai daya tahan lama,

biasanya dilakukan dengan menghitung penyusutannya. Menurut Hernanto (1989)

ada beberapa metode dalam menghitung penyusutan yang dapat dipakai, yaitu

metode garis lurus (straight line method), double declining balance method, dan

sum of year digit method. Sebagian besar perusahaan menggunakan metode garis

lurus dalam pelaporan keuangan pada pihak pemegang saham atau pemilik

(Horngren, 1993). Dalam analisis ini digunakan metode garis lurus dengan

perhitungan :

NB − NS
Penyusutan =
UE

Dengan

NB : Nilai Beli Alat dan Bangunan


NS : Tafsiran Nilai Sisa Alat dan Bangunan
UE : Umur Ekonomis
4.3.4 Kajian Kelangsungan Usaha dan Prospek Pasar

Untuk menilai kelangsungan usaha PT Anugerah Bumi Persada dilihat

dari berbagai aspek yaitu aspek teknis, aspek ekologi, dan aspek sosial. Aspek

teknis melihat bagaimana faktor alam di perusahaan dalam mendukung budidaya

sayuran organik. Aspek ekologi melihat dampak dari budidaya sayuran organik

terhadap lingkungan sekitar, sedangkan aspek sosial melihat manfaat yang

diberikan terhadap masyarakat sekitar dengan terbukanya kesempatan kerja.

Prospek pasar dikaji secara kualitatif untuk melihat sayuran mana yang

lebih prospektif untuk dikembangkan. Dalam hal ini dilakukan perbandingan

antara jumlah permintaan dan penjualan sayuran organik yang dihasilkan

perusahaan.
V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Perusahaan Anugerah Bumi Persada terletak di Desa Galudra,

Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat yang berada ± 6 km dari

Ibu Kota Kecamatan. Jarak tempuh desa ke Ibu Kota Kabupaten yaitu ± 13 km

dan luas seluruh desa adalah sebesar 373,40 hektar dengan pemanfaatan terbesar

digunakan untuk ladang/tegalan yaitu sebesar 134 hektar.

Desa ini terletak di dataran tinggi dengan ketinggian tempat mencapai 700 – 1200

m dpl serta terletak di kaki Gunung Gede, sehingga bentang wilayahnya berupa

lereng-lereng. Secara umum, daerah ini memiliki suhu rata-rata harian 18 – 30º C.

Potensi pengembangan untuk sayuran sangat besar, komoditi yang banyak

dibudidayakan pada daerah ini adalah cabai, tomat, wortel, buncis, dan bawang

daun. Padi sawah dan padi ladang juga dapat ditanam di Desa Galudra, tetapi

khusus untuk daerah yang masih terletak di bagian bawah desa.

5.2 Sejarah Singkat Perusahaan

PT Anugerah Bumi Persada adalah salah satu produsen sayuran organik

yang telah berdiri selama delapan tahun, yaitu pada tahun 2000. Perusahaan ini

didirikan oleh Bapak H. Rustam yang pada saat itu hanya sekedar ingin

menyalurkan hobinya untuk mencoba menanam sayuran. Dengan didampingi oleh

seorang konsultan dari Institut Pertanian Bogor selama enam bulan, perusahaan

ini mulai menyuplai sejumlah sayuran organik dengan merek “RR-Organik”,

walaupun pada saat itu jumlahnya masih terbatas. Lokasi dari perusahaan ini yaitu
terletak di Desa Galudra, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat,

dan memiliki lahan pertanian seluas 22000 m² dengan status lahan milik pribadi.

Didasari oleh adanya kepedulian yang tinggi akan kesehatan dan untuk

mengurangi pencemaran pestisida yang sudah terlalu banyak mempengaruhi

masyarakat, maka perusahaan ini pun mengambil slogan back to nature dengan

menghasilkan sayuran-sayuran organik yang bebas pestisida. PT Anugerah Bumi

Persada mempunyai visi yaitu menciptakan kesehatan semua lapisan masyarakat

dan lingkungan yang bebas residu bahan-bahan kimia. Untuk menunjang visi

tersebut maka perusahaan mempunyai misi yaitu jujur dan tekun dalam

melakukan produksi sayuran organik.

Sayuran yang dibudidayakan oleh PT Anugerah Bumi Persada dapat

mencapai lebih dari 20 jenis, yang sebagian besar merupakan sayuran organik

jepang. Sayuran organik yang diproduksi diantaranya adalah bayam jepang

(horenso), tomat apel, brokoli,sawi putih (hakusai), kubis, kailan, wortel. Dalam

melakukan budidaya sayuran organik, perusahaan menerapkan sistem tanam

tumpang sari dan tumpangsari untuk meminimalisasi serangan hama sejenis pada

tanaman. Tumpangsari atau intercroping adalah sistem bercocok tanam dengan

menanam dua atau lebih jenis tanaman yang lain secara bersama-sama. Cara

bertanamnya dengan membentuk barisan-barisan lurus untuk tanaman yang

ditanam secara berselang-seling pada satu bidang tanah (Pracaya, 2001).


5.3 Struktur Organisasi Perusahaan

Bentuk badan usaha perusahaan adalah Perseroan Terbatas (PT) dengan

pemegang saham tertinggi yaitu komisaris utama, kemudian membawahi direktur

utama. Perusahaan memiliki struktur organisasi yang sangat sederhana pula,

namun dengan adanya struktur organisasi tersebut maka pembagian tugas,

wewenang dan tanggungjawab menjadi jelas dan terarah. Struktur organisasi PT

Anugerah Bumi Persada dapat dilihat pada Gambar 2.

Komisaris Utama

Direktur Utama

Divisi Budidaya Divisi Pekerjaan Divisi Pemasaran


Umum

Pekerja Harian

Gambar 2. Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi perusahaan tertinggi dipegang oleh komisaris

perusahaan yaitu Bapak Rustam Efendi sebagai penanam modal utama dan

direktur utama. Sebagai penanam modal kedua sekaligus direktur manajemen

perusahaan yang dipegang oleh Bapak Firmansyah Rustam. Dalam menjalankan

perusahaan, direktur utama dibantu oleh beberapa staf divisi diantaranya divisi

produksi, pemasaran, dan pekerjaan umum. Selanjutnya, divisi dengan tugasnya

masing-masing dibantu oleh para pekerja harian.


Dalam pembagian tugas, wewenang dan tanggungjawab, divisi

budidaya, divisi pekerjaan umum, dan pemasaran saling menopang satu sama lain

dengan dibantu oleh para pekerja harian. Divisi budidaya mempunyai

tanggungjawab terhadap keseluruhan proses budidaya, mulai dari pengadaan input

hingga panen dan pasca panen. Sementara itu, divisi pekerjaan umum

bertanggungjawab atas seluruh kegiatan yang meliputi perbaikan alat-alat

produksi seperti green house, media persemaian, instalasi air, dan sebagainya.

Sedangkan divsi pemasaran memiliki tanggungjawab penuh terhadap kepentingan

distribusi sayuran kepada konsumen. Kegiatan divisi pemasaran mulai dari

pengumpulan informasi hingga promosi produk sayuran organik kepada

konsumen. Para pekerja harian juga turut memberikan kontribusinya yang besar

dalam melaksanakan tugasnya masing-masing terutama dalam proses budidaya.

5.4 Keragaan Subsistem Usahatani

Sayuran organik yang diproduksi oleh PT Anugerah Bumi Persada

sangat beragam. Saat ini jumlahnya dapat mencapai 20 macam sayuran, yang

sebagian besar merupakan sayuran jepang organik. Perusahaan menyuplai

produknya ke supermarket-supermarket di Jakarta bahkan langsung ke tangan

konsumen akhir. Selera konsumen terhadap berbagai macam jenis sayuran

organik berbeda. Fenomena ini menyebabkan tingkat permintaan konsumen yang

berbeda pula terhadap masing-masing komoditas sayuran yang diproduksi oleh

perusahaan. Permintaan konsumen yang tinggi terhadap komoditas sayuran

tertentu, menyebabkan masing-masing komoditas sayuran memberikan share


keuntungan yang berbeda pada perusahaan. Macam-macam sayuran organik dan

permintaannya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Daftar Jenis Sayuran Organik dan Permintaannya Bulan Maret


2008
No Jenis sayuran Permintaan (Kg)
1 Horenso (bayam jepang) 500
2 Tomat 500
3 Brokoli 400
4 Hakusai (sawi putih) 300
5 Kubis (kol) 250
6 Wortel 200
7 Komatsuna (sawi hijau) 120
8 Pakcoi 120
9 Kyuuri (mentimun jepang) 150
10 Daun Selada 200
11 Negi (bawang jepang) 120
12 Daikon (lobak putih jepang) 100
13 Baby Buncis 50
14 Tomat Cherry 60
15 Kabocha (pumpkin) 70
16 Asparagus 50
17 Kokabu 50
18 Nira (kucai) 50
19 Cabe Rawit/Keriting 25
20 Kangkung 100
Sumber : PT Anugerah Bumi Persada, 2008

Dari informasi yang terdapat dalam Tabel 5, dapat diketahui bahwa

komoditas sayuran yang memiliki permintaan tertinggi adalah bayam jepang

(horenso) dan tomat yaitu 500 kg. Komoditas sayuran organik selanjutnya yang

memiliki permintaan tertinggi diikuti oleh brokoli, sawi putih (hakusai), dan kubis

(kol) dengan jumlah permintaan masing-masing adalah 400 kg, 300 kg, dan 250

kg. Kelima komoditas tersebut merupakan sayuran organik yang menjadi andalan

PT Anugerah Bumi Persada karena dapat dipastikan mampu memberikan

kontribusi yang cukup besar pada perusahaan.


5.4.1 Subsistem Usahatani Bayam Jepang (Horenso) Organik

Kegiatan budidaya komoditi bayam diantaranya terdiri dari kegiatan

persiapan lahan, pembibitan, penanaman pada bedeng, pemeliharaan (penyiraman,

penyulaman, penyiangan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit), panen,

dan pasca panen.

Persiapan Lahan

Persiapan lahan sebelum penanaman diperlukan untuk menggemburkan

tanah, memperbaiki aerasi dan drainase tanah, mengendalikan gulma serta

menambah unsur tanah untuk mencapai tujuan tersebut. Pengolahan tanah pada

umumnya diperlukan bila kepadatan, kekuatan agregat dan aerasi tanah tidak

dapat mendukung penyediaan air dan perkembangan akar tanaman. Kegiatan yang

dilakukan dalam persiapan lahan yaitu pembukaan lahan, pemupukan, kemudian

membuat bedengan dengan luas 14 m² dan jarak antar bedeng 30 cm.

Pembibitan

Pembibitan dilakukan dengan menyemai benih bayam jepang terlebih

dahulu. Kegiatan yang dilakukan yaitu dengan merendam benih di dalam air yang

memiliki suhu ± 40º C atau biasa dikatakan air dengan suhu hangat kuku.

Kemudian benih yang direndam dalam air tersebut didiamkan selama sehari

semalam hingga mengeluarkan kecambahnya. Setelah muncul kecambah, benih

yang ada sudah dapat disemai di media persemaian yang tersedia.


Penanaman

Setelah satu minggu dari waktu persemaian, benih yang telah menjadi bibit

dapat dipindahkan untuk ditanam di lapang atau bedengan. Penanaman dimulai

dengan pembuatan lubang tanam dengan jarak antar tanaman yaitu 15 cm.

Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dilakukan terhadap tanaman bayam jepang adalah

penyiraman, penyulaman, penyiangan, pemupukan, pengendalian hama dan

penyakit. Penyiraman dilakukan setiap hari secara teratur pagi dan sore pada

musim kemarau. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan ember dan gayung

yang dimulai dari awal tanaman dipindahkan ke bedengan. Penyulaman dilakukan

apabila terdapat bibit yang mati setelah ditanam, sehingga memerlukan beberapa

cadangan bibit untuk ditanam kembali. Penyiangan dilakukan apabila di sekitar

tanaman mulai tumbuh rumput liar yang mengganggu pertumbuhan tanaman

tersebut. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan cara manual, yaitu

dengan menyingkirkan hama tersebut dengan tangan dilengkapi alat bantu.

Pengambilan hama secara langsung dilakukan satu kali dalam satu minggu.

Panen dan Pasca Panen

Bayam jepang organik memiliki waktu tanam selama ± 35 – 40 hari,

sehingga setelah itu tanaman dapat langsung dipanen. Biasanya panen dilakukan

dua kali dalam satu minggu yaitu hari senin dan jumat. Setelah tanaman dipanen

dari bedengan, kemudian di angkut ke ruang pengemasan untuk kemudian dicuci

dan dirompes. Setelah tanaman bayam jepang selesai dirompes, maka langkah

selanjutnya sayuran siap dikemas. Dalam satu plastik kemasan terdapat 250 gram

tanaman bayam jepang yang sebelumnya ditimbang terlebih dahulu.


5.4.2 Subsistem Usahatani Tomat Organik

Kegiatan budidaya komoditi tomat diantaranya terdiri dari kegiatan

persiapan lahan, pembibitan, penanaman pada bedeng, pemeliharaan (penyiraman,

penyulaman, penyiangan, pengikatan tanaman dengan benang, pemupukan,

pengendalian hama dan penyakit), panen, dan pasca panen.

Persiapan Lahan

Tanah atau lahan yang akan dipersiapkan untuk penanaman harus diolah

dengan sebaik-baiknya. Persiapan lahan sebelum penanaman diperlukan untuk

menggemburkan tanah, memperbaiki aerasi dan drainase tanah, mengendalikan

gulma serta menambah unsur tanah untuk mencapai tujuan tersebut. Pengolahan

tanah pada umumnya diperlukan bila kepadatan, kekuatan agregat dan aerasi

tanah tidak dapat mendukung penyediaan air dan perkembangan akar tanaman.

Pengolahan tanah ini dilakukan dengan mencangkul dalam-dalam, mengingat akar

tomat yang mampu menembus masuk ke dalam tanah hingga mendalam. Kegiatan

yang dilakukan dalam persiapan lahan yaitu pembukaan lahan, pemupukan,

kemudian membuat bedengan dengan luas 14 m² dan jarak antar bedeng 30 cm.

Dalam satu bedeng, dibuat lubang tanam dengan luas lubang ± 15 – 20 cm² dan

jarak tanam antar tanaman yaitu 50 cm.

Pembibitan

Pembibitan dilakukan dengan menyemai benih tomat terlebih dahulu.

Benih yang ada disemai di media persemaian yang tersedia. Untuk tanaman tomat,

benih yang sudah mengeluarkan kecambah ditanam menggunakan media polybag

yang sudah berisi tanah dengan campuran unsur hara.


Penanaman

Setelah sekitar 4 minggu dari waktu persemaian, benih yang telah menjadi

bibit dapat dipindahkan untuk ditanam di lapang atau bedengan. Penanaman

dimulai dengan pembuatan lubang tanam dengan jarak antar tanaman yaitu 50 cm.

Bibit yang sudah siap tanam dipindahkan dari media polybag ke lahan bedengan

yang telah disiapkan untuk kemudian ditanam. Waktu penanaman yang baik

biasanya pada saat pagi hari.

Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dilakukan terhadap tanaman tomat adalah penyiraman,

penyulaman, penyiangan, pengikatan dengan benang, pemupukan, pengendalian

hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan setiap hari secara teratur pagi dan sore

pada musim kemarau. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan ember dan

gayung yang sudah dimulai pada saat pembibitan tanaman di media polybag.

Penyulaman dilakukan apabila terdapat bibit yang mati setelah ditanam, sehingga

memerlukan beberapa cadangan bibit untuk ditanam kembali. Penyulaman

biasanya dilakukan pada hari-hari setelah tanaman dipindahkan ke bedengan.

Penyiangan dilakukan apabila di sekitar tanaman mulai tumbuh rumput liar yang

mengganggu pertumbuhan tanaman tersebut. Pengikatan tanaman dengan benang

dilakukan setelah tanaman tomat berumur sekitar 3 – 4 minggu. Tujuan dari

pengikatan tanaman dengan benang tersebut yaitu agar tanaman tomat tumbuh

dengan kokoh dan tidak roboh. Benang diikatkan pada kawat yang dipasang

disepanjang tanaman tomat, kemudian dililitkan secara melingkar ke seluruh

bagian tanaman tomat, agar tanaman terangsang untuk tumbuh ke atas dan bukan

kesamping. Pemupukan dilakukan sebanyak 3 kali setelah tanam. Pengendalian


hama dan penyakit dilakukan dengan cara manual, yaitu dengan menyingkirkan

hama tersebut dengan tangan dilengkapi alat bantu. Pengambilan hama secara

langsung dilakukan satu kali dalam satu minggu.

Panen dan Pasca Panen

Tomat organik memiliki waktu tanam selama ± 3 bulan atau lebih tepatnya

90 hari. Setelah 90 – 100 hari, buah tomat yang sudah masak dengan warna

kemerahan dapat dipanen. Setelah tanaman dipanen dari bedengan, kemudian di

angkut ke ruang pengemasan untuk kemudian dikemas. Buah tomat yang sudah di

angkut, dikemas dalam satu kemasan yang menggunakan sterofoam dan plastik

wrapping dengan dilengkapi sticker merek dagang RR Organik. Dalam satu

plastik kemasan terdapat 300 gram berat bersih buah tomat yang sebelumnya

ditimbang terlebih dahulu.

5.4.3 Subsistem Usahatani Brokoli Organik

Kegiatan budidaya komoditi brokoli yang ditanam bersamaan dengan

komoditi pakcoi organik diantaranya terdiri dari kegiatan persiapan lahan,

pembibitan, penanaman pada bedeng, pemeliharaan (penyiraman, penyulaman,

penyiangan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit), panen, dan pasca

panen masing-masing tanaman.

Persiapan Lahan

Persiapan lahan sebelum penanaman diperlukan untuk menggemburkan

tanah, memperbaiki aerasi dan drainase tanah, mengendalikan gulma serta

menambah unsur tanah untuk mencapai tujuan tersebut. Pengolahan tanah pada

umumnya diperlukan bila kepadatan, kekuatan agregat dan aerasi tanah tidak
dapat mendukung penyediaan air dan perkembangan akar tanaman. Kegiatan yang

dilakukan dalam persiapan lahan yaitu pembukaan lahan, pemupukan, kemudian

membuat bedengan dengan luas 14 m² dan jarak antar bedeng 30 cm. Dalam satu

bedeng, dibuat lubang tanam dengan jarak tanam antar tanaman brokoli yaitu 60

cm serta jarak antar tanaman pakcoi yaitu ± 30 cm. Setiap luas tanam satu m²

terdapat 6 tanaman brokoli sedangkan tanaman pakcoi sebanyak 40 tanaman.

Pembibitan

Pembibitan dilakukan dengan menyemai benih brokoli dan pakcoi terlebih

dahulu. Setelah muncul kecambah, benih yang ada dapat disemai di media

persemaian yang tersedia. Untuk tanaman brokoli dan pakcoi, benih yang sudah

mengeluarkan kecambah ditanam pada media persemaian yang sudah berisi tanah

dengan campuran unsur hara.

Penanaman

Setelah sekitar 2 minggu dari waktu persemaian untuk tanaman brokoli

dan satu minggu setelah disemai untuk tanaman pakcoi, benih yang telah menjadi

bibit dapat dipindahkan untuk ditanam di lapang atau bedengan. Penanaman

dimulai dengan tanaman brokoli terlebih dahulu. Bibit brokoli yang sudah siap

tanam dipindahkan dari media persemaian ke lahan bedengan yang telah

disiapkan untuk kemudian ditanam.

Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dilakukan terhadap tanaman brokoli dan pakcoi adalah

penyiraman, penyulaman, penyiangan, pemupukan, pengendalian hama dan

penyakit. Penyiraman dilakukan setiap hari secara teratur pagi dan sore pada

musim kemarau. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan ember dan gayung


yang sudah dimulai pada saat pembibitan tanaman di media persemaian.

Penyulaman dilakukan apabila terdapat bibit yang mati setelah ditanam, sehingga

memerlukan beberapa cadangan bibit untuk ditanam kembali. Penyulaman

biasanya dilakukan pada hari-hari setelah tanaman dipindahkan ke bedengan.

Penyiangan untuk tanaman brokoli sudah mulai dilakukan pada saat pertumbuhan

bibit di media persemaian. Biasanya setelah bibit mulai tumbuh, banyak

kotiledon-kotiledon tanaman yang tidak sehat karena terserang penyakit karat.

Oleh karena itu, dilakukan perompesan pada kotiledon-kotiledon tersebut pada

setiap tanaman brokoli. Penyiangan juga dilakukan apabila di sekitar tanaman

brokoli maupun pakcoi mulai tumbuh rumput liar yang mengganggu pertumbuhan

tanaman tersebut. Pemupukan dilakukan sebanyak dua kali setelah tanam.

Pemupukan pertama dilakukan setelah tanaman pakcoi ditanam di bedengan

bersandingan dengan tanaman brokoli. Pemupukan kedua dilakukan hanya untuk

tanaman brokoli saja, sehingga pemupukan dilakukan pada saat tanaman pakcoi

telah dipanen. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan cara manual,

yaitu dengan menyingkirkan hama tersebut dengan tangan dilengkapi alat bantu.

Pengambilan hama secara langsung dilakukan satu kali dalam satu minggu.

Panen dan Pasca Panen

Brokoli organik memiliki waktu tanam selama ± 3 bulan atau lebih

tepatnya 90 – 100 hari. Sedangkan tanaman pakcoi memiliki waktu tanam hingga

panen selama 40 hari. Setelah 40 – 50 hari, tanaman pakcoi dengan daun yang

sudah menua dan hampir berwarna hijau tua sudah dapat dipanen. Sementara itu,

tanaman brokoli masih membutuhkan waktu untuk dapat dipanen. Brokoli dapat

dipanen apabila tanaman tersebut sudah memiliki bunga brokoli yang sudah
mengembang sekitar 60 persen atau apabila tinggi tanaman dari ujung pangkal

batang hingga bunga brokoli mencapai satu jengkal orang dewasa. Biasanya

panen dilakukan dua kali dalam satu minggu yaitu hari senin dan jumat. Setelah

tanaman dipanen dari bedengan, kemudian di angkut ke ruang pengemasan untuk

kemudian dikemas. Brokoli yang sudah di angkut, dirompes terlebih dahulu

sebelum dikemas dengan menyisihkan daun-daun dari batangnya. Brokoli

dikemas menggunakan plastik wrapping dengan dilengkapi sticker merek dagang

RR Organik setiap berat bersih rata-rata 200 gram. Sedangkan tanaman pakcoi

dicuci atau dibersihkan terlebih dahulu sebelum dikemas. Setelah dibersihkan,

pakcoi tersebut didiamkan sejenak dengan beralaskan kertas koran agar

mengering. Setelah pakcoi mulai mengering, maka mulai dilakukan pengemasan

yang terlebih dahulu ditimbang dengan berat rata-rata 250 gram setiap

kemasannya.

5.4.4 Subsistem Usahatani Sawi Putih Jepang (Hakusai) Organik

Kegiatan budidaya komoditi hakusai yang ditanam secara tumpangsari

dengan timun jepang (kyuuri) diantaranya terdiri dari kegiatan persiapan lahan,

pembibitan, penanaman pada bedeng, pemeliharaan (penyiraman, penyulaman,

penyiangan, pengikatan tanaman kyuri dengan benang, pemupukan, pengendalian

hama dan penyakit), panen, dan pasca panen untuk masing-masing tanaman.

Persiapan Lahan

Persiapan lahan sebelum penanaman diperlukan untuk menggemburkan

tanah, memperbaiki aerasi dan drainase tanah, mengendalikan gulma serta

menambah unsur tanah untuk mencapai tujuan tersebut. Pengolahan tanah pada
umumnya diperlukan bila kepadatan, kekuatan agregat dan aerasi tanah tidak

dapat mendukung penyediaan air dan perkembangan akar tanaman. Kegiatan yang

dilakukan dalam persiapan lahan yaitu pembukaan lahan, pemupukan, kemudian

membuat bedengan dengan luas 14 m² dan jarak antar bedeng 30 cm. Dalam satu

bedeng, dibuat lubang tanam dengan jarak tanam antar tanaman hakusai maupun

kyuri yaitu 60 cm. Setiap luas tanam satu m² terdapat 6 tanaman hakusai dan

kyuuri. Untuk tanaman kyuuri dalam satu bedeng, dibuat lubang tanam dengan

diameter kurang lebih 15 cm dan kedalaman 10 cm serta jarak tanam antar

tanaman yaitu 60 cm.

Pembibitan

Pembibitan dilakukan dengan menyemai benih hakusai dan kyuuri terlebih

dahulu. Setelah muncul kecambah, benih yang ada sudah dapat disemai di media

persemaian yang tersedia. Untuk tanaman hakusai, benih yang sudah

mengeluarkan kecambah ditanam pada media persemaian yang sudah berisi tanah

dengan campuran unsur hara. Sedangkan untuk kyuuri, benih yang sudah

mengeluarkan kecambah ditanam pada media polybag yang telah diisi dengan

tanah berhara.

Penanaman

Setelah 15 hari dari waktu persemaian untuk tanaman hakusai dan kyuuri,

benih yang telah menjadi bibit dapat dipindahkan untuk ditanam di lapang atau

bedengan. Penanaman dimulai dengan tanaman hakusai terlebih dahulu. Bibit

hakusai yang sudah siap tanam dipindahkan dari media persemaian ke lahan

bedengan yang telah disiapkan untuk kemudian ditanam.


Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dilakukan terhadap tanaman hakusai dan kyuuri adalah

penyiraman, penyulaman, penyiangan, pengikatan tanaman kyuri dengan benang,

pemupukan, pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan setiap hari

secara teratur pagi dan sore pada musim kemarau. Penyiraman dilakukan dengan

menggunakan ember dan gayung yang sudah dimulai pada saat pembibitan

tanaman di media persemaian. Penyulaman dilakukan apabila terdapat bibit yang

mati setelah ditanam, sehingga memerlukan beberapa cadangan bibit untuk

ditanam kembali. Penyulaman biasanya dilakukan pada hari-hari setelah tanaman

dipindahkan ke bedengan. Penyiangan dilakukan apabila di sekitar tanaman

hakusai maupun kyuuri mulai tumbuh rumput liar yang mengganggu pertumbuhan

tanaman tersebut. Pengikatan tanaman kyuuri dengan benang dilakukan setelah

tanaman berumur sekitar 3 – 4 minggu. Seperti tomat, tujuan dari pengikatan

tanaman dengan benang tersebut yaitu agar tanaman kyuuri tumbuh kokoh dan

tidak roboh. Benang diikatkan pada kawat yang dipasang disepanjang tanaman

kyuuri, kemudian dililitkan secara melingkar ke seluruh bagian tanaman, agar

tanaman terangsang untuk tumbuh ke atas dan bukan kesamping. Pemupukan

dilakukan sebanyak 2 kali setelah tanam. Pemupukan pertama dilakukan setelah

tanaman hakusai maupun kyuuri ditanam di bedengan. Pemupukan kedua

dilakukan hanya untuk tanaman hakusai saja, sehingga pemupukan dilakukan

pada saat tanaman kyuuri telah dipanen. Pengendalian hama dan penyakit

dilakukan dengan cara manual, yaitu dengan menyingkirkan hama tersebut

dengan tangan dilengkapi alat bantu. Pengambilan hama secara langsung

dilakukan satu kali dalam satu minggu.


Panen dan Pasca Panen

Hakusai organik memiliki waktu tanam selama ± 9 minggu atau lebih

tepatnya kurang lebih 63 – 70 hari. Sedangkan tanaman kyuuri memiliki waktu

tanam hingga panen selama 28 – 35 hari. Setelah 4 – 5 minggu, tanaman kyuuri

mulai menghasilkan buah sebanyak 3 buah per minggu. Sementara itu, tanaman

hakusai masih membutuhkan waktu untuk dapat dipanen. Hakusai dapat dipanen

apabila tanaman tersebut sudah memiliki crop yang berlapis-lapis dan

mengembang sempurna. Biasanya panen dilakukan dua kali dalam satu minggu

yaitu hari senin dan jumat. Setelah tanaman dipanen dari bedengan, kemudian di

angkut ke ruang pengemasan untuk kemudian dikemas. Hakusai yang sudah di

angkut, dirompes terlebih dahulu sebelum dikemas dengan menyisihkan daun-

daun atau crop bagian luar yang mengembang. Hakusai dikemas menggunakan

plastik wrapping dengan dilengkapi sticker merek dagang RR Organik setiap

berat bersih rata-rata 300 gram. Sedangkan kyuuri dibersihkan terlebih dahulu dari

duri-duri kecil yang menempel pada bagian permukaannya dengan menggunakan

kuas kemudian dimasukan ke dalam keranjang sayur. Berat rata-rata satu buah

kyuuri adalah ± 100 gram.

5.4.5 Subsistem Usahatani Kubis Organik

Kegiatan budidaya komoditi kubis yang ditanam tumpangsari dengan

tanaman pakcoi organik tidak jauh berbeda dengan budidaya brokoli, diantaranya

terdiri dari kegiatan persiapan lahan, pembibitan, penanaman pada bedeng,

pemeliharaan (penyiraman, penyulaman, penyiangan, pemupukan, pengendalian

hama dan penyakit), panen, dan pasca panen untuk masing-masing tanaman.
Persiapan Lahan

Persiapan lahan sebelum penanaman diperlukan untuk menggemburkan

tanah, memperbaiki aerasi dan drainase tanah, mengendalikan gulma serta

menambah unsur tanah untuk mencapai tujuan tersebut. Pengolahan tanah pada

umumnya diperlukan bila kepadatan, kekuatan agregat dan aerasi tanah tidak

dapat mendukung penyediaan air dan perkembangan akar tanaman. Kegiatan yang

dilakukan dalam persiapan lahan yaitu pembukaan lahan, pemupukan, kemudian

membuat bedengan dengan luas 14 m² dan jarak antar bedeng 30 cm. Dalam satu

bedeng, dibuat lubang tanam dengan jarak tanam antar tanaman kubis yaitu 50 cm

serta jarak antar tanaman pakcoi yaitu ± 30 cm. Setiap luas tanam satu m² terdapat

8 tanaman kubis sedangkan tanaman pakcoi sebanyak 40 tanaman.

Pembibitan

Pembibitan dilakukan dengan menyemai benih kubis dan pakcoi terlebih

dahulu. Setelah muncul kecambah, benih yang ada sudah dapat disemai di media

persemaian yang tersedia. Untuk tanaman kubis dan pakcoi, benih yang sudah

mengeluarkan kecambah ditanam pada media persemaian yang sudah berisi tanah

dengan campuran unsur hara.

Penanaman

Setelah 15 hari dari waktu persemaian untuk tanaman kubis dan satu

minggu setelah disemai untuk tanaman pakcoi, benih yang telah menjadi bibit

dapat dipindahkan untuk ditanam di lapang atau bedengan. Penanaman dimulai

dengan tanaman kubis terlebih dahulu. Bibit kubis yang sudah siap tanam

dipindahkan dari media persemaian ke lahan bedengan yang telah disiapkan untuk

kemudian ditanam.
Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dilakukan terhadap tanaman kubis dan pakcoi adalah

penyiraman, penyulaman, penyiangan, pemupukan, pengendalian hama dan

penyakit. Penyiraman dilakukan setiap hari secara teratur pagi dan sore pada

musim kemarau. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan ember dan gayung

yang sudah dimulai pada saat pembibitan tanaman di media persemaian.

Penyulaman dilakukan apabila terdapat bibit yang mati setelah ditanam, sehingga

memerlukan beberapa cadangan bibit untuk ditanam kembali. Penyulaman

biasanya dilakukan pada hari-hari setelah tanaman dipindahkan ke bedengan.

Penyiangan dilakukan apabila di sekitar tanaman kubis maupun pakcoi mulai

tumbuh rumput liar yang mengganggu pertumbuhan tanaman tersebut.

Pemupukan dilakukan sebanyak dua kali setelah tanam. Pemupukan pertama

dilakukan setelah tanaman pakcoi ditanam di bedengan bersandingan dengan

tanaman kubis. Pemupukan kedua dilakukan hanya untuk tanaman brokoli saja,

sehingga pemupukan dilakukan pada saat tanaman pakcoi telah dipanen.

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan cara manual, yaitu dengan

menyingkirkan hama tersebut dengan tangan dilengkapi alat bantu. Pengambilan

hama secara langsung dilakukan satu kali dalam satu minggu.

Panen dan Pasca Panen

Kubis organik memiliki waktu tanam selama ± 75 – 80 hari. Sedangkan

pakcoi memiliki waktu tanam hingga panen selama 40 – 50 hari. Setelah 40 – 50

hari, tanaman pakcoi dengan daun yang sudah menua dan hampir berwarna hijau

tua sudah dapat dipanen. Sementara itu, kubis masih membutuhkan waktu untuk

dapat dipanen. Kubis dapat dipanen apabila tanaman tersebut sudah memiliki crop
yang berlapis-lapis dan mengembang. Biasanya panen dilakukan dua kali dalam

satu minggu yaitu hari senin dan jumat. Setelah tanaman dipanen dari bedengan,

kemudian di angkut ke ruang pengemasan untuk kemudian dikemas. Kubis yang

sudah di angkut, dirompes terlebih dahulu sebelum dikemas dengan menyisihkan

lapisan crop bagian luar yang biasanya berlubang-lubang karena terserang hama.

Kubis dikemas menggunakan plastik wrapping yang dilengkapi sticker merek

dagang RR Organik setiap berat bersih rata-rata 400 hingga 500 gram. Sedangkan

pakcoi dibersihkan terlebih dahulu lalu dikemas. Pengemasan dilakukan dengan

terlebih dahulu ditimbang dengan berat rata-rata 250 gram setiap kemasannya.
VI. ANALISIS USAHATANI SAYURAN ORGANIK

6.1 Analisis Usahatani

Keseluruhan lahan perusahaan memiliki luas kurang lebih 22.000 m².

Selain untuk budidaya sayuran, pada lahan tersebut juga terdapat villa, kandang

ternak, gudang pupuk, asrama pekerja, tempat panen, dan tempat budidaya

strawberi. Sayuran organik yang dibudidayakan pada PT Anugerah Bumi Persada

terbagi menjadi sayuran outdoor dan indoor terkait dengan penggunaan naungan

berupa green house (GH). Sayuran yang dibudidayakan di dalam GH meliputi

horenso, tomat, brokoli, hakusai, kubis, pakcoi, kyuuri, komatsuna, daikon,

kokabu, buncis, daun selada, terung nasubi, dan asparagus. Sedangkan sayuran

yang dibudidayakan diluar GH adalah nira, cabai, kabocha, zuchini, wortel, negi,

okra, kailan, dan kangkung. Penggunaan GH tersebar di seluruh lahan perusahaan

yang terdiri dari sembilan blok budidaya, yaitu blok A hingga blok I. Khusus

untuk tanaman sayur yang outdoor, dibudidayakan di blok yang tidak terdapat

GH, yaitu pada blok A, blok F, dan blok I. Sedangkan selain ketiga blok tersebut

masing-masing blok memiliki GH dengan jumlah keseluruhan GH sebanyak 104

bangunan. Dalam satu bangunan GH, terdapat kurang lebih lima bedengan dengan

masing-masing bedeng berupa lahan budidaya sayuran seluas 14 m². Biasanya

untuk bedeng horenso, tomat, brokoli, hakusai, dan kubis ditempatkan pada satu

bangunan GH.

Analisis usahatani dilakukan dengan menghitung tingkat pendapatan,

rasio penerimaan atas biaya sayuran organik di PT Anugerah Bumi Persada.

Sedangkan untuk komoditi yang dibahas yaitu horenso, tomat, brokoli, hakusai,
dan kubis organik. Dalam perhitungan pendapatan usahatani, komponen biaya

dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Sedangkan untuk rasio

penerimaan atas biaya, perhitungan dibedakan atas komponen biaya tunai dan

biaya total. Untuk komoditi sayuran brokoli, hakusai, dan kubis ditanam secara

tumpangsari dengan sayuran lain, sehingga ada biaya bersama yang digunakan.

6.1.1 Analisis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

Bayam Jepang (horenso) ditanam langsung pada lahan bedengan secara

monokultur. Sebelum ditanam, benih horenso disemai terlebih dahulu pada lahan

yang terdapat di bangunan persemaian atau dilakukan pembibitan dahulu. Benih

yang digunakan untuk satu bedeng seluas 14 m² yaitu sebanyak 1.000 butir

dengan nilai Rp 5.000,00. Perusahaan tidak menggunakan pupuk, pestisida atau

obat-obatan kimia yang biasanya digunakan oleh pertanian konvensional. Pupuk

yang digunakan dalam budidaya horenso adalah pupuk kompos yang dibuat dari

arang sekam serta pupuk kandang dari kotoran hewan. Pupuk kompos yang

digunakan untuk satu bedeng dengan luas lahan 14 m² sebanyak 2 kg sedangkan

pupuk kandang 10 kg dalam satu musim tanam, yakni 35 hari. Dalam

menanggulangi hama biasanya digunakan insect trap, jebakan untuk serangga

yang terbuat dari kertas karton dengan dilapisi oleh lem perekat yang

digantungkan pada bambu (ajir) dan diletakkan di bedengan.

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting

di dalam budidaya sayuran organik. Kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kerja

meliputi persiapan lahan, proses pembibitan, penanaman, pemeliharaan,

pemanenan, dan pasca panen. Perhitungan tenaga kerja dilakukan untuk satu
bedeng 14 m², sesuai dengan kegiatan yang dilakukan, lama pekerjaan dan jumlah

tenaga kerja yang dibutuhkan. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan kemudian

dibedakan lagi menjadi pria dan wanita yang dicerminkan dari perbedaan upah

antara mereka. Untuk tenaga kerja laki-laki, upah 1 HOK pria adalah Rp

14.000,00 sedangkan untuk 1 HOK wanita adalah Rp 12.000,00 (1 HOK = 8 jam

kerja). Dengan demikian, upah tenaga kerja laki-laki per jam adalah sebesar Rp

1.750,00, sedangkan upah tenaga kerja wanita per jam sebesar Rp 1.500,00.

Daftar rincian tenaga kerja pada budidaya horenso organik dapat dilihat pada

Tabel 6.

Tabel 6. Biaya Tenaga Kerja Budidaya Horenso Organik untuk Luasan 14


m² per Musim Tanam
Jenis Jumlah Tenaga kerja Upah/orang/jam Total
Kegiatan Jam kerja Pria Wanita Pria Wanita Biaya
Pengolahan Lahan 1 1 1750 1750
Pembibitan 1 1 1500 1500
Penanaman 1 1 1500 1500
Pemeliharaan 4 1 1500 6000
Pemanenan 1 2 1500 3000
Pasca Panen 2 2 1500 6000
TOTAL 19750

Dari Tabel 6 dapat terlihat bahwa tenaga kerja pria digunakan pada saat

pengolahan atau persiapan lahan budidaya horenso, selain itu digunakan tenaga

kerja wanita. Jumlah jam kerja tertinggi dibutuhkan oleh jenis kegiatan

pemeliharaan di lahan budidaya. Jenis kegiatan pemeliharaan tersebut meliputi

kegiatan penyiraman, pemberantasan hama dan gulma. Total keseluruhan dari

biaya tenaga kerja untuk budidaya horenso organik dalam satu bedeng 14 m² per

musim tanam adalah Rp 19.750,00.

Biaya variabel selain yang telah diuraikan di atas yaitu plastik pengemas.

Dalam kegiatan pasca panen, hal terakhir dan yang penting dilakukan adalah
mengemas produk dengan sebaik mungkin dan siap untuk dijual kepada

konsumen. Agar produk menarik di mata konsumen, maka tampilan kemasannya

pun harus cukup eye catching, sehingga perusahaan memutuskan untuk memberi

plastik kemasan berwarna oranye. Plastik tersebut dipesan dengan harga satuan

Rp 640,00. Setelah sayuran dikemas, kemudian siap untuk dikirim ke

supermarket-supermarket di Jakarta. Biaya transportasi yang dikeluarkan

perusahaan dihitung untuk setiap jenis sayuran yaitu sebesar Rp 4.375,00. Agar

lebih jelas mengenai analisis usahatani horenso organik, maka rincian biaya tetap

dan biaya variabel usahatani disajikan dalam Tabel 7 berikut ini.

Tabel 7. Rincian Biaya Tetap dan Biaya Variabel Usahatani Horenso per 14
m² per MT
No Uraian Kebutuhan Harga (Rp) Jumlah Biaya (Rp)
Biaya Tetap
1 Pajak Lahan 14 4,79 67,06
2 Penyusutan alat-alat 96235,61
Total Biaya Tetap 96302,67
Biaya Variabel
1 Benih 1000 5 5000
2 Pupuk
a) Kandang 10 230 2300
b) Kompos 2 500 1000
3 Kapur 0,25 22000 5500
4 Pestisida Nabati 1,3 1800 2340
5 Tenaga Kerja 19750
6 Plastik Pengemas 45 640 28800
7 Insect trap 3 1000 3000
8 Biaya Transportasi 4375
Total Biaya Variabel 72065

Biaya terbesar yang dikeluarkan perusahaan yaitu biaya penyusutan alat-

alat pertanian. Sebaliknya, pajak yang dikeluarkan perusahaan untuk lahan seluas

14 m² jumlahnya cukup kecil. Kedua komponen biaya yang tertinggi dan

sekaligus terkecil jumlahnya merupakan biaya tetap dari budidaya horenso. Pajak

lahan dikeluarkan oleh perusahaan karena merupakan lahan milik, sehingga yang

digunakan dalam perhitungan adalah pajak dan bukan sewa. Biaya penyusutan
alat-alat dihitung untuk setiap komoditas karena peralatan yang ada digunakan

untuk semua komoditas. Komoditas sayuran organik yang dianalisis dipilih

berdasarkan pada jenis sayuran yang memiliki permintaan tertinggi di PT

Anugerah Bumi Persada. Hasil perhitungan penyusutan peralatan secara

keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 2.

Dari perhitungan biaya tetap dan variabel diatas, maka jumlah total biaya

tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan untuk budidaya horenso dengan lahan

seluas 14 m² satu musim tanam masing-masing adalah Rp 96.302,67 dan Rp

72.065,00. Berdasarkan perhitungan biaya tetap dan variabel yang telah dilakukan

maka dapat dibuat analisis usahatani bayam jepang (horenso) organik, yang dapat

dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Analisis Usahatani Bayam Jepang (Horenso) Organik per bedeng


(14 m²) per MT
No Uraian Perhitungan Jumlah (Rp)
1 Biaya Tetap
a) Pajak lahan 67,06
b) Penyusutan alat-alat 96235,61
2 Biaya Tetap Total (TFC) a+b 96302,67
3 Biaya Variabel
a) Benih 5000
b) Pupuk 3300
c) Kapur 5500
d) Pestisida Nabati 2340
e) Tenaga Kerja 19750
f) Plastik Pengemas 28800
g) Insect Trap 3000
h) Biaya Transportasi 4375
4 Biaya Variabel Total (TVC) a+b+c+d+e 72065
5 Total Biaya (TC) TFC+TVC 168367,67
6 Produksi/Kg (Y) 11
7 Harga/Kg (P) 29500
8 Total Penerimaan (TR) YxP 324500
9 Keuntungan Usahatani (I) TR - TC 156132,32

Berdasarkan informasi yang diketahui dari Tabel 8, biaya keseluruhan

yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam menghasilkan horenso organik pada


lahan seluas 14 m² selama satu musim tanam adalah sebesar Rp 168.367,67.

Sedangkan hasil produksi adalah sebanyak 11 kilogram horenso organik, dengan

harga jual per kg adalah Rp 29.500,00 sehingga diperoleh penerimaan perusahaan

sebesar Rp 324.500,00. Nilai yang diperoleh dari selisih antara penerimaan dan

biaya total yang dikeluarkan dalam budidaya horenso organik, mencerminkan

keuntungan usahatani perusahaan. Keuntungan usahatani bayam jepang (horenso)

organik dalam luasan lahan 14 m² (satu bedeng) selama satu musim tanam adalah

Rp 156.132,32.

6.1.2 Analisis Usahatani Tomat Organik

Tomat organik ditanam langsung pada lahan bedengan secara

monokultur. Sebelum ditanam di bedengan, benih tomat disemai terlebih dahulu

di lahan yang terdapat di bangunan persemaian atau dapat dikatakan dilakukan

pembibitan dahulu. Benih yang digunakan untuk satu bedeng seluas 14 m² yaitu

sebanyak 84 butir dengan nilai Rp 54.600,00. Sistem pertanian secara organik

yang dilakukan, menyebabkan perusahaan tidak mengenal adanya pupuk dan

pestisida atau obat-obatan kimia yang biasanya digunakan oleh pertanian

konvensional. Pemupukan tomat dilakukan sebanyak tiga kali selama masa tanam.

Pupuk yang digunakan dalam budidaya tomat organik adalah pupuk kompos yang

dibuat dari arang sekam serta pupuk kandang dari kotoran hewan. Pupuk kompos

yang digunakan sebanyak 6 kg sedangkan pupuk kandang 30 kg dalam satu

musim tanam, yakni 90 hari. Dalam menanggulangi hama biasanya digunakan

insect trap, semacam jebakan untuk serangga yang terbuat dari kertas karton
dengan dilapisi oleh lem perekat yang digantungkan pada bambu (ajir) dan

diletakan di bedengan.

Sistem pertanian organik sering dikatakan padat karya, oleh karena itu

tenaga kerja adalah salah satu faktor produksi yang sangat penting di dalam

budidaya sayuran organik. Tenaga kerja tersebut bertanggungjawab atas semua

kegiatan dalam proses budidaya sayuran organik. Dalam budidaya tomat organik,

kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kerja meliputi persiapan lahan, proses

pembibitan, penanaman, pemeliharaan (penyiraman, penyulaman, penyiangan,

pengikatan tanaman dengan benang, pemupukan, pengendalian hama dan

penyakit), pemanenan, dan pasca panen. Perhitungan tenaga kerja dilakukan untuk

satu bedeng 14 m², sesuai dengan kegiatan yang dilakukan, lama pekerjaan dan

jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan

kemudian dibedakan lagi menjadi pria dan wanita yang dicerminkan dari

perbedaan upah antara mereka. Untuk tenaga kerja laki-laki, upah 1 HOK pria

adalah Rp 14.000,00 sedangkan untuk 1 HOK wanita adalah Rp 12.000,00 (1

HOK = 8 jam kerja). Daftar rincian tenaga kerja pada budidaya tomat organik

dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Biaya Tenaga Kerja Budidaya Tomat Organik untuk Luasan 14 m²


per Musim Tanam
Jenis Jumlah Tenaga kerja Upah/orang/jam Total
Kegiatan Jam kerja Pria Wanita Pria Wanita Biaya
Pengolahan Lahan 1 1 1750 1750
Pembibitan 1 1 1500 1500
Penanaman 1 1 1500 1500
Pemeliharaan 11 1 1500 16500
Pemanenan 1 1 1500 1500
Pasca Panen 1 1 1750 1750
TOTAL 24500
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa tenaga kerja pria hanya digunakan

pada saat pengolahan atau persiapan lahan dan pada saat pasca panen budidaya

tomat organik, selain itu digunakan tenaga kerja wanita. Seperti layaknya

pertanian organik pada umumnya, jumlah jam kerja tertinggi dibutuhkan oleh

jenis kegiatan pemeliharaan di lahan budidaya. Fenomena ini terjadi karena

pertanian organik memang identik dengan padat karya yang membutuhkan

ketekunan dan keuletan dalam pemeliharaan. Jenis kegiatan pemeliharaan tersebut

meliputi penyiraman, penyulaman, penyiangan, pengikatan tanaman dengan

benang, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit. Total keseluruhan dari

biaya tenaga kerja untuk budidaya tomat organik dalam satu bedeng 14 m² per

musim tanam adalah Rp 24.500,00.

Biaya variabel lain yang terkait dengan produksi tomat organik selain

yang telah diuraikan di atas yaitu plastik pengemas. Dalam kegiatan pasca panen,

hal terakhir dan yang penting dilakukan adalah mengemas produk dengan sebaik

mungkin dan siap untuk dijual kepada konsumen. Agar produk menarik di mata

konsumen, maka tampilan kemasannya pun harus cukup eye catching, sehingga

perusahaan memutuskan untuk memberi plastik kemasan dengan ditempelkan

sticker berwarna oranye. Plastik tersebut dipesan dengan harga satuan Rp 600,00.

Biaya transportasi yang dikeluarkan perusahaan dihitung untuk setiap jenis

sayuran yaitu sebesar Rp 4.375,00. Agar lebih jelas mengenai analisis usahatani

tomat organik, maka rincian biaya tetap dan biaya variabel usahatani disajikan

dalam Tabel 10 berikut ini.


Tabel 10. Rincian Biaya Tetap dan Biaya Variabel Usahatani Tomat per 14
m² per MT
No Uraian Kebutuhan Harga (Rp) Jumlah Biaya (Rp)
Biaya Tetap
1 Pajak Lahan (m²) 14 12.5 175
2 Penyusutan alat-alat 247463
Total Biaya Tetap 247638
Biaya Variabel
1 Benih (butir) 84 650 54600
2 Pupuk
a) Kandang (kg) 30 230 6900
b) Kompos (kg) 6 500 3000
3 Kapur (kg) 0,25 22000 5500
4 Pestisida Nabati (kg) 1,3 1800 2340
5 Tenaga Kerja 24500
6 Plastik Pengemas (buah) 59 600 35400
7 Insect trap (buah) 3 1000 3000
8 Kawat (kg) 0,25 15000 3750
9 Benang (gulung) 0,5 7500 3750
10 Polybag (buah) 84 125 10500
11 Sterofoam (buah) 59 90 5310
12 Biaya Transportasi 4375
Total Biaya Variabel 162925

Biaya terbesar yang harus dikeluarkan oleh perusahaan yaitu terdapat pada

komponen penyusutan alat-alat pertanian terlihat pada tabel diatas. Sebaliknya,

pajak yang dikeluarkan perusahaan untuk lahan seluas 14 m² jumlahnya cukup

kecil. Kedua komponen biaya yang tertinggi dan sekaligus terkecil jumlahnya

merupakan biaya tetap dari budidaya tomat. Pajak lahan dikeluarkan oleh

perusahaan karena tanah/lahan yang digunakan adalah lahan milik, sehingga yang

digunakan dalam perhitungan adalah pajak dan bukan sewa. Biaya penyusutan

alat-alat dihitung untuk setiap komoditas karena peralatan yang ada digunakan

untuk semua komoditas. Dari perhitungan biaya tetap dan variabel diatas, maka

jumlah total biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan untuk budidaya

tomat dengan lahan seluas 14 m² satu musim tanam masing-masing adalah

Rp 247.638,00 dan Rp 162.925,00. Berdasarkan perhitungan biaya tetap dan


variabel yang telah dilakukan maka dapat dibuat analisis usahatani bayam tomat

organik, yang dapat dilihat pada Tabel 11 dibawah ini.

Tabel 11. Analisis Usahatani Tomat Organik per 14 m² per MT


No Uraian Perhitungan Jumlah (Rp)
1 Biaya Tetap
a) Pajak lahan 175
b) Penyusutan alat-alat 247463
2 Biaya Tetap Total (TFC) a+b 247638
3 Biaya Variabel
a) Benih 54600
b) Pupuk 9900
c) Kapur 5500
d) Pestisida Nabati 2340
e) Tenaga Kerja 24500
f) Plastik Pengemas 35400
g) Insect Trap 3000
h) Kawat 3750
i) Benang 3750
j) Polybag 10500
k) Sterofoam 5310
l) Biaya Transportasi 4375
4 Biaya Variabel Total (TVC) a+b+c+d+e+f+g+h+i+j+k+l 162925
5 Total Biaya (TC) TFC+TVC 410563
6 Produksi/Kg (Y) 17,64
7 Harga/Kg (P) 27500
8 Total Penerimaan (TR) YxP 485100
9 Keuntungan Usahatani (I) TR - TC 74537

Berdasarkan informasi yang diketahui dari Tabel 11. diatas, biaya

keseluruhan yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam menghasilkan tomat organik

pada lahan seluas 14 m² selama satu musim tanam adalah sebesar Rp 410.563,00.

Sedangkan hasil produksi adalah sebanyak 17,64 kilogram tomat organik, dengan

harga jual per kg adalah Rp 27.500,00 sehingga diperoleh penerimaan perusahaan

sebesar Rp 485.100,00. Nilai yang diperoleh dari selisih antara penerimaan dan

biaya total yang dikeluarkan dalam budidaya tomat organik, mencerminkan

keuntungan usahatani perusahaan. Keuntungan usahatani tomat organik dalam

luasan lahan 14 m² selama satu musim tanam adalah Rp 74.537,00.


6.1.3 Analisis Usahatani Brokoli Organik

Brokoli ditanam secara tumpangsari dengan tanaman pakcoi pada setiap

bedeng atau lahan seluas 14 m². Karena tumpangsari, maka ada biaya-biaya yang

dihitung secara bersama yaitu biaya pajak lahan, biaya penyusutan, pupuk,

pestisida, kapur, dan biaya tenaga kerja. Benih brokoli yang dibutuhkan untuk

satu lahan bedeng tersebut yaitu sebanyak 84 butir benih atau atau senilai

Rp 2.268,00. Sedangkan benih pakcoi yang dibutuhkan sebanyak 560 butir atau

senilai Rp 1.120,00. Sebelum ditanam pada bedengan, benih-benih tersebut

disemai terlebih dahulu untuk menjadi bibit di dalam bangunan persemaian. Biaya

tetap pada usahatani brokoli dan pakcoi ini sama dengan biaya tetap usahatani

sayuran lainnya, yaitu terdiri dari biaya untuk pajak lahan dan penyusutan alat-alat

pertanian. Biaya tetap ini juga termasuk biaya bersama pada analisis usahatani

tumpangsari brokoli dan pakcoi organik. Biaya variabel terdiri dari bahan-bahan

produksi seperti benih, tenaga kerja, pupuk, plastik pengemas, insect trap.

Sedangkan untuk biaya transportasi, dihitung untuk setiap jenis sayuran yaitu

masing-masing sayuran Rp 4.375,00. Rincian biaya variabel dan biaya tetap

bersama usahatani brokoli dan pakcoi organik dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Rincian Biaya Tetap dan Biaya Variabel Usahatani Tumpangsari
Brokoli dan Pakcoi Organik per 14 m² per Musim Tanam
Kebutuhan Harga (Rp) Jumlah
No Uraian Brokoli Pakcoi Brokoli Pakcoi Biaya (Rp)
Biaya Tetap
1 Pajak Lahan 14m² 12,5 175
2 Penyusutan Alat-alat 247463
Total Biaya Tetap 247638
Biaya Variabel
1 Benih 84 560 27 2 3388
2 Pupuk
a) Kandang 20 230 4600
b) Kompos 4 500 2000
3 Kapur 0,5 22000 11000
4 Pestisida Nabati 1,3 1800 2340
5 Tenaga Kerja 33500
6 Plastik Pengemas 32 60 600 640 57600
7 Insect trap 3 1000 3000
8 Biaya Transportasi 4375 4375 8750
Total Biaya Variabel 126178

Sementara itu, untuk mengetahui rincian biaya variabel dan biaya tetap

usahatani brokoli maka digunakan perhitungan proporsi untuk biaya brokoli dari

biaya bersama. Proporsi tersebut dihitung menggunakan persentase dengan

perbandingan 3 : 1 untuk brokoli, dengan pertimbangan bahwa masa periode

tanam brokoli lebih panjang dari masa periode tanam pakcoi. Total biaya tetap

dan biaya variabel yang dikeluarkan perusahaan untuk menghasilkan sayuran

brokoli organik adalah masing-masing sebesar Rp 185.728,51 dan Rp 68.173,00.

Jumlah tersebut jauh lebih rendah dibandingkan biaya budidaya tumpangsari

brokoli dan pakcoi. Rincian biaya variabel dan biaya tetap usahatani brokoli

organik dapat dilihat pada Tabel 13.


Tabel 13. Rincian Biaya Tetap dan Biaya Variabel Usahatani Brokoli
Organik per 14 m² per Musim Tanam
Nilai (Rp) Persentase
No Uraian Brokoli Pakcoi Brokoli (75%)
Biaya Tetap
1 Pajak Lahan 175 131,25
2 Penyusutan Alat-alat 247463,014 185597,2605
Total Biaya Tetap 185728,5105
Biaya Variabel
1 Benih 2268 1120 2268
2 Pupuk
a) Kandang 4600 3450
b) Kompos 2000 1500
3 Kapur 11000 8250
4 Pestisida Nabati 2340 1755
5 Tenaga Kerja 33500 25125
6 Plastik Pengemas 19200 38400 19200
7 Insect trap 3000 2250
8 Biaya Transportasi 4375 4375 4375
Total Biaya Variabel 68173

Seperti halnya horenso organik, pada budidaya brokoli organik dibutuhkan

tenaga kerja yang bertanggungjawab dan memegang kendali atas seluruh kegiatan

produksi pada lahan perusahaan. Tenaga kerja yang berperan sudah pasti

merupakan karyawan atau pegawai harian di PT Anugerah Bumi Persada.

Perhitungan biaya tenaga kerja untuk satu bedeng atau lahan seluas 14 m²

dilakukan sesuai jenis kegiatan, lama pekerjaan, jumlah dan jenis kelamin tenaga

kerja yang digunakan. Biaya tenaga kerja budidaya brokoli yaitu merupakan biaya

bersama, karena usahatani brokoli tumpangsari dengan pakcoi. Hasil perhitungan

diperoleh bahwa biaya tenaga kerja yang dibutuhkan untuk budidaya tumpangsari

brokoli dan pakcoi adalah sebesar Rp 33.500,00. Jenis kegiatan yang dilakukan

oleh tenaga kerja tersebut pada umumnya sama seperti pada budidaya horenso

organik yang terdiri dari pengolahan lahan, pembibitan, penanaman,

pemeliharaan, pemanenan dan pasca panen. Perbedaannya mungkin terlihat pada

jumlah jam kerja yang dibutuhkan oleh budidaya brokoli dan pakcoi lebih besar
daripada horenso. Hal ini disebabkan oleh waktu yang diperlukan dalam satu

musim tanam brokoli dan pakcoi lebih banyak daripada satu musim tanam

horenso. Selain itu, budidaya brokoli organik juga dilakukan secara tumpang sari

dengan tanaman pakcoi sehingga keperluan jam kerja sudah pasti bertambah.

Perincian biaya tenaga kerja untuk satu musim tanam komoditi brokoli dan pakcoi

dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Biaya Tenaga Kerja Budidaya Brokoli dan Pakcoi (Tumpang Sari)
untuk Luasan 14m² per Musim Tanam
Jenis Jumlah Tenaga kerja Upah/orang/jam Total
Kegiatan Jam kerja Pria Wanita Pria Wanita Biaya
Pengolahan
Lahan 1 1 1750 1750
Pembibitan 1 1 1500 1500
Penanaman 1 1 1500 1500
Pemeliharaan 10 1 1500 15000
Pemanenan 1 1 1 1750 1500 3250
Pasca Panen 2 3 1750 10500
Total 16 5 4 33500

Dilihat dari tabel diatas bahwa jenis kegiatan pemeliharaan

membutuhkan jumlah jam kerja yang paling tinggi. Hal ini dikarenakan budidaya

secara organik memang padat karya dan membutuhkan ketekunan dari para

pekerjanya terutama dalam kegiatan pemeliharaan yang meliputi kegiatan

penyiraman, penggendalian hama dan penyiangan dari gulma. Komponen

pengeluaran biaya tenaga kerja tertinggi kedua yaitu pada kegiatan pasca panen

dengan jumlah 2 jam kerja dan 3 tenaga kerja pria. Kegiatan pasca panen meliputi

perompesan, pengemasan dan penempelan sticker logo (merk).

Rincian perhitungan biaya tenaga kerja pada Tabel 14 merupakan biaya

tenaga kerja usahatani bersama antara brokoli dan pakcoi. Keseluruhan biaya

cukup besar dan mencapai Rp 33.500,00, sedangkan jika dihitung dengan


proporsi untuk biaya tenaga kerja brokoli saja adalah sebesar Rp 25.125,00. Nilai

biaya tenaga kerja brokoli adalah 75 persen dari biaya tenaga kerja keseluruhan.

Total biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan untuk budidaya

brokoli dengan proporsi 3:1 dalam satu bedeng 14 m² satu musim tanam masing-

masing adalah Rp 185.728,51dan Rp 63.798,00. Berdasarkan data total biaya tetap

dan total biaya variabel tersebut maka dapat dibuat analisis usahatani brokoli

organik yang disajikan dalam Tabel 15.

Tabel 15. Analisis Usahatani Brokoli Organik per 14 m² per MT


Nilai Jumlah
Persentase
Brokoli
No Uraian Perhitungan Brokoli Pakcoi (Rp)
1 Biaya Tetap
a) Pajak lahan 175 131,30
b) Penyusutan alat-alat 247463,01 185.597,30
2 Biaya Tetap Total (TFC) a+b 185.728,50
3 Biaya Variabel
a) Benih Brokoli 2268 1120 2.268
b) Pupuk 6600 4.950
c) Kapur 11000 8.250
d) Pestisida Nabati 2340 1.755
e) Tenaga Kerja 33500 25.125
f) Plastik Pengemas dan sticker 19200 38400 19.200
g) Insect Trap 3000 2.250
h) Biaya Transportasi 4375 4375 4.375
4 Biaya Variabel Total (TVC) a+b+c+d+e+f+g 68.173
5 Total Biaya (TC) TFC+TVC 253.901,50
6 Produksi/Kg (Y) 6,30 15
7 Harga/Kg (P) 52500 27500
8 Total Penerimaan (TR) YxP 330.750
9 Keuntungan Usahatani (I) TR - TC 76.848,50

Berdasarkan data yang diperoleh pada Tabel 15 mengenai perhitungan

usahatani brokoli organik pada luasan 14 m² dalam satu musim tanam, diketahui

bahwa biaya total yang dikeluarkan perusahaan adalah sebesar Rp 253.901,5.

Hasil produksi brokoli organik dalam satu musim tanam per bedeng adalah 6,3

kilogram dengan harga jual per kg adalah Rp 52.500,00 sehingga diperoleh

penerimaan perusahaan dari budidaya brokoli organik adalah sebesar


Rp 330.750,00. Keuntungan perusahaan dalam produksi brokoli organik pada

luasan lahan 14 m² dalam satu musim tanam adalah senilai Rp 76.848,5, yaitu

diperoleh dari selisih antara total penerimaan perusahaan dengan total biaya yang

dikeluarkan oleh perusahaan.

6.1.4 Analisis Usahatani Sawi Putih (Hakusai)

Hakusai di tanam secara tumpangsari dengan tanaman kyuuri pada setiap

bedeng atau lahan seluas 14 m². Karena tumpangsari, maka ada biaya-biaya yang

dihitung secara bersama yaitu biaya pajak lahan, biaya penyusutan, pupuk,

pestisida, kapur, dan biaya tenaga kerja. Benih hakusai yang dibutuhkan untuk

satu lahan bedeng tersebut yaitu sebanyak 84 butir benih atau atau senilai Rp

840,00. Sedangkan benih kyuuri yang dibutuhkan sebanyak 84 butir juga atau

senilai Rp 5.880,00. Sebelum ditanam pada bedengan, benih-benih tersebut

disemai terlebih dahulu untuk menjadi bibit di dalam bangunan persemaian. Biaya

tetap pada usahatani hakusai dan kyuuri ini sama dengan biaya tetap usahatani

sayuran lainnya, yaitu terdiri dari biaya untuk pajak lahan dan penyusutan alat-alat

pertanian. Biaya tetap ini juga termasuk biaya bersama pada analisis usahatani

tumpangsari hakusai dan kyuuri organik. Biaya variabel terdiri dari bahan-bahan

produksi seperti benih, tenaga kerja, pupuk, plastik pengemas, kawat dan benang

gulung, polybag, insect trap. Sedangkan untuk biaya transportasi, dihitung untuk

setiap jenis sayuran yaitu masing-masing sayuran Rp 4.375,00. Rincian biaya

variabel dan biaya tetap usahatani brokoli dan pakcoi organik dapat dilihat pada

Tabel 16.
Tabel 16. Rincian Biaya Tetap dan Biaya Variabel Usahatani Hakusai dan
Kyuuri per 14 m² per Musim Tanam
Kebutuhan Harga (Rp) Jumlah
No Uraian Hakusai Kyuuri Hakusai Kyuuri Biaya (Rp)
Biaya Tetap
1 Pajak Lahan 14 8,63 120,80
2 Penyusutan Alat-alat 173224,10
Total Biaya Tetap 173344,90
Biaya Variabel
1 Benih 84 84 10 70 6720
2 Pupuk
a) Kandang 20 230 4600
b) Kompos 4 500 2000
3 Kapur 0,5 22000 11000
4 Pestisida Nabati 1,3 1800 2340
7 Insect trap 3 1000 3000
5 Tenaga Kerja 22000
6 Plastik Pengemas 42 600 25200
7 Kawat 0,25 15000 3750
8 Benang 0,5 7500 3750
9 Polybag 84 125 10500
10 Biaya Transportasi 4375 4375 8750
Total Biaya Variabel 103610

Sementara itu, untuk mengetahui rincian biaya variabel dan biaya tetap

usahatani hakusai maka digunakan perhitungan proporsi untuk biaya hakusai dari

biaya bersama. Proporsi tersebut dihitung menggunakan persentase dengan

perbandingan 3:1 untuk hakusai, dengan pertimbangan bahwa masa periode tanam

hakusai lebih panjang dari masa periode tanam kyuuri. Total biaya tetap dan biaya

variabel yang dikeluarkan perusahaan untuk menghasilkan sayuran hakusai

organik adalah masing-masing sebesar Rp 130.008,69 dan Rp 64.120,00. Jumlah

tersebut jauh lebih rendah dibandingkan biaya budidaya tumpangsari hakusai dan

kyuuri. Rincian biaya tetap dan biaya variabel usahatani hakusai organik dapat

dilihat pada Tabel 17.


Tabel 17. Rincian Biaya Tetap dan Biaya Variabel Usahatani Hakusai per 14
m² per Musim Tanam
Nilai (Rp) Persentase
No Uraian Hakusai Kyuuri Hakusai (75%)
Biaya Tetap
1 Pajak Lahan 120,82 90,61
2 Penyusutan Alat-alat 173224,11 129918,08
Total Biaya Tetap 130008,69
Biaya Variabel
1 Benih 840 5880 840
2 Pupuk
a) Kandang 4600 3450
b) Kompos 2000 1500
3 Kapur 11000 8250
4 Pestisida Nabati 2340 1755
5 Tenaga Kerja 22000 16500
6 Plastik Pengemas 25200 25200
7 Insect trap 3000 2250
8 Biaya Transportasi 4375 4375 4375
Total Biaya Variabel 64120

Seperti halnya sayuran organik yang lain, pada budidaya hakusai dan

kyuuri organik dibutuhkan tenaga kerja yang bertanggungjawab dan memegang

kendali atas seluruh kegiatan produksi pada lahan perusahaan. Tenaga kerja yang

berperan sudah pasti merupakan karyawan atau pegawai harian di PT Anugerah

Bumi Persada. Perhitungan biaya tenaga kerja untuk satu bedeng atau lahan seluas

14 m² dilakukan sesuai jenis kegiatan, lama pekerjaan, jumlah dan jenis kelamin

tenaga kerja yang digunakan. Biaya tenaga kerja budidaya hakusai yaitu

merupakan biaya bersama, karena usahatani hakusai tumpangsari dengan kyuuri.

Hasil perhitungan diperoleh bahwa biaya tenaga kerja yang dibutuhkan untuk

budidaya tumpangsari hakusai dan kyuri adalah sebesar Rp 22.000,00. Jenis

kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kerja tersebut pada umumnya sama seperti

pada budidaya sayuran organik lainnya yang terdiri dari pengolahan lahan,

pembibitan, penanaman, pemeliharaan (penyiraman, penyulaman, penyiangan,

pengikatan tanaman dengan benang, pemupukan, pengendalian hama dan


penyakit), pemanenan dan pasca panen. Perbedaannya mungkin terlihat pada

jumlah jam kerja yang dibutuhkan oleh masing-masing budidaya setiap sayuran

organik. Budidaya hakusai organik juga dilakukan secara tumpangsari dengan

tanaman kyuuri sehingga keperluan jam kerja sudah pasti bertambah

dibandingkan jam kerja pada budidaya sayuran yang ditanam secara monokultur.

Perincian biaya tenaga kerja untuk satu musim tanam komoditi hakusai dan kyuuri

dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Biaya Tenaga Kerja Budidaya Hakusai dan Kyuuri (Tumpang
Sari) untuk Luasan 14m² per Musim Tanam
Jenis Jumlah Tenaga kerja Upah/orang/jam Total
Kegiatan Jam kerja Pria Wanita Pria Wanita Biaya
Pengolahan Lahan 1 1 1750 1750
Pembibitan 1 1 1500 1500
Penanaman 1 1 1500 1500
Pemeliharaan 8 1 1500 12000
Pemanenan 1 1 1750 1750
Pasca Panen 1 2 1750 3500
Total 22000

Dilihat dari tabel diatas bahwa jenis kegiatan pemeliharaan membutuhkan

jumlah jam kerja yang paling tinggi. Hal ini dikarenakan budidaya secara organik

memang padat karya dan membutuhkan ketekunan dari para pekerjanya terutama

dalam kegiatan pemeliharaan yang meliputi kegiatan penyiraman, penggendalian

hama dan penyiangan dari gulma. Komponen pengeluaran biaya tenaga kerja

tertinggi kedua yaitu pada kegiatan pasca panen dengan jumlah 1 jam kerja

dengan membutuhkan 2 orang tenaga kerja pria. Kegiatan pasca panen meliputi

perompesan, pengemasan dan penempelan sticker logo (merk).

Rincian perhitungan biaya tenaga kerja pada Tabel 18 merupakan biaya

tenaga kerja usahatani bersama antara hakusai dan kyuuri. Keseluruhan biaya

yang dikeluarkan cukup besar dan mencapai Rp 22.000,00, sedangkan jika


dihitung dengan proporsi untuk biaya tenaga kerja hakusai saja adalah sebesar

Rp 16.500,00. Nilai biaya tenaga kerja hakusai adalah 75 persen dari biaya tenaga

kerja keseluruhan.

Total biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan untuk budidaya

hakusai dengan proporsi 3 : 1 dalam satu bedeng 14 m² satu musim tanam masing-

masing adalah Rp 130.008,6 dan Rp 64.120,00. Berdasarkan data total biaya tetap

dan total biaya variabel tersebut maka dapat dibuat analisis usahatani hakusai

organik yang disajikan dalam Tabel 19.

Tabel 19. Analisis Usahatani Hakusai Organik per 14 m² per MT


Nilai Jumlah
Persentase
No Uraian Perhitungan Hakusai Kyuri Hakusai (Rp)
1 Biaya Tetap
a) Pajak lahan 120,82 90,61
b) Penyusutan alat-alat 173224,11 129918,08
2 Biaya Tetap Total (TFC) a+b 130008,69
3 Biaya Variabel
a) Benih 840 5880 840
b) Pupuk 6600 4950
c) Kapur 11000 8250
d) Pestisida Nabati 2340 1755
e) Tenaga Kerja 22000 16500
f) Plastik Pengemas dan
sticker 25200 25200
g) Insect Trap 3000 2250
h) Biaya Transportasi 4375 4375 4375
4 Biaya Variabel Total (TVC) a+b+c+d+e+f+g+h 64120
5 Total Biaya (TC) TFC+TVC 194128,69
6 Produksi/Kg (Y) 12,6
7 Harga/Kg (P) 22500
8 Total Penerimaan (TR) YxP 283500
9 Keuntungan Usahatani (I) TR - TC 89371,30
Berdasarkan data yang diperoleh pada Tabel 19 mengenai perhitungan

usahatani hakusai organik pada luasan 14 m² dalam satu musim tanam, diketahui

bahwa biaya total yang dikeluarkan perusahaan adalah sebesar Rp 194.128,69.

Hasil produksi hakusai organik dalam satu musim tanam per bedeng adalah 12,6

kilogram dengan harga jual per kg adalah Rp 22.500,00 sehingga diperoleh


penerimaan perusahaan dari budidaya hakusai organik adalah sebesar Rp

283.500,00. Keuntungan perusahaan dalam produksi hakusai organik pada luasan

lahan 14 m² dalam satu musim tanam adalah senilai Rp 89.371,3, yaitu diperoleh

dari selisih antara total penerimaan perusahaan dengan total biaya yang

dikeluarkan oleh perusahaan.

6.1.5 Analisis Usahatani Kubis/Kol Organik

Kubis di tanam secara tumpangsari dengan tanaman pakcoi pada setiap

bedeng atau lahan seluas 14 m². Karena tumpangsari, maka ada biaya-biaya yang

dihitung secara bersama yaitu biaya pajak lahan, biaya penyusutan, pupuk,

pestisida, kapur, dan biaya tenaga kerja. Benih kubis yang dibutuhkan untuk satu

lahan bedeng tersebut yaitu sebanyak 112 butir benih atau atau senilai Rp 560,00.

Sedangkan benih pakcoi yang dibutuhkan sebanyak 560 butir atau senilai Rp

1.120,00. Sebelum ditanam pada bedengan, benih-benih tersebut disemai terlebih

dahulu untuk menjadi bibit di dalam bangunan persemaian. Biaya tetap pada

usahatani kubis dan pakcoi ini sama dengan biaya tetap usahatani sayuran lainnya,

yaitu terdiri dari biaya untuk pajak lahan dan penyusutan alat-alat pertanian. Biaya

tetap ini juga termasuk biaya bersama pada analisis usahatani tumpangsari kubis

dan pakcoi organik. Biaya variabel terdiri dari bahan-bahan produksi seperti

benih, tenaga kerja, pupuk, plastik pengemas, insect trap. Sedangkan untuk biaya

transportasi, dihitung untuk setiap jenis sayuran yaitu masing-masing sayuran Rp

4.375,00. Rincian biaya variabel dan biaya tetap usahatani kubis dan pakcoi

organik dapat dilihat pada Tabel 20.


Tabel 20. Rincian Biaya Tetap dan Biaya Variabel Usahatani Tumpangsari
Kubis dan Pakcoi Organik per 14 m² per Musim Tanam
Kebutuhan Harga (Rp) Jumlah
No Uraian Kubis Pakcoi Kubis Pakcoi Biaya (Rp)
Biaya Tetap
1 Pajak Lahan (m²) 14 10,27 143,78
2 Penyusutan Alat-alat 206219,2
Total Biaya Tetap 206362,98
Biaya Variabel
1 Benih 112 560 5 2 1680
2 Pupuk
a) Kandang 20 230 4600
b) Kompos 4 500 2000
3 Kapur 0,5 22000 11000
4 Pestisida Nabati 1,3 1800 2340
5 Tenaga Kerja 25250
6 Plastik Pengemas 67 60 600 640 78600
7 Insect trap 3 1000 3000
8 Biaya Transportasi 4375 4375 8750
Total Biaya Variabel 137220

Sementara itu, untuk mengetahui rincian biaya variabel dan biaya tetap

usahatani kubis maka digunakan perhitungan proporsi untuk biaya kubis dari

biaya bersama. Proporsi tersebut dihitung menggunakan persentase dengan

perbandingan 3 : 1 untuk kubis, dengan pertimbangan bahwa masa periode tanam

kubis lebih panjang dari masa periode tanam pakcoi. Total biaya tetap dan biaya

variabel yang dikeluarkan perusahaan untuk menghasilkan sayuran kubis organik

adalah masing-masing sebesar Rp 154.772,23 dan Rp 81.277,5. Jumlah tersebut

jauh lebih rendah dibandingkan biaya budidaya tumpangsari kubis dan pakcoi.

Rincian biaya variabel dan biaya tetap usahatani kubis organik dapat dilihat pada

Tabel 21.
Tabel 21. Rincian Biaya Tetap dan Biaya Variabel Usahatani Kubis Organik
per 14 m² per Musim Tanam
Nilai (Rp) Persentase
No Uraian Kubis Pakcoi Kubis (75%)
Biaya Tetap
1 Pajak Lahan 143,8 107,85
2 Penyusutan Alat-alat 206219,17 154664,3835
Total Biaya Tetap 154772,2335
Biaya Variabel
1 Benih 560 1120 560
2 Pupuk
a) Kandang 4600 3450
b) Kompos 2000 1500
3 Kapur 11000 8250
4 Pestisida Nabati 2340 1755
5 Tenaga Kerja 25250 18938
6 Plastik Pengemas 40200 38400 40200
7 Insect trap 3000 2250
8 Biaya Transportasi 4375 4375 4375
Total Biaya Variabel 81277,5

Seperti halnya sayuran organik lainnya, pada budidaya kubis dan pakcoi

organik dibutuhkan tenaga kerja yang bertanggungjawab dan memegang kendali

atas seluruh kegiatan produksi pada lahan perusahaan. Tenaga kerja yang berperan

sudah pasti merupakan karyawan atau pegawai harian di PT Anugerah Bumi

Persada. Perhitungan biaya tenaga kerja untuk satu bedeng atau lahan seluas 14

m² dilakukan sesuai jenis kegiatan, lama pekerjaan, jumlah dan jenis kelamin

tenaga kerja yang digunakan. Biaya tenaga kerja budidaya kubis yaitu merupakan

biaya bersama, karena usahatani kubis tumpangsari dengan pakcoi. Hasil

perhitungan diperoleh bahwa biaya tenaga kerja yang dibutuhkan untuk budidaya

tumpangsari kubis dan pakcoi adalah sebesar Rp 25.250,00. Jenis kegiatan yang

dilakukan oleh tenaga kerja tersebut pada umumnya sama seperti pada budidaya

sayuran organik yang lain yang terdiri dari pengolahan lahan, pembibitan,

penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pasca panen. Perbedaannya mungkin

terlihat pada jumlah jam kerja yang dibutuhkan oleh budidaya kubis dan pakcoi
organik. Hal ini disebabkan oleh waktu yang diperlukan dalam satu musim tanam

kubis dan pakcoi organik berbeda dengan sayuran lain, sehingga biaya tenaga

kerjanya pun akan berbeda. Selain itu, budidaya kol organik sama halnya dengan

budidaya brokoli yang dilakukan secara tumpang sari dengan tanaman pakcoi.

Perincian biaya tenaga kerja untuk satu musim tanam komoditi kubis dan pakcoi

dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Biaya Tenaga Kerja Budidaya Kubis dan Pakcoi (Tumpang Sari)
untuk Luasan 14m² per Musim Tanam
Jenis Jumlah Tenaga Kerja Upah/Orang/Jam Total
Kegiatan Jam Kerja Pria Wanita Pria Wanita Biaya
Pengolahan Lahan 1 1 1750 1750
Pembibitan 1 1 1500 1500
Penanaman 1 1 1500 1500
Pemeliharaan 8 1 1500 12000
Pemanenan 1 1 1 1750 1500 3250
Pasca Panen 1 3 1750 5250
TOTAL 13 5 4 25250

Dilihat dari tabel diatas bahwa jenis kegiatan pemeliharaan membutuhkan

jumlah jam kerja yang paling tinggi. Hal ini dikarenakan budidaya secara organik

memang padat karya dan membutuhkan ketekunan dari para pekerjanya terutama

dalam kegiatan pemeliharaan yang meliputi kegiatan penyiraman, penggendalian

hama dan penyiangan dari gulma. Komponen pengeluaran biaya tenaga kerja

tertinggi kedua yaitu pada kegiatan pasca panen dengan jumlah 1 jam kerja dan 3

tenaga kerja pria. Kegiatan pasca panen meliputi perompesan, pengemasan dan

penempelan sticker logo (merk).

Rincian perhitungan biaya tenaga kerja pada Tabel 22 merupakan biaya

tenaga kerja usahatani bersama antara kubis dan pakcoi. Keseluruhan biaya cukup

besar dan mencapai Rp 25.250,00, sedangkan jika dihitung dengan proporsi untuk
biaya tenaga kerja kubis saja adalah sebesar Rp 18.937,5. Nilai biaya tenaga kerja

kubis adalah 75 persen dari biaya tenaga kerja keseluruhan.

Total biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan untuk budidaya

kubis dengan proporsi 3 : 1 dalam satu bedeng 14 m² satu musim tanam masing-

masing adalah Rp 154.772,23 dan Rp 81.277,5. Berdasarkan data total biaya tetap

dan total biaya variabel tersebut maka dapat dibuat analisis usahatani kubis

organik yang disajikan dalam Tabel 23.

Tabel 23. Analisis Usahatani Kubis Organik per 14 m² per MT


Nilai Total
Persentase
No Uraian Perhitungan Kubis Pakcoi Kubis (Rp)
1 Biaya Tetap
a) Pajak lahan 143,78 108
b) Penyusutan alat-alat 206219,2 154664
2 Biaya Tetap Total (TFC) a+b 154772
3 Biaya Variabel
a) Benih 560 560
b) Pupuk 6600 4950
c) Kapur 11000 8250
d) Pestisida Nabati 2340 1755
e) Tenaga Kerja 25250 18938
f) Plastik Pengemas dan
sticker 40200 40200
g) Insect Trap 3000 2250
h) Biaya Transportasi 4375 4375 4375
4 Biaya Variabel Total (TVC) a+b+c+d+e+f+g+h 81278
5 Total Biaya (TC) TFC+TVC 236050
6 Produksi/Kg (Y) 26,8
7 Harga/Kg (P) 22500
8 Total Penerimaan (TR) YxP 603000
9 Keuntungan Usahatani (I) TR - TC 366950

Berdasarkan data yang diperoleh pada Tabel 23 mengenai perhitungan

usahatani kubis organik pada luasan 14 m² dalam satu musim tanam, diketahui

bahwa biaya total yang dikeluarkan perusahaan adalah sebesar Rp 236.050,00.

Hasil produksi kubis organik dalam satu musim tanam per bedeng adalah 26,8

kilogram dengan harga jual per kg adalah Rp 22.500,00 sehingga diperoleh

penerimaan perusahaan dari budidaya kubis organik adalah sebesar


Rp 603.000,00. Keuntungan perusahaan dalam produksi kubis organik pada

luasan lahan 14 m² dalam satu musim tanam adalah senilai Rp 366.950,00, yaitu

diperoleh dari selisih antara total penerimaan perusahaan dengan total biaya yang

dikeluarkan oleh perusahaan.

6.2 Analisis Pendapatan Usahatani

PT Anugerah Bumi Persada menghasilkan berbagai jenis sayuran

organik yang pada umumnya merupakan sayuran organik jepang. Dalam budidaya

sayuran organik tersebut tentu saja perusahaan menghindari penggunaan pupuk

dan petisida kimia. Dalam meminimalkan serangan hama dan penyakit,

perusahaan melakukan budidaya sayuran dengan pola tanam tumpangsari pada

sebagian besar komoditas sehingga hama yang menyerang tanaman tidak terlalu

homogen. Pada umumnya komponen biaya yang dikeluarkan untuk budidaya

berbagai komoditas sayuran organik sama saja, kecuali untuk biaya benih yang

digunakan masing-masing sayuran. Pada budidaya sayuran yang ditanam secara

tumpangsari, biaya yang dikeluarkan selain biaya benih merupakan biaya

bersama. Dalam analisis ini, komoditas yang dibahas dalam perhitungan usahatani

adalah bayam jepang, tomat, brokoli, sawi, dan kubis (kol), dimana brokoli, sawi

dan kubis ditanam secara tumpangsari. Biaya variabel yang dikeluarkan untuk

usahatani sayuran-sayuran organik tersebut meliputi biaya benih, pupuk, plastik

pengemas dan insect trap. Selain biaya variabel, biaya yang dikeluarkan untuk

usahatani sayuran organik tersebut ada pula biaya tetap.

Lahan yang digunakan untuk budidaya masing-masing sayuran adalah

lahan bedengan sebesar 14 m² di dalam sebuah green house. Bedengan-bedengan


tersebut berada dalam lahan seluas 2,8 hektar yang didalamnya juga terdapat

kantor, gudang pupuk, dapur, ruang packing, villa, jalan, dan pos pengaman.

Lahan yang digunakan untuk budidaya sayuran organik dibagi menjadi 8 blok

yang terdiri dari blok A hingga blok H. Dari kedelapan blok tersebut, hanya 3

blok saja yang tidak menggunakan green house yaitu blok A, blok f, dan blok i.

Blok tersebut dimaksudkan untuk tanaman sayuran yang memang tidak

membutuhkan naungan untuk pertumbuhannya, seperti wortel, kailan, dan bawang

daun.

Sayuran-sayuran organik yang diproduksi oleh PT Anugerah Bumi

Persada didistribusikan dengan nama merk “RR-Organik” ke supermarket-

supermarket yang terdapat di Jakarta seperti Ranch Market, Papaya, dan Kamome.

Selain mendistribusikan produk sayuran organik ke supermarket-supermarket,

perusahaan juga menerima pesanan langsung antar atau delivery order pada

beberapa pelanggan yang bertempat tinggal di Jakarta dan sekitarnya. Harga yang

ditetapkan oleh perusahaan cukup tinggi, namun demikian produk sayuran

organik dari PT Anugerah Bumi Persada tetap memiliki permintaan yang tinggi

pula. Kisaran harga sayuran organik tersebut yaitu antara Rp 22.500,00 – Rp

52.500,00 per kilogram.

6.2.1 Analisis Pendapatan Usahatani Bayam Jepang (Horenso) Organik

Semua komponen penerimaan pada usahatani horenso organik dapat

diperoleh dari jumlah produksi horenso yang dihasilkan dikali dengan harga

jualnya. Penerimaan yang diperoleh per 14 m² dalam satu musim tanam untuk
horenso adalah sebesar Rp 324.500,00. Hasil analisis pendapatan dan biaya

usahatani horenso dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24. Analisis Penerimaan dan Biaya Usahatani Horenso Organik per 14
m² satu musim tanam
Persentase Persentase
No Komponen Nilai (Rp) Penerimaan (%) Biaya (%)
1 Penerimaan
Jumlah Produksi (kg)
Penerimaan Tunai 292050
Penerimaan yang diperhitungkan 32450
Jumlah Total Penerimaan 324500 100
2 Biaya Tunai
1. Pajak Lahan (14m²/MT) 67,06 0,02 0,04
2. Sarana Produksi
a. Benih (butir) 5000 1,54 3,05
b. Pupuk kandang 2300 0,71 1,37
c. Kapur 5500 1,69 2,17
d. Pestisida Nabati 2340 0,72 1,43
3. Tenaga Kerja 19750 6,09 12,04
4. Plastik Pengemas 28800 8,88 17,56
5. Insect Trap 3000 0,92 1,83
6. Biaya Transportasi 4375 1,35 2,60
Total Biaya Tunai 71132,06 20,57 40,71
3 Biaya Diperhitungkan
1. Penyusutan alat 96235,61 29,66 58,68
2. Sarana Produksi
a. Kompos 1000 0,31 0,61
Total Biaya Diperhitungkan 97235,61 29,96 59,29
4 Biaya Total 168367,67 50,54 100
5 Pendapatan atas Biaya Tunai 253367,94
6 Pendapatan atas Biaya Total 156132,32
7 R/C atas Biaya Tunai 4,561937332
8 R/C atas Biaya Total 1,927329562

Lahan yang digunakan merupakan lahan milik pribadi, sehingga

perusahaan harus mengeluarkan pajak setiap tahunnya. Pajak lahan yang

dikeluarkan perusahaan yaitu sebesar Rp 500.000,00/ha dalam satu tahun, maka

pajak untuk lahan seluas 14 m² adalah sebesar Rp 67,06 dalam satu musim tanam.

Biaya yang diperlukan untuk benih adalah Rp 5000,00 atau sekitar 3,05 persen

dari persentase biaya total atau sebanyak 1,54 persen dari penerimaan total. Pupuk

yang digunakan terdiri dari pupuk kandang, kompos dan tambahan kapur. Pupuk
kandang yang dibutuhkan sebanyak 10 kg seharga Rp 2.300,00 dan kapur yang

dibutuhkan sebanyak 0,25 kg seharga Rp 5.500,00.

Tenaga kerja yang dibutuhkan pada usahatani horenso dihitung

berdasarkan jam kerja. Upah per HOK untuk tenaga kerja pria adalah sebesar Rp

14.000,00 sedangkan untuk tenaga kerja wanita sebesar Rp 12.000,00 per hari.

Dalam 1 HOK terdiri dari 8 jam kerja. Total pengeluaran biaya tenaga kerja untuk

budidaya horenso adalah Rp 19.750,00 atau sebesar 12,04 persen dari keseluruhan

biaya dan 6,09 persen dari total penerimaan. Sehingga total biaya tunai yang harus

disediakan oleh perusahaan adalah sebesar Rp 71.132,06.

Biaya yang diperhitungkan dari penyusutan alat-alat yaitu sebesar Rp

96.235,61 per musim tanam untuk horenso. Persentase dari total penerimaan

sebesar 29,66 persen sedangkan dari biaya total sebesar 58,68 persen. Pupuk

kompos termasuk dalam kategori biaya diperhitungkan, karena pengadaannya

dengan mengomposkan sampah-sampah organik secara swadaya. Pupuk kompos

yang dibutuhkan sebanyak 2 kg seharga Rp 1.000,00 atau 0,61 persen dari total

biaya keseluruhan dan 0,31 persen dari total penerimaan.

Besar biaya total yang dikeluarkan untuk usahatani bayam jepang

(horenso) per musim tanam untuk lahan seluas 14 m² adalah sebesar Rp

168.367,67. Pendapatan yang diperoleh atas biaya tunai sebesar Rp 253.367,94

sedangkan pendapatan atas biaya total yaitu sebesar Rp 156.132,32 Rasio dari

pendapatan atas biaya tunai 4,56 persen dan atas biaya total yaitu 1,92 persen.

Analisis penerimaan atas biaya (R/C rasio) ditujukan untuk mengetahui

tingkat pengembalian modal, yang merupakan hasil perbandingan antara total

penerimaan dengan total pengeluaran. Jika R/C lebih besar dari satu maka
usahatani dianggap layak untuk diusahakan. Sedangkan apabila R/C kurang dari

satu dianggap tidak layak dan jika R/C sama dengan satu, maka usahatani

dianggap impas. Analisis R/C dapat dihitung atas biaya total dan atas biaya tunai,

dengan perhitungan sebagai berikut :

1. R/C atas Biaya Total

Rp324.500
R/C =
Rp168.367,67

= 1,92

2. R/C atas Biaya Tunai

Rp324.500
R/C =
Rp71.132,06

= 4,56

Angka R/C sebesar 1,92 di atas menunjukkan bahwa dengan biaya

produksi sebesar Rp 168.367,67 akan menghasilkan penerimaan 1,92 kali lebih

besar atau sebesar 192 persen dari total biaya produksi, dengan kata lain setiap Rp

1,00 modal yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,92

dalam satu kali periode produksi. Sedangkan R/C atas biaya tunai horenso organik

sebesar 4,56. Dengan demikian nilai R/C atas biaya total 1,92 dan nilai R/C atas

biaya tunai sebesar 4,56 maka dapat dikatakan bahwa usahatani horenso organik

tersebut menguntungkan dan efisien untuk diusahakan karena nilai R/C lebih dari

satu.

6.2.2 Analisis Pendapatan Usahatani Tomat Organik

Semua komponen penerimaan pada usahatani tomat organik dapat

diperoleh dari jumlah produksi tomat yang dihasilkan dikali dengan harga jualnya.
Penerimaan yang diperoleh per 14 m² dalam satu musim tanam untuk tomat

adalah sebesar Rp 485.100,00. Hasil analisis pendapatan dan biaya usahatani

tomat dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 25. Analisis Penerimaan dan Biaya Usahatani Tomat Organik per 14
m² satu musim tanam
Persentase Persentase
No Komponen Nilai (Rp) Penerimaan (%) Biaya (%)
1 Penerimaan
Jumlah Produksi 485100
Jumlah Total Penerimaan 485100 100
2 Biaya Tunai
1. Pajak Lahan (14m²/MT) 175 0,04 0,04
2. Sarana Produksi
a. Benih (butir) 54600 11,26 13,30
b. Pupuk 6900 1,42 1,68
c. Kapur 5500 1,13 1,34
d. Pestisida Nabati 2340 0,48 0,57
3. Tenaga Kerja 24500 5,05 5,97
4. Plastik Pengemas dan sticker 35400 7,30 8,62
5. Insect Trap 3000 0,62 0,73
6. Sterofoam 5310 1,09 1,29
7. Benang 3750 0,77 0,91
8. Kawat 3750 0,77 0,91
9. Polybag 10500 2,16 2,56
10. Biaya Transportasi 4375 0,90 1,07
Total Biaya Tunai 160100 33,00 39,00
3 Biaya Diperhitungkan
1. Penyusutan alat 247463 51,01 60,27
2. Sarana Produksi
a. Kompos 3000 0,62 0,73
Total Biaya Diperhitungkan 250463,01 51,63 61,00
4 Biaya Total 410563,01 84,63 100,00
5 Pendapatan atas Biaya Tunai 325000
6 Pendapatan atas Biaya Total 74536,98
7 R/C atas Biaya Tunai 3,029981262
8 R/C atas Biaya Total 1,181548224

Lahan yang digunakan merupakan lahan milik pribadi, sehingga

perusahaan harus mengeluarkan pajak setiap tahunnya. Pajak lahan yang

dikeluarkan perusahaan yaitu sebesar Rp 500.000,00/ha dalam satu tahun, maka

pajak untuk lahan seluas 14 m² adalah sebesar Rp 175,00 dalam satu musim

tanam. Biaya yang diperlukan untuk benih adalah Rp 54.600,00 atau sekitar 13,30
persen dari persentase biaya total atau sebanyak 11,26 persen dari penerimaan

total. Pupuk yang digunakan terdiri dari pupuk kandang, kompos dan tambahan

kapur. Pupuk kandang yang dibutuhkan sebanyak 30 kg seharga Rp 6.900,00 dan

kapur yang dibutuhkan sebanyak 0,25 kg seharga Rp 5.500,00.

Tenaga kerja yang dibutuhkan pada usahatani tomat organik dihitung

berdasarkan jam kerja. Upah per HOK untuk tenaga kerja pria adalah sebesar Rp

14.000,00 sedangkan untuk tenaga kerja wanita sebesar Rp 12.000,00 per hari.

Dalam 1 HOK terdiri dari 8 jam kerja. Total pengeluaran biaya tenaga kerja untuk

budidaya tomat adalah Rp 24.500,00 atau sebesar 5,11 persen dari keseluruhan

biaya dan 5,05 persen dari total penerimaan. Sehingga total biaya tunai yang harus

disediakan oleh perusahaan adalah sebesar Rp 155.725,00.

Biaya yang diperhitungkan dari penyusutan alat-alat yaitu sebesar Rp

247.463,00 per musim tanam untuk tomat. Persentase dari total penerimaan

sebesar 51,01 persen sedangkan dari biaya total sebesar 60,27 persen. Pupuk

kompos termasuk dalam kategori biaya diperhitungkan, karena pengadaannya

dengan mengomposkan sampah-sampah organik secara swadaya. Pupuk kompos

yang dibutuhkan sebanyak 6 kg seharga Rp 3.000,00 atau 0,73 persen dari total

biaya keseluruhan dan 0,62 persen dari total penerimaan.

Besar biaya total yang dikeluarkan untuk usahatani tomat organik per

musim tanam untuk lahan seluas 14 m² adalah sebesar Rp 410.563,01. Pendapatan

yang diperoleh atas biaya tunai sebesar Rp 325.000,00 sedangkan pendapatan atas

biaya total yaitu sebesar Rp 74.536,98. Rasio dari pendapatan atas biaya tunai

3,02 persen dan atas biaya total yaitu 1,18 persen.


Analisis penerimaan atas biaya (R/C rasio) ditujukan untuk mengetahui

tingkat pengembalian modal, yang merupakan hasil perbandingan antara total

penerimaan dengan total pengeluaran. Jika R/C lebih besar dari satu maka

usahatani dianggap layak untuk diusahakan. Sedangkan apabila R/C kurang dari

satu dianggap tidak layak dan jika R/C sama dengan satu, maka usahatani

dianggap impas. Analisis R/C dapat dihitung atas biaya total dan atas biaya tunai,

dengan perhitungan sebagai berikut :

1. R/C atas Biaya Total

Rp 485.100
R/C =
Rp 410.563

= 1,18

2. R/C atas Biaya Tunai

Rp 485.100
R/C =
Rp160.100

= 3,02

Angka R/C sebesar 1,18 di atas menunjukan bahwa dengan biaya

produksi sebesar Rp 410.563,00 akan menghasilkan penerimaan 1,18 kali lebih

besar atau sebesar 118 persen dari total biaya produksi, dengan kata lain setiap Rp

1,00 modal yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,18

dalam satu kali periode produksi. Sedangkan R/C atas biaya tunai tomat organik

sebesar 3,02. Dengan demikian nilai R/C atas biaya total 1,18 dan nilai R/C atas

biaya tunai sebesar 3,02 maka dapat dikatakan bahwa usahatani tomat organik

tersebut menguntungkan dan efisien untuk diusahakan karena nilai R/C lebih dari

satu.
6.2.3 Analisis Pendapatan Usahatani Brokoli Organik

Semua komponen penerimaan pada usahatani brokoli organik dapat

diperoleh dari jumlah produksi brokoli yang dihasilkan dikali dengan harga

jualnya. Penerimaan yang diperoleh per 14 m² dalam satu musim tanam untuk

brokoli adalah sebesar Rp 330.750,00. Hasil analisis pendapatan dan biaya

usahatani brokoli dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 26. Analisis Penerimaan dan Biaya Usahatani Brokoli Organik per 14
m² satu musim tanam
No Komponen Nilai (Rp) Persentase Persentase
Penerimaan (%) Biaya (%)
1 Penerimaan
Jumlah Produksi Brokoli 330750
Jumlah Total Penerimaan 330750 100
2 Biaya Tunai
1. Pajak Lahan (14m²/MT) 131,30 0,04 0,05
2. Sarana Produksi
a. Benih brokoli 2268 0,69 0,89
b. Pupuk Kandang 3450 1,04 1,36
c. Kapur 8250 2,49 3,25
d. Pestisida Nabati 1755 0,53 0,69
3. Tenaga Kerja 25125 7,60 9,90
4. Plastik Pengemas dan sticker
brokoli 19200 5,80 7,56
5. Insect Trap 2250 0,68 0,89
6. Biaya Transportasi 4375 1,32 1,72
3 Total Biaya Tunai 66804,30 20,20 26,31
Biaya Diperhitungkan
1. Penyusutan alat 185597,30 56,11 73,10
2. Sarana Produksi
a. Kompos 1500 0,45 0,59
4 Total Biaya Diperhitungkan 187097,30 56,57 73,69
5 Biaya Total 253901,60 76,77 100
6 Pendapatan atas Biaya Tunai 263945,70
7 Pendapatan atas Biaya Total 76848,40
8 R/C atas Biaya Tunai 4.951028601
9 R/C atas Biaya Total 1.302670011

Lahan yang digunakan merupakan lahan milik pribadi, sehingga

perusahaan harus mengeluarkan pajak setiap tahunnya. Pajak lahan yang

dikeluarkan perusahaan yaitu sebesar Rp 500.000,00/ha dalam satu tahun, maka

pajak untuk lahan seluas 14 m² adalah sebesar Rp 175,00 dalam satu musim
tanam. Proporsi pajak lahan untuk brokoli adalah 75 persen dari nilai awal,

sehingga pajak lahan untuk budidaya brokoli adalah Rp 131,3. Biaya yang

diperlukan untuk benih brokoli adalah Rp 2.268,00 atau sekitar 0,89 persen dari

persentase biaya total atau sebanyak 0,69 persen dari penerimaan total. Pupuk

yang digunakan terdiri dari pupuk kandang, kompos dan tambahan kapur. Pupuk

kandang yang dibutuhkan tanaman sebanyak 20 kg seharga Rp 4.600,00 dan

kapur yang dibutuhkan sebanyak 0,5 kg seharga Rp 11.000,00 untuk tumpangsari

brokoli dan pakcoi. Biaya pupuk kandang untuk budidaya brokoli yaitu Rp

3.450,00 atau sekitar 1,04 persen dari penerimaan dan 1,36 persen dari total biaya.

Biaya kapur yang dikeluarkan untuk budidaya brokoli yaitu sebesar Rp 8.250,00

atau sekitar 3,25 persen dari biaya keseluruhan atau sebanyak 2,49 persen dari

total penerimaan.

Tenaga kerja yang dibutuhkan pada usahatani brokoli yang ditanam

secara tumpangsari dengan pakcoi dihitung berdasarkan jam kerja. Upah per

HOK untuk tenaga kerja pria adalah sebesar Rp 14.000,00 sedangkan untuk

tenaga kerja wanita sebesar Rp 12.000,00 per hari. Dalam 1 HOK terdiri dari 8

jam kerja. Total pengeluaran biaya tenaga kerja untuk budidaya brokoli dan

pakcoi adalah Rp 33.500,00, sedangkan biaya tenaga kerja apabila digunakan

hanya untuk brokoli saja yaitu atau sebesar Rp 25.125,00 atau sekitar 9,90 persen

dari keseluruhan biaya dan 7,60 persen dari total penerimaan. Sehingga total biaya

tunai yang harus disediakan oleh perusahaan untuk budidaya brokoli organik

adalah sebesar Rp 66.804,30.

Biaya yang diperhitungkan dari penyusutan alat-alat yaitu sebesar

Rp 185.597,00 per musim tanam untuk brokoli. Persentase dari total penerimaan
sebesar 56,11 persen sedangkan dari biaya total sebesar 73,10 persen. Pupuk

kompos termasuk dalam kategori biaya diperhitungkan, karena pengadaannya

dengan mengomposkan sampah-sampah organik secara swadaya. Pupuk kompos

yang dibutuhkan sebanyak 4 kg seharga Rp 2.000,00 untuk kedua tanaman. Biaya

pupuk kompos untuk tanaman brokoli saja adalah sebesar Rp 1.500,00 atau 0,59

persen dari total biaya keseluruhan dan 0,45 persen dari total penerimaan.

Besar biaya total yang dikeluarkan untuk usahatani brokoli organik per

musim tanam untuk lahan seluas 14 m² adalah sebesar Rp 253.901,60. Pendapatan

yang diperoleh atas biaya tunai sebesar Rp 263.945,70 sedangkan pendapatan atas

biaya total yaitu sebesar Rp 76.848,40. Rasio dari pendapatan atas biaya tunai

4,95 persen dan atas biaya total yaitu 1,30 persen.

Analisis penerimaan atas biaya (R/C ratio) ditujukan untuk mengetahui

tingkat pengembalian modal, yang merupakan hasil perbandingan antara total

penerimaan dengan total pengeluaran. Analisis R/C rasio dihitung untuk

mengetahui tingkat pengembalian modal usahatani brokoli yang dapat dihitung

atas biaya total dan atas biaya tunai, dengan perhitungan sebagai berikut :

1. R/C atas Biaya Total

Rp330.750
R/C =
Rp 253.901,5

= 1,30

2. R/C atas Biaya Tunai

Rp330.750
R/C =
Rp 66.804,3

= 4,95
Angka R/C sebesar 1,30 di atas menunjukan bahwa dengan biaya

produksi sebesar Rp 253.901,50 akan menghasilkan penerimaan 1,30 kali lebih

besar atau sebesar 130 persen dari total biaya produksi, dengan kata lain setiap Rp

1,00 modal yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,30

dalam satu kali periode produksi. Sedangkan R/C atas biaya tunai brokoli organik

sebesar 4,95. Dengan demikian nilai R/C atas biaya total 1,30 dan nilai R/C atas

biaya tunai sebesar 4,95 maka dapat dikatakan bahwa usahatani brokoli organik

tersebut menguntungkan dan efisien untuk diusahakan karena nilai R/C lebih dari

satu.

6.2.4 Analisis Pendapatan Usahatani Hakusai Organik

Semua komponen penerimaan pada usahatani hakusai organik dapat

diperoleh dari jumlah produksi hakusai yang dihasilkan dikali dengan harga

jualnya. Penerimaan yang diperoleh per 14 m² dalam satu musim tanam untuk

hakusai adalah sebesar Rp 283.500,00. Lahan yang digunakan merupakan lahan

milik pribadi, sehingga perusahaan harus mengeluarkan pajak setiap tahunnya.

Pajak lahan yang dikeluarkan perusahaan yaitu sebesar Rp 500.000,00/ha dalam

satu tahun, maka pajak untuk lahan seluas 14 m² adalah sebesar Rp 120,82 dalam

satu musim tanam. Proporsi pajak lahan untuk hakusai adalah 75 persen dari nilai

awal, sehingga pajak lahan untuk budidaya hakusai adalah Rp 91,00.

Biaya yang diperlukan untuk benih hakusai adalah Rp 840,00 atau

sekitar 0,43 persen dari persentase biaya total atau sebanyak 0,30 persen dari

penerimaan total. Pupuk yang digunakan terdiri dari pupuk kandang, kompos dan

tambahan kapur. Pupuk kandang yang dibutuhkan kedua tanaman sebanyak 20 kg


seharga Rp 4.600,00 dan kapur yang dibutuhkan sebanyak 0,5 kg seharga

Rp 11.000,00 untuk tumpangsari hakusai dan kyuuri. Hasil analisis pendapatan

dan biaya usahatani hakusai dapat dilihat pada Tabel 27.

Tabel 27. Analisis Penerimaan dan Biaya Usahatani Hakusai Organik per 14
m² satu musim tanam
No Komponen Nilai (Rp) Persentase Persentase
Penerimaan
(%) Biaya (%)
1 Penerimaan
Jumlah Produksi Hakusai 283500
Jumlah Total Penerimaan 283500 100
2 Biaya Tunai
1. Pajak Lahan (14m²/MT) 91 0,03 0,05
2. Sarana Produksi
a. Benih Hakusai 840 0,30 0,43
b. Pupuk Kandang 3450 1,22 1,78
c. Kapur 8250 2,91 4,25
d. Pestisida Nabati 1755 0,62 0,90
3. Tenaga Kerja 16500 5,82 8,50
4. Plastik Pengemas dan sticker Hakusai 25200 8,89 12,98
5. Insect Trap 2250 0,79 1,16
6. Biaya Transportasi 4375 1,54 2,25
3 Total Biaya Tunai 62711 22,12 32,30
Biaya Diperhitungkan
1. Penyusutan alat 129918 45,83 66,92
2. Sarana Produksi
a. Kompos 1500 0,53 0,77
4 Total Biaya Diperhitungkan 131418 46,36 67,70
5 Biaya Total 194129 68,48 100
6 Pendapatan atas Biaya Tunai 220789
7 Pendapatan atas Biaya Total 89371
8 R/C atas Biaya Tunai 4,520737989
9 R/C atas Biaya Total 1,460369136

Biaya pupuk kandang untuk budidaya hakusai saja yaitu sebesar Rp 3.450

atau sekitar 1,22 persen dari penerimaan dan 1,78 persen dari total biaya. Biaya

kapur yang dikeluarkan untuk budidaya hakusai yaitu sebesar Rp 8.250,00 atau

sekitar 4,25 persen dari biaya keseluruhan atau sebanyak 2,91 persen dari total

penerimaan. Tenaga kerja yang dibutuhkan pada usahatani hakusai yang ditanam

secara tumpangsari dengan kyuuri dihitung berdasarkan jam kerja. Upah per HOK

untuk tenaga kerja pria adalah sebesar Rp 14.000,00 sedangkan untuk tenaga kerja
wanita sebesar Rp 12.000,00 per hari. Dalam 1 HOK terdiri dari 8 jam kerja. Total

pengeluaran biaya tenaga kerja untuk budidaya hakusai dan kyuri adalah Rp

22.000,00, sedangkan biaya tenaga kerja apabila digunakan hanya untuk hakusai

saja yaitu atau sebesar Rp 16.500,00 atau sekitar 8,50 persen dari keseluruhan

biaya dan 5,82 persen dari total penerimaan. Sehingga total biaya tunai yang harus

disediakan oleh perusahaan untuk budidaya brokoli organik adalah sebesar

Rp 62.711,00.

Biaya yang diperhitungkan dari penyusutan alat-alat yaitu sebesar Rp

129.918,00 per musim tanam untuk hakusai. Persentase dari total penerimaan

sebesar 45,83 persen sedangkan dari biaya total sebesar 66,92 persen. Pupuk

kompos termasuk dalam kategori biaya diperhitungkan, karena pengadaannya

dengan mengomposkan sampah-sampah organik secara swadaya. Pupuk kompos

yang dibutuhkan sebanyak 4 kg seharga Rp 2.000,00 untuk kedua tanaman

hakusai dan kyuuri. Biaya pupuk kompos untuk tanaman hakusai saja adalah

sebesar Rp 1.500,00 atau 0,77 persen dari total biaya keseluruhan dan 0,53 persen

dari total penerimaan.

Besar biaya total yang dikeluarkan untuk usahatani hakusai organik per

musim tanam untuk lahan seluas 14 m² adalah sebesar Rp 194.129,00. Pendapatan

yang diperoleh atas biaya tunai sebesar Rp 220.789,00 sedangkan pendapatan atas

biaya total yaitu sebesar Rp 89.371,00. Rasio dari pendapatan atas biaya tunai

4,52 persen dan atas biaya total yaitu 1,46 persen.

Analisis penerimaan atas biaya (R/C ratio) ditujukan untuk mengetahui

tingkat pengembalian modal, yang merupakan hasil perbandingan antara total

penerimaan dengan total pengeluaran. Analisis R/C rasio dihitung untuk


mengetahui tingkat pengembalian modal usahatani hakusai yang dapat dihitung

atas biaya total dan atas biaya tunai, dengan perhitungan sebagai berikut :

1. R/C atas Biaya Total

Rp 283.500
R/C =
Rp194.128,69

= 1,46

2. R/C atas Biaya Tunai

Rp 283.500
R/C =
Rp 62.711

= 4,52

Angka R/C sebesar 1,46 di atas menunjukan bahwa dengan biaya

produksi sebesar Rp 194.128,69 akan menghasilkan penerimaan 1,46 kali lebih

besar atau sebesar 146 persen dari total biaya produksi, dengan kata lain setiap Rp

1,00 modal yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,46

dalam satu kali periode produksi. Sedangkan R/C atas biaya tunai hakusai organik

sebesar 4,52. Dengan demikian nilai R/C atas biaya total 1,46 dan nilai R/C atas

biaya tunai sebesar 4,52 maka dapat dikatakan bahwa usahatani hakusai organik

tersebut menguntungkan dan efisien untuk diusahakan karena nilai R/C lebih dari

satu.

6.2.5 Analisis Pendapatan Usahatani Kubis Organik

Semua komponen penerimaan pada usahatani kubis organik dapat

diperoleh dari jumlah produksi kubis yang dihasilkan dikali dengan harga jualnya.

Penerimaan yang diperoleh per 14 m² dalam satu musim tanam untuk kubis adalah

sebesar Rp 603.000,00. Hasil analisis pendapatan dan biaya usahatani kubis

organik dapat dilihat pada Tabel 28.


Tabel 28. Analisis Penerimaan dan Biaya Usahatani Kubis Organik per 14
m² satu musim tanam
No Komponen Nilai (Rp) Persentase Persentase
Penerimaan (%) Biaya (%)
1 Penerimaan
Jumlah Produksi Kubis 603000
Jumlah Total Penerimaan 603000 100
2 Biaya Tunai
1. Pajak Lahan (14m²/MT) 107,80 0,02 0,05
2. Sarana Produksi
a. Benih Kubis 560 0,09 0,24
b. Pupuk Kandang 3450 0,57 1,46
c. Kapur 8250 1,37 3,50
d. Pestisida Nabati 1755 0,29 0,74
3. Tenaga Kerja 18937,50 3,14 8,02
4. Plastik Pengemas dan sticker Kubis 40200 6,67 17,03
5. Insect Trap 2250 0,37 0,95
6. Biaya Transportasi 4375 0,73 1,85
3 Total Biaya Tunai 79885,30 13,25 33,84
Biaya Diperhitungkan
1. Penyusutan alat 154664,40 25,65 65,52
2. Sarana Produksi
a. Kompos 1500 0,25 0,64
4 Total Biaya Diperhitungkan 156164,40 25,90 66,16
5 Biaya Total 236049,70 39,15 100
6 Pendapatan atas Biaya Tunai 523114,70
7 Pendapatan atas Biaya Total 366950,30
8 R/C atas Biaya Tunai 7,548322
9 R/C atas Biaya Total 2,554547

Lahan yang digunakan merupakan lahan milik pribadi, sehingga

perusahaan harus mengeluarkan pajak setiap tahunnya. Pajak lahan yang

dikeluarkan perusahaan yaitu sebesar Rp 500.000,00/ha dalam satu tahun, maka

pajak untuk lahan seluas 14 m² adalah sebesar Rp 143,78 dalam satu musim

tanam. Proporsi pajak lahan untuk kubis adalah 75 persen dari nilai awal,

sehingga pajak lahan untuk budidaya kubis adalah Rp 107,80. Biaya yang

diperlukan untuk benih kubis adalah Rp 560,00 atau sekitar 0,24 persen dari

persentase biaya total atau sebanyak 0,09 persen dari penerimaan total. Pupuk

yang digunakan terdiri dari pupuk kandang, kompos dan tambahan kapur. Pupuk

kandang yang dibutuhkan kedua tanaman sebanyak 20 kg seharga Rp 4.600,00

dan kapur yang dibutuhkan sebanyak 0,5 kg seharga Rp 11.000,00 untuk


tumpangsari kubis dan pakcoi. Biaya pupuk kandang untuk budidaya kubis yaitu

Rp 3.450,00 atau sekitar 0,57 persen dari penerimaan total dan 1,46 persen dari

biaya keseluruhan. Biaya kapur yang dikeluarkan untuk budidaya kubis yaitu

sebesar Rp 8.250,00 atau sekitar 3,50 persen dari biaya keseluruhan atau sebanyak

1,37 persen dari total penerimaan.

Tenaga kerja yang dibutuhkan pada usahatani kubis yang ditanam secara

tumpangsari dengan pakcoi dihitung berdasarkan jam kerja. Total pengeluaran

biaya tenaga kerja untuk budidaya kubis dan pakcoi adalah Rp 25.250,00,

sedangkan biaya tenaga kerja apabila digunakan hanya untuk kubis saja yaitu atau

sebesar Rp 18.937,50 atau sekitar 8,02 persen dari keseluruhan biaya dan 3,14

persen dari total penerimaan. Sehingga total biaya tunai yang harus disediakan

oleh perusahaan untuk budidaya kubis organik adalah sebesar Rp 79.885,30.

Biaya yang diperhitungkan dari penyusutan alat-alat yaitu sebesar

Rp 154.664,40 per musim tanam untuk kubis. Persentase dari total penerimaan

sebesar 25,65 persen sedangkan dari biaya total sebesar 65,52 persen. Pupuk

kompos termasuk dalam kategori biaya diperhitungkan, karena pengadaannya

dengan mengomposkan sampah-sampah organik secara swadaya. Pupuk kompos

yang dibutuhkan sebanyak 4 kg seharga Rp 2.000,00 untuk kedua tanaman kubis

dan pakcoi. Biaya pupuk kompos untuk tanaman kubis saja adalah sebesar Rp

1.500,00 atau 0,64 persen dari total biaya keseluruhan dan 0,25 persen dari total

penerimaan.

Besar biaya total yang dikeluarkan untuk usahatani kubis organik per

musim tanam untuk lahan seluas 14 m² adalah sebesar Rp 236.049,70. Pendapatan

yang diperoleh atas biaya tunai sebesar Rp 523.114,70 sedangkan pendapatan atas
biaya total yaitu sebesar Rp 366.950,30. Rasio dari pendapatan atas biaya tunai

7,54 persen dan atas biaya total yaitu 2,55 persen.

Analisis penerimaan atas biaya (R/C ratio) ditujukan untuk mengetahui

tingkat pengembalian modal, yang merupakan hasil perbandingan antara total

penerimaan dengan total pengeluaran. Analisis R/C rasio dihitung untuk

mengetahui tingkat pengembalian modal usahatani kubis yang dapat dihitung atas

biaya total dan atas biaya tunai, dengan perhitungan sebagai berikut :

1. R/C atas Biaya Total

Rp603.000,00
R/C =
Rp 236.050,00

= 2,55

2. R/C atas Biaya Tunai

Rp 603.000,00
R/C =
Rp 79.885,30

= 7,54

Angka R/C sebesar 2,55 di atas menunjukan bahwa dengan biaya

produksi sebesar Rp 236.050,00 akan menghasilkan penerimaan 2,55 kali lebih

besar atau sebesar 255 persen dari total biaya produksi, dengan kata lain setiap Rp

1,00 modal yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,55

dalam satu kali periode produksi. Sedangkan R/C atas biaya tunai kubis organik

sebesar 7,54. Dengan demikian nilai R/C atas biaya total 2,55 dan nilai R/C atas

biaya tunai sebesar 7,54 maka dapat dikatakan bahwa usahatani kubis organik

tersebut menguntungkan dan efisien untuk diusahakan karena nilai R/C lebih dari

satu.
VII. KELANGSUNGAN USAHA DAN PROSPEK PASAR

7.1 Prospek Pertanian Organik

Dengan semakin meningkatnya jumlah populasi penduduk Indonesia

setiap tahun, maka produksi pangan pun harus ditingkatkan. Sistem pertanian di

Indonesia dalam pengadaan bahan pangan sebagian besar masih berbasis

konvensional. Fenomena tersebut menyebabkan terjadinya percepatan kerusakan

sumber daya, eksploitasi lingkungan seperti degradasi lahan dan pencemaran oleh

residu kimia pada tanah dan air. Dengan demikian, diperlukan pembangunan

pertanian yang berkelanjutan dengan masukan teknologi rendah input luar atau

LEISA (Low Eksternal Input Sustainable Agriculture). Alernatif untuk

menciptakan pembangunan pertanian yang berkelanjutan adalah dengan gerakan

”kembali ke alam” yaitu sistem pertanian organik.

Dalam penerapannya, pertanian organik banyak menghadapi kendala

yang tidak mudah untuk dilaksanakan sehingga investasi atau opportunity cost

yang dikeluarkan untuk itu sangat besar. Walaupun demikian, pertanian organik

sudah pasti menghasilkan produk-produk pertanian yang unggul dalam kualitas.

Selain terbebas dari residu, dalam jangka panjang pertanian organik dapat

mempertahankan produktivitas lahan, memperbaiki kualitas dan kapasitas tanah

dalam mendukung pertanian berkelanjutan sehingga dapat menghambat kerusakan

sumberdaya.
7.2 Kelangsungan Usaha PT Anugerah Bumi Persada

Usahatani sayuran organik di PT Anugerah Bumi Persada telah dirintis

selama kurang lebih delapan tahun. Selama itu pula perusahaan menghadapi

resiko usahanya. Selain ditinjau dari analisis pendapatan usahatani, prospek

kelangsungan usahatani sayuran organik di PT Anugerah Bumi Persada dapat

dilihat dari berbagai aspek yaitu aspek teknis, aspek ekologi, dan aspek sosial. Hal

yang dapat dilihat dari aspek teknis yaitu adanya dukungan dari faktor-faktor alam

seperti keadaan tanah di daerah usahatani sayuran organik tersebut yaitu Desa

Galudra, Kecamatan Cugenang, Cianjur. Desa Galudra memiliki keadaan tanah

yang subur dan merupakan dataran tinggi yang pada umumnya digunakan untuk

bercocok tanam sayuran. Selain itu, ketersediaan air di Desa Galudra cukup baik

karena lokasinya yang berada di kaki Gunung Gede, maka aliran air didapat

langsung dari mata air pegunungan.

Dilihat dari aspek ekologi, usaha budidaya sayuran organik di PT

Anugerah Bumi Persada memberikan dampak positif terhadap lingkungan sekitar.

Menurut Sutanto (2002) pengembangan pertanian organik dapat mempertahankan

dan melestarikan produktivitas lahan dalam jangka pendek maupun panjang.

Selain itu budidaya sayuran secara organik yang dilakukan perusahaan dapat

membatasi terjadinya pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh residu pupuk,

pestisida, serta bahan kimia pertanian lainnya. Sedangkan bila dilihat dari aspek

sosial, usahatani sayuran organik di PT Anugerah Bumi Persada mampu

membuka kesempatan kerja bidang pertanian khususnya bagi masyarakat sekitar

desa. Dari sudut pandang ketiga aspek yang telah dijelaskan, maka dapat
dikatakan bahwa kelangsungan usaha budidaya sayuran organik di PT Anugerah

Bumi Persada baik untuk terus dikembangkan.

7.3 Prospek Pasar Sayuran Organik

Prospek pasar sayuran organik di PT Anugerah Bumi Persada dapat

dilihat dari segi penjualannya. Hal tersebut pada akhirnya memperlihatkan

keuntungan yang diperoleh perusahaan dari hasil produksi masing-masing

komoditas. Untuk merencanakan hasil yang akan diproduksi, maka permintaan

terhadap sayuran organik harus diketahui.

Dalam memenuhi permintaan pasar, PT Anugerah Bumi Persada

melakukan perencanaan terlebih dahulu untuk memperkirakan banyaknya sayuran

yang akan dihasilkan. Selama ini dalam satu bedeng dengan luas 14 m² satu

musim tanam, sayuran horenso yang dihasilkan adalah sebanyak 11 kg dengan

hasil bersih yang dijual 9,9 kg. Sedangkan untuk tomat, hasil yang dijual dalam

satu bedeng adalah 17,64 kg, brokoli sebanyak 6,3 kg, hakusai sebanyak 12,6 kg

dan kubis sebanyak 26,8 kg.

Harga yang ditetapkan perusahaan untuk masing-masing komoditi

sayuran berbeda-beda. Harga tersebut masih tergolong tinggi untuk sebagian besar

konsumen sayuran sehingga hanya masyarakat dari golongan tertentu saja yang

menjadi konsumen sayuran organik. Untuk horenso organik harga yang ditetapkan

perusahaan sebesar Rp 29.500/kg, sedangkan tomat apel Rp 27.500/kg, brokoli Rp

52.500/kg, serta hakusai dan kubis Rp 22.500/kg. Dalam mendistribusikan

sayuran organik ke supermarket-supermarket di Jakarta, sistem penjualan yang


dilakukan perusahaan adalah “beli lepas” yaitu produk yang sudah diterima oleh

supermarket tidak dapat dikembalikan walaupun tidak terjual semuanya.

Untuk mengetahui komoditas masing-masing sayuran yang lebih

prospektif dikembangkan salah satunya dapat dilihat dari permintaan serta

penjualannya. Secara garis besar, penjualan serta permintaan sayuran organik di

PT Anugerah Bumi Persada disajikan pada Tabel 29.

Tabel 29. Daftar Permintaan dan Penjualan Sayuran Organik PT. Anugerah
Bumi Persada (Maret 2008)
Permintaan/Bulan Hasil/Bedeng Kebutuhan Panen/Bulan Penjualan/Bulan
Komoditas (kg) (kg) Bedeng (kali) (kg)
Horenso 500 9,9 6 8 475,20
Tomat 500 17,64 2 8 282,24
Brokoli 400 6,3 7 8 352,80
Hakusai 300 12,6 4 8 403,20
Kubis 250 26,8 2 8 428,80

Pada Tabel 29 dapat diketahui bahwa horenso dan tomat organik

mendominasi permintaan di PT Anugerah Bumi Persada, yaitu 500 kg/bulan.

Permintaan selanjutnya diikuti oleh brokoli, hakusai, dan kubis yang masing-

masing berjumlah 400, 300, dan 250 kg/bulan. Walaupun demikian, produksi

perusahaan untuk sebagian besar jenis sayuran tersebut berada di bawah angka

permintaannya. Hampir setiap bulannya tomat memiliki permintaan sebesar 500

kg, namun tidak demikian dengan produksi yang hanya mencapai 282,2 kg. Tidak

jauh berbeda dengan tomat, keadaan yang serupa juga terjadi pada horenso dan

brokoli dimana jumlah produksi belum mampu menutupi jumlah permintaannya.

Berbeda dengan horenso, tomat dan brokoli, penjualan hakusai dan kubis melebihi

angka permintaannya. Produksi hakusai dan kubis tetap dapat diserap oleh pasar

walaupun jumlahnya berlebihan. Dalam merespon kelebihan jumlah produksi


hakusai dan kubis, perusahaan menyuplai sisa produksinya tersebut ke beberapa

gerai sayuran organik lain serta salah satu restoran di Jakarta.

Adanya gap antara jumlah permintaan dan penjualan beberapa sayuran

organik seperti horenso, tomat, dan brokoli salah satunya disebabkan oleh kendala

budidaya. Perusahaan seringkali menghadapi resiko cuaca buruk yang sangat

menghambat budidaya sayuran, terutama tomat. Tanaman tomat biasanya tidak

dapat toleransi terhadap cuaca yang berkabut, sedangkan pada daerah budidaya

justru seringkali dilanda kabut. Faktor lain adalah adanya serangan hama yang

banyak ditemukan pada tanaman brokoli, seperti hama ulat. Hal ini tentu akan

menyebabkan banyaknya tanaman brokoli yang mati. Fenomena ini menyebabkan

adanya peluang pasar yang cukup prospektif untuk horenso, tomat, dan brokoli

organik pada PT Anugerah Bumi Persada.


VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan

1. Usahatani lima sayuran organik yaitu horenso, tomat, brokoli, hakusai dan

kubis memberikan keuntungan pada PT Anugerah Bumi Persada.

Pendapatan atas biaya total sayuran organik untuk lahan seluas 14 m²

dalam satu musim tanam dengan urutan dari yang terbesar yaitu kubis,

horenso, hakusai, brokoli, dan tomat.

2. Nilai R/C rasio kelima sayuran organik yang dihasilkan oleh PT Anugerah

Bumi Persada yaitu lebih besar dari satu. Dengan demikian, usahatani

kelima sayuran organik tersebut dapat dikatakan sudah menguntungkan

untuk dilakukan.

3. Sayuran organik yang dihasilkan PT Anugerah Bumi Persada memiliki

prospek pasar yang cukup baik untuk dikembangkan terutama bagi

komoditas sayuran horenso, tomat, brokoli, hakusai, dan kubis organik.


8.2 Saran

1. Perusahaan sebaiknya melakukan perhitungan usahatani terhadap

komoditas sayuran lainnya sehingga dapat menilai kontribusi keuntungan

yang didapat dari masing-masing sayuran tersebut.

2. Dalam memenuhi permintaan pasar, perusahaan sebaiknya

mengoptimalkan hasil terutama untuk sayuran organik yang

permintaannya belum dapat terpenuhi.

3. Saran penelitian selanjutnya yaitu untuk menganalisis optimasi pola tanam

sayuran organik di PT Anugerah Bumi Persada.


DAFTAR PUSTAKA

Andoko, Agus. 2002. Budidaya Padi Secara Organik. Jakarta : Penebar Swadaya

Departemen Pertanian. 2006. Tanaman Sayuran. Jakarta : Departemen Pertanian

Hasan, Iqbal. 2003. Pokok-pokok Materi Statistik 1 (Statistik Deskriptif). Edisi


Kedua. Jakarta : PT Bumi Aksara

Hernanto, Fadholi. 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta : PT Penebar Swadaya

Horngren, Charles dan Walter Harrison. 1993. Akuntansi. Terjemahan. Jakarta :


PT Salemba Empat

Imdad, Heri Purwanto dan Abdjad Asih Nawangsih. 2001. Sayuran Jepang.
Jakarta : Penebar Swadaya.

Kartika, Juang Gema. 2006. Pemanfaatan kompos berbahan dasar limbah substrat
jamur pada budidaya horenso. Laporan Penelitian Dosen Muda IPB.
Institut Pertanian Bogor. Bogor

Kotler, Philip. 2003. Manajemen Pemasaran Jilid 1. Terjemahan. Jakarta : PT


Indeks

Lipsey, Richard G, Paul N. Courant, Douglas D. Purvis, dan Peter O. Steiner.


1995. Pengantar Makroekonomi Jilid Satu. Terjemahan. Jakarta :
Binarupa Aksara

Mei, Theresia. 2006. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Sayuran


Organik Yayasan Bina Sarana Bhakti. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi
Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor

Nicholson, Walter. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya.


Terjemahan. Jakarta : Erlangga

Pracaya. 2001. Kol alias Kubis. Edisi Revisi. Jakarta : PT Penebar Swadaya

. 2003. Bertanam Sayuran Organik di Kebun, Pot, dan Polibag.


Jakarta : PT Penebar Swadaya

Rahmawati. 2007. Analisis Usahatani Sayuran Organik pada Perusahaan Benny’s


Organic Garden Bogor-Jawa Barat. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi
Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor

Setiawan, Ade Iwan. 1995. Sayuran Dataran Tinggi: Budidaya dan Pengaturan
Panen. Jakarta : PT Penebar Swadaya
Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia
(UI-Press)

Suratiyah, Ken. 2006. Ilmu Usahatani. Jakarta : Penebar Swadaya

Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan Pertanian Organik ; Pemasyarakatan dan


Pengembangannya. Yogyakarta : Kanisius

. 2002. Pertanian Organik ; Menuju Pertanian Alternatif dan


Berkelanjutan. Yogyakarta : Kanisius

Trisnawati, Yani dan Ade Iwan Setiawan. 2002. Tomat ; Pembudidayaan Secara
Komersial. Jakarta : PT Penebar Swadaya

Usman, Husaini dan Purnomo. 2003. Pengantar Statistika. Jakarta : PT Bumi


Aksara.

Wahyuni, Yulia Tri. 2007. Analisis Cabang Usahatani Sayuran Organik di Mega
Surya Organic Kecamatan Mega Mendung, Kabupaten Bogor. Skripsi.
Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor

Yanti, Isdia. 2007. Analisis Usahatani Sayuran Organik di Perusahaan Matahari


Farm Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. Skripsi. Program Sarjana
Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Lampiran 1. Daftar Harga Sayuran Organik PT Anugerah Bumi Persada
No. Jenis Sayur Harga Sayuran (Rp/Kg)
1 Horenso 29500
2 Tomat 27500
3 Brokoli 52500
4 Hakusai 22500
5 Kubis 22500
6 Wortel 27500
7 Komatsuna 27500
8 Pakcoi 27500
9 Kyuuri 27500
10 Daun Selada 27500
11 Negi 44500
12 Daikon 22500
13 Baby Buncis 29500
14 Tomat Cherry 29500
15 Kabocha 22500
16 Asparagus 59500
17 Kokabu 22500
18 Nira 44500
19 Cabai 27500
20 Kangkung 22500
Lampiran 2. Daftar Rincian Biaya Penyusutan Alat-alat Budidaya Sayuran Organik
UMUR NILAI SISA
NO NAMA BARANG HARGA (Rp) UNIT TOTAL EKONOMIS (%) (Rp) PENYUSUTAN/TH
1 Green House 800000 1 800000 3 0.1 80000 240000
2 Meja persemaian 100000 4 400000 3 0.1 40000 120000
3 Cangkul 21500 6 129000 1 0.1 12900 116100
4 Kored 15000 2 30000 1 0.1 3000 27000
5 Parang 20000 3 60000 1 0.1 6000 54000
6 Gunting 50000 4 200000 2 0.2 40000 80000
7 Ember 10000 5 50000 1 0.1 5000 45000
8 Gentong air 65000 3 195000 2 0.1 19500 87750
9 Selang air 5000 15 75000 2 0.1 7500 33750
10 Meja Wraping 10000 2 20000 2 0.2 4000 8000
11 Bangku 15000 4 60000 2 0.1 6000 27000
12 Sprayer 250000 3 750000 5 0.2 150000 120000
13 Timbangan Kecil 150000 1 150000 3 0.1 15000 45000
TOTAL PENYUSUTAN 1.4 1003600
Lampiran 3. Gambar Kelima Sayuran Organik PT Anugerah Bumi Persada

Bayam Jepang (Horenso)

Tomat
Brokoli

Sawi Putih Jepang (Hakusai)


Kubis (Kol)
Lampiran 4. Denah Kebun PT Anugerah Bumi Persada
ps
Musola
Blok Blok Blok Blok Blok Blok
B1 B2 B3 C1 C2 D1 Blok H2
Blok I
Blok F
A
Blok H1

Stroberi
Blok G2

Blok G1

B1.0
B2.0 B3.0
Vila
Works Work TL
hop shop
pupuk
panen
Mess
Kandang P
g
Blok Blok
E5 E4 Blok Blok Blok Blok
E3 E2 E1 D2 Keterangan:
PS : Pos ronda
TL : Pusat Terminal listrik
P : Bak penampungan air

Tanaman Buah

Anda mungkin juga menyukai