Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebutuhan Air


Kebutuhan air bersih tiap yahun mengalami peningkatan, sedangkan
ketersediaan air bersih semakin terbatas dikarenakan semakin sempitnya daerah
resapan. Banyaknya pembangunan yang tidak memperhatikan keseimbangan alam
daneksploitasi sumber airbaku yang tidak memperhatikan kelestarian sumber air
(Haq, 2018). Kebutuhan manusia akan air bersih mencakup kebutuhan domestic
seperti: memasak, mencuci, mandi dan lainnya, sedangkan kebutuhan
nondomestic seperti kebutuhan untuk sosial, perkantoran, sekolah, pasar, industri,
pelabuhan, masjid, rumah sakit, dan sarana umum lainnya, kebutuhan air yang
dikonsumsi oleh masing-masing pemakai pun berbeda-beda (Utama, 2009).
Linsey and Franzini (1986), menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang
mendorong adanya perbedaan tingkat pemakaian air tersebut yaitu iklim, jumlah
penduduk, masalah lingkungan hidup, keberadaan industry dan perdagangan,
iuran air dan meteran, dan ukuran kota. Menurut Departemen Kesehatan, standar
keperluan air per orang per hari adalah sebesar 150 liter per hari seperti yang
dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Kebutuhan Air (Liter/Orang/Hari)


Keperluan Air yang Dipakai
Minum 2,0 Liter
Memasak, Kebersihan dapur 14,5 Liter
Mandi, Kaskus 20 Liter
Cuci pakaian 13 Liter
Air Wudhu 15 Liter
Air untuk Kebersihan Rumah 32 Liter
Air untuk Menyiram 11 Liter
Air untuh Mencuci Kendaraan 22,5 Liter
Air untuk Keperluan Lain-lain 20 Liter
Jumlah 150 Liter
Sumber: Faradilla, 2014
2.2 Sumber Air
Sumber air di alam terdiri atas air laut, air atmosfer (air hujan), air
permukaan dan air tanah.
1. Air laut: mempunyai sifat yang asin karena mengandung garam NaCl. Kadar
garam NaCl dalam air laut tidak memenuhi syarat untuk air minum (Pardosi,
dkk. 2016).
2. Air atmosfir: dikenal sebagai air hujan. Air hujan memiliki sifat agresif
terutama terhadap pipa-pipa penyalur maupun bak-bak reservoir, sehingga hal
ini akan mempercepat terjadinya korosi (karatan). Disamping itu air hujan
mempunyai sifat lunak sehingga akan boros terhadap pemakaian sabun
(Pardosi, dkk. 2016).
3. Air permukaan: yang biasa dipakai sebagai sumber air bersih adalah air
sungai, waduk, dan danau. Menurut Darmasetiawan (2001), karakteristik air
baku perukaan di Indonesia secara umum dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Air permukaan dengan tingkat kekeruhan yang tinggi
b. Air permukaan dengan tingkat kekeruhan yang rendah sampai sedang.
c. Air permukaan dengan tingkat kekeruhan yang bersifat temporer.
d. Air permukaan dengan kandungan warna yang sedang sampai tinggi
e. Air permukaan dengan kekeruhan sangat rendah
Berikut adalah tabel jenis pengolahan air yang dapat diterapkan diberbagai
jenis air permukaan yang ditunjukkan pada tabel 2.2 di bawah ini.

Tabel 2.2 Jenis Pengolahan Air yang dapat Diterapkan Diberbagai


Jenis Air Permukaan
Jenis Air
1 2 3 4 5 6
No Uraian
Kekeruhan Kekeruhan Kekeruhan Kesadahan
Berwarna Jernih
Tinggi Sedang Temporer Tinggi

10 - 50 NTU < 10 NTU


< 25 PtCo
< 6 jam
Air Sungai
Air Sungan
Jenis Air Sungai / Dilereng
2 Air Sungai Dilereng Rawa Danau Alam
Sumber Air Waduk Gunung
Gunung
Kapur
Proses Pra-
Pengolahan sedimentasi
Alternatif 1 Koagulasi Koagulasi Koagulasi Koagulasi Koagulasi
3 Flokulasi Flokulasi Flokulasi Flokulasi Flokulasi
Jenis Air
1 2 3 4 5 6
No Uraian
Kekeruhan Kekeruhan Kekeruhan Kesadahan
Berwarna Jernih
Tinggi Sedang Temporer Tinggi
Sedimentasi Sedimentasi Sedimentasi Sedimentasi Sedimentasi
Saringan Saringan Saringan Saringan Saringan Saringan
Pasir Cepat Pasir Cepat Pasir Cepat Pasir Cepat Pasir Cepat Pasir Cepat
Reservoir Reservoir Reservoir Reservoir Reservoir Reservoir

Dosing Dosing Dosing Dosing Dosing


Koagulan Koagulan Koagulan Koagulan Koagulan
Dosing Dosing Dosing Dosing Dosing Dosing
Desinfektan Desinfektan Desinfektan Desinfektan Desinfektan Desinfektan
Pra-
Sedimentasi
Filtrasi
Alternatif 2 Reservoir
Dosing
Koagulan
Dosing
Desinfektan
Pra- Pra- Pra-
Sedimentasi Sedimentasi Sedimentasi
Saringan Saringan Saringan Saringan
Pasir Pasir Pasir Pasir
Lambat Lambat Lambat Lambat
Alternatif 3 Reservoir Reservoir Reservoir Reservoir
Dosing Dosing Dosing Dosing
Koagulan Koagulan Koagulan Koagulan
Dosing Dosing Dosing Dosing
Desinfektan Desinfektan Desinfektan Desinfektan

4. Air tanah: merupakan sebagian air hujan yang mencapai permukaan bumi dan
(Sumber: Joko, ke
2010)
menyerap dalam lapisan tanah dan menjadi air tanah (Pardosi, dkk. 2016).
Yang termasuk air tanah antara lain:
a. air tanah dangkal: terjadi karena daya proses peresapan dari permukaan
tanah.
b. Air tanah dangkal: dikenal sebagai air artesis. Air ini terdapat diantara dua
lapisan kedap air.
c. Mata air: merupakan tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan
tanah.

2.3 Peruntukkan Penggunaan Air


Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 Pasal 8 Tentang
Klasifikasi dan Kriteria Mutu Air yang dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Kriteria Mutu Air Baku


KELAS KETERANGA
PARAMETER SATUAN
I II III IV N
FISIKA
Deviasi
o Deviasi Deviasi Deviasi Deviasi
Temperatur C temperature dari
3 3 3 5
alamiahnya
Residu terlarut mg/L 1000 1000 1000 2000
Bagi pengolahan
air minum secara
Residu tersuspensi mg/L 50 50 400 400 konvensional,
residu tersuspensi
≤ 5000 mg/L
KIMIA ANORGANIK
Apabila secara
alamiah di luar
rentang tersebut,
pH 6-9 6–9 6–9 5-9
maka ditentukan
berdasarkan
kondisi alamiah
BOD mg/L 2 3 6 12
COD mg/L 10 25 50 100
Angka batas
mg/L 6 4 3 0
DO minimum
Total fosfat sebagai
mg/L 0.2 0.2 1 5
P
NO3 sebagai N mg/L 10 10 20 20
Bagi perikanan,
kandungan
amonia bebas
NH3-N mg/L 0.5 (-) (-) (-)
untuk ikan yang
peka ≤ 0.02 mg/L
sebagai NH3
Arsen mg/L 0.05 1 1 1
Kobalt mg/L 0.2 0.2 0.2 0.2
Barium mg/L 1 (-) (-) (-)
Boron mg/L 1 1 1 1
Selenium mg/L 0.01 0.05 0.05 0.05
Kadmium mg/L 0.01 0.01 0.01 0.01
Chrom (IV) mg/L 0.05 0.05 0.05 1
Tembaga mg/L 0.02 0.02 0.02 0.02 Bagi pengolahan
air minum secara
KELAS KETERANGA
PARAMETER SATUAN
I II III IV N
konvensional, Cu
≤ 1 mg/L
Bagi pengolahan
air minum secara
Besi mg/L 0.3 (-) (-) (-)
konvensional, Fe
≤ 5 mg/L
Bagi pengolahan
air minum secara
Timbal mg/L 0.03 0.03 0.03 1
konvensional, Pb
≤ 0.1 mg/L
Mangan mg/L 0.1 (-) (-) (-)
Bagi pengolahan
air minum secara
Air raksa mg/L 0.001 0.002 0.002 0.005
konvensional, Zn
≤ 5 mg/L
Seng mg/L 0.05 0.05 0.05 2
Khlorida mg/L 600 (-) (-) (-)
Sianida mg/L 0.02 0.02 0.02 (-)
Fluorida mg/L 0.5 1.5 1.5 (-)
Bagi pengolahan
air minum secara
Nitrit sebagai N mg/L 0.06 0.06 0.06 (-)
konvensional,
NO2-N ≤ 1 mg/L
Sulfat mg/L 400 (-) (-) (-)
Bagi ABAM
mg/L 0.03 0.03 0.03 (-) tidak
Khlorin bebas dipersyaratkan
Bagi pengolahan
air minum secara
konvensional,
Belerang sebagai fecal coliform ≤
mg/L 0.002 0.002 0.002 (-)
H2S 2000 jml/100 ml
dan total
coliform ≤ 10000
jml/100 ml
Sumber: PerMen Nomor 82 Tahun 2001
Keterangan:
Bq = Bequerel
MBAS = Methylene Blue Active Substance
ABAM = Air Baku untuk Air Minum
Logam berat merupakan logam terlarut.
Nilai di atas merupakan batas maksimum.
Bagi Ph merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai
yang tercantum.
Nilai DO merupakan batas minimum.
Arti (-) di atas menyatakan bahwa untuk kelas termaksud, parameter tersebut tidak
disyaratkan.
Tanda ≤ adalah lebih kecil atau sama dengan
Tanda < adalah lebih kecil

Berdasarkan tabel diatas, air baku dapat diperuntukkan untuk beberapa


kegiatan sebagai berikut:

Tabel 2.4 Peruntukkan Penggunaan Air Bersih Berdasarkan Kelasnya


Air untuk
Air Baku Air untuk Air untuk
Budidaya
Kelas Air untuk Sarana Menyiram
Perikanan dan
Minum Rekreasi Pertamanan
Peternakan
Kelas 1
Kelas 2 X
Kelas 3 X X
Kelas 4 X X X
(Sumber: Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001)
Keterangan: = boleh digunakan untuk peruntukkan tersebut
X = tidak boleh digunakan untuk peruntukkan tersebut

a. Kelas I, air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan atau peruntukkan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
b. Kelas II, air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mensyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
c. Kelas III, air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukkan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
d. Kelas IV, air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukkan lain yang mensyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.

2.4 Persyaratan Kualitas Air Minum


Kualitas air merupakan salah satu komponen lingkungan yang sangat
penting dan sebagai indikator sehat pada suatu daerah aliran sungai. Air bersih
yang baik adalah yang memenuhi persyaratan yang dikeluarkan Pemerintah sesuai
dengan PPRI No. 82 Tahun 2001 dan Menteri Kesehatan RI No.
492/Menkes/Per/IV/2010 tanggal 20 April 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air
Minum yang dapat dilihat pada Tabel 2.5 yang mengacu pada nilai panduan
WHO, dinyatakan dengan beberapa parameter fisik seperti: Total Padatan Terlarut
(TDS), Total Padatan Tersuspensi (TSS), dan sebagainya, parameter kimia seperti:
kandungan bakteri coliform, E. coli, keberadaan plankton dan sebagainya.
(Setyowati, 2015).
Tabel 2.5 Baku Mutu Air Minum

Parameter Batas Standar Air Minum Keterangan


Satuan
Kepmenkes USEPA WHO
FISIKA
Tidak
- - -
Bau Berbau
Jumlah Zat Padat
mg/L 1.000 500 1.000
Terlarut (TDS)
Kekeruhan NTU 5 5 5
Tidak
- - -
Rasa Berasa
Temperatur C 30 o - -
Warna TCU 15 15 15
KIMIA
a. Kimia Anorganik
Air Raksa mg/L 0,001 - -
Alumunium mg/L 0,2 0,2 0,2
Arsen mg/L 0,01 0,01 0,01
Barium mg/L 0,7 2 0,7
Besi mg/L 0,3 0,3 0,3
Fluorida mg/L 1,5 4 1,5
Kadmium mg/L 0,003 0,005 0,003
Kesadahan mg/L 500 - -
Parameter Batas Standar Air Minum Keterangan
Satuan
Kepmenkes USEPA WHO
Klorida mg/L 250 250 250
Kromium mg/L 0,05 0,1 0,05
Mangan mg/L 0,1 0,05 0,4
Natrium mg/L 200 - -
Nitrat, sebagai N mg/L 50 10 11
Nitrit, sebagai N mg/L 3 1 3
Perak mg/L 0,05 - -
pH 6,5-8,5 6,5-7,5 6,5-7,5
Selenium mg/L 0,01 0,05 0,01
Seng mg/L 3 5 3
Sianida mg/L 0,07 - -
Sulfat mg/L 250 250 250
Sulfida mg/L 0,05 - -
Tembaga mg/L 1 1,3 2
Timbal mg/L 0,01 - -
KIMIA
b. Kimia Organik
Aldrina ug/L 0,03 - 0,0003
Benzena ug/L 10 0,005 0,01
Benzo(a)pyrene ug/L 0,7 0,0002 0,0007
Klordane (Total
ug/L 0,2 0,002 0,0002
Isomer)
Kloroform ug/L 200 - 0,3
2.4-D ug/L 30 0,07 0,03
DDT ug/L 2 - 0,001
Hepatklor da 0,0004 dan
ug/L 0,03 -
Heptaklor Epoxide 0,0002
Hexaklorobenzene ug/L 0,3 0,3 0,3
Pentaklorophenol ug/L 0,009 4 1,5
2.4.6-
ug/L 0,2 0,005 0,003
Trichlorophenol
KIMIA
c. Bahan Organik
Zat Organik sebagai
mg/L 10 - 0,0003
(KMnO4)
Gamma- HCH
ug/L 0,002 0,005 0,01
(Lindane)
MIKROBIOLOGI
Jml/100
Coliform Tinja ml 0 0 0
sampel
Parameter Batas Standar Air Minum Keterangan
Satuan
Kepmenkes USEPA WHO
Jml/100
Total Coliform ml 0 0 0
sampel
RADIOAKTIVITAS
Aktivitas Alpha Bq/L 0,1 15 pq/L -
4
Aktivitas Beta Bq/L 1 -
milirem/year
Sumber: Permenkes No 492/Menkes/PER/IV/2010; USEPA (2006); WHO (2003)
Keterangan:
1. Bq = Bequerel
2. Logam berat merupakan logam terlarut
3. Bagi ph merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang
tercantum
4. Arti (-) di atas menayatakan bahwa untuk kelas termaksud, parameter tersebut tidak
disyaratkan

2.5 Syarat-syarat Sistem Penyediaan Air Minum


Syarat-syarat untuk sarana dan prasarana dalam hal penyediaan air minum
publik harus memenuhi beberapa kriteria yaitu: syarat kuantitatif, kualitatif dan
kontinuitas yang terjaga. Berikut merupakan Tabel 2.6 penjabaran tentang ketiga
persyaratan tersebut.
Tabel 2.6 Syarat-syarat Sistem Penyediaan Air Minum
Syarat-syarat Keterangan
1. Parameter Fisik, meliputi padatan terlarut, kekeruhan,
warna, rasa, bau dan suhu.
2. Parameter Kimia, meliputi total dissolved solids, alkalinitas,
Kualitatif
flourida, logam, kandungan organik dan nutrien
3. Parameter Biologi, meliputi mikroorganisme yang dianggap
pathogen yaitu bakteri, virus, protozoa, dan cacing parasit
(Helminths).
1. Air baku harus mampu memenuhi besar kebutuhan
banyaknya penduduk dalam suatu wilayah.
Kuantitatif
2. Besarnya kuantitas air yang dapat dikonsumsi sangat
dipengaruhi dengan jumlah air baku yang tersedia serta
kapasitas produksi dari instalasi pengolahan air.
Kontinuitas 1. Sumber air minum dapat diambil secara terus menerus
dengan fluktuasi debit yang relatif tetap, baik pada musim
hujan maupun kemarau.
2. Kontinuitas air minum sangat bergantung pada kemajuan
teknologi penyediaan air minum dan juga sosial ekonomi
Syarat-syarat Keterangan
masyarakat baik untuk kebutuhan domestik (Rumah tangga)
dan juga non domestik (institusi dan industri).
Sumber: Joko, 2010

2.6 Parameter Kualitas Air Minum


Beberapa parameter fisik, kimia dan biologi yang mempengaruhi kualitas
air minum dapat dijabarkan pada tabel-tabel berikut ini:

Tabel 2.7 Parameter Fisik, Kimia dan Biologi Air beserta Pengaruhnya
Parameter Keterangan Pengaruh
Fisik
1. Inorganik solid yang meliputi
Suspended lempung, sil dan minyaka. Berkurangnya nilai estetika air
Solids 2. Materi organik seperti alga, yang akan dikonsumsi
bakteri dan materi organik
laina.
1.Temperatur akan berpengaruh
Temperatur berpengaruh
pada reaksi kimia, terutama
terhadap toksisitas air karena
Temperatur temperatur sangat tinggib.
bahan pencemar yang
2.Temperatur juga akan
terkandung di dalamnya.
berpengaruh terhadap
pertumbuhan mikroorganismea.
1. Air berwarna dihasilkan dari
kontak air dengan reruntuhan Berkurangnya nilai estetika air
organik seperti dedaunanb. yang akan dikonsumsi sehingga
Warna
2. Air berwarna bisa juga tidak dapat diterima oleh
disebabkan oleh cemaran masyarakat, tanpa pengolahan
limbah bahan kimia pabrik untuk menghilangkan warna.
utamanya pabrik tekstil a.
1. Bau dan rasa dapat
disebabkan oleh bahan
organik alamiah yang
membusuk dan atau bahan Berkurangnya nilai estetika air
Bau dan
kimia yang menguap b. yang akan dikonsumsi sehingga
Rasa
2. Bau dan rasa dapat juga tidak dapat diterima oleh
disebabkan oleh cemaran masyarakat, tanpa pengolahan
limbah pabrik yang untuk menghilangkan bau dan
mengandung bahan-bahan rasa
organik tinggi a.
Kekeruhan Air dinyatakan keruh jika air berkurangnya nilai estetika air
tersebut mengandung begitu yang akan dikonsumsi sehingga
banyak partikel bahan yang tidak dapat diterima oleh
tersuspensi seperti tanah liat, masyarakat, tanpa pengolahan
Parameter Keterangan Pengaruh
Fisik
lumpur, bahan organik dan
untuk menghilangkan
partikel kecil tersuspensi
kekeruhan.
lainnyab.
pH merupakan istilah yang Derajat keasaman berpengaruh
menyatakan intensitas keadaan pada reaksi-reaksi kimiawi
asam atau basa suatu larutan. seperti proses koagulasi -
Ph Rentang pH yang baik adalah 6- flokulasi. Bergantung jenis
8,5 b. koagulannya, proses water
softening dalam pencegahan
korosi, dan juga desinfektan.

Parameter Keterangan Pengaruh


Kimia
1. Alkalinitas adalah kandungan Alkalinitas pada air berperan
ion-ion bikarbonat, karbonat pada proses-proses koagulasi-
dan hidrokarbon dalam air flpkulasi karena ion-ion
yang akan diolah. Alkalinitas bikarbonat dan karbonat akan
Alkalinitas dinyatakan dalam mg/L bereaksi dengan koagulan
padanan kalsium karbonata. membentuk koloidal berupa
2. Alkalinitas adalah pengukur flok.
kapasitas untuk menetralisir
asam-asam b.
Kesadahan disebabkan oleh Berpengaruh pada tingkat
keberadaan ion-ion (kation) pembentukan flok-flok dari
logam bervalensi dua seperti reaksi-reaksi kimiawi dengan
Kesadahan
Mg2+ dan Ca2+ akibat kontak air koagulan. Air yang terlalu
baku dengan tanah dan sadah, termasuk hardness, maka
bebatuana. perlu dilakukan pelunakan air.
Berpengaruh pada tingkat
Kalsium adalah unsur mayor hardness air, jika air baku
kedua setelah bikarbonat. terlalu banyak mengandung ion
Kalsium
Tersusun dalam bentuk CaCO3, kalsium karbonat, maka perlu
CaSO4.H2O. Hidrite (CaSO4) dilakukan pelunakan air dengan
dan flourite (CaF2) a. soda abu.
Konsentrasi magnesium diatas
Konsentrasi Magnesium
10-20 mg/l dipermukaan air dan
maksimum di air minum dengan
diatas 30-40 mg/l di air tanah
konsentrasi 400 mg/L untuk
Magnesium jarang ada. Magnesium adalah
orang yang sensitif dan 1000
mineral penting untuk manusia
mg/l untuk orang normal
dengan tingkat penerimaan 3,6-
menyebabkan efek laxative.
4,2 mg/kg/hari b.
Besi Besi ditemukan di batu, tanah Besi memberikan warna merah
dan air dalam berbagai bentuk. dan kuning. Pada kasus
Umumnya berupa hematite kesehatan dapat membentuk
(Fe2O3) dan Ferric hydroxida batu ginjal jika terlalu banyak
Parameter Keterangan Pengaruh
Kimia
(Fe(HO)3) a. mengkonsumsi zat besi.
Mangan sering hadir bersama- Pada konsentrasi 0,2-0,4 mg/l
sama dengan besi dan sangat dapat menyebabkan bau dan
banyak terdapat di batu dan rasa pada air serta dapat
Mangan
tanah. Umumnya terdapat dalam mempercepat pertumbuhan
konsentrasi 0,1-1 mg/L a. mikroorganisme di reservoir
dan sistem distribusi.
Kandungan Klorida dalam air Klorida dapat menyebabkan
250 mg/l merupakan batas korosif pada pipa baja dan
maksimum. Konsentrasi klorida alumunium pada konsentrasi 50
Klorida
di air minum normalnya relatif mg/l
kecil yaitu 0,2-0,4 mg/l yang
dibutuhkan untuk desinfektan a.
Kandungan berlebih nitrat pada Nitrat akan berpengaruh pada
tanaman akan terbawa oleh air kesehatan yang dapat
yang merembes melalui tanah menyebabkan kasus penyakit
Nitrat sebab tanah tidak mempunyai blue baby. Dan dapat
kemampuan untuk menahannya menstimulasi pertumbuhan
oleh sebab itu dalam air tanah ganggang yang tak terbatas.
kandungan nitrat relatif tinggi a.
Nitrit dapat terbentuk oleh Nitrit akan bereaksi dengan
oksidasi ammonia (NH3) oleh oksigen menjadi nitrat
Nitrit bakteri Nitrosomonas dalam selanjutnya jika terminum dapat
kondisi aerobicb. menyebabkan kasus penyakit
blue baby.
Total TDS merupakan ukuran dari Air yang mengandung lebih dari
Dissolved total ion dalam larutan b. 500 mg/l akan menyebabkan
Solid (TDS) rasa asin.
DHL merupakan parameter yang Umumnya jika TDS dan DHL
Daya Hantar berhubungan TDS. DHL meningkat maka korosifitas air
Listrik merupakan ukuran (dalam juga meningkat.
(DHL) mikromhos/cm) aktivitas ion
dari larutan b.
Sumber utama dalam Dapat menurunkan kualitas air,
penggunaan phospat anorganik dan menimbulkan penyakit
adalah penggunaan detergent, kulit.
Phospat
alat pembersih untuk keperluan
rumah tangga, dan pupuk
pertanian b.

Parameter Keterangan Pengaruh


Biologi
Bakteri Bakteri merupakan Kolera adalah penyakit yang
mikroorganisme bersel tunggal disebabkan oleh Vibrio comma.
yang berukuran 0,1-10 μmb. Kolera menyebabkan muntah-
Bakteri dapat berbentuk spiral muntah dan diare.
Parameter Keterangan Pengaruh
Biologi
(Spirilla), tongkat (bacillus) dan
kotak (coccus).
Virus merupakan struktur Virus patogen yang disebarkan
mikroorganisme paling kecil dan lewat air menyebabkan
hanya dapat dilihat dengan poliomyelitis dan infeksi
bantuan mikroskop. Virus hidup hepatitis
Virus pada tubuh inangnya a..
Virus bersifat parasite yang dapat
ditemui pada tanaman,
tumbuhan, bakteri, jamur dan
algab.
Protozoa merupakan
mikroorganisme bersel satu yang Beberapa Protozoa air bersifat
Protozoa lebih kompleks dari pada virus patogen dan berpotensi
dan bakteri. Protozoa secara luar mencemari air
di distribusikan di air alam a.
Sumber: a. Utama, 2009; b. Fitri, 2016

2.7 Proses Pengolahan Air


Proses pengolahan air pada hakikatnya dilaksanakan berdasarkan sifat-sifat
perubahan kualitas yang berlangsung secara alamiah. Untuk itu mekanisme proses
pengolahan air minum bisa berlangsung secara fisik, kimia dan biologi.
a. Pengolahan Fisik
Pengolahan fisik bertujuan untuk mengurangi/menghilangkan kotoran-kotoran
kasar, penyisihan lumpur dan pasir, mengurangi zat-zat organik yang ada pada
air yang akan diolah. Proses pengolahan secara fisik dilakukan tanpa
menambahkan zat kimia. Proses ini terdapat pada unit prasedimentasi,
flokulasi, sedimentasi dan filtrasi.
b. Pengolahan Kimia
Pengolahan kimia bertujuan untuk membantu proses pengolahan selanjutnya
dengan menambahkan zat kimia, misalnya pembubuhan tawas agar
mengurangi kekeruhan yanga ada dan menambahkan desinfektan untuk
desinfeksi. Pengolahan kimia terdapat pada unit koagulasi, desinfektan dan
penukaran ion.
c. Pengolahan Biologi
Pengolahan biologi ini yaitu dengan memanfaatkan proses metabolisme
organisme yang mengkonversi suatu zat menjadi zat lain. Pada proses ini
bertujuan untuk menghilangkan organisme-organisme berbahaya yang terdapat
dalam air. Secara umum pengolahan air secara biologis dibagi menjadi 2 yaitu
pengolahan secara aerob dan pengolahan anaerob (Budiman, 2008).
Secara garis besar satuan operasi dalam proses pengolahan air yang biasa
digunakan adalah intake, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi dan desinfeksi.
Alternative pengolahan perlu dilakukan untuk mengoptimalkan pengolahan (Haq,
2018). Adapun pengolahan alternative untuk beberapa patrameter dapat dilihat
pada Tabel 2.8
Tabel 2.8 Alternatif Pengolahan Air Beberapa Parameter
No Parameter Alternatif Pengolahan
Koagulasi
Adsorpsi GAC, PAC, resin sintetik
1 Oksidasi dengan klorin, permanganat, dan
Warna
klorin dioxide
Oksidasi dengan klorin, permanganat, ozon
dan klorin dioxide
2 Bau dan Rasa Adsorpsi karbon aktif (GAC dan PAC)
Aerasi
Prasedimentasi (Air dengan kekeruhan
tinggi)
3 Kekeruhan Koagulasi dan Flokulasi
Sedimentasi
Filtrasi
4 pH Netralisasi
Prasedimentasi (Air dengan kekeruhan
Zat Padat tinggi)
5 Tersuspensi (TSS) Koagulasi dan Flokulasi
Sedimentasi
Filtrasi
Reverse Osmosis
Ion Excahange
6 Zat Organik
Air Stripping
Adsorpsi Karbon
Koagulasi
No Parameter Alternatif Pengolahan
7 CO2 agresif Transfer Gas (Aerasi)
8 Kesadahan Pelunakan kapur soda
Ion Excahange
Oksidasi
9 Besi dan Mangan Transfer Gas (Aerasi)
Chemical Precipitation
Ion Excahange
10 Sulfat Ion Excahange dengan resin basa kuat
Softening (Pelunakan)
11 Sulfida Oksidasi dengan klorinasi
Aerasi
12 Fluorida Pelunakan Kapur
Koagulasi alum
13 Amoniak Air Stripping
Koagulasi
Pelunakan kapur
14 Nitrat Redukasi Kimia
Denitrifikasi secara biologis
Ion Exchange
Reverse Osmosis
Arsen dan Koagulasi dengan garam besi atau
15
Selenium alumunium
Sumber: Montgomery (1985)
Berikut merupakan salah satu contoh diagram pengolahan air minum secara
konvensional yang ditunjukkan pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Diagram Pengolahan Air Minum Secara Konvensional


Sumber : Kawamura, 1991
2.7.1 Intake
Intake merupakan bangunan penyadap yang berfungsi untuk menangkap air
baku dari sumber sebelum masuk ke instalasi pengolahan air bersih sesuai dengan
debit yang diperlukan oleh instalasi tersebut. Sebelum air baku masuk ke instalasi
pengolahan, maka partikel-partikel yang ukurannya sangat besar seperti daun,
kertas, plastik, ranting kayu dan benda kasar lain yang berada dalam air harus
disaring terlebih dahulu menggunakan saringan kasar (Bar Screen). Penyaringan
ini bertujuan untuk menghindari rusaknya atau tersumbatnya peralatan seperti
pompa, katup-katup, pipa penyalur, alat pengaduk yang digunakan dalam
pengolahan air bersih.
Menurut Metcalf dan Eddy (1991) saringan kasar dapat berupa kisi-kisi
baja, anyaman kawat, kasa baja atau plat yang berlubang-lubang dengan dipasang
vertikal atau miring dengan menentukan kehilangan tinggi (head loss) selama air
melewati kisi saringan. Secara garis besar kehilangan tinggi dipengaruhi oleh
bentuk kisi dan tinggi kecepatan aliran yang melewati kisi.
Berikut merupakan contoh bangunan intake yang dapat dilihat pada gambar 2.2

Gambar 2.2 Unit Bangunan Intake


Sumber: Muharram, 2016

Dalam perencanaan bangunan inatek dilakukan Analisis pada saringan kasar


untuk menentukan kehilangan tinggi (Head loss) selama air melewati kisi
saringan. Secara garis besar kehilangan air dipengaruhi oleh bentuk kisi dan
tinggo aliran yang melewati kisi, sebagai mana yang dirumuskan oleh Krischoer
dibawah ini:
Beberapa rumus yang digunakan untuk perhitungan intake dan screen
a. tinggi kecepatan aliran melewati kisi screen (meter)
∆h =
b. kehilangan tekanan air setelah melewati kisi screen (meter)
2.4.2 Prasedimentasi
Fungsi dari unit ini adalah untuk mengendapkan partikel-partikel
tersuspensi dengan berat jenis yang lebih besar dari berat jenis air. Pengendapan
dilakukan dengan jalan penyimpanan airdalam jangka waktu tertentu. Penggunaan
unit ini tergantung dari karakteristik air bakunya.
Prasedimentasi hanya diperlukan apabila dalam air baku terdapat partikel
diskrit atau partikel kasar atau lumpur dalam jumlah yang besar. Pengendapan
dilakukan dalam bak berukuran besar biasanya membutuhkan waktu detensi
selama 2 hingga 4 jam dalam aliran yang laminar, untuk memberikan kesempatan
agar lumpur mengendap tanpa terganggu oleh aliran (Materi PBPAM, 2018).
Proses yang terjadi pada pengolahan ini adalah penghilangan padatan tersuspensi
secara gravitasi pada sebuah bak. Efesiensi proses bergantung pada ukuran
partikel padatan tersuspensi yang akan dihilangkan dan tingkat pengendapannya
masing-masing (Faradilla, 2014).

2.4.3 Koagulasi
Koagulasi termasuk dalam pengolahan kimia, karena pada proses ini ada
penambahan zat kimia seperti pembubuhan tawas atau PAC. Menurut Joko (2010)
koagulasi adalah penambahan koagulan ke dalam air baku diikuti dengan
pengadukan cepat yang bertujuan untuk mencampur antara koagulan dengan
koloid. Sedangkan menurut Kawamura (2001) koagulasi didefinisikan sebagai
proses destabilisasi muatan koloid dan padatan tersuspensi termasuk bakteri dan
virus dengan suatu koagulan.
Berikut merupakan contoh gambar bak koagulasi (Rapid Mixing) yang dapat
dilihat pada gambar 2.3
Gambar 2.3 Bak Koagulasi (Rapid Mixing)
Sumber: Muharram dan Bahan Ajar PPAM, 2016

Dalam proses koagulasi, penambahan bahan kimia menyebabkan


pembentukan partikel-partikel (koloid) berikutnya, yang biasa dikenal dengan flok
(Gitis, 2018). Partikel-partikel yang sangat halus/koloid bersifat stabil dalam air
kemudian di nonstabilkan muatan permukaannya dengan zat koagulan sehingga
terjadi gaya tarik-menarik membentuk flok-flok. Partikel suspensi maupun
koloidal yang telah berbentuk flok dapat dipisahkan dari air melalui proses
sedimentasi (pengendapan). Untuk meratakan pencampuran zat koagulan dan
pembentukan flok dilakukan proses pengadukan cepat dan pengadukan lambat.
Pengadukan dengan memanfaatkan gaya hidrolis air yaitu dengan memanfaatkan
turbulensi dalam pipa dan terjunan air (Joko, 2010).
Pembubuhan dilakukan sesaat sebelum air diterjunkan dengan demikian air
yang terjun sudah mengandung koagulan yang siap diaduk. Pengadukan dilakukan
setelah air terjun dengan energi (daya) pengadukan sama dengan tinggi terjunan.
Tinggi terjunan untuk suatu pengadukan adalah tipikal untuk semua debit,
sehingga debit tidak perlu dimasukkan dalam perhitungan. Pengadukan cepat ini
dilakukan dalam waktu yang singkat sekitar kurang dari 1 menit, tujuan dari
pengadukan cepat yaitu untuk mempercepat dan menyeragamkan penyebaran zat
kimia/koagulan melalui air yang diolah (Kawamura, 1991).
Penentuan jenis koagulan sangat penting terutama untuk mendesain sistem
pencampuran cepat dan untuk flokulasi dan sedimentasi agar berjalan secara
efektif. Menurut Kawamura (1991) menyebutkan mengenai jenis koagulan yang
sering digunakan adalah koagulan garam metal, seperti aluminium sulfat, ferri
klorida, ferri sulfat, serta Synthetic polymers, seperti polydiallyl dimethyl
ammonium (PDADM) dan natural cation polymers seperti chitosan. Berikut
merupakan jenis koagulan yang biasanya digunakan antara lain:
a) Alumunium Sulfat (Al2(SO4)3.18H2O)
Alum merupakan jenis koagulan yang sering digunakan dalam proses
pengolahan air minum. Di dalam air alum akan bereaksi dengan garam-garam,
jika di dalam air tidak terdapat garam-garam alami, maka diperlukan
penambahan kapur sehingga terjadi reaksi alum. Koagulasi dengan alum
berjalan dengan baik pada pH 6,5-8,5 dan dosis sekitar 5,15-8,5 mg/l (Joko,
2010). Jumlah pemakaian alum tergantung pada turbidity (kekeruhan) air baku.
Semakin tinggi turbidity air maka semakin besar jumlah tawas yang digunakan.
b) Natrium Aluminat (Na2Al2O4)
Natrium aluminat ini memiliki keunggulan yaitu dapat menghilangkan
korosifitas air, namun jarang digunakan dikarenakan harganya yang terlalu
mahal. Koagulan natrium aluminat akan berjalan dengan baik dengan dosis
3,4-24 mg/l (Joko, 2010).
c) Koagulan Besi
Koagulan besi yang sering digunakan yaitu garam FeCl3, Fe2(SO4)3 atau
campuran dari keduanya. Ferri merupakan koagulan oksidator yang sangat
baik, dapat menghilangkan gas H2S, rasa dan bau (Joko, 2010).
d) PAC (Poly Aluminium Chlorida) ((Al2(OH)6-nCln. x H2O) n=15)
PAC adalah garam khusus pada pembuatan alumunium klorida yang mampu
memeberikan daya koagulasi dan flokulasi lebih kuat daripada alumunium dan
koagulan besi. Kegunaan PAC yaitu sebagai koagulan untuk menguraikan
larutan yang keruh dan menggumpalkan partikel-partikel. PAC ini memiliki
keunggulan diantaranya korosifitasnya rendah, flok yang dihasilkan relatif
lebih besar sehingga lebih mudah untuk dipisahkan dan rentang pH sekitar 6-9
(Budiman, 2008). Sedangkan kelemahan penggunaan PAC adalah
penyimpanan PAC cair harus pada temperature maksimal 40 oC. PAC tidak
keruh jika pemakaiannya tidak berlebihan, sedangkan koagulan utama (seperti
alumunium sulfat, besi klorida dan ferro sulfat) akan mengalami kekeruhan
jika penggunaannya berlebihan (Rosariawari dan Mirwan, 2013).

2.4.4 Flokulasi
Proses flokulasi termasuk pada pengolahan Fisik. Menurut Joko (2010)
flokulasi secara umum disebut juga pengadukan lambat, dimana dalam flokulasi
ini berlangsung proses terbentuknya penggumpalan flok-flok yang lebih besar dan
akibat adanya perbedaan berat jenis terhadap air, maka flok-flok tersebut dapat
dengan mudah mengendap di bak sedimentasi. Berikut adalah gambar bak
Flokulasi (Slow Mixing) yang ditunjukkan pada gambar 2.4

Gambar 2.4. Bak Flokulasi (Slow Mixing)


Sumber: Muharram dan Bahan Ajar PPAM, 2016
Pemilihan proses flokulasi seharusnya berdasarkan kriteria di bawah ini:
1. Tipe proses pengolahan, misalnya konvensional, filtrasi langsung, softening
atau sludge conditioning.
2. Kualitas air baku, misalnya kekeruhan, warna, TSS dan temperature.
3. Tipe koagulan yang digunakan.
4. Kondisi lokal, seperti ketersediaan petugas lapangan (Montgomery, 1985)
Flokulasi dilakukan setelah proses koagulasi. Flokulator adalah alat yang
digunakan untuk flokulasi, flokulator berjalan dengan kecepatan lambat dengan
maksud terjadi pembentukan flok. Kecepatan air dalam bak pengaduk dijaga pada
harga 15-30 cm/detik, agar tidak terjadi pengendapan maupun kerusakan flok
yang telah terbentuk. Berdasarkan cara kerjanya flokulator dibedakan menjadi 3
macam yaitu pneumatic, mekanik dan baffle. Berikut tabel prinsip kerja dari
berbagai jenis flokulan yang ditunjukkan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Prinsip kerja berbagai jenis Flokulator


Jenis Flokulator Prinsip Kerja
Mensuplai udara ke dalam bak flokulasi dengan cara
kerja hampir sama dengan aerasi, bedanya suplai udara
Flokulator Pneumatic
yang diberikan ke bak flokulator tidak sebesar pada
bak aerasi.
Menggunakan alat serupa paddle atau bisa disebut
batang pengaduk. Bentuk dan desainnya pun
Flokulator Mekanis
bermacam-macam dan sangat familiar bagi seorang
engineer.
Flokulator Buffle Mengalirkan air baku berjalan dengan cara mengitari
sekat-sekat yang ada, sehingga sangat jelaslah bahwa
flokulator ini tidak bisa menambah atau mengurangi
velositas G dan G x Td, tetapi sangat tergantung dari
kecepatan overflow dari bak sebelumnya yaitu dari bak
Jenis Flokulator Prinsip Kerja
koagulasi. Derajat hasil flokulasi ditentukan oleh sifat
flok dan velositas gradien G dan G x Td.
Sumber: Reynold, 1982

Proses flokulasi dibagi menjadi dua yaitu pengadukan secara hidrolis dan
pengadukan secara mekanik.
a. Pengadukan secara hidrolis
- Buffle channel horizontal
Untuk mendapatkan hasil yang baik maka pengadukan dibagi menjadi 4
sampai 6 zona pengadukan dengan nilai G dari 100 liter/detik pada buffel
pertama, kemudain turun sampai 30 liter/detik pada zona terakhir. Jika ingin
menghindari endapan dalam saluran pengadukan maka kecepatan air tidak
boleh kurang dari 0,2 m/detik. Kelebihan pengaduk ini yaitu dapat
mengendalikan pengaduk dan meningkatkan kapasitas dengan mudah,
kelemahannya yaitu membutuhkan lahan yang sangat luas (Joko, 2010).

Gambar 2.5 Buffle Channel Horizontal


Sumber: Joko, 2010
- Buffle channel vertical
Titik berat pada pengadukan ini terdapat pada celah antar buffle dengan
tingkat pengadukan diatur dengan pintu yang ada antar buffle. Saluran ini
berbentuk persegi empat. Flok yang dihasilkan pada pengolahan ini cukup
baik karena sekat antar bak dapat diatur bukaannya.

Gambar 2.6 Buffle Channel Vertical


Sumber: Joko, 2010
- Buffel channel vertical yang melingkar (cyclone)
Jenis pengadukan ini dikembangkan dari jenis aliran vertikal yang mana
pengadukan dilakukan dalam kompartemen berbentuk bundar atau persegi
banyak (enam=hexagonal).

Gambar 2.7 Buffel Channel Vertical yang Melingkar (Cyclone)


Sumber: Joko, 2010

b. Pengadukan secara mekanik


- Dilakukan dengan vertikal shaf dengan turbin atau type blade dengan shaft
horizontal.
- Menggunakan paddle wheel pada shaft horizontal (pola axial-flow) dan
shaft vertikal (pola cross-flow).
2.4.5 Sedimentasi
Proses sedimentasi termasuk dalam pengolahan fisik. Secara umum proses
ini diartikan sebagai proses pengendapan, dimana akibat gaya gravitasi, partikel
yang mempunyai berat jenis air akan mengendap ke bawah dan yang lebih kecil
berat jenisnya akan mengapung. Prinsip yang digunakan adalah menyaring flok-
flok yang telah mengendap (Joko, 2010). Sedangkan menurut Reynolds (1982),
sedimentasi adalah pemisahan zat padat-cair yang memanfaatkan pengendapan
secara gravitasi untuk menyisihkan padatan tersuspensi. Adapun bak sedimentasi
dapat dilihat pada gambar 2.8
Gambar 2.8 Bak Sedimentasi
Sumber: Muharram dan Bahan Ajar PPAM, 2016

Reynolds juga mengklarifikasikan tipe pengendapan menjadi empat tipe


antara lain:
1. Tipe pengendapan bebas (free settling); sering disebut sebagai pengendapan
partikel diskrit. Pengendapan ini akibat dari gaya gravitasi yang mempunyai
kecepatan pengendapan relatif konstan tanpa dipengaruhi oleh adanya
perubahan ukuran partikel dan berat jenis.
2. Tipe pengendapan partikel flok, yaitu pengendapan flok dalam suspensi cair.
Selama pengendapan, partikel flok semakin besar ukurannya dengan kecepatan
yang semakin cepat.
3. Tipe zone atau hindered settling, yaitu pengendapan partikel pada konsentrasi
sedang, dimana energi partikel yang berdekatan saling memecah sehingga
menghalangi pengendapan partikel flok. Partikel yang tertinggal pada posisi
relativ tetap dan mengendap pada kecepatan konstan.
4. Tipe compression settling: partikel bersentuhan pada konsentrasi tinggi dan
pengendapan dapat terjadi hanya karena pemadatan massa.

Proses sedimentasi didasarkan pada pengendapan partikel secara gravitasi


sehingga harus diketahui kecepatan pengendapan masing-masing partikel yang
disisihkan. Kecepatan pengendapatn flok bervariasi tergantung pada beberapa
parameter yaitu: tipe koagulan yang digunakan, kondisi pengadukan selama
proses flokulasi dan material koloid yang terkandung di dalam air baku. Menurut
Peavy (1985), unit sedimentasi terbagi atas 2 bagian. Perbedaan antara keduanya
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.5 Kelebihan dan Kekurangan Bak Sedimentasi dari Segi Bentuk
Rectangular Circular
Terdiri atas bak-bak yang panjangnya Berbentuk lingkaran dengan aliran
2-4 kali lebarnnya dan 10-20 kali masuk ke tengah dan dialirkan menuju
kedalamannya dengan aliran lurus perimeter, kecepatan korizontal air
masuk dari inlet menuju outlet. secara kontinue menurun.
Lebih toleransi terhadap shock loads. Sedikit toleransi terhadap shock loads.
Pengoperasian mudah dan rendah biaya Mekanismenya penyisihan lumpurnya
pemeliharaan. lebih mudah.
Mudah beradaptasi terhadap modul Membutuhkan operasi yang lebih hati-
high-rate settler. hati.
Rectangular Circular
Membutuhkan desain yang cermat Efisiensi pengendapan tinggi.
terhadap struktur inlet dan outlet.
Biasanya membutuhkan fasilitas Membutuhkan fasilitas flokulasi yang
flokulasi yang terpisah. terpisah.
Sumber: 1. Peavy, (1985); 2. Montgomery, (1985) dalam Utama, (2009)

Bak pengendap lingkaran mempunyai zona dengan fungsi yang sama


dengan bak sedimentasi persegi panjang, tetapi alirannya sangat berbeda.
a. Zona Inlet
Pada zona ini di desain sedemikian rupa sehingga air baku dapat masuk ke
zona pengendapan dan dapat di distribusikan secara uniform (seragam) serta
merata sepanjang bak pengendapan. Secara umum aliran air harus mempunyai
kecepatan aliran tidak boleh melebihi 0,3 m/dt. Zona inlet juga dapat berupa pipa
lateral yang berlubang mengarah ke bawah, sehingga air yang keluar dapat dibagi
merata sepanjang bidang pengendapan, hal ini banyak dilakukan pada
pengendapan plat miring.
Berdasarkan penelitian Rostami (2011) melakukan penelitian dengan cara
mengatur letak bukaan inlet dan juga mengatur jumlah bukaan inlet. Bukaan inlet
(a) terletak di atas, bukan inlet (b) terletak di tengah bak, bukaan inlet (c) terletak
di bawah bak, sedangkan bukaan inlet (d) dan (e) merupakan varias dari jumlah
bukaan inlet. Hasil penelitian tersebut yaitu apabila digunakan hanya satu bukaan
inlet, circulation zone yang terbentuk yang paling kecil adalah apabila bukaan
inlet diletakkan di tengah. Kesimpulannya bahwa apabila hanya digunakan satu
bukaan saja, maka yang paling baik adalah dengan meletakkan bukaan inlet pada
bagian tengah bak. Namun, akan lebih baik bila bukaan inlet jumlahnya lebih
banyak.
b. Zona Pengendapan
Pada zona ini partikel yang mengendap dipengaruhi oleh dua gaya, yaitu
aliran itu sendiri dan gaya gravitasi. Aliran horizontal air menyebabkan partikel
bergerak ke arah horizontal, sedangkan gaya gravitasi menyebabkan partikel
bergerak ke arah vertikal bawah. Secara umum asumsi yang diambil dalam teori
adalah sebagai berikut:
- Partikel yang mengendap tidak dipengaruhi oleh kecepatan aliran
- Kecepatan pengendapan flok merata diseluruh bidang pengendapan
- Secara ideal pula harus diasumsikan bahwa partikel flok yang sudah
mengendap tidak terangkat lagi.
c. Zona Lumpur
Pada zona ini lumpur diusahakan dapat terkumpul, sehingga pada sewaktu-
waktu dapat dibuang dengan cara pengurasan.
d. Zona Outlet
Pada zona ini bidang pengendapan flok yang sudah terbentuk diharapkan
dapat mengendap. Secara ideal bidang pengendap ini harus memenuhi asumsi
bahwa aliran harus merata (mempunyai kecepatan yang sama) diseluruh potongan
melintang dan kecepatan sepanjang bidang pengendapan harus sama.
Berikut adalah gambar bagian-bagian dari bak sedimentasi yang
ditunjukkan pada gambar 2. 9

Gambar 2.9 Bagian-bagian dari Bak Sedimentasi


Sumber: Bahan Ajar PPAM, 2016

2.4.6 Filtrasi
Menurut Tri Joko (2010), filtrasi adalah proses penyaringan partikel secara
fisik, kimia dan biologi untuk memisahkan atau menyaring partikel yang tidak
terendapkan di sedimentasi melalui media berpori. Proses ini digunakan untuk
menyaring secara kimia air yang sudah terkoagulasi dan terendapkan agar
menghasilkan air minum dengan kualitas yang tinggi.
Dalam penjernihan air bersih dikenal dengan dua macam saringan yaitu
saringan pasir lambat dan saringan pasir cepat, yang dimaksud dengan saringan
pasir cepat atau Rapid Sand Filter (RSF) adalah filter yang menggunakan dasar
pasir silika dengan kedalaman 0,6-0,75 m. Ukuran pasirnya 0,35-1,0 mm atau
lebih dengan ukuran efektif 0,45 – 0,55 mm (Peavy, 1985). Bak filtrasi
ditunjukkan pada gambar 2.10 berikut ini:
Gambar 2.10 Unit Filtrasi
Sumber: Muharram, 2016

Menurut Peavy (1985), dalam penjernihan air bersih dikenal dua macam
saringan, yakni :
a. Saringan Pasir Lambat (Slow Sand Filter)
Saringan ini dibuat dari pasir halus dengan ukuran efektif sekitar 0,2 – 0,4
mm. Ukuran efektif adalah ukuran ayakan yang telah meloloskan 10 % dari total
butir yang ada atau P10. Pada saringan pasir lambat proses mikrobiologis
mendominasi dipermukaan filter. Kehilangan tekan yang tinggi menghasilan rata-
rata aliran yang sangat rendah (0,12 – 0,32 m/jam) sehingga membutuhkan
konstruksi filter yang sangat luas. Pencucian dilakukan secara periodik (biasanya
sekali sebulan) dengan mengambil media filter bagian atas setebal 3 - 5 cm untuk
dicuci di luar filter. Saringan pasir lambat membutuhkan ruang yang luas dan
modal yang besar. Selain itu saringan ini tidak berfungsi baik dengan air yang
kekeruhannya tinggi karena permukaannya cepat tersumbat, dan membutuhkan
pencucian yang lebih sering.

b. Saringan Pasir Cepat (Rapid Sand Filter)


Filter ini menggunakan dasar pasir silika dengan kedalaman 0,6 – 0,75 m.
Ukuran pasirnya 0,36 – 0,6 mm. Pencucian filter pasir cepat dilakukan dengan
cara backwash (air dialirkan dari bawah media ke arah atas). Kotoran-kotoran
ataupun endapan suspensi yang tertinggal pada filter akan ikut terekspansi dan
bersama air pencuci dikeluarkan melalui gutter.
Adapun gambar sistem filtrasi dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.11 Sistem Filtrasi
Sumber: Bahan Ajar PPAM, 2016
Filter saringan dapat dikelompokkan sesuai dengan tipe media yang
digunakan antara lain:
a. Single media filter (Saringan satu media):
Saringan yang menggunakan satu media, biasanya pasir silika atau Cruhed
Anthracite Coal, atau dolomit saja. Hasil penyaringn akan berupa suspended
solid terjadi pada laisan paling atas sehingga harus segera di cuci bila
penyaringan berkurang. [lihat gambar 2.10 (a)]
b. Dual media filter (Dua media saringan): saringan dengan menggunakan dua
media, biasanya dengan pasir silika dan Cruhed Anthracite Coal. Media
pasir kwarsa di lapisan bawah dan antrasit pada lapisan atas, antrasit
digunakan untuk menghilangkan bau dan rasa yang disebabkan oleh
senyawa-senyawa organik. [lihat gambar 2.10 (b)]
c. Multi media filter (Banyak media): media yang menggunakan banyak media
biasanya pasir dan Cruhed Anthracite Coal. Menggunkan tambahan satu
media lagi dari dual media filter, yaitu granit atau dolomit. Garnet sand
adalah media filter yang memiliki berat jenis tinggi dan tahan terhadap
abrasi. [lihat gambar 2.10 (c)]
Adapun gambar media filter dapat dilihat pada gambar 2.12:

‘(a) (b) (c)


Gambar 2.12 Media Filter Berdasarkan Tipe Media
Sumber: Bahan Ajar PPAM, 2016

Proses filtrasi menurut Reynolds (1982) dijelasakan dibawah ini:


a. Penyaringan mekanik
Pada proses ini menggunakan media berupa pasir yang mempunyai pori-pori
cukup kecil. Dengan begitu partikel-partikel dengan ukuran yang lebih besar
dapat tertahan. Selama proses filtrasi, ruang antar butir pasir akan semakin
diperkecil oleh partikel-partikel yang tertahan pada media filter. Flok-flok yang
tidak terendapkan akan tertahan pada lapisan teratas pasir membentuk lapisan
penutup yang selanjutnya akan menahan partikel-partikel dengan ukuran yang
lebih kecil. Proses ini terjadi pada filter pasir cepat maupun filter pasir lambat.
b. Pengendapan
Partikel-partikel yang berukuran kecil, koloid-koloid serta beberapa macam
bakteri akan mengendap dalam ruang antar butir dan akan melekat pada butir
pasir tersebut. Proses ini terjadi pada filter pasir lambat.
c. Biological Action
Suspensi-suspensi yang terdapat pada air mengandung organisme seperti alga
dan plankton yang mana organisme ini sebagai bahan makanan bagi organisme
tertentu. Kemudian organisme tersebut akan membentuk lapisan diatas media
filter yang disebut “lapisan lendir” filter. Proses ini terjadi pada filter pasir
lambat.

2.4.7 Desinfeksi
Desinfeksi adalah usaha untuk mematikan mikroorganisme yang masih
tersisa dalam proses, terutama di tujukan kepada yang pathogen. Pada umumnya
desinfeksi digunakan dengan cara klorinasi, walaupun ada beberapa cara lain
seperti dengan ozon dan ultra violet (UV) yang jarang digunakan. Sebagai
desinfektan, pembubuhan klorin dilakukan di lokasi reservoir yang disebut
sebagai postklorinasi (Darmasetiawan, 2001).
Kemampuan dari desinfektan ini adalah sebagai berikut:
1. Menghilangkan bau
2. Mematikan alga
3. Mengoksidasi Fe (III) sehingga konsentrasi di air turun.
4. Mengoksidasi Mn
5. Mengoksidasi H2S menjadi H2SO4
6. Mengoksidasi nitrit menjadi nitrat
7. Mengoksidasi phenol menjadi senyawa phenolat yang tidak berbahaya.
Faktor yang mempengaruhi efisiensi desinfektan adalah:
a. Waktu kontak
b. Konsentrasi desinfektan
c. Jumlah mikroorganisme
d. Temperature air
e. pH
f. Adanya senyawa lain dalam air
Berikut adalah metode-metode desinfektan yangs sering digunakan dapat
dilihat pada tabel 2.6.

Tabel 2.6 Metode-Metode Desinfektan yang sering Digunakan


Metode Desinfektan Keterangan
1. Klorin yang digunakan umumnya berupa gas klorin
atau klorin cair atau senyawa klorin yang terdiri
dari CaOCl2 dan Ca(OCl)2
Klorinasi
2. Senyawa klor dapat mematikan bakteri karena
oksigen yang terbebasakan dari senyawa asam
hypoklorous mengoksidasi beberapa bagian yang
penting dari sel bakteri sehingga rusak.
1. Merupakan oksidan yang sangat kuat, lebih kaut
dibanding dengan asam hipoklorit
Ozonisasi 2. Air yang diozonisasi dilewatkan pada filter arang
aktif yang bertindak sebagai kontraktor biologis
agar organisme saphropit membongkar zat yang
terbongkar secara biologis.
1. Kekuatannya melebihi klorin. Prinsip desinfeksi ini
tidak lain dimasudkan untuk memperoleh klorin
Klorin Dioksida bebas, sedang ClO2 bebas bertahan melebihi HClO.
2. Pada desinfeksi terminal dosis antara 0,1-3 mg/l dan
untuk menghilangkan bau dan rasa dosis dipakai
sampai 10 mg/L/hari.
1. Digunakan dalam skala besar dan kecil. Sangat
efektif dalam mendesinfeksi baik terhadap air
Pemanasan Ultra Violet maupun air buangan.
2. Berdasarkan pertimbangan teknik, maka desinfeksi
yang menggunakan metode ini masih memerlukan
sisa klor dalam pengolahan.
Sumber: Reynold, 1982

a. Klorinasi
Desinfeksi klorin telah dilakukan selama lebih dari satu abad sebagai proses
desinfeksi yang paling efektif. Karena dapat mengurangi penyakit yang ditularkan
dari air seperti kolera, demam, tifoid dan disentri amuba. Namun, ada beberapa
bahan organik seperti asam amino, protein dan pencemar lingkungan yang
bereaksi dengan klorin bebas untuk menghasilkan organik terhalogenasi.
Konsentrasi klorin bebas dalam air sangat terbatas sehingga tidak dapat
menghindar dalam pembentukan organik terhalogenasi dan akibatnya proses
desinfeksi kurang berhasil dalam membunuh pathogen (Hu, Jiangling. 2018)
Senyawa klor dapat mematikan mikroorganisme dalam air karena oksigen
yang terbebaskan dari senyawa asam hypochlorous mengoksidaasi beberapa
bagian yang penting dari sel-sel bakteri sehingga rusak.
Teori lain menyatakan bahwa proses pembunuhan bakteri oleh senyawa
khlor, selain oleh oksigen bebas juga disebabkan oleh pengaruh langsung senyawa
khlor yang bereaksi dengan protoplasma. Beberapa percobaan menyebutkan
bahwa kematian mikroorganisme disebabkan reaksi kimia antara asam
hipoclorous dengan enzim pada sel bakteri sehingga metabolismenya terganggu.
Senyawa khlor yang sering digunakan sebagai desinfektan adalah hipoclorit dari
kalsium dan natrium, kloroamin, klor dioksida dan senyawa kompleks dari klor
(Joko, 2010).
Berikut adalah faktor-faktor keefektifan desinfektan klor di IPA yang dapat
dilihat pada Tabel 2.7

Tabel 2.7 Faktor-Faktor Keefektifan Desinfektan Klor Di IPA


Faktor-Faktor Keterangan
1. Gas khlor memiliki kemurnian hampir 100% akan tetapi
mahal operasinya untuk instalasi pengolahan air ukuran
Jenis
kecil
Desinfektan
2. Klor dalam kaporit memiliki kemurnian sampai 70% akan
tetapi mahal operasinya untuk instalasi pengolahan air
ukuran besar.
Konsentrasi
Konsentrasi residu minimum desinfektan adalah 0,2 mg/liter
Desinfektan
Waktu Kontak Waktu kontak dengan desinfektan klor sekitar 20 menit.
Titik equilibrium konstan pada temperatur 25o C = 4,48 x
Temperatur Air
10-4 untuk desinfektan klor
1. Pada pH di atas 8, asam hipoklorit (HOCl) akan menjadi
Derajat
ion hipoklorit (OCl-)
Keasaman (pH)
2. Pada pH kurang dari 7, asam hipoklorit tidak akan
terionisasi
Air terkadang masih mengandung senyawa-senyawa kimia
lain yang tersisa dari pengolahan sebelumnya, maka klor
Adanya
akan bereaksi terlebih dahulu dengan senyawa-senyawa ini
Senyawa Lain
hingga habis bereaksi. Contohnya persenyawaan nitrogen
dan membentuk senyawa kloramin.
Sumber: Utama, 2009
Menurut Tri Joko (2010), syarat-syarat desinfektan adalah:
1. Dapat mematikan semua jenis organisme pathogen dalam air
2. Dapat membunuh kuman yang dimaksud dalam waktu singkat
3. Ekonomis dan dapat dilaksanakan dengan mudah dalam operasinya
4. Air tidak boleh menjadi toksik setelah didesinfeksi
5. Dosis diperhitungkan agar mempunyai residu atau cadangan untuk mengatasi
adanya kontaminasi di dalam air.

a. Ozonisasi
Ozonasi Merupakan oksidan yang sangat kuat dibanding dengan asam
hipoklorit. Air yang diozonisasi dilewatkan pada filter arang aktif yang bertindak
sebagai kontraktor biologis agar organisme saphropit membongkar zat yang
terbongkar secara biologis.
b. Klorindioksida
Kekuatan klorindioksida melebihi klorin. Prinsip desinfeksi ini tidak lain
dimaksudkan untuk memperoleh klorin bebas, sedang ClO2 bebas bertahan
melebihi HClO. Pada disinfeksi terminal dosis antara 0,1-3 mg/l dan untuk
menghilangkan bau dan rasa dosis dipakai sampai 10 mg/l/hari.
c. Pemanasan Ultra Violet
Pemanasan UV digunakan dalam skala besar dan kecil. Sangat efektif dalam
mendesinfeksi baik terhadap air maupun air buangan. Berdasarkan pertimbangan
teknik, maka desinfeksi yang menggunakan metode ini masih memerlukan sisa
klor dalam pengolahan. Derajat aktifitas ultra violet yaitu pada intensitas radiasi
sampai menyentuh organisme yang akan dibunuh.

2.4.8 Reservoir
Reservoir distribusi merupakan bangunan penampungan air minum sebelum
dilakukan pendistribusian ke pelanggan atau masyarakat, yang dapat ditempatkan
di atas permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah. Bangunan reservoir
umumnya diletakkan di dekat jaringan distribusi pada ketinggian yang cukup
untuk mengalirkan air secara baik dan merata ke seluruh daerah konsumen.
Tujuan dasar reservoir yaitu antara lain:
1. Sebagai sarana vital penyaluran air ke masyarakat dan sebagai cadangan air
2. Sebagai tempat penyimpanan kelebihan air agar dapat terjadi keseimbangan
antara kebutuhan dan suplai
3. Keperluan instansi, seperti pencucian filter, pembubuhan alum.
4. Tempat penyimpanan air saat desinfektan.
Sedangkan fungsi reservoir pada sistem distribusi diperlukan dengan alas an
sebagai berikut:
a. Penampungan terakhir air yang telah diolah dan memenuhi syarat kualitas air
minum.
b. Keseimbangan antara kebutuhan dan pasokan air.
c. Meningkatkan kemudahan operasi.
d. Mengurangi pemakaian pompa.
e. Cadangan air pada saat darurat.
f. Menyiapkan kebutuhan air untuk pemadaman kebakaran.
g. Sebagai pengaman untuk gelombang tekanan balik.
Gambar reservoir ditunjukkan pada gambar 2.13 dibawah ini:

Gambar 2.13 Reservoir


Sumber: Muharram, 2016

Anda mungkin juga menyukai