Anda di halaman 1dari 4

Perbarengan Tindak Pidana

(Concursus)1

Muhtar Said
Dosen Hukum di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA)

Perbarengan tindak pidana (concursus) itu digunakan kepada seorang yang melakukan
beberapa peristiwa tindak pidana. Perbarengan tindak pidana ini terdapat pada BAB VI Buku
I KUHP. Maksud dari tindak pidana perbarengan ini ialah terjadinya dua atau lebih tindak
pidana yang dilakukan oleh seseorang yang mana tindak pidana yang dilakukan pertama kali
belum dijatuhi pidana atau antara tindak pidana pertama dengan tindak pidana berikutnya
belum dibatasi oleh suatu putusan hakim. Seumpama, diantara kedua tindak pidana tersebut
sudah diselai dengan putusan hakim (dengan penjatuhan sanksi), maka perbuatan tindak pidana
tersebut sudah tidak lagi disebut sebagai perbarengan tindak pidana, melainkan disebut sebagai
residive.
Misalnya, Doni pada tanggal 21 januari 2016 telah melakukan tindak pidana pencurian.
Perbuatan yang dilakukan oleh Doni itu belum diproses atau diputus oleh hakim. Belum jengah
dengan perbuatannya itu, kemudian Doni pada tanggal 30 januari 2016 melakukan tindak
pidana lain seperti pemerkosaan. Kalau masing-masing tindak pidana yang dilakukan oleh
Doni ini diproses secara hukum, maka Doni bisa terancam dengan perbarengan tindak pidana.
Contoh yang demikiran itu memberikan indikasi bahwa perbarengan tindak pidana itu
diterapkan kepada seseorang yang telah melakukan beberapa tindak pidana. Seperti yang
diungkapkan oleh Utrecht yaitu orang yang melakukan beberapa peristiwa pidana. 2
Dalam merumuskan sanksi pidananya, perbarengan tindak pidana ini menggunakan
sistem penyerapan (absorbsi), artinya pelaku tindak pidana perbarengan akan dikenakan satu
ancaman tindak pidana yang terdapat di satu pasal saja namun dipilih pasal yang terberat, bisa
jadi malah ada pemberat sanksi pidana. Hal itu tergantung jenis perbarengan yang dilakukan
oleh seseorang. Jenis-jenis perbarengan dalam KUHP ada 3 (tiga) yakni perbarengan berlanjut,
concursus ideal dan concursus realis.
Perbarengan Berlanjut
Perbarengan berlanjut merupakan gabungan dari beberapa perbuatan yang dilakukan
oleh seseorang, namun perbuatan yang satu dengan perbuatan lainnya belum pernah (diselingi)
dengan putusan hakim yang mengikat. Perbarengan berlanjut ini berdasarkan pada Pasal 64
ayat (1) KUHP:
“Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan
atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu
perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana; jika berbeda-beda, yang
diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat”.

1
Pemantik diskusi di anak hukum pidana UNUSIA, pada Rabu 21 November 2018
2
E. Utrecht, Hukum Pidana II, Surabaya : Pustaka Tinda Mas, 1994, hlm 137
Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan perbuatan berlanjut itu belum begitu jelas
terkait dengan rumusannya dalam undang-undang. Hal itu dikemukakan oleh ahli hukum
Lamintang,3 dia mengungkapkan “
"Undang-undang tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai perkataan beberapa
perbuatan itu harus mempunyai hubungan yang demikian rupa. Hubungan ini dapat
ditafsirkan secara macam-macam, misalnya, karena adanya persamaan waktu, persamaan
tempat dari terjadinya beberapa perbuatan itu dan sebagainya. Hoge Raad mengartikan
voortgezette handeling atau tindakan yang dilanjutkan itu sebagai perbuatan-perbuatan yang
sejenis dan sekaligus merupakan pelaksanaan dari satu maksud yang sama. Demikian itu
pendapat Hoge Raad antara lain di dalam arrestnya tanggal 19 Oktober 1932, N.J. 1932".
Ada beberapa petunjuk untuk bisa mengetahui perbuatan tersebut adalah perbuatan
berlanjut. Hal ini diuraikan dalam MvT (Memorie van Toelichting),4 ada tiga petunjuk yang
bisa dijadikan rujukan, di antaranya (1) harus ada satu keputusan kehendak, (2) Masing-masing
perbuatan harus sejenis, dan (3) Tenggang waktu antara perbuatan-perbuatan itu tidak terlalu
lama.
Dalam pemberian sanksi pidananya itu menggunakan sistem absorbsi, maksudnya
hanya dikenakan satu aturan pidana terberat, dan bilamana berbeda-beda maka, dikenakan
ketentuan yang memuat pidana pokok yang terberat.
Concursus Idealis
Yang dimaksud dengan concursus idealis ini adalah dalam satu tindak pidana terjadi
dua atau lebih tindak pidana. Concursus idealis ini diatur dalam Pasal 63. Dalam Pasal 1
dikatakan :
“Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang
dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda, yang dikenakan
yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat”
Concursus Idealis bisa dikanakan kepada seseorang, apabila orang tersebut melakukan
satu tindak pidana, tetapi dengan melakukan satu tindak pidana itu, ia memenuhi rumusan dari
beberapa ketentuan pidana (perbarengan peraturan). Salah satu contonya adalah tindak pidana
pemerkosaan di muka umum, selain melanggar pasal 2855 sekaligus juga pelanggaran pasal
2816 tentang kesusilaan.
Akan tetapi dalam concursus idealis ini tidak berlaku bagi perbuatan pidana yang sudah
diatur khusus dalam aturan lainnya. Dengan adanya aturan khusus tersebut maka akan
mengesampingkan aturan hukum yang bersifat umum (lex specialis derogat legi generali). Hal
ini tertuang dalam Pasal 63 ayat 2, yang berbunyi “Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu
aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang
khusus itulah yang diterapkan”

3
P.A.F. Lamintang Jan C. Djisman Samosir, Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1983, hlm 48-49
4
Ahmad Bahiej, Perbarengan Tindak Pidana (Concursus), Handout Mata Kuliah Hukum Pidana
5
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia diluar
perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.”
6
Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah : 1. Barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan; 2. Barang siapa dengan
sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan”
Concursus Realis
Seseorang yang melakukan beberapa perbuatan tindak pidana, sedangkan masing-
masing perbuatannya itu berdiri sendiri atau hubungan delik yang satu dengan lainnya itu
berdiri sendiri-sendiri, begitulah yang dimaksud dengan concursus realis. Dalam concursus
realis ini diatur dalam Pasal 65 sampai dengan Pasal 71 KUHP.
Concursus realis ini dalam pemberian sanksi pidananya itu berbeda-beda. Utrecht
memberikan pembedaan mengenai pemberian sistem pidana yang diberikan kepada pelaku
yang telah melakukan tindak pidana yang masuk dalam kategori concursus realis.
Sistem Pemberian Pidana Concursus
Ada 4 (tiga) sistem ukuran pemidanaan untuk menetapkan beratnya hukuman dalam
concursus yang diatur dalam KUHP, yakni absorbsi stelsel, sistem absorbsi diperberat, sistem
kumulasi yang diperingan, dan sistem kumulasi (yang murni, dan tidak terbatas).7
a. Absorbsi Stelsel
Dalam sistem pidana ini, yang dijatuhkan ialah pidana yang terberat di antara beberapa
pidana yang diancamkan. Dalam absorbsi stelsel ini seakan-akan pidana yang ringan
terserap oleh pidana yang lebih berat. Dasar daripada sistem hisapan ini ialah pasal 63 dan
64, yaitu untuk gabungan tindak pidana tunggal dan perbuatan yang dilanjutkan.
b. Sistem Absorbsi diperberat (Verscherpte Absorbtie Stelsel)

Seseorang telah melakukan perbarengan perbuatan yang terdiri dari berbagai jenis delik
kejaahatan, yang mana masing-masing delik diancam dengan pidana sendiri-sendiri,
menurut stelsel ini, pada hakekatnya dijatuhkan 1 pidana saja, yaitu pidana yang terberat.
Akan tetapi diperberat dengan menambah sepertiganya. Sistem ini bersumber pada pasal
65 KUHP

Contoh, Budi melakukan tiga jenis delik. Untuk delik I diancam dengan pidana penjara
1 tahun, untuk delik II diancam dengan pidana penjara 2 tahun dan untuk delik III diancam
pidana penjara 3 tahun. Pidana yang dijatuhkan terhadap Budi menurut sistem ini
diperberat adalah 3 tahun ditambah 1 tahun karena (1/3 x 3 tahun = 1 tahun). Jadi 3 tahun
+ 1 tahun, menjadi 4 tahun.

c. Sistem Kumulatif yang Diperingan


Setiap ancaman hukuman dari masing-masing kejahatan yang telah dilakukan,
dijatuhkan seluruhnya. Namun, tidak boleh melebihi maksimum terberat ditambah
sepertiganya (rumus pidana terberat + (1/3 x sanksi terberat). Sistem ini berlaku untuk
gabungan tindak pidana berganda, dimana ancaman hukuman pokoknya tidak sejenis.
Adapun dasar hukum sistem ini adalah pasal 66 KUHP.

Contoh, Budi melakukan dua kejahatan, masing-masing ancaman pidananya 9 bulan


kurungan dan dua tahun penjara. Melihat kasus tersebut, sanksinya diambil yang terberat
yakni 2 tahun penjaran, kemudian dua tahun dikali 1/3 sama dengan 8 bulan. Jadi masa
hukumnnya adalah 2 tahun 8 bulan penjara.

7
Ibid..Utrecht hlm 177
Jika concursus realis berupa pelanggaran, maka penggunaan sistem kumulasinya yaitu
jumlah semua pidana yang diancamkan. Namun jumlah semua pidana dibatasi sampai
maksimum 1 tahun 4 bulan kurungan. Sedangkan concursus realis yang berupa kejahatan-
kejahatan ringan seperti Pasal 302 (1) (penganiayaan ringan terhadap hewan), 352
(penganiayaan ringan), 364 (pencurian ringan), 373 (penggelapan ringan), 379 (penipuan
ringan), dan 482 (penadahan ringan), maka berlaku sistem kumulasi dengan pembatasan
maksimum pidana penjara 8 bulan.

d. Sistem Kumulasi (yang murni, dan tidak terbatas)

Sistem ini untuk tindak pidana yang diancam dengan sanksi pidana masing-masing
tanpa pengurangan. Sistem ini berlaku untuk gabungan tindak pidana berganda terhadap
pelanggaran dengan pelanggaran dan kejahatan dengan pelanggaran. Dasar hukumnya
adalah pasal 70 KUHP;

“(1) Jika ada gabungan seperti yang termaktub dalam pasal 65 dan 66 antara
pelanggaran dengan kejahatan atau antara pelanggaran dengan pelanggaran, maka
dijatuhkan pidana bagi tiap pelanggaran itu dengan tidak dikurangi.
(2) Untuk pelanggaran jumlah pidana kurungan dan pidana kurungan pengganti,
tidak boleh lebih dari satu tahun empat bulan dan jumlah pidana kurungan pengganti
tidak boleh melebihi delapan bulan”.

Pasal ini berisikan tentang gabungan kejahatan dengan pelanggaran atau pelanggaran
dengan pelanggaran. Untuk itu, setiap kejahatan harus dijatuhi hukuman tersendiri begitu
juga dengan pelanggaran harus dijatuhkan hukuman sendiri-sendiri. Apabila terdapat
hukuman kurungan maka hal ini tidak lebih dari satu tahun empat bulan sedang apabila
mengenai hukuman kurungan pengganti denda tidak boleh lebih dari delapan bulan.

Anda mungkin juga menyukai