Anda di halaman 1dari 8

REFLEKSI KASUS NON

KLINIS STASE
KOMPREHENSIF
Irawati Hidayah/ 20174011029

2019

0
LAPORAN KEGIATAN REFLEKSI KASUS
STASE KOMPREHENSIF

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik


Bagian Stase Komprehensif
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:
Irawati Hidayah
20174011029

Diajukan Kepada:
dr. Meizi

BAGIAN STASE KOMPREHENSIF


RSI MUHAMMADIYAH RODLIYAH ACHID
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019

1
Laporan Refleksi Kasus

1. Rangkuman Pengalaman
Identitas Pasien
Nama : Tn. D
Usia : 55 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kubang, Cikendung RT 1 RW 1, Pulosari, Pemalang
Pekerjaan : Buruh
Tgl. Periksa : Senin, 21 Mei 2019
Anamnesis
Seorang laki-laki datang ke IGD RSI Muhammadiyah Rodliyah Achid
dengan keluhan demam sejak 6 hari SMRS, demam mendadak tinggi.
Demam turun setelah minum obat penurun demam, kemudian demam timbul
lagi. Keluhan demam disertai nyeri perut, mual, muntah 1 kali, nyeri kepala,
nyeri pada persendian dan otot, Keluhan batuk pilek disangkal. Riwayat
mimisan dan perdarahan gusi disangkal. BAK (+), BAB (+) tidak ada
keluhan. 3 hari SMRS pasien sudah periksa ke dokter umum dan mendapat
obat parasetamol, amoxicillin, domperidon, ranitidin, dan antasida, tetapi
keluhan pasien belum membaik.
Pasien tinggal sendiri dirumah, menurut pasien ada tetangga yang
mengalami sakit yang serupa dan sedang dirawat di RS dengan demam
berdarah. Riwayat bepergian keluar jawa (daerah timur) disangkal.
Pemeriksaan Fisik
Nadi : 86 kali/menit
RR : 24 kali/menit
Suhu : 38 °C
TD : 123/80 mmHg
Kesadaran : Compos Mentis
KU : Sedang
Pernapasan : Reguler

2
Kepala : CA (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran kelenjar getah bening
tidak ada.
Thorax :
Cor : bunyi jantung 1 dan 2 murni, irama reguler.
Pulmo : suara dasar vesiculer, suara tambahan (-).
Abdomen : Bising usus (+) normal, perkusi suara timpani, nyeri tekan
(+) regio epigastrik. Hepar teraba 3 jari dibawah arcus
costa.
Ekstremitas : Akral hangat, udem (-)
Pemeriksaan Rumple Leed (+)
Laboratorium :
Hemoglobin = 13 gr/dl
Leukosit = 7500 /mm3
Eritrosit = 3,5 jt/mm3
Trombosit = 113 x 103/mm3
Hematokrit = 39 %
MCV = 85 fl
MCH = 29 Pg
MCHC = 34 gr/dl
Diagnosis : Demam Dengue
Terapi :
- Infus Ringer Lactat 20 tetes per menit
- Injeksi Ceftriaxon 1 gram/12 jam intravena
- Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam intravena
- Injeksi Ondansetron 4 mg/ 8 jam jika perlu
- Injeksi Parasetamol 500 mg/ 8 jam
- Peroral :
- Sucralfat syr 3x1 sendok
- Imboost 2x1 tablet setelah makan

3
2. Perasaan Terhadap Pengalaman
Saya merasa tertarik untuk menganalisis kasus ini. Pada penatalaksanaan,
pasien diberikan obat terlalu banyak (multifarmasi), padahal menurut saya
tidak perlu. Seperti pemberian ranitidine dan sucralfat sirup untuk
mengatasi keluhan pencernaan. Nyeri perut, mual, muntah pada demam
dengue terjadi karena penekanan lambung oleh organ hepar yang
membesar (hepatomegaly) dan bukan disebabkan oleh asam lambung
yang meningkat. Sehingga pemberian ranitidine dan sucralfat sirup tidak
diperlukan. Sesuai pedoman, penatalaksanaan demam dengue hanya
dengan rehidrasi dan penatalaksanaan simtomatis.
3. Evaluasi
Bagaimana sikap dokter pada kasus ini terhadap kaidah dasar bioetika
terutama terhadap peresepan multifarmasi?
4. Analisis
Saat ini ada banyak definisi yang diutarakan oleh beberapa ahli
berkaitan dengan Bioetik. Bioetik atau bioetika berasal dari kata bios yang
memiliki arti kehidupan dan ethos yang berarti norma-norma atau nilai-
nilai moral. Bioetik merupakan studi interdisipliner tentang masalah yang
ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan juga ilmu
kedokteran.1
Saat ini, Bioetik tidak hanya membicarakan segala hal yang
berkaitan dengan bidang medis (seperti: abortus, eutanasia, teknologi
reproduksi buatan, dan rekayasa genetik), tetap juga membahas masalah
kesehatan, faktor budaya yang berperan dalam lingkup kesehatan
masyarakat, moralitas, lingkungan kerja, hak pasien, dsb.1
Di dalam kaidah dasar bioetik terkandung prinsip-prinsip dasar
bioetik yang harus selalu diperhatikan. Empat prinsip etik (beneficence,
non-maleficence, auotonomy, dan justice) dapat diterima di seluruh
budaya, tetapi prinsip etik ini dapat bervariasi antara satu kebudayaan
dengan kebudayaan yang lainnya.2

4
Di Indonesia sendiri, ada 4 prinsip berkaitan dengan bioetik yang
harus selalu dipegang oleh seorang dokter. Keempat prinsip tersebut
adalah :
a. Beneficence
Beneficence adalah prinsip bioetik dimana seorang dokter
melakukan suatu tindakan untuk kepentingan pasiennya dalam usaha untuk
membantu mencegah atau menghilangkan bahaya atau hanya sekedar
mengobati masalah-masalah sederhana yang dialami pasien.3
Lebih khusus, beneficence dapat diartikan bahwa seorang dokter
harus berbuat baik, menghormati martabat manusia, dan harus berusaha
maksimal agar pasiennya tetap dalam kondisi sehat. Poin utama dari
prinsip beneficence sebenarnya lebih menegaskan bahwa seorang dokter
harus mengambil langkah atau tindakan yang lebih bayak dampak baiknya
daripada buruknya sehingga pasien memperoleh kepuasan tertinggi.3
b. Non-maleficence
Non-malficence adalah suatu prinsip dimana seorang dokter tidak
melakukan suatu perbuatan atau tindakan yang dapat memperburuk pasien.
Dokter haruslah memilih tindakan yang paling kecil resikonya. “Do no
harm” merupakan poin penting dalam prinsip non-maleficence. Prinsip ini
dapat diterapkan pada kasus-kasus yang bersifat gawat atau darurat.3
c. Autonomy
Dalam prinsip ini, seorang dokter wajib menghormati martabat dan
hak manusia, terutama hak untuk menentukan nasibnya sendiri. Pasien
diberi hak untuk berfikir secara logis dan membuat keputusan sesuai
dengan keinginannya sendiri. Autonomy pasien harus dihormati secara
etik, dan di sebagain besar negara dihormati secara legal. Akan tetapi
perlu diperhatikan bahwa dibutuhkan pasien yang dapat berkomunikasi
dan pasien yang sudah dewasa untuk dapat menyetujui atau menolak
tindakan medis.2
Melalui informed consent, pasien menyetujui suatu tindakan medis
secara tertulis. Informed consent menyaratkan bahwa pasien harus terlebih

5
dahulu menerima dan memahami informasi yang akurat tentang kondisi
mereka, jenis tindakan medik yang diusulkan, resiko, dan juga manfaat
dari tindakan medis tersebut.2
d. Justice
Justice atau keadilan adalah prinsip berikutnya yang terkandung
dalam bioetik. Justice adalah suatu prinsip dimana seorang dokter wajib
memberikan perlakukan yang adil untuk semua pasiennya. Dalam hal ini,
dokter dilarang membeda-bedakan pasiennya berdasarkan tingkat
ekonomi, agama, suku, kedudukan sosial, dsb.2
Diperlukan nilai moral keadilan untuk menyediakan perawatan
medis dengan adil agar ada kesamaan dalam perlakuan kepada pasien.2
Contoh dari justice misalnya saja : dokter yang harus menyesuaikan diri
dengan sumber penghasilan seseorang untuk merawat orang tersebut.
Pada kasus ini dokter melanggar prinsip Justice dimana dokter
memberikan obat-obatan yang bermacam-macam, padahal beberapa obat
memiliki efek dan komposisi yang sama seperti parasetamol yang
diberikan melalui injeksi intravena dan oral serta obat untuk keluhan
gastritis diberikan sampai tiga macam obat dan beberapa obat dengan
merek paten. Dokter seharusnya menerapkan prinsip Justice suatu prinsip
dimana seorang dokter wajib memberikan perlakukan yang adil untuk
semua pasiennya, tetapi juga harus menyesuaikan terapi dengan sumber
penghasilan pasien dan besarnya manfaat terapi tersebut.
Pada peresepan multifarmasi juga bisa berbahaya terhadap pasien,
apabila komposisi obat yang diberikan sama bisa terjadi overdosis. Hal ini
tentu melanggar prinsip Non-maleficence yaitu suatu prinsip dimana
seorang dokter tidak melakukan suatu perbuatan atau tindakan yang dapat
memperburuk pasien.
5. Kesimpulan
Pada kasus ini dokter melanggar prinsip Beneficence yaitu
pemberian obat yang multifarmasi, dimana seharusnya seorang dokter
memberikan obat sesuai indikasi dan manfaat. Dengan menerapkan

6
prinsip-prinsip dalam bioetik, akan tercipta situasi dan hubungan yang baik
antara dokter dengan pasien bahkan dengan pihak keluarga pasien.
6. Referensi
1. Hanafiah, M. J., Amir, Amri. (2009). Etika Kedokteran & Hukum
Kesehatan, Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2. Sachrowardi, Qomariyah, Basbeth, Ferryal. (2011). Bioetik: Isu &
Dilema. Jakarta Selatan: Pensil-324
3. Pantilat, Steve. (2008). Beneficence vs. Nonmaleficence. [Online].
(http://missinglink.ucsf.edu/lm/ethics/Content
%20Pages/fast_fact_bene_nonmal.htm, diakses pada 07 Juni 2015)

Anda mungkin juga menyukai