S1 2014 302143 Introduction PDF
S1 2014 302143 Introduction PDF
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada tahun 2012, kapasitas produksi phthalic anhydride dari seluruh dunia
adalah 4,3 juta ton (Phthalic anhydride Market-Global Industry Analysis, Size,
Share, Growth, Trends and Forecast 2013 – 2019). Penggunaan phthalic anhydride
yang paling penting adalah untuk produksi plasticizers sebanyak 55% (Ullmann,
2011). Selain itu, penggunaan phthalic anhydride lainnya adalah untuk produksi
unsaturated polyester resins sebanyak 14%, alkyd resins sebanyak 15%, dan lain-
lain sebanyak 16% (Ullmann, 2011). Plasticizer digunakan untuk memproduksi
lapisan fleksibel seperti wallpaper dan upholstery fabric dari polimer yang cukup
getas. Plasticizer dibagi dalam dua tipe: diester dari monohydric alcohol sejenis
seperti dibuthyl phthalate atau campuran dari dua monohydric alcohol tidak sejenis.
Plasticizers yang paling banyak diproduksi adalah jenis dioctyl phthalate (DOP)
(Kirk & Othmer, 2007). Selama ini produk plasticizer selain dipasarkan di dalam
negeri juga diekspor ke mancanegara.
Untuk memenuhi kebutuhan phthalic anhydride di Indonesia, produksi lokal
dan impor menjadi andalan. Namun, produksi phthalic anhydride lokal hanya
disokong oleh satu perusahaan, yaitu PT Petrowidada Gresik.
Perkembangan ekspor dan impor phthalic anhydride di Indonesia dapat
dilihat pada tabel berikut ini (Badan Pusat Statistik, 2013):
Daftar I.1. Data Perkembangan Ekspor dan Impor Phthalic anhydride di Indonesia,
Periode 2009-2012 (Badan Pusat Statistik, 2013)
1
40.000,00
35.000,00
30.000,00
Impor/Ekspor, ton
25.000,00
20.000,00
Ekspor (ton)
15.000,00
Impor (ton)
10.000,00
5.000,00
0,00
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
2
Dapat disimpulkan bahwa pabrik yang memproduksi phthalic anhydride
secara komersil berkapasitas sekitar 23.000 – 75.000 ton/tahun. Melalui berbagai
pertimbangan tersebut, maka kapasitas pabrik optimum untuk rancangan adalah
sebesar 80.000 ton/tahun dengan tujuan :
Mengurangi kebutuhan impor phthalic anhydride;
Menambah suplai kebutuhan phthalic anhydride dalam negeri;
Sebagai stimulan pertumbuhan industri o-xylene dan industri berbahan baku
phthalic anhydride.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Pada awalnya metode produksi phthalic anhydride yang dikembangkan
adalah dengan oksidasi naphthalene pada fase gas menggunakan katalis berupa
vanadium dan molybdenum oxide yang dikembangkan di USA. Setelah perang
dunia kedua, metode yang paling banyak digunakan adalah metode oksidasi
BASF’s naphthalene dengan asam sulfat dalam fase cair. Proses ini dipatenkan
pada 1896. Proses ini sangat banyak dilakukan sampai akhirnya pada akhir 1950-
an terjadi kelangkaan naphthalene (Kirk & Othmer, 2007).
Setelah itu dipilihlah o-xylene sebagai bahan baku baru produksi phthalic
anhydride ditambah dengan persediaan o-xylene sebagai hasil dari industri
petrochemical sangat melimpah.. Keuntungan penggunaan o-xylene adalah secara
teoritis akan diperoleh yield sebesar 1.395 kg/kg. Lebih tinggi jika dibandingkan
penggunaan naphthalene yang hanya menghasilkan yield sebesar 1.157 kg/kg
(Kirk & Othmer,2007).
Beberapa jenis proses produksi phthalic anhydride dengan oksidasi o-
xylene yang berkembang antara lain:
3
1) Oksidasi o-xylene pada fase gas
Proses ini adalah proses yang paling banyak digunakan saat ini. Secara umum
proses ini dilakukan dengan cara mereaksikan oksigen dan o-xylene dalam fase
gas pada multitube reaktor dengan katalis umumnya Vanadium Oxide (V2O5)
dengan penyangga berupa Titanium Oxide (TiO2). Penggunaan TiO2 sebagai
penyangga menyebabkan dispersi V2O5 yang baik sehingga aktivitas katalis pun
menjadi tinggi. Suhu operasi reaktor berkisar antara 296 s/d 400oC. Reaksi yang
terjadi sangat eksotermis sehingga produk keluar reaktor harus didinginkan di
kondenser. Produk samping yang dihasilkan dari proses ini adalah benzoic acid,
maleic acid, phthalic acid, dan phthalide.
Reaksi utama pembuatan phthalic anhydride dari o-xylene dan udara adalah
sebagai berikut:
4
(diluar batas flammability limit-nya). Proses VGR telah dikembangkan
secara komersial oleh Nippon Shokubai Kagaku Kogyo Co., Ltd. di Jepang..
c) The Alusuisse-Ftalital LAR Process
Katalis yang digunakan dalam proses ini berbentuk cincin atau setengah
cincin. Penggunaan katalis jenis ini akan memuat lebih banyak katalis dalam
reaktor. Sehingga untuk kapasitas yang sama biasanya ukuran reaktor untuk
proses LAR akan relatif lebih kecil.
d) Atofina Process
Proses jenis ini telah dioperasikan pada pabrik PT Petrowidada Gresik
Indonesia dengan kapasitas 70.000 ton/tahun.
Daftar I.3. Tabel Perbandingan Kondisi Operasi Berbagai Jenis Proses pada
Oksidasi O-xylene Fase Gas
5
No Jenis Suhu Konsentrasi o-xylene Yield Energi Kapasitas
Proses operasi (oC) masuk (g/m3) (gPA/g o- (ton/tahun)
xylene)
1 BASF 340-400 80-120 1,113- Rendah -
1,131
2 Wacker 370-410 90-100 1,02-1,06 Tinggi -
3 VGR 360-400 85 1,16 Tinggi 40.000
4 LAR - 135 - Rendah -
5 Atofina 300-400 - - Rendah 80.000
6 Von 340-360 40-130 1,10-1,12 Rendah 140.000
Heyden
(Ullman,2011 & Data Paten)
Perbandingan kondisi operasi pada proses oksidasi o-xylene fase gas dan
cair dapat dilihat pada Daftar 2 berikut:
6
Daftar I.4. Tabel Perbandingan Kondisi Operasi Pada Oksidasi O-xylene Fase Gas
dan Cair
No Jenis Suhu Solvent Aspek Manufacturing Yield
proses (oC) Safety cost (gPA/g
oksidasi o-xylene)
1 Fase gas 300-400 SO2 Suhu Rendah 1,10-
(untuk operasi 1,16
aktivasi tinggi,
katalis) solvent
toxic
2 Fase cair 150-245 Asam Korosif Tinggi 1,125
Asetat
Dari Tabel 2 dapat diambil kesimpulan proses yang dipilih adalah proses 1
(oksidasi o-xylene fase gas). Dari segi suhu operasi dapat dilihat bahwa suhu operasi
pada fase gas lebih tinggi, yang berarti energi yang harus disediakan untuk proses
lebih besar dan alat kontrol dan safety yang harus disiapkan juga harus lebih baik.
Namun hal itu tidaklah sebanding jika ditinjau dari segi cost manufacturing. Cost
maufacturing proses 2 lebih mahal jika dibandingkan dengan proses 1 karena
dibutuhkan proteksi lebih akibat sifat solvent yang dipakai. Seperti yang kita
ketahui bahwa asam asetat adalah senyawa yang cukup korosif sehingga
menyebabkan bahan konstruksi alat-alat proses menjadi lebih mahal.
Pertimbangan lain pemilihan proses 1 dari segi yield. Dapat dilihat bahwa
oksidasi fase gas memberikan nilai yield yang lebih besar dibandingkan oksidasi
pada fase cair. Dapat ditinjau pula dari kenyataan di lapangan bahwa pabrik dengan
proses 2 sudah tidak ada lagi yang beroperasi. Hal ini membuat pemilihan proses 1
menjadi lebih beralasan. Penggunaan solvent SO2 yang bersifat toxic dan sangat
berbahaya bagi lingkungan pada proses 1 dapat diatasi dengan cara menjerap gas
SO2 pada arus keluar reaktor kemudian me-recycle kembali gas SO2 ke dalam arus
masuk reaktor sehingga dapat dipastikan gas SO2 tidak akan mencemari
lingkungan.
Dari Tabel 1 dapat diambil kesimpulan pula bahwa proses oksidasi o-xylene
7
pada fase gas yang dipilih adalah proses ke-6 yaitu von Heyden Process. Alasan
pemilihan proses ini adalah karena batas atas suhu operasi proses ini adalah yang
terendah. Sehingga dari aspek safety, proses ini jelas lebih unggul dibandingkan
proses yang lain. Kemudian dari segi range konsentrasi o-xylene masuk reactor,
dapat dilihat bahwa range konsentrasi o-xylene pada proses 6 adalah yang terbesar
diantara yang lain. Besarnya range ini akan membuat pabrik lebih fleksibel dalam
pengoperasiannya dikarenakan tidak terlalu terganggunya proses jika spesifikasi
bahan baku yang digunakan ternyata mengalami perubahan. Dari segi yield dan
energi pun terlihat bahwa yield dari proses 6 cukup tinggi dengan energy yang
diperlukan oleh pabrik yang terbilang cukup rendah. Dari segi kapasitas pun proses
6 memiliki kapasitas maksimum yang sangat besar dibandingkan dengan jenis
proses lain yaitu sebesar 140.000 ton/tahun.