2 93
DOI : doi.org/10.21009/parameter.272.01
P-ISSN : 0216-26IX
Hariadi
Abstract: Character education is an efforts that is designed and implemented systematically to embedded
the values of learner behaviour associated with the God, ourselves, human beings, the environment, and
nationality embodied in thoughts, attitudes, feelings, speaking , and actions based on religious norms,
laws, manners, culture, and customs. Physical Education and Sport (PENJASOR) is essentially a
Education processes that utilizes physical activity (motion) to produced a holistic change in individual
quality, like on physical, mental, and emotional. Physical education treated the children as a unified
whole, total creature, rather than just think of it as someone who separated physical quality and mental.
Through the Penjasor learning process is a medium that is considered very precise and powerful in
Established of a system of values and character. That aka materialized when given stimulus as early as
possible in accordance with the laws of child development.
Abstrak: Pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara
sistematis untuk menanamkan nilai-nilai perilaku peserta didik yang berhubungan dengan Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan
adat istiadat. Pendidikan Jasmani dan Olahraga (PENJASOR) pada hakikatnya adalah proses pendidikan
yang memanfaatkan aktivitas fisik (gerak) untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas
individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai
sebuah kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah
kualitas fisik dan mentalnya. Pembelajaran Penjasor merupakan media yang dipandang sangat tepat dan
ampuh dalam pembentukan sistem nilai dan karakter. Pembentukan karakter aka terwujud bila diberikan
rangsangan sedini mungkin sesuai dengan hukum perkembangan anak.
dinalai bertanggung jawab jika ia melakukan tunggal lainnya seperti penjasor yang
pekerjaan bagi kelompoknya. berkepentingan dengan perkembangan total
Dalam kehidupan ada tiga kategori manusia.
tanggung jawab yakni tanggung jawab yang Penjasor menyebabkan perbaikan da-
berpusat pada norma atau tanggung jawab lam ‘pikiran dan tubuh’ yang mempengaruhi
kolektif (bertindak sesuai dengan norma seluruh aspek kehidupan harian seseorang.
kelompok), tanggung jawab empatik Pendekatan holistik tubuh-jiwa ini termasuk
(personal) yang digerakkan oleh penderitaan pula penekanan pada ketiga domain kepen-
lain, dan tanggung jawab universal sosial. didikan: psikomotor, kognitif, dan afektif.
Adil berarti bersifat atau bersikap tidak Seperti ungkapan Robert Gensemer, penjasor
memihak dan konsisten terhadap orang lain, diistilahkan sebagai proses menciptakan
bersedia mendengar dan terbuka terhadap “tubuh yang baik bagi tempat pikiran atau
pandangan yang berbeda, mengikuti prosedur jiwa.” Artinya, dalam tubuh yang baik ‘diha-
yang adil terhadap oarang lain dalam situasi rapkan’ pula terdapat jiwa yang sehat, sejalan
yang ada. Kepedulian adalah esensi dari nilai dengan pepatah Romawi Kuno: “Men sana in
etika. Peduli terhadap nilai, cinta, kehormat- corporesano”.
an, kota negara dan dunia. Peduli akan Berdasarkan hal tersebut di atas, pen-
kebaikan, rasa kasih, berjasa dan berbuat jasor sebagai bagian yang tidak terpisahkan
baik, mementingkan orang lain, dermawan, dari pendidikan secara keseluruhan memiliki
murah hati dan kebersamaan adalah esensi peran sebagai pondasi bagi tumbuh kembang
dari etika. Kewarganegaraan yang baik anak (termasuk anak usia dini). Dengan
berarti memiliki rasa hormat terhadap hukum demikian, pendidikan jasmani dapat
dan adat istiadat suatu negara, menghargai mengembangkan seluruh potensi yang
benrdera dan segala simbol, gotong royong dimiliki anak (usia dini) yakni aspek organis,
membantu komunitas, bermain sesuai aturan perseptual, kognitif, sosial dan emosional.
masyarakat dan menghormati figur pemimpin Menurut Suherman (2007), kekhasan
dan representasinya (Alim Sumarno, 2011). penjasor dapat digunakan sebagai landasan
yang kokoh bagi anak (usia dini), diperlukan
Pendidikan Jasmani Anak Usia Dini agar anak memiliki kondisi jasmani, inte-
Hakikat Pendidikan Jasmani dan Olah lektual dan mental spiritual yang baik
raga (penjasor) adalah proses pendidikan memadahi untuk berkembang lebih lanjut
yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk sesuai dengan potensi masing-masing. Untuk
menghasilkan perubahan holistik dalam kua meningkatkan peran penjasor sebagai pondasi
litas individu, baik dalam hal fisik, mental, bagi tumbuh kembang anak perlu dilakukan
serta emosional. Pendidikan jasmani berbagai upaya, diantaranya, melaksanakan
memperlakukan anak sebagai kesatuan utuh, pembelajaran yang menarik, menyenangkan
mahluk total, daripada hanya menganggapnya (terutama bagi anak usia dini) dan menantang.
sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik Yang paling penting adalah Menumbuhkan
dan mentalnya (Mahendra, 2007). Dengan rasa aman dan nyaman adalah dasar yang uta-
demikian kenyataannya, penjasor adalah ma dalam membentuk karakter anak,yang
suatu bidang kajian yang sungguh luas. Titik kemudian dapat menumbuhkan rasa ”berarti”,
perhatiannya adalah peningkatan gerak ”berharga” atau ”bernilai” pada anak (Nana
manusia. Lebih khusus lagi, penjasor Prasetyo, 2011). Selain itu, meningkatkan
berkaitan dengan hubungan antara gerak pendidikan guru penjasor, memenuhi sarana
manusia dan wilayah pendidikan lainnya: dan prasarana di sekolah agar memadahi
hubungan dari perkembangan tubuh-fisik untuk proses penjasor, melaksanakan
dengan pikiran dan jiwanya. Fokusnya pada pembaharuan kurikulum agar sesuai
pengaruh perkembangan fisik terhadap kebutuhan peserta didik dan kemampuan
wilayah pertumbuhan dan perkembangan sekolah serta meningkatkan kualitas lembaga
aspek lain dari manusia itulah yang maupun tenaga pendidikan.
menjadikannya unik. Tidak ada bidang
98 Jurnal Parameter Volume 27 No.2
DOI : doi.org/10.21009/parameter.272.01
P-ISSN : 0216-26IX
Kondisi Penjasor Saat Ini diberikan kepada anak usia dini (TK dan SD
Penjasor merupakan media untuk kelas rendah) yang memakai fasilitas cabang
mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan olahraga standar orang dewasa. Keadaan ini
psikis, keterampilan motorik, pengetahuan membahayakan bagi keselamatan dan
dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap- perkembangan anak.
mental-emosional sportivitas-spiritual-sosial), Selain itu, menurut Poerwati (2007),
serta pembiasaan pola hidup sehat yang jam pelajaran untuk penjasor di sekolah, serta
bermuara untuk merangsang pertumbuhan proses belajar dan mengajar yang masih
dan perkembangan kualitas fisik dan psikis sistem konvensional tradisional, masih jauh
yang seimbang. Namun fenomena di dari mencukupi untuk membentuk siswa yang
lapangan menyatakan bahwa penjasor di bugar dan memiliki produktivitas belajar.
lembaga-lembaga pendidikan belum dapat Karena, rata-rata jam pelajaran di sekolah
memposisikan dirinya pada tempat yang tingkat dasar hanya 80 menit perminggu,
terhormat, bahkan masih sering dilecehkan; sedangkan untuk TK/KB belum ada jam
misalnya pada masa-masa menjelang ujian khusus dengan demikian juga belum tersedia
akhir suatu jenjang pendidikan, maka pen- guru khusus penjas. Sehingga, penambahan
jasor dihapuskan dengan alasan agar para jam pelajaran penjasor dari rata-rata 80 menit
siswa dalam belajarnya untuk menghadapi perminggu ke angka ideal 180 menit
ujian akhir “tidak terganggu” (Giriwijoyo, perminggu memerlukan kemauan dari pihak
2007). pemerintah, terutama Departemen Pendidikan
Aip Syarifuddin (2002) mengungkap- Nasional (Depdiknas).
kan bahwa, kualitas guru penjasor di sekolah- Penjasor adalah bagian integral dalam
sekolah pada umumnya kurang memadai. proses pendidikan, tetapi ironisnya, model
Mereka kurang mampu melaksanakan pendidikan ini dari dulu sampai sekarang
tugasnya secara profesional. Salah satu tetap termarginalkan. Padahal, salah satu
masalah utama dalam pengajaran penjasor di fondasi instrumen pembangunan bangsa
Indonesia adalah belum efektifnya pelaksana- adalah dengan kebugaran peserta didik yang
an pengajaran penjasor di sekolah-sekolah. harus dimiliki. Jadi kita tidak boleh berharap
Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor insan indonesia cerdas dan kompetetitif dapat
di antaranya adalah terbatasnya kemampuan diwujudkan melalui proses pendidikan yang
guru dan terbatasnya sumber-sumber yang berkarakter kuat yang mana konten dan
digunakan untuk mendukung proses proses sangat syarat dalam penjas dan
pengajaran penjasor. Guru belum berhasil olahraga. Namun dalam sistem pendidikan
melaksanakan tanggung jawabnya untuk kita, hal ini kurang mendapat tempat yang
mendidik siswanya secara sistematik melalui selayaknya.
kegiatan penjasor, untuk mengembangkan Terdapat fenomena yang cukup
kemampuan dan ketrampilan siswa secara ”menyedihkan” terkait mata pelajaran
menyeluruh, baik dalam segi fisik, mental, penjasor yang di sadur oleh (Muhlas 2008) ia
intelektual maupun sosial dan emosionalnya. mengutip dari berbagai sumber antara laian:
Di sisi lain, di neagara kita masih 1) Tingkat Kesegaran Jasmani anak/remaja
banyak kalangan atau lembaga tidak indonesia hasilnya rata-rata kategori kurang.
memahami arti penting Penjasor. Hal tersebut Dengan rincian; 37,40% Kurang Sekali,
bisa diketahui bahwa ada guru yang tidak 43,90% Kurang, 13,55% Sedang, 4,07%
punya latar belakang penjasor tiba-tiba saja Baik; dan 1,08% Baik Sekali (SDI 2006): 2)
memberikan pelajaran itu di sekolah. Penjasor Perilaku menyimpang dari anak dan remaja
di sekolah dasar seharusnya hanya indonesia juga makin tinggi dan bervariasi
mengenalkan gerakan dasar, seperti berlari, hasil riset WHO melaporkan bahwa 44%
berjalan, melompat, dan melempar. Namun, remaja usia 14-18 th telah melakukan
banyak sekolah yang sudah mengajak siswa hubungan badan sebelum nikah (Kompas, 27
melakukan permainan cabang olahraga) Nov 2007, survei Jkt, Sby, Bdg, Mdn) ; 3)
dalam memberikan penjasor, apa lagi ini Pola hidup kurang gerak (sedentary lifestyle)
Jurnal Parameter Volume 27 No.2 99
DOI : doi.org/10.21009/parameter.272.01
P-ISSN : 0216-26IX
dialami sekitar 2/3 anak terutama di negara- Pendidikan karakter pada dasarnya da-
negara sedang berkembang (WHO, 2002) ; 4) pat diintegrasikan dalam pembelajaran pada
Pemahaman internal sekolah bahwa mapel setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran
penjasor adalah membosankan, menghambur yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai
waktu dan mengganggu perkembangan pada setiap mata pelajaran perlu dikembang-
intelektual anak (Suherman, 2004) kan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks
Melihat kondisi pelaksanaan penjasor kehidupan sehari-hari. Dengan demikian,
yang begitu menyedihkan di sekolah rasanya pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya
menjadi terlalu berlebihan kalau kita berharap pada tataran kognitif, tetetapi menyentuh
menjadi bangsa yang besar di bidang olah pada internalisasi, dan pengamalan nyata
raga. Penjasor tak ubahnya benih dan kita dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di
tidak akan pernah menuai apa pun kalau kita masyarakat. Penanaman karakter tersebut
tidak pernah menanamnya. Oleh karena itu jauh lebih berbeakas bila dimuai dari anak
bibit yang kita tanam dan kita pelihara dengan masih kecil yang kita kenal pada anak usia
baik dan akan memberikan karakter masa dini, sebagai mana yang telah kita uraikan
depan bangsa adalah melalui penjasor pada ditas
anak usia dini. Karena “pendidikan tidak akan Berdasarkan grand design yang
lengkap dan sempurna tanpa adanya pelajaran dikembangkan Kemendiknas (2010), secara
olah raga karena gerakan manusia adalah psikologis dan sosial kultural pembentukan
dasar dari pada cara belajar mengenal dunia karakter dalam diri individu merupakan
sekelilingnya dan dirinya sendiri”. Olah raga fungsi dari seluruh potensi individu manusia
untuk pendidikan Usia Dini atau Taman (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik)
Kanak pada umumnya dilaksanakan pada dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam
bentuk permainan. keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan
berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi
METODOLOGI PENELITIAN karakter dalam konteks totalitas proses
Adapun tujuan secara umum membina psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat
pertumbuhan fisik yang harmonis, dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual
meningkatkan stabilitas, psikososial, serta and emotional development), Olah Pikir
membantu mengembangkan kemauan dan (intellectual development), Olah Raga dan
kepribadiannya (Gunawan, 2011). Kinestetik (Physical and kinestetic
development), dan Olah Rasa dan Karsa
HASIL DAN PEMBAHASAN (Affective and Creativity development) yang
Pengembangan Pendidkan Karakter da- secara diagramatik dapat digambarkan
lam Penjasorpada Anak Usia Dini sebagai berikut:
ramah, saling
OLAH
OLAH menghargai, toleran,
bersih dan sehat, RASA/
peduli, suka menolong,
RAGA
disiplin, sportif, KARSA
gotong royong,
tangguh, andal, nasionalis, kosmopolit ,
berdaya tahan, mengutamakan
bersahabat, kepentingan umum,
kooperatif, bangga menggunakan
determinatif, bahasa dan produk
kompetitif, ceria, Indonesia, dinamis,
dan gigih kerja keras, dan beretos
kerja
100 Jurnal Parameter Volume 27 No.2
DOI : doi.org/10.21009/parameter.272.01
P-ISSN : 0216-26IX
Pendidikan karakter merupakan hasil belajar awal memerlukan banyak darah dan
dari sebuah proses panjang yang berjalan oksigen. Akan tetetapi, lama kelamaan,
secara tertahap, serta dimulai sejak usia dini. apabila sesuatu hal diulangi dan menjadi
Hal ini menjadi sangat penting, mengingat kebiasaan, maka proses ini akan berpindah ke
usia dini merupakan dasar pembentukan wilayah otak bawah sadar dan bersifat
perilaku. Pada usia dini segenap potensi anak otomatis. Wilayah ini disebut sebagai basal
berkembang. Dan hal ini tidak terlepas dari ganglia.
perkembangan luar biasa dari otak, sehingga Semakin sering melakukan sesuatu,
usia dini merupakan golden period dalam semakin otomatis dan tidak disadari hal
rentang kehidupan manusia. Otak merupakan tersebut, sehingga menjadi suatu kebiasaan
pusat belajar dan proses belajar berlangsung dan lama kelamaan diperkuat. Jadi, ketika
di wilayah sadar bagian luar atau bagian otak pertama kali seseorang melakukan sesuatu,
yang berwarna kelabu. Wilayah inilah yang maka jalur “neurolog” belum terbentuk, dan
disebut sebagai cerebral cortex. Proses akan terbentuk ketika perilaku tertentu
Jurnal Parameter Volume 27 No.2
101
DOI : doi.org/10.21009/parameter.272.01
P-ISSN : 0216-26IX
Behaviour
Individual
values
Sport
values
Sport
Activity
dilaksanakan untuk pertama kali, namun Dia menulis buku tentang informatorium.
diperkirakan sejak para ahli filsafat seperti Buku tersebut berisi tentang cara bagaimana
Plato (427-374 B.C) dan Aristoteles (394-332 orang tua mendidik anaknya menjadi seorang
B.C) pendidikan ini telah dilaksanakan Kristen Protestan yang baik. Menurutnya
(Seefeldt dan Barbour, 1994:2). seorang ibu adalah seorang pendidik di
Plato mengemukakan bahwa waktu rumah, ibu harus mengajarkan dengan
yang paling tepat untuk pendidikan anak ada- mengoptimalkan fungsi panca indera melalui
lah sebelum usia 6 tahun. Menurut Comenius, peragaan dan mengurangi verbalisme.
pendidikan anak itu berlangsung sejalan de- Pada abad 18 atau zaman rasionalisme
ngan bermain karena bermain adalah realisasi merupakan zaman perubahan yang hebat. Hal
dari pengembangan diri dalam kehidupan ini karena untuk memperoleh ilmu
anak. Selanjutnya Johan Pastalozi (1746- pengetahuan harus yang hebat. Dalam hal ini,
1827) berpendapat bahwa pendidikan dimulai untuk memperoleh ilmu pengetahuan harus
dari rumah, melalui berbagai kegiatan yang dilakukan melalui percobaan, pengamatan
dilakukan anak pada waktu bermain dan dan pengalaman. Dalam konteks belajar
berbagai pengalaman indera yang dialaminya. sekarang ini, maka konsep belajar di atas
Adapun pendapat yang menyatakan, hampir setara dengan konsep learning to
bahwa pendidikan baru bisa dimulai setelah know, learning to do, learning to be dan
usia sekolah dasar, yaitu usia tujuh tahun, learning to live together.
ternyata tidaklah benar. Hasil penelitian di John Lock (1932-1704) adalah
bidang neurologi yang dilakukan Benyamin seorang pedagogik. Lock menjelaskan kosep
S. Bloom, seorang ahli pendidikan home Schooling. Anak usia dini harus dididik
memperlihatkan, bahwa pertumbuhan sel dan diajarkan tentang pendidikan jasmani,
jaringan otak pada anak usia 0-4 tahun pendidikan scholastik, pendidikan moral, pen-
mencapai 50%, hingga usia 8 tahun mencapai didikan agama melalui permainan. Pemikiran
80%. Artinya apabila pada usia tersebut otak Locke dianjurkan oleh Jean Jacques Rousseau
anak tidak mendapatkan rangsangan yang (1712-1778). Ia mengajarkan pendidikan
optimal maka perkembangan otak anak tidak rohani, moral, jasmani, berenang, pemahaman
akan berkembang secara maksimal. jender, melatih indera anak, kebebasan
Semakin dini penanganan dan bentuk- bermain, pengamatan, pengalaman, bahasa
bentuk rangsangan yang dilakukan orang tua/ asing, menyanyi, menggambar pada anak usia
pendidik terhadap anaknya maka hasilnya dini melalui pengenalan alam sekitar dimana
akan semakin baik. Sebaliknya, semakin lama anak berada.
(lambat) anak mendapatkan penanganan dan Henrich Pestaloozi (1746-1827)
bentuk-bentuk rangsangan yang baik, maka menjelaskan konsep bermain dengan praktik
semakin buruk hasilnya. langsung sehingga anak mempunyai
Plato adalah filsuf pertama yang pengalaman dan latihan. Rumah adalah
memandang arti penting bermain bagi tempat anak bermain. Konsep bermain bagi
seorang anak. Plato melihat pentingnya nilai anak usia dini memberi peluang tentang
praktis yang ada dalam permainan. Misalnya berhitung, menulis, bercakap-cakap, gerak
pelajaran Aritmatika untuk soal pembagian badan, berjalan-jalan dengan bermain.
akan mudah diterima oleh anak-anak dengan Pestalozzi menjelaskan bahwa melalui
cara membagikan apel kepada mereka. bermain maka anak usia dini secara alamiah
Sejarah perkembangan teori bermain akan berusaha mengembangkan kemampuan-
juga berdampak positif terhadap reformasi kemampuan dasarnya untuk belajar. Friedrich
pendidikan pada zaman realisme atau zaman Froebel (1782- 1852) menjelaskan bahwa
baru. Zaman realisme abad 17 dipelopori oleh konsep bermain merupakan proses belajar
Johan Amos Comenius (1592-1670). bagi anak usia dini. Anak diajak bekerja di
Comenius mempelajari teologi dan menjadi kebun, bermain dengan pimpinan, bernyanyi,
pendeta serta memimpin sekolah di Fulneck. pekerjaan tangan atau keterampilan,
104 Jurnal Parameter Volume 27 No.2
DOI : doi.org/10.21009/parameter.272.01
P-ISSN : 0216-26IX
dengan lagu-lagu pujian. Semua itu akan Semakin intens pengalaman itu dilalui anak
sangat menyenangkan bagi anak dan akan semakin kuat juga interaksi sosialnya
merupakan pengalaman interaksi sosial yang dalam proses sosialisasi tersebut.
sangat baik dari proses sosialisasi. Jean Piaget menyatakan, bahwa ber-
main menunjukkan dua realitas anak-anak,
Makna Bermain yaitu adaptasi terhadap apa yang sudah
Para ahli mendefinisikan bermain mereka ketahui dan respon mereka terhadap
sebagai suatu perilaku yang mengandung hal-hal baru. Dalam bermain, sarana sering
motivasi internal yang berorientasi pada menjadi tujuan. Banyak respon muncul, ya
proses yang dipilih secara bebas dan bukan demi respon itu sendiri. Anak berlari,
hanya prilaku pura-pura yang berorientasi misalnya, bukan demi kesehatan tetetapi demi
pada suatu tujuan menyenangkan yang lari itu sendiri. Lari ya lari, titik. Jadi bagi
diperintahkan. Kegiatan bermain ini adalah anak, bermain adalah sarana untuk mengubah
fungsi dari seluruh manusia. Sandra J, Stone kekuatan potensial di dalam diri menjadi
(1993). Karena itu, bermain dilakukan oleh berbagai kemampuan dan kecakapan.
siapa saja di berbagai belahan dunia, baik Bermain juga bisa menjadi sarana penyaluran
laki-laki maupun perempuan dari anak-anak kelebihan energi dan relaksasi.
sampai orang dewasa. Stone mengatakan Sebagai implementasi olahraga mela-
bahwa bermain ada di setiap negara, budaya, lui bermain yang dapat ditetapkan pada anak
bahasa, dimana saja anak-anak dunia usia dini antara lain; Usia 2-3 tahun Olahraga
bermain. yang sifatnya belum terstruktur, seperti
Menurut Karl Buhler dan Schenk berlari, berayun-ayun, memanjat, dan bermain
Danziger, bermain adalah ”kegiatan yang air. Pada usia 2 tahun, anak sudah mampu
menimbulkan kenikmatan”. Dan kenikmatan melompat dengan satu atau kedua kaki, dan
itu menjadi rangsangan bagi perilaku lainnya. berlari (di usia ahun sudah bisa divariasikan
Ketika anak-anak mulai mampu berbicara dan arahnya kanan-kiri dan lain sebagainya).Usia
berfantasi, misalnya, fungsi kenikmatan 4-5tahun, Biasanya, anak sudah bisa meng-
meluas menjadi schaffensfreude (kenikmatan gelindingkan bola besar, menangkap bola,
berkreasi). Konsep ini dikembangkan lebih serta piawai dengan sepeda roda tiga. Ia juga
lanjut oleh Charlotte Buhler yang mulai suka berenang atau bersenam (tetapi
menganggap bermain sebagai pemicu tanpa diprogram).
kreativitas. Menurutnya anak yang banyak
bermain akan meningkatkan kreativitasnya. PENUTUP
Kendati bermain bukanlah bekerja dan Simpulan
tidak sungguh-sungguh, Sigmund Freud yakin Pendidikan karakter merupakan upa-
bahwa anak-anak menganggap bermain ya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan
sebagai sesuatu yang serius. Dalam bermain secara sistematis untuk menanamkan nilai-
anak-anak menumpahkan seluruh perasaan- nilai perilaku peserta didik yang berhubungan
nya. Bahkan mampu ”mengatur dunia dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
dalamnya” agar sesuai dengan ”dunia luar”. sesama manusia, lingkungan, dan kebang-
Ia berusaha mengatur, menguasai, berpikir saan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
dan berencana. Karenanya menurut Erik perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasar-
Erikson, bermain berfungsi memelihara ego kan norma-norma agama, hukum, tata krama,
anak-anak. Hal ini dapat dipahami karena budaya, dan adat istiadat.
anak yang sedang bermain merasakan senang Pendidikan Jasmani Olahraga dan
sehingga terpaksa ia harus mempertahankan Kesehatan (penjasor) pada hakikatnya adalah
kesenangannya itu atau sebaliknya ia akan proses pendidikan yang memanfaatkan
memelihara egonya secara proporsional, aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan
sehingga menimbulkan rasionalitas dan holistik dalam kualitas individu, baik dalam
tenggang rasa terhadap anak lainnya. hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan
106 Jurnal Parameter Volume 27 No.2
DOI : doi.org/10.21009/parameter.272.01
P-ISSN : 0216-26IX
jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah Farihen, H. (2011). Konsep Bermain Bagi
kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya Anak Usia Dini. Dalam
menganggapnya sebagai seseorang yang ter- Farihenhttp://www. fai.umj.ac.id/:
pisah kualitas fisik dan mentalnya. diunduh pada tanggal 24 Desember
Melalui proses pembelajaran Penjasor 2011
meruapakan media yang dipandang sangat
tepat dan ampuh dalam pemebntukan sistem Kemdiknas. (2011). Pedoman Pelaksanaan
nilai dan karakter. Itu aka terwujud bila Pendidikan Karakter [Berdasarkan
diberikan rangsangan sedini mungkin sesuai Pengalaman di Satuan Pendidikan
dengan hukum perkembangan anak. Oleh Rintisan] Jakarta: Badan Penelitian
karena itu metode bermain dan permainan dan Pengembangan, Pusat Kurikulum
sangat baik dilakukan bagi anak usia dini dan Perbukuan. hal 4.
dengan mengedepankan keutuhan gerak anak
dan menampilakan keteladanan yang baik Arief, M. (2008). Olahraga Untuk Usia 2–6
dari para instruktur dan pendidik. Tahun. Dalam http://ariefboy. Multi-
ply.com/reviews/ item/ 4?&show _in-
DAFTAR PUSTAKA terstitial=1&u=%2Freviews%2Fitem
(diunduh 05 Mei 2012)
Alim, S. (2011). Pengembangan Nilai-nilai
Etika Inti dalam Pendidikan Karakter. Nana, P. (2011). Membangun Karakter Anak
Dalam http://blog.elearning. Usia Dini dalam eBulletin dirjen
unesa.ac.id/alim-sumarno/. (diunduh PAUDNI no 21. dalam http://
05 Mei 2012) www.paud.kemdiknas.go.id/ diun-
duh tanggal 05 mei 2012)
Depdiknas. (2007). Kerangka
DasarKurikulum Pendidikan Anak Puspita, F. (2011). Pendidikan Karakter Bagi
Usia Dini. Jakarta: Pusat Kurikulum Anak Usia Dini. Dalam Jurnal
Direktorat Pendidikan Anak Usia Pendidikan Non Formal. Edisi 8
Dini. Direktorat Pembinaan TK dan tahun 2011. hal 131 – 144.
SDUniversitas Negeri Jakarta Tim
Pengembang: dalam Rencana Strategis Kementrian Pendidikan
http://hidayatsoeryana word press. Nasional (Renstra Dikans) 2010 –
com/2008/05/05/kerangka-dasar - 2014.
kurikulum-paud-lengkap/ (diunduh
pa-da 23 November 2011). Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang
sistem Pendidikan Nasional. Pasal 28
Fidesrinur. (2010). Pemerataan Dan
Perluasan Akses Layanan Paud Suatu Widya, A. P. (2010). Pendidik Pendidikan
Alternatif Solusi Komprehensif Anak Usia Dini (Paud) sebagai
Terhadap Pelayanan Pendidikan Anak Model Perilaku Anak Usia Dini:
Usia Dini (PAUD) Di Indonesia. dalam http: //www.bppnfi-reg4. net.
Makalah Rembuk Nasioanl diunduh pada tanggal 27 De-sember
Pendidikan 2011. 2011.