Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

VENTILASI MEKANIK

DISUSUN OLEH :

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN KELAS REGULER B

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GOMBONG

TAHUN 2018/2019
KATA PENGANTAR

puji syukur penulis panjatkan kehadirat allah swt yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “jenis obat-obat emergency” ini dengan baik.

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah tindakan
keperawatan kritis yang diampu oleh ibu isma yuniar, m.kep.

Penulis menyadari bahwa makalah ini dapat terselesaikan atas bimbingan dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini menyampaikan
terima kasih kepada:

1. Ibu isma yuniar, m. Kep selaku dosen pengampu mata


kuliah tindakan keperawatankritis yang telah membimbing penulis dalam
menyelesaikan makalah ini.
2. Pihak perpustakaan stikes muhammadiyah gombong yang telah
meminjamkan buku untuk referensi dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini,


meskipun telah berusaha semaksimal mungkin sesuai kemampuan. Oleh karena itu,
dengan kerendahan hati penyusun bersedia menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun dan berguna untuk masa yang akan datang.

akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penyusun sendiri,
pembaca maupun bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Banjarnegara, 19 maret 2019

penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul ..................................................................................................... i

Kata Pengantar .................................................................................................... ii

Daftar Isi ............................................................................................................ iii

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Tinjauan .................................................................................................. 2
BAB II : PEMBAHASAN
A. Definisi Ventilasi Mekanik dan Ventilator ............................................. 3
B. Indikasi Ventilasi Mekanik ..................................................................... 3
C. Tujuan Ventilasi Mekanik....................................................................... 3
D. Jenis-jenis Ventilasi Mekanik ................................................................. 4
E. Mode-mode Ventilasi Mekanik .............................................................. 6
F. Pengaturan Pernafasan pada Pasien Terpasang Ventilasi Mekanik ........ 8
G. Komplikasi Ventilasi Mekanik ............................................................... 9
H. Penyapihan Ventilasi Mekanik ............................................................. 11
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 12
B. Saran ..................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi semakin lama semakin pesat dan menyentuh hampir
semua bidang kehidupan manusia. Pada akhirnya setiap individu harus mempunyai
pengetahuan dan keterampilan untuk menggunakan teknologi, agar dapat beradaptasi
terhadap perkembangan tersebut. Hal ini juga berlaku untuk profesi keperawatan,
khususnya area keperawatan kritis di ruang perawatan intensif (intensif care
unit/ICU).
Di ruang perawatan kritis, pasien yang dirawat disana adalah pasien-pasien
yang memerlukan mesin-mesin yang dapat menyokong kelangsungan hidup mereka,
diantaranya mesin ventilator, monitoring, infus pump, syringe pump, dll. Dengan
adanya keadaan tersebut maka tenaga kesehatan terutama perawat yang ada di ruang
perawatan kritis, seharusnya menguasai dan mampu menggunakan teknologi
yang sesuai dengan mesin-mesin tersebut, karena perawat yang akan selalu ada di sisi
pasien selama 24 jam.
Pemanfaatan teknologi di area perawatan kritis terjadi dengan dua proses yaitu
transfer dan transform teknologi dari teknologi medis menjadi teknologi
keperawatan. Tranfer teknologi adalah pengalihan teknologi yang mengacu pada
tugas, peran atau penggunaan peralatan yang sebelumnya dilakukan oleh satu
kelompok profesional kepada kelompok yang lain. Sedangkan transform(perubahan)
teknologi mengacu pada penggunaan teknologi medis menjadi bagian dari teknologi
keperawatan untuk meningkatkan asuhan keperawatan yang diberikan dan hasil yang
akan dicapai oleh pasien. Ventilasi mekanik yang lebih dikenal dengat ventilator
merupakan teknologi medis yang ditransfer oleh dokter kepada perawat dan kemudian
ditransform oleh keperawatan sehingga menjadi bagian dari keperawatan. Perawat
pemula yang pengetahuan dan pengalaman teknologinya masih kurang akan
menganggap ventilator sebagai beban kerja tambahan, karena mereka hanya bisa
melakukan monitoring dan merekam hasil observasi pasien. Sedangkan pada perawat
yang sudah berpengalaman akan memanfaatkan dan menggunakan ventilator sebagai
bagian dari keperawatan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan kepada
pasien di ruang kritis dan akan berdampak positif terhadap profesi keperawatan.
Penguasaan terhadap teknologi akan menjadi modal bagi perawat untuk
mengontrol pekerjaannya (Alasad, 2002). Perawat sebagai ujung tombak pelayanan di
rumah sakit khususnya perawat ICU (Intensive Care Unit) perlu memiliki pemahaman
dasar mengenai penggunaan ventilator mekanik. Pemahaman yang tepat sangat
membantu perawat dalam memberikan pelayanan secara optimal.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Alat Bantu
Ventilasi.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mengetahui definisi ventilasi.
b. Mahasiswa mengetahui indikasi ventilasi.
c. Mahasiswa mengetahui tujuan ventilasi.
d. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis ventilator.
e. Mahasiswa mengetahui mode ventilasi.
f. Mahasiswa mengetahui komplikasi ventilator.
g. Mahasiswa mengetahui penyapihan ventilator
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Ventilasi Mekanik dan Ventilator


Ventilasi mekanik adalah proses penggunaan suatu peralatan untuk
memfasilitasi transpor oksigen dan karbondioksida antara atmosfer dan alveoli untuk
tujuan meningkatkan pertukaran gas paru-paru (Urden, Stacy, Lough, 2010).
Ventilator merupakan alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat
mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen untuk periode waktu yang lama
(Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).

B. Indikasi Ventilasi Mekanik


Ventilasi mekanik diindikasikan untuk alasan fisiologis dan klinis (Urden,
Stacy, Lough, 2010). Ventilasi mekanik diindikasikan ketika modalitas manajemen
noninvasif gagal untuk memberikan bantuan oksigenasi dan/atau ventilasi yang
adekuat. Keputusan untuk memulai ventilasi mekanik berdasarkan pada kemampuan
pasien memenuhi kebutuhan oksigenasi dan/atau ventilasinya. Ketidakmampuan
pasien untuk secara klinis mempertahankan CO2 dan status asam-basa pada tingkat
yang dapat diterima yang menunjukkan terjadinya kegagalan pernafasan dan hal
tersebut merupakan indikasi yang umum untuk intervensi ventilasi mekanik (Chulay
& Burns, 2006).

C. Tujuan Ventilasi Mekanik


Tujuan ventilasi mekanik adalah untuk mempertahankan ventilasi alveolar
yang tepat untuk kebutuhan metabolik pasien dan untuk memperbaiki hipoksemia dan
memaksimalkan transpor oksigen (Hudak & Gallo, 2010). Bila fungsi paru untuk
melaksanakan pembebasan CO2 atau pengambilan O2 dari atmosfir tidak cukup,
maka dapat dipertimbangkan pemakaian ventilator (Rab, 2007). Tujuan fisiologis
meliputi membantu pertukaran gas kardio-pulmonal (ventilasi alveolar dan oksigenasi
arteri), meningkatkan volume paru-paru (inflasi paru akhir ekspirasi dan kapasitas
residu fungsional), dan mengurangi kerja pernafasan. Tujuan klinis meliputi
mengatasi hipoksemia dan asidosis respiratori akut, mengurangi distress pernafasan,
mencegah atau mengatasi atelektasis dan kelelahan otot pernafasan, memberikan
sedasi dan blokade neuromuskular, menurunkan konsumsi oksigen, mengurangi
tekanan intrakranial, dan menstabilkan dinding dada (Urden, Stacy, Lough, 2010).

D. Jenis-jenis Ventilasi Mekanik


1. Ventilator tekanan negatif
Ventilator tekanan negatif pada awalnya diketahui sebagai “paru-paru
besi”. Tubuh pasien diambil alih oleh silinder besi dan tekanan negatif didapat
untuk memperbesar rongga toraks. Saat ini, ventilasi tekanan negatif jangka-
pendek intermiten (VTNI) telah digunakan pada penyakit paru obstruktif
menahun (PPOM) untuk memperbaiki gagal nafas hiperkapnik berat dengan
memperbaiki fungsi diafragma (Hudak & Gallo, 2010). Ventilator ini
kebanyakan digunakan pada gagal nafas kronik yang berhubungan dengan
kondisi neuromuskular seperti poliomielitis, muscular dystrophy, amyotrophic
lateral sclerosis, dan miastenia gravis (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
Ventilator tekanan negatif menggunakan tekanan negatif pada dada
luar. Penurunan tekanan intrathorak selama inspirasi menyebabkan udara
mengalir ke dalam paru-paru. Secara fisiologis, tipe assisted ventilator ini
sama dengan ventilasi spontan. Ventilator tekanan negatif mudah digunakan
dan tidak memerlukan intubasi jalan nafas (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever,
2008). Ventilator ini dapat digerakkan dan dipasang seperti rumah kura-kura,
bentuk kubah diatas dada dengan menghubungkan kubah ke generator tekanan
negatif. Rongga toraks secara harfiah “menghisap” untuk mengawali inspirasi
yang disusun secara manual dengan “trigger”. Ventilator tekanan negatif
menguntungkan karena ia bekerja seperti pernafasan normal. Namun, alat ini
digunakan terbatas karena keterbatasannya pada posisi dan gerakan seperti
juga rumah kura-kura (Hudak & Gallo, 2010).
2. Ventilator tekanan positif
a. Pressure-Cycled
Ventilator pressure-cycled bekerja pada prinsip dasar bahwa bila
tekanan praset dicapai, inspirasi diakhiri (Hudak & Gallo, 2010;
Ignatavicius & Workman, 2006; Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekshalasi terjadi dengan
pasif. Ini berarti bahwa bila komplain atau tahanan paru pasien terhadap
perubahan aliran, volume udara yang diberikan berubah (Hudak & Gallo,
2010).
Secara klinis saat paru pasien menjadi lebih kaku (kurang komplain)
volume udara yang diberikan ke pasien menurun-kadang secara drastis
(Hudak & Gallo, 2010). Volume udara atau oksigen bisa bervariasi karena
dipengaruhi resistansi jalan nafas dan perubahan komplain paru, sehingga
volume tidal yang dihantarkan tidak konsisten (Smeltzer, Bare, Hinkle,
Cheever, 2008). Perawat harus sering memonitor tekanan inspirasi,
kecepatan, dan volume tidal (VT) ekshalasi untuk meyakinkan ventilasi
menit yang adekuat dan untuk mendeteksi berbagai perubahan pada
komplain dan tahanan paru. Pada pasien yang status parunya tak stabil,
penggunaan ventilator tekanan tidak dianjurkan. Namun pada pasien
komplain parunya sangat stabil, ventilator tekanan adekuat dan dapat
digunakan sebagai alat penyapihan pada pasien terpilih (Hudak & Gallo,
2010).
b. Time-Cycled
Ventilator time-cycled bekerja pada prinsip dasar bahwa bila pada
waktu praset selesai, inspirasi diakhiri (Hudak & Gallo, 2010; Smeltzer,
Bare, Hinkle, Cheever, 2008). Waktu ekspirasi ditentukan oleh waktu dan
kecepatan inspirasi (jumlah nafas per menit). Normal rasio I:E
(inspirasi:ekspirasi) 1:2 (Hudak & Gallo, 2010). Kebanyakan ventilator
memiliki suatu kontrol kecepatan yang menentukan kecepatan respirasi,
tetapi siklus waktu yang murni jarang digunakan pada pasien dewasa.
Ventilator tersebut digunakan pada bayi baru lahir dan infant (Smeltzer,
Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
c. Volume-Cycled
Ventilator volume yang paling sering digunakan pada unit kritis saat
ini (Hudak & Gallo, 2010; Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008). Prinsip
dasar ventilator ini adalah bila volume udara yang ditujukan diberikan
pada pasien, inspirasi diakhiri. Ini mendorong volume sebelum penetapan
(VT) ke paru pasien pada kecepatan pengesetan. Keuntungan ventilator
volume adalah perubahan pada komplain paru pasien, memberikan VT
konsisten (Hudak & Gallo, 2010). Volume udara yang dihantarkan oleh
ventilator dari satu pernafasan ke pernafasan berikutnya relatif konstan,
sehingga pernafasan adekuat walaupun tekanan jalan nafas bervariasi
(Ignatavicius & Workman, 2006; Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).

E. Mode-mode Ventilasi Mekanik


1. Control mode ventilation
Ventilasi mode control menjamin bahwa pasien menerima suatu
antisipasi jumlah dan volume pernafasan setiap menit (Chulay & Burns,
2006). Pada mode control, ventilator mengontrol pasien. Pernafasan diberikan
ke pasien pada frekuensi dan volume yang telah ditentukan pada ventilator,
tanpa menghiraukan upaya pasien untuk mengawali inspirasi. Bila pasien
sadar atau paralise, mode ini dapat menimbulkan ansietas tinggi dan
ketidaknyamanan (Hudak & Gallo, 2010). Biasanya pasien tersedasi berat
dan/atau mengalami paralisis dengan blocking agents neuromuskuler untuk
mencapai tujuan (Chulay & Burns, 2006). Indikasi untuk pemakaian ventilator
meliputi pasien dengan apnea, intoksikasi obat-obatan, trauma medula
spinalis, disfungsi susunan saraf pusat, frail chest, paralisa karena obatobatan,
penyakit neuromuskular (Rab, 2007).
2. Assist Mode
Pada mode assist, hanya picuan pernafasan oleh pasien diberikan pada
VT yang telah diatur. Pada mode ini pasien harus mempunyai kendali untuk
bernafas. Bila pasien tidak mampu untuk memicu pernafasan, udara tak
diberikan (Hudak & Gallo, 2010). Kesulitannya buruknya faktor pendukung
“lack of back-up” bila pasien menjadi apnea model ini kemudian dirubah
menjadi assit/control, A/C (Rab, 2007).
3. Model ACV (Assist Control Ventilation)
Assist control ventilation merupakan gabungan assist dan control mode
yang dapat mengontrol ventilasi, volume tidal dan kecepatan. Bila pasien
gagal untuk inspirasi maka ventilator akan secara otomatik mengambil alih
(control mode) dan mempreset kepada volume tidal (Rab, 2007). Ini menjamin
bahwa pasien tidak pernah berhenti bernafas selama terpasang ventilator. Pada
mode assist control, semua pernafasan-apakah dipicu oleh pasien atau
diberikan pada frekuensi yang ditentukan-pada VT yang sama (Hudak &
Gallo, 2010).
Assist control ventilation sering digunakan saat awal pasien diintubasi
(karena menit ventilasi yang diperlukan bisa ditentukan oleh pasien), untuk
dukungan ventilasi jangka pendek misalnya setelah anastesi, dan sebagai
dukungan ventilasi ketika dukungan ventilasi tingkat tinggi diperlukan
(Chulay & Burns, 2006). Secara klinis banyak digunakan pada sindroma
Guillain Barre, postcardiac, edema pulmonari, Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS) dan ansietas (Rab, 2007).
4. Intermittent Mandatory Ventilation (IMV)
IMV dirancang untuk menyediakan bantuan ventilator tapi hanya
sebagian, merupakan kombinasi periode assist control dengan periode ketika
pasien bernafas spontan (Marino, 2007). Mode IMV memungkinkan ventilasi
mandatori intermiten. Seperti pada mode kontrol frekuensi dan VT praset. Bila
pasien mengharapkan untuk bernafas diatas frekuensi ini, pasien dapat
melakukannya. Namun tidak seperti pada mode assist control, berapapun
pernafasan dapat diambil melalui sirkuit ventilator (Hudak & Gallo, 2010).
5. Pressure-Controlled Ventilation (PCV)
PCV menggunakan suatu tekanan konstan untuk mengembangkan
paru-paru. Mode ventilator ini kurang disukai karena volume inflasi bisa
bervariasi. Akan tetapi, ada ketertarikan kepada PCV karena risiko injuri paru-
paru yang disebabkan oleh pemasangan ventilasi mekanik lebih rendah
(Marino, 2006).
6. Pressure-Support Ventilation (PSV)
Pernafasan yang membantu tekanan yang memberikan kesempatan
kepada pasien untuk menentukan volume inflasi dan durasi siklus respirasi
dinamakan PSV. PSV bisa digunakan untuk menambah volume inflasi selama
pernafasan spontan atau untuk mengatasi resistensi pernafasan melalui sirkuit
ventilator. Belakangan ini PSV digunakan untuk membatasi kerja pernafasan
selama penyapihan dari ventilasi mekanik (Marino, 2007).
7. Positive End-Expiratory Pressure (PEEP)
Kolaps pada jalan nafas bagian distal pada akhir ekspirasi sering terjadi
pada pasien dengan ventilasi mekanik dan menimbulkan ateletaksis ganguan
pertukaran gas dan menambah berat kegagalan pernafasan. Suatu tekanan
posistif diberikan pada jalan nafas di akhir ekspirasi untuk mengimbangi
kecenderungan kolaps alveolar pada akhir ekspirasi (Marino, 2007).
PEEP digunakan untuk mempertahankan alveolus tetap terbuka. PEEP
meningkatkan kapasitas residu fungsional dengan cara melakukan reinflasi
alveolus yang kolaps, mempertahankan alveolus pada posisi terbuka, dan
memperbaiki komplain paru (Morton & Fontaine, 2009).
8. Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)
Pernafasan spontan dimana tekanan positif dipertahankan sepanjang
siklus respirasi dinamakan CPAP (Marino, 2007). CPAP merupakan mode
pernafasan spontan digunakan pada pasien untuk meningkatkan kapasitas
residu fungsional dan memperbaiki oksigenasi dengan cara membuka alveolus
yang kolaps pada akhir ekspirasi. Mode ini juga digunakan untuk penyapihan
ventilasi mekanik (Urden, Stacy, Lough, 2010).

F. Pengaturan Pernafasan pada Pasien Terpasang Ventilasi Mekanik


Jumlah dan tekanan udara yang diberian kepada klien diatur oleh ventilator
(Smith-Temple & Johnson, 2011):
1. Volume tidal (VT): jumlah udara dalam mililiter dalam satu kali nafas, yang
diberikan selama inspirasi. Pengaturan awal adalah 7-10 ml/kg; dapat
ditingkatkan sampai15 ml/kg
2. Frekuensi: jumlah nafas yang diberikan per menit. Pengaturan awal
biasanya10 kali dalam 1 menit tetapi akan bervariasi sesuai dengan kondisi
klien.
3. Fraksi oksigen terinspirasi oksigen (fraction of inspired oxygen, FiO2):
persentase oksigen dalam udara yang diberikan. Udara kamar memiliki FiO2
21%. Pengaturan awal berdasarkan pada kondisi klien dan biasanya dalam
rentang 50% sampai 65%. Dapat diberikan sampai 100%, tetapi FiO2 lebih
dari 50% dihubungkan dengan toksisitas oksigen.
4. PEEP: tekanan positif yang konstan dalam alveolus yang membantu alveoli
tetap terbuka dan mencegahnya menguncup dan atelektasis. Pengaturan PEEP
awal biasanya adalah 5 cmH2O. Tetapi dapat juga mencapai hingga 40
cmH2O untuk kondisi seperti sindrom gawat nafas pada orang dewasa
(ARDS). Setiap perubahan yang dilakukan pada pengaturan ventilator harus
dievaluasi setelah 20 sampai 30 menit melalui analisis gas darah arteri, hasil
pengukuran SaO2, atau hasil pembacaan karbon dioksida tidal-akhir untuk
melihat keefektivitasan ventilator.
G. Komplikasi Ventilasi mekanik
Komplikasi penggunaan ventilasi mekanik antara lain:
1. Komplikasi jalan nafas
Jalur mekanisme pertahanan normal, sering terhenti ketika terpasang
ventilator, penurunan mobilitas dan juga gangguan reflek batuk dapat
menyebabkan infeksi pada paru-paru (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
Aspirasi dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah intubasi. Risiko aspirasi
setelah intubasi dapat diminimalkan dengan mengamankan selang,
mempertahankan manset mengembang, dan melakukan suksion oral dan
selang kontinyu secara adekuat (Hudak & Gallo, 2010).
2. Masalah selang endotrakeal
Bila selang diletakkan secara nasotrakeal, infeksi sinus berat dapat
terjadi. Kapanpun pasien mengeluh nyeri sinus atau telinga atau terjadi demam
dengan etiologi yang tak diketahui, sinus dan telinga harus diperiksa untuk
kemungkinan sumber infeksi (Hudak & Gallo, 2010).
Beberapa derajat kerusakan trakeal disebabkan oleh intubasi lama.
Stenosis trakeal dan malasia dapat diminimalkan bila tekanan manset
diminimalkan. Sirkulasi arteri dihambat oleh tekanan manset 30 mmHg. Bila
edema laring terjadi, maka ancaman kehidupan pascaekstubasi dapat terjadi
(Hudak & Gallo, 2010).
3. Masalah mekanis
Malfungsi ventilator adalah potensial masalah serius. Tiap 2 sampai 4
jam ventilator diperiksa oleh staf keperawatan atau pernafasan. VT tidak
adekuat disebabkan oleh kebocoran dalam sirkuit atau manset, selang, atau
ventilator terlepas, atau obstruksi aliran. Selanjutnya disebabkan oleh
terlipatnya selang, tahanan sekresi, bronkospasme berat, spasme batuk, atau
tergigitnya selang endotrakeal (Hudak & Gallo, 2010).
4. Barotrauma
Ventilasi mekanik melibatkan „pemompaan” udara ke dalam dada,
menciptakan tekanan posistif selama inspirasi. Bila PEEP ditambahkan,
tekanan ditingkatkan dan dilanjutkan melalui ekspirasi. Tekanan positif ini
dapat menyebabkan robekan alveolus atau emfisema. Udara kemudian masuk
ke area pleural, menimbulkan tekanan pneumothorak-situasi darurat. Pasien
dapat mengembangkan dispnea berat tiba-tiba dan keluhan nyeri pada daerah
yang sakit (Hudak & Gallo, 2010).
5. Penurunan curah jantung
Penurunan curah ditunjukkan oleh hipotensi bila pasien pertama kali
dihubungkan ke ventilator ditandai adanya kekurangan tonus simpatis dan
menurunnya aliran balik vena. Selain hipotensi, tanda dan gejala lain meliputi
gelisah yang dapat dijelaskan, penurunan tingkat kesadaran, penurunan
halauan urin, nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat, pucat, lemah dan
nyeri dada (Hudak & Gallo, 2010).
6. Keseimbangan cairan positif
Penurunan aliran balik vena ke jantung dirangsang oleh regangan
reseptor vagal pada atrium kanan. Manfaat hipovolemia ini merangsang
pengeluaran hormon antidiuretik dari hipofisis posterior. Penurunan curah
jantung menimbulkan penurunan haluaran urin melengkapi masalah dengan
merangsang respon aldosteron renin-angiotensin. Pasien yang bernafas secara
mekanis, hemodinamik tidak stabil, dan yang memellukan resusitasi cairan
dalam jumlah besar dapat mengalami edema luas, meliputi edema sakral dan
fasial (Hudak & Gallo, 2010).
7. Peningkatan IAP
Peningkatan PEEP bisa membatasi pengembangan rongga abdomen ke
atas. Perubahan tekanan pada kedua sisi diafragma bisa menimbulkan
gangguan dalam hubungan antara intraabdomen atas dan bawah, tekanan
intrathorak dan intravaskuler intraabdomen (Valenza et al., 2007 dalam Jakob,
Knuesel, Tenhunen, Pradl, Takala, 2010). Hasil penelitian Morejon & Barbeito
(2012), didapatkan bahwa ventilasi mekanik diidentifikasi sebagai faktor
predisposisi independen untuk terjadinya IAH. Pasien-pasien dengan penyakit
kritis, yang terpasang ventilasi mekanik, menunjukkan nilai IAP yang tinggi
ketika dirawat dan harus dimonitor terus-menerus khususnya jika pasien
mendapatkan PEEP walaupun mereka tidak memiliki faktor risiko lain yang
jelas untuk terjadinya IAH.
Setting optimal ventilasi mekanik dan pengaruhnya terhadap fungsi
respirasi dan hemodinamik pada pasien dengan acute respiratory distress
syndrome (ARDS) berhubungan dengan IAH masih sangat jarang dikaji.
Manajement ventilator yang optimal pada pasien dengan ARDS dan IAH
meliputi: monitor IAP, tekanan esofagus, dan hemodinamik; setting ventilasi
dengan tidal volume yang protektif, dan PEEP diatur berdasarkan komplain
yang terbaik dari sistem respirasi atau paru-paru; sedasi dalam dengan atau
tanpa paralisis neuromuskular pada ARDS berat; melakukan open abdomen
secara selektif pada pasien dengan ACS berat (Pelosi & Vargas, 2012).

H. Penyapihan Ventilasi Mekanik


Melepaskan ventilator ke pernafasan spontan (penyapihan) sering
menimbulkan kesulitan pada ICU yang disebabkan oleh karena faktor fisiologis dan
psikologis. Hal ini memerlukan kerja sama dari pasien, perawat, ahli respirasi, dan
dokter (Rab, 2007). Penyapihan merupakan pengurangan secara bertahap penggunaan
ventilasi mekanik dan mengembalikan ke nafas spontan. Penyapihan dimulai hanya
setelah proses-proses dasar yang dibantu oleh ventilator sudah terkoreksi dan
kestabilan kondisi pasien sudah tercapai (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
Menyapih pasien dari ketergantungan pada ventilator terjadi dalam tiga
tahapan. Pasien disapih secara bertahap dari (1) ventilator, (2) selang, dan (3) oksigen.
Penyapihan dari ventilasi mekanik dilakukan pada waktu sedini mungkin, konsisten
dengan keselamatan pasien. Penting artinya bahwa keputusan dibuat atas dasar
fisiologi ketimbang sudut pandang mekanis. Pemahaman yang menyeluruh tentang
status klinis pasien diperlukan dalam membuat keputusan ini (Smeltzer, Bare, Hinkle,
Cheever, 2008).
Management pasien yang menggunakan ventilasi mekanik memerlukan
kewaspadaan konstan terhadap tanda-tanda yang mengindikasikan bahwa bantuan
ventilator sudah tidak diperlukan. Ketika pasien mulai menunjukkan bukti perbaikan
klinis, bisa digunakan untuk mengidentifikasi pasien yang akan dilakukan pelepasan
bantuan ventilator. Secara umum, oksigenasi harus adekuat ketika bernafas dengan
jumlah oksigen yang dihirup berada pada tingkat non-toksik, dan pasien harus
memiliki hemodinamik yang stabil dengan dukungan vasopressor yang minimal atau
tanpa dukungan vasopressor. Pasien harus sadar terhadap lingkungan sekitarnya
ketika tidak tersedasi dan harus bebas dari beberapa keadaan yang reversibel (misal:
sepsis atau elektrolit yang abnormal) (Marino, 2007).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ventilator mekanis adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang
dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen selama waktu yang lama
(Brunner and Suddarth, 2001).
Terdapat beberapa jenis ventilator mekanis.Ventilator diklasifikasikan
berdasarkan cara alat tersebut mendukung ventilasi. Dua kategori umum adalah
ventilator tekanan-negatif dan tekanan-positif.Sampai sekarang kategori yang paling
umum digunakan adalah ventilator tekanan-positif.
Jika pasien mengalami penurunan kontinu oksigenasi (PaO2), peningkatan
kadar karbondioksida arteri (PaCO2), dan asidosis persisten (penurunan pH), maka
ventilasi mekanis kemungkinan diperlukan. Kondisi seperti pascaoperatif bedah
toraks atau abdomen, takar lajak obat, penyakit neuromuskular, cedera inhalasi,
PPOM, trauma multipel, syok, kegagalan multisistem, dan koma semuanya dapat
mengarah pada gagal nafas dan perlunya ventilasi mekanis

B. Saran.
Perawat yang bekerja di ruang kritis hendaknya adalah perawat yang
berpengalaman atau perawat yang mau belajar untuk meningkatkan pengetahuannya
mengenai teknologi di ruang kritis terkait penggunaan mesin-mesin penunjang
kehidupan yang digunakan oleh pasien-pasiennya.
Perawat diharapkan harus mampu untuk menganalisa
manfaat transfer dan transform teknologi dari teknologi medis menjadi teknologi
keperawatan, tidak hanya di area keperawatan kritis tapi juga di area-area
keperawatan lainnya. Hal ini sebenarnya akan meningkatkan kualitas praktek dan
profesi keperawatan. Namun sayangnya masih ada perawat yang beranggapan bahwa
teknologi di suatu area keperawatan merupakan suatu tambahan pekerjaan bagi
perawat.
DAFTAR PUSTAKA

Chulay, M. and S. M. Burns (2006). Essensial Of Critical Care Nursing. United States
of America, The McGraw-Hill Companies.

Cortes, G.A., Dries, D.J., Marini, J.J. (2012). Annual Update in Intensive Care and
Emergency Medicine: Position and the Compromised Respiratory System. New
York, Springer.

Departemen Kesehatan RI, (2006). Standar Pelayanan Keperawatan di ICU.

Fink, M. P., Abraham, E., Vincent, J., Kochanek, P.M. (2005). Textbook of Critical
Care. Philadelphia, Elsevier Saunder.

Grap, M. J. (2009). Not-So-Trivial Pursuit: Mechanical Ventilation Risk Reduction.


American Journal of Critical Care, 18, 299-309. doi: 10.4037/ajcc2009724.

Grossbach, I., Chlan, L., Tracy, M.F. (2011). Overview of Mechanical Ventilatory
Support and Management of Patient and Ventilator-Related Responses. Critical
Care Nurse, 31, 30-44. doi: 10.4037/ccn2011595.

Hudak C.M. & Gallo B.M. (2010). Critical Care Nursing: A Holistic Approach.
Philadelphia: J.B. Lippincott Company.

Ignatavicius, D.D. & Workman, M.L. (2006) Medical Surgical Nursing: Critical
Thinking for Collaborative Care. Philadelphia, Elsevier.

Kementerian Kesehatan RI, (2011). Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya


Kesehatan tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit
(ICU) di Rumah Sakit.

LeMone, P. & Burke, K. (2008). Medical-Surgical Nursing: Critical Thinking in


Client Care. United Stated, Pearson Prentice Hall.

Malbrain, M.L.N.G., Laet, D., Cheatham, M. (2007). Consensus Conference


Definitions and Recommendations on Intra-Abdominal Hypertension (IAH) and
The Abdominal Compartment Syndrome (ACS) -The Long Road to the Final
Publications, How Did We Get There? Acta Clinica Belgica, 62, Supplement 1,
44-59.

Marino, P.L. (2007). The ICU Book. Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins.

Morton, P.G., Fontaine, D., Hudak, C.M., Gallo, B.M. (2013). Keperawatan Kritis:
Pendekatan Asuhan Holistik. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Morton, P.G. & Fontaine, D.K. (2009). Critical Care Nursing: A Holistic Approach.
Philadelphia, Lippincott William & Wilkin. Volume 1.

Pilbeam, S.P. (1998). Mechanical Ventilation: Physiological and Clinical Application.


Philadelphia, Mosby, Inc.

Schumacher and Chernecky (2010). Critical Care & Emergency Nursing. US,
Elsevier

Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., Cheever, K.H. (2008). Brunner & Suddarth’s
Textbook of Medical Surgical Nursing. Philadelphia, Lippincott Williams &
Wilkins.

Sole, M.L., Klein, D.G., Moseley, M.J. (2013). Introduction to Critical Care Nursing.
Missouri, Elsevier Saunder.

Urden, L. D., Stacy, K.M., Lough, M.E. et al. (2010). Critical Care Nursing. USA,
Mosby Elsevier.

Wauters, J. & Wilmer, A. (2007). Noosa, 2 Years Later… A Critical Analysis of


Recent Literature. Acta Clinica Belgica, 62, Supplement 1, 33-43.

Anda mungkin juga menyukai