Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran
udara pernafasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan
peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea). Gangguan dalam pertukaran pernapasan yang
normal tersebut dapat disebabkan oleh adanya obstruksi pada saluran pernapasan dan
gangguan yang disebabkan oleh terhentinya sirkulasi.1
1.1. Klasifikasi1,3
a. Asfiksia Mekanik
- Strangulasi : jeratan atau tekanan pada leher dengan tali atau tangan dan lainnya.
- Hanging : tekanan pada leher akibat kombinasi ikatan tali dengan berat badan.
- Choking : obstruksi fisik dalam rongga airway.
- Compression asphyxia : tekanan pada thoraks atau abdomen, yang menganggu
keefektifan bernafas.
- Smothering : penutupan lubang mulut dan hidung yang mencegah keefektifan
dalam bernafas.
b. Asfiksia Non-Mekanik
- Keracunan karbon monoksida (CO), berupa gangguan pada level respirasi seluler.
- Keracunan sianida (CN), juga pada level respirasi seluler.
c. Asfiksia Miscellaneous
- Drowning atau tenggelam
Disebabkan oleh mekanisme kematian lain pada kasus tenggelam bukan murni
disebabkan oleh asfiksia, maka ada sementara ahli yang tidak lagi memasukkan
tenggelam ke dalam kelompok asfiksia mekanik.
Pada umumnya kematian pada asfiksia yang disebabkan oleh obstruksi jalan nafas terjadi
melalui 4 fase, yaitu :
1. Fase dyspnea
Hipoksia dan hiperkapnea yang terjadi akan merangsang pusat pernafasan di medulla
oblongata, sehingga amplitude dan frekuensi nafas akan meningkat. Kompensasi lain
yang terjadi adalah peningkatan denyut nadi, peningkatan tekanan darah, datanda-
tanda sianosis terutama pada wajah dan tangan mulai tampak.
2. Fase konvulsi
1
Kadar CO2 yang tinggi menyebabkan terjadi rangsangan pada susunan saraf pusat
sehingga timbul kenjang. Selanjutnya, kekurangan oksigen yang berkepanjangan
menyebabkan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak, sehingga pupil mengalami
dilatasi, denyut jantung dan tekanan darah menurun.
3. Fase apneu
Depresi pusat pernafasan semakin hebat. Kesadaran tambah menurun dan terjadi
relaksasi sfingter yang menyebabkan pengeluaran sperma, urin dan tinja.
4. Fase akhir
Terjadi paralisis pusat pernafasan lengkap, sehingga nafas berhenti, jantung masih
berdenyut beberapa saat setelah nafas berhenti.
Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadi kematian bervariasi, umumnya 4-5
menit, namun pada setiap fase dapat terjadi kematian mendadak akibat henti jantung
karena terjadi inhibisi vagal (reflex cardiac arrest). Inhibisi vagal tercetus bila reseptor
vagus terangsang oleh stimulasi sensoris yang eksesif, sehingga mekanisme
parasimpatis teraktivasi dan terjadilah ekstrim bradikardi bahkan henti jantung.
Gambaran klasik asfiksia dapat ditemukan pada keadaan obstruksi jalan nafas akibat
penekanan pada leher atau dada, yaitu :
2
Pada korban selamat dari “asphyxial episode”, pada pemeriksaan kilinis dapat menunjukan3:
1.3. Etiologi3
Dari segi etiologi secara umum, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut:
a. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernapasan
seperti laringitis, difteri, atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti
fibrosis paru.
b. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang
mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral;
sumbatan atau halangan pada saluran napas dan sebagainya.
c. Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernapasan, misalnya
barbiturat dan narkotika.
1.4. Klasifikasi3
Berdasarkan mekanisme terjadinya, asfiksia dapat dibedakan menjadi
A. Asfiksia Mekanik
Asfiksia mekanik adalah segala bentuk kekerasan yang mengakibatkan
terhalangnya udara memasuki saluran napas, dapat pula dikelompokkan atas
penutupan lubang saluran napas bagian atas, penekanan dinding saluran napas,
penekanan dinding dada dari luar, saluran napas terisi air.
- Strangulasi atau jerat berupa tekanan pada leher dengan tali atau tangan dan
lainnya.
- Hanging atau gantung berupa tekanan pada leher akibat kombinasi ikatan tali
dengan berat badan.
- Choking atau keselek yaitu obstruksi fisik dalam rongga airway.
- Asfiksia akibat kompresi adanya tekanan pada thoraks atau abdomen, yang
berakibat adanya gangguan keefektifan bernafas.
- Smothering atatu pembekapan yaitu penutupan lubang mulut dan hidung yang
mencegah keefektifan dalam bernafas.
3
1) Penekanan leher (Pressure of the neck)
Tiga bentukan dari penekanan langsung pada leher merupakan hal
yang penting dalam kedokteran forensik, yaitu penjeratan manual (manual
strangulation), ligature strangulation, dan gantung (hanging). Namun ketiga
bentukan tersebut tidak dapat memprediksi seberapa cepat kematian akan
terjadi. Dalam beberapa kasus, kematian mungkin akan terjadi relatif lambat,
sehingga memungkinkan untuk memunculkan tanda-tanda klasik asfiksia.
Sementara pada kasus yang lain mungkin tanda-tanda klasik tersebut bisa
tidak muncul.
Obstruksi vena jugularis, dapat menyebabkan penurunan aliran balik vena dari
kepala ke jantung sehingga mengakibatkan sianosis, kongesti, dan ptechiae.
Obstuksi arteri karotis (jika parah), dapat menyebabkan hipoksia serebral.
Stimulasi baroreseptor sinus karotis pada bifurkasi arteri karotis komunis,
dapat menyebabkan henti jantung neurologis.
Elevasi atau kenaikan dari laring dan lidah, dapat menyebabkan penutupan
jalan napas pada tingkat faring.
Setelah adanya tekanan mekanis pada leher, kehilangan kesadaran dapat
terjadi secara cepat. Secara tradisional, kehilangan kesadaran setelah dilakukan
gantung dapat terjadi dalam waktu 10 menit.
4
Stimulasi dari baroreseptor sinus karotis menghasilkan impuls yang
dihantarkan melalui saraf sinus karotid (cabang nervus glossopharyngeal) ke inti
dari traktus solitarius, dan nukleus vagus, di medula. Dorongan parasimpatik
turun ke jantung melalui saraf vagus yang mengarah ke bradycardia yang
mendalam dan berpotensi asistol.
Kematian dapat menyerang setiap saat setelah penerapan tekanan ke leher, dan
diperkirakan bahwa 'penghambatan vagal' semacam itu dapat menjelaskan
mengapa begitu banyak individu yang ditemukan menggantung, tidak
menunjukkan tanda-tanda klasik asfiksia.
3) Penjeratan (Strangulation)
a. Manual Strangulation
Strangulasi manual digunakan untuk menggambarkan penerapan
tekanan ke leher menggunakan tangan, dan merupakan modus yang relatif
umum dari pembunuhan, terutama di mana ada perbedaan antara ukuran
penyerang dan korban. Tanda-tanda eksternal strangulasi manual (Gambar
15.5) dapat berupa memar dan lecet di bagian depan dan samping leher, dan
rahang bawah. Namun, pola cedera permukaan kulit sering sulit untuk
diinterpretasi karena sifat serangan yang dinamis, dan kemungkinan adanya
tekanan berulang selama strangulasi. Memar yang disebabkan oleh tekanan
ujung jari (memar berbentuk bulat atau lonjong hingga sekitar 2 cm) dan
goresan kuku (lecet atau lecet berbentuk segi tiga, jejak atau kerusakan kulit)
dapat dilihat, yang terakhir dilakukan oleh
penyerang atau korban ( Gambar 15.6).
5
evaluasi klinis dapat mengungkapkan rasa sakit saat menelan, suara serak,
stridor, leher, kepala atau nyeri punggung.
b. Ligature strangulasi
Strangulasi ligatur dapat berupa bunuh diri, bunuh diri atau tidak
disengaja dan melibatkan penerapan tekanan ke leher oleh alat atau benda
yang mampu menyempitkan leher, seperti syal, dasi leher, stocking atau kabel
telepon, dll (Gambar 15.7). Sering ada demarkasi yang jelas dari
penyumbatan, sianosis dan petechiae di atas tingkat ligatur yang menyempit,
dan biasanya ada 'tanda ligatur' pada leher di tempat penyempitan. Tanda ini
mungkin dibentuk oleh kombinasi kompresi dan abrasi kulit, dan mungkin
mencerminkan sifat ligatur itu sendiri, meniru pola pengikat yang dijalin,
misalnya. Dokumentasi yang cermat dari setiap pola yang terlihat dalam tanda
pengikat, dengan foto berskala, dapat memungkinkan perbandingan dibuat
dengan barang yang dicurigai digunakan sebagai pengikat dalam kasus itu di
masa mendatang. Ligatures permukaan yang lunak dan luas, bagaimanapun,
dapat meninggalkan sedikit bukti kompresi pada kulit leher, atau bahkan
cedera pada struktur di bawahnya.
Tingkat cedera pada jaringan lunak, otot dan tulang leher (tulang hyoid dan
kartilago tiroid) dapat bervariasi tergantung pada sifat tekanan yang diterapkan
pada leher. Diseksi post-mortem struktur leher harus selalu dilakukan setelah
'drainase' dari pembuluh darah leher, yang dapat dicapai dengan melakukan
diseksi setelah pengangkatan
otak dan jantung. Teknik
seperti itu menghindari
produksi artefaktual
haemorrhage di belakang
laring (Gambar 15.8).
Mungkin ada memar di dalam
6
'otot pengikat' di leher dan cedera pada kartilago tiroid superior, yang sangat
rentan terhadap cedera tekan (Gambar 15.9).
4) Gantung (Hanging)
Gantung digambarkan dengan suspensiatau penahanan tubuh oleh
leher. Setiap material yang mampu membentuk pengikat dapat digunakan
untuk menggantung. Tekanan ligatur pada leher dihasilkan oleh berat tubuh;
tubuh tidak perlu menahan sepenuhnya, dengan kaki terlepas dari tanah dan
tubuh menggantung bebas di bawah gravitasi, karena kematian dapat
diakibatkan oleh menggantung.
5) Penyumbatan (Choking)
Ketidaksengajaan menelan benda atau
makanan dapat menyebabkan tersedak dan
obstruksi internal saluran udara atas oleh objek
atau zat yang terkena dampak faring atau
larynx. Obstruksi umumnya menyebabkan
gangguan pernapasan dengan kongesti dan
sianosis pada kepala dan wajah.
o Cafe Coronary
Salah satu penyebab tersering tersedak
adalah masuknya makanan ke saluran udara. Jika makanan memasuki laring
saat menelan, biasanya menyebabkan gejala tersedak batuk, tertekan dan
sianosis kotor, yang dapat berakibat fatal kecuali obstruksi dibersihkan dengan
batuk atau beberapa pengobatan cepat.
Namun, jika potongan makanan cukup besar untuk menutup laring
sepenuhnya, itu akan mencegah tidak hanya napas tetapi juga berbicara dan
batuk. Individu dapat mati diam-diam dan cepat, penyebab kematian tetap
tersembunyi sampai otopsi. Ini disebut
koroner kafe (Gambar 15.12).
6) Compressional and Positional Asphyxia
Tekanan pada batang tubuh (dada
dan / atau perut) dapat menyebabkan
ketidakmampuan untuk bernapas secara
efektif dan mengakibatkan kematian.
8
Misalnya, para pekerja yang terperangkap di parit tanah yang roboh, atau
dikubur tidak dapat mengembangkan dada mereka, yang mengarah ke tanda
'tanda-tanda asphyxial'. Demikian pula, individu yang terjebak di bawah mesin
berat mengalami ketidakmampuan untuk bernapas dengan efektif. Contoh-
contoh 'kompresi asfiksia' ini sering disebut sebagai asfiksia traumatis atau
asfiksia (Gambar 15.13).
9
seperti yang terlihat ketika kantong plastik secara tidak sengaja, homisid, atau
ditempatkan di atas kepala secara bunuh diri (Gambar 15.15). Pemeriksaan
postmortem pada kasus-kasus seperti itu jarang menunjukkan salah satu dari
'tanda-tanda asfiksia klasik'.
8) Asfiksia Autoerotik
Asfiksia auterotik adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan kematian yang terjadi selama aktivitas seksual soliter.
Banyak istilah lain yang telah digunakan untuk menggambarkan kematian
seperti ini, antara lain asfiksia seksual, asphyxiophilia, Kotzwarrism,
autoasphyxiophilia dan hypoxyphilia. Gambaran yang tampak cenderung
menggunakan perangkat, alat atau pengekangan yang menyebabkan kompresi
10
leher sehingga terjadi hipoksia serebral, dengan tujuan meningkatkan respons
seksual. Kematian seperti itu sebagian besar melibatkan laki-laki.
C. Asfiksia Miscellaneous
1) Drowning atau tenggelam
Disebabkan oleh mekanisme kematian pada kasus tenggelam bukan murni
disebabkan oleh asfiksia, maka ada sementara ahli yang tidak lagi memasukkan
tenggelam ke dalam kelompok asfiksia mekanik dan dibicarakan tersendiri.3
TENGGELAM
2.1. Definisi3,4
11
Ditemukannya tubuh dalam air tidak selalu menandakan tenggelam. Sebagian besar
mayat ditemukan di dalam air karena kecelakaan atau bunuh diri. Namun, jika terdapat
petunjuk tertentu ketika sebuah tubuh ditemukan dapat menunjukkan tindakan kriminal.
Secara harfiah tenggelam berarti mengalami kematian karena tenggelam dalam air atau cairan
lain karena tidak dapat bernapas. Kematian karena tenggelam tidak dibutuhkan perendaman
tubuh secara lengkap. Dapat terjadi meskipun hanya lubang hidung dan mulut tersumbat oleh
air atau cairan lainnya.
Kematian karena tenggelam biasanya dianggap sebagai kematian asfiksial. Tiga faktor
utama yang mempengaruhi reaksi manusia terhadap proses tenggelam yaitu keadaan tubuh
yang dimiliki korban sebelum kematian, komponen kimia dari air dan jumlah larutan yang
terhirup. Perendaman lengkap tubuh tidak diperlukan. Kematian karena tenggelam bisa
terjadi ketika lubang hidung dan mulut tersumbat oleh air atau cairan lainnya. Untuk
meletakkannya sebaliknya, seseorang dapat tenggelam di laut / sungai atau di bak mandi
beberapa inci dalam.
Kondisi ini biasanya ditemukan di zona beriklim sedang dan dingin. Kematian
berhubungan dengan serangan jantung karena inhibisi vagal, akibat dari stimulasi
ujung saraf vagal. Dalam kasus tenggelam, hal ini dapat terjadi dalam beberapa cara:
12
Masuknya air secara tiba-tiba ke dalam nasofaring atau laring.
Terjatuh atau menyelam ke dalam air secara tiba-tiba sehingga mengenai perut,
terutama daerah epigastrium.
14
2.5. Diagnosis Kematian karena Tenggelam4
Ditentukan dengan mengobservasi :
a. Tanda eksternal pada tenggelam
b. Tanda Internal pada tenggelam
c. Tes biokemikal dan biofisikal untuk tenggelam
d. Analisis materi diatom
2.6. Pemeriksaan Jenazah3
Hal yang ditemukan pada kasus tenggelam yang baru saja terjadi (tubuh korban ditemukan
beberapa jam setelah terendam dan autopsy langsung dilakukan) :
Tubuh dan pakaian dalam keadaan basah. Noda pasir atau lumpur mungkin ada pada
tubuh dan pakaian.
Permukaan tubuh umumnya pucat dan dingin tetapi bisa berwarna hijau atau
perunggu. Wajah bisa membengkak dan berubah warna karena proses pembusukan
sehingga menghalangi identifikasi. Karena gerakan tubuh dalam air, bisa terdapat area
kulit yang mengalami perubahan warna dengan terdistribusi yang tidak teratur. Lidah
15
mungkin akan terjulur dan mungkin terdapat bekas gigitan. Mata menjadi bengkak
tapi jarang menunjukkan perdarahan petekie. Genital pria bisa kontraksi, tegak atau
semi-ereksi.
Postmortem hipostasis terdapat pada kepala, leher dan dada depan bagian atas terlihat
berwarna merah muda. Perubahan warna ini akibat paparan dan oksigenasi darah,
serta distribusinya ditentukan oleh postur tubuh saat mengapung dalam air.
Kutis anserina (goose flesh/bulu kuduk berdiri), memiliki nilai diagnostik kecil.
Keadaan kulit terlihat keriput dan bergranul akibat kontraksi dari otot erektor pilae
dari kulit yang terjadi karena kontak tubuh dengan air dingin. Penampakan kulit ini
juga dapat terjadi saat menenggelamkan mayat ke dalam air segera setelah kematian.
Hal ini bisa juga menjadi perubahan postmortem karena rigor mortis dari otot pilorum
erector.
Maserasi dari kulit (washer woman’s hands): Penemuan ini dapat membantu
mengestimasi durasi dari terendamnya korban. Saat masa terendamnya terjadi lebih
lama, estimasi akan lebih sulit untuk dilakukan.
Terendam oleh air menyebabkan maserasi progresif pada kulit, terutama tangan dan
kaki dan area yang terkena gesekan, seperti ujung jari, telapak tangan, punggung tangan
dan telapak kaki. Semakin lama durasi perendaman penampakan yang sama akan terlihat
pada area kulit yang luas, seperti permukaan ekstensor lutut dan siku. Kulit di area ini
menjadi memutih, bengkak, basah, berkerut dan bergelombang. Setelah itu epidermis
menjadi longgar diikuti dengan kuku dan dari tangan dan kaki dapat dicabut seperti
sarung tangan dan stoking. Hal ini biasa disebut sebagai ‘washer woman’s hands’.
Perubahan ini terjadi karena inihibisi air masuk ke lapisan luar dari kulit. Pertama dapat
dilihat dalam 3-4 jam dan seluruh tangan akan menunjukan hal yang sama dalam 24 jam.
Durasi dari terendamnya tubuh dapat dilihat dari perubahan berikut:
- Pengeriputan kulit dimulai sekitar dua jam.
- Pemutihan kutikula menjadi jelas sekitar 12 jam dan akan semakin
terlihat jelas dalam waktu 24 jam setelah terendam.
- Kutikula mulai terpisah dari telapak tangan, telapak kaki hingga 48 jam
kematian; Lalu terkelupas sekitar 3–4 hari atau lebih awal.
- Pengapungan tubuh, dapat terjadi sekitar 24 jam perendaman di musim
panas dan 2–3 hari di musim dingin.
16
Penemuan rumput, kerikil, lumpur, pasir, endapan lumpur, gulma atau vegetasi
akuatik pada tangan atau kaki yang mengepal dan di bawah kuku karena spasme
kadaver. Hal ini biasanya terjadi apabila korban masih hidup saat terendam
Pemeriksaan eksternal juga dapat mengungkapkan adanya cedera yang mungkin ada
sebelum dan / saat dan / setelah jatuh ke dalam air. Luka postmortem karena hewan
predator atau terpukulnya mayat oleh suatu objek bisa saja terlihat.
Foam/froth/busa/buih pada lubang hidung, mulut atau keduanya merupakan temuan
signifikan, tetapi harus dipertimbangkan kaitannya dengan penemuan lainnya. Busa
bisa tidak terlihat ketika tubuh pertama kali dikeluarkan dari air, tetapi muncul saat
diberikan kompresi pada dada. Terkadang, sedikit terwarnai darah karena luka di
jaringan paru karena peningkatan tekanan di dalam paru-paru. Dapat juga brcampur
dengan kotoran dan isi perut. Masuknya cairan ke saluran pernapasan memprovokasi
produksi lendir, ketika bercampur dengan air dan udara akan teraduk oleh gerakan
pernapasan menjadi busa yang elastis.
Froth adalah cairan edema dari paru, yang terdiri dari eksudat proteinaceoues dan
surfaktan yang tercampur dengan air.2
17
Paru-paru besar,tebal,terdapat genangan air dan over-inflasi, mengisi rongga dada dan
tumpang tindih dengan jantung. Dapat terjadi pembengkakan serta permukaannya
menunjukkan lekukan tulang rusuk. Umumnya paru-paru berwarna abu-abu pucat
karena darah terpompa keluar akibat kompresi pembuluh di septa interalveolar oleh
udara dan air yang terperangkap di alveoli. Meskipun permukaan paru-paru umumnya
pucat, bisa ada area berbintik-bintik merah dan abu-abu, yaitu alveoli yang
mengandung darah dan yang anemik. Bercak besar perdarahan sebagai Paltauf ’s
haemorrhages dapat terlihat di subpleural. Tanda ini terjadi karena dinding alveolar
pecah akibat peningkatan tekanan selama ekspirasi yang dipaksakan. Pendarahan ini
sebagian besar ditemukan pada permukaan anterior dan margin paru-paru dalam kasus
tenggelam yang berhubungan dengan adanya usaha bernapas melibatkan tenaga yang
besar.
Pada korban yang tidak sadar pada saat tenggelam, hanya terdapat genangan air pada
paru-paru tanpa adanya busa, dikenal sebagai oedema aquosum.
Ketika mayat meninggal sebelum tenggelam lalu dibuang ke air, penampakan paru
yang akan terlihat adalah ‘hydrostatic lungs’ akibat air masuk ke dalam paru-paru.
Tidak akan didapatkan gambaran ‘drowning lungs’.
19
2.6.7. Tes Biokemikal dan Biofisikal untuk Tenggelam4
Tes Gettler : Membandingkan antara kandungan klorida darah dari sisi kanan dan kiri
jantung. Biasanya, kandungan klorida dari sisi kiri dan kanan jantung adalah sama,
yaitu sekitar 600 mg per 100 ml. Perbedaan antara dua chamber mungkin tidak lebih
dari 5 mg / 100 ml dalam keadaan biasa. Perbedaan 25 mg% antara konsentrasi
klorida dari kedua sisi jantung adalah indikasi kematian karena tenggelam. Dalam
kasus tenggelam di air tawar kandungan klorida dari jantung kiri lebih rendah
daripada jantung kanan dan dalam kasus tenggelam di air asin menunjukan halyang
sebaliknya.
Freimuth mengatakan jika magnesium lebih andal daripada klorida, terutama untuk
penentuan tenggelamnya air laut. Berdasarkan berat jenis plasma dari dua sisi jantung
disimpulkan bahwa perbedaan negatif antara sisi kiri dan kanan dapat diamati baik
dalam kasus tenggelam atau tidak tenggelam, sedangkan nilai positif biasanya
menunjukkan bahwa kematian disebabkan oleh cara lain selain tenggelam.
20
Referensi
1. Arif Budiyanto dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. 1th ed: Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997.
2. Saukko P, Knight B. Knight’s Forensic Pathology. Arnold: London. 2001
3. J, Payne-James dkk. Simpson’s Forensic Medicineedisi 13. Arnold: London. 2011
4. Vij, K. Textbook of Forensic Medicine and Toxicology. 5th ed. Elsevier; 2011.
21