Bab II Pbpam 2018
Bab II Pbpam 2018
TINJAUAN PUSTAKA
4. Air tanah: merupakan sebagian air hujan yang mencapai permukaan bumi dan
(Sumber: Joko, ke
2010)
menyerap dalam lapisan tanah dan menjadi air tanah (Pardosi, dkk. 2016).
Yang termasuk air tanah antara lain:
a. air tanah dangkal: terjadi karena daya proses peresapan dari permukaan
tanah.
b. Air tanah dangkal: dikenal sebagai air artesis. Air ini terdapat diantara dua
lapisan kedap air.
c. Mata air: merupakan tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan
tanah.
a. Kelas I, air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan atau peruntukkan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
b. Kelas II, air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mensyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
c. Kelas III, air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukkan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
d. Kelas IV, air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukkan lain yang mensyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
Tabel 2.7 Parameter Fisik, Kimia dan Biologi Air beserta Pengaruhnya
Parameter Keterangan Pengaruh
Fisik
1. Inorganik solid yang meliputi
Suspended lempung, sil dan minyaka. Berkurangnya nilai estetika air
Solids 2. Materi organik seperti alga, yang akan dikonsumsi
bakteri dan materi organik
laina.
1.Temperatur akan berpengaruh
Temperatur berpengaruh
pada reaksi kimia, terutama
terhadap toksisitas air karena
Temperatur temperatur sangat tinggib.
bahan pencemar yang
2.Temperatur juga akan
terkandung di dalamnya.
berpengaruh terhadap
pertumbuhan mikroorganismea.
1. Air berwarna dihasilkan dari
kontak air dengan reruntuhan Berkurangnya nilai estetika air
organik seperti dedaunanb. yang akan dikonsumsi sehingga
Warna
2. Air berwarna bisa juga tidak dapat diterima oleh
disebabkan oleh cemaran masyarakat, tanpa pengolahan
limbah bahan kimia pabrik untuk menghilangkan warna.
utamanya pabrik tekstil a.
1. Bau dan rasa dapat
disebabkan oleh bahan
organik alamiah yang
membusuk dan atau bahan Berkurangnya nilai estetika air
Bau dan
kimia yang menguap b. yang akan dikonsumsi sehingga
Rasa
2. Bau dan rasa dapat juga tidak dapat diterima oleh
disebabkan oleh cemaran masyarakat, tanpa pengolahan
limbah pabrik yang untuk menghilangkan bau dan
mengandung bahan-bahan rasa
organik tinggi a.
Kekeruhan Air dinyatakan keruh jika air berkurangnya nilai estetika air
tersebut mengandung begitu yang akan dikonsumsi sehingga
banyak partikel bahan yang tidak dapat diterima oleh
tersuspensi seperti tanah liat, masyarakat, tanpa pengolahan
Parameter Keterangan Pengaruh
Fisik
lumpur, bahan organik dan
untuk menghilangkan
partikel kecil tersuspensi
kekeruhan.
lainnyab.
pH merupakan istilah yang Derajat keasaman berpengaruh
menyatakan intensitas keadaan pada reaksi-reaksi kimiawi
asam atau basa suatu larutan. seperti proses koagulasi -
Ph Rentang pH yang baik adalah 6- flokulasi. Bergantung jenis
8,5 b. koagulannya, proses water
softening dalam pencegahan
korosi, dan juga desinfektan.
2.4.3 Koagulasi
Koagulasi termasuk dalam pengolahan kimia, karena pada proses ini ada
penambahan zat kimia seperti pembubuhan tawas atau PAC. Menurut Joko (2010)
koagulasi adalah penambahan koagulan ke dalam air baku diikuti dengan
pengadukan cepat yang bertujuan untuk mencampur antara koagulan dengan
koloid. Sedangkan menurut Kawamura (2001) koagulasi didefinisikan sebagai
proses destabilisasi muatan koloid dan padatan tersuspensi termasuk bakteri dan
virus dengan suatu koagulan.
Berikut merupakan contoh gambar bak koagulasi (Rapid Mixing) yang dapat
dilihat pada gambar 2.3
Gambar 2.3 Bak Koagulasi (Rapid Mixing)
Sumber: Muharram dan Bahan Ajar PPAM, 2016
2.4.4 Flokulasi
Proses flokulasi termasuk pada pengolahan Fisik. Menurut Joko (2010)
flokulasi secara umum disebut juga pengadukan lambat, dimana dalam flokulasi
ini berlangsung proses terbentuknya penggumpalan flok-flok yang lebih besar dan
akibat adanya perbedaan berat jenis terhadap air, maka flok-flok tersebut dapat
dengan mudah mengendap di bak sedimentasi. Berikut adalah gambar bak
Flokulasi (Slow Mixing) yang ditunjukkan pada gambar 2.4
Proses flokulasi dibagi menjadi dua yaitu pengadukan secara hidrolis dan
pengadukan secara mekanik.
a. Pengadukan secara hidrolis
- Buffle channel horizontal
Untuk mendapatkan hasil yang baik maka pengadukan dibagi menjadi 4
sampai 6 zona pengadukan dengan nilai G dari 100 liter/detik pada buffel
pertama, kemudain turun sampai 30 liter/detik pada zona terakhir. Jika ingin
menghindari endapan dalam saluran pengadukan maka kecepatan air tidak
boleh kurang dari 0,2 m/detik. Kelebihan pengaduk ini yaitu dapat
mengendalikan pengaduk dan meningkatkan kapasitas dengan mudah,
kelemahannya yaitu membutuhkan lahan yang sangat luas (Joko, 2010).
Tabel 2.5 Kelebihan dan Kekurangan Bak Sedimentasi dari Segi Bentuk
Rectangular Circular
Terdiri atas bak-bak yang panjangnya Berbentuk lingkaran dengan aliran
2-4 kali lebarnnya dan 10-20 kali masuk ke tengah dan dialirkan menuju
kedalamannya dengan aliran lurus perimeter, kecepatan korizontal air
masuk dari inlet menuju outlet. secara kontinue menurun.
Lebih toleransi terhadap shock loads. Sedikit toleransi terhadap shock loads.
Pengoperasian mudah dan rendah biaya Mekanismenya penyisihan lumpurnya
pemeliharaan. lebih mudah.
Mudah beradaptasi terhadap modul Membutuhkan operasi yang lebih hati-
high-rate settler. hati.
Rectangular Circular
Membutuhkan desain yang cermat Efisiensi pengendapan tinggi.
terhadap struktur inlet dan outlet.
Biasanya membutuhkan fasilitas Membutuhkan fasilitas flokulasi yang
flokulasi yang terpisah. terpisah.
Sumber: 1. Peavy, (1985); 2. Montgomery, (1985) dalam Utama, (2009)
2.4.6 Filtrasi
Menurut Tri Joko (2010), filtrasi adalah proses penyaringan partikel secara
fisik, kimia dan biologi untuk memisahkan atau menyaring partikel yang tidak
terendapkan di sedimentasi melalui media berpori. Proses ini digunakan untuk
menyaring secara kimia air yang sudah terkoagulasi dan terendapkan agar
menghasilkan air minum dengan kualitas yang tinggi.
Dalam penjernihan air bersih dikenal dengan dua macam saringan yaitu
saringan pasir lambat dan saringan pasir cepat, yang dimaksud dengan saringan
pasir cepat atau Rapid Sand Filter (RSF) adalah filter yang menggunakan dasar
pasir silika dengan kedalaman 0,6-0,75 m. Ukuran pasirnya 0,35-1,0 mm atau
lebih dengan ukuran efektif 0,45 0,55 mm (Peavy, 1985). Bak filtrasi
ditunjukkan pada gambar 2.10 berikut ini:
Gambar 2.10 Unit Filtrasi
Sumber: Muharram, 2016
Menurut Peavy (1985), dalam penjernihan air bersih dikenal dua macam
saringan, yakni :
a. Saringan Pasir Lambat (Slow Sand Filter)
Saringan ini dibuat dari pasir halus dengan ukuran efektif sekitar 0,2 0,4
mm. Ukuran efektif adalah ukuran ayakan yang telah meloloskan 10 % dari total
butir yang ada atau P10. Pada saringan pasir lambat proses mikrobiologis
mendominasi dipermukaan filter. Kehilangan tekan yang tinggi menghasilan rata-
rata aliran yang sangat rendah (0,12 0,32 m/jam) sehingga membutuhkan
konstruksi filter yang sangat luas. Pencucian dilakukan secara periodik (biasanya
sekali sebulan) dengan mengambil media filter bagian atas setebal 3 - 5 cm untuk
dicuci di luar filter. Saringan pasir lambat membutuhkan ruang yang luas dan
modal yang besar. Selain itu saringan ini tidak berfungsi baik dengan air yang
kekeruhannya tinggi karena permukaannya cepat tersumbat, dan membutuhkan
pencucian yang lebih sering.
2.4.7 Desinfeksi
Desinfeksi adalah usaha untuk mematikan mikroorganisme yang masih
tersisa dalam proses, terutama di tujukan kepada yang pathogen. Pada umumnya
desinfeksi digunakan dengan cara klorinasi, walaupun ada beberapa cara lain
seperti dengan ozon dan ultra violet (UV) yang jarang digunakan. Sebagai
desinfektan, pembubuhan klorin dilakukan di lokasi reservoir yang disebut
sebagai postklorinasi (Darmasetiawan, 2001).
Kemampuan dari desinfektan ini adalah sebagai berikut:
1. Menghilangkan bau
2. Mematikan alga
3. Mengoksidasi Fe (III) sehingga konsentrasi di air turun.
4. Mengoksidasi Mn
5. Mengoksidasi H2S menjadi H2SO4
6. Mengoksidasi nitrit menjadi nitrat
7. Mengoksidasi phenol menjadi senyawa phenolat yang tidak berbahaya.
Faktor yang mempengaruhi efisiensi desinfektan adalah:
a. Waktu kontak
b. Konsentrasi desinfektan
c. Jumlah mikroorganisme
d. Temperature air
e. pH
f. Adanya senyawa lain dalam air
Berikut adalah metode-metode desinfektan yangs sering digunakan dapat
dilihat pada tabel 2.6.
a. Klorinasi
Desinfeksi klorin telah dilakukan selama lebih dari satu abad sebagai proses
desinfeksi yang paling efektif. Karena dapat mengurangi penyakit yang ditularkan
dari air seperti kolera, demam, tifoid dan disentri amuba. Namun, ada beberapa
bahan organik seperti asam amino, protein dan pencemar lingkungan yang
bereaksi dengan klorin bebas untuk menghasilkan organik terhalogenasi.
Konsentrasi klorin bebas dalam air sangat terbatas sehingga tidak dapat
menghindar dalam pembentukan organik terhalogenasi dan akibatnya proses
desinfeksi kurang berhasil dalam membunuh pathogen (Hu, Jiangling. 2018)
Senyawa klor dapat mematikan mikroorganisme dalam air karena oksigen
yang terbebaskan dari senyawa asam hypochlorous mengoksidaasi beberapa
bagian yang penting dari sel-sel bakteri sehingga rusak.
Teori lain menyatakan bahwa proses pembunuhan bakteri oleh senyawa
khlor, selain oleh oksigen bebas juga disebabkan oleh pengaruh langsung senyawa
khlor yang bereaksi dengan protoplasma. Beberapa percobaan menyebutkan
bahwa kematian mikroorganisme disebabkan reaksi kimia antara asam
hipoclorous dengan enzim pada sel bakteri sehingga metabolismenya terganggu.
Senyawa khlor yang sering digunakan sebagai desinfektan adalah hipoclorit dari
kalsium dan natrium, kloroamin, klor dioksida dan senyawa kompleks dari klor
(Joko, 2010).
Berikut adalah faktor-faktor keefektifan desinfektan klor di IPA yang dapat
dilihat pada Tabel 2.7
a. Ozonisasi
Ozonasi Merupakan oksidan yang sangat kuat dibanding dengan asam
hipoklorit. Air yang diozonisasi dilewatkan pada filter arang aktif yang bertindak
sebagai kontraktor biologis agar organisme saphropit membongkar zat yang
terbongkar secara biologis.
b. Klorindioksida
Kekuatan klorindioksida melebihi klorin. Prinsip desinfeksi ini tidak lain
dimaksudkan untuk memperoleh klorin bebas, sedang ClO2 bebas bertahan
melebihi HClO. Pada disinfeksi terminal dosis antara 0,1-3 mg/l dan untuk
menghilangkan bau dan rasa dosis dipakai sampai 10 mg/l/hari.
c. Pemanasan Ultra Violet
Pemanasan UV digunakan dalam skala besar dan kecil. Sangat efektif dalam
mendesinfeksi baik terhadap air maupun air buangan. Berdasarkan pertimbangan
teknik, maka desinfeksi yang menggunakan metode ini masih memerlukan sisa
klor dalam pengolahan. Derajat aktifitas ultra violet yaitu pada intensitas radiasi
sampai menyentuh organisme yang akan dibunuh.
2.4.8 Reservoir
Reservoir distribusi merupakan bangunan penampungan air minum sebelum
dilakukan pendistribusian ke pelanggan atau masyarakat, yang dapat ditempatkan
di atas permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah. Bangunan reservoir
umumnya diletakkan di dekat jaringan distribusi pada ketinggian yang cukup
untuk mengalirkan air secara baik dan merata ke seluruh daerah konsumen.
Tujuan dasar reservoir yaitu antara lain:
1. Sebagai sarana vital penyaluran air ke masyarakat dan sebagai cadangan air
2. Sebagai tempat penyimpanan kelebihan air agar dapat terjadi keseimbangan
antara kebutuhan dan suplai
3. Keperluan instansi, seperti pencucian filter, pembubuhan alum.
4. Tempat penyimpanan air saat desinfektan.
Sedangkan fungsi reservoir pada sistem distribusi diperlukan dengan alas an
sebagai berikut:
a. Penampungan terakhir air yang telah diolah dan memenuhi syarat kualitas air
minum.
b. Keseimbangan antara kebutuhan dan pasokan air.
c. Meningkatkan kemudahan operasi.
d. Mengurangi pemakaian pompa.
e. Cadangan air pada saat darurat.
f. Menyiapkan kebutuhan air untuk pemadaman kebakaran.
g. Sebagai pengaman untuk gelombang tekanan balik.
Gambar reservoir ditunjukkan pada gambar 2.13 dibawah ini: