SINDROMA NEFROTIK
Pembimbing :
Disusun oleh:
1102012224
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah, Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam kepada Nabi
Muhammad SAW, dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir zaman. Karena atas
rahmat dan ridha-Nya, penulis dapat menyelesaikan presentasi kasusyang berjudul “sindrom
nefrotik”. Penulisan laporan kasus ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas dalam menempuh
kepanitraan klinik di bagian departemen ilmu kesehatan anak di RSUD dr. Drajat
Prawiranegara.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penulisan referat ini tidak lepas dari
bantuan dan dorongan banyak pihak. Maka dari itu, perkenankanlah penulis menyampaikan
rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu, terutama
kepada dr. Shelvi Herwati, Sp.Ayang telah memberikan arahan serta bimbingan ditengah
kesibukan dan padatnya aktivitas beliau.
Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna mengingat
keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun demi perbaikan penulisan presentasi kasusini. Akhir kata penulis
berharap penulisan presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Penulis
1
Sindrom Ne fritik Akut ( SNA) me rupakan kumpulan ga mbaran klinis berupa oligur ia ,e
dema , hipertensi yang disertai adanya kelainan urinalisis ( proteinuri kurang dari2 gram/ hari
dan hematuri serta silinde r e ritrosit ) . 1- 3 Etiologi SNA sa nga t banya k, diantaranya
kelainan glomerulopati primer ( idiopati ) , glomerulopati pasca infeksi , DLE, vaskulitis dan
nefritis herediter( sindroma Alport) . 3 SNA merupakan salah satu manifestasi klinis
Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus( GNAPS) ,
di mana terjadi suatu proses inflamasi pada tubulus
da n glomerulus ginjal yang terjadi setelah adanya
sua tu infeksi streptokokus pada seseorang. GNAPS
be rkembang setelah strain s t r e pt okokust e r t e nt uya i t u
s t r e pt okokusßhe mol i t i kusgr oupA t e r s e r i ngt i pe12
me ngi nf e ks ikul i ta t a us a l ur a nna f a s .Te r j a dipe r i ode
l a t e nbe r ki s a ra nt a r a1 –2 mi ngguunt uki nf e ks is a l ur a n
na f a sda n1 –3 mi ngguunt uki nf e ks ikul i t . 4- 6
Me ka ni s meya ng t e r j a dipa daGNAPS a da l a h
s ut upr os e skompl e ksi mundi ma naa nt i bodida r it ubuh
a ka nbe r e a ks i de nga na nt i ge nya ngbe r e da rda l a m da r a h
da n kompl e me n unt uk me mbe nt uk s ua t u kompl e ks
i mun. Kompl e ksi munya ngbe r e da rda l a m da r a hda l a m
j uml a hya ngba nya kda nwa kt uya ngs i ngka tme l e ka t
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
A. Identitas Pasien
Nama : An.
Umur :
BB/TB :
Agama : ISLAM
2
Alamat :.
II. ANAMNESIS
A. KELUHAN UTAMA
B. KELUHAN TAMBAHAN
Batuk
Seorang pasien anak perempuan datang dari IGD pada tanggal 16 Mei 2019
dengan keluhan bengkak. Bengkak terjadi kurang lebih 6 hari sebelum masuk Rumah
Sakit. Bengkak dirasakan dibagian mata, tungkai, dan perut. Bengkak pertama kali
muncul dibagian kelopak mata, kemudian muncul ditungkai, dan setelah itu muncul di
perut, dan dirasakan semakin membesar. Tidak ada nyeri pada bengkak, dan bengkak
tersebut menetap (tidak berpindah-pindah).
Ibu pasien mengatakan bahwa dirumah pasien sering susah buang air kecil,
saat ingin buang air kecil (BAK) pasien harus mengedan terlebih dahulu. BAK yang
dikeluarkan jumlahnya sedikit-sedikit. Tidak ada keluhan nyeri saat BAK, tetapi BAK
berwarna kemerahan. Pasien mengalami demam setelah dirawat 1 hari di rumah sakit,
mual(-), muntah (-), sakit tenggorokan (-). Pasien mengalami perubahan pada berat
badan, yakni berat bertambah dari kg sebelum masuk rumah sakit, hingga kg saat
masuk rumah sakit.
3
2 Bulan yang lalu penderita mengeluh panas, batuk, pilek dan nyeri pada
teggorakannya, penderita telah berobat ke dokter dan diberikan 3 macam obat
dan keluhannya membaik
Pasien pernah menderita
Pasien belum pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya.
Penyakit lain (-)
Riwayat alergi obat- obatan (-)
Riwayat alergi (-)
Tidak ada
G. o Lingkar kepala : - Cm
o Langsung menangis : Ya
o Kelainan bawaan : -
4
Bicara pertama kali : 9 bulan
Kesan: Riwayat perkembangan baik.
III.PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital
Nadi : 94 x/menit
Suhu : 37,30C
Status Generalis
Kepala :Normocephali
Hidung :Bentuk normal, nafas cuping hidung (-), sekret (-), septum
deviasi (-)
5
Mulut : gusi tidak meradang, tidak merah dan bengkak (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba pada linea midclavicularis sinistra ICS 4
Auskultasi : Bunyi jantung 1& 2 normal reguler, murmur (-) gallop (-)
Paru
Inspeksi :Bentuk dada normal, pernapasan simetris dalam keadaan statis
dan dinamis, retraksi sela iga (-)
Palpasi : fremitus vokal dan taktil simetris dalam statis dan dinamis
Abdomen
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba
STATUS GIZI
6
Antropometris:
Panjang Badan : 91 cm
Lingkar kepala : 51 cm
Lingkar Perut : 58 cm
Hematologi
Elektrolit 14/05/19
7
Kolesterol 219 mg/dl <200
Urinalisa 14/06/2019
Sedimen
Leukosit 2-3 /LPB
Eritrosit 6-8/LPB 0-1/LPB
Silinder Positif/ + Negatif
Tidak
Jenis 0-1 hyalin ditemukan
Epitel Positif/+ Positif
Kristal 2-3/ LPB Negatif
Bakteria Positif/+ Negatif
8
lain-lain Negatif
Pemeriksaan Imunologi
ASTO Kualitatif : +
Sindroma nefritik
IX. PENATALAKSANAAN
X. PROGNOSIS
XI. FOLLOW UP
Pemeriksaan Tanggal
15/08/16 16/08/16 18/08/16 19/08/16 20/8/2016
9
S Kelopak Kelopak mata, Batuk (+) Batuk (+), Batuk (+) mencret
mata, perut, perut dan mencret 2x (-)
Keluhan
dan tungkai tungkai
bengkak bengkak
O KU Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
Kesadara Composme Composmentis Composmentis Composme Composmentis
n ntis ntis
Tanda HR HR 108x/m HR 112x/m HR HR 115x/m
Vital 102x/m RR 29x/m RR 28x/m 128x/m RR 26x/m
RR Suhu 36,2 C Suhu 37,2 C RR Suhu 36,2 C
26x/m 28x/m
Suhu 35,6 Suhu 36,4
C C
Kepala Normochep Normochepale Normochepale Normochep Normochepale
ale ale
Mata SI -/- CA -/- SI -/- CA -/- SI -/- CA -/- SI -/- CA -/- SI -/- CA -/-
edema edema edema edema edema palpebra
palpebra palpebra +/+ palpebra +/+ palpebra +/+
+/+ (berkurang) +/+ (berkurang)
(berkurang)
THT POC - PCH POC - PCH - POC - PCH - POC - PCH POC - PCH -
- -
Thorax SSD, SSD, retraksi - SSD, retraksi - SSD, SSD, retraksi -
retraksi - retraksi -
Cor S1S2 S1S2 reguler, S1S2 reguler, S1S2 S1S2 reguler,
reguler, Murmur -/- Murmur -/- reguler, Murmur -/-
Murmur -/- Gallop -/- Gallop -/- Murmur -/- Gallop -/-
Gallop -/- Gallop -/-
Pulmo Vesikuler - Vesikuler -/- Vesikuler -/- Vesikuler - Vesikuler -/-
/- Rhonki -/- Rhonki -/- /- Rhonki -/-
Rhonki -/- Wheezing -/- Wheezing -/- Rhonki -/- Wheezing -/-
Wheezing - Wheezing -
/- /-
10
Abdome BU +, BU +, BU +, BU +, BU +, cembung
n cembung, cembung cembung cembung Perkusi : redup
Perkusi : Perkusi : redup Perkusi : redup Perkusi : Lingkar perut : 45
redup Shifting Lingkar perut : redup cm
Shifting dullness (+/+) 45 cm Lingkar
dullness Lingkar perut : perut : 45
(+/+) 56 cm cm
Lingkar
perut : 52
cm
Extremit Akral Akral Hangat Akral Hangat Akral Akral Hangat
as Hangat CRT <2, CRT <2, Hangat CRT <2, edema
CRT <2, edema edema CRT <2, pretibial +/+
edema pretibial +/+ pretibial +/+ edema (berkurang)
pretibial +/+ (berkurang) pretibial
+/+
(berkurang)
BB : 12 kg BB : 13,5 kg BB : 12 kg BB : 12 kg BB : 12 kg
A Sindrom Sindrom Sindrom Sindrom Sindrom Nefrotik
Nefrotik Nefrotik Nefrotik Nefrotik
P -Bed Rest -Bed Rest -Bed Rest -Bedrest -Bed Rest
-Prednison -Prednisone -Prednisone Prednisone -Prednisone 3x2
3x2 tab Stop 3x2 tab 3x2 tab tab
-Albumin 20 - Mucos 3x1/2 - Mucos - Mucos 2x1/2 cth
% 50 cc/4 jam cth 2x1/2 cth -Cefixim 2x1/2
-Furosemid 14 -Cefixim 2x1/2 -Cefixim cth
mg Inj cth 2x1/2 cth -Zink 1x1 tab
Nacl 3 tpm -Transfusi -Resomal
albumin 20 % 50 cc/ bab
50 cc/4 jam mencret
Furosemid 14 -Zink 1x1
mg Inj tab
11
ANALISA KASUS
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka diagnosa yang
ditegakkan pada pasien ini ialah : Sindrom Nefrotik
1. Anamnesa
Bengkak pada palpebra, perut, dan tungkai
2. Pemeriksaan Fisik
Ditemukan adanya edema palpebra (+/+) , edema pretibial (+/+), dan asites pada
abdomen, perkusi abdomen : redup, shifting dullness (+/+)
3. Pemeriksaan Penunjang
Dari hasil laboratorium pada pasien ditemukan penurunan pada albumin, penurunan
protein total, peningkatan kolesterol total pada darah dan proteinuria masiv (+++)
pada urin
Kimia Darah 15/08/16 18/08/16
12
Darah samar Negatif Negatif
Protein +++/Pos Negatif
SINDROMA NEFRITIK
Definisi
Sindrom Nefritik Akut (SNA) merupakan kumpulan gambaran klinis berupa oliguria
,edema, hipertensi yang disertai adanya kelainan urinalisis (proteinuri kurang dari 2 gram/
hari dan hematuri serta silinder eritrosit) . 1- 3
Epidemiologi
GNAPS tercatata sebagai penyebab penting terjaadinya gagal ginjal, yaitu terhitung
10-15% dai kasus gagal ginjal di amerika serikat, GNAPS dapat muncul secara sporadik
maupun epidemik terutama menyeang anak-anak atau dewasa muda pada usia sekitar 4-12
tahun dengan puncak usia 5-6 tahun. Lebih sering pada laki-laki daripada wanita dengan rasio
1,7-2,1. Tidak ada predileksi khusus pada ras ataupun golongan tertentu
Etiologi
SNA merupakan salah satu manifestasi klinis Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus
(GNAPS) , di mana terjadi suatu proses inflamasi pada tubulus dan glomerulus ginjal yang
terjadi setelah ada nya suatu infeksi streptokokus pada seseorang. GNAPS
berkembang setelah strain streptokokus tertentu yaitu streptokokus ß hemolitikus groupA
tersering tipe1, 2 menginfeksi kulit atau saluran nafas .Terjadi periode laten berkisar antara
1–2 minggu untuk infeksi saluran nafas dan 1 –3 minggu untuk infeksi kulit. 4- 6
Patofisiologi
13
neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus akan mengubah IgG endogen menjadi
autoantigen. Terbentuknya autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut,
mengakibatkan pembentukan komplek imun yang bersirkulasi, kemudian mengendap dalam
ginjal.13,16 Pada kasus ringan, pemeriksaan dengan mikroskop cahaya menunjukkan kelainan
minimal. Biasanya terjadi proliferasi ringan sampai sedang dari sel mesangial dan matriks.
Pada kasus berat terjadi proliferasi sel mesangial, matriks dan sel endotel yang difus disertai
infiltrasi sel polimorfonuklear dan monosit, serta penyumbatan lumen kapiler.2,13 Istilah
glomerulonefritis proliferatif eksudatif endokapiler difus digunakan untuk menggambarkan
kelainan morfologi penyakit ini.3 Bentuk bulan sabit dan inflamasi interstisial dapat dijumpai
mulai dari yang halus sampai kasar yang tipikal di dalam mesangium dan di sepanjang
dinding kapiler. Endapan imunoglobulin dalam kapiler glomerulus didominasi oleh Ig G dan
sebagian kecil Ig M atau Ig A yang dapat dilihat dengan mikroskop imunofluoresen.
Mikroskop elektron menunjukkan deposit padat elektron atau humps terletak di daerah
subepitelial yang khas dan akan beragregasi menjadi Ag-Ab kompleks.10,16
Manifestasi Klinis
Lebih dari 50 % kasus GNAPS adalah asimtomatik.11 Kasus klasik atau tipikal
diawali dengan infeksi saluran napas atas dengan nyeri tenggorok dua minggu
mendahului timbulnya sembab.1 Periode laten ratarata 10 atau 21 hari setelah infeksi
tenggorok atau kulit.10 Hematuria dapat timbul berupa gross hematuria maupun mikroskopik
17,18
Gross hematuria terjadi pada 30-50 % pasien yang dirawat.2 Variasi lain yang tidak
spesifik bisa dijumpai seperti demam, malaise, nyeri, nafsu makan menurun, nyeri kepala,
atau lesu.1,4 Pada pemeriksaan fisis dijumpai hipertensi pada hampir semua pasien GNAPS,
biasanya ringan atau sedang.7,15 Hipertensi pada GNAPS dapat mendadak tinggi selama 3-5
hari. Setelah itu tekanan darah menurun perlahan-lahan dalam waktu 1-2 minggu.2,13 Edema
bisa berupa wajah sembab, edem pretibial atau berupa gambaran sindrom nefrotik.10,11 Asites
dijumpai pada sekitar 35% pasien dengan edem.1,4,13 Bendungan sirkulasi secara klinis bisa
nyata dengan takipne dan dispne.2,3,5Gejala gejala tersebut dapat disertai oliguria sampai
anuria karena penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG).1,10
Laboratorium
Pemeriksaan urin sangat penting untuk menegakkan diagnosis nefritis akut. Volume
urin sering berkurang dengan warna gelap atau kecoklatan seperti air cucian daging.2,3
Hematuria makroskopis maupun mikroskopis dijumpai pada hampir semua pasien.10,12
14
Eritrosit khas terdapat pada 60-85% kasus, menunjukkan adanya perdarahan glomerulus.2,19
Proteinuria biasanya sebanding dengan derajat hematuria dan ekskresi protein umumnya
tidak melebihi 2gr/m2 luas permukaan tubuh perhari. Sekitar 2-5% anak disertai proteinuria
masif seperti gambaran nefrotik.1,2,5 Umumnya LFG berkurang, disertai penurunan kapasitas
ekskresi air dan garam, menyebabkan ekspansi volume cairan ekstraselular. Menurunnya
LFG akibat tertutupnya permukaan glomerulus dengan deposit kompleks imun.2,5 Sebagian
besar anak yang dirawat dengan GNA menunjukkan peningkatan urea nitrogen darah dan
konsentrasi serum kreatinin.3,12 Anemia sebanding dengan derajat ekspansi volume cairan
esktraselular dan membaik bila edem menghilang.4,5 Beberapa peneliti melaporkan adanya
pemendekan masa hidup eritrosit.2,4 Kadar albumin dan protein serum sedikit menurun
karena proses dilusi dan berbanding terbalik dengan jumlah deposit imun kompleks pada
mesangial glomerulus.2,4 Bukti yang mendahului adanya infeksi streptokokus pada anak
dengan GNA harus diperhatikan termasuk riwayatnya. Pemeriksaan bakteriologis apus
tenggorok atau kulit penting untuk isolasi dan identifikasi streptokokus.1,2 Bila biakan tidak
mendukung, dilakukan uji serologi respon imun terhadap antigen streptokokus. Peningkatan
titer antibodi terhadap streptolisin-O (ASTO) terjadi 10- 14 hari setelah infeksi
streptokokus.15,18 Kenaikan titer ASTO terdapat pada 75-80% pasien yang tidak mendapat
antibiotik.5,11 Titer ASTO pasca infeksistreptokokus pada kulit jarang meningkat dan hanya
terjadi pada 50% kasus.10,12 Titer antibodi lain seperti antihialuronidase (Ahase) dan anti
deoksiribonuklease B (DNase B) umumnya meningkat. Pengukuran titer antibodi yang
terbaik pada keadaan ini adalah terhadap antigen DNase B yang meningkat pada 90-95%
kasus.2 Pemeriksaan gabungan titer ASTO, Ahase dan ADNase B dapat mendeteksi infeksi
streptokokus sebelumnya pada hampir 100% kasus.12 Penurunan komplemen C3 dijumpai
pada 80-90% kasus dalam 2 minggu pertama, sedang kadar properdin menurun pada 50%
kasus. Penurunan C3 sangat nyata, dengan kadar sekitar 20-40 mg/dl (normal 80-170
mg/dl).4,10 Kadar IgG sering meningkat lebih dari 1600 mg/100 ml pada hampir 93%
pasien.11 Pada awal penyakit kebanyakan pasien mempunyai krioglobulin dalam sirkulasi
yang mengandung IgG atau IgG bersama-sama IgM atau C3.11,13 Hampir sepertiga pasien
menunjukkan pembendungan paru.1,2 Penelitian Albar dkk., di Ujung Pandang pada tahun
1980-1990 pada 176 kasus mendapatkan gambaran radiologis berupa kardiomegali 84,1%,
bendungan sirkulasi paru 68,2% dan edem paru 48,9% . Gambaran tersebut lebih sering
terjadi pada pasien dengan manifestasi klinis disertai edem yang berat.20 Foto abdomen
menunjukkan kekaburan yang diduga sebagai asites.1
15
Diagnosis
Kecurigaan akan adanya GNAPS dicurigai bila dijumpai gejala klinis berupa
hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi
streptokokus.Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi
streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk
menegakkan diagnosis.3 Tetapi beberapa keadaan dapat menyerupai GNAPS seperti:10
• Hematuria idiopatik
Tata laksana
16
kurang dari urin yang keluar. Bila berat badan tidak berkurang diberi diuretik seperti
furosemid 2mg/ kgBB, 1-2 kali/hari.1,2 Pemakaian antibiotik tidak mempengaruhi perjalanan
penyakit. Namun, pasien dengan biakan positif harus diberikan antibiotic untuk eradikasi
organisme dan mencegah penyebaran ke individu lain.2 Diberikan antimikroba berupa injeksi
benzathine penisilin 50.000 U/kg BB IM atau eritromisin oral 40 mg/kgBB/hari selama 10
hari bila pasien alergi penisilin.10,12 Pembatasan bahan makanan tergantung beratnya edem,
gagal ginjal, dan hipertensi. Protein tidak perlu dibatasi bila kadar urea N kurang dari 75
mg/dL atau 100mg/dL. Bila terjadi azotemia asupan protein dibatasi 0,5 g/kgBB/hari. Pada
edem berat dan bendungan sirkulasi dapat diberikan NaCl 300 mg/hari sedangkan bila edem
minimal dan hipertensi ringan diberikan 1-2 g/m2/ hari. Bila disertai oliguria, maka
pemberian kalium harus dibatasi.2,12 Anuria dan oliguria yang menetap, terjadi pada 5-10 %
anak.4,6 Penanganannya sama dengan GGA dengan berbagai penyebab dan jarang
menimbulkan kematian.1,5
Biopsi ginjal
• Gangguan fungsi ginjal berat khususnya bila etiologi tidak jelas (berkembang menjadi gagal
ginjal atau sindrom nefrotik).
• Perbaikan yang lama dengan hipertensi yang menetap, azotemia, gross hematuria setelah 3
minggu, kadar C3 yang rendah setelah 6 minggu, proteinuria yang menetap setelah 6 bulan
dan hematuria yang menetap setelah 12 bulan.
Fase awal glomerulonefritis akut berlangsung beberapa hari sampai 2 minggu. Setelah itu
anak akan merasa lebih baik, diuresis lancar, edem dan hipertensi hilang,
LFG kembali normal.3,4,7 Penyakit ini dapat sembuh sendiri, jarang berkembang menjadi
kronik.2 Kronisitas dihubungkan dengan awal penyakit yang berat dan kelainan morfologis
berupa hiperselularitas lobulus.12,21 Pasien sebaiknya kontrol tiap 4-6 minggu dalam 6 bulan
pertama setelah awitan nefritis. Pengukuran tekanan darah, pemeriksaan eritrosit dan protein
urin selama 1 tahun lebih bermanfaat untuk menilai perbaikan.1,5 Kadar C3 akan kembali
17
normal pada 95% pasien setelah 8-12 minggu, edem membaik dalam 5-10 hari, tekanan darah
kembali normal setelah 2-3 minggu, walaupun dapat tetap tinggi sampai 6
minggu.11
Penelitian White dkk, menemukan albuminuria yang nyata dan hematuria masing-
masing pada 13% dan 21% dari 63 pasien selama 6-18 tahun pemantauan.26 Kemungkinan
nefritis kronik harus dipertimbangkan bila dijumpai hematuria bersama-sama proteinuria
yang bertahan setelah 12 bulan.5
Prognosis
Berbagai faktor memegang peran dalam menetapkan prognosis GNAPS antara lain
umur saat serangan, derajat berat penyakit, galur streptokukus tertentu, pola serangan
sporadik atau epidemik, tingkat penurunan fungsi ginjal dan gambaran histologis
glomerulus.11,24
Anak kecil mempunyai prognosis lebih baik disbanding anak yang lebih besar atau
orang dewasa oleh karena GNAPS pada dewasa sering disertai lesi nekrotik glomerulus.2,3
Perbaikan klinis yang sempurna dan urin yang normal menunjukkan prognosis yang baik.25
Insiden gangguan fungsi ginjal berkisar 1-30%. Kemungkinan GNAPS menjadi kronik 5-10
%; sekitar 0,5-2% kasus menunjukkan penurunan fungsi ginjal cepat dan progresif dan dalam
beberapa minggu atau bulan jatuh ke fase gagal ginjal terminal.18 Angka kematian pada
18
GNAPS bervariasi antara 0-7 %.2,21 Melihat GNAPS masih sering dijumpai pada anak, maka
penyakit ini harus dicegah karena berpotensi menyebabkan kerusakan ginjal. Pencegahan
dapat berupa perbaikan ekonomi dan lingkungan tempat tinggal, mengontrol dan mengobati
infeksi kulit.26 Pencegahan GNAPS berkontribusi menurunkan insiden penyakit ginjal dan
gagal ginjal di kemudian hari.21,26
Komplikasi
Komplikasi pada SN dapat terjadi sebagai bagian dari penyakitnya sendiri atau sebagai akibat
pengobatan.
BAB IV
Pembahasan
Sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus dengan gejala klinis yang jelas
termasuk penyakit dengan insiden yang tidak terlalu tinggi, sekitar 1: 10.000. Sindrom
nefritik akut pasca infeksi streptokokus tanpa gejala insidennya mencapai jumlah 4 – 5
kali lebih banyak. Umumnya menyerang semua usia, namun terutama laki-laki usia 3 –
7 tahun. Diagnosis sindrom nefritik akut dibuat berdasarkan adanya 1. Olguria, 2
edema, 3 hipertensi, 4 kelainan urinalisa berupa proteinuria kurang dari 2 gram/hari
dan hematuria serta slinder eritrosit. Namun pada beberapa kepustakaan disebutkan
proteinuria masif dapat terjadi pada 2-5% penderita GNAPS usia muda, bahkan dapat
menyerupai suatu gambaran proteinuri pada sindrom nefrotik. Pada penderita (kasus)
tersebut diatas, ditemukan tiga dari empat kriteria yang terpenuhi yaitu adanya edema
pada seluruh tubuh, hipertensi grade II, serta kelainan urinalisis berupa hematuria 22 –
24/lapang pandang dan proteinuria 3,25 gram/liter/hari. Diagnosis banding terdekat
sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus adalah penyebab lain dari sindrom
nefritik akut yaitu penyakit-penyakit parenkim ginjal baik primer maupun sekunder,
seperti glomerulonefritis akut non streptokokus, nefropati Ig A, sistemik lupus
eritematosus, purpura Henoch-Schoenlein, sindroma Good-Pasture, dan
granulomatosis Wegener. Pada Tabel 1 berikut diuraikan secara singkat gambaran
histologis serta patogenesis masing-masing diagnosa banding dari SNA pasca infeksi
streptokokus.4-5,7
Adanya periode laten antara infeksi streptokokus dengan gambaran klinis kerusakan
glomerulus menunjukkan bahwa proses imunologis memegang peranan penting dalam
patogenesis glomerulonefritis. Mekanisme dasar terjadinya sindrom nefritik akut pasca
infeksi streptokokus adalah adanya suatu proses imunologis yang terjadi antara antibodi
spesifik dengan antigen streptokokus. Proses ini terjadi di dinding kapiler glomerulus
dan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Selanjutnya sistem komplemen
memproduksi aktivator komplemen 5a (C5a) dan mediator-mediator inflamasi lainnya.
Sitokin dan faktor pemicu imunitas seluler lainnya akan menimbulkan respon inflamasi
20
Penurunan laju filtrasi glomerulus berhubungan dengan penurunan koefisien
ultrafiltrasi glomerulus. Penurunan laju filtrasi glomerulus diikuti penurunan ekskresi
atau kenaikan reabsorbsi natrium sehingga terdapat penimbunan natrium dengan air
selanjutnya akan diikuti kenaikan volume plasma dan volume cairan ekstraselular
sehingga akan timbul gambaran klinis oliguria, hipertensi, edema dan bendungan
sirkulasi.
Edema terjadi pada 85% pasien SNA pasca infeksi streptokokus, biasanya terjadi
mendadak dan pertama kali terjadi di daerah periorbital dan selanjutnya dapat menjadi
edema anasarka. Derajat berat ringannya edema yang terjadi tergantung pada beberapa
faktor yaitu luasnya kerusakan glomorelus yang terjadi, asupan cairan, dan derajat
hipoalbuminemia.
Hematuri makrokospis terjadi sekitar 30 – 50% pada penderita SNA pasca
streptokokus. Manifestasi yang timbul urine dapat berwarna seperti cola, teh ataupun
keruh dan sering dengan oliguri. Hipertensi merupakan tanda kardinal ketiga bagi SNA
pasca infeksi streptokokus, dilaporkan 50 – 90% dari penderita yang dirawat dengan
21
menyebutkan kadang-kadang terjadi glukosuri.3-8
Pada pemeriksaan faal ginjal sering digunakan ureum, kreatinin serum, dan
penjernihan kreatinin menentukan derajat faal Laju Filtrasi Glomerulus (LFG).
Kombinasi dari ketiga para meter ini sangat penting. Seperti diketahui, ureum serum
tidak tepat untuk memperkirakan faal LFG karena: (a) ureum tidak hanya difiltrasi oleh
glomerulus tetapi akan direbsorpsi juga oleh tubulus ginjal, (b) konsentrasi ureum
tergantung dari diet protein dan katabolisme protein. Walaupun demikian penentuan
ureum serum penting untuk menentukan derajat katabolisme protein. Serum kreatinin
lebih tepat dari ureum serum untuk memperkirakan faal LFG karena konsentrasi serum
kretinin semata-mata tergantung dari masa otot-otot dan faal LFG. Masa otot-otot
relatif konstan sehingga serum kreatinin semata-mata tergantung dari faal LFG.
Beberapa kerugian dari nilai penjernihan kreatinin:
(a) sering ditemukan kenaikan semu dari pasien (b) sering terdapat kesalahan selama
penampungan urin 24 jam. Pada gangguan faal tubulus terutama ekskresi elektrolit.
Pada pasien dengan oliguri atau anuri tidak jarang ditemukan hiperkalemi.
Pada pemeriksaan darah ditemukan anemia ringan normokorm dan normositer karena
retensi natrium dan hemodilusi. Pada sediaan darah tepi dijumpai sistosit, fragmentasi
eritrosit disertai tanda- tanda mikroangiopati. Laju endapan darah meninggi walaupun
tidak mempunyai arti diagnosis maupun prognosis. Jumlah lekosit dan trombosit masih
dalam batas normal. Pada pasien berat terutama RPGN sering dijumpai gangguan
perdarahan yang mempunyai hubungan dengan trombositopenia atau gangguan faal
trombosit (trombopati). Pada beberapa pasien mungkin terdapat penurunan protein serum
terutama albumin akibat retensi natrium dan ekspansi volume cairan ekstraseluler.
Hiperlipidemi ringan dan sementara, mekanismenya tidak diketahui. Hiperlipidemi ini
tidak mempunyai hubungan dengan derajat penurunan albumin seperti pada sindrom
nefrotik.
Pada pemeriksaan bakteriologis ditemukan pengecatan gram/methyline blue dan
biakan dari bahan pemeriksaan hapus tenggorokan atau pus (impetigo) untuk isolasi dan
identifikasi streptokokus. Hasil biakan positif ditemukan hanya 25% dari pasien-pasien
yang tidak mendapat antibiotik selama infeksi akut oleh streptokokus. Perlu dicatat,
bahwa hasil biakan positif belum dapat memastikan etiologi glomerulonefritis akut
mungkin hanya merupakan infeksi sekunder. Kenaikan titer anti streptolisin O (ASO)
hanya ditemukan pada 80% pasien-pasien yang tidak mendapat antibiotik selama fase
dari infeksi streptokokus. Kenaikan titer ASO dapat dijumpai pada beberapa keadaan
22
seperti pembawa kuman (karier), hiperkolesterolemi, dan infeksi streptokokus yang
panjang.4-5
Antibiotika diindikasikan untuk pengobatan infeksi streptokokus. Pilihan obat
yang direkomen- dasikan adalah penicillin G oral 4 x 250 mg selama 7-10 hari.
23
Penderita pada kasus ini diberikan diet 2500 Kkal dan tinggi protein. Pengobatan
dengan injeksi phenoxy metilprednisolon 2 x 62,5 mg, injeksi furosemid 3 x 20 mg dan
kaptopril 2 x 25 mg. Dilakukan monitoring keseimbangan cairan, elektrolit serta tanda
vital secara ketat.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Chesney RW, 1999. The idiopathic nephrotic syndrome. Curr Opin Pediatr 11 : 158-
61.
2. International Study of Kidney Disease in Children, 1978. Nephrotic syndrome in
children. Prediction of histopathology from clinical and laboratory chracteristics at
time of diagnosis. Kidney Int 13 : 159.
3. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI pp. 381-426.
4. Feehally J, Johnson RJ, 2000. Introduction to Glomerular Disease : Clinical
Presentations. In : Johnson RJ, Feehally J, editors. Comprehensive Clinical
Nephrology. London : Mosby; p. 5 : 21.1-4.
5. Wila Wirya IGN, 1992. Penelitian beberapa aspek klinis dan patologi anatomis
sindrom nefrotik primer pada anak di Jakarta. Disertasi. Jakarta : Universitas
Indonesia, 14 Oktober.
6. Noer MS, 1997. Sindrom Nefrotik. In: Putra ST, Suharto, Soewandojo E, editors.
Patofisiologi Kedokteran. Surabaya : GRAMIK FK Universitas Airlanggap. 137-46.
7. A Report of the International Study of Kidney Disease in Children, 1981. The primary
nephrotic syndrome in children : Identification of patients with minimal change
nephrotic syndrome from initial response to prednison. J Pediatr 98 : 561.
8. Kaysen GA, 1992. Proteinuria and the nephrotic syndrome. In : Schrier RW, editor.
Renal and electrolyte disorders. 4th edition. Boston : Little, Brown and Company pp.
681-726.
25
9. Travis L, 2002. Nephrotic syndrome. Emed J [on line] 2002, 3 : 3 [2002 Mar 18] [(20)
: screens]. Available from: URL:http//www.emedicine.com/PED/topic1564.htm on
September 16, 2002 at 08.57.
10. Niaudet P, 2000. Treatment of idiopathic nephrotic syndrome in children. Up To Date
2000; 8.
26