Anda di halaman 1dari 8

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk

Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani

Oleh: Ir. Nur Asni, MS

PENDAHULUAN

Tanaman kopi (Coffea.sp) merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan sebagai
penghasil devisa bagi Indonesia. Di Indonesia, pulau Sumatera merupakan wilayah tanaman
kopi terluas mencapai 60%. Dalam hal ini termasuk wilayah Provinsi Jambi dengan total
luas areal 24.638 ha dan produksi 9.208 ton dengan jumlah petani 27.818 KK (Statistik
Perkebunan, 2005).

Perkembangan tanaman kopi rakyat yang cukup pesat ini, perlu didukung dengan kesiapan
sarana, metoda pengolahan dan penanganan pascapanen yang cocok untuk kondisi petani
sehingga mereka mampu menghasilkan biji kopi dengan mutu seperti yang dipersyaratkan
oleh Standar Nasional Indonesia (SNI). Adanya jaminan mutu yang pasti, diikuti dengan
ketersediaannya dalam jumlah yang cukup dan pasokan yang tepat waktu serta
berkelanjutan merupakan prasyarat yang dibutuhkan agar biji kopi rakyat dipasarkan pada
tingkat harga yang menguntungkan.

Untuk memenuhi prasyarat tersebut, penanganan panen dan pascapanen serta pengolahan
kopi ditingkat petani harus dilakukan dengan tepat waktu, tepat cara dan tepat jumlah.
Buah kopi hasil panen, seperti halnya produk pertanian lain, perlu segera diolah menjadi
bentuk akhir yang stabil agar aman untuk disimpan dalam jangka waktu tertentu. Kriteria
mutu biji yang meliputi aspek fisik, cita rasa dan kebersihan serta aspek keseragaman dan
konsistensi sangat ditentukan oleh perlakuan pada setiap tahapan proses produksinya. Oleh
karena itu, tahapan proses dan spesifikasi peralatan pengolahan kopi yang menjamin mutu
harus didefenisikan secara jelas. Demikian juga perubahan mutu yang terjadi pada setiap
tahapan proses perlu dimonitor secara rutin supaya pada saat terjadi penyimpangan dapat
dikoreksi secara cepat dan tepat. Sebagai langkah akhir, upaya perbaikan mutu
mendapatkan hasil yang optimal jika diser- tai dengan mekanisme tataniaga kopi rakyat
yang berorientasi pada mutu.

Dalam beberapa tahun terakhir produksi kopi Indonesia mengalami penurunan diakibatkan
oleh masalah kurangnya perawatan lahan, tidak ada/kurangnya pemupukan dan rendahnya
mutu kopi yang dihasilkan oleh perkebunan rakyat. Rendahnya mutu kopi ditingkat petani
terutama disebabkan oleh adanya masalah pasca panen kopi yang ditemui dilapangan
antara lain kadar air yang tinggi, hal ini nantinya akan memicu pertumbuhan jamur,
sehingga pada tingkat lanjut akan berpengaruh terhadap cita rasa yang akhirnya dapat
menurunkan harga jual.

Selama ini sebagian besar komoditas kopi diolah dalam bentuk produk olahan primer (biji
kopi kering). Pengolahan kopi rakyat masih merupakan kopi asalan dengan mutu rendah
(mutu 5 dan 6) dan kadar air masih relatif tinggi (sekitar 16%). Jadi belum mengikuti teknis
pengolahan yang baik (sesuai SPO pengolahan kopi). Kopi asalan dipasarkan umumnya
tidak disortasi oleh petani, sehingga kopi yang diperdagangkan masih mengandung
sebagian bahan yang dapat menurunkan mutu kopi (Ismayadi dan Zaenudin, 2003). Terkait
dengan berbagai kendala tersebut, terdapat peluang pengembangan kopi dan perbaikan
mutu kopi rakyat, salah satunya yaitu dengan teknologi pengolahan kopi basah.

TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOPI BASAH

Pada prinsipnya pengolahan buah kopi terdiri dari dua cara yaitu; pengolahan basah (WIB)
dan pengolahan kering (OIB). Perbedaan kedua cara tersebut adalah ; pengolahan basah
menggunakan air untuk pengupasan maupun pencucian buah kopi, sedangkan pengolahan
kering setelah buah kopi dipanen langsung dikeringkan (pengupasan daging buah, kulit
tanduk dan kulit ari dilakukan setelah kering) (Najiyati et al., 2004).

Pengolahan kopi basah basah menghasilkan biji kopi dengan mutu lebih baik, hanya saja
memakan waktu lebih lama dibanding pengolahan kering. Pengolahan basah dapat
dilakukan untuk skala kecil (tingkat petani) maupun menengah (semi mekanis dan mekanis).

Tahap Pengolahan Kopi Basah

1. Penanganan buah kopi setelah panen

Buah kopi yang diolah secara basah harus yang masak atau petik merah (95% buah
merah). Buah kopi yang baru selesai dipanen harus segera disortasi/dipisahkan antara buah
kopi merah, hijau, busuk/rusak dan kotoran. Sortasi buah kopi dapat dilakukan dengan 2
cara yaitu (Najiyati et al,. 2004):

1) Perambangan cara manual ; dilakukan dengan merendam buah kopi dalam air, buah
yang mengapung diambil dan dipisahkan, sedangkan buah yang terendam (yang bagus)
digunakan untuk proses pengolahan selanjutnya.
2) Cara semi mekanis ;kopi dimasukkan ke dalam tangki yang dilengkapi dengan air
untuk memindahkan buah kopi yang mengambang, sedangkan buah kopi yang terendam
langsung masuk menuju bagian alat pemecah kulit (pulper).
2. Pengupasan kulit (pulping)

Pulping bertujuan untuk memisahkan biji kopi dari kulit terluar dan mesocarp (bagian
daging). Prinsip kerjanya adalah melepaskan exocarp dan mesocarp buah kopi. Pengupasan
ini dapat dilakukan baik secara manual maupun menggunakan mesin. Proses pengupasan
kulit yang dilakukan dengan menggunakan mesin disebut pulper. Buah kopi setelah dipanen,
dipecah dengan pulper, sehingga diperoleh biji kopi yang telah terpisah dari kulit buahnya.

Saat ini dikenal beberapa jenis mesin pulper, tetapi yang sering digunakan adalah vis pulper
dan raung pulper. Perbedaanya adalah vis pulper berfungsi ha-nya sebagai pengupas kulit
saja sehingga hasilnya harus difermentasi dan dicuci lagi. Sementara raung pulper berfungsi
juga sebagai pencuci sehingga tidak perlu difermentasi dan dicuci lagi, tetapi langsung
masuk ke tahap pengeringan.

3. Fermentasi

Proses Fermentasi bertujuan untuk membantu melepaskan/menghilangkan lapisan lendir


yang masih tersisa dipermukaan kulit tanduk biji kopi setelah proses pengupasan.
Disamping itu fermentasi juga bertujuan untuk mengurangi rasa pahit dan mendorong
terbentuknya kesan mild pada cita rasa seduhannya. Prinsip dari fermentasi adalah
penguraian senyawa-senyawa yang terkandung di dalam lapisan lendir oleh mikroba alami
dan dibantu dengan oksigen dari udara. Hidrolisis pektin disebabkan oleh pektinase yang
terdapat didalam buah atau reaksinya bisa dipercepat dengan bantuan jasad renik. Proses
fermentasi ini dapat terjadi dengan bantuan jasad renik Saccharomyses yang disebut
dengan proses peragian dan pemeraman.

Lamanya proses fermentasi dipengaruhi jenis kopi, suhu dan kelembaban lingkungan serta
ketebalan tumpukan biji kopi. Akhir fermentasi ditandai dengan mengelupasnya lapisan
lendir yang menyelimuti kulit tanduk. Fermentasi dapat dilakukan dengan cara basah dan
kering (Puslit Kopi dan Kakao Indonesia, 2008)

Fermentasi basah dilakukan sebagai berikut :


 Biji kopi dimasukkan ke dalam bak berisi air penuh, direndam selama 10 jam
 Air rendaman diganti setiap 3 – 4 jam sekali sambil diaduk
 Perendaman dihentikan setelah 36 – 40 jam

Fermentasi kering dilakukan dengan cara menumpuk kopi yang baru keluar dari mesin
pengupas kulit ditempat teduh selama 2-3 hari. Tumpukan kopi ditutup dengan goni agar
tetap lembab sehingga proses fermentasi berlangsung dengan baik.
4. Pencucian lendir (washing)
Proses pencucian bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa lendir hasil fermentasi yang
masih menempel pada kulit tanduk. Setelah kulit buah kopi terkupas dilakukan proses
pencucian (washing). Untuk kapasitas besar dengan menggunakan mesin pencuci (washer),
sedangkan untuk kapasitas kecil, pencucian secara sederhana dapat dilakukan didalam bak
atau ember, segera diaduk-aduk dengan tangan atau dinjak-injak dengan kaki. Bagian-
bagian yang terapung berupa sisa-sisa lapisan lendir yang terlepas dibuang.

5. Pengeringan (drying)

Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam biji kopi yang semula 60-
65% menjadi sekitar 20%. Pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran atau
pengeringan dengan alat pengering. Hal ini dilakukan agar dapat mempermudah dalam
proses berikutnya yaitu pengupasan kulit tanduk. Penjemuran merupakan cara paling
mudah dan murah untuk pengeringan biji kopi. Penjemuran dapat dilakukan di atas para-
para atau lantai penjemuran atau dengan alat penjemuran dengan ketebalan hamparan biji
kopi sekitar 2-3 cm lapisan biji. Pembalikan dilakukan setiap jam pada waktu kopi masih
basah. Rata-rata pengeringan antara seminggu sampai 10 hari.

Pengeringan secara mekanis/buatan dapat dilakukan jika cuaca tidak memungkinkan untuk
melakukan penjemuran. Pengeringan mekanis dilakukan dengan alat pengering yang hanya
memerlukan waktu 18 jam (tergantung jenis alat). Kadar air yang dihasilkan pada tahap ini
masih tinggi yaitu berkisar 20 %.

6. Pengupasan kulit tanduk (hulling)

Biji kopi yang dihasilkan dari proses di atas masih dilapisi oleh kulit tanduk, dikenal dengan
kopi HS. Untuk menghilangkan kulit tanduk pada biji kopi dilakukan pengupasan kulit
tanduk. Pengupasan kulit tanduk dilakukan dengan menggunakan huller. Dengan
melaksanakan tahap ini biji kopi yang dihasilkan dikenal dengan kopi beras.

7. Pengeringan kopi beras


Pengeringan kopi beras bertujuan untuk memperoleh kadar air biji kopi sekitar 11%, untuk
menjaga stabilitas penyimpanan. Hal ini dilakukan 2 – 3 hari dibawah sinar matahari dengan
menggunakan tempat pengeringan/lantai jemur/ para-para. Pengeringan tahap ini dapat
juga dilakukan secara mekanis dengan pemanasan pada suhu 50- 60ºC selama 8-12 jam
sampai kadar air 11%. Teknologi pengeringan alternatif lain yang dapat diaplikasikan
ditingkat petani adalah pengering kopi tenaga surya yang mempunyai kapasitas pengolahan
5 ton biji kopi (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2008).
8. Pengemasan dan Penyimpanan
Pengemasan biji kopi yang sudah kering dan mempunyai kadar air 11% (batas kadar air
aman untuk disimpan) dilakukan dalam karung-karung plastik ataupun karung goni yang
bersih dan jauh dari bau-bau asing. Penyimpanan dilakukan hanya sementara sebelum biji
kopi dijual ke eksportir atau sebelum diolah selanjutnya. Penyimpanan harus dilakukan di
ruang yang bersih, bebas dari bau asing dan kontaminasi lainnya. Ruang mempunyai
ventilasi dengan lubang udara yang memadai untuk menghindari terjadinya migrasi udara
ke biji kopi. Atur tumpukan karung kopi di atas landasan papan/kayu setinggi 10 cm
sehingga tidak langsung bersentuhan dengan lantai. Monitor kondisi biji selama disimpan
terhadap kondisi kadar airnya, keamanan terhadap organisme peng-ganggu (tikus,serangga,
jamur,dll) dan faktor lain yang dapat merusak kopi.

Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam penyimpanan adalah : kadar air,
kelembaban relatif gudang (sebaiknya 70%), suhu gudang optimum 20-250C dan kebersihan
gudang.

Untuk lebih jelasnya pengolahan kopi secara basah dapat dilihat Gambar berikut :

Panen (selektif/petik merah)



Sortasi (perambangan)

Pengupasan Kulit Buah (pulping)

Fermentasi

Pencucian lendir (washing)

Pengeringan/penjemuran (drying)

Pengupasan kulit tanduk (hulling)

Pengeringan/penjemuran kopi beras

Pengemasan dan Penyimpanan

Gambar 1. Diagram Alir Pengolahan Kopi Basah


PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOPI BASAH DI TINGKAT PETANI

Usaha tani kopi rakyat umumya terdiri atas kebun – kebun kecil (luas 0,5 – 2
hektar), dimana dengan kondisi seperti ini disarankan untuk melakukan usaha pengolahan
secara berkelompok. Tahapan pengolahan basah untuk buah kopi petik merah dapat
memperbaiki mutu kopi asalan yang mutunya rendah.
Nilai tambah teknologi pengolahan biji kopi secara basah akan menghasil-kan biji
kopi dengan kualitas yang lebih baik yaitu 1 dan 2. Sementara pengolahan biji kopi asalan
petani biasanya masih berada pada mutu 6. Dengan pengolahan basah tersebut akan
diperoleh mutu yang lebih baik dan berpenga-ruh terhadap harga jual yang relatif lebih
tinggi dari biji kopi asalan.
Alat pengolahan mekanis yang dapat digunakan secara berkelompok antara lain
(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2008):
1. Mesin sortasi tipe meja getar (kapasitas 500 – 1250 kg)
2. Mesin pengupas (pulper) tipe silinder kapasitas 800–1000 kg dan 80 – 100 kg
3. Mesin pencuci tipe batch (kapasitas 50 – 70 kg) dan tipe kontinyu (1000 kg)
4. Mesin pengering minyak tanah dan perangkap panas matahari (solar colector)

Gambar 2. Panen
Gambar 3. Perambangan

Gambar 4. Pengupasan Kulit

Gambar 5. Pengeringan
Gambar 6. Mesin Pengupasan Kulit Tanduk

Sumber: diolah dari berbagai sumber

Anda mungkin juga menyukai