Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

"DECOMPENSASI CORDIS"

A. Pengertian

Gagal jantung kongestif (decompensasi cordis) adalah ketidakmampuan jantung untuk


memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap
oksigen dan nutrien.(Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000).

Gagal jantung adalah keadaan dimana jantung tidak mampu lagi memompakan darah
secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan untuk keperluan metabolisme
jaringan tubuh pada keadaan tertentu sedangkan tekanan pengisian kedalam jantung masih
cukup tinggi.( Soeparman IPD II 1987, 193 ).

Gagal jantung merupakan suatu keadaan dimana serambi kiri dan atau kanan dari
jantung tidak mampu untuk memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan dan menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik (Maryllin E Doengoes,
rencana asuhan keperawatan 2000 ; 52).

Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit gagal jantung


merupakan suatu keadaan atau kondisi patofisiologis dimana jantung sebagai pompa tidak
mampu lagi memompakan darahnya dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan dalam melakukan metabolisme sehingga dapat menyebabkan terjadinya kongesti
pulmonal dan sistemik.

Anatomi Jantung
Jantung merupakan struktur kompleks yang terdiri dari jaringan fibrosa, otot-otot
jantung dan jaringan konduksi listrik. Jantung mempunyai fungsi utama untuk memompa
darah, hal ini dapat dilakukan dengan baik bila kemampuan otot jantung untuk memompa
cukup baik, sistem katupnya sendiri dan irama pemompaan yang baik. Bila ditemukan
ketidaknormalan pada salah satu diatas maka akan mempengaruhi efisiensi pemompaan dan
kemungkinan dapat menyebabkan kegagalan dalam memompa.
Jantung normal yang dibungkus oleh perikardium terletak pada mediastum medialis dan
sebagian tertutup oleh jaringan paru. Jantung melebar dibagian atas dibandingkan dengan
bagian bawah (apeks) dan terletak didalam dada dengan ujung yang tumpul, dari apeks
menonjol kedepan sebelah kiri. Bagian bawah jantung terletak diatas diafragma, bagian
depan dibatasi oleh sternum dan iga 3, 4 dan 5. Hampir 2/3 bagian jantung terletak disebelah
kiri garis median sternum. Jantung terletak diatas diafragma, miring kedepan dan apeks
cordis berada paling depan dalam rongga dada pada iga 4-5 dekat garis mid-clavikula kiri .
Berat jantung tergantung pada umur, jenis kelamin, tinggi badan, lemak, epikardium dan
nutrisi. Terdapat tiga lapisan jantung yaitu :
1. Epikardium, lapisan luar dari jantung, struktur sama seperti perikardium.
2. Miokardium, lapisan tengah dari jantung terdiri dari otot berserat yang bertanggung jawab
atas kontraksi jantung .
3. Endokardium, lapisan dalam dari jantung terdiri dari laoisan jaringan endotel melapisi
sebelah dalam dari bilik-bilik dan katup-katup jantung.

Dekompensasi Cordis ada 3 macam yaitu:


1. Decompensasi Cordis kiri
Decompensasi Cordis kiri terjadi karena gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri
sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan pada akhir diastolik dalam
ventrikel kiri meningkat. Hal ini menjadi beban atrium kiri dalam kerjanya mengisi
ventrikel kiri saat diastolik, akibatnya terjadi kenaikan rata-rata dalam atrium kiri.
Tekanan atrium kiri yang meninggi menyebabkan hambatan pada aliran masuknya darah
dari vena-vena pulmonal. Bila terus bertambah akan merangsang ventrikel kanan untuk
berkompensasi dengan melakukan hipertrofi dan dilatasi sampai batas kemampuan, bila
beban tetap tinggi dimana suatu saat tak teratasi lagi terjadilah gagal jantung kanan
sehingga pada akhirnya terjadilah gagal jantung kiri dan kanan.
2. Decompensasi Cordis kanan
Decompensasi Cordis kanan terjadi karena hambatan pada daya pompa ventrikel kanan
sehingga isi sekuncupnya menurun tanpa didahului adanya gagal jantung kiri. Akibat
tekanan dan volume akhir diastolik ventrikel kanan akan meningkat dan menjadi beban
bagi atrium dalam mengisi ventrikel kanan saat diastolik yang berakibat naiknya tekanan
atrium kanan dan dapat menyebabkan hambatan pada aliran masuk darah dari vena kava
superior dan inferior ke jantung pada akhirnya menyebabkan bendungan pada vena – vena
tersebut (vena jugularrs dan vena porta) bila berlanjut terus maka terjadi bendungan
sitemik yang lebih berat dengan timbulnya edema tumit dan tungkai bawah serta asites.
3. Decompensasi Cordis Congestif
Decompensasi Cordis congestif terjadi bila gangguan jantung kiri dan kanan terjadi
bersamaan dengan ditandai adanya bendungan paru dan bendungan sistemik pada saat
yang sama.

Anatomi jantung dapat dibagi dalam dua kategori :


1. Anatomi luar
Atrium dipisahkan dari ventrikel oleh sulkus koronaris (yang mengelilingi jantung), pada
sulkus ini berjalan arteri koroner kanan dan arteri sirkum fleksaki, setelah dipercabangkan
dari aorta. Bagian luar kedua ventrikel dipisahkan sulkus intra ventrikuler anterior 
disebelah depan yang ditempati oleh arteri desenden anterior kiri dan sulkus
interventrikuler posterior  disebelah belakang yang dilewati oleh arteri carotis desendens
posterior. Jantung dibungkus oleh jaringan ikat tebal yaitu perikardium yang terdiri dari
dua lapisan :
a. Lapisan perikardium viseralis, langsung melekat pada permukaan jantung (epikardium).
b. Lapisan perikardium parietalis, melekat pada tulang dada disebelah depan dan pada
kolumna vertebralis dibelakang, kebawah pada diafraghma.
Kedua lapisan perikardium dipisahkan oleh cairan pelumas (10-20 ml), berfungsi
mengurangi gesekan pada gerakan memompa dari jantung. Kerangka jantung merupakan
jaringan ikat yang tersusun tampak pada bagian tengah jantung yang merupakan tempat
pijaran atau landasan ventrikel, atrium dan katup-katup jantung.

2. Anatomi dalam
Jantung terdiri dari 4 ruang :
a. Atrium kanan
Atrium kanan berfungsi sebagai tempat penyimpanan yang berasal dari vena kava
superior, vena kava inferior dan sinus koronarius, tebal dinding atrium kanan ±2 mm
dalam muara vena kava tidak ada katup-katup sejati yang memisahkan vena kava dari
atrium jantung hanyalah lipatan katup (pita otot rudimeter). Selama fase sistol,
ventrikel darah mengalir kedalam jantung (atrium kanan) dan selama fase diastol
ventrikel darah mengalir dari atrium kanan ke ventrikel kanan melalui katup
trikuspidalis. Secara anatomis atrium kanan terletak agak kedepan dibanding ventrikel
kanan atau atrium kiri.
b. Venrikel kanan
Letak ruang paling dalam rongga dada yaitu tepat dibawah corpus sternum, berbentuk
bulan sabit (pada potongan melintang) untuk menghasilkan kontraksi bertekanan
rendah, guna mengalirkan darah kedalam arteri pulmonalis untuk memasuki sirkulasi
pulmonal. Ventrikel kanan berdinding tipis ± 4-5 (tebalnya 1/3 dari tebal dinding
ventrikel kiri ). Sirkulasi pulmonal merupakan sistem aliran darah bertekanan rendah
dengan resistensi kecil, oleh sebab itu ventrikel kanan jauh lebih ringan dari ventrikel
kiri.
c. Atrium kiri
Atrium kiri menerima darah yang sudah dioksigenasi dari paru-paru melalui keempat
vena pulmonalis yang bermura pada dinding posterior-superior atau posterolateral
masing-masing sepasang vena kanan dan kiri. Letak atrium kiri adalah di posterior–
superior dari ruang jantung lain, tebal dindingnya ± 3 mm (> lebih tebal dari dinding
atrium kanan). Antara vena pulmonalis dan atrium kiri tidak ada katup sejati 
perubahan tekanan dalam atrium kiri mudah membalik ke dalam pembuluh paru-paru.
Darah mengalir dari atrium kiri kedalam ventrikel kiri melalui katup mitral
(bikuspidalis).
d. Ventrikel kiri
Berbentuk lonjong seperti telur dimana bagian ujungnya mengarah keanteo inferior kiri
menjadi apeks jantung tebal dinding 2-3 kali lipat dinding ventrikel kanan, sehingga
menempati 75% masa otot jantung seluruhnya. Otot yang tebal dan bentuknya yang
menyerupai lingkaran mempermudah pembentukan tekanan yang tinggi selama
ventrikel berkontraksi. Ventrikel kiri harus menghasilkan tekanan yang cukup tinggi
untuk mengatasi tahanan sirkulasi sistemik dan mempertahankan aliran darah
kejaringan jaringan perifer.

Katup jantung
Antara atrium, ventrikel dan pembuluh darah besar yang keluar dari jantung terdapat
katup:
a. Katup atrioventrikularis
Daun katup halus tapi tahan lama terletak antara atrium dan ventrikel, katup
trikuspidalis terletak antara atrium dan ventrikel kanan mempunyai 3 buah daun katup.
Katup miralis (tapuspidalis) terletak antara atrium dan ventrikel kiri mempunyai 2 buah
daun katup. Daun katup dari kedua katup itu terlambat melalui berkas-berkas tipis
jaringan fibrosa yang disebut kerita tendinae. Kedua tendinae akan meluas menjadi otot
papilaris (tonjolan otot pada dinding vertikel) dan menyokong katup pada waktu
kontraksi ventrikel, untuk mencegah membaliknya daun katup kedalam atrium.
b. Katup semilunaris
Katup aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta katup lebih tebal dari katup
pulmonalis. Katup pulmonalis terletak antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis .
Bentuk katup aorta dan pulmonalis sama. Katup semilunaris mencegah aliran kembali
darah dari aorta atau arteri pulmonalis kedalam ventrikel, sewaktu ventrikel dalam
keadaan istirahat.

Fisiologi Jantung
Siklus jantung terdiri dari 2 peristiwa yaitu:
1. Peristiwa listrik (depolarisasi dan repolarisasi)
Depolarisasi, permeabilitas membran sel meningkat terhadap natrium. Masuknya ion Na+
(yang bermuatan+) sehingga bagian sel disebelah luar menjadi negatif dan bagian dalam
sel menjadi positif. Reproduksi membran sel lebih permeabel terhadap ion K+
dibandingkan dengan Natrium sehingga didalam sel relatif negatif. Kontraktilitas
miokardium ditentukan oleh Ca+ bekas intraseluler. Elektrofisiologis adalah aktifitas
listrik jantung akibat dari perubahan-perubahan permeabilitas membran sel yang
menyebabkan pergerakan ion-ion melalui membran sel tersebut dan mengubah muatan
listrik sepanjang membran. 3 darah yang sangat penting dalam elektrofisiologi yaitu :
kalium ( K+), Natrium ( Na+) dan kalsium (Ca+).
2. Peristiwa mekanik (sistolik dan diastolik)
Membentuk suatu gabungan ekatatio-contraction–coupling. Rangsangan listrik dari sel
miokardium akan melalui timbulnya kontraksi otot sehingga akan menghasilkan suatu
peristiwa eksilotion-contraction-coupling.
Sistol merupakan kuncupan jantung akibat kontraksi otot jantung. Sedangkan diastol
merupakan masa relaksasi jantung, khususnya kedua bilik jantung pada saat darah
mengalir kedalamnya.

Fase-fase siklus jantung :


a. Mid diastol
Fase pengisian lambat ventrikel (atrium dan ventrikel dalam keadaan istirahat). Darah dari
vena masuk ke atrium kemudian akan mengalir secara pasif ke ventrikel (katup
atrioventrikuler terbuka dan katup semilunar tertutup).
b. Diastol lanjut
Gelombang depolarisasi menyebar di atrium dan berhenti sementara di nodus AV
sehingga otot atrium berkontraksi dan memberikan 20-30% pada ventrikel.
c. Sistol awal
Depolarisasi menyebar dari nodus AV ke miokardium ventrikel mengakibatkan ventrikel
berkontraksi sehingga tekanan di ventrikel meninggi melebihi tekanan atrium katup AV
menutup (bunyi jantung pertama) terjadi kontraksi isovolemik.
d. Sistol lanjut
Tekanan ventrikel terus meningkat melebihi tekanan dalam pembuluh darah (arteri
pulmonalis dan aorta) mengakibatkan katup semilunaris terbuka sehingga darah di
ejeksikan ke sirkulasi pulmonal dan sistemik.
e. Diastol awal
Gelombang repolarisasi menyebar melalui miokardium ventrikel (ventrikel istirahat)
sehingga otot relaksasi mengakibatkan tekanan ventrikel turun lebih rendah dari tekanan
atrium sehingga katup semilunaris tertutup tedengar bunyi jantung kedua tekanan ventrikel
terus turun melebihi tekanan diatrium sehingga katup AV membuka (fase relaksasi
isovolemik).

Curah jantung
Volume darah yang di pompa oleh setiap ventrikel permenit.
CO = frek jantung x curah sekuncup .
Curah sekuncup merupakan volume darah yang dikeluarkan oleh ventrikel perdetik,
tergantung dari tiga ventrikel atau hasil intraksi :
1. Beban awal (preload)
Derajat peregangan serabut miokardium ditentukan oleh volume darah dalam ventrikel
sesuai hukum starling ”peregangan serabut miokardium selama diastolik melalui
peningkatan volume akhir diastolik akan meningkatkan kontraksi saat sistolik”.
2. Kontaktilitas
Kekuatan kontraksipemberian kalsium akan memperkuat kontraktilitas.peningkatan
kontraktilitas mengakibatkan memperbesar curah sekuncup.
3. Beban akhir
Besarnya tegangan yang harus dihasilkan oleh ventrikel selama fase systole agar mampu
membuka katup semilunaris dan memompa darah keluar.peningkatan after load akan
menurunkan curah sekuntum sesuai katup laplace.

Ketegangan dinding = Tekanan indra ventrikuler x Radius


Tebal dinding ventrikel

Pengaturan aliran darah :


1. Pengaturan aliran darah setempat (dalam jaringan)
2. Pengaturan aliran oleh saraf.
3. Pengaturan humoral

B. Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung
congenital maupun didapat. Mekanisme fisiologi yang menyebabkan gagal jantung mencakup
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau menurunkan kontratilitas
miokardium. Sebab-sebab gagal pompa jantung secara menyeluruh:
1. Kelainan mekanis
a. Peningkatan beban tekanan
1) Sentral (stenosis aorta dsb)
2) Periper (hipertensi sistemik)
b. Peningkatan beban volume (regurgitasi katup, peningkatan beban awal, dsb)
c. Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis mitral atau trikuspidalis)
d. Tamponade perikardium
e. Restriksi endokardium atau miokardium
f. Aneurisma ventrikel
g. Dis-sinergi ventrikel
2. Kelainan Miokardium
a. Primer
1) Kardiomiopati
2) Miokarditis
3) Kelainan metabolik
4) Toksisitas (alkohol dsb)
5) Presbikardia
b. Kelainan dis-dinamik sekunder (sekunder terhadap kelainan mekanis)
1) Kekurangan oksigen (penyakit jantung koroner)
2) Kelainan metabolik
3) Inflamasi
4) Penyakit sistemik
5) Penyakit PPOM
3. Berubahnya irama jantung atau urutan konduksi
a. Henti jantung
b. Fibrilasi
c. Takhikardi atau bradikardi yang berat
d. Gangguan konduksi

C. Faktor Pencetus
1. Kebiasaan merokok
Yaitu bahwa rokok mengandung nikotin dan zat beracun yang berbahaya dan dapat
merusak fungsi jantung. Nikotin pada rokok dapat meningkatkan faktor resiko
kerusakan pembuluh darah dengan mengendapnya kolesterol pada pembuluh darah
jantung koroner, sehingga jantung bekerja lebih keras.
2. Hipertensi
Yaitu meningkatnya tekanan darah sistolik karena pembuluh darah tidak elastis serta
naiknya tekanan diastolik akibat penyempitan pembuluh darah tersebut, aliran darah
pada pembuluh koroner juga naik.
3. Obesitas
Yaitu penumpukan lemak tubuh, sehingga menyebabkan kerja jantung tidak normal
dan menyebabkan kelainan.
4. Kolesterol tinggi
Yaitu mengendapnya kolesterol dalam pembuluh darah jantung koroner menyebabkan
kerja jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh menjadi lebih berat.
5. Diabetes Mellitus
Karena kadar glukosa yang berlebih bisa menimbulkan penyakit yang agak berat dan
bersifat herediter.
6. Ketegangan jiwa atau stres
Stres terjadi bias meningkatkan aliran darah dan penyempitan pada pembuluh darah
koroner.
7. Keturunan
8. Kurang makan sayur dan buah

D. Epidemiologi
Gagal jantung adalah sindrom yang umum muncul dengan tingkat kejadian dan sebaran
yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Hampir 5 juta orang di AS mengalami gagal
jantung, dan hampir 500.000 kasus baru yang muncul tiap tahun. Ini penyakit yang bekaitan
dengan usia, 75% kasus mengenai orang dengan usia lebih dari 65 tahun. Tingkat kejadian
gagal jantung meningkat 1% pada usia dibawah 60 tahun dan hampir 10% pada usia diatas 80
tahun.

E. Patofisiologi
Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer yang dapat dilihat : (1)
meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, (2) meningkatnya beban awal akibat aktivasi
sistem renin-angiotensin-aldosteron, (3) hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini
mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin
memadai untuk mempertahankan curah jantung pada awal perjalanan gagal jantung. Namun,
dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi menjadi kurang efektif (Price dan Wilson,
2006).
Sekresi neurohormonal sebagai respon terhadap gagal jantung antara lain : (1)
norepinephrin menyebabkan vasokontriksi, meningkatkan denyut jantung, dan toksisitas
myocite, (2) angiotensin II menyebabkan vasokontriksi, stimulasi aldosteron, dan
mengaktifkan saraf simpatis, (3) aldosteron menyebabkan retensi air dan sodium, (4)
endothelin menyebabkan vasokontriksi dan toksisitas myocite, (5) vasopresin menyebabkan
vasokontrikso dan resorbsi air, (6) TNF α merupakan toksisitas langsung myosite, (7) ANP
menyebabkan vasodilatasi, ekresi sodium, dan efek antiproliferatif pada myocite, (8) IL 1 dan
IL 6 toksisitas myocite (Nugroho, 2009).
Berdasar hukum Fank-Starling, semakin teregang serabut otot jantung pada saat
pengisian diastolik, maka semakin kuat kontraksinya dan akibatnya isi sekuncup bertambah
besar. Oleh karena itu pada gagal jantung, terjadi penambahan volum aliran balik vena
sebagai kompensasi sehingga dapat meningkatkan curah jantung (Masud, 1992).
F. Tanda dan Gejala
Tanda dominan : Meningkatnya volume intravaskuler Kongestif jaringan akibat tekanan
arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantung. Manifestasi kongesti dapat
berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.
1. Decompensasi cordis kiri :
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu
memompa darah yang datang dari paru, tanda dan gejala yang terjadi yaitu :
a. Dispnoe
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas.
Dapat terjadi ortopnu. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnu pada malam hari
yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND)
b. Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi
normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi
karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang
terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
c. Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
d. Batuk
2. Decompensasi Cordis kanan :
a. Kongestif jaringan perifer dan viseral.
b. Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan
berat badan.
c. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar.
d. Anoreksia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga
abdomen.
e. Nokturia
f. Kelemahan.
3. Decompensasi Cordis Congestif
Gejalanya merupakan gabungan Dekompensasi Cordis kiri dan kanan.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia dan kerusakan
pola mungkin terlihat. Disritmia misalnya : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan
segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan
adanya aneurime ventricular.
2. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi
atau struktur katub atau penurunan kontraktilitas ventrikular.
3. Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
4. Kateterisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan dan sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi,
juga mengkaji potensi arteri koroner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel
menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi fraksi atau perubahan kontrktilitas. (Wilson
Lorraine M, 2001)
5. Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau efusi
fleura yang menegaskan diagnosa CHF.
6. Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga hasil
hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air. (Nursalam M, 2002)

H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan dari dekompensasi kordis pada dasarnya diberikan hanya untuk
menunggu saat terbaik untuk melakukan tindakan bedah pada penderita yang potentially
curable. Dasar pengobatan dekompensasi kordis dapat dibagi menjadi :
1. Non medikamentosa.
Dalam pengobatan non medikamentosa yang ditekankan adalah istirahat, dimana
kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus dikurangi benar–benar dengan tirah
baring (bed rest) mengingat konsumsi oksigen yang relatif meningkat. Sering tampak
gejala–gejala jantung jauh berkurang hanya dengan istirahat saja. Diet umumnya
berupa makanan lunak dengan rendah garam. Jumlah kalori sesuai dengan kebutuhan.
Penderita dengan gizi kurang diberi makanan tinggi kalori dan tinggi protein. Cairan
diberikan sebanyak 80–100 ml/kgbb/hari dengan maksimal 1500 ml/hari.
2. Medikamentosa
Pengobatan dengan cara medikamentosa masih digunakan diuretik oral maupun
parenteral yang masih merupakan ujung tombak pengobatan gagal jantung, sampai
edema atau asites hilang (tercapai euvolemik). ACE-inhibitor atau Angiotensin
Receptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis
optimal. Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretik dan
ACE-inhibitor tersebut diberikan.
Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikular (fibrilasi atrium atau SVT
lainnya) dimana digitalis memiliki mamfaat utama dalam menambah kekuatan dan
kecepatan kontraksi otot. Jika ketiga obat diatas belum memberikan hasil yang
memuaskan. Aldosteron antagonis dipakai untuk memperkuat efek diuretik atau pada
pasien dengan hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan
mortalitas dengan pemberian jenis obat ini. Pemakaian obat dengan efek diuretik-
vasodilatasi seperti Brain Natriuretic Peptide (Nesiritide) masih dalam penelitian.
Pemakaian alat Bantu seperti Cardiac Resychronization Theraphy (CRT) maupun
pembedahan, pemasangan ICD (Intra-Cardiac Defibrillator) sebagai alat pencegah
mati mendadak pada gagal jantung akibat iskemia maupun non-iskemia dapat
memperbaiki status fungsional dan kualitas hidup, namun mahal. Transplantasi sel
dan stimulasi regenerasi miokard, masih terkendala dengan masih minimalnya jumlah
miokard yang dapat ditumbuhkan untuk mengganti miokard yang rusak dan masih
memerlukan penelitian lanjut.
3. Operatif
Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah antara lain :
a. Revaskularisasi (perkutan, bedah)
b. Operasi katup mitral
c. Aneurismektomi
d. Kardiomioplasti
e. External cardiac support
f. Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular
g. Implantable cardioverter defibrillators (ICD)
h. Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart
i. Ultrafiltrasi, hemodialisis

I. Data Fokus
1. Data Subyektif
a. Mengeluh sesak napas
b. Mengeluh susah tidur
c. Mengeluh nafsu makan menurun
d. Mengeluh cepat lelah
e. Mengeluh selalu gelisah
f. Mengeluh bengkak pada kedua kaki

2. Data Obyektif
a. Tampak sesak
b. Tampak pucat
c. Konjungtiva pucat
d. Tampak kelelahan
e. Tampak mengantuk
f. Terlihat lingkar hitam disekitar mata
g. Pitting oedema (ekstermitas bawah)
h. Terdengar Ronchi dan Wheezing
i. Terlihat peninggian JUP
j. Tampak cemas
k. Perkusi dada Hipersonan

J. Masalah Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan: perubahan kontraktilitas miokardial
atau perubahan inotropik, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik,
perubahan struktural
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan: ketidakseimbangan antar suplai oksigen,
kelemahan umum, tirah baring lama atau immobilisasi.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus
(menurunnya curah jantung) atau meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium
atau air.
K. Rencana Keperawatan

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan: perubahan kontraktilitas miokardial


atau perubahan inotropik, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik,
perubahan struktural, ditandai dengan:
a. Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan gambaran
pola EKG
b. Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).
c. Bunyi ekstra (S3 & S4)
d. Penurunan keluaran urin
e. Nadi perifer tidak teraba
f. Kulit dingin kusam
g. Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
pasien dapat menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima
(disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung,
melaporkan penurunan epiode dispnea, angina, ikut serta dalam aktivitas
yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi:
a. Auskultasi nadi apical: kaji frekuensi, iram jantung
Rasional: Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk
mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
b. Catat bunyi jantung
Rasional: S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama
Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah keserambi
yang disteni. Murmur dapat menunjukkan Inkompetensi atau stenosis
katup.
c. Palpasi nadi perifer
Rasional: Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial,
popliteal, dorsalis pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau
tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.
d. Pantau Tekanan Darah
Rasional: Pada gagal jantung kronis, dini, ataupun sedang, tekanan darah dapat
meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi
dan hipotensi tidak dapat norml lagi.
e. Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis
Rasional: Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak
adekutnya curah jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapat
terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru
atau belang karena peningkatan kongesti vena.
f. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal atau masker dan obat sesuai
indikasi (kolaborasi)
Rasional: Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan
efek hipoksia atau iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk
meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan
menurunkan kongesti.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan: ketidakseimbangan antar suplai oksigen,


kelemahan umum, tirah baring lama atau immobilisasi. Ditandai dengan : kelemahan,
kelelahan, perubahan tanda vital, adanya disrirmia, dispnea, pucat, berkeringat.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien
dapat berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri
sendiri, mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur,
dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi:
a. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien
menggunakan vasodilator, diuretik dan penyekat beta.
Rasional: Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat
(vasodilasi), perpindahan cairan (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung.
b. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea
berkeringat dan pucat.
Rasional: Penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan
volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan peningkatan
segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan
kelelahan dan kelemahan.
c. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional: Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada
kelebihan aktivitas.
d. Implementasi program rehabilitasi jantung atau aktivitas (kolaborasi)
Rasional: Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung atau
konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung
dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus
(menurunnya curah jantung) atau meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium
atau air. Ditandai dengan : ortopnea, bunyi jantung S3, oliguria, edema, peningkatan
berat badan, hipertensi, distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
pasien mampu mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan
keseimbangan masukan dan pengeluaran, bunyi nafas bersih dan jelas, tanda
vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada
edema. Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
Intervensi :
a. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.
Rasional: Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi
ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine
dapat ditingkatkan selama tirah baring.
b. Pantau atau hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam
Rasional: Terapi diuretik dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba atau
berlebihan (hipovolemia) meskipun edema atau asites masih ada.
c. Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
Rasional: Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi
ADH sehingga meningkatkan diuresis.
d. Pantau Tekanan Darah dan CVP
Rasional: Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan
dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
e. Kaji bisisng usus, catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.
Rasional: Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi
gaster atau intestinal
f. Konsul dengan ahli diet.
Rasional: Perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi
kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilynn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien). Edisi 3. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Nursalam. M. Nurs. 2002. Managemen keperawatan, Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Professional. Jakarta; Balai Penerbit FKUI.

Anisah, Isah. 2011. Askep Decompensasi Cordis. Terdapat di


http://isahanisah.blogspot.com/2011/04/askep-decomp-cordis.html. Diakses pada Minggu, 8
September 2013 pukul 13.05 WITA.

Devalapaz. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Penyakit Decompensasi Cordis.
Terdapat di http://devalapaz.wordpress.com/2012/01/22/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan-penyakit-decomp-cordis.html . Diakses pada Minggu, 8 September 2013 pukul 13.20
WITA.

Rangga, Khaka. 2013. Laporan Pendahuluan pada Decompensatio.Terdapat di


http://khakarangga.blogspot.com/2013/05/laporan-pendahuluan-pada-decompensatio.html.
Diakses pada Minggu, 8 September 2013 pukul 13.25 WITA.

Anda mungkin juga menyukai