Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRESENTASI KASUS

SINDROMA NEFROTIK

Pembimbing :

dr. ShelviHerwati , Sp.A

Disusun oleh:

Rania Merriane Devina

1102012224

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD dr. Dradjat Prawiranegara Serang
Periode Juli-Oktober 2016
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah, Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam kepada Nabi
Muhammad SAW, dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir zaman. Karena atas
rahmat dan ridha-Nya, penulis dapat menyelesaikan presentasi kasusyang berjudul “sindrom
nefrotik”. Penulisan laporan kasus ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas dalam menempuh
kepanitraan klinik di bagian departemen ilmu kesehatan anak di RSUD dr. Drajat
Prawiranegara.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penulisan referat ini tidak lepas dari
bantuan dan dorongan banyak pihak. Maka dari itu, perkenankanlah penulis menyampaikan
rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu, terutama
kepada dr. Shelvi Herwati, Sp.Ayang telah memberikan arahan serta bimbingan ditengah
kesibukan dan padatnya aktivitas beliau.
Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna mengingat
keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun demi perbaikan penulisan presentasi kasusini. Akhir kata penulis
berharap penulisan presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya.
Wassalamualaikum Wr.Wb.

Serang, Agustus 2016

Penulis

1
Sindrom Ne fritik Akut ( SNA) me rupakan kumpulan ga mbaran klinis berupa oligur ia ,e
dema , hipertensi yang disertai adanya kelainan urinalisis ( proteinuri kurang dari2 gram/ hari
dan hematuri serta silinde r e ritrosit ) . 1- 3 Etiologi SNA sa nga t banya k, diantaranya
kelainan glomerulopati primer ( idiopati ) , glomerulopati pasca infeksi , DLE, vaskulitis dan
nefritis herediter( sindroma Alport) . 3 SNA merupakan salah satu manifestasi klinis
Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus( GNAPS) ,
di mana terjadi suatu proses inflamasi pada tubulus
da n glomerulus ginjal yang terjadi setelah adanya
sua tu infeksi streptokokus pada seseorang. GNAPS
be rkembang setelah strain s t r e pt okokust e r t e nt uya i t u
s t r e pt okokusßhe mol i t i kusgr oupA t e r s e r i ngt i pe12
me ngi nf e ks ikul i ta t a us a l ur a nna f a s .Te r j a dipe r i ode
l a t e nbe r ki s a ra nt a r a1 –2 mi ngguunt uki nf e ks is a l ur a n
na f a sda n1 –3 mi ngguunt uki nf e ks ikul i t . 4- 6
Me ka ni s meya ng t e r j a dipa daGNAPS a da l a h
s ut upr os e skompl e ksi mundi ma naa nt i bodida r it ubuh
a ka nbe r e a ks i de nga na nt i ge nya ngbe r e da rda l a m da r a h
da n kompl e me n unt uk me mbe nt uk s ua t u kompl e ks
i mun. Kompl e ksi munya ngbe r e da rda l a m da r a hda l a m
j uml a hya ngba nya kda nwa kt uya ngs i ngka tme l e ka t

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS

A. Identitas Pasien

Nama : An.

Umur :

BB/TB :

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : ISLAM

2
Alamat :.

Masuk RS : 14 Mei 2019

Tgl.Pemeriksaan : 14 Mei 2019

II. ANAMNESIS

Alloanamnesis dengan ibu pasien. (Tanggal 14 Mei 2019)

A. KELUHAN UTAMA

Bengkak pada tubuh

B. KELUHAN TAMBAHAN

Batuk

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Seorang pasien anak perempuan datang dari IGD pada tanggal 16 Mei 2019
dengan keluhan bengkak. Bengkak terjadi kurang lebih 6 hari sebelum masuk Rumah
Sakit. Bengkak dirasakan dibagian mata, tungkai, dan perut. Bengkak pertama kali
muncul dibagian kelopak mata, kemudian muncul ditungkai, dan setelah itu muncul di
perut, dan dirasakan semakin membesar. Tidak ada nyeri pada bengkak, dan bengkak
tersebut menetap (tidak berpindah-pindah).
Ibu pasien mengatakan bahwa dirumah pasien sering susah buang air kecil,
saat ingin buang air kecil (BAK) pasien harus mengedan terlebih dahulu. BAK yang
dikeluarkan jumlahnya sedikit-sedikit. Tidak ada keluhan nyeri saat BAK, tetapi BAK
berwarna kemerahan. Pasien mengalami demam setelah dirawat 1 hari di rumah sakit,
mual(-), muntah (-), sakit tenggorokan (-). Pasien mengalami perubahan pada berat
badan, yakni berat bertambah dari kg sebelum masuk rumah sakit, hingga kg saat
masuk rumah sakit.

D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

3
 2 Bulan yang lalu penderita mengeluh panas, batuk, pilek dan nyeri pada
teggorakannya, penderita telah berobat ke dokter dan diberikan 3 macam obat
dan keluhannya membaik
 Pasien pernah menderita
 Pasien belum pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya.
 Penyakit lain (-)
 Riwayat alergi obat- obatan (-)
 Riwayat alergi (-)

E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada

F. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN

KELAHIRAN Tempat kelahiran Klinik

Penolong persalinan Bidan

Cara persalinan Normal

Masa gestasi Aterm

Keadaan bayi o Berat lahir : 3200 gr


o Panjang : - Cm

G. o Lingkar kepala : - Cm
o Langsung menangis : Ya
o Kelainan bawaan : -

RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

o Pertumbuhan gigi I : usia 7 bulan


o Psikomotor
 Berguling : 6 bulan
 Duduk : 8 bulan
 Merangkak : 8 bulan
 Berdiri : 9 bulan

4
 Bicara pertama kali : 9 bulan
Kesan: Riwayat perkembangan baik.

H. RIWAYAT IMUNISASI DASAR


Imunisasi dilakukan di Puskesmas
 Lahir : Hepatitis B (HB) 0
 1 Bulan : BCG, Polio 1
 2 Bulan : DPT/HB 1, Polio 2
 3 Bulan : DPT/HB 2, Polio 3
 4 Bulan : DPT/HB 3, Polio 4
 9 Bulan : Campak
Kesan : Imunisasi dilakukan dengan lengkap

III.PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital

Nadi : 94 x/menit

Frekuensi napas : 20 x/menit

Suhu : 37,30C

Tekanan Darah : 140/100

Status Generalis

Kepala :Normocephali

Mata : Pupil bulat isokor, edema palpebra (+/+)

Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-

Telinga : Bentuk normal, sekret (-)

Hidung :Bentuk normal, nafas cuping hidung (-), sekret (-), septum
deviasi (-)

5
Mulut : gusi tidak meradang, tidak merah dan bengkak (-)

Bibir : Bibir kering dan pecah- pecah (-), sianosis (-)

Lidah : Bercak- bercak putih pada lidah (-),

Tenggorokan : Tonsil T2- T2 tenang, faring hiperemis (-)

Leher :Trakea terletak ditengah, pembesaran KGB (-), kel. tiroid


tidak teraba membesar, JVP + 0 cmH20

Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba pada linea midclavicularis sinistra ICS 4
Auskultasi : Bunyi jantung 1& 2 normal reguler, murmur (-) gallop (-)

Paru
Inspeksi :Bentuk dada normal, pernapasan simetris dalam keadaan statis
dan dinamis, retraksi sela iga (-)

Palpasi : fremitus vokal dan taktil simetris dalam statis dan dinamis

Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

Abdomen

Inspeksi : Abdomen terlihat datar sejajar dengan proc xiphodeus

Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba

membesar, shifting dullness -/-

Perkusi : Timpani di seluruh regio abdomen

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Extremitas : Akral hangat, pitting edema pretibial -/-

STATUS GIZI

6
Antropometris:

Berat Badan (BB) : 13 kg

Panjang Badan : 91 cm

Lingkar kepala : 51 cm

Lingkar Perut : 58 cm

Status Gizi : Gizi Baik (-2 <SD<0)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan 14/05/19 Satuan Nilai


laboratorium normal

Hematologi

Hemoglobin 11 gr/dl 10,80-12,80

Hematokrit 33,4 % 35-43

Leukosit 11,32 /UL 5.500-15.500

Trombosit 442.000 /UL 150-440

Elektrolit 14/05/19

Natrium 141,45 Mmol/L 135-148

Kalium 4,02 Mmol/L 3,5-5,3

Chlorida 106,10 Mmol/L 98-110

Calcium 1,30 Mmol/L 1,19-1,23

Kimia Darah 14/05/19

Albumin 4 g/dl 3,2-5,2

7
Kolesterol 219 mg/dl <200

Ureum 36 mg/dl 6-46

Creatinin 0,7 mg/dl 0,3-1,3

Urinalisa 14/06/2019

Hasil Nilai Rujukan


URINALISA
Urin Lengkap
Makroskopis
Warna Kuning Tua Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Kimia Urin
Berat jenis 1.025 1.015 - 1.025
pH 5 4,5 – 8
Glukosa Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Keton ++ Negatif
Darah samar Negatif Negatif
Protein +++/Pos Negatif
Urobilinogen Normal Normal
Nitrit Negatif Negatif

Sedimen
Leukosit 2-3 /LPB
Eritrosit 6-8/LPB 0-1/LPB
Silinder Positif/ + Negatif
Tidak
Jenis 0-1 hyalin ditemukan
Epitel Positif/+ Positif
Kristal 2-3/ LPB Negatif
Bakteria Positif/+ Negatif

8
lain-lain Negatif

Pemeriksaan Imunologi

ASTO Kualitatif : +

VI. DIAGNOSA KERJA

Sindroma nefritik

VII. DIAGNOSA BANDING

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN


USG ginjal

IX. PENATALAKSANAAN

 IVFD Nacl 0,9% 8 Tpm


 Mucos 3x1/2 cth
 Cefixim 2x1/2 cth
 Transfusi Albumin 20 % 50 cc/4 jam
 Furosemid 14 mg iv

X. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad Bonam

Ad fungtionam : dubia ad Bonam

Ad sanationam : dubia ad Bonam

XI. FOLLOW UP
Pemeriksaan Tanggal
15/08/16 16/08/16 18/08/16 19/08/16 20/8/2016

9
S Kelopak Kelopak mata, Batuk (+) Batuk (+), Batuk (+) mencret
mata, perut, perut dan mencret 2x (-)
Keluhan
dan tungkai tungkai
bengkak bengkak
O KU Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
Kesadara Composme Composmentis Composmentis Composme Composmentis
n ntis ntis
Tanda HR HR 108x/m HR 112x/m HR HR 115x/m
Vital 102x/m RR 29x/m RR 28x/m 128x/m RR 26x/m
RR Suhu 36,2 C Suhu 37,2 C RR Suhu 36,2 C
26x/m 28x/m
Suhu 35,6 Suhu 36,4
C C
Kepala Normochep Normochepale Normochepale Normochep Normochepale
ale ale
Mata SI -/- CA -/- SI -/- CA -/- SI -/- CA -/- SI -/- CA -/- SI -/- CA -/-
edema edema edema edema edema palpebra
palpebra palpebra +/+ palpebra +/+ palpebra +/+
+/+ (berkurang) +/+ (berkurang)
(berkurang)
THT POC - PCH POC - PCH - POC - PCH - POC - PCH POC - PCH -
- -
Thorax SSD, SSD, retraksi - SSD, retraksi - SSD, SSD, retraksi -
retraksi - retraksi -
Cor S1S2 S1S2 reguler, S1S2 reguler, S1S2 S1S2 reguler,
reguler, Murmur -/- Murmur -/- reguler, Murmur -/-
Murmur -/- Gallop -/- Gallop -/- Murmur -/- Gallop -/-
Gallop -/- Gallop -/-
Pulmo Vesikuler - Vesikuler -/- Vesikuler -/- Vesikuler - Vesikuler -/-
/- Rhonki -/- Rhonki -/- /- Rhonki -/-
Rhonki -/- Wheezing -/- Wheezing -/- Rhonki -/- Wheezing -/-
Wheezing - Wheezing -
/- /-

10
Abdome BU +, BU +, BU +, BU +, BU +, cembung
n cembung, cembung cembung cembung Perkusi : redup
Perkusi : Perkusi : redup Perkusi : redup Perkusi : Lingkar perut : 45
redup Shifting Lingkar perut : redup cm
Shifting dullness (+/+) 45 cm Lingkar
dullness Lingkar perut : perut : 45
(+/+) 56 cm cm
Lingkar
perut : 52
cm
Extremit Akral Akral Hangat Akral Hangat Akral Akral Hangat
as Hangat CRT <2, CRT <2, Hangat CRT <2, edema
CRT <2, edema edema CRT <2, pretibial +/+
edema pretibial +/+ pretibial +/+ edema (berkurang)
pretibial +/+ (berkurang) pretibial
+/+
(berkurang)
BB : 12 kg BB : 13,5 kg BB : 12 kg BB : 12 kg BB : 12 kg
A Sindrom Sindrom Sindrom Sindrom Sindrom Nefrotik
Nefrotik Nefrotik Nefrotik Nefrotik
P -Bed Rest -Bed Rest -Bed Rest -Bedrest -Bed Rest
-Prednison -Prednisone -Prednisone Prednisone -Prednisone 3x2
3x2 tab Stop 3x2 tab 3x2 tab tab
-Albumin 20 - Mucos 3x1/2 - Mucos - Mucos 2x1/2 cth
% 50 cc/4 jam cth 2x1/2 cth -Cefixim 2x1/2
-Furosemid 14 -Cefixim 2x1/2 -Cefixim cth
mg Inj cth 2x1/2 cth -Zink 1x1 tab
Nacl 3 tpm -Transfusi -Resomal
albumin 20 % 50 cc/ bab
50 cc/4 jam mencret
Furosemid 14 -Zink 1x1
mg Inj tab

11
ANALISA KASUS

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka diagnosa yang
ditegakkan pada pasien ini ialah : Sindrom Nefrotik
1. Anamnesa
 Bengkak pada palpebra, perut, dan tungkai
2. Pemeriksaan Fisik
 Ditemukan adanya edema palpebra (+/+) , edema pretibial (+/+), dan asites pada
abdomen, perkusi abdomen : redup, shifting dullness (+/+)
3. Pemeriksaan Penunjang
Dari hasil laboratorium pada pasien ditemukan penurunan pada albumin, penurunan
protein total, peningkatan kolesterol total pada darah dan proteinuria masiv (+++)
pada urin
Kimia Darah 15/08/16 18/08/16

Albumin 0,50 0,90 g/dl 3,2-5,2

Kolesterol 625 mg/dl <200

Protein Total 4,10 g/dl 5,6-7,5

Hasil Nilai Rujukan


URINALISA
Urin Lengkap
Makroskopis
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Kimia Urin
Berat jenis 1.010 1.015 - 1.025
pH 7,0 4,5 - 8
Glukosa Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif

12
Darah samar Negatif Negatif
Protein +++/Pos Negatif

SINDROMA NEFRITIK

Definisi

Sindrom Nefritik Akut (SNA) merupakan kumpulan gambaran klinis berupa oliguria
,edema, hipertensi yang disertai adanya kelainan urinalisis (proteinuri kurang dari 2 gram/
hari dan hematuri serta silinder eritrosit) . 1- 3

Epidemiologi

GNAPS tercatata sebagai penyebab penting terjaadinya gagal ginjal, yaitu terhitung
10-15% dai kasus gagal ginjal di amerika serikat, GNAPS dapat muncul secara sporadik
maupun epidemik terutama menyeang anak-anak atau dewasa muda pada usia sekitar 4-12
tahun dengan puncak usia 5-6 tahun. Lebih sering pada laki-laki daripada wanita dengan rasio
1,7-2,1. Tidak ada predileksi khusus pada ras ataupun golongan tertentu

Etiologi

SNA merupakan salah satu manifestasi klinis Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus
(GNAPS) , di mana terjadi suatu proses inflamasi pada tubulus dan glomerulus ginjal yang
terjadi setelah ada nya suatu infeksi streptokokus pada seseorang. GNAPS
berkembang setelah strain streptokokus tertentu yaitu streptokokus ß hemolitikus groupA
tersering tipe1, 2 menginfeksi kulit atau saluran nafas .Terjadi periode laten berkisar antara
1–2 minggu untuk infeksi saluran nafas dan 1 –3 minggu untuk infeksi kulit. 4- 6

Patofisiologi

Faktor genetik diduga berperan dalam terjadinya penyakit dengan ditemukannya


HLA-D dan HLADR.3 Periode laten antara infeksi streptokokus dengan kelainan glomerulus
menunjukkan proses imunologis memegang peran penting dalam mekanisme penyakit.
Diduga respon yang berlebihan dari sistim imun pejamu pada stimulus antigen dengan
produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan terbentuknya kompleks Ag-Ab yang
nantinya melintas pada membran basal glomerulus. Disini terjadi aktivasi sistim komplemen
yang melepas substansi yang akan menarik neutrofil. Enzim lisosom yang dilepas netrofil
merupakan faktor responsif untuk merusak glomerulus.2,4,10Hipotesis lain adalah

13
neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus akan mengubah IgG endogen menjadi
autoantigen. Terbentuknya autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut,
mengakibatkan pembentukan komplek imun yang bersirkulasi, kemudian mengendap dalam
ginjal.13,16 Pada kasus ringan, pemeriksaan dengan mikroskop cahaya menunjukkan kelainan
minimal. Biasanya terjadi proliferasi ringan sampai sedang dari sel mesangial dan matriks.
Pada kasus berat terjadi proliferasi sel mesangial, matriks dan sel endotel yang difus disertai
infiltrasi sel polimorfonuklear dan monosit, serta penyumbatan lumen kapiler.2,13 Istilah
glomerulonefritis proliferatif eksudatif endokapiler difus digunakan untuk menggambarkan
kelainan morfologi penyakit ini.3 Bentuk bulan sabit dan inflamasi interstisial dapat dijumpai
mulai dari yang halus sampai kasar yang tipikal di dalam mesangium dan di sepanjang
dinding kapiler. Endapan imunoglobulin dalam kapiler glomerulus didominasi oleh Ig G dan
sebagian kecil Ig M atau Ig A yang dapat dilihat dengan mikroskop imunofluoresen.
Mikroskop elektron menunjukkan deposit padat elektron atau humps terletak di daerah
subepitelial yang khas dan akan beragregasi menjadi Ag-Ab kompleks.10,16

Manifestasi Klinis

Lebih dari 50 % kasus GNAPS adalah asimtomatik.11 Kasus klasik atau tipikal
diawali dengan infeksi saluran napas atas dengan nyeri tenggorok dua minggu
mendahului timbulnya sembab.1 Periode laten ratarata 10 atau 21 hari setelah infeksi
tenggorok atau kulit.10 Hematuria dapat timbul berupa gross hematuria maupun mikroskopik
17,18
Gross hematuria terjadi pada 30-50 % pasien yang dirawat.2 Variasi lain yang tidak
spesifik bisa dijumpai seperti demam, malaise, nyeri, nafsu makan menurun, nyeri kepala,
atau lesu.1,4 Pada pemeriksaan fisis dijumpai hipertensi pada hampir semua pasien GNAPS,
biasanya ringan atau sedang.7,15 Hipertensi pada GNAPS dapat mendadak tinggi selama 3-5
hari. Setelah itu tekanan darah menurun perlahan-lahan dalam waktu 1-2 minggu.2,13 Edema
bisa berupa wajah sembab, edem pretibial atau berupa gambaran sindrom nefrotik.10,11 Asites
dijumpai pada sekitar 35% pasien dengan edem.1,4,13 Bendungan sirkulasi secara klinis bisa
nyata dengan takipne dan dispne.2,3,5Gejala gejala tersebut dapat disertai oliguria sampai
anuria karena penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG).1,10

Laboratorium

Pemeriksaan urin sangat penting untuk menegakkan diagnosis nefritis akut. Volume
urin sering berkurang dengan warna gelap atau kecoklatan seperti air cucian daging.2,3
Hematuria makroskopis maupun mikroskopis dijumpai pada hampir semua pasien.10,12

14
Eritrosit khas terdapat pada 60-85% kasus, menunjukkan adanya perdarahan glomerulus.2,19
Proteinuria biasanya sebanding dengan derajat hematuria dan ekskresi protein umumnya
tidak melebihi 2gr/m2 luas permukaan tubuh perhari. Sekitar 2-5% anak disertai proteinuria
masif seperti gambaran nefrotik.1,2,5 Umumnya LFG berkurang, disertai penurunan kapasitas
ekskresi air dan garam, menyebabkan ekspansi volume cairan ekstraselular. Menurunnya
LFG akibat tertutupnya permukaan glomerulus dengan deposit kompleks imun.2,5 Sebagian
besar anak yang dirawat dengan GNA menunjukkan peningkatan urea nitrogen darah dan
konsentrasi serum kreatinin.3,12 Anemia sebanding dengan derajat ekspansi volume cairan
esktraselular dan membaik bila edem menghilang.4,5 Beberapa peneliti melaporkan adanya
pemendekan masa hidup eritrosit.2,4 Kadar albumin dan protein serum sedikit menurun
karena proses dilusi dan berbanding terbalik dengan jumlah deposit imun kompleks pada
mesangial glomerulus.2,4 Bukti yang mendahului adanya infeksi streptokokus pada anak
dengan GNA harus diperhatikan termasuk riwayatnya. Pemeriksaan bakteriologis apus
tenggorok atau kulit penting untuk isolasi dan identifikasi streptokokus.1,2 Bila biakan tidak
mendukung, dilakukan uji serologi respon imun terhadap antigen streptokokus. Peningkatan
titer antibodi terhadap streptolisin-O (ASTO) terjadi 10- 14 hari setelah infeksi
streptokokus.15,18 Kenaikan titer ASTO terdapat pada 75-80% pasien yang tidak mendapat
antibiotik.5,11 Titer ASTO pasca infeksistreptokokus pada kulit jarang meningkat dan hanya
terjadi pada 50% kasus.10,12 Titer antibodi lain seperti antihialuronidase (Ahase) dan anti
deoksiribonuklease B (DNase B) umumnya meningkat. Pengukuran titer antibodi yang
terbaik pada keadaan ini adalah terhadap antigen DNase B yang meningkat pada 90-95%
kasus.2 Pemeriksaan gabungan titer ASTO, Ahase dan ADNase B dapat mendeteksi infeksi
streptokokus sebelumnya pada hampir 100% kasus.12 Penurunan komplemen C3 dijumpai
pada 80-90% kasus dalam 2 minggu pertama, sedang kadar properdin menurun pada 50%
kasus. Penurunan C3 sangat nyata, dengan kadar sekitar 20-40 mg/dl (normal 80-170
mg/dl).4,10 Kadar IgG sering meningkat lebih dari 1600 mg/100 ml pada hampir 93%
pasien.11 Pada awal penyakit kebanyakan pasien mempunyai krioglobulin dalam sirkulasi
yang mengandung IgG atau IgG bersama-sama IgM atau C3.11,13 Hampir sepertiga pasien
menunjukkan pembendungan paru.1,2 Penelitian Albar dkk., di Ujung Pandang pada tahun
1980-1990 pada 176 kasus mendapatkan gambaran radiologis berupa kardiomegali 84,1%,
bendungan sirkulasi paru 68,2% dan edem paru 48,9% . Gambaran tersebut lebih sering
terjadi pada pasien dengan manifestasi klinis disertai edem yang berat.20 Foto abdomen
menunjukkan kekaburan yang diduga sebagai asites.1

15
Diagnosis

Kecurigaan akan adanya GNAPS dicurigai bila dijumpai gejala klinis berupa
hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi
streptokokus.Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi
streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk
menegakkan diagnosis.3 Tetapi beberapa keadaan dapat menyerupai GNAPS seperti:10

•Glomerulonefritis kronik dengan eksaserbasi akut

• Purpura Henoch-Schoenlein yang mengenai ginjal

• Hematuria idiopatik

• Nefritis herediter (sindrom Alport )

• Lupus eritematosus sistemik

Tata laksana

Penanganan pasien adalah suportif dan simtomatik.12 Perawatan dibutuhkan apabila


dijumpai penurunan fungsi ginjal sedang sampai berat ( klirens kreatinin < 60 ml/1
menit/1,73 m2), BUN > 50 mg, anak dengan tanda dan gejala uremia, muntah, letargi,
hipertensi ensefalopati, anuria atau oliguria menetap.12,13 Pasien hipertensi dapat diberi
diuretik atau anti hipertensi.2,3 Bila hipertensi ringan (tekanan darah sistolik 130 mmHg dan
diastolik 90 mmHg) umumnya diobservasi tanpa diberi terapi.5,12 Hipertensi sedang (tekanan
darah sistolik >140–150 mmHg dan diastolik > 100 mmHg) diobati dengan pemberian
hidralazin oral atau intramuscular(IM), nifedipin oral atau sublingual.1,2 Dalam prakteknya
lebih baik merawat inap pasien hipertensi 1-2 hari daripada memberi anti hipertensi yang
lama. Pada hipertensi berat diberikan hidralazin 0,15-0,30 mg/kbBB intravena, dapat diulang
setiap 2-4 jam atau reserpin 0,03-0,10 mg/kgBB (1-3 mg/m2) iv, atau natrium nitroprussid 1-
8 m/kgBB/menit. Pada krisis hipertensi (sistolik >180 mmHg atau diastolik > 120 mmHg)
diberi diazoxid 2-5 mg/kgBB iv secara cepat bersama furosemid 2 mg/kgBB iv. Plihan lain,
klonidin drip0,002 mg/kgBB/kali, diulang setiap 4-6 jam atau diberi nifedipin sublingual
0,25-0,5 mg/kgBb dan dapat diulang setiap 6 jam bila diperlukan.2,5,12 Retensi cairan
ditangani dengan pembatasan cairan dan natrium.2,3,12 Asupan cairan sebanding dengan
invensible water loss (400-500 ml/m2 luas permukaan tubuh/hari ) ditambah setengah atau

16
kurang dari urin yang keluar. Bila berat badan tidak berkurang diberi diuretik seperti
furosemid 2mg/ kgBB, 1-2 kali/hari.1,2 Pemakaian antibiotik tidak mempengaruhi perjalanan
penyakit. Namun, pasien dengan biakan positif harus diberikan antibiotic untuk eradikasi
organisme dan mencegah penyebaran ke individu lain.2 Diberikan antimikroba berupa injeksi
benzathine penisilin 50.000 U/kg BB IM atau eritromisin oral 40 mg/kgBB/hari selama 10
hari bila pasien alergi penisilin.10,12 Pembatasan bahan makanan tergantung beratnya edem,
gagal ginjal, dan hipertensi. Protein tidak perlu dibatasi bila kadar urea N kurang dari 75
mg/dL atau 100mg/dL. Bila terjadi azotemia asupan protein dibatasi 0,5 g/kgBB/hari. Pada
edem berat dan bendungan sirkulasi dapat diberikan NaCl 300 mg/hari sedangkan bila edem
minimal dan hipertensi ringan diberikan 1-2 g/m2/ hari. Bila disertai oliguria, maka
pemberian kalium harus dibatasi.2,12 Anuria dan oliguria yang menetap, terjadi pada 5-10 %
anak.4,6 Penanganannya sama dengan GGA dengan berbagai penyebab dan jarang
menimbulkan kematian.1,5

Biopsi ginjal

Pada GNAPS biopsi ginjal tidak diindikasikan. Biopsi dipertimbangkan bila,7,10

• Gangguan fungsi ginjal berat khususnya bila etiologi tidak jelas (berkembang menjadi gagal
ginjal atau sindrom nefrotik).

• Tidak ada bukti infeksi streptokokus

• Tidak terdapat penurunan kadar komplemen

• Perbaikan yang lama dengan hipertensi yang menetap, azotemia, gross hematuria setelah 3
minggu, kadar C3 yang rendah setelah 6 minggu, proteinuria yang menetap setelah 6 bulan
dan hematuria yang menetap setelah 12 bulan.

Perjalanan Penyakit / Pemantauan

Fase awal glomerulonefritis akut berlangsung beberapa hari sampai 2 minggu. Setelah itu
anak akan merasa lebih baik, diuresis lancar, edem dan hipertensi hilang,
LFG kembali normal.3,4,7 Penyakit ini dapat sembuh sendiri, jarang berkembang menjadi
kronik.2 Kronisitas dihubungkan dengan awal penyakit yang berat dan kelainan morfologis
berupa hiperselularitas lobulus.12,21 Pasien sebaiknya kontrol tiap 4-6 minggu dalam 6 bulan
pertama setelah awitan nefritis. Pengukuran tekanan darah, pemeriksaan eritrosit dan protein
urin selama 1 tahun lebih bermanfaat untuk menilai perbaikan.1,5 Kadar C3 akan kembali

17
normal pada 95% pasien setelah 8-12 minggu, edem membaik dalam 5-10 hari, tekanan darah
kembali normal setelah 2-3 minggu, walaupun dapat tetap tinggi sampai 6
minggu.11

Gross hematuria biasanya menghilang dalam 1-3 minggu, hematuria mikroskopik


menghilang setelah 6bulan, namun dapat bertahan sampai 1 tahun.4,12 Proteinuria menghilang
2-3 bulan pertama atau setelah 6 bulan. Pearlman dkk, di Minnesota menemukan 17% dari 61
pasien dengan urinalisis rutin abnormal selama 10 tahun pemantauan. Ketidak normalan
tersebut meliputi hematuria atau proteinuria mikroskopik sendiri-sendiri atau bersama-sama.
Dari 16 spesimen biopsi ginjal tidak satupun yang menunjukkan karakteristik
glomerulonefritis kronik.21 Penelitian Potter dkk, di Trinidad, menjumpai 1,8% pasien dengan
urin abnormal pada 4 tahun pertama tetapi hilang 2 tahun kemudian dan 1,4% pasien
dengan hipertensi. Hanya sedikit urin dan tekanan darah yang abnormal berhubungan dengan
kronisitas GNAPS.22 Nissenson dkk, mendapatkan kesimpulan yang sama selama 7-12 tahun
penelitian di Trinidad.23 Hoy dkk, menemukan mikroalbuminuria 4 kali lebih besar pada
pasien dengan riwayat GNAPS,24 sedangkan Potter dkk di Trinidad, menemukan 3,5% dari
354 pasien GNAPS mempunyai urin abnormal yang menetap dalam 12 -17 tahun
pemantauan.25

Penelitian White dkk, menemukan albuminuria yang nyata dan hematuria masing-
masing pada 13% dan 21% dari 63 pasien selama 6-18 tahun pemantauan.26 Kemungkinan
nefritis kronik harus dipertimbangkan bila dijumpai hematuria bersama-sama proteinuria
yang bertahan setelah 12 bulan.5

Prognosis

Berbagai faktor memegang peran dalam menetapkan prognosis GNAPS antara lain
umur saat serangan, derajat berat penyakit, galur streptokukus tertentu, pola serangan
sporadik atau epidemik, tingkat penurunan fungsi ginjal dan gambaran histologis
glomerulus.11,24

Anak kecil mempunyai prognosis lebih baik disbanding anak yang lebih besar atau
orang dewasa oleh karena GNAPS pada dewasa sering disertai lesi nekrotik glomerulus.2,3
Perbaikan klinis yang sempurna dan urin yang normal menunjukkan prognosis yang baik.25
Insiden gangguan fungsi ginjal berkisar 1-30%. Kemungkinan GNAPS menjadi kronik 5-10
%; sekitar 0,5-2% kasus menunjukkan penurunan fungsi ginjal cepat dan progresif dan dalam
beberapa minggu atau bulan jatuh ke fase gagal ginjal terminal.18 Angka kematian pada
18
GNAPS bervariasi antara 0-7 %.2,21 Melihat GNAPS masih sering dijumpai pada anak, maka
penyakit ini harus dicegah karena berpotensi menyebabkan kerusakan ginjal. Pencegahan
dapat berupa perbaikan ekonomi dan lingkungan tempat tinggal, mengontrol dan mengobati
infeksi kulit.26 Pencegahan GNAPS berkontribusi menurunkan insiden penyakit ginjal dan
gagal ginjal di kemudian hari.21,26

Komplikasi

Komplikasi pada SN dapat terjadi sebagai bagian dari penyakitnya sendiri atau sebagai akibat
pengobatan.

1. Kelainan koagulasi dan timbulnya thrombosis


Kelainan ini timbul dari dua mekanisme yang berbeda :
a. Peningkatan permeabilitas glomerolus mengakibatkan :
i. Meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein didalam urin seperti
antirombin III, protein S bebas, plasminogen dan alfa antiplasmin
ii. Hipoalbuminemia, menimbulkan aktivasi trombosit melalui tromboksan A2,
meningkatnya sintesis protein prokoagulan karena hiporikia dan tertekannya
fibrinolisis
b. Aktivasi sistem homeostatic di dalam ginjal dirangsang oleh factor jaringan
monosit dan oleh papran matriks subendotelial pada kapiler glomerolus yang
selanjutnya mengakibatkan pembentukkan fibrin dan agregasi trombosit
2. Perubahan hormon dan mineral
Kelainan ini timbul karena protein pengikat hormone hilang dalam urin. Hilangnya
globulin pengikat tiroid (TBG) dalam urin pada beberapa pasien SN dan laju ekskresi
globulin umumnya berkaitan dengan beratnya proteinuria
3. Pertumbuhan abnormal dan nutrisi
4. Infeksi
Penyebab meningkatnya kerentanan terhadap infeksi adalah :
a. Kadar immunoglobulin yang rendah
b. Defisiensi protein secara umum
c. Gangguan opsonisasi terhadap bakteri
d. Hipofungsi limfa
e. Akibat pengobatan imunosupresif
5. Peritonitis
6. Infeksi Kulit
19
7. Anemia
8. Gangguan tubulus renal

BAB IV

Pembahasan

Sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus dengan gejala klinis yang jelas
termasuk penyakit dengan insiden yang tidak terlalu tinggi, sekitar 1: 10.000. Sindrom
nefritik akut pasca infeksi streptokokus tanpa gejala insidennya mencapai jumlah 4 – 5
kali lebih banyak. Umumnya menyerang semua usia, namun terutama laki-laki usia 3 –
7 tahun. Diagnosis sindrom nefritik akut dibuat berdasarkan adanya 1. Olguria, 2
edema, 3 hipertensi, 4 kelainan urinalisa berupa proteinuria kurang dari 2 gram/hari
dan hematuria serta slinder eritrosit. Namun pada beberapa kepustakaan disebutkan
proteinuria masif dapat terjadi pada 2-5% penderita GNAPS usia muda, bahkan dapat
menyerupai suatu gambaran proteinuri pada sindrom nefrotik. Pada penderita (kasus)
tersebut diatas, ditemukan tiga dari empat kriteria yang terpenuhi yaitu adanya edema
pada seluruh tubuh, hipertensi grade II, serta kelainan urinalisis berupa hematuria 22 –
24/lapang pandang dan proteinuria 3,25 gram/liter/hari. Diagnosis banding terdekat
sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus adalah penyebab lain dari sindrom
nefritik akut yaitu penyakit-penyakit parenkim ginjal baik primer maupun sekunder,
seperti glomerulonefritis akut non streptokokus, nefropati Ig A, sistemik lupus
eritematosus, purpura Henoch-Schoenlein, sindroma Good-Pasture, dan
granulomatosis Wegener. Pada Tabel 1 berikut diuraikan secara singkat gambaran
histologis serta patogenesis masing-masing diagnosa banding dari SNA pasca infeksi

streptokokus.4-5,7
Adanya periode laten antara infeksi streptokokus dengan gambaran klinis kerusakan
glomerulus menunjukkan bahwa proses imunologis memegang peranan penting dalam
patogenesis glomerulonefritis. Mekanisme dasar terjadinya sindrom nefritik akut pasca
infeksi streptokokus adalah adanya suatu proses imunologis yang terjadi antara antibodi
spesifik dengan antigen streptokokus. Proses ini terjadi di dinding kapiler glomerulus
dan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Selanjutnya sistem komplemen
memproduksi aktivator komplemen 5a (C5a) dan mediator-mediator inflamasi lainnya.
Sitokin dan faktor pemicu imunitas seluler lainnya akan menimbulkan respon inflamasi

dengan manifestasi proliferasi sel dan edema glomerular.3,8-11

20
Penurunan laju filtrasi glomerulus berhubungan dengan penurunan koefisien
ultrafiltrasi glomerulus. Penurunan laju filtrasi glomerulus diikuti penurunan ekskresi
atau kenaikan reabsorbsi natrium sehingga terdapat penimbunan natrium dengan air
selanjutnya akan diikuti kenaikan volume plasma dan volume cairan ekstraselular
sehingga akan timbul gambaran klinis oliguria, hipertensi, edema dan bendungan
sirkulasi.
Edema terjadi pada 85% pasien SNA pasca infeksi streptokokus, biasanya terjadi
mendadak dan pertama kali terjadi di daerah periorbital dan selanjutnya dapat menjadi
edema anasarka. Derajat berat ringannya edema yang terjadi tergantung pada beberapa
faktor yaitu luasnya kerusakan glomorelus yang terjadi, asupan cairan, dan derajat
hipoalbuminemia.
Hematuri makrokospis terjadi sekitar 30 – 50% pada penderita SNA pasca
streptokokus. Manifestasi yang timbul urine dapat berwarna seperti cola, teh ataupun
keruh dan sering dengan oliguri. Hipertensi merupakan tanda kardinal ketiga bagi SNA
pasca infeksi streptokokus, dilaporkan 50 – 90% dari penderita yang dirawat dengan

glomeluronefritis akut. Ledingham3 mengungkapkan hipotesis terjadinya hipertensi


mungkin akibat dari dua atau tiga faktor berikut yaitu, gangguan keseimbangan natrium,
peranan sistem renin angiotensinogen dan substansi renal medullary hypotensive factors,
diduga prostaglandin. Bendungan sirkulasi banyak terjadi pada penderita yang dirawat di
rumah sakit. Manifestasi klinis yang tampak dapat berupa dyspneu, orthopneu, batuk dan
edema paru.

Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan kelainan urinalisis berupa proteinuri


berkisar antara2-4 gram per hari, terdiri dari protein dengan berat molekul besar
terutama albumin. Hematuri, dengan atau tanpa silinder eritrosit ditemukan pada kira-
kira 40% pasien. Silinder eritrosit merupakan tanda kerusakan parenkim masih aktif.
Konsentrasi Fibrin Degradation Product (FDP) meningkat, pada pasien-pasien berat
terutama yang berubah menjadi rapidly progressive glomerulonephritis. Penentuan
konsentrasi FDP dalam urin sangat penting untuk menentukan prognosis sindrom
nefritik akut pasca infeksi streptokokus. Biakan urin pada setiap penyakit ginjal apapun
juga, karena infeksi saluran kemih sering kali tersembunyi dan tidak memberikan
keluhan. Pada sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus tidak jarang dijumpai
kelainan urin yang menyerupai infeksi: lekosituri dan silinder lekosit walaupun tidak
terbukti secara bakteriologis menderita infeksi sekunder. Beberapa sumber

21
menyebutkan kadang-kadang terjadi glukosuri.3-8
Pada pemeriksaan faal ginjal sering digunakan ureum, kreatinin serum, dan
penjernihan kreatinin menentukan derajat faal Laju Filtrasi Glomerulus (LFG).
Kombinasi dari ketiga para meter ini sangat penting. Seperti diketahui, ureum serum
tidak tepat untuk memperkirakan faal LFG karena: (a) ureum tidak hanya difiltrasi oleh
glomerulus tetapi akan direbsorpsi juga oleh tubulus ginjal, (b) konsentrasi ureum
tergantung dari diet protein dan katabolisme protein. Walaupun demikian penentuan
ureum serum penting untuk menentukan derajat katabolisme protein. Serum kreatinin
lebih tepat dari ureum serum untuk memperkirakan faal LFG karena konsentrasi serum
kretinin semata-mata tergantung dari masa otot-otot dan faal LFG. Masa otot-otot
relatif konstan sehingga serum kreatinin semata-mata tergantung dari faal LFG.
Beberapa kerugian dari nilai penjernihan kreatinin:
(a) sering ditemukan kenaikan semu dari pasien (b) sering terdapat kesalahan selama
penampungan urin 24 jam. Pada gangguan faal tubulus terutama ekskresi elektrolit.
Pada pasien dengan oliguri atau anuri tidak jarang ditemukan hiperkalemi.

Pada pemeriksaan darah ditemukan anemia ringan normokorm dan normositer karena
retensi natrium dan hemodilusi. Pada sediaan darah tepi dijumpai sistosit, fragmentasi
eritrosit disertai tanda- tanda mikroangiopati. Laju endapan darah meninggi walaupun
tidak mempunyai arti diagnosis maupun prognosis. Jumlah lekosit dan trombosit masih
dalam batas normal. Pada pasien berat terutama RPGN sering dijumpai gangguan
perdarahan yang mempunyai hubungan dengan trombositopenia atau gangguan faal
trombosit (trombopati). Pada beberapa pasien mungkin terdapat penurunan protein serum
terutama albumin akibat retensi natrium dan ekspansi volume cairan ekstraseluler.
Hiperlipidemi ringan dan sementara, mekanismenya tidak diketahui. Hiperlipidemi ini
tidak mempunyai hubungan dengan derajat penurunan albumin seperti pada sindrom
nefrotik.
Pada pemeriksaan bakteriologis ditemukan pengecatan gram/methyline blue dan
biakan dari bahan pemeriksaan hapus tenggorokan atau pus (impetigo) untuk isolasi dan
identifikasi streptokokus. Hasil biakan positif ditemukan hanya 25% dari pasien-pasien
yang tidak mendapat antibiotik selama infeksi akut oleh streptokokus. Perlu dicatat,
bahwa hasil biakan positif belum dapat memastikan etiologi glomerulonefritis akut
mungkin hanya merupakan infeksi sekunder. Kenaikan titer anti streptolisin O (ASO)
hanya ditemukan pada 80% pasien-pasien yang tidak mendapat antibiotik selama fase
dari infeksi streptokokus. Kenaikan titer ASO dapat dijumpai pada beberapa keadaan

22
seperti pembawa kuman (karier), hiperkolesterolemi, dan infeksi streptokokus yang

baru tetapi bukan bersifat nefritogenik.3-5


Pemeriksaan penunjang pencitraan dengan ultrasonografi diperoleh adanya
pembesaran ringan ginjal bilateral dengan beberapa kasus yang menunjukkan adanya
peningkatan ekogenesitas. Foto toraks sering ditemukan gambaran kongesti vena

sentral di area hilus sesuai dengan peningkatan volume ekstraseluler.4-7


Pada kasus, gejala klinis yang timbul adalah adanya edema pada kelopak mata,
hipertensi grade dua, serta kelainan urinalisis berupa hematuri dan proteinuri.
Sebelumnya terdapat periode laten sekitar 6 minggu setelah penderita terserang suatu
infeksi kulit. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan hematuri dan proteinuri
pada urinalisis, serta serologi ASTO 200 IU/ml dan ANA tes negatif. Pemeriksaan
pencitraan USG ginjal tidak dilakukan.

Penatalaksanaan yang direkomendasi pada penderita SNA post streptokokus adalah


terapi simtomatik yang berdasar pada derajat keparahan penyakit secara klinis. Tujuan
utama dari pengobatan adalah mengendalikan hipertensi dan edema. Selama fase akut,
penderita dibatasi aktivitasnya dengan pemberian diet 35 kal/kg berat badan perhari,
pembatasan diet protein hewani 0,5 – 0,7 gram/kg berat badan perhari, lemak tak jenuh,
dan rendah garam yaitu 2 gram natrium perhari. Asupan elektrolit pun harus dibatasi.
Natrium 20 meq perhari, rendah kalium yaitu kurang dari 70 – 90 meq perhari serta
kalsium 600 – 1000 mg perhari. Restriksi cairan secara ketat dengan pembatasan cairan

masuk 1 liter perhari, guna mengatasi hipertensi.3,9-14


Pengobatan hipertensi dapat dengan menggunakan diuretik kuat, atau bila
hipertensi tetap tidak teratasi pilihan obat selanjutnya adalah golongan calcium channel
blocker, ACE inhibitor atau bahkan nitroprusid intravena bagi hipertensi maligna. Pada
beberapa kasus berat dengan kondisi hiperkalemi dan sindrom uremia yang berat
diindikasikan untuk hemodialisa.
Terapi steroid intravena terutama diindikasikan untuk glomerulonefritis tipe
kresentik dengan luas lesi lebih dari 30% glomerulus total. Metil prednisolon 500 mg
intravena perhari terbagi dalam 4 dosis selama 3-5 hari. Namun beberapa referensi
menyebutkan tidak diindikasikan untuk pemberian terapi steroid dalam jangka

panjang.4-5
Antibiotika diindikasikan untuk pengobatan infeksi streptokokus. Pilihan obat
yang direkomen- dasikan adalah penicillin G oral 4 x 250 mg selama 7-10 hari.

23
Penderita pada kasus ini diberikan diet 2500 Kkal dan tinggi protein. Pengobatan
dengan injeksi phenoxy metilprednisolon 2 x 62,5 mg, injeksi furosemid 3 x 20 mg dan
kaptopril 2 x 25 mg. Dilakukan monitoring keseimbangan cairan, elektrolit serta tanda
vital secara ketat.

Pada umumnya terdapat 4 kemungkinan perjalanan penyakit dari sindrom nefritis


akut pasca infeksi streptokokus, yaitu kematian selama masa akut dapat disebabkan
infeksi sekunder terutama infeksi paru (pneumonia), bendungan paru akut, ensefalopati
hipertensif, dan hiperkalemi. Angka kematian biasanya kurang dari 5% berkat kemajuan
terapi misalnya pemberian obat-obat antihipertensi yang poten/kuat,

hemodialisis/peritonealdialisis, dan transplantasi ginjal .3,15


Sebagian pasien glomerulonephritis akut (5- 10%) memperlihatkan tipe perjalanan
penyakit yang cepat dan progresif disertai oliguri dan anuri, dapat meninggal dalam
waktu 2 – 3 bulan, yang disebut juga dengan sindrom Rapidly Progressive
Glomerulonephritis (RPGN). Tipe perjalanan penyakit ini terutama mengenai pasien-
pasien dewasa. Gejala klinis oliguri dan anuri yang timbul sementara, tidak selalu
menunjukan prognosis yang buruk. Pada umumnya prognosis dapat diramalkan hanya
berdasarkan kelainan-kelainan histopatologis berupa proliferasi ekstra kapiler yang
ekstensif meliputi lebih dari 75% glomeruli. Kelainan laboratorium yang mencurigakan
perjalanan penyakit yang progresif seperti kenaikan circulating fibrinogen dan atau FDP
urin, disamping oliguri dan anuri yang berlangsung lama, selama beberapa minggu.
Terjadi glomerulonefritis kronis, bila selama perjalanan penyakit ditemukan satu
atau lebih tanda klinis, atau proteinuri dengan atau tanpa hematuri asimtomatik yang
menetap selama bertahun-tahun akan berubah menjadi kronis, dan akhirnya gagal
ginjal kronis. Frekuensi perjalanan penyakit ini rendah, antara 5 – 10%. Sebagian dari
pasien-pasien masih mempunyai kelainan-kelainan histopatologis tanpa gejala klinis
dan dapat hidup normal.
Penyembuhan klinis disertai penyembuhan laboratorium biasanya berangsur-
angsur dan akhirnya terjadi penyembuhan sempurna. Bentuk perjalanan penyakit ini
paling sering ditemukan terutama pada pasien anak-anak (80 – 85%). Gejala-gejala
klinis seperti edema paru akut, hipertensi, edema dan oliguri, segera hilang setelah
terjadi diuresis, biasanya setelah beberapa hari/minggu. Kelainan sedimen urin terutama
hematuri mikroskopis baru hilang setelah beberapa bulan, bahkan hingga beberapa
tahun.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Chesney RW, 1999. The idiopathic nephrotic syndrome. Curr Opin Pediatr 11 : 158-
61.
2. International Study of Kidney Disease in Children, 1978. Nephrotic syndrome in
children. Prediction of histopathology from clinical and laboratory chracteristics at
time of diagnosis. Kidney Int 13 : 159.
3. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI pp. 381-426.
4. Feehally J, Johnson RJ, 2000. Introduction to Glomerular Disease : Clinical
Presentations. In : Johnson RJ, Feehally J, editors. Comprehensive Clinical
Nephrology. London : Mosby; p. 5 : 21.1-4.
5. Wila Wirya IGN, 1992. Penelitian beberapa aspek klinis dan patologi anatomis
sindrom nefrotik primer pada anak di Jakarta. Disertasi. Jakarta : Universitas
Indonesia, 14 Oktober.
6. Noer MS, 1997. Sindrom Nefrotik. In: Putra ST, Suharto, Soewandojo E, editors.
Patofisiologi Kedokteran. Surabaya : GRAMIK FK Universitas Airlanggap. 137-46.
7. A Report of the International Study of Kidney Disease in Children, 1981. The primary
nephrotic syndrome in children : Identification of patients with minimal change
nephrotic syndrome from initial response to prednison. J Pediatr 98 : 561.
8. Kaysen GA, 1992. Proteinuria and the nephrotic syndrome. In : Schrier RW, editor.
Renal and electrolyte disorders. 4th edition. Boston : Little, Brown and Company pp.
681-726.

25
9. Travis L, 2002. Nephrotic syndrome. Emed J [on line] 2002, 3 : 3 [2002 Mar 18] [(20)
: screens]. Available from: URL:http//www.emedicine.com/PED/topic1564.htm on
September 16, 2002 at 08.57.
10. Niaudet P, 2000. Treatment of idiopathic nephrotic syndrome in children. Up To Date
2000; 8.

26

Anda mungkin juga menyukai