PENDAHULUAN
1
tenggorokan atau demam1. Tanda dan gejala dari faringitis yang disebabkan oleh
Streptococcus β hemoliticus group A serupa dengan faringitis yang bukan disebabkan
oleh Streptococcus β hemoliticus group A12, oleh sebab itu penting untuk
menentukan penyebab terjadinya faringitis untuk penentuan terapi yang akan
digunakan. Penentuan penyebab faringitis yang paling akurat adalah dengan
menggunakan kultur apusan tenggorok. Kelemahan dari metode ini antara lain biaya
yang mahal dan perlu waktu untuk mengetahui hasilnya sekitar 12hari2.
Dalam pengobatan faringitis sangat penting untuk memastikan penyebab
dalam menentukan pengobatan yang tepat. Antibiotika diberikan pada pasien dengan
faringitis yang disebabkan oleh bakteri12. Penggunaan antibiotika yang kurang tepat
dalam pengobatan faringitis juga dapat menyebabkan terjadinya resistensi8. Masalah
yang sering ditemui adalah banyak hasil penelitian yang menunjukan ketidaktepatan
peresepan yang terjadi di banyak negara terutama negara-negara berkembang seperti
Indonesia. Ketidaktepatan peresepan dapat mengakibatkan masalah seperti tidak
tercapainya tujuan terapi, meningkatnya kejadian efek samping obat, meningkatnya
resistensi antibiotik, penyebaran infeksi melalui injeksi yang tidak steril dan
pemborosan sumber daya kesehatan yang langka21.Pedoman Pengobatan Dasar di
Puskesmas tahun 2007 mengeluarkan standar pelayanan di fasilitas kesehatan yang
didalamnya terdapat pembahasan mengenai beberapa macam penyakit termasuk
penyakit faringitis akut. Standar tersebut meliputi definisi, etiologi dan factor risiko,
klasifikasi, penegakan diagnostik, komplikasi serta penatalaksanaan faringitis akut10.
1.2. Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut
terletak di depan batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar
lidah. Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris
yang dipersarafi oleh nervus fasialis. Vermilion berwarna merah karena ditutupi
lapisan sel skuamosa. Ruangan diantara mukosa pipi bagian dalam dan gigi
adalah vestibulum oris13.
Palatum dibentuk oleh dua bagian: premaksila yang berisi gigi seri dan
berasal prosesusnasalis media, dan palatum posterior baik palatum durum dan
palatum mole, dibentuk olehgabungan dari prosesus palatum, oleh karena itu,
celah palatum terdapat garis tengah belakang tetapi dapat terjadi kearah maksila
depan13.
Lidah dibentuk dari beberapa tonjolan epitel didasar mulut. Lidah bagian
depan terutamaberasal dari daerah brankial pertama dan dipersarafi oleh nervus
lingualis dengan cabang kordatimpani dari saraf fasialis yang mempersarafi rasa
dan sekresi kelenjar submandibula. Saraf glosofaringeus mempersarafi rasa dari
sepertiga lidah bagian belakang. Otot lidah berasal dari miotom posbrankial
yang bermigrasi sepanjang duktus tiroglosus ke leher. Kelenjar liur tumbuh
sebagai kantong dari epitel mulut yang terletak dekat sebelah depan saraf-saraf
penting. Duktus sub mandibularis dilalui oleh saraf lingualis. Saraf fasialis
melekat pada kelenjar parotis13.
Faring bagian dari leher dan tenggorokan bagian belakang mulut. Faring
adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar
di bagian atas dan sempit dibagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar
tengkorak terus menyambung ke esophagus setinggivertebra servikalis ke enam.
Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana,ke depan
berhubungan dengan rongga mulut melalui isthmus orofaring, sedangkan dengan
laring dibawah berhubungan melalui aditus laring dan kebawah berhubungan
dengan esophagus.Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang
lebih empat belas centimeter; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang
terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput lendir, fasia faringobasiler,
4
pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas
nasofaring, orofaring, dan laringofaring (hipofaring)13.
2.1.2.1 Vaskularisasi.
2.1.2.2 Persarafan
5
2.1.2.3 Kelenjar Getah Bening
6
2.1.2.5 Orofaring (Mesofaring)
b. Fosa tonsil
c. Tonsil
7
ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring
yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah14.
8
sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring. Sinus piriformis terletak di
antara lipatan ariepiglotika dan kartilago tiroid. Batas anteriornya adalah
laring, batas inferior adalah esofagus serta batas posterior adalah vertebra
servikal. Lebih ke bawah lagi terdapat otot-otot dari lamina krikoid dan
di bawahnya terdapat muara esofagus14.
9
faring dan tahap ketiga, jalannya bolus melalui esofagus, keduanya secara
involunter. Langkah yang sebenarnya adalah: pengunyahan makanan dilakukan
pada sepertiga tengah lidah. Elevasi lidah dan palatum mole mendorong bolus
ke orofaring. Otot suprahioid berkontraksi, elevasi tulang hioid dan laring
intrinsik berkontraksi dalam gerakan seperti sfingter untuk mencegah aspirasi.
Gerakan yang kuat dari lidah bagian belakang akan mendorong makanan
kebawah melalui orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi otot konstriktor
faringis media dan superior. Bolus dibawa melalui introitus esofagus ketika
otot konstriktor faringis inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus
berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh gaya berat, menggerakkan makanan
melalui esofagus dan masuk ke lambung5.
Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot
palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole
kearah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat
dan melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian
m.levator veli palatine bersama-sama m.konstriktor faring superior. Pada
gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum mole
ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa
ini diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang
terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil
gerakan m.palatofaring (bersama .m,salpingofaring) oleh kontraksi aktif
m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada
waktu bersamaan. Ada pula yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini
menetap pada periode fonasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan
tonjolan ini timbul dan hilang secara cepat bersamaan dengan gerakan
palatum5.
10
2.3 Definisi Faringitis Akut
Faringitis adalah radang akut pada mukosa faring dan jaringan limfoid di
dinding faring, yang disebabkan oleh virus 40-60% atau bakteri 5-40%16, ditandai
oleh adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat dan hiperemis, demam, pembesaran
kelenjar getah bening leher dan malaise. Faringitis akut dapat menyerang semua
umur. Penyakit ini ditular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah ( droplet
infections)18.
2.4 Epidemiologi
11
Streptococcus ß hemolyticus group A. Faringitis jarang terjadi pada anak-anak
kurang dari tiga tahun3.
2.5 Etiologi
12
2.6 Klasifikasi Faringitis Akut
13
2.6.2 Faringitis Bakterial
1. Demam.
3. Eksudat tonsil.
Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor satu. Bila skor 0-1 maka pasien
tidak mengalami faringitis akibat infeksi streptococcus Beta Hemolyticus group
A, bila skor 1-3 maka pasien memiliki kemungkinan 40% terinfeksi
Streptococcus Beta Hemolyticus group A dan bila skor empat pasien memiliki
kemungkinan 50% terinfeksi Streptococcus Beta hemolyticus group A.
14
2.6.3 Faringitis Fungal
Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring. Gejala dan
tanda biasanya terdapat keluhan nyeri tenggorok dan nyeri menelan. Pada
pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan mukosa faring lainnya
hiperemis. Pembiakan jamur ini dilakukan dalam agar sabouroud dextrose.
15
2.7 Patofisiologi Faringitis Akut
Faringitis Akut yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara
langsung menginvasi mukosa faring dan akan menyebabkan respon inflamasi local.
Kuman akan menginfiltrasi lapisan epitel, lalu akan mengikis epitel sehingga
jaringan limfoid superfisial bereaksi dan akan tejadi pembendungan radang dengan
infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemis, kemudian
edema dan sekresi yang meningkat. Pada awalnya eksudat bersifat serosa tapi
menjadi menebal dan kemudian cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada
dinding faring4.
Dengan keadaan hiperemis, pembuluh darah pada dinding faring akan melebar.
Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu akan didapatkan di
dalam folikel atau jairngan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak
pada dinding faring posterior atau yang terletak lebih ke lateral akan menjadi
meradang dan membengkak2.
16
2.8 Faktor Resiko
Faktor resiko yaitu faringitis akut antara lain konsumsi alcohol, kelelahan,
konsumsi makanan yang berminyak dan makan-makanan yang kurang bergizi. Hal
tersebut sebisa mungkin harus dihindari sehingga meminimalisasi terjadinya
faringitis akut5.
17
diagnosis dari entero virus dan rhinovirus infeksi tidak berkembang tapi dapat
digunakan untuk pencegahan di klinik sehari-hari. Pharyngeal swab untuk rapid
antigen ditemukan 80% - 90% sensitive pada orang dewasa dana harus diperhatikan
seluruh pasien yang berhubungan dengan pharyngitis gabungan bakteri dan virus
tinggi dicurigai.
2.9.1 Anamnesa :
a. Faringitis viral, umumnya oleh Rhinovirus diawali dengan gejala rhinitis dan
beberapa hari kemudian timbul faringitis. Gejala lain demam disertai rinorea
dan mual.
e. Faringitis kronik atrofi, umumnya tenggorokan kering dan tebal serta mulut
berbau.
f. Faringitis tuberkulosis, biasanya nyeri hebat pada faring dan tidak berespon
dengan pengobatan bakterial non spesifik.
18
2.9.2 Pemeriksaan Fisik10 :
19
2.9.3 Pemeriksaan Penunjang
1. Faringitis kronik :
Gejala berupa rasa panas dan kering pada tenggorok, tenggorok gatal dan
berlendir, terasa mengganjal, batuk-batuk, biasanya tidak nyeri saat menelan.
2. Faringitis Tuberkulosa.
Gejala berupa nyeri menelan yang hebat, keadaan penderita buruk, pada
pemeriksaan faring didapatkan mukosa faring dipenuhi ulkus-ulkus kecil yang
dangkal, mukosa pucat, terdapat secret mukopurulen.
20
3. Difteri faring.
Gejala berupa sangat sakit, lesu, demam tinggi, nyeri telan, pada pemeriksaan
faring dan tonsil di temukan adanya pseudomembran di faring dan tonsil,
adanya pembesaran kelenjar getah bening sehinggs tampak bull neck.
4. Tonsilitis kronik.
Gejala berupa nyeri tenggorok saat menenlan, rasa mengganjal, mulut berbau,
nafsu makan menurun, biasanya disertai ganguan pendengaran karena
sumbatan tuba eustachii.
5. Laryngitis akut
Gejala berupa suara parau, tenggorok terasa gatal, kering, dan nyeri saat
bicara dan disertai demam.
6. Abses peritonsil
Gejala berupa diawali infeksi akut saluran napas atas, demam, nafsu makan
turun, pada pemeriksaan dinding faring tampak bombams dan dapat teraba
fluktuasi.
2.11 Penatalaksanaan
1. Istirahat cukup
4. Pemberian farmakoterapi:
21
- Faringitis kronik hiperplastik terapi lokal dengan melakukan
kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argentin
25%.
b. Oral sistemik
22
- Faringitis kronik atrofi pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofi.
2.12 Komplikasi
23
2.13 Prognosis
Faringitis akut sangat baik pada sebagian besar kasus. Biasanya faringitis akut
sembuh dalam waktu 10 hari, namun harus berhati-hati dengan komplikasi15.
24
BAB III
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Faringitis biasanya karena udara dingin, turunnya daya tahan tubuh yang
disebabkan oleh infeksi virus influenza, konsumsi makanan yang kurang gizi,
konsumsi alkohol yang berlebih, gejala predormal dari penyakit scarlet fever dan
seseorang yang tinggal di lingkungan kita yang menderita sakit tenggorokan atau
demam oleh karena itu perlu di berikan pengobatan untuk penyebabnya misalnya
disebabkan oleh bakteri di berikan antibiotic.
25
DAFTAR PUSTAKA
26
14. Difteri tonsil. Available from http://www.scribd.com/doc/36494895/difteri-tonsil
15. Jill G. Acute pharyngitis. Journal of the American Academy of Physician Assistants.
2013; 26(2):57-8. 3.
16. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku panduan praktik klinis bagi dokter
pelayanan primer. Jakarta: Kemenkes RI; 2013.
17. Mary T. Caserta and Anthony R. Flores, 2013. Pharyngitis In : Mandell: Mandell,
Douglas, and Bennett’s Principles and Practice of Infectious Diseases, 7th ed.Volume
1, Part II, Section B, Chapter 54, p:815-821. Available
From:http://www.mdconsult.com/books/page.do?eid=4-u1.0-B978-0 443-06839-
3..00054-0--s0015&isbn=978-0-443068393&uniqId=412762026-1459#4-u1.0-B978-
0-443-06839 3..00054-0--s0015
18. Rusmarjono, Bambang H. Nyeri tenggorok. Dalam: Efiaty AS, NurbaitiI, Jenny B,
Ratna DR, editor. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala & leher.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2007.
19. Soediyono H, Rukmini S, Herawati S. Buku Teknik Pemeriksaan Telinga, Hidung
dan Tenggorok. Surabaya : Penerbit FK UNER;1999.
20. Vincent, M.T M.D., M.S., Nadhia, C.M.D., and Aneela, N.H.M.D. 2004. Pharyngitis.
A Peer-Reviewed Journal of the American Academy of Family Physician. State
University of New York-Down state Medical Center, Brooklyn, New York. Available
From:http://www.aafp.org/afp /2004/0315/p1465.html.
21. World Health Organization. Medicine use in primary care in developing and
transitional countries: fact book summarizing result from studies reported between
1990 and 2006 . Geneva: WHO; 2009.
27