Anda di halaman 1dari 10

SPINA BIFIDA DENGAN TETHERED CORD, INFEKSI SALURAN KEMIH KOMPLEKS DAN ANEMIA

DEFISIENSI BESI
ELYSA NUR SAFRIDA
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I.
PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Spina bifida adalah salah satu gangguan penutupan neural tubeyang menyebabkan

terjadinya malformasi kongenital dan mempengaruhi sistem saraf. Spina bifida paling

mungkin disebabkan oleh multifaktorial, yang berarti bahwa beberapa penyebab (termasuk

faktor genetik, gizi, dan/atau lingkungan) memberikan kontribusi pada munculnya gangguan

ini. Menurut beberapa studi, kekurangan asam folat yang dikonsumsi ibu selama kehamilan

merupakan salah satu faktor yang mengontribusi munculnya spina bifida.3

Spina bifida mielomeningokel atau meningokel sangat umum ditemukan di regio

lumbosakral.Berdasarkan tingkat keparahan spina bifida dan keterlibatan saraf tepi dan saraf

tulang belakang, dapat terjadi kelemahan ekstremitas bawah, dislokasi panggul, gangguan

buang air kecil dan buang air besar karena gangguan saraf yang menyebabkan retensi pada

kandung kencing dan ususyang disebut neurogenic bladder dan neurogenic bowel.

Permasalahan lanjutan yang dapat muncul adalah infeksi saluran kemih (ISK) berulang,

refluks vesikoureter dan hidronefrosis.4,5Sebuah penelitian cohort menyebutkan pasien

dengan spina bifida tipe mielomeningokel menghadapi konsekuensi fisik dan sosial yang

serius sepanjang hidupnya dari kecil hingga dewasa, meliputi paralisis, kurangnya sensasi

kulit, kemungkinan pengucilan sosial karena adanya gangguan BAK dan BAB serta banyak

dikaitkan dengan gangguan kognitif.6,7Dari 84 anak yang diikuti sampai minimal usia 20

tahun, 56% pasien tidak mendapatkan pekerjaan pada usia produktif, 30% hidup sendiri

(tidak menikah) dan bergantung pada orang tua sampai meninggal, 31% harus selalu

menggunakan kursi roda dalam beraktivitas (pasien yang lesinya di L1-L3), 45% pasien

mengalami dekubitus dan 4 orang di antaranya harus diamputasi pada ekstremitasnya.5 Hal

11
SPINA BIFIDA DENGAN TETHERED CORD, INFEKSI SALURAN KEMIH KOMPLEKS DAN ANEMIA
DEFISIENSI BESI 12
ELYSA NUR SAFRIDA
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

ini tentu saja menimbulkan beban tersendiri bagi pasien, orang tua dan negara karena

seringnya kunjungan bahkan rawat inap di RS selama hidup.

Tindakan bedah penutupan meningokel dan mielomeningokel sedini mungkin sangat

diindikasikan.1,2Manajemen suportif secara terintegrasi dan berkesinambungan sangat penting

dalam mencegah abnormalitas pada saluran kencing, kelainan ortopedi seperti kifosis dan

skoliosis serta kelemahan pada anggota gerak bawah.2,8-10

Alasan diambilnya kasus ini sebagai kasus longitudinal adalah sebagai berikut:

- Pasien Anak APW yang terdiagnosis dengan spina bifida (tipe mielomeningokel),

ISKkompleks denganhidronefrosis, anemia defisiensi besi (ADB), perawakan

pendek dan gangguan perkembangan motorik memerlukan pemantauan jangka

panjang dalam penanganan morbiditas yang sudah terjadi saat ini juga

kemungkinan morbiditas yang mungkin terjadi di kemudian hari

- Domisili pasien dan keluarganya mudah dijangkau sehingga memudahkan penulis

dalam melakukan kunjungan rumah dalam rangka follow up kondisi pasien.

2. Deskripsi kasus singkat

a. Identitas Pasien

Nama : An. APW Nama Ayah : Tn. S


Tempat/tanggal lahir : Wates, 16 Mei 2012 Umur : 29 tahun
Usia : 1 tahun 10 bulan Pendidikan : SMP
(saat diambil kasus)
Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Buruh
Alamat : Lendah, Kulon Progo Nama ibu : Ny. W
No. Rekam medis : 01.66.22.xx Umur : 23 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga

b. Laporan kasus

Anak perempuan APW datang pertama kali ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)

DR. Sardjito pada tanggal 14 November 2013 dengan keluhan nyeri saat buang air kecil, dan
SPINA BIFIDA DENGAN TETHERED CORD, INFEKSI SALURAN KEMIH KOMPLEKS DAN ANEMIA
DEFISIENSI BESI 13
ELYSA NUR SAFRIDA
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

merupakan pasien rujukan RSUD Wates dengan diagnosisISK berulang, anemia mikrositik-

hipokromik. Pasien membawa hasil ultrasonografi (USG) yang menunjukkan hidronefrosis

ginjal kiri grade II-III dan sistitis (Gambar 1).

Gambar 1. Hasil USG traktus urinarius di RSUD Wates tanggal 13 November 2013

Riwayat penyakit keluarga dengan keluhan serupa yaitu keluhan demam disertai nyeri

saat buang air kecil pernah dialami oleh ibu pada tahun 2010, didiagnosis ISK dan mendapat

terapi sampai dinyatakan sembuh. Riwayat penyakit ginjal dan keganasan pada keluarga

disangkal. Nenek dari ibu terdiagnosis darah tinggi dan diabetes sejak 1 tahun terakhir.

Gambar 2. Silsilah keluarga pasien

Anak dikandung oleh ibu G1P0A0 berusia 22 tahun dengan riwayat kehamilan anak

baik, persalinan dilakukan dengan. secara section caessaria karena posisi bayi sungsang
SPINA BIFIDA DENGAN TETHERED CORD, INFEKSI SALURAN KEMIH KOMPLEKS DAN ANEMIA
DEFISIENSI BESI 14
ELYSA NUR SAFRIDA
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

(diketahui dari USG 1 minggu sebelum kelahiran). Bayi lahir langsung menangis kuat. Berat

bayi saat lahir 2510 gram dengan panjang badan 47 cm. Segera setelah lahir, ibu mengetahui

ada benjolan di punggung bawah berukuran sebesar telur bebek, lunak, dan terfiksasi (tidak

mudah digerakkan). Saat itu ibu menanyakan kepada tenaga kesehatan tetapi dikatakan tidak

apa-apa. Benjolan dirasakan tidak bertambah besar.

Sejak lahir sampai berusia 6 bulan anak minum ASI saja. Riwayat pemberian

makanan pendamping ASI (MP-ASI) kurang baik karena anak lebih banyak makan bubur

susu, bubur nasi dan nasi lembek dengan lauk mie instan. Anak juga tidak suka lauk yang

bervariasi, sayur dan buah.

Secara umum, perkembangan motorik halus, bicara dan sosial anak sesuai dengan

anak seusianya. Perkembangan motorik kasar mengalami keterlambatan karena anak baru

bisa mengangkat kepala usia 3 bulan, duduk usia 5 bulan, tengkurap usia 7 bulan dan

merangkak usia 12 bulan. Sampai saat ini anak baru bisa rambatan atau berdiri berpegangan,

belum bisa berdiri tegak tanpa dibantu dan berjalan.

Anak mendapatkan imunisasi dasar lengkap di bidan dan puskesmas sesuai jadwal

yang ditetapkan oleh puskesmas setempat. Ibu belum memberikan imunisasi sesuai

rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia karena keterbatasan biaya.

Gambar 3. Pencatatan pemberian imunisasi di KMS


Anak pernah dirawat di RSUD Wates beberapa kali dengan keluhan yang hampir

sama yaitu demam disertai dengan nyeri saat buang air kecil, didiagnosis dengan ISK dan
SPINA BIFIDA DENGAN TETHERED CORD, INFEKSI SALURAN KEMIH KOMPLEKS DAN ANEMIA
DEFISIENSI BESI 15
ELYSA NUR SAFRIDA
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

anemia. Sejak 2 bulan terakhir ibu mengamati anak cenderung bertambah kurus dan berat

badan turun.

Gambar 4. Pemantauan berat badan anak pada KMS

Saat ini anak tinggal bersama kedua orang tua, kakek dan nenek dari ayah, buyut dari

ayah dan seorang paman dari ayah di rumah berukuran 10x7 m2, dengan 4 kamar tidur, ruang

makan sekaligus ruang keluarga di dalam rumah, dapur dan 1 kamar mandi di luar rumah.

Pencahayaan dan ventilasi cukup baik. Sumber air dengan sumur. Septik tank berada pada

jarak >5 meter dari tempat pembuangan. Tempat tinggal belum memenuhi kriteria rumah

sehat. Ayah bekerja sebagai buruh dan mendapat penghasilan Rp 700.000,00-Rp 900.000,00

per bulan untuk menghidupi satu keluarga.

Pemeriksaan fisik pada saat pasien diambil menjadi kasus adalah sebagai berikut.

Keadaan umum anak tidak tampak sakit berat, tampak kurus dan sadar penuh. Tanda vital

dalam batas normal. Pemeriksaan leher, dada, perut, ekstremitas dalam batas normal. Pada

punggung bawah setinggi sakrum terlihat bekas luka operasi untethered cord procedure,

tidak ada tanda infeksi dan tidak nyeri. Massa lunak mielomeningokel sudah tidak

didapatkan. Pemeriksaan neurologis gerakan bebas di ekstremitas atas dan bebas terbatas di

ekstremitas bawah, kekuatan 5 di ekstremias atas dan 4 di kedua ekstremitas bawah, tonus,
SPINA BIFIDA DENGAN TETHERED CORD, INFEKSI SALURAN KEMIH KOMPLEKS DAN ANEMIA
DEFISIENSI BESI 16
ELYSA NUR SAFRIDA
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

trofi, reflex fisiologis positif, reflex patologis negatif di semua ekstremitas. Pada mata

ditemukan konjungtiva anemis, lidah tampak pucat dan terdapat atrofi papil.

Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan selama perawatan adalah:

1) Pemeriksaan darah rutin, menunjukkan hasil anemia mikrositik hipokromik dan

trombositosis. Pemeriksaan morfologi darah tepi menunjukkan kesan umum

anemia dengan kelainan morfologi dan peningkatan respon eritropoietik. Hasil

pemeriksaan panel besi menyokong diagnosisADB.

2) Pemeriksaan urin rutin, menunjukkan hasil ISK (dengan adanya nitrit, leukosit

esterase)

Tabel 1. Pemeriksaan darah rutin selama perawatan


Tanggal pemeriksaan
Parameter
14/11/13
Jumlah leukosit (/mmk) 7.970
Jumlah eritrosit (/uL) 4.590.000
Hemoglobin (g/dL) 7,3
Hematokrit (%) 25,3
Mean Corpuscular Volume (fl) 55,1
Mean Corpuscular Hemoglobin (pg) 15,9
Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (g/dL) 28,9
Jumlah trombosit (/mmk) 606.000
Neutrofil (%) 66,3
Limfosit (%) 20,1
Monosit (%) 13,2

Tabel 2. Pemeriksaan urin rutin serial selama perawatan


Tanggal pemeriksaan
Parameter
19/11/13 25/11/13 29/11/13 3/12/13
Glukosa +/- - - -
Protein +/- +1 +/- +/-
Bilirubin - - - -
Urobilinogen N +1 N N
pH 7 6 6 6,5
Darah +1 +2 +/- -
Keton +1 - +1 -
Nitrit - - +2 0
Leukosit esterase 75 500 500 500
Berat jenis 1,010 1,010 1,015 1,015
Kuning
Warna Jernih Jernih Kuning
terang
SPINA BIFIDA DENGAN TETHERED CORD, INFEKSI SALURAN KEMIH KOMPLEKS DAN ANEMIA
DEFISIENSI BESI 17
ELYSA NUR SAFRIDA
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

3) Pemeriksaan USG traktus urinarius, menunjukkan kesan ginjal kiri terdapat

hidronefrosis grade I-II dengan ureteractasis proksimal serta sistitis (gambar 5).

Gambar 5. Hasil USG traktus urinarius


4) Pemeriksaan BNO-IVPmenunjukkan kesan hidronefrosis ginjal kiri grade I-II

dengan ureteractasis kiri, kecurigaan sistitis dengan filling defect di VU karena

bekuan darah atau massa(gambar 6).

Gambar 6. Hasil BNO-IVP


5) Pemeriksaan uretrografi menunjukkan adanya sistitis disertai refluks vesioureteral

kiri grade IV-V (gambar 7). Hal ini menyokong adanya temuan kinis neurogenic

bladderdan ISK berulang pada anak.

Gambar 7. Hasil uretrografi


SPINA BIFIDA DENGAN TETHERED CORD, INFEKSI SALURAN KEMIH KOMPLEKS DAN ANEMIA
DEFISIENSI BESI 18
ELYSA NUR SAFRIDA
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

6) Pemeriksaan CT Scan lumbosakral tanpa kontras menunjukkan kesan spina bifida

di vertebra lumbalis V dan vertebra sakralis I-III (gambar 8).

7) Pemeriksaan electroneuromyography (ENMG)menunjukkan awal iritasi radiks

lumbosakral bilateral.

Gambar 8. CT Scan lumbosacral

Gambar 9. Hasil ENMG

Selama perawatan di Sardjito dilakukan penanganan bersama antara bagian anak (sub

divisi neurologi, nefrologi, gizi dan penyakit metabolik, tumbuh kembang) dengan bagian

terkait yaitu bedah saraf dan bedah urologi. Pada tanggal 18 Desember 2013 dilakukan

prosedur untethered cord dan tutup defek spina bifida oleh bagian bedah saraf. Intervensi

neurogenic bladder dari bedah urologi masih dengan pemasangan kateter urin permanen,

belum direncanakan tindakan pembedahan untuk memasang DJ stent karena justru akan
SPINA BIFIDA DENGAN TETHERED CORD, INFEKSI SALURAN KEMIH KOMPLEKS DAN ANEMIA
DEFISIENSI BESI 19
ELYSA NUR SAFRIDA
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

memperparah kondisi refluks pada anak. Anak mendapatkan terapi antibiotik untuk ISK, besi

elemental untuk ADB, manajemen nutrisi dan fisioterapi.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, penunjang, dan diskusi dengan bagian

bedah saraf serta bagian urologi, diagnosis kerja anak saat akan dilakukan pemantauan

adalah:

- spina bifida regio lumbosakral dengan tethered cord syndromepost unthethered

cord procedure

- infeksi saluran kemih(ISK) kompleks dengan hidronefrosis grade I-II dan

neurogenic bladder dengan refluks vesioureteral kiri grade IV-V

- gizi kurang dan perawakan pendek (stunted)

- keterlambatan motorik kasar (gross motor delay)

- anemia defisiensi besi (ADB)

3. Tujuan

Untuk memperdalam pengetahuan tentang spina bifida dan permasalahan-

permasalahan multiorgan yang mungkin timbul terkait dengan spina bifida serta memperoleh

pengalaman dalam pengelolaan spina bifida secara berkesinambungan dan terintegrasi

dengan bagian yang terkait.

4. Manfaat

Manfaat untuk pasien adalah dengan adanya pemantauan secara berkesinambungan,

permasalahan yang mungkin timbul terkait dengan spina bifida dapat terdeteksi sedini

mungkin, sehingga intervensi dapat dilakukan seawal mungkin dan diharapkan dapat

mencegah terjadinya morbiditas lebih lanjut serta memberikan prognosis yang lebih

baik.Manfaat untuk keluarga dan lingkungan adalah mendapatkan informasi dan pemahaman

secara menyeluruh tentang spina bifida dan kondisi yang menyertai dan permasalahan yang

mungkin terjadi pada anak, kewaspadaan dini terhadap permasalahan yang mungkin timbul,
SPINA BIFIDA DENGAN TETHERED CORD, INFEKSI SALURAN KEMIH KOMPLEKS DAN ANEMIA
DEFISIENSI BESI 20
ELYSA NUR SAFRIDA
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

tatalaksana dan prognosis anak sehingga dapat berperan aktif (bersama dengan petugas

kesehatan) dalam memantau pertumbuhan dan perkembangan anak di semua aspek. Kasus ini

diangkat sebagai kasus longitudinal, adalah merupakan bentuk kerjasama antara petugas

kesehatan dengan keluarga dalam melakukan pemantauan terhadap pertumbuhan,

perkembangan dan permasalahan yang mungkin timbul pada anak dengan spina bifida dan

dalam tatalaksananya.

Manfaat untuk peserta PPDS antara lain menambah pengetahuan tentang spina bifida

dan kondisi atau permasalahan yang sudah muncul pada pasien, kewaspadaan dini terhadap

permasalahan yang mungkin akan timbul pada pasien dengan spina bifida, bagaimana

manajemen yang benar, terintegrasi dan berkesinambungan serta bagaimana melakukan

pemantauan terhadap petumbuhan dan perkembangan pasien dengan spina bifida agar

terhindar dari morbiditas dan mortalitas lebih lanjut dan memiliki kualitas hidup yang lebih

baik.

Manfaat bagi rumah sakit antara lain dengan melakukan pemantauan dan tatalaksana

yang terintegrasi dan berkesinambungan pada pasien spina bifida akan dapat meningkatkan

mutu pelayanan pasien di RSUP DR Sardjito. Penatalaksanaan yang terintegrasi dalam hal ini

bagian anak (sub divisi neurologi, nefrologi, gizi dan penyakit metabolik dan tumbuh

kembang) dengan bagian bedah saraf, bedah urologi dan tidak menutup kemungkinan bagian

lain yang terkait akan menjadi titik awal terbentuknya sebuah tim yang khusus bergerak

dalam penatalaksanaan pasien dengan spina bifida di RSUP DR Sardjito.

Anda mungkin juga menyukai