Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ROLLPLAY PADA PASIEN GANGGUAN BICARA

Disusun oleh :

Fadilla Ainurrofiqoh (171210013)

Rika Nurul Latifah (171210032)

Yunita Lorensa (171210040)

Yusratul Falahiyah (171210041)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA

JOMBANG

2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah
rollplay ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang bertema “etika perawat
terhadap pasien yang memiliki gangguan bicara”. Modul ini berisikan tentang etika
perawat yang menghadapi pasien gangguan bicara.

Tidak lupa saya ucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Afif selaku dosen
pembimbing kami yang telah memberi pengarahan dalam pembuatan makalah
ini.Saya sebagai penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena
itu, saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan makalah ini.

Jombang, 28 Maret 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1


1.2 Tujuan ........................................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 2

2.1 Pengertian ................................................................................................................2-6

BAB III ISI ................................................................................................................................ 7

3.1 Fase Pra Interaksi ........................................................................................................ 7


3.2 Fase Orientasi.............................................................................................................. 7
3.3 Fase Kerja ................................................................................................................... 8
3.4 Fase Terminasi .........................................................................................................8-9

BAB IV PELAKSANAAN...................................................................................................... 10

4.1 Topik ............................................................................................................................ 10


4.2 Tujuan Role Play.....................................................................................................10-11
4.3 Pengoranisasian............................................................................................................ 11
4.4 Mekanisme Kegiatan .............................................................................................. 11-12

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 13

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Bahasa merupakan salah satu parameter dalam perkembangan anak. Kemampuan


bicara dan bahasa melibatkan perkembangan kognitif, sensorimotor, psikologis, emosi
dan lingkungan sekitar anak. Kemampuan bahasa pada umumnya dapat dibedakan atas
kemampuan reseptif (mendengar dan memahami) dan kemampuan ekspresif (berbicara).
Kemampuan bicara lebih dapat dinilai dari kemampuan lainnya sehingga pembahasan
mengenai kemampuan bahasa lebih sering dikaitkan dengan kemampuan berbicara.
Kemahiran dalam bahasa dan berbicara dipengaruhi oleh faktor intrinsik (dari anak) dan
faktor ekstrinsik (dari lingkungan). Faktor intrinsik yaitu kondisi pembawaan sejak lahir
termasuk fisiologi dari organ yang terlibat dalam kemampuan bahasa dan berbicara.
Sementara itu faktor ekstrinsik berupa stimulus yang ada di sekeliling anak terutama
perkataan yang didengar atau ditujukan kepada si
anak.(Dikutip:http://afrizaldaonk.blogspot.co.id/2011/gangguan-bicara-dan-bahasa-
pada-anak.html)

1.2 TUJUAN
1. Tujuan umum
Kami mengharapkan dari makalah kami ini dapat memberikan informasi baru bagi
pembaca atau pun masyarakat pada umumnya.
2. Tujuan khusus
Agar mahasiswa / mahasiswi dapat mengembangkan kreatifitas mereka, dan ini
merupakan pembelajaran baru dan pengetahuan baru tentang tanggung jawab dan
tanggung gugat dalam tindakan profesional.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN
1. Teori-Teori Tentang Gangguan Berbahasa
Bisu adalah ketidakmampuan seseorang untuk berbicara. Bisu disebabkan oleh
gangguan pada organ-organ seperti tenggorokan, pita suara, paru-paru, mulut, lidah,
dsb. Bisu umumnya diasosiasikan dengan tuli.
Etiologi dan Patogenesis Gangguan Bicara dan Bahasa pada Anak. Penyebab
kelainan berbicara dan bahasa bisa bermacam-macam yang melibatkan berbagai
faktor yang dapat saling mempengaruhi, antara lain kondisi lingkungan,
pendengaran, kognitif, fungsi saraf, emosi psikologis, dan lain sebagainya.
2. Gangguan bicara dan bahasa pada anak dapat disebabkan oleh kelainan berikut :
1) Lingkungan sosial dan emosional anak.
Interaksi antar personal merupakan dasar dari semua komunikasi dan
perkembangan bahasa. Lingkungan yang tidak mendukung akan menyebabkan
gangguan bicara dan bahasa pada anak, termasuk lingkungan keluarga.
Misalnya, gagap dapat disebabkan oleh kekhawatiran dan perhatian orang tua
yang berlebihan pada saat anak mulai belajar bicara, tekanan emosi pada usia
yang sangat muda sekali, dan dapat juga sebagai suatu respon terhadap konflik
dan rasa takut.
2) Sistem masukan / input.
Gangguan pada sistem pendengaran, penglihatan, dan defisit taktilkinestetik
dapat menyebabkan gangguan bicara dan bahasa pada anak. Dalam
perkembangan bicara, pendengaran merupakan alat yang sangat penting. Anak
seharusnya sudah dapat mengenali bunyibunyian sebelum belajar bicara. Anak
dengan otitis media kronis dengan penurunan daya pendengaran akan
mengalami keterlambatan kemampuan menerima atau mengungkapkan bahasa.
Gangguan bahasa juga terdapat pada tuli karena kelainan genetik dan
metabolik (tuli primer), tuli neurosensorial (infeksi intrauterin : TORCH), tuli
konduksi seperti akibat malformasi telinga luar, tuli sentral (sama sekali tidak
dapat mendengar), tuli persepsi/afasia sensorik (terjadi kegagalan integrasi arti
bicara yang didengarmenjadi suatu pengertian yang menyeluruh), dan tuli psikis

5
seperti pada skizofrenia, autisme infantil, keadaan cemas dan reaksi psikologis
lainnya.
Anak dengan gangguan penglihatan yang berat, akan terganggu pola
bahasanya. Pada anak dengan defisit taktilkinestetik akan terjadi gangguan
artikulasi, misalnya pada anak dengan. anomali alat bicara perifer, seperti pada
labioskizis, palatoskizis dan kelainan bentuk rahang, bisa didapati gangguan
bicara berupa disartria.
3) Sistem pusat bicara dan bahasa.
Kelainan pada susunan saraf pusat akan mempengaruhi pemahaman,
interpretasi, formulasi, dan perencanaan bahasa, juga aktivitas dan kemampuan
intelektual dari anak. Dalam hal ini, terdapat defisit kemampuan otak untuk
memproses informasi yang komplek secara cepat. Kerusakan area Wernicke
pada hemisfer dominan girus temporalis superior seseorang akan menyebabkan
hilangnya seluruh fungsi intelektual yang berhubungan dengan bahasa atau
simbol verbal, yang disebut dengan afasia Wernicke.
3. Penatalaksanaan Gangguan Bicara dan Bahasa menurut Blager
1) Lingkungan
A. Sosial ekonomi kurang
B. Tekanan keluarga
C. Keluarga bisu
D. Dirumah menggunakan bahasa bilingual
E. Meningkatkan stimulasi
F. Mengurangi tekanan
G. Meningkatkan stimulasi
H. Menyederhankan masukan bahasa
I. Kelompok BKB (Bina Keluarga dan Balita) atau kelompok bermain
J. Konseling keluarga
K. Kelompok BKB/bermain
L. Ahli terapi wicara
2) Emosi
A. Ibu yang tertekan
B. Gangguan serius pada keluarga
C. Gangguan serius pada anak
D. Meningkatkan stimulasi
6
E. Menstabilkan lingkungan emosi
F. Meningkatkan status emosi anak
G. Konseling, kelompok BKB/bermain
H. Psikoterapis
3) Masalah Pendengaran
A. Kongenital
B. Didapat
C. Monitor dan obati kalau memungkinkan
D. Monitor dan obati kalau memungkinkan
E. Audiologis/ahli THT
F. Audiologis/ahli THT
4) Perkembangan Lambat
A. Dibawah ratarata
B. Perkembangan terlambat
C. Retardasi Mental
D. Tingkatkan stimulasi
E. Tingkatkan stimulasi
F. Maksimalkan potensi
G. Ahli terapi wicara
H. Ahli terapi wicara
I. Program khusus
5) Cacat bawaan
A. Palatoschizis
B. Sindrom Down
C. Monitor dan dioperasi
D. Monitor dan stimulasi
E. Ahli terapi wicara setelah operasi
F. Rujuk ke ahli terapi wicara, monitor pendengarannya
6) Kerusakan otak
A. Palsi serebral Mengoptimalkan
B. Kemampuan fisik
C. Kognitif dan bicara anak
D. Rehabilitasi, ahli terapi
E. wicara
7
Anak tidak hanya membutuhkan stimulasi untuk aktifitas fisiknya, tetapi juga
untuk meningkatkan kemampuan bahasa.bila anak mengalami deprivasi yang berat
terhadap kesempatan untuk mendapatkan pengalaman tersebut, maka akibatnya
perkembangannya mengalami hambatan.

4. Beberapa cara menstimulasi anak diantaranya :


1) Berbicara
Setiap hari bicara dengan bayi sesering mungkin. Gunakan setiap kesempatan
seperti waktu memandikan bayi, mengenakan pakaiannya, memberi makan dan
lain-lain. Anak tidak pernah terlalu muda untuk diajak bicara.
2) Mengenali berbagai suara
Ajak anak mendengarkan berbagai suara seperti musik, radio, televisi. Juga
buatlah suara dari kerincingan, mainan, kemudian perhatikan bagaimana reaksi
anak terhadap suara yang berlainan.
3) Menunjuk dan menyebutkan nama gambargambar
Ajak anak melihat gambargambar, kemudian gambar ditunjuk dan namanya
disebutkan, usahakan anak mengulangi katakata, lakukan setiap hari. Bila anak
sudah bisa menyebutan nama gambar, kemudian dilatih untuk bercerita tentang
gambar tersebut.
4) Mengerjakan perintah sederhana
Mulai memberikan perintah kepada anak misal “letakkan gelas di meja”.
Kalau perlu tunjukkan kepada anak cara mengerjakan perintah tadi, gunakan
kata-kata yang sederhana.Dalam hal kebisuan dapat dibedakan dalam tiga
macam penderita :
A. Orang yang bisu karena kerusakan atau kelainan alat artikulasi, sehingga
dia tidak bisa memproduksi ujaran bahasa, tetapi alat dngarnya normal
sehingga dia dapat mendengar suara-bahasa orang lain.
Pasien golongan ini, yang alat artikulasinya rusak atau mengalami
kelainan, sedangkan alat dengarnya normal, masih akan dapat
berkomunikasi. Hanya, jika diajak bertutur dia akan menjawab atau
bertanya dalam bahasa isyarat, atau dalam bahasa tulis (jika dia sudah
belajar menulis).

8
B. Orang yang bisu karena kerusakan atau kelainan alat artikulasi dan alat
pendengarannya, sehingga dia tidak bisamemproduksi ujaran-bahasa dan
tidak bisa mendengar ujaran-bahasa orang lain.
Pada pasien ini yang mengalami bisu dan tuli kaena alt artikulasi dan
pendengarannya rusak, kalau fungsi hemisfer otak yang dominannya
normal, masih akan dapat berkomunikasi dengan bahasa isyarat atau
dengan bahasa "membaca bibir". Untuk dapat berkomunikasiitu tentunya
mereka memerlukan pendidikan dan pelatihan khusus yang memakan
banyak waktu.
C. Orang bisu yang sebenarnya alat artikulasinya normal tidakada kelainan,
tetapi alat pendengarannya rusak atau ada kelainan. Orang golongan ini
menjadi bidu karena tidak pernah mendengar ujaran-bahasa orang lain,
sehingga dia tidak bisa menirukan ujaran-bahasa itu.
Pasien golongan ini yangmenjadi bisu karena kerusakan atau kelainan
alat dengarnya, kalau fungsi hemisfer otak yang dominannya normal,
masihbisa dilatih untuk memproduksi ujaran-bahasa secara tidak sempurna
karena dia tidak bisa mendengar suara ujaran bahasa itu. Pelatihan
dilakukan dengan cara dia disuruh memperhatikan, memengan, dan
merasakan "gerak mulut" pelatih bicara. Ini pun memerlukan waktu yang
cukup lama.

9
BAB III

ISI

3.1 FASE PRA-INTERAKSI


Seorang pasien bernama Atul di rawat di Rumah Sakit X. Pasien mendapat
diagnosa oleh Dokter terkena tipoid. Selama pasien rawat inap hanya di temani oleh
Ibunya yang bernama Sri. Seorang perawat bernama Rika akan melakukan
pemeriksaan TTV terhadap pasien. Namun karena pasien tersebut menderita
gangguan tunawicara membuat perawat memeriksa sambil melakukan komunikasi
terapeutik.
3.2 FASE ORIENTASI
Fase orientasi ialah fase dimulainya perkenalan antara perawat dengan pasien
dan keluarga yang sedang menjaga pasien .
Prolog : (Perawat Risna mulai memasuki ruangan untuk memeriksa atul yang
memiliki gangguan tunawicara)
Perawat : Selamat pagi! (Tersenyum)
Orang tua : Selamat pagi juga, Suster (Tersenyum)
Perawat : Perkenalkan, saya Suster Risna, saya akan melakukan pemeriksaan pada
anak Ibu.
Orang tua : Iya Suster, silahkan
Perawat : Bagaimana keadaan anak ibu hari ini?
Orang tua :Sepertinya udah agak mendingan, Suster. Tidurnya udah nyenyak,
gak seperti kemarin.
Perawat : Wah, udah ada perkembangan ya, Bu (Tersenyum)
Orang tua : (Tersenyum) Iya Suster
“Suster langsung mendekati pasien”
Perawat : Selamat pagi (Sambil menyentuh pasien)
Pasien : (Mengangguk dan meringis) Pagi (Bicara tidak jelas)
Perawat : Dek Atul, nama saya suster Risna
Pasien : Risna? (Meniru namun tidak jelas)
Perawat : (Tersenyum dan mengangguk) Risna.

10
3.3 FASE KERJA
Fase ini dimana perawat melakukan tugasnya sebagai seorang perawat yang
professional , Dengan melakukan interaksi dengan pasien gangguan tunawicara
tersebut
Perawat : Gimana Dek Atul, masih panas? (Bicara pelan-pelan)
Pasien : Udah enggak (Jawab tidak jelas)
Perawat : Dek Atul, udah sarapan?
Pasien : (Tampak bingung)
Perawat : Udah sarapan? (Mengulang dan memberi bahasa isyarat)
Pasien : Sarapan? (Bicara tidak jelas dan dengan bahasa isyarat)
Perawat : (Mengangguk) Iya. Udah?
Pasien : (Menggeleng) Belom (Bicara tidak jelas)
Perawat : Hlo, kok belom. Terus mau sarapan kapan?
Pasien : Eung..eung… (Tampak berpikir) Nanti (Kata pasien tidak jelas)
Perawat : O nanti. Beneran hlo, abis ini langsung sarapan ya?
Pasien : (Mengangguk dan tersenyum)
Perawat : Sekarang, Suster periksa dulu ya? (Bicara pelan-pelan)
Pasien : Periksa? (Tanya dengan kata tidak jelas)
Perawat : (Mengagguk dan tersenyum)
Pasien : Suntik, Sus? (Tanya tidak jelas dengan bahasa isyarat dan tampak
takut-takut)
Perawat : (Mencoba memahami)
Orang Tua : (Menerjemahkan) Gak disuntik kan, Sus?
Perawat : (Tersenyum) O… enggak (Dengan bahasa isyarat) Cuma di tensi.
Gak sakit kok
Pasien : Janji? (Bicara tidak jelas dan dengan bahasa isyarat)
Perawat : (Tersenyum) Janji (Berkata mantap)
Pasien : Baiklah (Bicara tidak jelas dan tampak siap di periksa meski masih
takut-takut)
Perawat : (Tersenyum dan mulai memeriksa pasien)
3.4 FASE TERMINASI
Fase ini dimana pasien msudah selesai atas haknya mendapat perawatan dari
perawat Rumah sakit .

11
Perawat : Udah selesai (Berkata pelan-pelan)
Pasien : Udah? (Tidak jelas)
Perawat : (Mengangguk) Kalo gitu Suster tinggal dulu ya?
Pasien : Kok mau pergi? (Tidak jelas dengan wajah sedih)
Perawat : Iya, kan udah selesi (Bicara pelan-pelan dan tersenyum) Jangan sedih
(Menyentuh pundak pasien, menunjukan senyum lebar) Nanti Suster
kesini lagi
Pasien : Bener ya Suster? (Senang, suara tidak jelas)
Perawat : Iya (Tersenyum sambil mengaguk)
“Kemudian perawat menghampiri orang tua pasien.
Perawat : Bu , saya permisi dulu ya, kalau ada apa-apa, panggil saya atau
perawat yang lain ya, Bu (Tersenyum)
Orang tua : Iya Suster, Terima kasih (Tersenyum)
Perawat : Sama-sama. Mari, Bu

12
BAB IV

PELAKSANAAN

4.1 TOPIK
Bermain peran/role play dengan melakukan kegiatan, dan mengambil judul
“Kesabaran kami”, di ruangan.
4.2 TUJUAN ROLE PLAY
Dalam proses belajar mengajar, Role playing merupakan salah satu metode
belajar komunikatif yang berorientasi pada pembelajar. Dari pendapat beberapa ahli
dapat dilihat beberapa manfaat dan tujuan penggunaan metode ini, antara lain:
1. Memberikan motivasi kepada mahasiwa
1) aspek kreatif lebih terlihat bermain dari pada bekerja
2) tekanan/keharusan untuk memecahkan masalah atau konflik yang
dialami karakter mereka lebih memberikan motivasi daripada tekanan
ketika mereka harus mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian.
Tekanan semacam ini justru akan mereka temui dalam kehidupan
nyata.
2. Menambah/memperkaya sistem pembelajaran tradisional
1) Pengajar tidak hanya mencekoki mahasiswa dengan teori-teori
2) Bermain peran menunjukkan dunia sebagai tempat yang kompleks
dengan masalah-masalah yang kompleks pula. Masalah-masalah ini
tidak dapat dipecahkan hanya dengan satu jawaban sederhana yang
diingat oleh mahasiswa.
3) Mahasiswa belajar bahwa keterampilan yang dipelajari secara terpisah,
seperti keterampilan berkomunikasi, sering digunakan secara bersama-
sama dalam menyelesaikan berbagai tugas/kegiatan dalam dunia nyata.
4) Pembelajaran dengan bermain peran lebih mengutamakan nilai rasa,
kreatifitas dan juga pengetahuan.
5) latihan untuk mengutamakan pentingnya orang dan sudut pandang
mereka merupakan bekal yang sangat penting bagi mahasiswa di dunia
kerja mereka nantinya.

Dalam bermain peran, mahasiswa diberi peran dan situasi. Karena bermain
peran menyerupai/meniru kehidupan yang sesungguhnya, maka bahasa yang

13
digunakan akan berkembang, karena mereka harus menggunakan bahasa yang sesuai
dengan situasi dan karakter yang diperankan. Hubungan peran antar mahasiswa dapat
mengembangkan kompetensi sosiolinguistik mereka.

Bermain peran merupakan satu metode yang sangat baik dalam pembelajaran
bahasa asing kedua. Hal ini diungkapkan oleh Tompkins (1998). Metode ini
memberikan semangat untuk berfikir dan berkreativitas serta memberikan
kesempatan pembelajar untuk mengembangkan dan melatih keterampilan berbahasa
dan kemampuan bertingkah laku dalam situasi yang lebih nyata. Bonnet (2000)
dalam laporan hasil penelitiannya menulis, bahwa dengan bermain peran dan
berdebat siswa meningkatkan kepercayaan diri mereka untuk berbicara dan berdebat.
Seperti pendapat Rebaud dan Sauvé yang dikutip Bonnet, permainan-permainan
semacam ini dapat membantu dalam mengungkapkan pendapat, improvisasi,
mendengar dan memahami sudut pandang orang lain.

Selain itu, permainan ini juga membantu siswa untuk mengembangkan sikap
toleransi dan dalam membuat keputusan. Hal ini akan menuntun siswa untuk berfikir
mandiri.

4.3 PENGORGANISASIA
Nama-nama pemeran (Menyesuaikan)
1. Fadilla Ainurrofiqoh : Orang Tua
2. Rika Nurul Latifah : Perawat
3. Yunita Lorensa : Pasien
4. Yusratul Falahiyah : Moderator
Media dan Alat (Menyesuaikan)

4.4 MEKANISME KEGIATAN


1) Pembukaan:
assalam’mualaikum wr.wb
selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua.

Terimakasih kepada Bapak selaku dosen pembimbing


Keperawatan Profesional yang sudah memberikan kesempatan kepada
kelompok kami untuk melaksanakan role play pada hari ini, serta teman-teman
yang kami sayangi.

14
2) Perkenalan:
Hai teman-teman sebelum kami memulai role play ini, kami akan
memperkenalkan teman-teman saya yang cantik dan tampan.
3) Inti/isi cerita dari role play
1) Kesimpulan
Kesimpulan dari role play diatas adalah peran perawat pada kasus
pasien gangguan bicara sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung
kepada klien yang mengalami gangguan bicara, sebagai pendidik
memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi, serta
sebagai peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti asuhan
keperawatan kepada klien .
2) Saran
Berhati-hatilah dalam melakukan tindakan keperawatan, karena sekecil
apapun tindakan yang kita lakukan kalau tindakan tersebut salah maka
akan membawa dampak yang besar
3) Penutup
Demikian lah drama ini yang dapat kami tampilkan. Kami mohon maaf
jika ada kesalahan kata maupun kesamaan dalam cerita ini, karena cerita
ini hanyalah fiktif belaka.

15
DAFTAR PUSTAKA

http://afrizaldaonk.blogspot.co.id/2011/01/gangguan-bicara-dan-bahasa-pada-anak.html

Http://Addy1571.Files.Wordpress.Com/2008/12/Tanggung-Jawab-Dan-Tanggung-Gugat-
Perawat-Dalam-Sudut-Pandan.Pdf

Nila, Hj. Ismani (2001). Etika Keperawatan. Jakarta: Widya Medika.


Potter, Patricia A. (2005). Fundamental of Nursing: Concepts, Proses adn Practice 1st
Edition. Jakarta: EGC.

16

Anda mungkin juga menyukai