Andre Kurniawan
1601114808
Elisabet Sinaga
1601110923
Yuni Sri Ningsih Manurung
1601122224
Molly Dwitas Rahayu
1601121986
Dosen Pengampu:
Evawani Elysa Lubis, M.Si
Universitas Riau
2017
KATA PENGANTAR
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTARi
DAFTAR ISIii
DAFTAR GAMBARiii
BAB I PENDAHULUAN1
1.1 Latar Belakang3
1.2 Rumusan Masalah3
1.3 Tujuan Penulisan3
BAB II PEMBAHASAN4
3.1 Kesimpulan26
DAFTAR PUSTAKA2
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut pearson (1983) manusia adalah makhluk sosial. Artinya kita tidak
mungkin menjalin hubungan dengan diri sendiri, kita selalu menjalin
hubungan dengan orang lain, membentuk interaksi,serta berusaha
mempertahankan interaksi tersebut.
Hubungan interpersonal adalah hubungan yang terdiri atas dua atau lebih,
yang memiliki ketergantungan satu sama lain dan menggunakan pola interaksi
yang konsisten. Ketika akan menjalin hubungan interpersonal, akan terdapat
suatu proses dan biasanya dimulai dengan interpersonal attraction.
1
Kekuasaan interpersonal merupakan sesuatu yang memungkinkan seseorang
untuk mengontrol perilaku orang lain. Kekuasaan dalam hubungan
interpersonal akan lebih mudah di kenali dalam sebuah diskusi dengan
menggunakan prinsip yang menjelaskan bagaimana kekuasaan beroperasi
dalam hubungan interpersonal dan menawarkan wawasan mengenai
bagaimana anda dapat lebih efektif mengelola kekuasaan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
beroperasi dalam hubungan interpersonal dan menawarkan wawasan
mengenai bagaimana anda dapat lebih efektif mengelola kekuasaan.
Sebagai esensi dari kekuasaan, pengaruh diperlukan untuk
menyampaikan gagasan, mendapatkan penerimaan dari kebijakan atau
rencana dan untuk memotivasi orang lain agar mendukung dan
melaksanakan berbagai keputusan.
Pengaruh kekuasaan dalam komunikasi antarpribadi:
a. Kekuasaan dapat mempengaruhi apa yang Anda lakukan, ketika Anda
melakukannya, dan dengan siapa Anda melakukannya.
b. Kekuasaan juga dapat mempengaruhi pilihan Anda dalam hubungan
dengan teman, hubungan romantis, hubungan keluarga dan hubungan di
tempat bekerja.
c. Kekuasaan juga mempengaruhi seberapa sukses Anda merasakan
hubungan itu.
d. kekuasaan juga dapat menimbulkan makna "seksi" bagi perempuan
maupun laki-laki (Martin, 2005).
4
hubungan suami-istri mereka lebih cenderung menjadi kasar terhadap
istri-istri mereka daripada suami yang memiliki kekuasaan yang besar.
Lebih lanjut, bahwa terjadinya kekerasan dalam pernikahan sering kali
disebabkan karena kurang memahaminya seseorang dalam cara
mempengaruhi terhadap satu sama lain.
2. Kekuasaan dapat dibagi
Beberapa orang berpendapat bahwa kekuasaan harus
dijaga, membaginya dengan orang lain maka kita telah menghilangkan
sebagian kekuasaan kita. Namun sebagian orang berpendapat bahwa
dengan membagi kekuasaan, dengan memberdayakan orang lain,
maka sebenarnya kita telah menumbuhkan/menambah kekuasaan kita.
3. Kekuasaan dapat meningkat atau menurun
Anda dapat mempelajari teknik-teknik negosiasi dan meningkatkan
kekuatan anda dalam situasi kelompok. Anda dapat mempelajari prinsip-
prinsip komunikasi dan meningkatkan daya persuasifnya. Namun
kekuatan juga dapat menurun, mungkin cara yang paling umum turunnya
kekuasaan/kekuatan kita adalah dengan gagal mengendalikan perilaku
5
menjadi seorang pemimpin. Ulama akan menjadi pemimpin dalam agama. Ilmuan
menjadi pemimpin dalam ilmu pengetahuan.
d. Kendali ekologik (lingkungan)
Sumber kekuasaan ini dinamakan juga perekayasaan situasi .
• Kendali atas penempatan jabatan.
Seorang atasan atau manager mempunyai kekuasaan atas bawahannya karena ia
boleh menentukan posisi anggotanya.
• Kendali atas tata lingkungan.
Kepala dinas tata kota berhak memberi izin bangunan. Orang-orang ini menjadi
pemimpin karena kendalinya atas penataan lingkungan.
6
2.5 HUBUNGAN KEKUASAAN (POWER) DENGAN KOMUNIKASI
INTERPERSONAL
7
3). Kekuasaan legitimasi (legitimate power) Model kekuasaan legitimasi juga
disebut dengan kekuasaan karena posisi. Kekuasaan legitimiasi muncul karena
seseorang memegang posisi dalam sebuah organisasi sebagai sebuah
kewenangan formal yang didelegasikan kepadanya. Hal ini biasanya disertai
dengan berbagai atribut kekuasaan seperti seragam, kantor, dll. Pada konteks
kekuasaan seperti ini, seseeorang yang posisinya lebih tinggi tentu memiliki
kekuasaan atas pihak yang berkedudukan lebih rendah. Jika bawahan
memAndang penggunaan kekuasaan tersebut sah, artinya sesuai dengan hak-
hak yang melekat, mereka akan patuh. Tetapi jika dipAndang penggunaan
kekuasaan tersebut tidak sah, mereka mungkin sekali akan membangkang.
Batas-batas kekuasaan ini akan sangat tergantung pada budaya, kebiasaan dan
sistem nilai yang berlaku dalam organisasi yang bersangkutan.
4). Kekuasaan panutan (referent power) Kekuasaan panutan merupakan
kemampuan seseorang untuk mempengerahui orang lain dan membangun
loyalitas berdasarkan karisma dan keterampilan interpersonal dari pemegang
kekuasaan tersebut. Seseorang mungkin dikagumi karena sifat pribadi tertentu,
terutama bakat kepemimpinan alamiahnya, dan kekaguman ini menciptakan
kesempatan bagi pengaruh interpersonal. Dengan demikian, karisma orang
tersebut merupakan dasar dari kekuasaan panutan.
5). Kekuasaan karena keahlian (skill power) Kekuasaan karena keahlian ini
berkaitan erat dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh seseorang karena
keterampilan atau keahlian khusus yang dimiliki dimana tidak semua orang
memilikinya. Semakin sulit mencari pengganti orang yang bersangkutan,
semakin besar kekuasaan yang ia miliki. Contoh: seorang dokter ahli kandungan
dan kebidanan dapat menggunakan kekuasaannya untuk meyakinkan pasiennya
untuk melakukan operasi bedah cesar karena pertimbangan keselamatan pasien.
Sementara itu, menurut Mark Orbe dalam Martin dan Nakayama (2004:100),
bahwa dalam setiap komunitas selalu muncul apa yang disebut dengan
hierarki/tingkatan sosial. Kelompok sosial yang berada pada posisi lebih tinggi
seringkali mendominasi atau memegang kendali/kontrol atas kelompok yang
lebih rendah dan kecil. Orbe kemudian menegaskan bahwa kelompok-kelompok
yang memiliki kekuasaan dapat secara sadar ataupun tidak sadar menciptakan
dan memelihara suatu sistem komunikasi yang sedemikian rupa sehingga dapat
memperkuat dan mempromosikan cara pandang dan perilaku komunikasi
mereka.
8
Selanjutnya Martin dan Nakayama (2004:100), membagi dua dimensi dari
kelompok berkaitan dengan kekuasaan:
1. Dimensi primer yang termasuk dalam kategori dimensi primer antara lain usia,
etnis, jenis kelamin, kemampuan/keberadaan fisik, ras, dan orientasi seksual
dimana bersifat permanen dan alamiah.
2. Dimensi sekunder termasuk dalam dimensi sekunder yakni latar belakang
pendidikan, lokasi geografis, status perkawinan, dan status ekonomi. Semua hal
ini bersifat tidak permanen sehingga bisa berubah dan dapat diubah.
Selanjutnya dijelaskan Martin dan Nakayama, kekuasaan bisa juga berasal dari
institusi sosial dan peran atau posisi dari orang tersebut dalam suatu institusi.
Pada konteks seperti ini, orang-orang yang memiliki atau mengendalikan
kekuasaan lebih memiliki kuasa dalam mengendalikan komunikasi.
Contoh: Seorang dosen ketika memberikan kuliah akan memegang kendali
komunikasi karena secara hierarki, ia lebih tinggi dan lebih berkuasa atas
mahasiswa dan mata kuliah yang diasuhnya. Melalui kuasa yang ia miliki
tersebut maka ia dapat menentukan siapa saja yang boleh berbicara, siapa yang
mendapat nilai A, jenis tugas apa yang harus diselesaikan, dan sebagainya.
Karena itulah, Hall dan White (1993:53) menegaskan bahwa perbedaan status
dan kelas sosial sangat berpengaruh terhadap kebebasan orang dalam
menyampaikan ide dan pendapat. Orang-orang yang berstatus sosial lebih
rendah ketika berhadapan dengan orang-orang dengan status dan kelas sosial
yang lebih tinggi biasanya lebih cenderung mengalami kesulitan dalam
menyampaikan pendapat secara bebas dan terus terang. Sebagaimana kita
tahu, pada masa lalu orang berstatus lebih rendah harus menyatakan rasa
hormat kepada atasannya dalam setiap kontak/tatap muka. Hal ini juga bahkan
terjadi ketika tiap orang tahu bahwa si bawahan tidak menyukai atasannya.
Namun kekuasaan itu ditegaskan lagi oleh Martin dan Nakayama, bisa juga
bersifat dinamis. Contohnya, mahasiswa dapat saja meninggalkan kelas
sewaktu-waktu selama kuliah berlangsung. Bahkan sementara profesor memberi
kuliah, mungkin saja ada mahasiswa yang sedang keasyikan ngobrol. Walaupun
pada konteks seperti ini kita bisa berkata bahwa ini adalah kelemahan profesor
yang bersangkutan dalam menggunakan kuasanya untuk mengatasi kelas
selama perkuliahan. Selain itu, kekuasaan juga sedikit kompleks. Kompleksitas
dari kekuasaan itu khususnya dalam kaitannya dengan institusi atau struktur
9
sosial. Ketidaksetaraan dalam hal kelas sosial, jenis kelamin, dan bahkan ras
biasanya lebih sulit untuk diubah bila dibandingkan dengan kekuasaan yang
terjadi karena peran-peran tertentu misalnya sebagai dosen, guru, dll. Dalam
kegiatan komunikasi, kekuasaan juga mempunyai andil dalam menciptakan
efektifitas komunikasi. Pembicaraan/perkataan orang yang mempunyai kuasa,
seringkali lebih didengarkan oleh orang lain. Orang-orang seringkali menaruh
perhatian yang besar terhadap apa yang diucapkan orang yang mempunyai
kekuasaan. Contohnya: perkataan/nasehat orangtua seringkali lebih didengarkan
oleh anak, daripada nasehat dari temannya. Atau contoh lain, kita seringkali
meluangkan waktu untuk duduk dan mendengarkan pidato presiden, sehingga
apa yang dikatakan presiden itu menjadi rujukan bagi perilaku kita. Seperti
halnya komunikasi dengan budaya, maka komunikasi dan kekuasaan pun saling
berhubungan. Kekuasaan bisa jadi dapat diperoleh karena kemampuan
komunikasi yang baik (khususnya expert power, dan referent power). Begitupun
kekuasaan menentukan perilaku komunikasi seseorang. Coba kita amati perilaku
komunikasi seseorang yang mempunyai kekuasaan (misalkan pejabat
pemerintahan) dengan orang yang tidak mempunyai kekuasaan (misalnya buruh
pabrik), tentunya perilaku komunikasi mereka sangat berbeda, dimana seorang
pejabat/atasan biasanya berbicara dengan lebih teratur dan sistematis daripada
seorang buruh.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
11
DAFTAR PUSTAKA
12