Anda di halaman 1dari 10

Integrasi Islam dan Ilmu Pengetahuan: Studi Dua Ilmu Pesantren (Trensain)

di Jombang dan Sragen

Muhammad Munadi, 2016: 287-303

DOI : 10.14421/jpi.2016.52.287-303
Jurnal Pendidikan Islam : Volume 5, Nomor 2
P-ISSN : 2301-9166; E-ISSN : 2356-3877

Abstrak
Penelitian ini mengkaji implementasi integrasi Islam dan sains dalam praktek kurikulum di dua
pesantren sain baik Sragen maupun Jombang. Metode Penelitian menggunakan studi dokumen
seluk beluk kurikulum yang ada di dua tempat yaitu Pesantren Sain (Trensain) Tebuireng
Jombang dan Sragen. Dokumen ini diambil dari web lembaga tersebut. Analisis data dengan
menggunakan analisis kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pendidikan di
Pesantren Sain (Trensain) Sragendan Jombang merupakan bentuk kreatifikas dalam kerangka
integrasi Islam dan sain kealaman sekaligus menggabungkan model antara lembaga sekolah
dan pesantren. Kerangka integrasinya mengacu pada kekuatan normatif (Qur’an dan Sunnah),
kekuatan filsosofis, penguatan penguasaan sain kealaman, dan kekuatan kepemilikan bahasa
asing.

Kata Kunci: Pesantren, Integrasi, Islam dan Sains

Pengantar
Pembahasan mengintegrasikan Islam dan sains masih menarik sampai saat ini. Ada perdebatan
tentang mengintegrasikan Islam dan sains di kalangan cendekiawan muslim. Beberapa dari
mereka menganggap tidak ada hubungan yang jelas antara sains dan agama (Islam). Sebaliknya,
bagi orang lain, ada hubungan erat antara sains dan Islam.

Bahkan di Indonesia, diskusi panjang tentang masalah itu masih terjadi. Namun diskusi tersebut
menjadi kurang menarik karena sebagian besar waktu, peninjauannya tidak masuk akal dan
nampaknya lebih dominan dalam memvisualisasikan model mengintegrasikan Islam dan sains
dalam bentuk gambar, seperti yang terjadi di hampir semua Universitas Negeri Islam (UIN).
Terkadang diskusi tidak menyentuh akar masalah pendidikan yang berdasarkan pandangan
manusia baik sebagai siswa, maupun guru dan juga tingkat pendidikan yang sering masuk
langsung ke integrasi Islam dan sains di universitas. Hal ini sering ditemukan tinjauan sekuler
sains (bidang mata pelajaran, konsentrasi, program studi, dan juga departemen) di UIN yang
tidak menunjukkan perbedaan yang jelas dengan universitas lain di bawah Kementerian
Teknologi, Riset, dan Pendidikan Tinggi. Sementara itu, menurut Hadi Nur implementasi
integrasi sains, teknologi, dan agama harus dilihat dalam empat aspek: konseptual, kelembagaan,
operasional, dan arsitektur.

Ini akan kurang berarti jika kita hanya mengandalkan integrasi Islam dan sains di jenjang
pendidikan tinggi. Integrasi Islam dan sains harus dimulai dari semua jalur pendidikan
(pendidikan di rumah, masyarakat, kemudian dilanjutkan ke sekolah, variasi dan tingkat
pendidikan). Tanpa mengintegrasikan ketiga jalur tersebut secara bersamaan dan bersamaan,
upaya tersebut tidak akan menyentuh akar masalahnya. Juga integrasi Islam dan sains harus
dimulai sejak pendidikan pra sekolah hingga pendidikan tinggi agar terus berlanjut. Jika
praktiknya hanya diimplementasikan di jenjang pendidikan tinggi, sedangkan athmostik
sekularisme masih terjadi sejak tingkat pendidikan terendah, maka hal itu tidak akan membawa
manfaat bagi pengembangan pendidikan tinggi yang mengintegrasikan Islam dan sains.
Kajian Islam dan integrasi sains akan di hubungkan dengan budaya masyarakat dalam praktik
agama. Kuntowijoyo 2 menyatakan bahwa Islam digambarkan dalam tabel berikut ini:

Berdasarkan tabel tersebut, ditemukan bahwa kajian dan praktik Islam masih dalam mitos dan
tingkat ideologis. Itulah mengapa Islam tidak menjadi pemecah masalah bagi masalah muslim
dan kemanusiaan. Sementara itu, menurut M. Syafii Anwar, 3 dia menyatakan bahwa Islam
harus berorientasi pada empirisme dan seharusnya menjadi pemecah masalah bagi masyarakat,
menguatkan Orang melalui praktik sosial dan politik, dan tawar menawar dengan negara juga.

Ulasan tentang bagaimana ilmiah al-Qur'an dan sunnah semakin Berbagai dari tahun ke tahun.
Entah itu secara individu atau kolektif, baik lokal maupun internasional. Kajian ini dilakukan
secara tersendiri karena hanya terdiri dari satu penulis saja. Misalnya, review psikologi oleh
Ahmad Mubarok dari Indonesia pada tahun 1999. Sementara dari luar negeri, ada buku spirit
science dalam al-Qur'an yang ditulis oleh M. Utsman Najati. Ini pertama kali diterbitkan pada
tahun 1985. Dalam sains yang tepat, ada sebuah buku berjudul al-Qur'an: Ilmu Kedokteran Jiwa
dan Kesehatan Jiwa (al-Qur'an: Ilmu Pengobatan Roh dan Kesehatan) yang ditulis oleh Dadang
Hawari yang terbit pada tahun 1998 Sebelumnya pada tahun 1976 Maurice Bucaille menulis
Alkitab, al-Qur'an, dan sains modern atau La Bible, Le Coran et La science dalam bahasa
Prancis. Yang terbaru adalah oleh Agus Purwanto, seorang dokter dari ITS. Dia menulis tentang
Ayat-ayat Semesta: Sisi yang Terlupakan dari AlQur'an (2012) dan Logika Ayat-ayat Semesta.
Kedua ulasan tersebut lebih berfokus pada sains khususnya fisika. Sementara berbagai review di
alQur'an dilakukan oleh Nadiah Thayyarah (2013). Judulnya adalah buku sains yang cerdas
dalam al-Qur'an. Ada banyak hal yang dibahas dalam buku tersebut seperti keajaiban Al-qur'an
dan hubungannya dengan berbagai sains baik di bidang kedokteran, embriologi, astronomi,
maupun makanan.

Sayangnya, sebenarnya, mereka yang melakukan kajian terhadap Islam dan sains di UIN hanya
bekerja lebih banyak di satu bidang; Wacana. Tidak banyak orang yang mengembangkan
ulasannya baik dalam wacana maupun dalam praktiknya sama sekali. Perkembangan sinergi
antara wacana dan praktik di tingkat pendidikan menengah di pesantren yang diselenggarakan di
SMA Tebuireng dan Sragen. Ini diawali oleh Agus Purwanto. Kedua jenis pendidikan ini diberi
nama pesantren sains (trensain), yang berpendidikan di tingkat SMA / SMA.

Tulisan ini berbeda dengan M. Yasin Yusuf'4 yang membahas bidang epistemologi SMA
Trensain Tebuireng Jombang. Perkembangan epistemologi Islam untuk sains di SMA Trensain
akan menciptakan generasi muslim yang saleh dalam agama dan ahli sains dan teknologi.
Nantinya, hal itu diharapkan dapat berkontribusi pada kemuliaan peradaban Islam di masa depan.
Tulisan ini akan mengulas implementasi pengintegrasian sains ke dalam praktik kurikulum di
pesantren sains di Sragen dan Jombang.

Tinjauan tentang Mengintegrasikan Islam dan Ilmu Pengetahuan Furlow5 membagi wacana
Islamisasi pengetahuan menjadi enam bagian, yaitu Wacana Pertama: Mengartikulasikan
Paradigma Islam Pengetahuan (Tawhidi Episteme), Wacana Kedua: Mengembangkan
Metodologi Alquran, Wacana Ketiga: Metodologi untuk Menangani dengan Qur'an, Wacana
Keempat: Metodologi untuk Menghadapi Sunnah, Wacana Kelima: Menguji Ulang Warisan
Islam, Wacana Keenam: Berurusan dengan Warisan Intelektual Barat.
Enam wacana tersebut menunjukkan bahwa wacana Islamisasi meliputi: mengartikulasikan
paradigma pengetahuan Islam (Tawhidi Episteme), mengembangkan metodologi Alquran,
metodologi yang berhubungan dengan Alquran, metodologi yang berhubungan dengan Sunnah,
meneliti ulang warisan Islam, dan yang terakhir Wacana yang berhubungan dengan warisan
intelektual Barat.

Banyak ilmuwan Muslim yang meneliti islamisasi pengetahuan, misalnya: Ismail Raji al-Faruqi,
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Fazlur Rahman, Ziauddin Sardar, M. Quraish Shihab,
Kuntowijoyo, dan masih banyak lagi. Mereka semua telah mencari wacana tentang sains
Islamisasi dengan perspektif yang berbeda.

M. Quraish Shihab6 membahas hubungan antara Qur'an dan sains, tidak diteliti oleh berapa
banyak cabang sains yang tersimpul di dalamnya, tidak juga dengan menunjukkan kebenaran
teori ilmiah. Tapi diskusi harus diletakkan pada proporsi yang lebih tepat yang sesuai dengan
kemurnian dan Kesucian qur'an dan sesuai dengan logika sains itu sendiri. Tidak perlu melihat
apakah ada matematika, sains vegetasi, ilmu komputer dll di dalam Al Qur'an. Yang lebih
penting, menurut M. Quraish Shihab7 adalah melihat apakah ada jiwa ayat yang menghalangi
kemajuan sains atau sebaliknya. Dan adakah satu ayat Qur'an yang bertentangan dengan hasil
penemuan ilmiah yang telah ditetapkan? Pernyataan yang berbeda tapi hampir sama disampaikan
oleh Kuntowijoyo.8 Dia mengatakan bahwa memang, qur'an memberikan kemungkinan besar
untuk dijadikan cara berfikir. Cara berpikir ini disebut paradigma qur'an, paradigma Islam.
Perkembangan eksperimen sains yang didasarkan pada paradigma qur'an jelas akan memperkaya
cakrawala sains. Kegiatan tersebut mungkin mengarah pada munculnya ilmu alternatif. Jelas
bahwa normatif qur'an Premis dapat dirumuskan menjadi teori empiris dan rasional. Struktur
transendental qur'an adalah ide normatif dan filosofis yang dapat dirumuskan menjadi paradigma
teoritis. Ini akan memberi kerangka bagi pertumbuhan sains asli, empiris dan rasional, yang
sesuai dengan kebutuhan pragmatik umat manusia sebagai khalifah di Bumi. Itulah sebabnya
perkembangan teori pengetahuan Islam dimaksudkan untuk kepentingan umat Islam.
Kuntowijoyo9 menyatakan bahwa inti dari integrasi adalah upaya untuk menyatukan (bukan
sekedar menggabungkan) wahyu Tuhan dan temuan pikiran manusia (studi integralistik), tidak
mengucilkan Tuhan (sekularisme) atau mengisolasi manusia (asketisme duniawi lainnya). Model
integrasi adalah dengan membuat qur'an dan sunah sebagai teori pengetahuan agung, jadi ayat
qauliyah dan qauniyah dapat digunakan.

Munculnya 'gerakan Pendidikan Islam' merupakan respons terhadap 'Sekuler' Pendidikan yang
dihadapi oleh umat (umat muslim) di seluruh dunia. Dalam arti bahwa pengetahuan Islam
'tradisional' berakar pada sumber-sumber Islam, yaitu bahwa Quran (Kitab Suci) dan as-Sunnah
(tradisi nubuatan) telah terpinggirkan. Lebih jauh lagi, para ulama Muslim telah melakukan
upaya serius untuk mendefinisikan konsep pendidikan Islam dan kemudian mengembangkan
model pendidikan Islam yang benar berdasarkan 'prinsip dasar kepercayaan tauhid' (prinsip-
prinsip iman). Reformasi pendidikan ini telah dibayangkan menghasilkan generasi baru umat
Islam, yang mampu memenuhi peran sebagai Khalifatullah (Khalifah Allah) misalnya,
bertanggung jawab atas pengembangan dan pemeliharaan peradaban dan sumber daya. Dengan
kata lain, pendidikan Islam berkewajiban untuk menangani keseluruhan perkembangan individu,
yaitu imajinatif, intelektual, spiritual, fisik, ilmiah, linguistik, baik secara individu maupun
kolektif. Singkatnya, akhir pendidikan Islam akan diwujudkan untuk menyerahkan sepenuhnya
kepada Tuhan pada tingkat individu, masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya.10

Penelitian ini menggunakan metode studi teks pada kurikulum yang ada di dua pesantren yang
mengintegrasikan Islam dan sains. Mereka adalah SMA (SMA) Trensain Sragen dan SMA
(Trensain Tebuireng Jombang). Teks yang diulas adalah kurikulum yang ada di setiap alamat
web sebagai berikut:

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan dokumen yang ada di web kedua institusi
dan validitas datanya adalah dengan menggunakan validitas internal data di web. Analisis data
penelitian ini menggunakan teknik deskriptif kualitatif.

Integrasi Islam dan Ilmu Pengetahuan di Pesantren Ilmu Pengetahuan (Trensain)


Memang, kedua institusi tersebut - SMA Trensain Sragen dan SMA Trensain Tebuireng
Jombang - baru terbentuk. Namun percobaan yang dilakukan pun luar biasa. Upaya besar ini
menggabungkan tradisi pesantren yang menguasai pengetahuan agama dengan kekuatan
penguasaan ilmu alam. Ikhtisar sejarah ada dalam tabel berikut:

Tabel di atas menunjukkan bahwa kedua institusi tersebut bekerja sama dengan orang yang
sama, Dr. Agus Purwanto seorang Ilmuwan Fisika Fisika, alumnus Universitas Hirosima, Jepang
dan dosen Teori Fisik di ITS Surabaya. Perbedaannya hanya terletak pada lembaga yang mereka
jalin kerja sama. Mereka adalah lembaga keagamaan terbesar di Indonesia: NU Dan
Muhammadiyah. Fenomena ini menarik karena model ilmu pesantren (trensain) mengencerkan
kategorisasi tipologi pesantren yang selama ini telah terbentuk. Tipologi itu salaf, modern dan
mandiri. Tipe trensain menggabungkan ketiga tipologi tersebut secara bersamaan dengan
keunggulannya dengan membuat al-Quran dan al-hadits sebagai dasar pengembangan ilmu alam,
sehingga siswa berprestasi dalam sains dan kompeten dalam beragama dapat diproduksi.
Keunggulan disampaikan dalam visi institusi, sebagai uraian berikut:

Visi kedua institusi tersebut memiliki kesamaan dalam hal pernyataan. Hal itu hanya berbeda
dalam pernyataan As-Sunnah yang hanya disebutkan di Trensain Sragen. Pernyataan visi
tersebut menunjukkan dua hal mendasar, yaitu dasar Islam: Alquran dan Sunnah dan dasar
kedalaman filosofis. Kedua kekuatan ini untuk mendukung implementasi ilmu pengetahuan dan
integrasi Islam yang tercermin dalam mencintai dan mengembangkan sains serta keluhuran
moralitas.

Visi di atas sesuai dengan pendapat Steiss11 yang mengatakan bahwa pernyataan visi harus
menyajikan citra yang membimbing menuju kesuksesan, sesuai dengan nilai-nilai organisasi dan
harus realistis dan kredibel, namun ambisius dan responsif terhadap perubahan, tantangan dan
inspirasi orang. Dalam organisasi Deskripsi untuk mencapai visi dapat digambarkan sebagai
berikut: -

Tampaknya indikator berdasarkan pendapat Steiss 'di atas memimpin kedua institusi untuk
memiliki arah yang jelas dalam mencapai tujuan. Selain itu, visi yang disusun menunjukkan
perbedaan yang jelas dibandingkan pesantren atau pendidikan setara. Visi ini terungkap dalam
sebuah misi concord, seperti pada tabel berikut ini:

Kedua institusi tersebut memiliki pernyataan misi yang sama, yang mencoba merendahkan
penglihatannya. Misi yang dinyatakan di atas telah mengenalkan produk dan target pasar. Misi
ini sejalan dengan pendapat Hunger dan Wheelen 13 yang menyatakan bahwa sebuah pernyataan
misi dengan jelas menyatakan produk utama dan pasar organisasi tersebut. Pernyataan visi yang
jelas itu dengan jelas menyebutkan produk dan pasar organisasi utama. Jika dalam visi SMA
Trensain Tebuireng Jombang menyatakan bahwa basis pendidikan hanya Al-qur'an maka dalam
misi ditambahkan oleh As sunnah / al hadis. Tabel berikut menunjukkan kesamaan deskripsi:

Arah misi kedua institusi tersebut dinyatakan pada poin ketiga yaitu mengantarkan siswa
menempuh pendidikan tinggi di bidang sains. Misi ketiga ini dapat digambarkan secara konkret
dalam pernyataan tujuan kedua institusi tersebut.

Tujuan kedua institusi di atas mulai berbeda. Perbedaannya bisa dilihat dengan jelas dari hasil
tujuan individu dan institusi yang sangat terukur. Sedangkan hasil dari tujuan Trensain
Tebuireng Jombang lebih normatif dan fokus pada tingkat individu yang berkaitan dengan
pengetahuan, kasih sayang, dan keterampilan. Tujuan di atas dirinci menjadi kurikulum dengan
profil berikut:

Perbandingan tersebut menunjukkan bahwa kedua institusi memiliki arah yang sama dalam
mencapai tujuan melalui kurikulum. Ada dua hal yang menjadi referensi dalam menyusun
kurikulum yaitu pesantren dan kurikulum unifikasi. Perbedaannya adalah referensi tambahan
kurikulum di Trensain yaitu kurikulum Cambridge. Untuk mencapai tujuan dan agar sesuai
dengan profil, umumnya kurikulum di kedua institusi dapat dibagi menjadi tiga komponen
utama:

1. Materi al-Qur'an / kurikulum al-Qur'an


2. Materi sains / kurikulum sains
3. Materi bahasa / kurikulum bahasa

Materi tersebut masih terikat dengan pola interaksi semua mata pelajaran kurikulum dalam
kegiatan pesantren 24 jam. Deskripsi konkret kurikulum adalah sebagai berikut:

Perbandingan tersebut menunjukkan bahwa di Trensain Tebuireng Jombang, kurikulum al-qur'an


dan hadis dan pelajaran turunan lebih banyak daripada kurikulum di Trensain Sragen. Bahkan
materi al-qur'an dan sains I, II, III, IV diberikan di Trensain Tebuireng Jombang. Tapi ada
penguatan tahfidz ayat kauniyah di Trensain Sragen. Uraian di atas menunjukkan usaha
menyeimbangkan penguasaan ilmu pengetahuan dan penguatan iman. Perbedaan selanjutnya
diletakkan di pusat organisasi Islam. Perbedaannya hanya ada dua materi, yaitu:
Para siswa di Trensain Sragen mendapatkan subjek Kemuhammadiyahan dan studi tentang Falak
karena berafiliasi dengan Muhammadiyah. Sementara karena berafiliasi dengan Nahdlatul
Ulama, para siswa di Trensain Tebuireng mendapatkan subjek Ahlussunnah Waljama'ah
(Aswaja). Ini bukan perbedaan prinsip karena hanya mencoba untuk mengkonfirmasi afiliasi
institusi pendidikan.

Pelajaran yang ditampilkan di atas dapat diperkuat saat siswa menguasai bahasa Indonesia dan
bahasa asing, bahasa Arab dan bahasa Inggris. Penguasaan bahasa Arab, bahasa Indonesia, dan
bahasa Inggris (membaca, mendengar, berbicara, dan menulis) dapat memperkuat siswa dalam
menguasai konten secara mandiri sendiri. Hal ini karena belajar bahasa menjadi alat untuk
memahami teks klasik dan kontemporer yang berkaitan dengan materi sains atau pengetahuan
lainnya. Studi bahasa yang diberikan di kedua institusi dijelaskan pada tabel berikut ini:

Penguasaan pengetahuan alat ini sangat penting karena menjadi faktor utama dalam memahami
buku-buku sains primer. Hal ini ditegaskan oleh 14 pendapat Mujamil Qomar yang mengatakan
bahwa keterampilan penguasaan alat ini dimaksudkan untuk menjadi prasyarat dalam memahami
materi lain. Pemahaman materi studi Islam adalah melalui penguasaan bahasa Arab, sedangkan
bahan kajian ilmiah dapat diperkuat melalui penguasaan bahasa Inggris. Penguasaan bahasa ini
(membaca, mendengar, berbicara, dan menulis) lebih kuat karena kedua pesantren menggunakan
model panduan di lingkungan bahasa asing selama 24 jam.

Sesuai dengan visi yang telah disebutkan sebelumnya, kedua institusi tersebut ingin mewujudkan
visi tersebut dengan memberikan materi ilmiah dan filosofi. Deskripsinya adalah sebagai berikut:

Tidak ada perbedaan mencolok dalam kategori pelajaran terkait pencapaian visi, misi, dan tujuan
institusi. Yang menarik adalah bahwa siswa SMA telah mendapat pelajaran ilmu phylosophy. Ini
menjadi perbedaan besar dibandingkan dengan institusi pendidikan sejenis lainnya. Mungkin
kedua lembaga tersebut adalah satu-satunya institusi di tingkat SMA di Indonesia yang
mengajarkan ilmu phylosophy. Sebagian besar, sains di jenjang pendidikan tingkat tinggi
diajarkan tanpa pelajaran filosofi sains.

Daftar pelajaran yang digambarkan di atas menunjukkan bahwa eksperimen mengintegrasikan


Islam dan sains sangat mendasar. Kajian tersebut juga berisi filosofi dan peraturan Tauhid
(Alquran dan Sunnah). Hal itu bisa dilihat dari pelajaran dasar yang berkaitan dengan kerangka
ilmu pengetahuan filsafat, alqur'an dan sains, serta hadist dan sains, didukung oleh bahan-bahan
bahasa asing. Perbandingan pelajaran di antara kedua institusi tersebut menunjukkan keseriusan
untuk mengintegrasikan Islam dan sains, terutama ilmu alam.

Kedua sekolah yang ditinjau mencoba untuk menciptakan lulusan yang memiliki profil berikut:

1. Fasih berbahasa asing (bahasa Inggris dan bahasa Arab)


2. Bagus dalam sains
3. Matematika
4. Fisika
5. Kimia
6. Biologi
7. Pahami interaksi antara agama dan sains
8. Al-Qur'an (terutama jenis tafsir, tafsir bil ilmiy, tafsir ilmiy)
9. Ilmu (pengantar ilmu pengetahuan, sejarah, biografi ilmuwan)
10. Filosofi (pengantar phylosophy, meaning, karakteristik, dan fuction, history of phylosophy)
11. Filosofi sains
12. Ilmu dan masalah Tuhan (materialisme ilmiah, sains lama, sains baru)
13. Agama dan sains (trend review, ind of relationship)
14. Islam dan Ilmu Pengetahuan (ilmu pengetahuan islam, ilmiah Islam, ilmu islam)
15. Matematika Wolfram

Profil lulusan berorientasi pada generasi muslim yang memiliki pemahaman kuat dalam Islam
dan sains. Ini diimplementasikan melalui kurikulum penyatuan (integrasi Islam dan sains) yang
menguraikan tiga unsur: agama, sains, dan keterampilan. Dalam pelaksanaannya, semua materi
diintegrasikan ke dalam kegiatan 24 jam. Dalam pengembangan sains, siswa dilengkapi dengan
dua bahasa utama: bahasa Arab dan bahasa Inggris. Mereka terus tinggal di pesantren selama 24
jam. Ini untuk memudahkan pengembangan ilmu baik secara pasif maupun aktif.3

Kurikulum pesantren sains (trensain) berbeda dengan hasil penelitian Lukens-Bull. Kurikulum
pesantren pada pesantren ini telah menjadi focal point dalam strategi komunitas tradisionalis
untuk menghadapi globalisasi. Sebaliknya, kurikulum Trensain ini sejalan dengan globalisasi dan
sesuai dengan perkembangan ilmu yang kurang dipelajari oleh muslim sejauh ini.
Kesimpulan
Pendidikan di pesantren sains (trensain) di Sragen dan Jombang merupakan bentuk kreativitas
dalam rangka mengintegrasikan Islam dan sains sekaligus menggabungkan model antara sekolah
dan pesantren. Kerangka integrasi mengacu pada kekuatan normatif (Alquran dan Sunnah),
kekuatan filosofis, memperkuat penguasaan sains, dan kekuatan penguasaan bahasa kedepan. Ini
adalah cara transformasi integratif untuk memahami gagasan, tindakan, dan kesadaran untuk
mengurangi sekularisme.

Anda mungkin juga menyukai