Anda di halaman 1dari 21

ASFIKSIA

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran
udara pernafasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan
peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea). Gangguan dalam pertukaran pernapasan yang
normal tersebut dapat disebabkan oleh adanya obstruksi pada saluran pernapasan dan
gangguan yang disebabkan oleh terhentinya sirkulasi.1

1.1. Klasifikasi1,3

Berdasarkan penyebab terjadinya, asfiksia dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :

a. Asfiksia Mekanik
- Strangulasi : jeratan atau tekanan pada leher dengan tali atau tangan dan lainnya.
- Hanging : tekanan pada leher akibat kombinasi ikatan tali dengan berat badan.
- Choking : obstruksi fisik dalam rongga airway.
- Compression asphyxia : tekanan pada thoraks atau abdomen, yang menganggu
keefektifan bernafas.
- Smothering : penutupan lubang mulut dan hidung yang mencegah keefektifan
dalam bernafas.
b. Asfiksia Non-Mekanik
- Keracunan karbon monoksida (CO), berupa gangguan pada level respirasi seluler.
- Keracunan sianida (CN), juga pada level respirasi seluler.
c. Asfiksia Miscellaneous
- Drowning atau tenggelam
Disebabkan oleh mekanisme kematian lain pada kasus tenggelam bukan murni
disebabkan oleh asfiksia, maka ada sementara ahli yang tidak lagi memasukkan
tenggelam ke dalam kelompok asfiksia mekanik.

1.2. Fase dan Tanda-Tanda Asfiksia2,3

Pada umumnya kematian pada asfiksia yang disebabkan oleh obstruksi jalan nafas terjadi
melalui 4 fase, yaitu :

1. Fase dyspnea
Hipoksia dan hiperkapnea yang terjadi akan merangsang pusat pernafasan di medulla
oblongata, sehingga amplitude dan frekuensi nafas akan meningkat. Kompensasi lain
yang terjadi adalah peningkatan denyut nadi, peningkatan tekanan darah, datanda-
tanda sianosis terutama pada wajah dan tangan mulai tampak.
2. Fase konvulsi

1
Kadar CO2 yang tinggi menyebabkan terjadi rangsangan pada susunan saraf pusat
sehingga timbul kenjang. Selanjutnya, kekurangan oksigen yang berkepanjangan
menyebabkan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak, sehingga pupil mengalami
dilatasi, denyut jantung dan tekanan darah menurun.
3. Fase apneu
Depresi pusat pernafasan semakin hebat. Kesadaran tambah menurun dan terjadi
relaksasi sfingter yang menyebabkan pengeluaran sperma, urin dan tinja.
4. Fase akhir
Terjadi paralisis pusat pernafasan lengkap, sehingga nafas berhenti, jantung masih
berdenyut beberapa saat setelah nafas berhenti.
Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadi kematian bervariasi, umumnya 4-5
menit, namun pada setiap fase dapat terjadi kematian mendadak akibat henti jantung
karena terjadi inhibisi vagal (reflex cardiac arrest). Inhibisi vagal tercetus bila reseptor
vagus terangsang oleh stimulasi sensoris yang eksesif, sehingga mekanisme
parasimpatis teraktivasi dan terjadilah ekstrim bradikardi bahkan henti jantung.

Gambaran klasik asfiksia dapat ditemukan pada keadaan obstruksi jalan nafas akibat
penekanan pada leher atau dada, yaitu :

1. Kongesti (bendungan) pada wajah


Gambaran kemerahan pada kulit wajah dan kepala. Kompresi atau obstruksi pada
daerah leher menyebabkan aliran darah balik dari wajah dan kepala menuju jantung
berkurang, sehingga terjadi venous pooling pada vena-vena daerah tersebut.
2. Edema wajah
Jumlah darah yang bertambah pada vena wajah dan leher menyebabkan tekanan
hidrostatiknya meningkat, akibatnya terjadi transudasi cairan ke esktravaskuler.
3. Sianosis pada kulit
Akibat aliran vena dari wajah dan leher terbendung, maka darah pada daerah tersebut
gagal mengalami oksigenasi. Hal ini menyebabkan hemoglobin yang berikatan
dengan oksigen berkurang, pada jumlah tertentu menyebabkan sianosis (warna
kebiruan) pada kulit.
4. Petechiae pada kulit wajah (bibir, belakang telinga) dan jaringan longgar pada mata
(konjungtiva dan sclera)
Terjadi karena kebocoran darah dari kapiler venula akibat dari tingginya tekanan pada
sistem vena. Pada 70% kematian akibat SIDS (Sudden Infant Death Syndrome)
ditemukan petechiae pada permukaan pleura, pericardium atau timus, yang
merupakan suatu true “Tardieu spot” yaitu, bintik-bintik (1-2mm) pendarahan yang
muncul akibat rusaknya endotel kapiler.

2
Pada korban selamat dari “asphyxial episode”, pada pemeriksaan kilinis dapat menunjukan3:

- Pain dan tenderness di sekitar leher


- Kerusakan pada larynx dan tulang rawan yang bersangkutan
- Kerusakan pada hyoid bone
- Keringnya saliva di sekitar mulut
- Sianosis
- Congestion dan edema diatas struktur atau bagian yang mengalami kompresi
- Petechiae
- Haemorrhage dari mulut, hidung, dan telinga ; tekanan intravascular meningkat ;
tidak dapat mengontrol pengeluaran urin dan feses.

1.3. Etiologi3
Dari segi etiologi secara umum, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut:
a. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernapasan
seperti laringitis, difteri, atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti
fibrosis paru.
b. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang
mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral;
sumbatan atau halangan pada saluran napas dan sebagainya.
c. Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernapasan, misalnya
barbiturat dan narkotika.

1.4. Klasifikasi3
Berdasarkan mekanisme terjadinya, asfiksia dapat dibedakan menjadi
A. Asfiksia Mekanik
Asfiksia mekanik adalah segala bentuk kekerasan yang mengakibatkan
terhalangnya udara memasuki saluran napas, dapat pula dikelompokkan atas
penutupan lubang saluran napas bagian atas, penekanan dinding saluran napas,
penekanan dinding dada dari luar, saluran napas terisi air.
- Strangulasi atau jerat berupa tekanan pada leher dengan tali atau tangan dan
lainnya.
- Hanging atau gantung berupa tekanan pada leher akibat kombinasi ikatan tali
dengan berat badan.
- Choking atau keselek yaitu obstruksi fisik dalam rongga airway.
- Asfiksia akibat kompresi adanya tekanan pada thoraks atau abdomen, yang
berakibat adanya gangguan keefektifan bernafas.
- Smothering atatu pembekapan yaitu penutupan lubang mulut dan hidung yang
mencegah keefektifan dalam bernafas.

3
1) Penekanan leher (Pressure of the neck)
Tiga bentukan dari penekanan langsung pada leher merupakan hal
yang penting dalam kedokteran forensik, yaitu penjeratan manual (manual
strangulation), ligature strangulation, dan gantung (hanging). Namun ketiga
bentukan tersebut tidak dapat memprediksi seberapa cepat kematian akan
terjadi. Dalam beberapa kasus, kematian mungkin akan terjadi relatif lambat,
sehingga memungkinkan untuk memunculkan tanda-tanda klasik asfiksia.
Sementara pada kasus yang lain mungkin tanda-tanda klasik tersebut bisa
tidak muncul.

Penekanan pada leher dapat menyebabkan dapat menyebabkan hal-hal berikut :

 Obstruksi vena jugularis, dapat menyebabkan penurunan aliran balik vena dari
kepala ke jantung sehingga mengakibatkan sianosis, kongesti, dan ptechiae.
 Obstuksi arteri karotis (jika parah), dapat menyebabkan hipoksia serebral.
 Stimulasi baroreseptor sinus karotis pada bifurkasi arteri karotis komunis,
dapat menyebabkan henti jantung neurologis.
 Elevasi atau kenaikan dari laring dan lidah, dapat menyebabkan penutupan
jalan napas pada tingkat faring.
Setelah adanya tekanan mekanis pada leher, kehilangan kesadaran dapat
terjadi secara cepat. Secara tradisional, kehilangan kesadaran setelah dilakukan
gantung dapat terjadi dalam waktu 10 menit.

2) Vagal inhibition atau refleks henti jantung


Telah diyakini bahwa rangsangan mekanik dari baroreseptor sinus
karotis di leher dapat mengakibatkan hasil yang tidak terduga, dan kadang-
kadang berakibat fatal seperti kematian. Seperti yang telah dijelaskan,
kejadian tersebut telah dikaitkan dengan inhibisi vagal atau refleks serangan
jantung (Gambar 15.4).

4
Stimulasi dari baroreseptor sinus karotis menghasilkan impuls yang
dihantarkan melalui saraf sinus karotid (cabang nervus glossopharyngeal) ke inti
dari traktus solitarius, dan nukleus vagus, di medula. Dorongan parasimpatik
turun ke jantung melalui saraf vagus yang mengarah ke bradycardia yang
mendalam dan berpotensi asistol.

Kematian dapat menyerang setiap saat setelah penerapan tekanan ke leher, dan
diperkirakan bahwa 'penghambatan vagal' semacam itu dapat menjelaskan
mengapa begitu banyak individu yang ditemukan menggantung, tidak
menunjukkan tanda-tanda klasik asfiksia.

Lamanya waktu tekanan ke leher / dada harus dipertahankan untuk


menghasilkan kemacetan dan petechiae pada korban yang masih hidup adalah
masalah kontroversi lanjutan, tetapi secara umum petechiae muncul diperlukan
waktu minimal 10–30 detik.

3) Penjeratan (Strangulation)
a. Manual Strangulation
Strangulasi manual digunakan untuk menggambarkan penerapan
tekanan ke leher menggunakan tangan, dan merupakan modus yang relatif
umum dari pembunuhan, terutama di mana ada perbedaan antara ukuran
penyerang dan korban. Tanda-tanda eksternal strangulasi manual (Gambar
15.5) dapat berupa memar dan lecet di bagian depan dan samping leher, dan
rahang bawah. Namun, pola cedera permukaan kulit sering sulit untuk
diinterpretasi karena sifat serangan yang dinamis, dan kemungkinan adanya
tekanan berulang selama strangulasi. Memar yang disebabkan oleh tekanan
ujung jari (memar berbentuk bulat atau lonjong hingga sekitar 2 cm) dan
goresan kuku (lecet atau lecet berbentuk segi tiga, jejak atau kerusakan kulit)
dapat dilihat, yang terakhir dilakukan oleh
penyerang atau korban ( Gambar 15.6).

Ketika tekanan ke leher dipertahankan,


gambaran tambahan dari strangulasi manual dapat
mencakup 'tanda-tanda asfiksia klasik', termasuk
petechiae wajah. Pada korban yang masih hidup,

5
evaluasi klinis dapat mengungkapkan rasa sakit saat menelan, suara serak,
stridor, leher, kepala atau nyeri punggung.

b. Ligature strangulasi
Strangulasi ligatur dapat berupa bunuh diri, bunuh diri atau tidak
disengaja dan melibatkan penerapan tekanan ke leher oleh alat atau benda
yang mampu menyempitkan leher, seperti syal, dasi leher, stocking atau kabel
telepon, dll (Gambar 15.7). Sering ada demarkasi yang jelas dari
penyumbatan, sianosis dan petechiae di atas tingkat ligatur yang menyempit,
dan biasanya ada 'tanda ligatur' pada leher di tempat penyempitan. Tanda ini
mungkin dibentuk oleh kombinasi kompresi dan abrasi kulit, dan mungkin
mencerminkan sifat ligatur itu sendiri, meniru pola pengikat yang dijalin,
misalnya. Dokumentasi yang cermat dari setiap pola yang terlihat dalam tanda
pengikat, dengan foto berskala, dapat memungkinkan perbandingan dibuat
dengan barang yang dicurigai digunakan sebagai pengikat dalam kasus itu di
masa mendatang. Ligatures permukaan yang lunak dan luas, bagaimanapun,
dapat meninggalkan sedikit bukti kompresi pada kulit leher, atau bahkan
cedera pada struktur di bawahnya.

Selain menggunakan tangan atau pengikat; teknik menahan diri


mungkin melibatkan penggunaan 'lengan-kunci' atau 'chokeholds'. Teknik-
teknik seperti itu bisa atau tidak menghasilkan produksi tanda-tanda asfiksia
atau cedera leher.

Tingkat cedera pada jaringan lunak, otot dan tulang leher (tulang hyoid dan
kartilago tiroid) dapat bervariasi tergantung pada sifat tekanan yang diterapkan
pada leher. Diseksi post-mortem struktur leher harus selalu dilakukan setelah
'drainase' dari pembuluh darah leher, yang dapat dicapai dengan melakukan
diseksi setelah pengangkatan
otak dan jantung. Teknik
seperti itu menghindari
produksi artefaktual
haemorrhage di belakang
laring (Gambar 15.8).
Mungkin ada memar di dalam

6
'otot pengikat' di leher dan cedera pada kartilago tiroid superior, yang sangat
rentan terhadap cedera tekan (Gambar 15.9).

4) Gantung (Hanging)
Gantung digambarkan dengan suspensiatau penahanan tubuh oleh
leher. Setiap material yang mampu membentuk pengikat dapat digunakan
untuk menggantung. Tekanan ligatur pada leher dihasilkan oleh berat tubuh;
tubuh tidak perlu menahan sepenuhnya, dengan kaki terlepas dari tanah dan
tubuh menggantung bebas di bawah gravitasi, karena kematian dapat
diakibatkan oleh menggantung.

Seperti halnya pencekikan ligatur, tanda gantung sering terjadi disertai


lekukan yang dalam atau galur pada kulit. tetapi terputus di beberapa titik di
sekitar leher. Diskontinuitas ini mencerminkan titik suspensi, yang mungkin di
sisi atau belakang leher, atau bahkan di depan leher. Jika tanda pengikat
terlihat naik di sisi leher, misalnya, untuk membentuk tanda V berbentuk
7
terbalik di belakang kepala, titik suspensi berada di belakang kepala (Gambar
15.10 dan 15.11).

5) Penyumbatan (Choking)
Ketidaksengajaan menelan benda atau
makanan dapat menyebabkan tersedak dan
obstruksi internal saluran udara atas oleh objek
atau zat yang terkena dampak faring atau
larynx. Obstruksi umumnya menyebabkan
gangguan pernapasan dengan kongesti dan
sianosis pada kepala dan wajah.

o Cafe Coronary
Salah satu penyebab tersering tersedak
adalah masuknya makanan ke saluran udara. Jika makanan memasuki laring
saat menelan, biasanya menyebabkan gejala tersedak batuk, tertekan dan
sianosis kotor, yang dapat berakibat fatal kecuali obstruksi dibersihkan dengan
batuk atau beberapa pengobatan cepat.
Namun, jika potongan makanan cukup besar untuk menutup laring
sepenuhnya, itu akan mencegah tidak hanya napas tetapi juga berbicara dan
batuk. Individu dapat mati diam-diam dan cepat, penyebab kematian tetap
tersembunyi sampai otopsi. Ini disebut
koroner kafe (Gambar 15.12).
6) Compressional and Positional Asphyxia
Tekanan pada batang tubuh (dada
dan / atau perut) dapat menyebabkan
ketidakmampuan untuk bernapas secara
efektif dan mengakibatkan kematian.
8
Misalnya, para pekerja yang terperangkap di parit tanah yang roboh, atau
dikubur tidak dapat mengembangkan dada mereka, yang mengarah ke tanda
'tanda-tanda asphyxial'. Demikian pula, individu yang terjebak di bawah mesin
berat mengalami ketidakmampuan untuk bernapas dengan efektif. Contoh-
contoh 'kompresi asfiksia' ini sering disebut sebagai asfiksia traumatis atau
asfiksia (Gambar 15.13).

Presentasi yang kurang dramatis dari tanda-tanda asfiksia biasanya


terlihat pada individu yang ditemukan dalam posisi tubuh yang canggung
sehingga mereka juga tidak dapat bernapas secara efektif. Misalnya, mereka
mencoba untuk menekan melalui celah kecil di pagar, atau jendela kecil yang
terbuka, dan menjadi terjepit mencegah perluasan dada (Gambar 15.14).

Yang lain mungkin ditemukan dengan menggantung kepala lebih dulu


di sisi tempat tidur, dengan kepala tertekuk ke dada mereka, membatasi
masuknya udara. Skenario seperti ini disebut asfiksia posisional atau postural,
dan mereka yang terlibat biasanya tidak dapat melepaskan diri dari posisi di
mana mereka ditemukan karena gangguan kognisi atau kesadaran sebagai
akibat dari intoksikasi.

7) Pembekapan (Suffocation and Smothering)


Mati lemas (suffocation) adalah istilah yang biasanya digunakan untuk
menggambarkan penurunan yang fatal dari konsentrasi oksigen di atmosfer
yang bernafas, dan sering menggabungkan 'pembekuan'. Pengurangan oksigen
atmosfer dapat terjadi, misalnya, di kabin pesawat yang didekompresi.
Obstruksi mekanis saluran udara atas juga dapat menyebabkan mati lemas,

9
seperti yang terlihat ketika kantong plastik secara tidak sengaja, homisid, atau
ditempatkan di atas kepala secara bunuh diri (Gambar 15.15). Pemeriksaan
postmortem pada kasus-kasus seperti itu jarang menunjukkan salah satu dari
'tanda-tanda asfiksia klasik'.

Demikian pula, pembekapan (smothering), atau oklusi fisik hidung dan


mulut mungkin tidak meninggalkan 'tanda-tanda asfiksia' pada orang yang
selamat atau yang meninggal. Jika individu tidak dapat berjuang, karena usia
atau keracunan ekstrim, mereka mungkin tidak memiliki bukti cedera,
termasuk di sekitar mulut atau hidung. Namun terkadang, dalam pemeriksaan
akan mengungkapkan cedera intraoral (termasuk memar atau laserasi bagian
dalam bibir atau memar gusi pada individu edentulous) dan diseksi jaringan
lunak wajah dapat mengungkapkan memar subkutan di sekitar mulut dan
hidung.

8) Asfiksia Autoerotik
Asfiksia auterotik adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan kematian yang terjadi selama aktivitas seksual soliter.
Banyak istilah lain yang telah digunakan untuk menggambarkan kematian
seperti ini, antara lain asfiksia seksual, asphyxiophilia, Kotzwarrism,
autoasphyxiophilia dan hypoxyphilia. Gambaran yang tampak cenderung
menggunakan perangkat, alat atau pengekangan yang menyebabkan kompresi

10
leher sehingga terjadi hipoksia serebral, dengan tujuan meningkatkan respons
seksual. Kematian seperti itu sebagian besar melibatkan laki-laki.

Adanya gambaran-gambaran berikut seharusnya dipertimbangkan saat


'mendiagnosis' asfiksia autoerotik

 bukti aktivitas seksual solo;


 lokasi pribadi atau aman;
 bukti aktivitas serupa sebelumnya di masa lalu;
 tidak ada niat bunuh diri yang jelas;
 alat peraga yang tidak biasa termasuk ligatur, pakaian, dan bukti
pornografi;
 kegagalan perangkat atau pengaturan integral dari aktivitas
menyebabkan kematian.

B. Asfiksia Non Mekanik


- Keracunanan karbon monoksida (CO) berupa gangguan kimiawi pada level
respirasi seluler.
- Keracunan Sianida (CN) juga pada level respirasi seluler.

C. Asfiksia Miscellaneous
1) Drowning atau tenggelam
Disebabkan oleh mekanisme kematian pada kasus tenggelam bukan murni
disebabkan oleh asfiksia, maka ada sementara ahli yang tidak lagi memasukkan
tenggelam ke dalam kelompok asfiksia mekanik dan dibicarakan tersendiri.3

TENGGELAM

2.1. Definisi3,4

11
Ditemukannya tubuh dalam air tidak selalu menandakan tenggelam. Sebagian besar
mayat ditemukan di dalam air karena kecelakaan atau bunuh diri. Namun, jika terdapat
petunjuk tertentu ketika sebuah tubuh ditemukan dapat menunjukkan tindakan kriminal.
Secara harfiah tenggelam berarti mengalami kematian karena tenggelam dalam air atau cairan
lain karena tidak dapat bernapas. Kematian karena tenggelam tidak dibutuhkan perendaman
tubuh secara lengkap. Dapat terjadi meskipun hanya lubang hidung dan mulut tersumbat oleh
air atau cairan lainnya.

Perbedaan terendam dengan tenggelam adalah tenggelam merupakan kematian karena


terendamnya tubuh di air atau cairan lain, sedangkan terendam menunjukan konsep yang
lebih luas dimana kematian mungkin dapat disebabkan oleh tenggelam atau penyebab
lainnya, meskipun tubuh ditemukan di air. Oleh sebab itu, saat autopsi, pemeriksa harus dapat
membedakan perubahan karena tenggelam atau karena penyebab lain, seperti ketika tubuh
dibuang di dalam air setelah kematian.

Kematian karena tenggelam biasanya dianggap sebagai kematian asfiksial. Tiga faktor
utama yang mempengaruhi reaksi manusia terhadap proses tenggelam yaitu keadaan tubuh
yang dimiliki korban sebelum kematian, komponen kimia dari air dan jumlah larutan yang
terhirup. Perendaman lengkap tubuh tidak diperlukan. Kematian karena tenggelam bisa
terjadi ketika lubang hidung dan mulut tersumbat oleh air atau cairan lainnya. Untuk
meletakkannya sebaliknya, seseorang dapat tenggelam di laut / sungai atau di bak mandi
beberapa inci dalam.

2.2. Tipe tenggelam4

a. Wet drowning (Typical drowning)


Terjadi saat air tertelan dan terinhalasi sehingga jalan pernapasan terhambat oleh
genangan air.
b. Dry drowning (Atypical drowning)
Istilah ini termasuk kematian karena terendam yang disebabkan oleh :
1. Inhibisi Vagal (Immersion syndrome)

Kondisi ini biasanya ditemukan di zona beriklim sedang dan dingin. Kematian
berhubungan dengan serangan jantung karena inhibisi vagal, akibat dari stimulasi
ujung saraf vagal. Dalam kasus tenggelam, hal ini dapat terjadi dalam beberapa cara:

12
 Masuknya air secara tiba-tiba ke dalam nasofaring atau laring.

 Terjatuh atau menyelam ke dalam air secara tiba-tiba sehingga mengenai perut,
terutama daerah epigastrium.

 Masuknya air dingin secara cepat ke dalam telinga.

Hilangnya kesadaran terjadi secara tiba-tiba diikuti dengan kematian.


Terkadang, kematian bisa terjadi dalam beberapa menit.

2. Laryngeal Spasm due to Submersion

Masuknya air ke dalam laring secara tiba-tiba dapat menimbulkan spasme


laring yang mencegah masuknya air ke saluran pernafasan dan kematian terjadi
karena asfiksia dan hanya sedikit kuantitas air yang ditemukan di saluran udara.
Spasme laring dapat menjadi faktor utama penyebab kematian dimana terdapat
tanda-tanda asfiksia yang biasanya akan terlihat, tetapi paru-paru tidak tergenang
air atau menggelembung.

3. Submersion of the Unconscious (Shallow Water Drowning)


Korban yang tidak sadarkan diri, bisa karena alkohol, penyakit jantung, dibius,
cedera kepala, atau pada korban bayi, dapat tenggelam dalam air yang dangkal.
Seperti pada korban yang tidak sadarkan diri karena cedera kepala, gambaran khas
kematian karena tenggelam tidak ditemukan.
4. Secondary Drowning
Korban yang bertahan hidup lebih dari 24 jam setelah korban dikeluarkan dari
lingkungan berair dapat disebut sebagai ‘near drowning’. Korban dapat tetap
bertahan hidup atau kemudian mati. Kerusakan pada sistem saraf pusat, hipotermia,
penurunan trasportasi oksigen ke jaringan vital, terutama otak, adalah faktor-faktor
yang mengkontribusi morbiditas dan mortalitas akibat dari ‘near drowning’.

2.3. Media Tenggelam4


Walaupun biasanya media tenggelam adalah air, terkadang terdapat kasus dimana
korban tenggelam pada cairan jenis lain, seperti cat, pewarna, atau larutan kimia lainnya. Jika
medianya memiliki substansi khusus, substansi yang sama dapat ditemukan di cairan dalam
saluran pernapasan atau lambung dari korban.
13
2.4. Patofisiologi tenggelam4
2.4.1. Tenggelam di air tawar
Pada keadaan ini terjadi absorpsi cairan yang masif. Saat air tawar masuk ke dalam
rongga alveolar, air tersebut langsung diabsorbsi ke sirkulasi paru-paru karena konsentrasi
elektrolit dalam air tawar lebih rendah daripada konsentrasi dalam darah, maka akan terjadi
hemodilusi darah. Karena peningkatan masif dari volume darah ini, akan mengakibatkan
pecahnya sel darah merah (hemolisis). Akibat pengenceran darah ini, tubuh mencoba
mengatasi dengan melepaskan ion kalium dari serabut otot jantung sehingga kadar ion kalium
dalam plasma meningkat. Selain itu, terdapat penurunan dari ion natrium. Akibat dari
ketidakseimbangan elektrolit, mendorong terjadinya fibrilasi ventrikel. Meskipun jantung
mungkin tetap berdetak lemah selama beberapa menit, cerebral anoxia yang parah kemudian
akan terjadi dan mengakibatkan kematian.

2.4.2. Tenggelam di air asin


Pada keadaan ini konsentrasi elektrolit cairan air asin lebih tinggi daripada dalam
darah. Cairan akan keluar dari sirkulasi dan masuk ke rongga alveolus menimbulkan
hemokonsentrasi local di sirkulasi pulmonal dan edema paru yang masif. Hemokonsentrasi
akan mengakibatkan sirkulasi menjadi lambat dan menyebabkan jantung menjadi lemah dan
akan menimbulkan gagal jantung.
Kematian dapat terjadi dalam 4-5 menit pada air tawar, dan 8-12 menit pada air asin.

14
2.5. Diagnosis Kematian karena Tenggelam4
Ditentukan dengan mengobservasi :
a. Tanda eksternal pada tenggelam
b. Tanda Internal pada tenggelam
c. Tes biokemikal dan biofisikal untuk tenggelam
d. Analisis materi diatom
2.6. Pemeriksaan Jenazah3

2.6.1 Tanda Eksternal4


Faktor-faktor faktor yang mempengaruhi proses pembusukan pada kasus terendam :
Faktor endogen : Usia, jenis kelamin, pakaian dan kondisi tubuh sebelumnya, sedangkan
faktor eksogen meliputi apakah air mengalir atau air tenang, air bersih atau tercemar, air
tawar atau air asin, musim saat kejadian terjadi, serta suhu dari air.
Pada korban tenggelam akan menunjukan perubahan warna pembusukan yang lebih
nyata pada kepala dan wajah daripada bagian bawah tubuh. Hal ini terjadi karena postur
tubuh yang mengapung adalah kepala dan wajah berada pada level yang lebih rendah
daripada bagian tubuh lainnya karena kepala relatif berat sehingga tubuh cenderung memiliki
postur yang khas dimana batang tubuh berada di level paling tinggi karena paru-paru dan
saluran pencernaan penuh dengan gas, dan kepala serta ekstrimitas menggantung. Selain itu,
pembusukan tubuh akan lebih cepat terjadi saat tubuh dikeluarkan dari air karena adanya
kelembapan tubuh dan suhu yang lebih baik untuk pembusukan daripada di dalam air.

Hal yang ditemukan pada kasus tenggelam yang baru saja terjadi (tubuh korban ditemukan
beberapa jam setelah terendam dan autopsy langsung dilakukan) :
 Tubuh dan pakaian dalam keadaan basah. Noda pasir atau lumpur mungkin ada pada
tubuh dan pakaian.
 Permukaan tubuh umumnya pucat dan dingin tetapi bisa berwarna hijau atau
perunggu. Wajah bisa membengkak dan berubah warna karena proses pembusukan
sehingga menghalangi identifikasi. Karena gerakan tubuh dalam air, bisa terdapat area
kulit yang mengalami perubahan warna dengan terdistribusi yang tidak teratur. Lidah
15
mungkin akan terjulur dan mungkin terdapat bekas gigitan. Mata menjadi bengkak
tapi jarang menunjukkan perdarahan petekie. Genital pria bisa kontraksi, tegak atau
semi-ereksi.
 Postmortem hipostasis terdapat pada kepala, leher dan dada depan bagian atas terlihat
berwarna merah muda. Perubahan warna ini akibat paparan dan oksigenasi darah,
serta distribusinya ditentukan oleh postur tubuh saat mengapung dalam air.
 Kutis anserina (goose flesh/bulu kuduk berdiri), memiliki nilai diagnostik kecil.
Keadaan kulit terlihat keriput dan bergranul akibat kontraksi dari otot erektor pilae
dari kulit yang terjadi karena kontak tubuh dengan air dingin. Penampakan kulit ini
juga dapat terjadi saat menenggelamkan mayat ke dalam air segera setelah kematian.
Hal ini bisa juga menjadi perubahan postmortem karena rigor mortis dari otot pilorum
erector.
 Maserasi dari kulit (washer woman’s hands): Penemuan ini dapat membantu
mengestimasi durasi dari terendamnya korban. Saat masa terendamnya terjadi lebih
lama, estimasi akan lebih sulit untuk dilakukan.

Terendam oleh air menyebabkan maserasi progresif pada kulit, terutama tangan dan
kaki dan area yang terkena gesekan, seperti ujung jari, telapak tangan, punggung tangan
dan telapak kaki. Semakin lama durasi perendaman penampakan yang sama akan terlihat
pada area kulit yang luas, seperti permukaan ekstensor lutut dan siku. Kulit di area ini
menjadi memutih, bengkak, basah, berkerut dan bergelombang. Setelah itu epidermis
menjadi longgar diikuti dengan kuku dan dari tangan dan kaki dapat dicabut seperti
sarung tangan dan stoking. Hal ini biasa disebut sebagai ‘washer woman’s hands’.
Perubahan ini terjadi karena inihibisi air masuk ke lapisan luar dari kulit. Pertama dapat
dilihat dalam 3-4 jam dan seluruh tangan akan menunjukan hal yang sama dalam 24 jam.
Durasi dari terendamnya tubuh dapat dilihat dari perubahan berikut:
- Pengeriputan kulit dimulai sekitar dua jam.
- Pemutihan kutikula menjadi jelas sekitar 12 jam dan akan semakin
terlihat jelas dalam waktu 24 jam setelah terendam.
- Kutikula mulai terpisah dari telapak tangan, telapak kaki hingga 48 jam
kematian; Lalu terkelupas sekitar 3–4 hari atau lebih awal.
- Pengapungan tubuh, dapat terjadi sekitar 24 jam perendaman di musim
panas dan 2–3 hari di musim dingin.

16
 Penemuan rumput, kerikil, lumpur, pasir, endapan lumpur, gulma atau vegetasi
akuatik pada tangan atau kaki yang mengepal dan di bawah kuku karena spasme
kadaver. Hal ini biasanya terjadi apabila korban masih hidup saat terendam
 Pemeriksaan eksternal juga dapat mengungkapkan adanya cedera yang mungkin ada
sebelum dan / saat dan / setelah jatuh ke dalam air. Luka postmortem karena hewan
predator atau terpukulnya mayat oleh suatu objek bisa saja terlihat.
 Foam/froth/busa/buih pada lubang hidung, mulut atau keduanya merupakan temuan
signifikan, tetapi harus dipertimbangkan kaitannya dengan penemuan lainnya. Busa
bisa tidak terlihat ketika tubuh pertama kali dikeluarkan dari air, tetapi muncul saat
diberikan kompresi pada dada. Terkadang, sedikit terwarnai darah karena luka di
jaringan paru karena peningkatan tekanan di dalam paru-paru. Dapat juga brcampur
dengan kotoran dan isi perut. Masuknya cairan ke saluran pernapasan memprovokasi
produksi lendir, ketika bercampur dengan air dan udara akan teraduk oleh gerakan
pernapasan menjadi busa yang elastis.

Froth adalah cairan edema dari paru, yang terdiri dari eksudat proteinaceoues dan
surfaktan yang tercampur dengan air.2

2.6.2. Tanda-tanda Internal4


 Foam/busa pada saluran pernapasan. Selain itu, pada
lumen laring, trakea, bronki, dan bronkiol juga bisa
terdapat tanah, debu, potongan rumput dan konten
lambung akibat regurgitasi.

17
 Paru-paru besar,tebal,terdapat genangan air dan over-inflasi, mengisi rongga dada dan
tumpang tindih dengan jantung. Dapat terjadi pembengkakan serta permukaannya
menunjukkan lekukan tulang rusuk. Umumnya paru-paru berwarna abu-abu pucat
karena darah terpompa keluar akibat kompresi pembuluh di septa interalveolar oleh
udara dan air yang terperangkap di alveoli. Meskipun permukaan paru-paru umumnya
pucat, bisa ada area berbintik-bintik merah dan abu-abu, yaitu alveoli yang
mengandung darah dan yang anemik. Bercak besar perdarahan sebagai Paltauf ’s
haemorrhages dapat terlihat di subpleural. Tanda ini terjadi karena dinding alveolar
pecah akibat peningkatan tekanan selama ekspirasi yang dipaksakan. Pendarahan ini
sebagian besar ditemukan pada permukaan anterior dan margin paru-paru dalam kasus
tenggelam yang berhubungan dengan adanya usaha bernapas melibatkan tenaga yang
besar.

 Gambaran keseluruhan dari paru-paru dan saluran pernapasan ini digambarkan


sebagai emphysema aquosum.

 Pada korban yang tidak sadar pada saat tenggelam, hanya terdapat genangan air pada
paru-paru tanpa adanya busa, dikenal sebagai oedema aquosum.

 Ketika mayat meninggal sebelum tenggelam lalu dibuang ke air, penampakan paru
yang akan terlihat adalah ‘hydrostatic lungs’ akibat air masuk ke dalam paru-paru.
Tidak akan didapatkan gambaran ‘drowning lungs’.

2.6.3. Pemeriksaan Histologi4


Perubahan histologis dipengaruhi
oleh proses tenggelam dan mediumnya.
Kedalaman air di mana mayat itu
terbaring, suhu air, air segar atau air
asin, kotoran dalam air, status fisik
sebelumnya dari korban dan luka-luka
(jika ada) yang dapat menyebabkan
kematian atau kontribusi terhadap kematiannya harus diperhitungkan. Setidaknya satu
bagian sentral dan satu bagian perifer harus diperiksa dari setiap lobus paru-paru. Selain
paru-paru, hati, otot jantung dan ginjal juga dapat diperiksa untuk tanda-tanda kekurangan
oksigen akut dan asfiksia.
18
- Pada pemeriksaan histologis di paru-paru biasanya ditemukan dilatasi akut alveoli
dengan ekstensi, elongasi dan penipisan septa serta kompresi kapiler alveolar.
- Pada pemeriksaan histologi paru biasanya ditemukan dilatasi aku dari alveoli dengan
ekstensi, elongasi, dan penipisan dari septa dan kompresi dari kapiler alveolar.
- Pada kasus tenggelam yang terjadi dalam periode yang relatif lama dimana korban
berusaha naik keatas permukaan sehingga menghirup udara, secara histologi dapat
ditemukan ekspansi dari alveoli yang sangat jelas.
- Pada kasus rapid drowning, fitur yang menonjol; ekspansi emphysematous, septum
alveolar yang pecah sebagian, ruang alveolar kosong dan dilatasi kapiler.
- Pada kasus slow drowning, temuan pada dasarnya serupa, meskipun tidak sejelas pada
rapid drowning.

2.6.4. Perubahan pada Jantung dan Pembuluh Darah4


Sumbatan sirkulasi pulmonal karena menghirup air menyebabkan distensi jantung
kanan dan vena besar, biasanya ditemukan penuh dengan darah yang gelap. Pengenceran
darah oleh air yang dihirup biasanya mencegah proses koagulasi.

2.6.5 Isi Lambung pada Kasus Tenggelam4


Lambung dapat terisi air dan benda asing seperti pasir, lumpur, rumput liar yang
tertelan selama tenggelam saat berjuang untuk hidup. Adanya beberapa bahan seperti air
berlumpur, pupuk cair, tumbuhan air serta lainnya mengindikasikan tenggelam
antemortem. Tidak adanya air di perut mungkin menunjukkan kematian mendadak dari
inhibisi vagal, syok, tidak sadar sebelum jatuh ke air, kematian karena spasme laring.
Maka dari itu diperlukan analisis air yang ditemukan.

2.6.6. Perdarahan di Telinga Tengah4


Perdarahan di telinga tengah dan sel udara mastoid jarang ditemukan pada orang yang
ditemukan dari air. Patogenesis perdarahan ini tidak jelas tetapi dapat diyakini
disebabkan oleh barotrauma, yaitu perbedaan tekanan antara telinga tengah dan air di
sekitarnya menghasilkan vakum relatif dan tekanan negatif dalam rongga tertutup ini
menyebabkan peregangan membran timpani dan perdarahan dalam kasus ekstrim.

19
2.6.7. Tes Biokemikal dan Biofisikal untuk Tenggelam4
 Tes Gettler : Membandingkan antara kandungan klorida darah dari sisi kanan dan kiri
jantung. Biasanya, kandungan klorida dari sisi kiri dan kanan jantung adalah sama,
yaitu sekitar 600 mg per 100 ml. Perbedaan antara dua chamber mungkin tidak lebih
dari 5 mg / 100 ml dalam keadaan biasa. Perbedaan 25 mg% antara konsentrasi
klorida dari kedua sisi jantung adalah indikasi kematian karena tenggelam. Dalam
kasus tenggelam di air tawar kandungan klorida dari jantung kiri lebih rendah
daripada jantung kanan dan dalam kasus tenggelam di air asin menunjukan halyang
sebaliknya.
 Freimuth mengatakan jika magnesium lebih andal daripada klorida, terutama untuk
penentuan tenggelamnya air laut. Berdasarkan berat jenis plasma dari dua sisi jantung
disimpulkan bahwa perbedaan negatif antara sisi kiri dan kanan dapat diamati baik
dalam kasus tenggelam atau tidak tenggelam, sedangkan nilai positif biasanya
menunjukkan bahwa kematian disebabkan oleh cara lain selain tenggelam.

2.6.8. Analisis Materi diatom4


Diatom adalah organisme mikroskopis yang ada di laut dan air tawar, dan memiliki
kapsul yang mengandung silika yang bertahan dari pencernaan asam pada pemeriksaan lab.
Uji diatom didasarkan pada premis bahwa ketika seseorang tenggelam dalam air yang
mengandung diatom, banyak diatom dibawa ke parenkim paru karena aspirasi air selama
proses tenggelam. Dari parenkim paru, kemungkinan masuknya diatom ke dalam aliran darah
(kapiler alveolar) adalah melalui robekan mikroskopik dinding alveolar yang terjadi selama
upaya inspirasi dan ekspirasi yang dipaksakan. Setelah masuk ke aliran darah, diatom
disebarluaskan oleh aliran darah ke seluruh tubuh. Bila ditemukan diatom di organ hati,
ginjal, otak dan sumsum tulang dapat menyiratkan bahwa seorang individu yang ditemukan
di air tenggelam di air yang mempunyai diatom yang sama.

20
Referensi
1. Arif Budiyanto dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. 1th ed: Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997.
2. Saukko P, Knight B. Knight’s Forensic Pathology. Arnold: London. 2001
3. J, Payne-James dkk. Simpson’s Forensic Medicineedisi 13. Arnold: London. 2011
4. Vij, K. Textbook of Forensic Medicine and Toxicology. 5th ed. Elsevier; 2011.

21

Anda mungkin juga menyukai