Anda di halaman 1dari 28

Lampiran

SK Direktur Rumah Sakit Permata Bekasi


Nomor : 041/SK-DIR/YANMED/RSPB/IV/2018
Tanggal : 13 April 2018

PANDUAN SURVEILANCE
TIM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
RUMAH SAKIT PERMATA BEKASI

RS PERMATA BEKASI
JL. LEGENDA RAYA NO.9 MUSTIKA JAYA - BEKASI
TAHUN 2018

1
Lampiran
SK Direktur Rumah Sakit Permata Bekasi
Nomor : 041/SK-DIR/YANMED/RSPB/IV/2018
Tanggal : 13 April 2018

BAB I
DEFINISI

Surveilans HAIS adalah suatu proses yang dinamis, sistematis, terus – menerus, meliputi
proses pengumpulan, identifikasi, analisis dan interpretasi dan data kesehatan yang penting pada
suatu populasi spesifik. Data ini diseminasikan secara berkala kepada pihak – pihak yang
memerlukan untuk digunakan didalam perencanaan, penerapan, dan evaluasi suatu tindakan yang
berhubungan dengan kesehatan.Infeksi Rumah Sakit (HAIS) atau Healthcare Associated Infections
(HAIs) adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di RS atau fasilitas pelayanan
kesehatan lain, yang tidak ditemukan dan tidak dalam masa inkubasi saat pasien masukrumah sakit.
Infeksi Rumah Sakit (HAIS) juga mencakup infeksi yang didapat di rumah sakit tetapi baru muncul
setelah keluar rumah sakit dan juga infeksi akibat kerja pada tenaga kesehatan yang disebabkan
karena pekerjaannya.
Ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi dapat berasal dari komunitas (community acquired
infection ) atau berasal dari lingkungan rumah sakit (hospital acquired infection) yang sebelumnya
dikenal dengan istilah infeksi nosokomial karenasering kali tidak bisa secara pasti ditentukan asal
infeksi, maka sekarang istilah infeksi nosokomial (hospital acquired infection) diganti dengan istilah
baru yaitu “Healthcare Associated Infection” (HAI’s) dengan pengertian yang lebih luas tidak hanya
di rumah sakit tetapi juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya tapi juga tidak terbatas infeksi
pada pasien saja, tetapi juga infeksi pada petugas kesehatan yang didapat pada saat melakukan
tindakkan perawatan pasien.Khusus untuk infeksi yang terjadi atau di dapatdi rumah sakit
selanjutnya disebut infeksi rumah sakit (HAIS).
Kegiatan surveilans infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan ini merupakan suatu proses yang
dinamis, komprehensif dalam mengumpulkan, mengidentifikasi, menganalisa data kejadian yang
terjadi dalam suatu populasi yang spesifik dan melaporkannya kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Hasil kegiatan surveilans ini dapat digunakan sebagai data dasar laju infeksidi
fasilitas pelayanan kesehatan, untuk menentukan adanya kejadian luar biasa (KLB), dan sebagai tolak
ukur akreditasi rumah sakit.
Kegiatan surveilans HAIS di Indonesia belum dilaksanakan sebagai pedoman, yangsalah
satunya disebabkan belum tersedianya petunjuk pelaksanaan. Oleh karena itu Petunjuk Pelaksanaan
Surveilans Infeksi Rumah Sakit mutlak dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan kegiatan surveilans di
rumah sakit

1) Mendapatkan Data Dasar Infeksi Rumah Sakit


Pada dasarnya data surveilans HAIS digunakan untuk mengukur laju angka dasar (baseline
rate) dari infeksi rumah sakit.Dengan demikian dapat diketahui seberapa besar risiko yang dihadapi
oleh setiap pasien yang dirawat di rumah sakit. Sebagian besar (90-95%) dari HAIs adalah endemic
dan ini di luar dari KLB yang telah dikenal. Oleh karena itu kegiatan surveilans HAIs ditujukan untuk
menurunkan laju angka endemic tersebut.
Meskipun data surveilans dapat digunakan untuk menentukan laju angka endemic, namun
pengumpulan data saja tidak akan mempengaruhi risiko infeksi jika tidak disertai dengan upaya
pencegahan dan pengendalian infeksi yang memadai. Jila demikian maka kegiatan surveilans akan
sia-sia belaka, bahkan selain mahal juga sangat tidak memuaskan semua pihak.

2
Lampiran
SK Direktur Rumah Sakit Permata Bekasi
Nomor : 041/SK-DIR/YANMED/RSPB/IV/2018
Tanggal : 13 April 2018

2) Menurunkan Laju Infeksi Rumah Sakit


Dengan surveilans ditemukan factor risiko HAIS yang akan di intervensi sehingga dapat
menurunkan laju angka HAIS. Untuk mencapai tujuan ini surveilans harus berdasarkan cara
penggunaan data, sumber daya manusia dan dana yang tersedia.

3) Identifikasi Dini Kejadian Luar Biasa (KLB) Infeksi Rumah Sakit


Bila laju angka dasar telah diketahui, maka kita dapat segera mengenali bila terjadi suatu
penyimpangan dari laju angka dasar tersebut, yang mencerminkan suatu peningkatan kasus atau
kejadian luar biasa (outbreak) dari HAIS. Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada
daerah dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang dapat menjurus terjadinya
wabah.
KLB RS adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian infeksi rumah sakit yang menyimpang
dari angka dasar endemic yang bermakna dalam kurun waktu tertentu. Deteksi dini merupakan
kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadi peningkatan kasus infeksi RS dengan cara melakukan
pemantauan secara terus menerus dan sistematis (surveilans) terhadap factor risiko terjadinya
infeksi RS. Untuk mengenali adanya penyimpangan laju angka infeksi sehingga dapat menetapkan
kejadian tersebut merupakan suatu KLB, sangat diperlukan ketrampilan khusus dari para petugas
kesehatan yang bertanggung jawab untuk itu. Untuk mengenali adanya penyimpangan laju angka
infeksi serta menetapkankejadian tersebut merupakan suatu KLB atau tidak, sangat diperlukan
keterampilankhusus dari para petugas kesehatan yang berada dalam komite/ tim PPI.
Petugaskesehatan diharapkan mampu memahami kapan suatu keadaan atau kondisidinyatakan
sebagai kejadian luar biasa. Suatu KLB dinyatakan apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai
berikut:
1) Timbulnya suatu penyakit yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah.
2) Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam, hari
atau minggu berturut – turut menurut jenis penyakitnya.
3) Peningkatan kejadian kesakitan 2 (dua) kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis penyakitnya.
4) penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan 2 (dua) kali atau
lebih dibandingkan dengan angka rata – rata per bulan dalam tahun sebelumnya.
5) Rata – rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan
kenaikan 2 (dua) kali atau lebih dibandingkan rata – rata jumlah kejadian kesakitan per bulan
pada tahun sebelumnya.
6) Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu
tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan.
7) Angka proporsi penyakit (proportional rate) penderita baru suatu penyakit pada satu periode
menunjukkan kenaikan 2 (dua) kali atau lebih dibandingkan satu periode sebelumnya dalam
kurun waktu yang sama. Tanpa adanya keterampilan tersebut maka pengumpulan data yang
dilakukan tidak ada gunanya sama sekali dan KLB akan lewat demikian saja.

4) Meyakinkan para tenaga kesehatan tentang adanya masalah yang memerlukan


penanggulagan

3
Lampiran
SK Direktur Rumah Sakit Permata Bekasi
Nomor : 041/SK-DIR/YANMED/RSPB/IV/2018
Tanggal : 13 April 2018

Data surveilans yang diolah dengan baik dan disajikan secara rutin dapat
meyakinkan tenaga kesehatan untuk menerapkan pencegahan dan pengendalian infeksi
(PPI). Data ini dapat melengkapi pengetahuan yang didapat dari teori karena lebih
spesifik, nyata dan terpercaya. Umpan balik mengenai informasi seperti itu biasanya
sangat efektif dalam mengiringi tenaga kesehatan untuk melakukan upaya PPI RS.

5) Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program PPHAIS


Setelah permasalahan dan teridentifikasi dengan adanya data surveilans serta
upaya pencegahan dan pengendalian telah di jalankan, maka masihdiperlukan surveilans
secara berkesinambungan guna meyakinkan bahwa permasalahan yang ada benar –
benar telah terkendalikan. Dengan pemantauan yang terus – menerus maka suatu upaya
pengendalian yang nampaknya rasionalkadang akhirnya dapat diketahui bahwa ternyata
tidak efektif sama sekali. Sebagai contoh bahwa perawatan meatus setiap hari untuk
mencegah HAIS saluran kemih yang nampak rasional namun data surveilans
menunjukkan bahwa tidak ada manfaatnya.

6) Memenuhi standar mutu pelayanan medis dan keperawatan


Penatalaksanaan pasien yang baik dan tepat dalam hal mengatasi dan mencegah
penularan infeksi serta menurunkan angka resistensi terhadap antimikroba akan
menurunkan angka HAIS. Surveilans yang baik dapat menyediakan data dasar sebagai
data pendukung rumah sakit dalam upaya memenuhi Standar Pelayanan Rumah Sakit.

7) Salah satu unsur pendukung untuk akreditasi RS memenuhi


Surveilans HAIS merupakan salah satu unsur memenuhi akreditasi RS yaitu unsur
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. Akan tetapi, pengumpulan data surveilans hanya
untuk kepentingan akreditasi adalah suatu pemborosan sumber daya yang luar biasa
tanpa memberi manfaat kepada rumah sakit ataupun tenaga yang ada. Oleh karena itu,
surveilans harus dikembalikan kepada tujuan sebenarnya yaitu untuk menurunkan risiko
HAIS.

4
Lampiran
SK Direktur Rumah Sakit Permata Bekasi
Nomor : 041/SK-DIR/YANMED/RSPB/IV/2018
Tanggal : 13 April 2018

BAB II
RUANG LINGKUP

Infeksi Rumah Sakit (HAIS) atau dalam arti yang lebih luas disebut sebagai Hospital
Associated Infections (HAIs), merupakan jenis infeksi yang berhubungan erat dengan proses
perawatan pasien. Jadi target yang di selidiki dalam hal ini terutama adalah pasien –pasien yang
sedang mengalami perawatan. Dengan demikian semakin lama perawatan risiko terjadinya HAIs juga
akan semakin meningkat. Begitu juga semakin banyak tindakan perawatan yang bersifat invasif akan
meningkatkan terjadinya HAIs. Dengan alasan ini risiko terjadinya HAIS akan semakin meningkatkan
pada pusat – pusat perawatan atau rumah sakit yang besar akan semakin ditingkatkan sehubungan
dengan jenis pasien yang harus ditangani dan macam tindakan yang harus dilakukan. Jenis – jenis
HAIs sangat banyak, tergantung dari jenis perawatan dan tindakan yang kita lakukan terhadap pasien
(saluran pernapasan, pencernaan, kemih, sistem pembuluh darah, sistem saraf pusat dan kulit).
Diantara jenis – jenis HAIs, yang paling sering diantaranya:
1. Saluran pernapasan, seperti prosedur dan tindakan terkait intubasi, bantuan ventilasi
mekanik, trakeostomi, dan lain-lain dalam hal ini VAP yaitu Ventilator Assciated Pneumonia
2. Saluran kencing, seperti kateter, pembilasan urin, dan lain-lain dalam hal ini ISK yaitu Infeksi
Saluran Kemih terkait kateter
3. Alat invasive intravaskuler, saluran vena perifer, saluran vena central, dan lain-lain dalam hal
ini IADP, maupun Phlebitis
4. Lokasi operasi, perawatan, pembalutan luka, prosedur aseptic, dan lain-lain dalam hal ini
IDO yaitu Infeksi Daerah Operasi
5. Penyakit dan organisme yang penting dari sudut epidemioogik, seperti multi drug resistant
organism, infeksi yang virulen
6. Timbulnya infeksi baru atau timbul kembalinya infeksi di masyarakat.

A. Alat invasive intravaskuler, saluran vena perifer, saluran vena central, dan lain-lain
Infeksi Aliran Darah Primer merupakan jenis infeksi yang terjadi akibat masuknya
mikroba melalui peralatan yang kita pastikan langsung ke sistem pembuluh darah. Dalam
istilah CDC disebut sebagai Blood Stream Infection (BSI). Kriteria IADP adalah ditemukannya
organisme dari hasil kultur darah semi kuantitatif/kuantitatif disertai tanda klinis yang jelas
serta tidak ada hubungannya dengan infeksi ditempat lain dan/atau dokter yang merawat
menyatakan telah terjadi infeksi. Sering kali phlebitis dilaporkan sebagai IADP, IADP berbeda
dengan Phlebitis (Superficial and Deep Phlebitis). Perbedaan antara IADP dengan phlebitis,
adalah:
 Phlebitis, merupakan tanda–tanda peradangan pada daerah lokal tusukan infus.
Tanda– tanda peradangan tersebut adalah merah, bengkak, terasa seperti
terbakar, dan sakit bila ditekan.
 IADP adalah keadaan bakterimia yang diagnosanya ditegakkan melalui
pemeriksaan kultur.

1. Kriteria IADP

5
Lampiran
SK Direktur Rumah Sakit Permata Bekasi
Nomor : 041/SK-DIR/YANMED/RSPB/IV/2018
Tanggal : 13 April 2018

Ada beberapa kriteria untuk menentukan IADP. Kriteria IADP 1 dan 2 dapat
digunakan untuk semua peringkat umur pasien termasuk usia < 1 tahun, minimal
ditemukan satu kriteria seperti tersebut:
1.1. Kriteria 1 IADP:
 Ditemukan pathogen pada > 1 kultur darah pasien.
 Mikroba dari kultur darah itu tidak berhubungan dengan infeksi di
bagianlain dari tubuh pasien.
1.2. Kriteria 2 IADP:
 Pasien manunjukkan minimal satu gejala klinis: demam (suhu >
380C), menggigil atau hipotensi.
 Tanda dan gejala klinis serta hasil positif pemeriksaan laboratorium
yang tidak berhubungan dengan infeksi di bagian lain dari tubuh
pasien.
 Hasil kultur yang berasal dari > 2 kultur darah pada lokasi
pengambilan yangberbeda didapatkan mikroba kontaminan kulit
yang umum, misalnya difteroid (Corynebacterium spp), Bacillus spp.
(bukan B anthrads), Propionibacterium spp, Stahylococcus coagulase
negatif termasuk epidemis, Streptococcus viridians, Aerococcus spp,
Micrococcus spp.
1.3. Kriteria 3 IADP:
 Pasien anak usia > 1 tahun menunjukkan minimal satu gejala seperti
berikut: demam (suhu > 38 0C), hipotermi (suhu rektal < 370C), apneu atau
bradikardia, dan tanda gejala serta hasil pemeriksaan positif laboratorium
yang tidak berhubungan dengan infeksi di bagian lain dan tubuh pasien,
dan
 Kultur yang berasal dan > 2 kultur darah pada lokasi pengambilan yang
berbeda didapatkan mikroba kontaminan kulit yang umum, misalnya
difteroid (Corynebacterium spp), Bacillus spp. (bukan B anthrads)
epidemis, Streptococcusviridans, Aerococcus spp, Micrococcus spp.

Keterangan:
a. Dalam kriteria 1, art “≥1” kultur darah pasien adalah minimal 1 (satu) botol kultur dari
darah yang diambil memberikan hasil kultur darah positif.
b. Dalam kriteria 1, makud “patogen” adalah mikroba yang tidak termasuk dalam mikroba
kontaminan kulit yang umum didapatkan (lihat kriteria 2). Contoh mikroba pathogen
yang bukan termasuk flora normal umum kulit adalah S. Aureus, Enterococcus spp,
Sudomonas spp, Klebsiella spp, Candida spp dan lain – lain.
c. Dalam kriteria 2 dan 3, arti kultur darah diambil dari lokasi yang berbeda adalah:
1) Dari CV line atau kultur ujung kateter CV line dan perifer.
2) Sekurang – kurangnya 2 (dua) kali pengambilan darah perifer dengan jeda waktu
tidak lebih dari 2 (dua) hari (misalnya pengambilan darah pada hari Senin dan Selasa,
atau Senin dan Rabu, jangan terlalu jauh misalnya Senin dan Kamis, atau pada waktu
yang bersamaan dari 2 (dua) lokasi yang berbeda.

6
Lampiran
SK Direktur Rumah Sakit Permata Bekasi
Nomor : 041/SK-DIR/YANMED/RSPB/IV/2018
Tanggal : 13 April 2018

3) Minimal 1 (satu) botol dari darah yang diambil menunjukkan pertumbuhan kuman
kontaminan umum kulit yang sama. (lihat catatan No. 4 untuk melihat kesamaan
mikroba) Contoh kasus:
a. Pasien dewasa diambil darah jam 08.00 dan kemudian diambil lagi 08.15
padahari yang sama, masing–masing darah dari tiap pengambilan diinokulasi
kedalam 2 (dua) botol dan di inkubasi (tota 4 botol). Bila 1 (satu) botol yang
berasal dari tiap set pengambilan darah didapatkan positif strep coagulase
negatif, kriteria terpenuhi.
b. Neonatus diambil darah untuk kultur pada Selasa kemudian Sabtu.
Ditemukan pertumbuhan kuman kontaminan kulit. Karena selang waktu
pengambilan darah > 2 hari, maka tidak termasuk dalam kriteria.
c. Pada pengambilan darah pasien anak – anak, karena keterbatasan volume
darah, hanya 1 (satu) botol kultur darah dapat diambil. Agar sesuai dengan
kriteria ini, maka dilakukan pengambilan dan kultur darah lebih dari satu kali,
dan hasil kultur setiap botol harus > 2 (dua) didapatkan hasil positif dengan
pertumbuhan kuman kontaminan kulit yang sama.
d. Beberapa isu yang perlu diperhatikan dalam menentukan kesamaan
mikroba:
1. Bila kontaminan kulit dari kultur teridentifikasi sampai tingkat spesies,
danpasangan kultur hanya teridentifikasi dengan nama sebulannya saja
misalnya nama pada tingkat genus), maka diasumsikan bahwa mikroba
tersebut adalah sama. Spesies mikroba itu harus dilaporkan sebagai
patogen penyebab infeksi.
2. Bila mikroba kontaminan kulit dari kultur telah teridentifikasi dalam
tingkat spesies tetapi belum dilakukan tes antibiogram, atau telah
dilakukan tes antibiogram hanya terhadap 1 (satu) isolat, maka
diasumsikan bahwa mikroba – mikroba tersebut adalah sama.
3. Bila kontaminan kulit dari kultur dengan antibiogram yang berbeda
untuk >2 antibiotik, maka diasumsikan bahwa mikrobanya adalah
berbeda.
4. Untuk kepentingan laporan antibiogram (seperti laporan ke pusat atau
WHO), penafsiran kategori intermediete TIDAK DIPAKAI untuk
membedakan apakah 2 mikroba itu sama.

B. VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA


VAP (Ventilator Associated Pneumonia) adalah infeksi saluran nafas bawah yang
mengenai parenkim paru setelah pemakaian ventilasi mekanik > 48 jam, dan sebelumnya
tidak ditemukan tanda-tanda infeksi saluran nafas. Populasi beresiko VAP adalah semua
pasien yang terpasang ventilasi mekanik sehingga terjadinya terutama terfokus pada area
spesifik yaitu ICU, NICU / PICU, ICCU.

1. Kriteria VAP
Bukti klinis adalah bila ditemukan minimal 1 dari tanda dan gejala berikut:
 Demam (>38) tanpa ditemukan penyebab lainnya

7
Lampiran
SK Direktur Rumah Sakit Permata Bekasi
Nomor : 041/SK-DIR/YANMED/RSPB/IV/2018
Tanggal : 13 April 2018

 Leukopenia (< 4.000 WBC /mm3) atau leukositosis ( >10.000 SDP/MM3)


 Untuk penderita berumur >70 tahun ada perubahan status mental yang tidak
ditemui penyebab lainnya. Minimal disertai 2 tanda berikut:
a. Timbulnya onset baru sputum purulent atau perubahan sifat sputum
b. Munculnya tanda atau terjadinya batuk yang memburuk atau dypspnoe
(sesak nafas) atau tachypnoe (napas frekuen) Rhonci basah atau suara nafas
bronchial
c. Memburuknya pertukaran gas misalnya desatuasi O 2 (PO2<240) Peningkatan
kebutuhan oksigen

C. Infeksi Saluran Kemih terkait Kateter


Infeksi Saluran Kemih (ISK) dalam istilah CSC disebut sebagai Urinary Tract Infection
(UTI), merupakan jenis infeksi yang terjadi pada saluran kemih murni (uretra dan permukaan
kandung kemih) atau melibatkan bagian yang lebih dalam dari organ–organ pendukung
saluran kemih (ginjal, uretra, kandung kemih, uretra dan jaringan sekitar retroperitonial atau
rongga perinefrik). Untuk itu, dalam menentukan jenis ISK, perlu pengelompokan sebagai
berikut:
1. Infeksi Saluran Kemih Simptomatis
2. Infeksi Saluran Kemih Asimptomatis
3. Infeksi Saluran Kemih lainnya

1. Tanda dan gejala klinis ISK


a. Tanda dan gejala ISK:
 Demam (> 30C)
 Urgensi
 Frekuensi
 Disuria, atau
 Nyeri Supra Pubik
b. Tanda dan gejala ISK anak ≤ 1 tahun:
 Demam > 380C rektal
 Hipotermi < 370C rektal
 Apnea
 Bradikardia
 Letargi
 Muntah - muntah
A. Tes Konfirmasi ISK
 Tes konfirmasi mayor merupakan pemeriksaan kultur kuantitatif yang
menghasilkan jumlah koloni yang sedikit kemungkinan terjadi akibat
kontaminasi.
 Tes konfirmasi minor merupakan pemeriksaan atau bukti ISK dengan keakutan
yang kurang sebagai tanda adanya ISK.Tes konfirmasi minor dapat berupa : tes –
tes kultur kuantitatif dengan jumlah konfirmasi yang meragukan adanya infeksi,
pemeriksaan urin untuk melibat adanya kemungkinan ISK tanpa melakukan
kultur, dan diagnosis dokter yang merawat.
1) Tes konfirmasi ISK mayor:

8
Lampiran
SK Direktur Rumah Sakit Permata Bekasi
Nomor : 041/SK-DIR/YANMED/RSPB/IV/2018
Tanggal : 13 April 2018

Hasil biarkan urin aliran tengah (midstream) >105 jumlah kuman tidak
lebih dari 2 (dua) spesies.
2) Tes konfimasi ISK minor:
a) Tes carik celum (dipstick) positif untuk leukosit eterase dan/atau
nitrit.
b) Piuri (terdapat >10 leukosit per ml atau terdapat > 3 leukosit per LPB
(mikroskop kekuatan tinggi/1000x) dari urin tanpa dilakukan
sertrifugasi).
c) Ditemukan kuman dengan perawatan gram dari urin yang tidak
disetrifukasi.
d) Paling sedikit 2 (dua) kultur urin ulangan di dapatkan uropatogen
yang sama (bakteri gram negatif atau S. Saprophyticus) dengan
jumlah ≥ 10 koloni per ml dari urin yang tidak dikemihkan (kateter
atau aspirasi supra pubik).
e) Kultur ditemukan ≤ 105 koloni/ml kuman patogen tunggal (bakteri
gram negatif atau S Sapmphyticus) pada pasien yang dalam
pengobatan antimikroba efektif untuk ISK.
f) Dokter mendiagnosis sebagai ISK.
g) Dokter memberikan terapi yang sesuai untuk ISK.

B. Kriteria ISK
1) ISK simptomatis harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini:
a) Kriteria 1 ISK simptomatis
1) Ditemukan paling sedikit satu simptom ISK (C.2.a.), dan
2) Tes konfirmasi mayor positif (C.3.a.)
b) Kriteria 2 ISK simptomatis
1) Ditemukan paling sedikit dua simtom ISK (C.2.a.), dan
2) Satu tes konfirmasi minor positif (C.S.b.)
c) Kriteria 3 ISK simptomatis anak usia < 1 tahun
1) Ditemukan paling sedikit satu tanda ISK (C.2.b.), dan
2) Satu tes konfirmasi mayor positif (C.S.a.)
d) Kriteria 2 ISK simptomatis usia ≤ 1 tahun
1) Ditemukan paling sedikit dua simtom ISK anak usia ≤ tahun ISK(C.2.b.), dan
2) Satu tes konfirmasi minor positif (C.3.b.)

2) ISK asimptomatik
ISK asimptomatik harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut:
a) Kriteria 1 ISK asimptomatis
1) Pasien pernah memakai kateter urine dalam waktu 7 hari sebelum biakan
urine,
2) Tes konfirmasi mayor ISK positif, dan
3) Somptom ISK negatif.
b) Kriteria 2 ISK asimptomatis
1) Pasien tanpa kateter urine menetap dalam 7 hari sebelum biakan pertama
positif

9
Lampiran
SK Direktur Rumah Sakit Permata Bekasi
Nomor : 041/SK-DIR/YANMED/RSPB/IV/2018
Tanggal : 13 April 2018

2) Tes konfirmasi mayor positif dari hasil kultur urine yang dilakukan 2x
berturut – turut, dan
3) Simptom ISK negatif.

Keterangan:
a. Kultur positif dari ujung kateter tidak dapat digunakan untuk testdiagnostik ISK.
b. Kultur positif dari urin yang diambil dari kantong pengumpul urin tidakdapat digunakan untuk tes
diagnostik ISK.
c. Spesimen untuk kultur urin harus didapatkan dengan tehnik yang benar, misalnya dean catch
collection untuk spesimen urin pancar tengah, atau kateterisasi.
d. Pada bayi, spesimen diambil dengan cara kateterisasi kandung kemih atau aspirasi supra pubik.
e. Infeksi saluran kemih yang lain (Ginjal, ureter, kandung kemih, uretra dan jaringan sekitar
retroperitonial ataurongga perinefrik) Harus memenuhi sekurang – kurangnya satu kriteria
terkait organ diatas sebagai berikut:
i. Kriteria 1 ISK lain: Ditemukan kultur kuman yang positif dari cairan (selain urin) atau
jaringan terinfeksi.
ii. Kriteria 2 ISK lain: Ditemukan abses atau tanda infeksi lain yang ditemukan baik pada
pemeriksaan langsung selama pembedahan atau dengan pemeriksaan histopatologis.
iii. Kriteria 3 ISK lain: Ditemukan paling sedikit dua dari tanda atau gejala sebagai berikut :
a) Demam (>380C)
b) Nyeri lokal
c) Nyeri tekan pada daerah yang dicurigai terinfeksi, dan Sekurang – kurangnya
terdapat paling sedikit satu hal berikut:
 Drainase pus dari tempat yang dicurigai terinfeksi.
 Kuman yang tumbuh pada kultur darah sesuai dengan kuman daritempat yang
diduga infeksi.
 Terdapat bukti adanya infeksi pada pemeriksaan radiologi (USG, CTScan, MRI,
Radiolabel Scan).
 Diagnosis infeksi oleh dokter yang menangani.
 Dokter yang menangani memberikan pengobatan antimikroba yang sesuai untuk
jenis infeksinya.
iv. Kriteria 4 ISK lain pasien berumur < 1 tahun, didapat paling sedikit satu tanda atau gejala
berikut tanpa penyebab lain:
1) Demam > 380C
2) Rektal hipotermi < 370C rektal
3) Apnea bradikardia letargi, muntah – muntah, dan sekurang – kurangnya terdapat
paling sedikit satu hal berikut:
 Drainase pus dari tempat yang dicuigai terinfeksi.
 Kuman yang tumbuh pada kultur darah sesuai dengan kuman daritempat
yang diduga infeksi.
 Terdapat bukti adanya infeksi pada pemeriksaan radiologi (USG, CT Scan,
MRI, Radiolabel Scan).
 Diagnosis infeksi oleh dokter yang menangani
 Dokter yang menangani memberikan pengobatan antimikroba yangsesuai.

D. Infeksi Daerah Operasi (IDO)

10
Lampiran
SK Direktur Rumah Sakit Permata Bekasi
Nomor : 041/SK-DIR/YANMED/RSPB/IV/2018
Tanggal : 13 April 2018

IDO dalam istilah CDC disebut sebagai Surgical Site Infection (SSI). Ada beberapa
stadium dalam operasi, sehingga penilaian ada tidaknya IDO juga dikelompokkan
berdasarkan seberapa jauh organ dan jaringan yang dioperasi, sehinga dikenal istilah:
1. IDO Superficial: bila insisi hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit
(Subkutan).
2. IDO Profunda: bila insisi mengenai jaringan lunak yang lebih dalam (fascia
danlapisan otot)
3. IDO Organ/Rongga tubuh: bila insisi dilakukan pada organ atau mencapai
rongga dalam tubuh.
1. Kriteria IDO Superfisial (Superficial Incisional SSI):
Terdapat 2 tipe spesifik IDO superficial, yaitu:
1. Superficial incisional primary (SIP)
Infeksi terjadi pada tempat insisi primer pada pasien yang telah menjalani
tindakan operasi melalui satu atau lebih insisi (contoh insisi pada operas icaesar
atau insisi pada dada dalam operasi bypass arteri coroner)
2. Suprficial incisional secondary (SIS)
Infeksi terjadi pada tempat insisi sekunder pada pasien yang menjalani tindakan
melalui lebih dari satu insisi (contoh insisi pada donor biasanya pada kaki untuk
CBGB). CBGB: Coronary Bypass with Chest and Donor Incisions. Petunjuk
pencatatan/pelaporan IDO superficial:
a. Jangan melaporkan “stitch abscess” (inflamasi minimal dan adanya keluar
cairan dischange pada tepat penetrasi/ tusukan jarum atau tempat jahitan)
sebagai suatu infeksi.
b. Jangan melaporkan infeksi luka yang terlokalisir (“localized stab wound
infection”) sebagai IDO, sebaiknya dilaporkan sebagai infeksi kulit (SKIN)
atau infeksi jaringan lunak (ST) tergantung dari kedalamannya infeksi.
c. Laporkan infeksi pada tindakan sirkumsisi pada bayi baru lahir sebagai
CIRC, Sirkumsisi tidak termasuk kedalam prosedur operasi pada NHSN.
d. Laporkan infeksi pada luka bakar sebagai BURN. Bila infeksi pada tempati
sisi mengenai atau melanjut sampai ke fascia dan jaringan otot, laporkan
sebagai IDO profunda (“deep incisional SSI”).
e. Apabila infeksi memenuhi kriteria sebagai IDO superficial dan IDO
profunda klasifikasikan sebagai IDO profunda.
f. Pasien sekurang – kurangnya mempunyai/ memenuhi salah satu keadaan
dibawah ini:
1) Drainase bahan burulel dari insisi superficial
2) Dapat diisolasi penyebab dari biakan cairan atau jaringan yang
diambil secara aseptik dari tempat insisi superficial.
3) Sekurang – kurangnya terdapat :
 Satu tanda atau gejala infeksi sebagai berikut : rasa
nyeri,pembengkakan yang terlokalisir, kemerahan, atau hangat
padaperabaan.

11
Lampiran
SK Direktur Rumah Sakit Permata Bekasi
Nomor : 041/SK-DIR/YANMED/RSPB/IV/2018
Tanggal : 13 April 2018

 Insisi superficial terpaksa harus dibuka oleh dokter bedah dan


hasil biakan positif atau tidak dilakukan biakan. Hasil biakan yang
negative tidak memenuhi kriteria ini.
4) Diagnosis IDO superficial oleh dokter bedahatau dokter yang
menanganipasien tersebut.
2. Kriteria IDO Profunda (Deep incisional SSI)
a. Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah operasi tanpa pemasangan
implant atau dalam waktu 1 tahun bila operasi dengan pemasangan implant dan
infeksi diduga ada kaitannya dengan prosedur operasi.
b. Mengenai jaringan lunak yang lebih dari (fascia dan lapisan otot) pada
tempatinsisi.
c. Pasien sekurang – kurangnya mempunyai/ memenuhi salah satu keadaan
dibawah ini:
1) Drainase purulen dari jaringan lunak dalam tetapi bukan organ atau
ronggadalam pada tempat operasi.
2) Tempat insisi dalam mengalami “dehiscence” secara spontan terpaksa
dibuka oleh dokter bedah dan hasil biakan positif atau tidak dilakukan
biakan kuman apabila pasien mempunyai sekurang-kurangnya satu
tanda atau 380 C, atau nyeri yang terlokalisir.
3) Abses atau adanya bukti lain terjadinya infeksi yang mengenai insisi
dalam yang ditemukan berdasarkan pemeriksaan langsung, selama
operasi, atau berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi (PA) atau
radiologi.
4) Diagnosis IDO profunda oleh dokter bedah atau dokter yang menangani
pasien tersebut.

Keterangan :
Yang dimaksud dengan Implanta dalah setiap benda, bahan atau jaringan yang
berasal bukan dari manusia (seperti katup jantung prostesa, cangkok pembuluh darah
yang bukan berasal dari manusia, jantung buatan (mekanik), atau prostesa tulang
panggul yang ditempatkan pada tubuh pasien secara permanen dalamsuatu tindakan
operasi dan tidak dimanipulasi secara baik untuk kepentingan diagnostik maupun untuk
keperluan terapi. Terdapat 2 tipe spesifik IDO profunda, yaitu:
a. Deep incisional primary (DIP)
Infeksi terjadi pada tempat insisi primer pada pasien yang telah menjalani tindakan
operasi melalui satu atau lebih insisi (contoh insisi pada operas icaesar atau insisi
pada dada dalam operasi bypass arteri coroner).
b. Deep incisional secondary (DIS)
Infeksi terjadi pada tempat insisi sekunder pada pasien yang menjalani tindakan
melalui lebih dari satu insisi (contoh insisi pada donor biasanya pada kakai untuk
CBGB)
Petunjuk pencatatan/pelaporan IDO Profunda: Apabila infeksi memenuhi kriteria
sebagai IDO Superficial dan IDO profunda disebagai IDO profunda.

12
Lampiran
SK Direktur Rumah Sakit Permata Bekasi
Nomor : 041/SK-DIR/YANMED/RSPB/IV/2018
Tanggal : 13 April 2018

3. Kriteria IDO Organ/rongga tubuh (Organ/Space SSI):


a. Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi tanpa
pemasangan implant atau dalam kurun waktu 1 (satu) tahun bila operasi
dengan pemasangan implant dan infeksi diduga ada kaitannya dengan prosedur
operasi, dan
b. Infeksi mengenai semua bagian dari tubuh, kecuali insisi kulit, fascia dan lapisan
otot yang sengaja dibuka atau dimanipulasi selama prosedur/tindakan dan
c. Pasien sekurang–kurangnya mempunyai/memenuhi salah satu keadaan
dibawah ini:
i. Drainase purulen dari suatu drain yang dipasang melalui stab wound”
Kedalam organ/rongga tubuh.
ii. Dapat diisolasi kuman penyebab dari biakan cairan atau jaringan yang
diambil secara aseptik dari organ/rongga tubuh.
iii. atau adanya bukti lain terjadinya infeksi yang mengena iorgan/rongga
tubuh yang ditemukan berdasarkan pemeriksaan langsung, selama re-
operasi, atau berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi (PA) atau
radiologi
iv. Diagnosis IDO organ/rongga tubuh oleh dokter bedah atau dokter yang
menangani pasien tersebut. Petunjuk pencatatan/pelaporan IDO
organ/rongga tubuh:
1) Organ/rongga tubuh meliputi semua bagian/organ tubuh
manusia kecualikulit, fascia atau lapisan tubuh, yang sengaja
dibuka atau dimanipulasi selama tindakan operasi. Tempat atau
nama organ tubuh yang spesifik harus dicantumkan pada IDO
organ/rongga tubuh untuk mengidentifikasikan tempat terjadinya
infeksi.
2) Secara sesifik tempat terjadinya infeksi harus dicantumkan dalam
pelaporanIDO organ/rongga tubuh (lihat juga kriteria untuk
tempat tersebut). Sebagaicontoh, pada tindakan apendiktomi
yang kemudian terjadi abses sub-diagfragma, akan dilaporkan
sebagai IDO organ/rongga tubuh dengan tempatspesifiknya pada
“intra - abdominar” (IDO – IAB)
3) Biasanya infeksi organ/ rongga tubuh keluar (drains) melalui
tempat insisi. Infeksi tersebut umumnya tidak memerlukan re-
operasi dan dianggap sebagai komplikasi dari insisi, sehingga
keadaan tersebut harus diklasifikasikan sebagai suatu IDO
profunda.

E. Phlebitis
Phlebitis dalam klasifikasi HAIs oleh CDC, dikelompokkan dalam CVS – VASC(Arterial
or venous infection).Kriteria PhlebitisInfeksi arteri atau vena harus memenuhi minimal
1 dari kriteria berikut :
a.Hasil kultur positif dari arteri atau vena yang diambil saat operasi.

13
Lampiran
SK Direktur Rumah Sakit Permata Bekasi
Nomor : 041/SK-DIR/YANMED/RSPB/IV/2018
Tanggal : 13 April 2018

b.Terdapat bukti infeksi dari arteri atau vena yang terlihat saat operasi atau
berdasarkan bukti histopatdogik.
c.Pasien minimal mempunyai 1 (satu) gejala dan tanda berikut, tanpa diketemukan
penyebab lannya :
1)Demam ( > 380C), sakit, eritema, atau panas pada vaskuler yang terlibat, dan
2) Kultur semikuantitatif dari ujung kanula intervaskuler tumbuh > 15 koloni
mikroba, dan
3)Kultur darah tidak dilakukan atau hasil negatif.

d.Adanya aliran nanah pada vaskuler yang terlihat.


e.Untuk pasien ≤ 1 tahun, minimal mempunyai 1 gejala dan tanda berikut, tanpa
ditemukan penyebab lainnya :
1) Demam ( > 38 0C rektal ), hipotermi ( < 370 C rektal ), apneu, bradikardi, letargi
atau
sakit, eritema, atau panas pada vaskuler yang terlibat, dan
2) Kultur semi kuantitatif dari ujung kanula intra vaskuler tumbuh > 15 koloni
mikroba, dan
3) Kultur darah tidak dilakukan atau hasil negatif.
Petunjuk Pelaporan
a.Infeksi dari transplantasi arteri – vena, shunt, atau fistula atau lokasi kanula
vaskular sebagai CVS – VASC tanpa adanya hasil kultur dari darah.
b. Infeksi intravaskuler dengan hasil kultur darah positif, dilaporkan sebagai IADP.

14
Lampiran
SK Direktur Rumah Sakit Permata Bekasi
Nomor : 041/SK-DIR/YANMED/RSPB/IV/2018
Tanggal : 13 April 2018

BAB III
TATALAKSANA SURVEILANS

A. Identifikasi Kasus
Apabila ditemukan kasus HAIS, maka ada tiga hal yang perlu diperhatikan disini :
1. A.1. Kasus HAIS yang didapatkan secara pasif atau aktif Pada surveilans secara pasif,
orang yang tidak duduk dalam Komite/Tim PPIdipercaya untuk mencatat dan
melaporkan bila menemukan infeksi selama perawatan Misalkan tersedia formulir
yang diisi oleh dokter atau perawat yang merawat bilamenemukan HAIS pada
pasiennya. Oleh karena keterampilan dan pengetahuan tenaga semacam ini lebih
tertuju pada perawatan pasien daripada masalah surveilans, maka tidak heran kalau
masalah yang selalu ada pada surveilans, maka tidak heran kalaumasalah yang
selalu ada pada surveilans pasif adalah selalu mengklasifikasi, under reporting dan
kurang runutnya waktu dari data yang terkumpul.
Surveilans akif adalah kegiatan yang secara khusus dilakukan untuk mencari
kasus HAIS oleh orang – orang yang telah terlatih dan hampir selalu dari Komite/Tim
PPI tersebut mencari data dari berbagai sumber untuk mengumpulkan informasi dan
memutuskan apakah terjadi HAIS atau tidak.
2. A.2. Kasus HAIS didapatkan berdasarkan klinis pasien atau temuan laboratorium
Surveilans yang didasarkan pada temuan klinis pasien, menelaah faktor risiko,
memantau prosedur perawatan pasien yang terkait dengan prinsip –
prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi. Dalam hal ini diperlukan
pengamatan langsung di ruang perawatan dan diskusi dengan dokter atau perawat
yang merawat.
Surveilans yang berdasarkan pada temuan laboratorium, semata –
mata didasarkan atas hasil pemeriksaan laboratorium atas sediaan klinik. Oleh
karena itu, infeksi yang tidak dikultur yaitu yang didiagnosis secara klinik
(berdasarkan gejala dan tanda klinik) saja, seperti sepsis dapat terlewatkan,
sementara hasil biakan positif tanpa konfirmasi klinik dapat secara salah di
interpretasikan sebagai HAIS (misalnya hasil positif hanya merupakan kolonisasi dan
bukan infeksi).
3. A.3. Kasus HAIS didapatkan secara prospektif atau retrospektif
Yang dimaksud dengan surveilans prospektif adalah pemantauan setiap pasien
selama dirawat di rumah sakit dan untuk pasien operasi sampai setelah pasien
pulang 1 (satu) bulan untuk operasi tanpa implant dan satu tahun jika ada
pemasangan implant. Surveilans restrospektif hanya mengandalkan catatan medik
setelah pasien pulang untuk menemukan ada tidaknya HAIS. Keuntungan yang paling
utama pada surveilans prospektif adalah :
a. Dapat langsung menentukan kluster dari infeksi.
b. Adanya kunjungan Komite/Tim PPI ruang perawatan.
c. Memungkinkan analisis data berdasarkan waktu dan dapat memberikan
umpan balik.
Kelemahannya adalah memerlukan sumber daya yang lebih besar dibandingkan
surveilans retrospektif. Sistem surveilans HAIS secara Nasional memerlukan

15
Lampiran
SK Direktur Rumah Sakit Permata Bekasi
Nomor : 041/SK-DIR/YANMED/RSPB/IV/2018
Tanggal : 13 April 2018

penemukan kasus berdasarkan pasien yang aktif dan prospektif. Semua metode
yang dijelaskan dalam bab ini (lihat tabel 4) dirancang untuk menemuka kasus baru
atau insiden HAIS dan pada umumnya untuk menghitunglaju insiden (incidence
rate).

B. Pengumpulan dan Pencatatan Data


TIM PPI bertanggung jawab atas pengumpulan data tersebut di atas, karena
mereka yang memiliki ketrampilan dalam mengidentifikasi HAIS sesuai dengan
kriteriayang ada. Sedangkan pelaksana pengumpul data adalah IPCN yang dibantu IPCLN.
Banyak sumber data diperlukan dalam pelaksanaan surveilans HAIS tergantung
dari jenis pelayanan medik yang diberikan oleh suatu rumah sakit. Komite/Tim PPI harus
memiliki akses yang luas atas sumber data serta perlu mendapatkan kerja samadari
semua bagian/unit di rumah sakit tersebut, agar dapat melaksanakan surveilans dengan
baik atau melaksanakan penyelidikan suatu KLB.
Sering kali diperlukan sumber dari dokter, perawat, pasien maupun
keluarga pasien, dari farmasi, catatan medic, catatan perawat. Untuk mengingatkan
komite/TIM PPI kepada suatu infeksi baru dan juga untuk mencari rujukan mengenai
cara pencegahan dan pengendaliannya.

I. Pengumpulan dan Pencatatan Data


a. Pengumpulan Data
Pengumpulan numerator data dapat dilakukan oleh pasien IPCN, misalnya
IPCLN yang sudah dilatih atau dengan melihat program otomatis dari database
elektronik, tetapi tetap IPCN atau seorang IPCO (InfectionPrevention Officer) atau
IPCD (Infection Prevention Control Doctor) yang membuat keputusan final tentang
adanya HAIS berdasarkan kriteria yangdipakai untuk menentukan adanya HAIS.
b. Jenis Data Numerator yang Dikumpulkan
1. Data demografik : nama , tgl lahir, kelamin, nomor catatan medic, tgl masuk
rumah sakit.
2. Infeksi : tgl infeksi muncul, lokasi infeksi, ruang perawatan saat infeksi
muncul pertama kali
3. Faktor Resiko : alat, prosedur, factor lain yang berhubungan dengan HAIS.
4. Data Laboratorium : jenis mikroba, antibiogram, serologi, patologi
5. Data aradiologi / imaging : X-ray, CT scan. MRI,dsb.
c. Sumber Data Numerator
1. Catatan masuk/keluar pindah rawat, catatan laboratorium
mikrobiologi.
2. Mendatangi bangsal pasien untuk mengamati dan berdiskusi
dengan perawat
3. Data – data pasien ( catatan kertas atau komputer) untuk
konfirmasi kasus :
a. Hasil laboratorium dan radiologi/imaging
b. Catatan rawat dan dokter dan konsultan
c. Diagnosis saat masuk rumah sakit
d. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik

16
Lampiran
SK Direktur Rumah Sakit Permata Bekasi
Nomor : 041/SK-DIR/YANMED/RSPB/IV/2018
Tanggal : 13 April 2018

e. Catatan diagnostik dan intervensi bedah


f. Catatan suhu
g. Informasi pemberian antibiotic
4. Untuk kasus SSI post-discharge, sumber data termasuk catatan dari
klinik bedah, catatan dokter, departemen emergensi

d. Bagaimana IPCO mengumpulkan data Numerator


1. Amati catatan masuk/keluar/pindah rawat pasien-pasien yang masuk dengan
infeksi, tempatkan mereka pada kelompok resiko mendapatkan HAIS
2. Review laporan laboratorium untuk melihat pasien yang kemungkinan
terinfeksi ( misalnya kultur positif mikrobIDOgi, temuan patologi) dan
bicarakan dengan personil laboratorium untuk mengidentifikasi pasien yang
kemungkinan terinfeksi dan untuk mengidentifikasi kluster infeksi, khususnya
pada area yang tidak dijadikan target rutin surveilans HAIS.
3. Selama melakukan surveilans ke ruangan, amati lembar pengumpulan data,
ctatan suhu, lembar pemberian antibiotik dan catatan medis pasien : bicara
dengan perawat dan dokter untuk mencoba mengidentifikasi pasien-pasien
yang kemungkinan terinfeksi.
4. Lakukan review data pasien yang dicurigai terkena HAIS: Review perjalanan
penyakit yang dibuat oleh dokter dan perawat, data laboratorium, laporan
radiologi/imaging, laporan operasi,dsb: bila data elektronik ada, review
dilakukan melalui computer, tetapi keliling ruangan tetap penting untuk
surveilans, pencegahan dan control aktivitas.
5. Review juga dilakukan dari sumber kumpulan data lengkap HAIS.

II. Pengumpulan dan Pencatatan Data


a. Pengumpulan data
Pengumpulan data denominator dapat dilakukan oleh selain IPCN.
Misalnya IPCLN yang sudah dilatih. Data juga dapat diperoleh asalkan data ini
secara substansi tidak berbeda dengan data yang dikumpulkan secara manual.
b. Jenis Data Denominator Yang Dikumpulkan
1. Jumlah populasi pasien yang beresiko terkena HAIS.
2. Untuk data laju densitas insiden HAIS yang berhubungan dengan alat :
catatan harian jumlah total pasien dan jumlah total hari pemasangan
alat ( ventilator, central line, dan kateter urin ) pada area yang dilakukan
surveilans. Jalankan hitungan harian ini pada akhir periode surveilans
untuk digunakan sebagai denominator.
3. Untuk laju SSI atau untuk mengatahui indek resiko : catat informasi
untuk prosedur operasi yang dipilih untuk surveilans ( misal : jenis
prosedur, tanggal, factor resiko,dsb).
c. Sumber Data Denominator
1. Untuk laju insiden yang berhubungan dengan alat : datangi area
perawatan pasien untuk mendapatkan hitungan harian dari jumlah
pasien yang datang dan jumlah pasien yang terpasang alat yang

17
Lampiran
SK Direktur Rumah Sakit Permata Bekasi
Nomor : 041/SK-DIR/YANMED/RSPB/IV/2018
Tanggal : 13 April 2018

umumnya berhubungan dengan kejadian HAIS ( misal : sentral line,


ventilator atau kateter menetap)
2. Untuk laju SSI : dapatkan data rinci dari log kamar operasi dan data-data
pasien yang diperlukan

III.Perhitungan
a. Numerator
Angka kejadian infeksi dan perlu data untuk dicatat. Terdapat tiga katagori
yang perlu dicatat atas seseorang pasien dengan HAIS yaitu : data
demografi, infeksinya sendiri dan data laboratorium.
b. Deniminator
Data yang perlu dicatat. Denominator dari infection rate adalah dari data
pada kelompok pasien yang memili resiko uktnuk mendapat infeksi :
1. Pengumpulan data denominatot dan numerator dilakukan oleh IPCN
yang dibantu oleh IPCLN
2. Data dnominator dikumpulkan setiap hari, yaitu jumlah pasien,
jumlah pemakaian alat-alat kesehatan ( kateter urin menetap,
ventilasi mekanik, kateter vema central. Kateter vena perifer) dan
jumlah kasus operasi
3. Data numerator dikumpulkam bila ada kasus baru infeksi seperti
saluran kemih ( ISK ). Infeksi aliran darah primer ( IADP), pneumonia
baik yang terpasang dengan ventilator maupun tidak terpasang
dengan ventilator, infeksi luka operasi ( IDO )
c. Analisis Data
Menentukan dan menghitung laju.
Laju adalah suatu probilitas suatu kejadian.
Biasa dinyatakan dalam formula sebagai berikut:

(X/Y) K

X = numerator , adlah jumlah kali kejadian selama kurun waktu tertentu


Y= denominator, adalah jumlah populasi dari mana kelompok yang mengalami
kejadian tersebut berasal selama kurun waktu yang sama
K = angka bulat yang dapat membantu angka laju dapatmudah dibaca ( 100, 1000
atau 10.000).

Kurun waktu harus jelas dan sama antara numerator dan denominator
sehingga laju tersebut mempunyai arti.
Ada tiga macam laju yang dipakai dalam surveilans HAIS atau surveilans lainnya,
yaitu incidence, prevalence, dan inicidence density.
1. Incindence

18
Lampiran
SK Direktur Rumah Sakit Permata Bekasi
Nomor : 041/SK-DIR/YANMED/RSPB/IV/2018
Tanggal : 13 April 2018

Adalah jumlah kasusa baru dari suatu penyakit yang timbul dalam satu kelompok
populasi tertentu dalam kurun waktu tertentu pula. Didalam surveilans HAIS
maka incidence adalah jumlah kasus HAIS baru dalam kurun tertentu dibagi oleh
jumlah pasien dengan resiko untuk medapatka HAIS yang sama dalam kurun
waktu yanhg sama pula.
2. Prevalence
Adalah jumlah total kasus baik baru maupun lama suatu kelompok populasi
dalam satu kurun waktu tertentu ( periode prevalence ) atau dalam satu waktu
tertentu ( point prevalence).
Point prevalence nonsocomial rates adalah jumlah kasus HAIS yang dapat dibagi
dengan jumlah pasien dalam survey.

Rhame menyatakan hubungan antara incidence dan prevalence adalah sebagai


berikut :

I = P(LA/LN-INTN)

I = Incidence rates
P = prevalences rates
LA = nilai rata-rata dari lama rawat semua pasien
LN = nilai rata-rata dari lama rawat pasien yang mengalami satu atau lebih HAIS
tersebut

3. Incidence Density
Adalah rata – rata instant dimanifestasikan terjadi, relatif terhadap besaran
populasi yang bebas infeksi. Insidence densily diukur dalam satuan jumlah kasus
penyakit per satuan orang per satuan waktu.
Contoh populer dari Incidence Density Rates (MJR) yang sering dipakai di
rumah sakit adalah jumlah HAIS per 1000 pasie/hari. Isidence density sangat
berguna terutama pada keadaan sebagai berikut :
a. Sangat berguna bila laju infeksinya merupakan fungsi linier dari
waktupanjang yang dialami pasien terhadap faktor risiko (misalnya
semakit lama pasien terpajang, semakin besar risiko mendapat infeksi).
Contoh incidence density rate (IDR) :
Jumlah kasus ISK/ jumlah hari pemasangan kateter. Lebih baik dai pada
Insidence Rate (IR) dibawah ini jumlah ISK jumlah pasien yang terpasang
kateter urine.
Oleh karena itu IOR dapat mengontrol lamanya pasien terpajang oleh
faktor risikonya (dalam hal ini pemasangan kateter urine) yang
berhubungan secara linear dengan risiko infeksi.
b. Jenis laju lain yang sering digunakan adalah Atack Rate (AR) yaitu suatu
bentuk khusus dari incidence rate. Biasanya dinyatakan dengan persen (%)
dimana k = 100 dan digunakan hanya pada KLB HAIS yang mana pajanan
terhadap suatu populasi tertentu terjadi dalam waktu pendek.

19
Lampiran
SK Direktur Rumah Sakit Permata Bekasi
Nomor : 041/SK-DIR/YANMED/RSPB/IV/2018
Tanggal : 13 April 2018

d. Penerapan Bundles of Hals


Bundles of HAIs adalah serangkaian kegiatan dalam upaya pencegahan dan
pengendalian infeksi.
1. Bundles IADP
Sebelum pemasangan alat intravaskuler Edukasi petugas tentang
pemasangan, dan perawatan kateter sentral danpencegahan IADP.
Saat pemasangan alat intravaskuler
a. Pakai daftar tilik cara pemasangan
b. Lakukan kebersihan tangan
c. Hindari pemasangan pada vena femoralis pada pasien dewasa
d. Gunakan set steril untuk pemasangan kateter
e. Pakailah APD (topi, masker, scot, sarung tangan) semaksimal
mungkin selama pemasangan kateter sentral
f. Pakailah antiseptik berbasis clorhexisidin untuk membersihkan
permukaan kulit pada pasien usia > 2 bulan.
Setelah pemasangan alat intravaskuler
a. Lakukan disinfeksi area konektor (hubs), konektor tanpa jarum,
sisi tempat menyuntik sebelum pemberian cairan.
b. Sesegera mungkin melepaskan kateter yang tidak diperlukan.
c. Untuk kateter sentral tanpa saluran (non-tunneled) pada pasien
dewasa, gantilah dressing dengan yang transparan dan lakukan
disinfeksi area kateter dengan antiseptik berbasis klorhexidin 5 – 7
hari, atau bila dressing kotor, longgar atau lembab. Gantilah kasa
verban tiap 2 hari atau jika perlu.
d. Jangan memakai blood set, tetapi pakailah infus set, selang
transfusi, selang untuk lemak dalam periode tidak lebih dari 96
jam.
e. Lakukan surveilans terhadap adanya IADP.

Jika angka survailans IADP tinggi walaupun telah dilakukan langkah dasar PPI.
a. Mandikan pasien ICU yang telah dirawat > 2 bulan dengan klorheksidin tiap hari.
b. Pakailah antiseptik atau antibiotika menyertai pemakaian kateter sentral ada
pasien dewasa.
c. Pakailah (bila ada) spon yang mengandung klorheksidin untuk dressing kateter
sentral pada pasien yang dirawat > 2 bulan.
d. Pakailah “antimicrobial locks” I ulir diberi antimikroba pada pasien yang
dipasang kateter sentral dalam waktu lama. Cara menghitung Infeksi Aliran
Darah Primer (IADP)
Tehnik perhitung :

Laju infeksi : x 1000 =...

x 1000 =...

20
Lampiran
SK Direktur Rumah Sakit Permata Bekasi
Nomor : 041/SK-DIR/YANMED/RSPB/IV/2018
Tanggal : 13 April 2018

Contoh kasus :
Data di Ruangan A Rumah Sakit X sebagai berikut :
a. Jumlah pasien pada bulan Februari 2009 = 196 orang
b. Jumlah hari rawat = 960
c. Jumlah pasien terpasang infus = 90 orang dengan jumlah hari pemasangan infus
= 212 hari
d. Ditemukan tanda – tanda HAIS berdasarkan hasil kultur positif dengan tanda
klinis yang jelas sebanyak 9 orang. Laju IADP = 9/212 x 1000 = 42,5%o

2. Bundles VAP dan HAP


a. Lakukan kebersihan tangan dengan tehnik yang besar
b. Berikan posisi tempat tidur lebih tinggi (head up) 30 – 45 derajat (bila tidak ada
kontra indikasi) untuk menghindari refluk.
c. Lakukan mobilisasi (miring kanan dan kiri) setiap 2 – 24 jam
d. Melakukan oral hygiene dengan antiseptic (chlorhexidine) tiap 6 jam
e. Memberikan makanan per NGT per drip untuk mengurangi tekanan pada
lambung sehingga memperkecil resiko refluks
f. Hindari melakukan penghisapan lendir jalan napas bila tidak diperlukan.
g. Latihan nafas dalam dan batuk sebelum dan sesudah operasi.
h. Perkusi dan drainage postural untuk menstimulasi batuk.

3. Bundles ISK
a. Lakukan kebersihan tangan dengan tehnik yang benar
b. Prinsip pemasangan steril/tehnik aseptik
c. Ada tanggal pemasangan
d. Kateter di fiksasi
e. Melakukan perineal hygiene dengan NaCL 0,9%
f. Lepaskan kateter sesingkat mungkin jika sudah tidak ada indikasi
g. Posisi urobag lebih rendah dari perineum, tidak menyentuh lantai dan urobag
tidak menyentuh gelas ukur saat membuang urine.

Cara Menghitung Infeksi Saluran Kemih (ISK)

21
Lampiran
SK Direktur Rumah Sakit Permata Bekasi
Nomor : 041/SK-DIR/YANMED/RSPB/IV/2018
Tanggal : 13 April 2018

Populasi berisiko ISK RS


Populasi yang berisiko terjadinya ISK RS yaitu semua pasien yang menggunakan
alat kateter urin menetap dalam waktu > 2 x 24 jam.
Pengumpulan data
a. Dilakukan oleh orang – orang yang sudah mempunyai pengetahuan,
pengalaman dan keterampilan dala mengidentifikasi kasus dan mengumpulkan
data.
b. Identifikasi ISK

Laporan unit :

a. Lakukan kunjungan ke ruangan : observasi atau wawancara


b. Data ISK RS dan penggunaan alat kateter urin diambil secara serentak prospestif atau
retrospektif.
c. Data dikumpulkan secara terus menerus dan berkesinambungan.

 Numerator
Numerator adalah jumlah yang terinfeksi akibat penggunaan kateter urin
menetapsesuai kriteria dalam kurun waktu tertentu.

 Denominator
Denominator adalah jumlah hari pemasangan kateter urin dalam kurun waktu yang
sama dengan numerator.

IV. EVALUASI,REKOMENDASI DAN DISEMINASI.


Hasil surveilans dapat digunakan untuk melaksanakan program pencegahan dan
pengendalian infeksi dirumah sakit(PPHAIS) dalam satu waktu tertentu.
a. MEMBANDINGKAN LAJU INFEKSI DIANTARA KELOMPOK PASIEN.
Denominator dari suatu laju (rate) harus menggambarkan populasi at risk dalam
membandingkan laju antar kelompok pasien didalam suatu rumah sakit maka laju
tersebut harus disesuaikan terlebih dahulu terhadap factor resiko yang berpengaruh
besar akan terjadinya infeksi. Kerentaan pasien untuk seperti karakteristik pasien dan
pajanan.
Faktor resiko ini secara garis besar dibagi menjadi dua kategori yaitu
intrinsik dan ekstrinsik :
 Faktor Intrinsik adalah factor yang melekat pada pasien seperti yang mendasari dan
ketentuan.Mengidentifikasi factor resiko ini dilakukan dengan mengelompokan
pasien dengan kondisi yang ( distrafiksi)
 Faktor Ekstrinsik adalah yang lebih berhubungan dengan pelayanan atau perawatan
(perilaku petugas diseluruh rumah sakit). Meskipun hampir semua factor ekstrinsik
memberikan resiko HAIS namun yang lebih banyak perannya adalah jenis intervensi
medis yang beresiko tinggi seperti tindakan invansive,tindakan operatif atau
pemasangan alat yang invasive .Banyak alasan yang dapat dikemukakan mengapa
pasien yang memiliki penyakit lebih berat yang meningkatkerentaannya.Alat

22
Lampiran
SK Direktur Rumah Sakit Permata Bekasi
Nomor : 041/SK-DIR/YANMED/RSPB/IV/2018
Tanggal : 13 April 2018

tersebut merupakan jembatan bagi masuknya kuman penyakit dari bagian tubuh
yang lai dari dari pasien.
Resiko untuk mendapat infeksi luka operasi (IDO),berkaitan dengan beberapa
factor.Diantaranya yang terpenting adalah bagaimana prosedur operasi
dilaksanakan,tingkat kontaminasi mikroorganismeditempat operasi . Lama operasi
dan factor instrinsic pasien. Oleh karena itu factor-faktor tersebut tidak dapat
dieliminasi maka angka IDO disesuaikan terhadap factor-faktor tersebut.
Demikian pula halnya dengan jenis laju yang lain,apabila akan
diperbandingkan maka harus diingat factor-facktor mana yang hanya disesuaikan
agar perbandinganya menjadi bermakna.
b. MEMPERBANDINGKAN LAJU INFEKSI DENGAN POPULASI PASIEN
Rumah sakit dapat menggunakan data surpelan HAIS untuk menelaan program
pencegahan dan pengendaliaan HAIS dengan membandingkan angka laju HAIS dengan
populasi pasien yang sama laju di rumah sakit yang sama misalnya membandingkan laju
HAIS dari 2 (dua) ICU atau dapat pula mengunakan laju HAIS dengan angka eksternal
( benchmark rates) rumah sakit atau dengan mengamati perubahan angka menurut waktu
di rumah sakit itu sendiri.
Meskipun angka laju infeksi telah mengalami penyesuan dan melalui uji kemaknaan
namun inter prestasi dari angka-angka tersebut harus dilakukan secara hati-hati agar tidak
terjadi kekeliruan banyak yang mengangap bahwa angka laju infeksi di rumah sakit itu
mencerminka keberhasilan dan kegagalan dari petugas pelayanan atau perawatan pasien
atau pasilitas pelayanan kesehatan dalam upaya pencegahan dan pengendalian HAIS.
Meskipun ada benarnya masih banyak factor mempengaruhi angka tersebut :
PERTAMA :Definisi yang dipakai atau tehnik dalam surpelen tidak seragam antar rumah
sakit atau tidak dipakai secara kosisten dari waktu ke waktu meskipun dari sarana yang
sama.Hal ini menimbulkan pariasi dari sensitifitas dan spesifitas penemuan kasusnya.
KEDUA :tidak lengkapnya informasi klinik atau bukti-bukti laboraturium yang tertulis
dicatatan medic pasien member dampak yang serius terhadap validasi dan utilitas dari
angka laju HAIS yang dihasilkan
KETIGA: angka tidak disesuaikan terhadap factor resiko intrinsif, faktor resiko ini sangat
penting artinya dalam mendapatkan suatu HAIS,namun sering kali lolos dari pengamatan
dan sanggat berpariasi dari rumah sakit yang satu ke rumah sakit yang lain. Sebagai
contoh,di rumah sakit yang memeliki pasien dengan immunocompromised diharapkan
memliki karekteristik pasien seperti itu.
KEEMPAT: jumlah population at risk (misalnya jumla pasien masuk/pulang jumlah hari
rawat atau jumlah oprasi) mungkin tidak cukup besar untuk menghitung angka laju HAIS
yang sesunguhnya di rumah sakit tersebut.
Meskipun tidak mungkin untuk mengontrol semua factor tersebut diatas namun harus
disadari pengaruh factor-facktor tersbut terhadap angka laju infeksi serta
mempertimbangkan hal tersebut pada saat membuat interprestasi
V. PELAPORAN
Laporan sebaiknya sistematik,tepat waktu informative data dapat disajikan dalam
berbagai bentuk,yang penting mudah dianalisa dan diinterprestasi.penyajian harus

23
Lampiran
SK Direktur Rumah Sakit Permata Bekasi
Nomor : 041/SK-DIR/YANMED/RSPB/IV/2018
Tanggal : 13 April 2018

jelas,sederhana,,dapat dijelaskan diri sendiri.Bisa dibuat dalam bentuk


grafik,pelaporan dengan narasi singkat.
Tujuan untuk :
Memperlihatkan pola HAIS dan perubahan yang terjadi (trend)
 DESIMINASI
Surveilans belumlah sempurna dilaksanakan apabila datanya belum
didesiminasikan kepada yang berkentingan untuk melaksanakan pencegahan dan
pengendalian infeksi.Oleh sebab itu hasil surveilans angka infeksi harus
disampaikan keseluruh anggota komite,direktur rum ah sakit,ruangan atau unit
terkait berkesinambangunan .Disamping itu juga didesiminasikan kepada kepala
terkait dan penanggungjawab ruangan beserta stafnya berikut rekomendasikannya.
Oleh karena HAIS mengandung hal sangat sensitive maka data yang di
dapat mengarah ke pasien atau perawatan harus benar – benar terjaga
kerahasiaannya.
Tujuan desiminasi agar pihak terkait dapat memanfaatkan inforamasi
tersebut untuk menetafkan strategi pengendalian HAIS. Laporan didesiminasi
secara periodic, bulanan, triwulan, tahunan. Bentuk penyampaian dapat dsecara
lisan dalam pertemuan, tertulius, papan bulletin.
Sudah selayaknya komite / tim PPI menyajikan data surveilans dalam
bentuk standar yang menarik yaitu berupa laporan narasi singkat ( rangkuman ),
table,grafik kepada Komite / tim PPI. Analisa yang mendalam dari numerator dapat
dilaksanakan untuk memberikan gambaran epidemiologinya, termasuk kuman
pathogen dan factor resikonya.

24
Lampiran
SK Direktur Rumah Sakit Permata Bekasi
Nomor : 041/SK-DIR/YANMED/RSPB/IV/2018
Tanggal : 13 April 2018

BAB IV
DOKUMENTASI

Hasil surveilans dapat digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan program


pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit (PPHAIS) dalam satu waktu tertentu.
Infeksi rumah sakit menjadi masalah yang tidak bisa dihindari sehingga dibutuhkan data
dasar infeksi untuk menurunkan angka yang ada untuk itu perlunya dilakukan surveilans
memerlukan tenaga khusus yang termasuk tugas dari IPCN, untuk itu diperlukan tenaga IPCN
yang purna waktu yang sesuai standar jumlah yang dibutuhakan di sertai ilmu surveilans.
Pendokumentasian surveilans terdiri atas :
- Laporan Harian dalam bentuk form/sensus harian
- Laporan bulanan dalam bentuk rekapan sensus harian yang dituangkan dalam
bentuk grafik yang disertai analisa dan rekomendasi
- Laporan triwulan, semester dan tahunan dalam bentuk grafik yang disertai analisa
dan rekomendasi

DATA DENOMINATOR LAJU/RATIO :


Data yang diperlukan : Komprehensi Semua pasien yang memenuhi kriteria masuk dalam
surveilans. Semua tempat infeksi dan tanggal infeksi dalam bulan yang sama :
1. Pasien masuk atau keluar dari setiap aplikasi surveilans.
2. Persalinan normal
3. Operator Caesar
Laju setiap 100 pasien masuk atau keluar :
1. Secara keseluruhan
2. Spesifik bagi tempat tertentu
3. Spesifik tempat tertentu
4. Laju per 100 persalinan normal laju per 100 operasi Caesar
Rawat Intensif Semua pasien di ruang rawat intensif yang terpilih ikut pasien
sampai 48 jam setelah pulang Semua tempat infeksi dan tanggal infeksi dalam
bulan yang sama
a. ∑ pasien
b. ∑ hari rawat
c. ∑ hari insersi kateter urine
d. ∑ insersi ventilator
e. ∑ pasien pada tanggal 1 bulan itu dan tanggal 1 bulan berikutnya.
f. ∑ hari rawat semua pasian yang ada pada tanggal 1 bulan itu dan pada tanggal 1
bulan berikutnya.
1. Angka infeksi ICU secara umum per 100 pasien atau 1000 pasien.hari.
2. Angka ISJ rumah sakit yang per 1 hari insersi keteter.
3. Angka sepsis untuk setiap 1000 pemasangan sentra line
4. Angka pneumonia rumah sakit ventilator untuk 100 hari insersi disetiap ICU
Ratio pemakaian
1. Umum
2. Centra line
3. Ventilator

25
Lampiran
SK Direktur Rumah Sakit Permata Bekasi
Nomor : 041/SK-DIR/YANMED/RSPB/IV/2018
Tanggal : 13 April 2018

4. Kateter urine
Ruang rawat bayi dengan resiko tinggi Semua bayi dengan perawatan
tingkat 1.Semua pasien diikuti selama 48 jam setelah keluar Semua jenis HAIS
dengan masa inkubasi Data dikumpulkan untuk 4 macam kategori berat bayi (BB)
Lahir Jumlah bayi resiko per 100 pasien dan per 1000 hari rawat.
Data dari 4 macam kategori BB lahir:
1. Rata-rata tiap 100 pasien beresiko atau 1000 hari rawat
2. ∑ kasus bakterimia nasokomial per 1000 hari insersi ventilator.
 Ratio pemakaian alat:
1. Secara umum
2. Untuk setiap kategori berat lahir
3. Central (umbilical) line
4. Ventilator
 Semua pasien yang menjalani tindakan operasi , Semua macam infeksi atau infeksi
pada luka operasi yang dioperasi dalam bulan yang sama. Data factor resiko untuk
setiap pasien yang dipantau :
1. Tanggal operasi
2. Jenis operasi
3. No.registrasi pasien
4. Umur
5. Jenis kelamin
6. Lama operasi
7. Jenis luka
8. Anestesi umum
9. ASA Score
10. Emergency
11. Trauma
12. Prosedur ganda
13. Pemeriksaan endoskopik
14. Tanggal pulang
 SSI ARTES BY:
1. Indeks prosedur Dan resiko
2. Kelas luka
Ratio infeksi untuk setiap prosedur angka rata-rata tempat infeksi. Surveilans
komprehensifsama dengan diatas :
1. hari rawat untuk setiap jenis pelyanan medic
2. ∑ pasien masuk dan keluar pada setiap ruang rawat
3.∑ hari rawat pada setiap ruang
Angka rata-rata untuk setiap 1000 hari rawat:
1. Umum
2. Jenis pelayanan
3. Tempat infeksi4.
4. Tempat infeksi menurut tempat pelayanan

26
Lampiran
SK Direktur Rumah Sakit Permata Bekasi
Nomor : 041/SK-DIR/YANMED/RSPB/IV/2018
Tanggal : 13 April 2018

Angka rata-rata menurut ruang rawat untuk setiap 100 pasien masuk keluar atau setiap
hari rawat. Site specific rate per 100 hari pasien masuk atau keluar atau 1000 hari rawat.
DRG SPESIFIC rate per 100 pasien keluar dari setiap kategori DRG.

27
Lampiran
SK Direktur Rumah Sakit Permata Bekasi
Nomor : 041/SK-DIR/YANMED/RSPB/IV/2018
Tanggal : 13 April 2018

28

Anda mungkin juga menyukai