Dede Ropiah-Fsh PDF
Dede Ropiah-Fsh PDF
Dede Ropiah-Fsh PDF
DEDE ROPIAH
DEDE ROPIAH
Skripsi
Oleh :
DEDE ROPIAH
105096003159
Skripsi
Oleh :
DEDE ROPIAH
105096003159
Menyetujui,
Mengetahui,
Menyetujui,
Mengetahui,
Dede Ropiah
105096003159
ABSTRAK
Limbah padat industri kelapa sawit berupa tandan kosong kelapa sawit
(TKKS) yang mengandung hemiselulosa belum banyak dimanfaaatkan. Hidrolisis
hemiselulosa TKKS menghasilkan hidrolisat sebagai sumber karbon dalam
fermentasi etanol. Tujuan penelitian ini adalah untuk memanfaatkan hidrolisat
TKKS untuk memproduksi etanol menggunakan Pichia stipitis. Hidrolisat
didetoksifikasi dengan penguapan 80% dan 85% (v/v) dan penambahan NaOH
10% (b/v). Fermentasi dilakukan pada pH 5 dan substrat media fermentasi A (3%
xilosa tanpa hidrolisat TKKS), media fermentasi B (campuran 2,4% xilosa dan
0,6% hidrolisat TKKS), media fermentasi C (campuran 3% xilosa murni dan 2%
glukosa tanpa hidrolisat TKKS), dan media fermentasi D (campuran 2,4% xilosa;
1,6% glukosa; dan 1% hidrolisat TKKS). Untuk memperoleh yield etanol yang
tinggi selama proses fermentasi dilakukan optimasi pH pertumbuhan Pichia
stipitis dengan metode turbidimetri pada panjang gelombang 600 nm, analisa
kadar gula pereduksi sebelum dan sesudah fermentasi (metode Nelson-Somogyi),
total karbon dioksida (gravimetri), perubahan pH dan analisa kadar etanol
menggunakan kromatografi gas setelah fermentasi. Hasil penelitian menunjukkan
konsentrasi etanol tertinggi dihasilkan pada media tanpa hidrolisat TKKS yaitu
media C (11,99 g/l) pada jam ke-148, sedangkan pada media yang mengandung
hidrolisat TKKS (B dan D) hanya dihasilkan kadar etanol sebesar (7,73 g/l dan
6,15 g/l). Hasil analisis CO2 menunjukkan total CO2 yang dihasilkan pada media
tanpa hidrolisat TKKS yaitu media fermentasi C jauh lebih besar (54,13 mg/ml)
jika dibandingkan dengan media fermentasi yang mengandung hidrolisat yaitu
media fermentasi B dan D (8,6 mg/ml dan 12,43 mg/ml). Hal ini menunjukan
bahwa konversi gula pada media fermentasi B dan D belum cukup optimal untuk
menghasilkan yield etanol yang cukup besar.
Palm Oil solid industrial waste as palm oil empty fruit bunch (POEFB)
which content of hemicellulose had not been utilization. Hydrolysis of POEFB
hemisellulose enriche of hydrolysate as carbon source in fermentation ethanol.
This research had been done POEFB hydrolysate to produce ethanol by using
Pichia stipitis. Hydrolysate had been detoxified with evaporation volum of
hydrolisate (80% and 85% (v/v)) and NaOH 10% (w/v) addition. Fermentation
conducted on pH 5 and medium fermentation A (3% pure xilosa without POEFB
hidrolysate), B (mixture 2,4% pure xylose and 0,6% POEFB hidrolysate), C
(mixture 3% pure xylose and 2% pure glucose without POEFB hidrolysate), and
D (mixture 2,4% pure xilosa; 1,6% pure glucose and 1% POEFB hidrolysate).
Subtarget high yield of etanol fermentation process conducted by optimation of
pH growth Pichia stipitis by methode turbydymetry at wavelength 600nm and
analyse of sugar utilization before and after fermentation (methode Nelson-
Somogyi), total of carbon dioxide (gravimetry) and analyse ethanol by using gas
chromatography after fermentation. The result show that the higher ethanol
concentration got from medium without POEFB hydrolysate as medium C (11,99
g/l) was achieved after 148 hours, compared to medium fermentation containing
POEB hydrolysate (B and D) was (7,73 g/l and 6,15 g /l). Result of analyse total
CO2 at medium without POEFB hydrolysate as medium fermentation C was
higher (54,13 mg/ml) than medium containing POEFB hydrolysate (B dan D) was
(8,6 mg/ml and 12,43 mg/ml). It was conducted that sugar conversion from
medium of fermentation (B dan D) still not optimum yet to obtain higher yield
ethanol.
Key words : Palm oil empty fruit bunch (POEFB), hydrolysate, detoxified,
Pichia stipitis, ethanol.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Esa lagi Maha Perkasa yang
mengatur hidup dan kehidupan manusia serta makhluk-Nya yang lain. Atas berkat
rahmat dan karunia serta ridho-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi
untuk Produksi Etanol Dengan Pichia stipitis” Shalawat serta salam semoga
keluarga dan para sahabatnya serta seluruh muslimin dan muslimat selaku
ummatnya. Amin.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian
Sarjana Sains pada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi,
dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada :
Curyo, aa Pudin, aa Abu, aa Komar, Nur) dan juga enam keponakan tercinta
(Opa, Jejen, Fajar, Syifa, Daffa, dan Fikri) yang telah memberikan cinta dan
kasih sayangnya baik secara moril maupun materil dalam pelaksanaan dan
penyusunan skripsi.
4. Ibu Dra. Tami, M.Sc dan Bapak Teuku Beuna Bardan, S.T., selaku peneliti di
6. Analis Laboratorium Bidang Teknologi Lingkungan (Ibu Irni, Ibu Ai, Bapak
pa Puji) yang telah membantu dan menghibur penulis selama analisa etanol.
8. Susti, Wardah, Rezka, Hilda, Iman, Eli, Tina, dan Lia yang sama-sama
merasakan suka dan duka selama penelitian, serta selalu mendengarkan keluh
dan perhatian yang kalian berikan selama ini. Semoga persahabatan kita selalu
kekal abadi.
10. Bapak Irawan Sugoro, M.Si, yang telah membantu dan memberikan masukkan
kepada penulis dan yang telah menjadi ispirasi penulis dalam mengambil tema
skripsi ini.
11. Teman-teman seperjuangan Kimia 2005 yang tidak disebutkan satu persatu,
selama ini telah memberikan dukungan dan perhatiannya serta doa dan
12. Kakak angkatku (dr. Rifki), yang telah memberikan bantuan baik moril
13. Mahasiswa S-2 Teknik Kimia Univesitas Indonesia (Goza), yang telah
Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran dan kritik yang konstruktif dari
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR............................................................................... xv
2.1.1.2. Hemiselulosa............................................................ 9
3.2.1. Bahan-bahan........................................................................... 30
3.2.2. Alat-alat.................................................................................. 31
4.3. Konversi gula pereduksi, kadar etanol dan yield etanol hasil fermentasi 49
5.1. Kesimpulan........................................................................................ 62
5.2. Saran.................................................................................................. 62
LAMPIRAN ............................................................................................. 69
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 6. Kadar furfural (g/l) pada hidrolisat TKKS sebelum dan setelah
diuapkan.... ................................................................................. 46
Tabel 8. Konversi gula pereduksi (%), kadar etanol (g/l) dan kadar
yield etanol (%) selama proses fermentasi...................................... 52
Tabel 10. Hasil pengukuran kadar gas karbon dioksida pada media
fermentasi A, B, C, dan D Selama proses fermnetasi .................. 58
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 15. Grafik peningkatan Optical Density (O) Pichia stipitis dalam
media cair YPMX.................................................................. 42
Gambar 17. Grafik kadar gula pereduksi dan etanol pada media
fermentasi A (3% xilosa dan 0% hidrolisat TKKS) selama
proses Fermentasi .................................................................. 50
Gambar 18. Grafik kadar gula pereduksi dan etanol pada media
fermentasi B (2,4% xilosa dan 0,6% hidrolisat TKKS)
selama proses fermentasi...................................................... ... 50
Gambar 19. Grafik kadar gula pereduksi dan etanol pada media fermentasi C
(3% xilosa, 2% glukosa, dan 0% hidrolisat TKKS) selama
proses fermentasi.................................................................... 51
Gambar 20. Grafik kadar gula pereduksi dan etanol pada media fermentasi
D(2,4% xilosa; 1,6% glukosa dan 1% hidrolisat TKKS) selama
proses fermentasi..................................................................... 51
Halaman
PENDAHULUAN
cara mengembangkan sumber energi baru dan mencari sumber bahan baku yang
sumber daya tersebut adalah bioetanol yaitu senyawa biofuel hasil fermentasi
(Hermawan dan Sudiyani, 2009). Bioetanol dapat mengurangi emisi gas karbon
dioksida yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil. Gas karbon dioksida
yang dihasilkan akan diserap lagi pada saat fotosintesis produksi biomassa. Selain
lingkungan, seperti hujan asam, dan pemanasan global (Iksan, et al., 2009).
adalah limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS). TKKS merupakan limbah
industri Crude Palm Oil (CPO) yang cukup melimpah. Namun sampai saat ini
akan gula pentosa (Susanto dan Achmad, 2003). Salah satu mikroba yang mampu
al., 2007).
stipitis optimum pada media cair Yeast extract, Pepton, Malt extract, dan Xilosa
dilakukan proses pengamatan kurva tumbuh Pichia stipitis pada media YPMX pH
4,5 dan 5 dan fermentasi anaerob dengan media fermentasi A (3% xilosa dan 0%
hidrolisat), media fermentasi B (2,4% xilosa dan 0,6% hidrolisat TKKS), media
detoksifikasi penguapan dan penambahan NaOH 10% (b/v) pada hidrolisat TKKS
terhadap kadar gula pereduksi, perubahan pH, kadar gas karbon dioksida, dan
konversi gula pereduksi menjadi etanol yang dihasilkan selama proses fermentasi.
1. Berapa pH pertumbuhan Pichia stipitis pada media cair Yeast Extract, Pepton,
3. Bagaimana kadar gas CO2, perubahan pH, dan konversi gula pereduksi selama
proses fermentasi?
fermentasi?
3. Mengetahui % konversi gula pereduksi menjadi etanol, % yield etanol dan gas
1. Meningkatkan nilai tambah limbah TKKS menjadi produk yang bernilai tinggi
perhutanan.
TINJAUAN PUSTAKA
Pohon kelapa sawit terdiri dari 2 spesies yaitu Elaeis guineensis dan Elaeis
oleifera. Spesies pertama adalah Elaeis guineensis yang berasal dari Angola dan
Gambia dan merupakan spesies yang pertama kali dan terbanyak dibudidayakan
orang. Spesies Elaeis oleifera berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan
bunga dan buahnya berupa tandan, serta bercabang banyak. Buahnya kecil dan
apabila masak, berwarna merah kehitaman, dan daging buahnya padat, daging dan
kulit buahnya mengandung minyak. Minyak ini digunakan sebagai bahan minyak
goreng, sabun, dan lilin. Ampas dimanfaatkan untuk makanan ternak, khususnya
sebagai bahan bakar dan arang (Pusat Data dan Informasi, 2007).
dan Sulawesi. Gambar dan morfologi kelapa sawit dapat dilihat pada gambar
1.
Gambar 1. Kelapa sawit (www.wordpress.com)
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arecales
Familia : Arecaceae
Genus : Elaeis
Sumber : (www.wikipedia.com)
45% selulosa dan 26% hemiselulosa. Tingginya kadar selulosa pada polisakarida
menjadi etanol. Sebuah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dengan kapasitas 60 ton/jam
meningkat atau berkurang tergantung pada TBS (Tandan Buah Segar) yang
diolah. Jika seluruh TKKS ini diolah menjadi etanol (fuel grade ethanol) maka
Sampai saat ini bahan baku fermentasi etanol adalah bahan-bahan yang
Kecenderungan baru bahan baku bioetanol adalah bahan berpati. Bahan berpati
yang sering digunakan adalah biji-bijian seperti padi, jagung, sorgum, singkong,
ubi jalar, dan gandum serta kentang. Sedangkan untuk bahan baku yang
batang padi, batang gandum, limbah jagung, dan limbah pertanian lainnya belum
kompetisi antara kebutuhan pangan dengan kebutuhan energi. Salah satu alternatif
sumber daya alam yang berlimpah dan murah yang memiliki potensi mendukung
produksi komersial industri bahan bakar seperti etanol dan butanol (Judoamidjojo,
et al., 1989).
perkebunan, limbah kehutanan, dan tersebar luas di Indonesia. Salah satu limbah
Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Data komposisi kimia TKKS dapat dilihat seperti
untuk dihidrolisis. Oleh sebab itu, diperlukan proses pretreatment fisika untuk
Hermawan (2008) dan Firmansyah (2009) telah menghasilkan selulosa yang bebas
dari lignin lalu dihidrolisis dengan menggunakan enzim selulase menjadi gula-
penelitian ini dilakukan upaya lain untuk memanfaatkan hemiselulosa yang ada
pada TKKS untuk produksi etanol. Untuk mendapatkan gula-gula sederhana yang
hidrolisis tersebut dapat dilakukan dengan asam atau dengan enzim. Hidrolisis
secara enzimatik memberikan yield etanol yang lebih tinggi dibandingkan dengan
metode hidrolisis asam. Namum proses enzimatik ini merupakan proses yang
2.1.1.1. Selulosa
Selulosa adalah homopolimer linear dari D-anhidroglukosa (glukosa
dimana n adalah jumlah satuan glukosa yang berikatan atau menyatakan derajat
polisakarida arsitektural, yang memberikan kekuatan pada kayu dan dahan bagi
senyawa organik yang paling melimpah di alam. Diperkirakan sekitar 1011 ton
selulosa dibiosintesis setiap tahun, dan selulosa mencakup sekitar 50% dari
selulosa, kayu 50% dan kapas 90% (Fessenden dan Fessenden, 1982). Rumus
Selulosa terdapat pada semua tanaman baik pohon tingkat tinggi hingga
organisme primitif seperti rumput laut. Isolasi selulosa sangat dipengaruhi oleh
2.1.1.2. Hemiselulosa
dibentuk melalui biosintesis yang berbeda dari selulosa. Berbeda dengan selulosa
Prawirohatmojo, 1995).
plastis, dan mempunyai permukaan kontak antar molekul lebih luas dibandingkan
yang satu berikatan dengan gugus hidroksil C2, C3 , dan C4 dari molekul yang lain.
polimerasi lebih rendah dan mudah larut dalam alkali tetapi sukar larut dalam
2.1.1.3. Lignin
asam nitrat pekat akan kehilangan sebagian zatnya, meninggalkan sisa padatan
dan berserat yang dinamakan selulosa. Selain itu, serat tersebut juga mengandung
senyawa lain yang mempunyai kandungan karbon yang tinggi dan disebut lignin
kompleks yang terbentuk melalui polimerasi tiga dimensi dari sinamil alkohol
dengan bobot molekul 11.000 (Krisnawati, 2008). Lignin terbentuk dari fenil
propana, unit-unit fenil propana terikat satu dengan lainnya dengan ikatan eter (C-
bersifat kaku (rigid). Adanya ikatan aril alkil dan ikatan eter di dalamnya
universal. Lignin dapat dioksidasi oleh larutan alkali dan oksidator lain. Pada suhu
tinggi, lignin dapat mengalami perubahan menjadi asam format, metanol, asam
asetat, aseton dan vanilin (Judoamidjojo, et al., 1989). Rumus struktur molekul
heksosa dan pentosa seperti xilosa dan arabinosa. Hidrolisis lebih lanjut akan
arabinosa dan glukosa dalam jumlah sedikit (Gonzales, et al., 1985; Klinke, et al.,
2004).
Xilosa atau gula kayu adalah suatu monosakarida dengan lima atom
karbon (gula pentosa) dan memiliki gugus aldehid. Xilosa digunakan dalam
(Judoamidjojo, et al., 1989). Sifat fisik xilosa dapat dilihat pada tabel 2, yaitu :
dan gugus keton yang bebas, sehingga dapat mereduksi io-ion logam seperti
tembaga (Cu) dan perak (Ag). Gambar struktur molekul xilosa dapat dilihat pada
gambar 6, yaitu :
Gambar 6. Struktur molekul xilosa
mendegradasi lignin dan selulosa menjadi etanol. Pichia stipitis Pignal (1967)
kapasitas konversi xilosa menjadi etanol sebesar 50 g/l etanol dengan yield 0,35
sampai 0,44 g etanol/g xilosa (Jeffries, et al., 2007). Gambar khamir Pichia
Kingdom : Fungi
Divisi : Ascomycotina
Kelas : Saccharomycotina
Ordo : Saccharomycotales
Famili : Saccharomycotaceae
Genus : Pichia
Sumber : (www.wikipedia.com)
setengah bulat, atau berbentuk topi dengan banyaknya spora peraskus yang biasa
stipitis adalah pada suhu 27-30oC dan pH sekitar 3-5,5 (Susanto dan Achmad,
2003), dan umumnya yeast hidup optimal pada pH 4,5-5,5 dengan pH minimum
2-3 dan maksimum pada pH 7-8 (Moat, et al., 2002). Terdapat 4 fase
(exponential phase), fase statis (stationer phase), dan fase kematian (death
gambar 8, yaitu :
Waktu (jam)
Gambar 8. Fase pertumbuhan mikroorganisme
Sumber (www.biobakteri.wordpress.com/2009/06/pertumbuhan-bakteri/)
Ketika sel dipindahkan dalam media baru maka sel akan mengalami proses
adaptasi. Pada fase ini tidak dijumpai pertambahan jumlah sel, tetapi terjadi
Pada fase ini sel melakukan pembelahan dan populasi meningkat sampai batas
faktor antara lain, kandungan sumber nutrien, temperatur, kadar cahaya, dan
oksigen.
Fase ini laju pembelahan sel sebanding dengan laju kematian sel, sehingga
jumlah sel hidup konstan. Fase ini terjadi akibat adanya kekurangan nutrien,
ketersediaan air.
Fase ini tidak terjadi pembelahan sel dan sel lama kelamaan akan mati apabila
tidak dipindahkan pada media baru. Penyebab utama kematian ini adalah
lain ferfere yang artinya mendidihkan. Ini dianggap sebagai suatu peninggalan
pada waktu ilmu kimia masih sangat muda sehingga terbentuknya gas dari
suatu cairan hanya dapat dibandingkan dengan keadaan seperti air mendidih atau
mengubah bahan baku menjadi produk bernilai tinggi, seperti asam-asam organik,
protein sel tunggal, antibiotik dan biopolimer. Pada dasarnya substrat yang
digunakan pada fermentasi skala industri adalah substrat sebagai sumber karbon.
Sumber karbon yang biasa digunakan adalah karbohidrat yang dapat diperoleh
dari berbagai jenis pati seperti serealia, jagung, kentang, singkong dan sagu
dapat didefinisikan sebagai suatu proses oksidasi anaerobik atau parsial anaerobik
produksi etil alkohol dari karbohidrat. Proses fermentasi ini dimanfaatkan oleh
para pembuat bir, roti, anggur, bahan kimia, para ibu rumah tangga, dan lain-lain
(Pelczar dan Chan, 2005). Fermentasi etanol terjadi pada kondisi anaerob dengan
khamir tertentu yang dapat mengkonversi glukosa jadi etanol melalui Embden-
molekul CO2 sehingga berdasarkan bobotnya secara teoritis satu gram glukosa
sel-sel khamir akan mati pada kadar alkohol yang lebih pekat. Larutan tersebut
alkohol yang kadarnya mencapai 95%. Jika disuling lagi akan diperoleh alkohol
murni, akan tetapi kadarnya tidak lebih dari 95,5%. Hal ini disebabkan karena
garis didih dari susunan H2O-C2 H5OH mempunyai harga minimum pada 4,5% air
dan 95,5% alkohol. Sehingga larutan 95,5% mempunyai titik didih tetap dan tidak
2. Suhu yang baik untuk fermentasi di bawah 30oC. Semakin rendah suhu
fermentasi, maka akan semakin tinggi alkohol yang dihasilkan. Hal ini
Dari bahan baku jenis ini tetes hasil samping pabrik gula merupakan bahan
lain) dan umbi-umbian (kentang, ubi jalar, ubi kayu dan lain-lain).
monosakarida. Oleh karena itu agar proses fermentasi berjalan optimal maka
Secara tidak sengaja bahan ini dihasilkan dari peragian spontan bahan-bahan
berkembang, namun baru tahun 1808 untuk pertama kalinya dibangun pabrik
(Tjokoadikoesoemo, 1986).
Etanol yang diperoleh dari peragian, pada prosesnya berkataliskan enzim.
mencapai 14-16%. Jika digunakan kadar yang lebih tinggi campuran itu harus
Etanol merupakan produk fermentasi yang dapat dibuat dari substrat yang
dari etil alkohol (C2H5OH), sering juga disebut sebagai “grain alcohol” atau
alkohol saja. Bentuknya berupa cairan yang tak berwarna dan mempunyai bau
khas yang menusuk hidung, mudah menguap dan larut dalam air dan eter.
Penggunaan etanol yang terbanyak adalah sebagai pelarut sebesar 40%, untuk
membuat asetaldehid sebesar 36%, untuk penggunaan secara kimiawi yang lain
sebesar 15%, serta eter, glikol eter, etil asetat dan khoral sebesar 9%
(Judoamidjojo, 1992). Sifat fisik etanol dapat dilihat pada tabel 3, yaitu :
Kebutuhan etanol di dunia semakin meningkat, hal ini dapat dilihat dari
Karena sifatnya yang tidak beracun etanol banyak dipakai sebagai pelarut
dalam dunia farmasi dan industri makanan dan minuman.Di dalam perdagangan
yaitu :
1. Alkohol teknis, larutan yang digunakan untuk keperluan industri dan pelarut
bahan bakar ataupun diolah kembali menjadi bahan lain. Umumnya alkohol
industri didenaturasi dari ½ -1% jenuh dan diberi warna dengan metil
violet.
4. Alkohol absolut atau alkohol anhidrat tidak mengandung air sama sekali.
(Larsson, et al., 1999; Sitorus, et al., 2009). Furfural merupakan senyawa hasil
hidrolisis bagas yang menjadi inhibitor terhadap pertumbuhan sel dan fermentasi
(Larsson, et al., 1999). Penurunan kadar furfural dan HMF berlangsung cepat,
(400-700 nm) yang diserap oleh molekul atau ion berdasarkan pada hukum
Absorbansi (A), yang setara dengan nilai konsentrasi larutan tersebut dan panjang
diujikan, sebagian cahaya tersebut akan diabsorpsi oleh larutan. Hukum Lambert
Beer’s yang dikembangkan pada tahun 1852 oleh J. Beer dan Lambert
Keterangan :
analisis.
Hubungan I0/It akan lebih cepat dipahami dengan melihat kebalikan dari
perbandingan tersebut yakni I0/It sebagai transmisi (T) dari larutan. Sedangkan log
hal yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa persamaan ini menyerupai atau
intensitas cahaya. It dan I0 memiliki satuan yang sama oleh karenanya saling
meniadakan.
1) Sumber cahaya
2) Monokromator
monokromatik.
Sel penyerap (cell) dalam spektrofotometer disebut juga dengan kuvet yang
spektrofotometer.
4) Photodetektor
Suatu alat yang berfungsi untuk mengubah energi cahaya menjadi energi
listrik
Karbohidrat dengan gugus aldehid atau keton bebas atau secara potensial (pada
dioksidasi oleh oleh zat pengoksidasi lembut (Fesenden dan Fesenden, 1986).
spektrofotometer UV-Vis.
alkali kuper tartrat dan dihasilkan kupro oksida, yang selanjutnya bereaksi
biru. Intensitas warna biru inilah yang diukur dengan metode kolorimeter
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang tertentu
antara dua media. Media atau fasa yang pertama yaitu fasa stasioner dan fasa yang
kedua yaitu fasa gerak. Fasa yang pertama (stationary phase) biasanya berupa
padatan atau cairan, dan fasa yang kedua biasanya berupa cairan atau gas.
Substansi yang akan dipisahkan terdistribusi diantara fasa gerak dan fasa diam
Kromatografi gas adalah suatu alat yang dapat digunakan dalam suatu
yang mudah diuapkan. Prinsip kerja kromatografi gas didasarkan pada perbedaan
interaksi analit dalam fase gerak dan fase diam. Mekanisme kromatografi gas
sampel tersebut dibawa oleh aliran gas yang konstan yang selanjutnya dipisah-
dari sampel yang telah berubah menjadi uap. Setiap komponen yang keluar dari
dalam kolom dideteksi oleh detektor dan dicatat oleh sistem pengolah data
berikut :
1. Pengatur aliran gas (gas flow controller)
Berfungsi untuk mengatur aliran gas dalam kromatografi gas. Gas pembawa
yang umum digunakan adalah He, N2, H2, Ar, akan tetapi untuk detektor
tinggi.
kolom.
3. Kolom
4. Detektor
Detektor merupakan alat untuk mendeteksi dan mengukur zat terlarut yang
sinyal listrik.
Rekorder adalah penampil data setelah sinyal analitik yang dihasilkan oleh
adalah sebuah kromatogram yang akan digunakan untuk analisis kualitatif dan
METODOLOGI PENELITIAN
LIPI) Serpong Tangerang dan Laboratorium Afiliasi Kimia UI Depok dari Bulan
3.2.1. Bahan-Bahan
Bahan yang digunakan untuk fermentasi antara lain : yeast extract, malt
extract, bacto pepton, xilosa pro analis buatan Sigma, bacto agar, glukosa pro
analis buatan merck, NaOH (0,1 N), HCl (0,1 N), spirtus, dan aquadest. Mikroba
untuk fermentasi yang digunakan adalah Pichia stipitis yang berasal dari kultur
3.2.2. Alat-Alat
U-2000 Hitachi Jepang, kromatografi gas GC-9A Shimadzu dengan kolom PEG,
autoklaf merk Meiji buatan Jepang, laminar flow, bunsen, kawat ose, korek api,
kapas, kain kasa, tissue, batang pengaduk, spatula, kaca arloji, kertas saring,
corong, erlemeyer 250 ml dan 300 ml, oven, beker glass 500 ml, vortex, tabung
reaksi, rak tabung reaksi, neraca analitik tipe AB204 merk Mettler Toledo,
neraca biasa, botol reagent, gelas ukur 500 ml dan 100 ml, labu ukur 10 ml, 100
ml dan 200 ml, pipet volumetrik 10 ml, bulp, shaker, hot plate, kelereng, panci,
kelereng, pipet mikro, magnetik stirer, inkubator, mikropipet 1.0-5.0 mL, 40-200
µL, 100-1000 µL, pipet ukur 1 dan 2 ml, penyaring Gelman Acrodisc LC
PVDF 0,45 µm, syringe 10 µl, blower laminer transfer box, kulkas, cool box
buatan lion star, sentrifuse merk kokusan, suntikan 25 ml, dan alat-alat gelas lain
Detoksifikasi penguapan
dan penambahan alkali
Pembuatan kurva tumbuh
Pichia stipitis pada media
YPMX
Analisa gula pereduksi
Kesimpulan
Kultur murni Pichia stipitis dari ITB dibiakan terlebih dahulu pada media
glukosa, yeast extract, pepton, dan bacto agar (GYPA) sebagai stock kultur Pichia
stipitis. Media agar miring tersebut dibuat dengan cara menimbang 2 gram
glukosa; 0,5 gram yeast extract; 1 gram pepton; dan 2 gram bacto agar, kemudian
dilarutkan dengan 100 ml aquadest dan diaduk sambil dipanaskan sampai semua
bahan larut. Medium dimasukan ke dalam tabung reaksi lalu disterilisasi dengan
autoklaf selama ±20 menit. Medium yang telah steril didinginkan dengan cara
selama ±20 menit. Sebanyak 1 ose Pichia stipitis diinokulasikan dengan kawat
ose secara aseptis pada media agar miring GYPA. Agar miring tersebut kemudian
diinkubasikan selama ±48 jam di dalam inkubator pada suhu 27oC. Pichia stipitis
dalam GYPA ini disimpan di kulkas sebagai stock kultur Pichia stipitis.
extract, xilosa, dan bacto agar) dibuat dengan komposisi 3 g/l, 5 g/l, 3 g/l, 30 g/l
dan 20 g/l seperti pada penelitian Susanto dan Achmad (2003). Prosedur
pembuatan agar miring steril dibuat seperti pada pembuatan media agar miring
GYPA. Sebanyak 1 ose isolat Pichia stipitis dari media stock kultur
dan Achmad, 2003). Medium dibuat dengan cara menimbang 3 gram yeast
extract; 5 gram pepton; 3 gram malt extract; 30 gram xilosa dan dilarutkan dengan
aquadest sampai 1000 ml dan diatur derajat keasamannya dengan NaOH 0,1 N
dan HCl 0,1 N pada kondisi pH 4,5 dan 5. Media tersebut disterilisasi
ml medium cair YPMX steril pH 4,5 dan 5, kemudian diinkubasikan pada suhu
27 oC dan diagitasi dengan rotary shaker pada 120 rpm selama 24 jam. Sebanyak
yang berisi 135 ml media cair YPMX steril dan diinkubasikan pada suhu 27oC
dan diagitasi dengan rotary shaker pada 120 rpm. Selanjutnya setiap 2 jam sekali
Hasil sampling sampel biakan Pichia stipitis pada jam ke-0 sampai jam
dan diset panjang gelombangnya pada 600 nm dan dibiarkan selama 15 menit.
Cuvette diisi dengan media cair YPMX steril (blanko) kemudian bagian luar
tombol autozero. Setelah itu, sampel biakan Pichia stipitis yang telah divortex
dimasukan ke dalam cuvvette dan dibersihkan bagian luarnya dengan tissue
ditekan tombol start pada alat. Hasil pengukuran dicatat dan dibuat kurva
hubungan antara absorbansi dengan waktu sampling. Sampel yang telah diukur
kali. Diagram alir pembuatan kurva tumbuh ini dapat dilihat pada lampiran 13.
TKKS
Achmad (2003).
penguapan 50% diuapkan lagi dengan menggunakan oven pada suhu 50oC
sampai terjadi pengurangan volum hidrolisat sebanyak 300 ml (80%) dan 350
penguapan dengan kadar gula tertinggi ditambahkan NaOH 10% (b/v) sampai pH
saring dan ditambahkan asam sulfat 98% sampai pH 5 dan didiamkan selama 1
jam. Sampel disaring dan diuji kadar gula pereduksi dengan metode Nelson-
Media cair YPMX steril dibuat sebanyak 300 ml, dimana komposisi media
dan pengerjaannya dilakukan seperti pada pengerjaan sebelumnya. Satu ose isolat
Pichia stipitis dari kultur stock diinokulasikan ke dalam agar miring YPMXA
steril kemudian diinkubasi selama ±48 jam dalam inkubator pada suhu 27oC.
Kemudian sebanyak 7,5 ml larutan biakan isolat Pichia stipitis dari media agar
miring YPMXA yang berumur ±48 jam diinokulasikan kedalam 2 buah erlemeyer
250 ml yang masing-masing berisi 67,5 ml media cair YPMX steril dan
pada 120 rpm selama 24 jam. Kedua larutan media isolat tersebut kemudian
berisi 75 ml media cair YPMX steril dan diinkubasi dengan kondisi yang sama
selama ±16 jam. Larutan media tersebut digunakan sebagar starter inokulum pada
proses fermentasi.
1. Fermentasi media A (3% xilosa (b/v) tanpa hidrolisat). Media dibuat dengan
cara 7,5 gram xilosa ditimbang dan dilarutkan dengan aquadest sampai 250
ml.
2. Fermentasi media B (campuran 0,6% hidrolisat TKKS dan 2,4% xilosa (b/v)).
hidrolisat). Medium dibuat dengan cara 7,5 gram xilosa dan 5 gram glukosa
glukosa (b/v)). Medium dibuat dengan cara 33,95 ml hidrolisat TKKS (hasil
glukosa.
media nutrisi yeast extract, pepton, dan malt extract (YPM) dengan komposisi
0,3%; 5%; dan 3% (b/v) yaitu dengan cara menimbang 0,75 gram yeast extract;
0,75 gram malt extract; dan 1,25 gram pepton dan dimasukan kedalam masing-
Pichia stipitis hasil inkubasi ±16 jam diinokulasikan ke dalam media di dalam
botol fermentasi yang telah didinginkan dan ditutup rapat. Sampel media
fermentasi tersebut kemudian difermentasikan pada suhu ruang selama 148 jam.
Sampling dilakukan pada jam ke-24, ke-48, ke-72, ke-96, ke-120, dan ke-148.
Analisa kadar gas karbon dioksida dan etanol yang terbentuk dilakukan
disentrifuse pada 3000 rpm selama 10 menit dan supernatan larutan digunakan
untuk penetapan kadar gula dan pH sebelum dan setelah fermentasi. Replikasi
fermentasi ditimbang pada jam ke-0, 24, 48, 96, 120, 148 kemudian dicatat
Pembuatan kurva standar gula pereduksi dibuat dengan cara 1 gram xilosa
dilarutkan dengan aquadest sampai volum labu ukur ±100 ml sehingga larutan ini
diencerkan dengan aquadest sampai volum labu ukur ±100 ml (konsentrasi 0,2
konsentrasinya menjadi 0,04 mg/ml; 0,08 mg/ml: 0,12 mg/ml; 0,16 mg/ml; dan
supernatan sampel yang telah diencerkan dimasukan ke dalam tabung reaksi dan
dilakukan hal yang sama seperti pada pembuatan kurva standar dan penentuan
konsentrasi gula pereduksi pada sampel diplotkan dengan regresi linear kurva
standar (Sudarmadji, et al., 1997). Konsentrasi gula pereduksi didapat dari rumus
Alat kromatografi gas dinyalakan terlebih dahulu dan diatur kondisi alat
selama ± 30 menit. Kondisi alat kromatografi gas tipe GC-9A Shimadzu Jepang
dengan kemurnian 99,9% dimasukan kedalam labu ukur dan diencerkan dengan
aquadest sampai volum labu ukur tepat ±10 ml sehingga konsentrasinya menjadi
10% (larutan A). Larutan A diencerkan dengan aquadest sampai volum labu ukur
tepat ±10 ml sehingga konsentrasi masing masing menjadi 0%; 0,05%; 0,1%;
0,2%; 0,3%; 1%; dan 2% (v/v). Kondisi kromatografi gas diset seperti tabel 5,
kemudian 0,1 µl standar etanol yang dibuat diinjeksikan ke dalam injektor dan
dicatat luas area masing-masing standar dari hasil rekorder. Luas area standar
etanol dicatat dan dibuat kurva regresi hubungan antara area dengan konsentrasi
etanol.
ml dan diberi label pada masing-masing sampel. Setelah itu 0,1 µl sampel
diinjeksikan pada injektor dengan kondisi yang sama seperti pada pembuatan
standar. Luas area pada sampel dicatat dan diplotkan dengan regresi linear yang
dihasilkan pada standar sehingga akan diketahui kadar etanol pada masing-masing
BAB IV
mempunyai pH awal 4,5 dan 5 dengan kondisi agitasi rotary shaker pada 120
rpm dan suhu 27oC dan setelah ditambahkan inokulum Pichia stipitis
Pichia stipitis dalam media cair YPMX ini dapat dilihat seperti pada gambar
15, yaitu :
0.9
0.8
Absorbansi (600 nm)
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28
Waktu (Jam )
jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan media awal pH 4,5. Terjadinya
nutrisi-nutrisi seperti sumber karbon, mikro nutrient, aerasi, dan kondisi pH yang
cocok pada media tersebut. Substrat tersebut kemudian dipakai oleh Pichia stipitis
kadar oksigen bisa tercukupi dari pengocokan media dan lebih memudahkan
OD yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan media cair YPMX pH 4,5
(gambar 15) maka, pH 5 dipilih untuk pertumbuhan Pichia stipitis dan untuk pH
pada substrat yang akan difermentasikan. Waktu inkubasi starter inokulum Pichia
stipitis selama ±16 jam dipilih berdasarkan grafik. Peningkatan OD Pichia stipitis
pertumbuhan berada pada fase logaritmik yaitu waktu yang optimal untuk
digunakan sebagai starter karena pada fase ini sel Pichia stipitis sedang aktif
Pichia stipitis yang tumbuh. Dengan demikian diharapkan lebih banyak sel yang
akan mengkonversi gula pada media substrat menjadi etanol melalui proses
fermentasi.
terhadap hidrolisat TKKS karena metode ini lebih mudah dilakukan (praktis)
dan memerlukan biaya yang lebih murah. Penguapan ini dilakukan dengan cara
hidrolisat penguapan 50% diuapkan dengan oven suhu 50oC sampai pengurangan
volum hidrolisat 80%, dan 85% (v/v). Tujuan utama dari penguapan adalah untuk
mendapatkan hidrolisat dengan kadar gula tertinggi. Pengaruh penguapan
160
140
100
80
60
40
20
0
0 50 80 85
% Penguapan
Dari gambar 16 dapat dilihat kadar gula tertinggi diperoleh dari hidrolisat
hasil penguapan 85% yaitu sebesar 152,14 mg/ml jika dibandingkan dengan tanpa
dan karamelisasi pada hidrolisat TKKS, karena banyaknya air yang teruapkan dan
senyawa toksik yang ada pada hidrolisat. Senyawa-senyawa toksik ini timbul
akibat hidrolisis hemiselulosa, selulosa dan lignin yang ada dalam hidrolisat
fenol, ampas TKKS, dan lain-lain. Adanya senyawa-senyawa tersebut sangat tidak
pertumbuhan sel dalam proses fermentasi alkohol (Sitorus, et al., 2009), dimana
pertumbuhan sel pada proses fermentasi (Sitorus, et al., 2009). Dengan adanya
hidrolisat. Pengaruh penguapan terhadap kadar furfural yang ada pada hidrolisat
TKKS, yaitu :
Tabel 6. Kadar furfural (g/l) pada hidrolisat TKKS sebelum dan setelah
diuapkan
No Penguapan Kadar furfural Kadar furfural Pengurangan
(%) sebelum diuapkan setelah diuapkan furfural
(g/l) (g/l) (%)
1 30 11,28 7,20 54
2 40 3,83 0,79 87.1
3 55 5,34 1,03 91.8
4 60 11,28 1,08 95.9
5 65 3,83 1,77 82.7
6 70 3,83 1,51 88.2
7 75 3,83 1,75 88.6
8 80 9,54 1,75 96.3
Sumber : (Susanto dan Achmad, 2003)
ini berdasarkan penelitian Susanto dan Achmad (2003), dimana penguapan 10-
80% (v/v) pada tabel di atas mampu mengurangi kadar senyawa toksik yang ada
detoksifikasi penguapan 50%, 80% dan 85% sebesar 1,05; 0,65; dan 0,55
hidrolisat yang sangat asam ini dapat menyebabkan kematian mikroba pada
Pichia stipitis yang optimal pada pH 5, dengan demikian hidrolisat TKKS sebagai
sumber karbon sama dengan kondisi proses fermentasi. Selain itu, penggabungan
detoksifikasi penguapan dan penambahan alkali pada hidrolisat TKKS merupakan
penguapan ini juga dapat mengurangi kandungan furfural, asam sulfat (katalis
yang digunakan pada reaksi hidrolisis TKKS), asam asetat yang terbentuk
akibat terhidrolisisnya gugus asetil pada hemiselulosa dan lignin, fenol yang
berasal dari hidrolisis lignin, dan sisa ampas TKKS. Senyawa-senyawa toksik ini
berikut:
H2O
Identifikasi
Sumber : (Sitorus,adanya reaksi pengendapan pada proses penambahan NaOH
et al., 2009)
yang tinggi.
dihasilkan. Pengaruh penguapan dan penambahan alkali terhadap kadar gula pada
hidrolisat. Gula-gula yang ada pada saat penyaringan sebagian ikut lolos dan larut
membentuk endapan akibat adanya penambahan NaOH. Hal ini juga ditunjang
penurunan 0,26% kandungan gula yang ada pada hidrolisat. Walaupun mengalami
penurunan kadar gula, hidrolisat ini diharapkan akan lebih banyak dikonversi oleh
Pichia stipitis menjadi etanol karena kandungan senyawa-senyawa toksik yang
selanjutnya dikombinasikan antara hidrolisat dengan xilosa dan glukosa yang akan
Pichia stipitis. Tujuan dari kombinasi ini adalah untuk mengetahui pengaruh
hidrolisat terhadap kadar etanol yang dihasilkan selama proses fermentasi etanol
4.3. Konversi Gula Pereduksi, Kadar Etanol, dan Yield Etanol Hasil
Fermentasi
media fermentasi A yaitu media tanpa hidrolisat TKKS (3% xilosa), media
xilosa dan 0,6% hidrolisat TKKS) dengan perbandingan 80% xilosa dan 20%
xilosa dan 2% glukosa) dengan perbandingan 60% xilosa dan 40% glukosa, dan
2,4% xilosa, 1,6% glukosa dan 1% hidrolisat TKKS) dengan perbandingan 80%
campuran (xilosa dan glukosa) dan 20% hidrolisat). Konversi gula pada media A,
Gula Pereduksi
Etanol(g/ l)
14.98 6
(mg/ ml)
15
4.18 10.22
4.73 4
10 8.42
1.9
5 2
1.03
0
0 0
0 24 48 72 96 120 148
Waktu (Jam)
Gula Pereduksi pada media fermentasi A
Gambar 17. Kadar gula pereduksi dan etanol pada media fermenasi A
(3% xilosa) selama proses fermentasi
35 9
30.23 7.73
30 8
7
25
5.37 6
19.2
Etanol(g/ l)
20 17.76 4.42 5
Gula Pereduksi
3.47 4
(mg/ ml)
15 12.95
2.92 4.1
8.32 3
10
6.14 5.62 2
5 1
0
0 0
0 24 48 72 96 120 148
Waktu (Jam)
Gula Pereduksi pada media fermentasi B
Gambar 18. Kadar gula pereduksi dan etanol pada media fermentasi B
(2,4% xilosa dan 0,6% hidrolisat TKKS) selama proses
fermentasi
55 50.52 11,99
50 12
45 9,78
37.07 10
40 8,44
33.43
35 31.03 8
Gula Pereduksi
Etanol(g/ l)
30
(mg/ ml)
25 23.67 6
20
2,92 13.51 4
15 9.98
10 1,5
0,95 2
5 0
0 0
0 24 48 72 96 120 148
Waktu (Jam)
Gula Pereduksi pada medi a fermentasi C
EtOH pada media fermentasi C
Gambar 19. Kadar gula pereduksi dan etanol pada media fermentasi C
(3% xilosa dan 2% glukosa) selama proses fermentasi
55 50.56
50 46.24 12
43.38
45
10
40
33.79
35 8
Gula Pereduksi
6.15
Etanol(g/ l)
30 25.59
5.52
(mg/ ml)
25 6
4.42
20
4
15 2.37 10.56
9.36
10 2
0.79
5 0 0
0 0
0 24 48 72 96 120 148
Waktu (Jam)
Gula Pereduksi pada media fermentasi D
EtOH pada media fermentasi D
Gambar 20. Kadar gula pereduksi dan etanol pada media fermentasi D
(2,4% xilosa; 1,6%glukosa; dan 1% hidrolisat TKKS)
selama proses fermentasi
Kadar etanol pada media tanpa hidrolisat TKKS yaitu media fermentasi C (11,99
g/l) lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar etanol pada media fermentasi A
(10,73 g/l), media fermentasi B (7,73 g/l) dan media fermentasi D (6,15 g/l).
Tingginya kadar etanol pada media C inipun didukung dengan konversi optimum
gula pereduksi yang dihasilkan selama proses fermentasi. Konversi optimal gula
Tabel 8. Konversi gula pereduksi (%), kadar etanol (g/l) dan kadar yield
etanol (%) selama proses fermentasi
Substrat Waktu Konversi Kadar Yield
fermentasi Fermentasi gula Etanol etanol
(jam) (%) (g/l) (%)
Media fermentasi A 148 71,77 10,73 35
Media fermentasi B 72 41,25 7,73 26
Media fermentasi C 148 80,25 11,99 24
Media fermentasi D 120 79,11 6,15 12
Keterangan : - Media fermentasi A (3% xilosa)
- Media fermentasi B (2,4% xilosa dan 0,6% hidrolisat TKKS)
- Media fermentasi C (3% xilosa dan 2% glukosa)
- Media fermentasi D (2,4% xilosa, 16% glukosa dan 1% hidrolisat
(TKKS).
Peningkatan kadar etanol pada tabel di atas ditunjukkan pada saat gula
pereduksi sudah cukup sebagai sumber karbon bagi yeast, maka yeast akan
bekerja untuk merubah gula-gula menjadi etanol pada retensi waktu tertentu
karbon bagi sel ragi untuk mensintesis energi melalui proses fermentasi etanol.
Peningkatan kadar etanol dan konversi gula pada media fermentasi (A dan C)
didukung dengan penurunan kadar gula pereduksi pada media tersebut, namun
berbeda jika dilihat dengan peningkatan kadar etanol dan konversi gula pada
campuran xilosa dengan glukosa baru kemudian mengkonversi gula xilosa pada
hidrolisat TKKS yang ada pada media fermentasi (B dan D) yang optimal terjadi
pada jam ke-72 dan ke-120. Setelah mencapai waktu optimal, Pichia stipitis hanya
menggunakan kadar gula yang tersisa untuk perbanyakan diri yang terlihat pada
nutrisi yang ada pada media tersebut. Terjadinya perebutan nutrisi juga akan
menyebabkan sumber nutrisi media lama kelamaan habis dan sel-sel Pichia
stipitis yang kalah dalam kompetisi perebutan tersebut akan mati sehingga akan
proses fermentasi tersebut. Kecilnya kadar etanol yang dihasilkan pada media D
jika dibandingkan dengan media B. Konversi gula (%) pada media B (tabel 8)
Namun kadar etanol yang dihasilkannya lebih tinggi yang optimal pada jam ke-72
jika dibandingkan dengan media D. Hal ini menunjukan gula pada media B
tingginya kadar etanol yang di peroleh pada media tanpa hidrolisat yaitu media
fermentasi A (10,73 g/l) dan media fermentasi C (11,99 g/l) lebih tinggi jika
fermentasi B (7,73 g/l) dan media fermentasi D (6,15 g/l). Rendahnya kadar etanol
menjadi etanol terlihat dari kadar yield etanol yang dihasilkan baik dari
xilosa murni maupun pada campuran xilosa murni dengan hidrolisat TKKS.
Secara teori konversi xilosa menjadi etanol menggunakan Pichia stipitis sebesar
0,35 sampai 0,44 (g/g) (Jeffries, et al., 2007). Yield etanol yang diperoleh pada
penelitian ini (tabel 8) menunjukan yield etanol tertinggi diperoleh pada media
tanpa hidrolisat TKKS yaitu pada media fermentasi A sebesar 35% terjadi pada
jam ke-148 jika dibandingkan dengan media fermentasi B, C, dan D yaitu sebesar
26%, 24%, dan 12% yang terjadi pada jam ke-72, ke-148 dan ke-120.
Apabila dilihat dari nilai yield tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
mengkonversi gula yang lebih optimum. Hal ini karena tidak adanya senyawa-
adanya senyawa toksik ini akan menyebabkan kerja Pichia stipitis menjadi lebih
efektif dalam mengkonversi gula pereduksi menjadi etanol. Tingginya yield etanol
yang dihasilkan pada media dengan kandungan xilosa 3% (A) dan media
campuran 2,4% xilosa dengan 0,6% hidrolisat (B) menunjukan bahwa kinerja
Pichia stipitis optimal dalam mengkonversi gula pentosa. Hal ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang menunjukan bahwa kinerja Pichia stipitis lebih baik
dalam mengkonversi xilosa (Rouhollah, et al., 2007). Namun jika dilihat dari
glukosa.
etanol dari hidrolisat TKKS. Hal ini dikarenakan pemanfaatan hidrolisat TKKS ini
masih merupakan penelitian awal untuk produksi etanol. Rendahnya kadar etanol
hidrolisis. Kecilnya kadar etanol yang dihasilkan pada media yang mengandung
hidrolisat TKKS dikarenakan pada penelitian ini tidak diketahui kadar furfural
furfural pada hidrolisat sebesar 2 g/l (Sitorus, et al., 2009) dan kemungkinan
hidrolisat TKKS dalam penelitian ini mengandung furfural dengan kadar yang
lebih tinggi dari 2 g/l, walaupun upaya detoksifikasi dan kondisi fermentasi telah
dikondisikan sama seperti pada media pertumbuhan Pichia stipitis dalam media
cair YPMX.
Pengurangan berat labu karena terbentuknya gas CO2 pada proses fermentasi
etanol. Hasil pengurangan kadar CO2 dapat dilihat pada tabel 10, yaitu :
TKKS yaitu media fermentasi (A dan C) sebesar 50,67 mg/ml dan 54,13 mg/ml
yang terjadi pada jam ke-148 jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar
gas CO2 yang terbentuk pada media fermentasi yang mengandung hidrolisat yaitu
media fermentasi (B dan D) yang optimum pada jam ke-72 dan jam ke-120
sebesar 8,60 mg/ml dan 12,43 mg/ml. Kenaikan kadar gas CO2 terjadi karena pada
proses fermentasi etanol selain terbentuk etanol juga terbentuk gas CO2, yang
secara teori jumlah mol CO2 sebanding dengan jumlah mol etanol.
Berdasarkan persamaan reaksi di atas, semakin besar kadar gas CO2 yang
terbentuk maka kadar etanolnya pun akan semakin tinggi, namun jika dilihat dari
tabel 10 kadar gas CO2 yang terbentuk tidak sebanding dengan kadar etanol yang
(gravimetri).
Kenaikan gas CO2 (tabel 10) pada media fermentasi tanpa hidrolisat (A
terfermentasi oleh Pichia stipitis menjadi etanol yang lebih besar jika
Rendahnya kadar etanol yang dihasilkan pada media B dan D terlihat dengan
fermentasi.
4.5. Perubahan pH yang Terjadi Selama Proses Fermentasi
media fermentasi C terbentuk lebih banyak gas karbon dioksida (tabel 10).
Semakin besar kadar gas karbon dioksida yang terbentuk maka pH media akan
fermentasi dengan terbentuknya etanol dan gas CO2. Kadar gas CO2 yang secara
fermentasi substrat oleh Pichia stipitis menyebabkan CO2 akan bereaksi dengan
(www.gwahak.com/pdfs/biology/alcoholic_fermentation_yeast.pdf), yaitu :
CO2 + H2O H2CO3
D) lebih kecil jika dibandingkan dengan media fermentasi tanpa hidrolisat TKKS
(A dan C). Hal ini menunjukkan semakin besarnya kadar hidrolisat TKKS dalam
teridentifikasi dari kecilnya total gas CO2 dan etanol yang dihasilkan (tabel 10).
terdegradasinya sumber karbon (gula) yang terdapat pada media (Sundari dan
Irawan, 2006). Asam-asam organik yang terbentuk akan berdisosiasi dengan air
asam-asam organik yang terbentuk pada proses ini adalah asam laktat. Reaksi
Lactate dehidrogenase
C6H12O6 +2H+ 2CH3CHOHCOOH + 2NAD+ + 2ATP
Xilosa Asam laktat
Lactate dehidrogenase
2C5H10O5 +2H+ 2CH3 CHOHCOOH + 2NAD+ + 2ATP +
4CO2
Xilosa Asam laktat
Ilmen, et al. (2006), dimana Pichia stipitis dapat mengkonversi xilosa menjadi
asam laktat. Dengan terbentuknya asam laktat pada akhir proses fermentasi
perubahan pH media selama proses fermentasi masih berada pada pH yang sesuai
pada pH 4,5-5,5 (Moat, et al., 2002). Hal ini menunjukan Pichia stipitis pada
Hal ini teridentifikasi dengan semakin keruhnya media fermentasi pada akhir
proses fermentasi. Keruhnya media menunjukan adanya biomassa sel yang tinggi
5.1. Kesimpulan
pada pH 5.
3. Penurunan pH dan kenaikan kadar gas CO2 selama proses fermentasi pada
media fermentasi tanpa hidrolisat TKKS jauh lebih besar jika dibandingkan
hidrolisat TKKS) yaitu sebesar 80,25% dengan kadar etanol 11,99 g/l
dan D) sebesar 41,25% dan 79,11% dengan konsentrasi etanol sebesar 7,73 g/l
5.2. Saran
1. Perlu dilakukan optimasi metode detoksifikasi lain misalnya secara biologi
Fessenden, R.J dan J.S. Fessenden. 1982. Kimia Organik. Jilid 1&2.Edisi Ketiga.
Jakarta : Erlangga
Ganjar, I. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
Ida R, E. 2009. Biomassa sebagai Bahan Baku Boetanol. Bogor : Balai Besar
Penelitiandan Pengembangan bioteknologi dan Sumber Daya Genetik
Pertanian
Janes, R. L. 1969. The Chemistry of Wood and Fibers. New York : Mc Graw Hill
Book Co.& Mc Donald (ed). Pulp and Paper Manufacture. Vol 1
Jeffries, T.W., Igor V.G., Jose M. L., Andrea A., Asaf S., Jeremy S., Erika L.,
dan Paramvir D., Harris S., Yong-Su Jin, Volkmar P, dan Paul M. R.
2007. Genome Sequence of the Lignocellulose-Bioconverting and
Xylose-Fermenting Yeast Pichia stipitis. Article Nature Biotecnology
Vol.25
Ilmen, M., Kari K., Laura R., Pirkko S., dan Merja P. 2007. Efficient Production
of L-Lactid Acid from Xylose by Pichia stipitis. Journal of Microbiology
Vol. 73, No. 1
Mardoni, dan M.M. Yetty.T. 2007. Perbandingan Metode Kromatografi Gas dan
Berat Jenis pada Kadar Etanol pada Minuman Anggur. Yogyakarta :
Fakultas Farmasi USD
Moat, A. G., John W. F, dan Michael P.S. 2002. Microbial Physiology. USA : A
Jhon Wiley and Sons, INC Publication
Nur, M., Herastuti S.R., dan Hendra A.1989.Teknik Laboratorium Untuk Bidang
Biologi dan Kmia.Bogor : Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi Pusat
Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor
Nur, M.A., dan Hendra A. 1989. Teknik Analisa Spektroskopi dalam Analisis
Biologis. Bogor : Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi Pusat Antar
Universitas Ilmu hayat : Institut Pertanian Bogor
Paramik, K., dan D. E Rao. 2005. Kinetic Study on Etanol Fermentation of Grape
Waste Using Saccharomyces cerevisiae Yeast Isolated from Toddy.
Journal of Chinese Institute of Chemical Engineers. Vol. 34 : 53-57
Pelczar, Michael J., dan E.C.S Chan. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jilid 1.
Jakarta : Universitas Indonesia Pers
Pusat Data dan Informasi. 2007. Gambaran Sekilas Industri Minyak Kelapa Sawit.
Jakarta : Dirjen Perindustrian
Ristiani, J., Kamilah H., Abdilah R., dan Yunita I. S. 2008. Sintesis Etanol dari
Sari Kulit Nanas (Ananas comosus L. Merr) sebagai Pengganti Bahan
Bakar Cair. Semarang : Universitas Negeri Semarang
Sastrohamidjojo,H., dan
Prawirohatmodjo,S.1995.KAYU:Kimia,Ultrastruktur,Reaksi-reaksi.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Sitorus, D.A.R, Eko A.A., Dewi A.I, dan Diah T.A. 2009. Kajian Awal
Pemanfaatan Hidrolisat Gula Hasil Hidrolisis Furfural dari Bagas untuk
Produksi Etanol dengan Esceherichia coli dan Klebsiella oxytoca.
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia ISBN 978-979-98465-5-6 : 19
Sudarmadji, S., Bambang H., dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Yogyakarta :Liberty
Sugiarta, D.K. 2009. Perancangan Pabrik Furfural dari Sekam Padi dengan
Proses Quakert Oats Kapasitas 1.550 Ton Per Tahun. Surakarta : Fakultas
Teknik Universitas Muhamadiyah Surakarta
Widada, B. 2000. Pengenalan Alat Kromatografi Gas. Jurnal Urania No.23 ISSN
0852-4777 : 1-6
Wijanarko, A., Johanes A.N., dan Made S.W. 2006. Tinjauan Komprehensif
Perancangan Awal Pabrik Furfural Berbasis Ampas Tebu di Indonesia.
ISSN: 1829-9466 Journal of the Indonesian Oil and Gas Community :1-
10. Published by “Komunitas Migas Indonesia”.