Anda di halaman 1dari 19

A.

Hakikat Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni(IPTEKS)

1. Hakikat IPTEK

IPTEK adalah singkatan dari ilmu pengetahuan, teknologi. Ilmu adalah pengetahuan yang sudah
diklasifikasi, diorganisasi, disistematisasi, dan diinterpretasi, menghasilkan kebenaran obyektif,
sudah diuji kebenarannya dan dapat diuji ulang secara ilmiah (International Webster’s Dictionary
dalam Modul Acuan Proses Pembelajaran MPK, 2003)

Secara etimologis, kata ilmu berarti kejelasan, karena itu segala yang terbentuk dari akar katanya
mempunyai ciri kejelasan. Kata ilmu dengan berbagai bentuknya terulang 854 kali dalam Al-qur’an.
Kata ini digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan obyek pengetahuan (Quraish
Shihab, 1996). Setiap ilmu membatasi diri pada salah satu bidang kajian. Oleh sebab itu seseorang
yang memperdalam ilmu-ilmu tertentu disebut sebagai spesialis. Dari sudut pandang filsafat, ilmu
lebih khusus dibandingkan dengan pengetahuan.

Ilmu pengetahuan (sains) adalah pengetahuan tentang gejala alam yang diperoleh melalui
proses yang disebut metode ilmiah. Sedang teknologi adalah pengetahuan dan ketrampilan yang
merupakan penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia sehari-hari.

Jadi ilmu pengetahuan atau sains adalah himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan
melalui proses pengkajian dan dapat dinalar atau dapat diterima oleh akal. Dengan kata lain, sains
dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang sudah sistematis (science is systematic knowledge).
Dalam pemikiran sekuler, sains mempunyai tiga karakteristik, yaitu obyektif, netral dan bebas nilai,
sedangkan dalam pemikiran Islam, sain tidak boleh bebas nilai, baik nilai lokal maupun nilai
universal.

2. Hakikat SENI

Seni berasal dari kata sani (Sanskerta) yang berarti pemujaan, persembahan, dan pelayanan. Kata
tersebut berkaitan erat dengan upacara keagamaan yang disebut kesenian. Menurut
Padmapusphita, kata seni berasal dari bahasa Belanda genie dalam bahasa Latin disebut genius,
artinya kemampuan luar biasa yang dibawa sejak lahir.
Dalam Ensiklopedia Indonesia, Seni diartikan sebagai penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam
jiwa manusia, dilahirkan dengan perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap
oleh indera pendengar (seni suara), penglihatan (seni lukis), atau dilahirkan dengan perantaraan
gerak (seni tari, drama).

Berbicara mengenai seni, identik dengan istilah estetika yaitu cabang filsafat yang berurusan dengan
keindahan, entah menurut realisasinya entah menurut pandangan subyektif.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seni identik dengan rasa yang timbulnya dari dalam jiwa,
namun demikian gejala keindahan yang ditimbulkan oleh seni bisa juga didekati dari sudut sains.
Sebuah lukisan misalnya dapat dianalisa menurut pembagian bidang, jadi menurut matematika.
Komposisi warna dapat dianalisa secara eksperimental menurut efek psikologis.

B. Keutamaan Ilmu Pengetahuan dalam Al-Qur’an

Ayat Al-Qur’an yang pertama diturunkan kepada Rasulullah SAW menunjuk pada keutamaan ilmu
pengetahuan, yaitu dengan memerintahkannya membaca sebagai kunci ilmu pengetahuan, dan
menyebut qalam sebagai alat tranformasi ilmu pengetahuan. Allah SWT berfirman:

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia)
dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.

(QS. Al-‘Alaq ayat 1-5)

Surat yang pertama kali Allah turunkan dalam Al-Qur’an adalah surat Al-‘Alaq ayat 1-5. Di dalamnya
Allah SWT menyebutkan nikmat-Nya dengan mengajarkan manusia apa yang tidak ia ketahui. Hal itu
menunjukkan kemuliaan belajar dan ilmu pengetahuan.

Al Qur’an merupakan salah satu mujizat yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad
SAW untuk digunakan sebagai petunjuk bagi umat manusia hingga akhir zaman. Sebagai petunjuk
dari Allah tentulah isi dari Al Quran tidak akan menyimpang dari Sunatullah (hukum alam) sebab
alam merupakan hasil perbuatan Allah sedangkan Al Qur’an adalah merupakan hasil perkataan
Allah. Karena Allah bersifat Maha segala-galanya maka tidaklah mungkin perkataan Allah tidak
sejalan dengan perbuatan-Nya. Apabila pada suatu malam yang cerah kita memandang ke langit
maka akan tampaklah oleh kita bintang-bintang yang sangat banyak jumlahnya.
Pada zaman dahulu orang memandang bintang-bintang itu hanyalah sebagai sesuatu yang sangat
kecil dan bercahaya yang bertaburan di angkasa. Namun setelah ditemukannya teleskop dan ilmu
pengetahuan juga semakin berkembang, orang akhirnya mengetahui bahwa bintang-bintang
merupakan bagian dari suatu gugusan yang dinamakan galaksi yang dialam ini jumlahnya lebih dari
100 milyar. Sedangkan masing-masing bintang ini terdiri dari planet-planet yang masingmasing
peredarannya diatur sedemikian rupa sehingga tidak saling bertabrakan satu sama lain. Hal ini juga
difirmankan oleh Allah SWT :

”Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari
keduanya itu beredar dalam garis edarnya” (QS. Al Anbiyaa ayat 33).

Sehingga akhirnya orang berdasar ilmu pengetahuan yang dimilikinya mengakui bahwa alam
semesta ini maha luas. Sebenarnya Allah telah menegaskan hal ini di dalam Al Quran yang
diturunkan jauh sebelum ditemukannya teleskop yaitu:

”Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar
meluaskannya” (QS. Adz Dzaariyaat ayat 47)

Oleh karena itu Allah menyuruh umatnya untuk selalu memperhatikan dan meyakini Al Quran secara
ilmiah. Sebagai contoh, di dalam ilmu fisika kita mengenal adanya hukum kesetaraan masa dan
energi, sedangkan massa adalah merupakan besaran pokok dalam arti besaran yang ada dengan
sendirinya, sedangkan massa tidak dapat menciptakan dirinya sendiri, lalu siapakah penciptanya?
Maka kalau kita kembalikan kepada Ajaran Tauhid tentu kita akan menjawab bahwa Allah-lah
penciptanya. Allah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dalam surat Qaaf ayat 38 Allah
telah berfirman :

”Dan sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya dalam
enam masa, dan Kami tidak sedikitpun ditimpa keletihan”(QS. Qaaf ayat 38)

Karena ilmu pengetahuan itu bersumber pada Allah SWT dan pada ayat diatas telah disebutkan
bahwa Allah menciptakan langit dan bumi berikut segala isinya dalam enam masa, maka
berdasarkan penelitian/teori dalam sejarah asal mula alam semesta dan kehidupan dapat
dikategorikan keenam masa itu sebagai berikut:

v Masa pertama: Pada awalnya keadaan langit dan bumi dalam suatu kesatuan yang padu, hal ini
disebutkan oleh Allah dalam salah satu firman-Nya yaitu :
“Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya
dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan
segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?”(QS. Al Anbiyaa ayat 30)

Kemudian menurut ”The Big Bang Theory” atau teori ekspansi ledakan maka terjadi ledakan yang
maha hebat yang akhirnya memisahkan kesatuan yang padu tersebut. Karena kondisi sekeliling
ledakan semula dalam keadaan dingin maka hal ini mengakibatkan tejadinya kondensasi
(penggumpalan). Penggumpalan ini sebagai akibat dari penurunan energi (panas/kalor) yang sangat
drastis. Sebab menurut hukum Steffan Boltzman tentang radiasi/pancaran panas disebutkan bahwa
”Jumlah energi radiasi tiap satuan waktu tiap satuan luas sebanding dengan pangkat empat suhu
mutlaknya”. Oleh karena itu apabila terjadi penurunan suhu sedikit saja maka penurunan energinya
dalam hal ini adalah energi radiasi kalor pasti menjadi sangat besar.

v Masa kedua: Pada masa ini gravitasi mulai berperan dan mulai muncul galaksi-galaksi yang terdir
atas bintang-bintang. Juga mulai muncul planetplanet termasuk planet bumi yang terdapat dalam
tatasurya matahari yang merupakan bagian dari galaksi Bima Sakti.

v Masa ketiga: Masa ini dikenal juga dengan masa Prekambrium (Precambrian Era). Pada masa ini
kondisi bumi masih cukup panas sehingga belum ada makhluk yang hidup di bumi. Masa keempat:
Masa ini sering dikenal dengan zaman Paleozoikum (Paleozoic Era). Pada masa ini di bumi mulai
terdapat kehidupan sederhana yang ditandai dengan munculnya tumbuhan-tumbuhan tingkat
rendah atau tumbuhan perintis hingga munculnya hewan-hewan sejenis serangga dan hewan-
hewan amphibia.

v Masa Kelima: Masa ini dikenal pula dengan zaman Mesozoikum (Mesozoic Era). Pada masa ini
hewan-hewan sejenis reptil mulai muncul seperti burung dan sejenisnya dan muncul pula hewan-
hewan raksasa seperti Dinosaurus dan sebagainya.

v Masa Keenam: Masa ini juga disebut zaman Cenozoikum (Cenozoic Era). Pada masa inilah mulai
muncul hewan-hewan mamalia dan pada akhir dari masa ini mulailah muncul sejarah manusia.

Dengan demikian jelas bahwa berdasar penelitian yang dilakukan oleh para ahli, kejadian alam
semesta ini dapat dikategorikan dalam enam masa, dimana dua masa yang pertama adalah masa
penciptaan bumi sedangkan 4 masa berikutnya merupakan tahapan kejadian makhluk-makhluk bumi
hingga terciptanya manusia sebagai khalifah di muka bumi. Hal ini sesuai dengan firman Allah di
dalam Al Quran yaitu:

”Katakanlah: Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua masa
dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam. Dan
Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh diatasnya. Dan memberkahinya dan Dia
menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu
sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Fushshilat ayat 9-10)

Kemudian keutamaan orang yang berilmu telah disebutkan dalam Al Qur’anul Karim sejumlah ayat
yang menunjukkan akan keutaman ilmu dan para pemiliknya, berikut penjelasan tentang kemuliaan
mereka dan tingginya kedudukan mereka. Di antaranya adalah ayat:

“Allah mempersaksikan bahwa tiada tuhan yang berhak diibadahi kecuali Dia. Demikian pula para
malaikat dan orang-orang yang berilmu mempersaksikannya. Tidak ada tuhan yang berhak diibadahi
kecuali Dia yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Ali Imran ayat 18)

Dalam ayat ini terdapat keterangan akan keutamaan orang-orang yang berilmu karena Allah
menyebutkan persaksian mereka bersamaan dengan persaksian-Nya dan juga persaksian para
malaikat-Nya, bahwasanya Dialah sesembahan yang benar, yang tidak diperkenankan ibadah kecuali
kepada-Nya. Persaksian ini mencakup seagung-agung dzat yang bersaksi, yakni Allah sendiri, dan
juga mencakup seagung-agung perihal yang dipersaksikan dengannya, yakni perihal hak peribadatan,
yang mana hanya Dia-lah yang khusus berhak diserahkan ibadah. Adapun pengikutan persaksian
para malaikat dan orang-orang yang berilmu setelah persaksian dari Allah tentuya menunjukkan atas
keutaman malaikat dan orang-orang yang berilmu ini.

C. Teori-teori Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni (IPTEKS)

Di awal era pertumbuhan Islam, dunia pengetahuan mengalami zaman keemasan dengan
bermunculan ilmuwan-ilmuwan muslim yang sampai sekaarang penemuannya masih menjadi
rujukan sebagai dasar dari perkembangan pengetahuan modern, tapi mungkin karena kurangnya
publisitas dan banyaknya peristiwa sejarah yang menjadikan nama-nama mereka kurang dikenal
bahkan di kalangan para umat muslim itu sendiri.
berikut 5 ilmuwan muslim yang sangat berjasa bagi dunia pengetahuan :

1. IBNU RUSHD (AVERROES)

Karya- karya Ibnu Rusyd :

· Bidayat Al Mutjahid (kitab ilmu fiqih)

· Kulliiyat fi At-tib (buku kedokteran)

· Fasl Al-Maqal fi Ma Bain Al-Hikmat Wa Asy-Syari’at (filsafat dalam Islam dan menolak segala
paham yang bertentangan dengan filsafat).

Abu Walid Muhammad bin Rusyd lahir di Kordoba (Spanyol) pada tahun 520 Hijriah. Ibnu Rusyd kecil
sendiri adalah anak yang mempunyai banyak minat dan talenta. Dia mendalami banyak ilmu, seperti
kedokteran, hukum, matematika, dan filsafat. Karya- karya Ibnu Rusyd hampir semua diterjemahkan
ke dalam bahasa Latin dan Ibrani (Yahudi) sehingga kemungkinan karya-karya aslinya sudah tidak
ada.

2. IBNU SINA / AVICENNA

Ibnu Sina dikenal juga sebagai Avicenna di Dunia. Ia adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan dokter
kelahiran Persia. Bagi banyak orang beliau adalah “Bapak Pengobatan Modern”. Karyanya yang
sangat terkenal adalah Qanun fi Thib yang merupakan rujukan di bidang kedokteran selama
berabad-abad. Dia adalah pengarang dari 450 buku pada beberapa pokok bahasan besar. George
Sarton menyebutnya sebagai “Imuwan Paling Terkenal dari Islam dan Salah Satu yang Paling
Terkenal pada Semua Bidang, Tempat, dan Waktu.”

3. AL BIRUNI
Merupakan matematikawan Persia, astronom, fisikawan, sarjana, penulis ensiklopedia, pengembara,
sejatawan, ahli farmasi dan guru. Ketika berusia 17 tahun, dia meneliti garis lintang bagi Kath,
Khwarazm, dengan menggunakan altitude maksimal matahari. Ketika berusia 22 tahun, dia menulis
beberapa hasil kerja ringkas, termasuk kajian proyeksi peta, kartografi. Ketika berusia 27 tahun, dia
telah menulis buku berjudul kronologi yang merujuk kepada hasil kerja lain yang dihasilkan oleh
beliau. Hasil karya Biruni melebihi 120 buku. Sumbangannya kepada matematika termasuk,
diantaranya kaidah angka 3, teori perbandingan, definisi Aljabar, geometri, dan lain-lain.

4. AL – KHAWARIZMI

Nama asli Al – Khawarizmi adalah Muhammad Ibn Musa al-khawarizmi, sumber lain menyebutkan
bahwa beliau hidup di Uzbekistan. Beliau adalah tokoh yang berpengatahuan luas dalam bidang
alsafah, logika, aritmatika, geometri, musik, ilmu hitung, sejarah Islam, dan kimia. Algebra/aljabar
merupakan nadi matematika.

Karya Al-Khawarixmi telah diterjemahkan oleh Gerhard of Gremano ke dalam bahasa Eropa
pada abad ke 12. Sebelum munculnya karya yang berjudul “Hisab al-Jibra wa al Muqabalah” yang
ditulis oleh Al Khawarizmi, tidak ada istilah aljabar.

5. Jabir Ibnu Hayyan / Ibnu Geber

Lahir di kota peradaban Islam Klasik, Kuffah (Irak). Jabir dijuluki Bapak Kimia Modern. Jabir banyak
menemukan teori-teori tentang ilmu kimia. Karya lainnya yang telah diterbitkan adalah kitab Al
Rahmah, Kitab Al Tajmi, Al Zilaq al Sharqi, Book of The Kingdom, Book of Eastern Mercury, dan Book
of Balance. Risetnya banyak diapresiasi oleh ilmuwan dunia. Dengan prestasinya itu, dunia ilmu
pengetahuan modern pantas “berterima kasih” padanya.

D. Ayat Al-Qur’an dan Hadist yang relevan

Dalam Al-Qur’an, salah satu etika dalam mencari ilmu seperti yang telah diterangkan dalam al-qur’an
adalah tidak boleh puas setelah sampai pada batas tertentu jenjang ilmu pengetahuan. Karena ilmu
pengetahuan ibarat lautan yang tidak bertepi dan tidak pula berbatas, sejauh manapun manusia
meraih ilmu pengetahuan, ia harus terus menambahnya dan ia tidak akan munkin sampai pada batas
kepuasan.
Dalam hal ini Allah telah mengajar Rasulullah SAW dengan firman-Nya,

“Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca
Al qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan Katakanlah: "Ya Tuhanku,
tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."

ilmu harus dicari dari sumbernya yang asli. Ia harus didatangi walaupun jauh tempatnya dan susah
ditempuh. Dalam Al-Qur’an telah dikisahkan tentang seseorang yang bersusah payah menempuh
jarak yang sangat jauh hanya untuk menemui orang lain yang memiliki ilmu yang tidak dimilikinya,
dia adalah Nabi Musa as. Nabi Musa telah menempuh perjalanan yang sangat jauh tanpa kendaraan,
di tengah luasnya gurun pasir.

Adapun sebab kepergian Musa ini seperti yang diriwayatkan Syaikhani (Bukhari-Muslim) dari hadits
ibnu Abbas dari Abu Ka’bah bahwasannya dia mendengar Rasulullah SAW Bersabda, “Sesungguhnya
Musa pada suatu hari berkhotbah dihadapan Bani Israel, tiba-tiba dilontarkan sebuah pertanyaan,
siapakah manusia yang terpandai? Musa menjawab, “saya!” Allah SWT menegur Musa karena
perkataannya itu, sebab ia tidak menisbatkan ilmu kepada Allah SWT. Dan Allah berfirman
kepadanya,’Sesungguhnya ada hamba-Ku di tempat pertemuan dua samudra yang lebih pandai
darimu…’” Bahkan dalam suatu ungkapan yang disebutkan “Carilah ilmu walau sampai kenegeri
Cina”. Alasan mengapa disebutkan negeri cina karena pada saat itu negeri ini dikenal oleh orang-
orang arab sebagai negeri terjauh yang mempunyai peradaban tinggi

Salah satu imbauan Al-Qur’an dalam dunia ilmu pengetahuan adalah manusia diwajibkan belajar
kepada siapa saja yang mempunyai ilmu, dan bermafaat bagi hidupnya di dunia maupun di akhiratj
kelak. Sekalipun ia lebih muda umurnya dan lebih rendah derajatnya, bahkan kita bisa belajar dari
binatang sekalipun. Misalnya kisah dalam Al-Qur’an tentang seseorang yang belajar kepada burung
gagak, yaitu cerita tentang anak-anak Adam dalam surat al-Maa’idah,

Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya,
ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua
(Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!".
berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa".
Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak
akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada
Allah, Tuhan seru sekalian alam." (QS. Al-Maa’idah ayat 27-28
A. Pengertian paradigma

Istilah paradigma pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Kuhn (1962). Paradigma dapat
didefinisikan sebagai kerangka konseptual atau model yang dengannya seorang ilmuwan bekerja (a
conceptual framework or model within which a scientist works).[2] Ia adalah seperangkat asumsi-
asumsi dasar yang menggariskan semesta partikular dari penemuan ilmiah, menspesifikasi beragam
konsep-konsep yang dapat dianggap absah maupun metode-metode yang dipergunakan untuk
mengumpulkan dan menginterpretasikan data. Tegasnya setiap keputusan tentang apa yang
menyusun data atau observasi ilmiah dibuat dalam bangun suatu paradigma.[3]

Robert Friedrichs, yang mempopulerkan istilah paradigma (1970), berpendapat, paradigma sebagai
suatu pandangan yang mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan
yang semestinya dipelajari.[4]Pengertian lain dikemukakan oleh George Ritzer (1980), dengan
menyatukan paradigma sebagai pandangan yang mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang
menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh salahsatu cabang/disiplin ilmu
pengetahuan.

Kuntowijoya mengutip pendapat beberapa tokoh dengan gaya bahasanya sendiri tentang
paradigma; Yang dimaksud dengan paradigma di sini, seperti yang yang difahami oleh Thomas Kuhn
bahwa pada dasarnya realitas sosial itu dikontruksi oleh Mode of Thought atau mode of inquiry
tertentu yang pada gilirannya akan menghasilkan mode of knowing tertentu pula. Immanuel kant,
misalnya menganggap “cara mengetahui” itu sebagai apa yang disebut skema konseptual; Marx
menamakannya sebagai ideologi; dan Wittgenstein melihatnya sebagai cagar bahasa.[5]

Norman K.Denzin membagi paradigma kepada tiga elemen yang meliputi; epistimologi, ontologi, dan
metodologi. Epistimologi mempertanyakan tentang bagaimana cara kita mengetahui sesuatu, dan
apa hubungan anatara peneliti dengan pengetahuan. Ontologi berkaitan dengan pertanyaan
mendasar tentang hakikat realitas. Metodologi memfokuskan pada bagaimana cara kita
memperoleh pengetahuan.[6]

Dari definisi dan muatan paradigma ini, Zamroni[7] mengungkapkan tentang posisi paradigma
sebagai alat bantu bagi ilmuwan untuk merumuskan berbagai hal yang berkaitan dengan:

1. Apa yang harus dipelajari.


2. Persoalan-persoalan apa yang harus dijawab.

3. Bagaimana metode untuk menjawabnya.

4. Aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan informasi yang diperoleh.

Berangkat dari hal tersebut di atas maka, Zaim Elmubarok menyimpulkan bahwa paradigma adalah
cara masing-masing orang memandang dunia, yang belum tentu cocok dengan kenyataan.
Paradigma adalah petanya, bukan wilayahnya. Paradigma adalah lensa kita, lewat mana kita lihat
segalanya, yang terbentuk oleh cara kita dibesarkan, pengalaman, serta pilihan-pilihan.

B. Paradigma Ilmu Pendidikan Islam

Dalam Filsafat Pendidikan Islam, Prof.Tafsir menjelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah
“Memanusiakan manusia”. Manusia perlu dibantu agar ia berhasil menjadi manusia. Seseorang
dapat dikatakan telah menjadi manusia apabila ia telah memiliki sifat kemanusiaan. Itu meunjukkan
bahwa tidak mudah untuk menjadi manusia.[8] Maka di sini perlunya pendidikan sebagai sarana
“Pemanusiaan” tadi. Karena proyek pemanusiaan ini sangat sulit, maka tidak bisa instan, dan asal-
asalan.

Maka Bertolak dari asumsi bahwa life is education and education is life, dalam arti pendidikan
merupakan persoalan hidup dan kehidupan, dan seluruh proses hidup dan kehidupan manusia
adalah proses pendidikan (Long life education), atau konsep Islamnya pendidikan sepanjang hayat, -
Minal mahdi ila lahdi- maka pendidikan Islam pada dasarnya hendak mngembangkan pandangan
hidup Islami, yang diharapkan tercermin dalam sikap hidup dan keterampilan hidup orang Islam. Dan
hal ini sejalan dengan Tujuan Pendidikan Nasional.

Mungkinkah Islam dapat dijadikan alternatif paradigma Ilmu Pendidikan? Satu sisi pertanyaan itu
dapat dibenarkan, sebab kajian Islam selalu bertolak dari dogmatika Illahi yang harus diyakini
kebenarannya, bukan bertolak dari realitas sosio-kultur manusia, sedangkan persoalan-persoalan
pendidikan lebih merupakan persoalan praktis, empiris, dan pragmatis. Namun di sisi lain,
pertanyaan tersebut perlu dikaji ulang. Sebab, tidak semua persoalan pendidikan dapat dijawab
melalui analisis Objektif-empiris, tetapi justru membutuhkan analisis yang bersifat aksiomatis,
seperti persoalan keberadaan Tuhan, manusia, dan alam. Masalah-masalah ini lebih mudah dikaji
melalui pendekatan agama.[9]
Seperti yang sudah saya jelaskan di awal tulisan, bahwa Islam yang memiliki sifat universal dan
kosmopolit tak terbantahkan untuk bisa merambah ke ranah kehidupan apa pun, termasuk dalam
ranah pendidikan. Ketika Islam dijadikan Paradigma Ilmu Pendidikan paling tidak berpijak pada tiga
alasan:

1. Ilmu Pendidikan sebagai ilmu humaniora tergolong ilmu normatif, karena ia terkait oleh
norma-norma tertentu. Pada taraf ini, nilai-nilai Islam sangat berkompeten untuk dijadikan norma
dalam Ilmu Pendidikan.[10]Adapun landasan normatif Islam dalam hal pendidikan, sebagai berikut:

a. Islam meletakkan prinsip kurikulum, strategi, dan tujuan pendidikan berdasarkan aqidah Islam.
Pada aspek ini diharapkan terbentuk sumber daya manusia terdidik dengan aqliyah Islamiyah (pola
berfikir islami) dan nafsiyah islamiyah (pola sikap yang islami).

b. Pendidikan harus diarahkan pada pengembangan keimanan, sehingga melahirkan amal shaleh
dan ilmu yang bermanfaat. Prinsip ini mengajarkan pula bahwa di dalam Islam yang menjadi pokok
perhatian bukanlah kuantitas, tetapi kualitas pendidikan. Perhatikan bagaimana Al Quran
mengungkapkan tentang ahsanu amalan atau amalan shalihan (amal yang terbaik atau amal shaleh).

c. Pendidikan ditujukan dalam kaitan untuk membangkitkan dan mengarahkan potensi-potensi


baik yang ada pada diri setiap manusia selaras dengan fitrah manusia dan meminimalisir aspek yang
buruknya

d. Keteladanan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam suatu proses pendidikan. Dengan
demikian sentral keteladanan yang harus diikuti adalah Rasulullah saw. Dengan demikian Rasulullah
saw. merupakan figur sentral keteladanan bagi manusia. Al quran mengungkapkan bahwa “Sungguh
pada diri Rasul itu terdapat uswah (teladan) yang terbaik bagi orang-orang yang berharap bertemu
dengan Allah dan hari akhirat”.[11]

2. Alasan kedua adalah, dalam menganalisis masalah pendidikan, para ahli selama ini cenderung
mengambil teori-teori dan falsafah Pendidikan Barat. Falsafah Pendidikan Barat lebih bercorak
sekuler yang memisahkan berbagai dimensi kehidupan. Sedangkan masyarakat Indonesia lebih
bersifat religius. Atas dasar itu, nilai-nilai ideal Islam sangat memungkinkan untuk dijadikan acuan
dalam mengkaji fenomena kependidikan.

3. Alasan ketiga adalah dengan menjadikan Islam sebagai Paradigma , maka keberadaan Ilmu
Pendidikan memiliki ruh yang dapat menggerakkan kehidupan spiritual dan kehidupan yang hakiki.
Tanpa ruh ini berarti pendidikan telah kehilangan ideologinya.
Makna Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan Adalah suatu konstruksi pengetahuan yang
memungkinkan kita memahami realitas Ilmu Pendidikan sebagaimana Islam memahaminya.
Konstruksi pengetahuan itu dibangun oleh nilai-nilai Islam dengan tujuan agar kita memiliki hikmah
(wisdom) yang atas dasar itu praktik pendidikan yang sejalan dengan nilai-nilai normatif Islam. Pada
taraf ini, Paradigma Islam menuntut adanya grand design tentang ontologi,epistemologi, dan
aksiologi pendidikan.

Fungsi paradigma ini pada dasarnya untuk membangun perspektif Islam dalam rangka memahami
realitas Ilmu Pendidikan. Tentunya hal ini harus ditopang oleh konstruksi pengetahuan yang
menempatkan wahyu sebagai sumber utamanya, yang pada gilirannya terbentuk struktur
transendental sebagai referensi untuk menafsirkan realitas pendidikan.

Islam sebagai Paradigma Ilmu pendidikan juga memiliki arti konstruksi sistem pendidikan yang
didasarkan atas nilai-nilai universal Islam. Bangunan sistem ini tentunya berpijak pada prinsip-prinisp
hakiki, yaitu prinsip at-tauhid, prinsip kesatuan makna kebenaran dan prinsip kesatuan sumber
sistem. Dari prinsip-prinsip tersebut selanjutnya diturunkan elemen-elemen pendidikan sebagai
World of view, terhadap pendidikan.

Paradigma Islam, yaitu paradigma yang memandang bahwa agama adalah dasar dan pengatur
kehidupan. Aqidah Islam menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan. Aqidah Islam –yang terwujud
dalam apa-apa yang ada dalam al-Qur`an dan al-Hadits– menjadi qa’idah fikriyah (landasan
pemikiran), yaitu suatu asas yang di atasnya dibangun seluruh bangunan pemikiran dan ilmu
pengetahuan manusia (An-Nabhani, 2001).

Paradigma ini memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannya berdasarkan Aqidah
Islam, bukan lepas dari aqidah itu. Ini bisa kita pahami dari ayat yang pertama kali turun:

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.” (Qs. al-‘Alaq : 1).

Ayat ini berarti manusia telah diperintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran
dan pemahaman. Tetapi segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islam, karena iqra`
haruslah dengan bismi rabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan asas
Aqidah Islam (Al-Qashash : 81). [12]

Persoalan yang muncul kemudian adalah apakah Islam memiliki sistem pendidikan tersendiri?
Ataukah sistem Pendidikan Islam itu hanya mengadopsi sistem pendidikan kontemporer barat
sambil mencantumkan beberapa haidts dan ayat-ayat Al-Qur’an yang mendukungnya?
Rumusan system pendidikan Islam harus dikaitkan dengan pemikiran filosofis pendidikan Islam. ‘Abd
al-Rahman Salih ‘Abd Allah dalam Education Theory: A Quranic Outlook menyatakan bahwa
perumusan system pendidikan Islam dapat dilakukan melalui dua corak.[13] Pertama, corak yang
menghendaki adanya keterbukaan terhadap pandangan hidup dan kehidupan nonmuslim. Corak ini
berusaha meminjam konsep-konsep non-Islam dan menggabungkannya ke dalam pemikiran
pendidikan Islam. Kedua, corak yang berusaha mengangkat pesan besar Illahi ke dalam kerangka
pemikiran pendidikan. Konten pendidikan ini berasal dari Al-Quran dan Hadits. Oleh karena
keberadaan Al-Quran dan Hadits masih bersifat global, maka konten pendidikan masih bersifat asas-
asas dan prinsip-prinsip pendidikan.

Kedua corak pemikiran yang ditawarkan di atas merupakan kerangka dasar bagi bangunan
paradigma pendidikan Islam. Asumsi yang mendasari kelompok pertama adalah bahwa tidak ada
salahnya jika pemikir muslim meminjam atau bahkan menemukan kebenaran dari pihak lain. Nabi
Muhammad SAW dalam suatu haditsnya bersabda: “Hikmah itu merupakan barang yang hilang, jika
ditemukan dari mana saja datangnya, maka ia berhak memilikinya”.[14] Hadits ini memberikan
sinyalemen agar pemikir muslim tidak segan-segan mengadopsi pemikiran pendidikan non-Islam,
dengan catatn pemikiran yang diadopsi tersebut mengandung suatu kebenaran.

Sejarah telah membuktikan, bahwa kemunculan pendidikan sebagai disiplin ilmu yang mandiri
berasal dari pemikir-pemikir nonmuslim. Melalui metode empirisnya, mereka telah menemukan
konsep dan teori pendidikan, sehingga mereka banyak memberikan kontribusi bagi berbagai disiplin
ilmu lain yang berhubungan dengan pendewasaan manusia. Apa yang mereka lakukan sebenarnya
merupakan pemahaman terhadap suunah Allah yang berkaitan dengan prilaku manusia, meskipun
asumsi yang digunakan berlandaskan hukum alam. Di satu sisi upaya mereka merupakan
pengejawantahan dari firman Allah SWT dalam QS. Fushshilat ayat 53; “Kami akan memperlihatkan
kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri(anfus),
sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Quran itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup
(bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?” Dalam arti, mereka telah
mempelajari ayat-ayat afaq dan anfus, sebagai phenomena alam. Namun di sisi yang lain, upaya
mereka perlu mendapatkan penyucian (tazkiyah), dari yang netral etik menjadi yang sarat ideologis,
melalui proses islamisasi pendidikan.

Asumsi pemikiran kelompok kedua adalah bahwa Islam merupakan system ajaran yang universal dan
komprehenshif. Tak satupun persoalan, termasuk persoalan pendidikan, yang luput dari jangkauan
ajaran Islam. Allah SWT berfirman dalam QS al-An,am ayat 38; “Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di
dalam Al Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.” Dan QS. Al-Nahl ayat 89; “Dan
Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta
rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. Dua ayat di atas memberikan
isyarat bahwa pengembangan pendidikan Islam cukup digali dari sumber autentik Islam, yaitu Al
Quran dan Hadits.

Corak pertama bersifat pragmatis. Artinya, corak yang lebih mengutamakan aspek-aspek praktis dan
kegunaannya. Formulasi system pendidikan Islam dapat diadopsi dari sistem pendidikan
kontemporer Barat yang sudah mapan. Transformasi ini tentunya mendapatkan legalitas dari Al
Quran dan Sunnah. Jadi, nash di sini hanya berfungsi sebagai justifikasi dan legitimasi keberadaan
system pendidikan kontemporer belaka. Upaya ini sebenarnya bukanlah bermaksud mengadakan
interpretasi adaptif, tetapi lebih jauh upaya ini berfungsi sebagai penjabaran dan operasionalisasi
universitas Islam. Islam memiliki nilai universal selalu akomodatif terhadap produk peradaban,
selama produk tersebut secara asasiah tidak bertentangan dengan nilai dasar Islam.

Sistem pendidikan Islam model ini bersumber dari pemikiran filsafat aliran progresifisme,
esensialisme, perenialisme, pragmatism dan rekonstruksianisme. Apabila pemikiran masing-masing
aliran tersebut sejalan dengan nash, maka pemikirannya itu dijadikan sebagai wacana pendidikan
Islam. Tetapi jika bertentangan, maka pemikirannya ditolak. Model pragmatis ini banyak diminati
oleh para ahli pendidikan Islam. Di samping efektif dan efisien, model ini telah teruji validitasnya dari
masa-ke masa.

Sedangkan corak kedua bersifat idealistis. Artinya, formulasi system pendidikan Islam digali dari
ajaran ideal Islam sendiri. Corak ini menggunakan pola piker deduktif, dengan membangun premis
mayor(sebagai postulasi) yang dikaji dari nash. Bangunan premis mayor ini dijadikan sebagai
“kebenaran universal” untuk diterapkan pada premis minornya, yaitu pendidikan. Dari proses ini
akhirnya mendapatkan teori mengenai system pendidikan Islam.

Model idealistis ini membutuhkan kerja ekstra, karena harus berawal dari ruang yang kosong.
Prosedur mekanisme model ini adalah:

1. menyelesaikan persoalan kependidikan berdasarkan nash secara langsung. Prosedur ini


lajimnya menggunakan metode tematik (mawdlui), yaitu mengklasifikasikan ayat atau hadits
menurut kategorinya, kemudian menyimpulkannya berdasarkan kategori tersebut;

2. menyelesaikan persoalan kependidikan berdasarkan interpretasi para filsuf muslim, seperti Ibn
Sina, Ibn Rusyd, Ibnu Bajjah, Ikhwan al-Shffah, al-Razi dan sebagainya. Ciri utama interpretasi
kelompok ini adalah mengutamakan pendidikan intelektual (al-‘aql);

3. menyelesaikan persoalan kependidikan berdasarkan interpretasi para sufi muslim, seperti al-
Ghazali, Ibn Arabi, Rabiah al-Adawiyah, al-Jilli, dan sebagainya. Ciri utama interpretasi kelompok ini
adalah sangat mengutamakan pendidikan intuisi (al-qalb aw al-dawq);

4. menyelesaikan persoalan pendidikan berdasarkan interpretasi para pemikir muslim


kontemporer, seperti Iqbal, Muhammad Abduh, Rasyid Ridla, al-Afghani dan sebagainya. Ciri utama
interpretasi kelompok ini adalah hasil interpretasinya didukung oleh data ilmiah.
Kelebihan corak idealistis ini adalah: (1) ia dapat memproyeksikan bentuknya seislami mungkin.
Simbol-simbol dan substansi pendidikan diturunkan dari terminology Islam.; (2) ia didasarkan atas
kerangka dasar yang diyakini mutlak kebenarannya dan mengandung nilai-nilai universal. Sedangkan
kelemahannya adalah umat Islam belum mempunyai metodologi yang sebaik di Barat. Sehingga
upaya ini dikhawatirkan mengalami kegagalan, atau paling tidak mengalami keterlambatan,
sementara kemajuan system Barat semakin kokoh dan melaju.

Untuk menghindari fanatisme dan kelemahan suatu model, maka pendekatan terbaik dalam
merumuskan system pendidikan Islam adalah dengan pendekatan eklektik. Maksud pendekatan ini
adalah mengambil suatu model yang dianggap terbaik untuk memecahkan dan mengkaji suatu
persoalan, dan mengambil model yang lain untuk mengkaji persoalan yang lain jika pengambilan itu
dirasa terbaik. Dengan kata lain, perumusan system pendidikan Islam dapat menggunakan
pendekatan campuran, antara yang pragmatis dan yang idealistis.

Pendidikan Islam merupakan salah satu disiplin ilmu keislaman yang membahas objek-objek di
seputar kependidikan. Pemahaman hakikat pendidikan Islam sebenarnya tercermin di dalam sejarah
dan falsafah Islam sendiri, sebab setiap proses pendidikan tidak terlepas dari objek-objek keislaman.
Pendidikan Islam semula mengambil bentuk sebagai:

1. asas-asas kependidikan. Asas-asas kependidikan yang dimaksud terakumulasi di dalam Al-


Quran dan As-Sunnah. Tak satupun persoalan, termasuk persoalan pendidikan, yang luput dari
jangkauan ajaran Islam, sekalipun cakupannya tidak menyentuh pada aspek-aspek teknik oprasional.
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-An’am ayat 38: “Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam Al
Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.” Dan QS. Al-Nahl ayat 89; “Dan Kami
turunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta
rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. Dua ayat di atas memberikan
isyarat bahwa perumusan pengembangan pendidikan cukup digali dari sumber autentik Islam, yaitu
Al Quran dan Hadits.

2. konsep-konsep kependidikan. Konsep-konsep kependidikan yang dimaksud merupakan hasil


pemikiran, perenumgan dan interpretasi para ahli yang diinspirasikan dari Al-Quran dan As-Sunnah,
baik tentang konsep: (1) ontologi pendidikan, yang membahas hakikat Tuhan, manusia dan alam
yang menjadi kajian utama dalam pendidikan Islam; (2) epistemologi pendidikan, yang membahas
tentang epistemologi dan metodologi dalam pendidikan Islam; dan (3) aksiologi pendidikan, yang
membahas tentang sisyem nilai yang dikembangkan dalam pendidikan Islam. Ketiga aspek tersebut
telah terumuskan begitu rapi dari para filsuf Muslim (seperti al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina, Ibn
Maskawaih, dan Ibnu Rusyd) dan para sufi (seperti al-Ghazali, Rabiah al-Adawiyah, Ibnu Qayyim).

3. teori-teori kependidikan. Teori-teori kependidikan yang dimaksud merupakan hasil kerja ilmiah
dalam melihat pendidikan. Para ahli tidak lagi melihat pendidikan Islam dari sudut yang ideal dan
normative yang bersumber dari asas dan konsep pendidikan Islam, tetapi lebih melihat dari sisi yang
nyatanya. Sumber dari tata kerja ilmiah ini digali dari fenomena pendidikan yang berkembang pada
orang atau masyarakat Islam. Apa yang terjadi di dunia empiris tentang orang atau masyarakat Islam
dijadikan sebagai rujukan dalam membangun teori-teori kependidikan Islam. Dalam kontesk ini,
persyaratan ilmiah (seperti riset dan eksperimen) menjadi bagian integral dalam membangun teori-
teori pendidikan Islam.
Kumpulan Dalil Ayat Alquran Tentang Ilmu

Kedudukan Ilmu di dalam Islam begitu tinggi. Hal itu karena manusia telah diberi karunia berupa akal
oleh Allah SWT untuk bisa berpikir dan menangkap kebesaran ciptaan-Nya. Oleh karena itu, sebagai
makhluk Allah yang diciptakan dalam bentuk paling sempurna dibandingkan makhluk lainnya,
manusia seharusnya memanfaatkan karunia akal pikiran tersebut untuk menuntut ilmu
pengetahuan. Berikut ini beberapa ayat alquran tentang ilmu yang menjelaskan tentang pentingnya
ilmu serta kedudukan mulia orang-orang berilmu di sisi Allah.

‫س ْلنَا َو َما‬
َ ‫ن أ َ ْر‬ ًْ ‫ل فَا ْسأَلُوا إِلَ ْي ِه ْْم نُوحِ ي ِر َج‬
َْ ِ‫اّل إ‬
ْْ ِ‫ّل قَ ْبلِكَْ م‬ َْ ‫الذ ْك ِْر أ َ ْه‬
ِ ‫ن‬ َْ َْ‫ت َ ْعلَ ُمون‬
ْْ ِ‫ّل ُك ْنت ُْْم إ‬
Dan Kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad), melainkan orang laki-laki yang Kami beri
wahyu kepada mereka. Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu
tidak mengetahui. – (Q.S An-Nahl: 43)

َْ ُْ‫ّل ْال َحقْ ْال َملِك‬


‫ّللاُ فَت َ َعالَى‬ َْ ‫ل َو‬ ِْ ‫ن ِب ْالقُ ْر‬
ْْ ‫آن ت َ ْع َج‬ ْْ َ ‫ضى أ‬
ِْ ‫ن قَ ْب‬
ْْ ِ‫ل م‬ َ ‫ل َوحْ يُ ْه ُ ِإلَيْكَْ يُ ْق‬ ِْ ‫ع ِْل ًما ِز ْدنِي َر‬
ْْ ُ‫ب َوق‬

Maka Mahatinggi Allah, sebenar-benarnya Raja. Dan janganlah engkau (Muhammad) tergesa-gesa
(membaca) Al-Qur’an sebelum selesai diwahyukan kepadamu, dan katakanlah, “Ya Tuhanku,
tambahkanlah ilmu kepadaku. ” – (Q.S Thaha: 114)

ْ‫ل الَذِي ه َُو‬َْ ‫س َج َع‬ ِ ‫ورا َو ْالقَ َم َْر‬


َ ‫ضيَا ًْء ال‬
َْ ‫ش ْم‬ ًْ ُ‫ل َوقَد ََرْهُ ن‬ ِ ‫ع َد َْد ِلت َ ْعلَ ُموا َمن‬
َْ ‫َاز‬ َ َْ‫السنِين‬
ِ ‫اب‬ َ ِ‫ّللاُ َخلَقَْ َما َو ْالح‬
َْ ‫س‬ ِْ ‫ل ِب ْال َح‬
َْ ِ‫ق إ‬
َْ َْ‫ّل ذَلِك‬ ُْ ‫َص‬ ِْ ‫ِلقَ ْومْ ْاْليَا‬
ِ ‫ت يُف‬
َ
َْ‫يَ ْعل ُمون‬
Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan
tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah
tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda
(kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. – (Q.S Yunus: 5)

ْ‫سى لَ ْهُ قَا َل‬ ْْ ‫علَى أَتَبِعُكَْ َه‬


َ ‫ل ُمو‬ ْْ َ ‫ن أ‬
َ ‫ن‬ ِْ ‫ُر ْشدًا ع ُِل ْمتَْ مِ َما تُعَ ِل َم‬
Musa berkata kepadanya, “Bolehkah aku mengikutimu supaya engkau mengajarkan kepadaku (ilmu
yang benar) yang telah diajarkan kepadamu (untuk menjadi) petunjuk?” – (Q.S Al-Kahfi: 66)

ُ ‫اّل ع ِْل ًما َو‬


ْ‫سلَ ْي َمانَْ َد ُاوو َْد آت َْْينَا َولَ َق ْد‬ َْ َ‫لِل ْال َح ْم ُْد َوق‬
َِْ ِ ‫ضلَنَا الَذِي‬
َ َ‫علَى ف‬ ْْ ِ‫ْال ُمؤْ مِ نِينَْ ِعبَا ِدِْه م‬
َ ْ‫ن َكثِير‬
Dan sungguh, Kami telah memberikan ilmu kepada Dawud dan Sulaiman. Dan keduanya berkata,
“Segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari banyak hamba-hamba-Nya yang beriman.” – (Q.S
An-Naml: 15)

ْ‫ب مِ نَْ ع ِْلمْ ِع ْن َدْهُ الَذِي قَا َل‬ ِْ ‫ل ِب ِْه آتِيكَْ أَنَا ْال ِكت َا‬ َْ ‫ن َق ْب‬ ْْ َ ‫ط ْرفُكَْ ِإ َليْكَْ َي ْرت ََْد أ‬
َ ‫ل ِع ْن َدْهُ ُم ْستَق ًِّرا َرآْهُ فَلَ َما‬
َْ ‫ن َهذَا قَا‬
ْْ ِ‫ل م‬ ْ َ‫أ َْْم أَأ َ ْش ُك ُْر ِل َي ْبلُ َونِي َر ِبي ف‬
ِْ ‫ض‬
َ
‫ن أ ْكفُ ُْر‬
ْْ ‫َر َو َم‬
َْ ‫شك‬َ ‫ن ِلنَ ْف ِس ِْه يَ ْش ُك ُْر فَإِنَ َما‬
ْْ ‫ن َكف ََْر َو َم‬ َْ ِ ‫غنِيْ َربِي فَإ‬ َ ْ‫ك َِريم‬
Seorang yang mempunyai ilmu dari Kitab berkata, “Aku akan membawakan singgasana itu
kepadamu sebelum matamu berkedip.” Maka ketika dia (Sulaiman) melihat singgasana itu muncul di
hadapannya, dia pun berkata, “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku
bersyukur ataukah mengingkari (nikmat-Nya). Barangsiapa bersyukur, maka sesungguhnya dia
bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barangsiapa ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku
Maha Kaya lagi Maha Mulia.” – (Q.S An-Naml: 40)
ُ َ ‫ْال ُمحْ ِسنِينَْ نَجْ ِزي َو َكذَلِكَْ َوع ِْل ًما ُح ْك ًما آت َ ْينَاْهُ َوا ْست ََوى أ‬
‫ش َدْهُ بَلَ َْغ َولَ َما‬
Dan setelah dia (Musa) sampai usia dewasa dan sempurna akalnya, Kami anugerahkan kepadanya
hikmah (kenabian) dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang
yang berbuat baik. – (Q.S Al-Qashas: 14)

َْ‫ل َوت ِْلك‬


ُْ ‫اس نَض ِْربُ َها ْاْل َ ْمثَا‬ َْ ِ‫ْالعَا ِل ُمونَْ إ‬
ْ ِ َ‫ّل يَ ْع ِقلُ َها َو َما لِلن‬
Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia. Dan tidak ada yang bisa
memahaminya kecuali mereka yang berilmu. – (Q.S Al-Ankabut: 43)

ْ‫ُور فِي بَ ِينَاتْ آيَاتْ ه َُْو بَ ْل‬ ُ َْ‫ّل ِبآيَاتِنَا يَ ْج َح ُْد َو َما ْالع ِْل َْم أُوتُوا الَذِين‬
ِْ ‫صد‬ َ
َْ ‫الظا ِل ُمونَْ ِإ‬
Sebenarnya, (Al-Qur’an) itu adalah ayat-ayat yang jelas di dalam dada orang-orang yang berilmu.
Hanya orang-orang dzalim yang mengingkari ayat-ayat Kami. – (Q.S Al-Ankabut: 49)

‫ل الَذِي ْالع ِْل َْم أُوتُوا الَذِينَْ َويَ َرى‬


َْ ‫ن إِلَيْكَْ أ ُ ْن ِز‬ َْ ‫ص َراطِْ إِلَى َويَ ْهدِي ْال َح‬
ْْ ِ‫ق ُْه َْو َربِكَْ م‬ ِْ ‫ْال َحمِ ي ِْد ْالعَ ِز‬
ِ ‫يز‬
Dan orang-orang yang diberi ilmu berpendapat bahwa (wahyu) yang diturunkan kepadamu
(Muhammad) dari Tuhanmu itulah yang benar dan memberi petunjuk (bagi manusia) kepada jalan
(Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. – (Q.S Saba’: 6)

‫ّللا يَ ْخشَى ِإنَ َما‬


ََْ ‫ن‬ْْ ِ‫ن ْالعُلَ َما ُْء ِعبَا ِدِْه م‬
َْ ‫ّللا ِإ‬ َ ْ‫غفُور‬
ََْ ْ‫ع ِزيز‬ َ
Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sesungguhnya Allah
Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. – (Q.S Fathir: 28)

ْ‫ل آنَا َْء قَانِتْ ه َُْو أ َ َم ْن‬


ِْ ‫اجدًا اللَ ْي‬
ِ ‫س‬َ ‫ل َربِ ِْه َرحْ َم ْةَ َويَ ْر ُجو ْاْلخِ َرْة َ يَحْ ذَ ُْر َوقَائِ ًما‬ ْْ ‫ّل َوالَذِينَْ يَ ْعلَ ُمونَْ الَذِينَْ يَ ْست َ ِوي ه‬
ْْ ُ‫َل ق‬ َْ َْ‫يَتَذَ َك ُْر إِنَ َما يَ ْعلَ ُمون‬
‫ب أولُو‬ ُ ِْ ‫ْاْل َ ْلبَا‬
(Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu malam
dengan sujud dan berdiri, karena takut akan (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?
Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?” Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat mengambil pelajaran. – (Q.S
Az-Zumar: 9)

َْ َ‫وّل ْاْل ُ ِميِينَْ فِي بَع‬


ْ‫ث الَذِي ه َُو‬ ًْ ‫س‬ُ ‫علَ ْي ِه ْْم يَتْلُو مِ ْن ُه ْْم َر‬ َْ ‫ن َو ْالحِ ْك َم ْةَ ْال ِكت‬
َ ‫َاب َويُعَ ِل ُم ُه ُْم َويُزَ كِي ِه ْْم آيَاتِ ِْه‬ ْْ ِ‫ن كَانُوا َوإ‬ ُْ ‫ض ََللْ لَفِي قَْ ْب‬
ْْ ِ‫ل م‬ َ ْ‫ُمبِين‬
Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri,
yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan (jiwa) mereka dan mengajarkan
kepada mereka Kitab dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya mereka benar-benar berada
dalam kesesatan yang nyata. – (Q.S Al-Jumuah: 2)

َْ َْ‫ّللاُ َد َر َجاتْ ْالع ِْل َْم أُوتُوا َوالَذِينَْ مِ ْن ُك ْْم آ َمنُوا الَذِين‬
ْ‫ّللاُ يَ ْرفَ ِع‬ َْ ‫َخبِيرْ ت َ ْع َملُونَْ بِ َما َو‬
Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman dan berilmu di antaramu beberapa
derajat. Dan Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan. – (Q.S Al-Mujadilah: 11)
ْ‫سانَْ َخلَقَْ * َخلَقَْ الَذِي َر ِبكَْ ِباس ِْْم ا ْق َرْأ‬ ِْ ‫ن‬
َ ‫اْل ْن‬ َ * ْ‫علَ َْم الَذِي * ْاْل َ ْك َر ُْم َو َربكَْ ا ْق َرْأ‬
ْْ ِ‫علَقْ م‬ َ ‫علَ َْم * ِبا ْلقَلَ ِْم‬ ِ ْ ‫َي ْعلَ ْْم لَ ْْم َما‬
َ ‫اْل ْن‬
َ َْ‫سان‬
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, (1) Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. (2) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia, (3) Yang mengajar (manusia)
dengan pena. (4) Dia mengajarkan manusia apa yang belum diketahuinya. (5) – (Q.S Al-‘alaq: 1-5)

Semoga beberapa ayat alquran tentang ilmu di atas bisa menjadi motivasi bagi kita untuk tidak
pernah bosan dalam menambah wawasan ilmu pengetahuan.

Anda mungkin juga menyukai