Anda di halaman 1dari 107

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada zaman sekarang semua kehidupan tidak bisa terpisahkan dari

lingkungan sosial maupun lingkungan alam. Kesehatan adalah suatu kebutuhan

yang sangat penting bagi manusia dan kesehatan sangat mahal harganya,

keseluruhan ini tidak bisa berjalan tanpa kesadaran dari setiap perorangan maupun

kelompok masyarakat agar menjaga kebersihan dan kesehatannya. Manusia akan

merujuk pada suatu tempat pelayanan kesehatan, apabila masalah terjadi dalam

kesehatannya. Sebagian besar masyarakat pasti pernah berhubungan dengan

pelayanan kesehatan yaitu rumah sakit, atau pemulihan pengobatan , tabrakan,

ataupun melahirkan.
Puskesmas dan Rumah sakit (RS) merupakan suatu bentuk sarana

pelayanan kesehatan yang dibuat oleh Pemerintah RI melalui Sistem Kesehatan

Nasional (SKN) sebagai bagian dari pelayanan publik (Litbangkes, 2011). Secara

umum kunjungan ke semua sarana pelayanan kesehatan meningkat dari 34,4%

pada tahun 2005 menjadi 41,8% pada tahun 2007 (Lampiran Perpres, 2012).

Permasalahan yang sering dijumpai pada pelaksanaan pelayanan kesehatan

termasuk juga kesehatan rongga gigi dan mulut yaitu pelayanan yang belum

berjalan secara efektif pada setiap daerah di Indonesia yang disebabkan oleh

berbagai faktor. Hasil riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013 menunjukkan di

Sumatera Barat prevalensi penduduk yang ada masalah pada rongga gigi dan
2

mulut sebanyak 22,2% dan 35,3% masyarakt yang telah mendapatkan pelayanan

dari tenaga kesehatan / perawat gigi (Kemenkes RI, 2013)


Berkembang pesatnya di semua bidang telah memberi dampak kehidupan

masyarakat. Pada zaman sekarang masyarakat semakin pintar dan teliti, baik

dalam fikiran ataupun tindakan. Hal ini memberi ancaman dan kesempatan bagi

organisasi / wadah yang berjalan di bidang jasa / pelayanan. Salah satu lembaga

yang berjalan di bidang jasa / pelayanan adalah Rumah Sakit Gigi dan Mulut

Baiturrahmah (RSGM) Baiturrahmah Padang yang memberikan pelayanan

kesehatan kepada masyarakat Padang dan sekitarnya khususnya, serta masyarakat

Sumatera Barat pada umumnya. Pada zaman ini begitu ketat dalam pembangunan

ataupun persaingan yang ada di sekeliling kita. Tidak hanya terjadi pada dunia

bisnis, melainkan persaingan seperti ini juga terjadi pada setiap lembaga, dimana

semua orang bersaing dalam memberikan yang terbagus bagi lembaga maupun

warga yang memakai jasa atau layanan pasien.


Rumah sakit yaitu suatu wadah layanan kesehatan yang memberikan

layanan kesehatan baik individu atau kelompok yang menyelenggarkan layanan

rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (Pasal 1 UU No. 44 Tahun 2009).

Rumah sakit yang dipilih sebagai rujukan membuktikan adanya rasa kepercayaan

(trust) terhadap rumah sakit atau tenaga medis yang melayani di rumah sakit itu.

Tenaga medis adalah pemegang posisi penting karena sebagai tombak komunikasi

antara pasien dengan manajemen rumah sakit. Tahun 2014 Indonesia mempunyai

tenaga medis di rumah sakit yang terdaftar sebagai tenaga resmi di bagian

kesehatan yaitu 437.159 tenaga medis, sementara sebanyak 2.408 rumah sakit
3

yang terdaftar resmi di Indonesia dan jumlah penduduk yang ada di seluruh

Indonesia pada tahun 2014 berjumlah 252.124.458 jiwa (Kemenkes RI, 2015)13
Kota Padang adalah kota terbesar di pantai barat Pulau sumatera sekaligus

ibu kota dari provinsi Sumatera Barat dangan luas keseluruhan 694,96 km 2. Kota

Padang sebagai salah satu daerah yang memiliki pusat kesehatan di Pulau

Sumatera telah memiliki fasilitas kesehatan yang cukup lengkap, selain memiliki

beberapa rumah sakit bertaraf nasional juga memiliki rumah sakit bertaraf

internasional. Beberapa dari rumah sakit tersebut telah didukung oleh perguruan

tinggi yang berkaitan dengan kesehatan (Wikipedia, 2013)


Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Baiturrahmah adalah salah satu

contoh pelayanan kesehatan dalam bidang kesehatan gigi dan mulut yang terletak

di kota Padang Sumatera Barat. Universitas Baiturrahmah didirikan berdasarkan

keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.070/D/O/1994 tanggal 16

Juli 1994 oleh Yayasan Pendidikan Baiturrahmah. Yayasan ini didirikan pada

tahun 1979 dan telah berkecimpung pada semua jenjang pendidikan, mulai dari

taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Yayasan Pendidikan Baiturrahmah

sampai sekarang ini merupakan satu-satunya yayasan yang menyelenggarakan

pendidikan bidang kesehatan yang relatif lengkap di Kopertis wilayah X yang

mencakup Propinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau,

(Universitas Baiturrahmah, 2013).


Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Baiturrahmah Padang, resmi

menduduki gedung barunya pada tanggal 12 September 2014, bertepatan dengan

dimulainya Bulan Kesehatan Gigi Nasional (BKGN) ke lima pada tanggal 12-14

September 2014 yang diselenggarakan oleh Pepsoden dengan bekerja sama

kepada fakultas kedokteran gigi seluruh Indonesia. Fakultas kedokteran gigi


4

(FKG) Unbrah merupakan salah satu penyelenggaranya (Padang Express, 2014).

RSGM ini mempunyai gedung bertingkat tiga, pada tingkat pertama terdapat

bagian akademik serta beberapa bagian lain diantaranya bagian anak-anak.

Tingkat kedua ada tujuh bagian yaitu Bedah Mulut (Pencabutan), Ilmu Kesehatan

Gigi Masyarakat, Konservasi Gigi (Penambalan), Periodonsia (Karang Gigi),

Penyakit mulut, Prostodonsia (Gigi Tiruan), dan Ortodonsia (Kawat Gigi),

sedangkan lantai ketiga didominasi untuk ruang perkuliahan. Pasien bisa datang

dan dapat langsung dilakukan perawatan baik oleh mahasiswa Co-Ass, dokter gigi

maupun dokter gigi spesialis. Perawatan tersebut dapat dilakukan secara umum

atau melalui jalur VIP. Mayoritas pelaksanaan pelayanan kesehatan gigi dan mulut

dilakukan pada lantai dua gedung RSGM, pada lantai tersebut terdapat ruang

perawatan dan pelayanan yang telah diatur sesuai dengan kebutuhan masing-

masing perawatan yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang mendukung

pelayanan kesehatan rongga gigi dan mulut tersebut (Universitas Baiturrahmah,

2013)
Perkembangan RSGM Baiturrahmah Padang juga ditandai dengan

bertambahnya jumlah pasien yang dirawat, mengingat kesehatan sangatlah

penting bagi masyarakat. Berikut adalah tabel jumlah kunjungan pasien rawat

jalan pada RSGM Baiturrahmah Padang dari tahun 2012 s.d tahun 2015:

Tabel 1.1
Perkembangan Pasien Rawat Jalan RSGM Baiturrahmah Padang
Tahun 2012-2015
5

Sumber: RSGM Baiturrahmah Padang 2015


Tabel diatas menjelaskan tentang jumlah kunjungan pasien rawat jalan

pada RSGM Baiturrahmah Padang. Pasien lama merupakan pasien yang sering

datang berkunjung untuk berobat, sedangkan pasien baru adalah pasien yang

hanya satu kali datang berkunjung untuk berobat. Berdasarkan tabel 1.1 di atas

terjadi peningkatan jumlah pasien yang berkunjung dari tahun 2012 hingga 2015.

Berdasarkan data diatas dapat diperoleh bahwa jumlah pasien dari tahun ke tahun

cukup banyak dan terjadi peningkatan. Pasien tersebut membutuhkan layanan

perawatan kesehatan yang berkualitas.


Kesehatan saat ini telah menjadi industri yang kompetitif, tidak hanya

secara lokal, tetapi pada tingkat global juga. Di Albania ekonomi sektor kesehatan

saat menawarkan perawatan kesehatan pencari dua pilihan untuk melengkapi

kebutuhan kesehatan mereka melalui perusahaan bisnis swasta, pribadi atau

perusahaan publik di sektor publik. Demikian juga, di lingkungan rumah sakit

sektor kesehatan ini, pasien dapat berulang datang pengobatan baik dari rumah

sakit swasta atau publik. Sebagai perusahaan swasta yang menawarkan relatif

'murni', tapi layanan, rumah sakit swasta umumnya setelah bersaing secara agresif

untuk menarik pasien. Pasien adalah darah rumah sakit dan mereka berhak

mengharapkan standar tinggi dari layanan pelanggan sepanjang tinggal. Dengan

hari ini konsumen yang baik informasi, lebih canggih dan lebih menuntut daripada

di masa lalu, para ahli sepakat bahwa kunci untuk kelangsungan hidup di industri

jasa saat ini, hampir tanpa pengecualian, adalah kualitas layanan.


6

Guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia

(UI) Hasbullah Thabrany mengevaluasi cara dokter berkomunikasi di Indonesia

masih tidak bagus. Tidak bagusnya mutu komunikasi dokter memberi pengaruh

pada layanan pasien dalam berobat. Oleh sebab itu perlunya adanya upaya untuk

meningkatkan kemampuan dokter dalam berkomunikasi (nasional-

sindonews.com,2014). Begitu juga menurut pendapat dosen Universitas Indonesia

yaitu dr. Setyawati Budiningsih, supaya memenangkan persaingan kesehatan perlu

peningkatan keahlian komunikasi dengan pasien. Menurutnya kurangnya

komunikasi merupakan suatu persoalan terbesar dalam kesehatan.

Konsumen / pasien memiliki hak untuk menyampaikan keluhannya

terhadap pelayanan kesehatan yang diterimanya dan kemudian memberikan

penilaian atas tanggapan yang diberikan oleh mereka yang menerima keluhan

tersebut. Keluhan yang paling sering dikemukakan misalnya menyangkut sikap

dan perilaku petugas, keterlambatan pelayanan dokter dan perawat saat

pertolongan pertama, dokter sulit ditemui, dokter kurang komunikatif dan

informatif, lamanya proses masuk rawat, aspek pelayanan kamar menginap,

ketertiban dan kebersihan lingkungan rumah Sakit.

Ada penelitian menunjukkan bahwa kualitas layanan dan pelanggan

(pasien) kepuasan positif mempengaruhi menjadi pasien niat behaviora untuk

menggunakan kembali rumah sakit atau merekomendasikan kepada orang lain

(word-of-mouth dukungan). Namun, di Albania, studi empiris untuk menyelidiki

hubungan ini kapan belum ditangani secara memadai. Penelitian ini adalah untuk

mengatasi kurangnya bukti ilmiah dan perdebatan di bidang kepuasan pasien.


7

Kualitas pelayanan / mutu pelayanan sangat menentukan tingkat kepuasan

pasien. Kepuasan pasien merupakan tingkat perasaan dimana pasien menyatakan

hasil perbandingan atas kinerja jasa yang diterima dan yang diharapkan (Philip

Kotler, 1998). Semakin tinggi kualitas pelayanan maka semakin tinggi pula

kepuasan yang diterima pasien. Pasien harus dipuaskan, sebab jika mereka tidak

puas mendapatkan pelayanan dan perawatan bisa meninggalkan lembaga dan

pasien akan bersaing sehingga mengakibatkan buruk bagi perkembangan lembaga

(Fandy Tjiptono. 2000). Kualitas pelayanan menurut Parasuruman et al (1988)

ditentukan oleh 5 (lima) dimensi yaitu bukti langsung, kehandalan, daya tanggap,

jaminan dan empati (Rambat Lupiyoadi, 2001). Pelanggan membuat keputusan

pembelian jasa berdasarkan nilai yang disampaikan superior dalam hal

keseimbangan yang dapat diterima antara biaya, nilai dan kualitas. Pelanggan

yang membeli jasa berdasarkan komponen-komponen biaya, komponen-

komponen nilai tambah dan komponen-komponen mutu (Tjiptono,2000).

Setiap perusahaan yang berorientasi pada bisnis pelayanan selalu ingin

mengoptimalkan kualitas pelayanan untuk memuaskan pelanggannya (Sofyan,

2013). Kepuasaan pelanggan merupakan penilaian seseorang setelah

membandingkan performance/kinerja yang dirasakannya dibandingkan dengan

expectation / harapannya. Apabila performance lebih kecil dibandingkan

expectation maka pasien akan kecewa., bila performance sama dengan

expectation maka pasien akan puas serta bila performance lebih besar

dibandingkan expectation maka pasien akan sangat puas (Koetler, 2012).


8

Kepuasan yang terjadi pada pasien sangat berhubungan erat dengan

kualitas pelayanan yang diperoleh dari tenaga Medis. Perilaku tenaga medis

ataupun dokter di rumah sakit salah satu aspek yang sangat penting dalam

mewujudkan kualitas pelayanan yang memuaskan pasien pengguna jasa rumah

sakit. Pasien menilai tingkat kepuasan atau ketidakpuasan mereka setelah

menggunakan jasa rumah sakit dan menggunakan informasi ini untuk

mempengaruhi persepsi mereka tentang kualitas pelayanan yang diberikan oleh

perawat di rumah sakit tersebut. Sebelum pasien menggunakan jasa suatu rumah

sakit, pasien memiliki harapan tentang kualitas pelayanan yang diberikan oleh

perawat serta tenaga fungsional medis lainnya yang didasarkan pada pengalaman

sebelumnya dan rekomendasi dari mulut ke mulut (wouth of mouth). Setelah

pasien menggunakan jasa rumah sakit tersebut, pasien akan membandingkan

kualitas pelayanan yang diharapkan oleh pasien dengan apa yang benar-benar

mereka terima.

Pasien sebagai pengguna jasa rumah sakit tidak luput dari permasalahan

yang menyangkut kepuasan yang dialaminya. Hal ini terbukti dengan adanya

kasus kesalahpahaman yang terjadi antara pasien dengan administrasi dan

perawat, komunikasi yang macet antara pasien dengan administrasi dan perawat,

perawat yang kurang ramah, dan perawat yang kurang tanggap dalam memberikan

pelayanan terhadap pasien yang menyebabkan kondisi kesehatan pasien semakin

memburuk. Pada kasus diatas membuat pasien merasa tidak puas terhadap rumah

sakit tempat mereka dirawat.


9

RSGM Baiturrahmah juga tidak luput dari masalah yang berhubungan

dengan kepuasan pasien yang dirawat di rumah sakit tersebut. Penulis

menemukan di lapangan bahwa adanya terjadi pertengkaran antara keluarga

pasien dengan administrasi dan perawat di rumah sakit. Hal ini dikarenakan

keluarga pasien tersebut tidak puas dengan pelayanan yang diberikan administrasi

dan perawat. Selain itu kendala bahasa juga menghambat komunikasi antara

pasien dengan perawat maupun dokter yang ada di rumah sakit tersebut serta

fasilitas laboratorium yang kurang lengkap untuk mengadakan pemeriksaan

kesehatan secara menyeluruh.

Kepuasan pasien terhadap suatu produk (barang/jasa) merupakan sesuatu

yang bersifat multifaktorial (Pohan, 2007). Beragam faktor yang dapat

mempengaruhi kepuasan pasien, diantaranya adalah tangible/bukti fisik baik

fasilitas fisik, peralatan, personil/pegawai dan bahan-bahan komunikasi;

feature/karakteristik pelengkap seperti AC, sound system, dan sebagainya;

reliability/kemampuan memberikan pelayanan dengan segera, akurat dan

memuaskan; acces/kemudahan; security/keamanan dalam menggunakan produk;

dan understanding customer/memahami kebutuhan pelanggan (Pohan, 2007;

Jasfar, 2009)

Niat perilaku adalah keputusan individu atau komitmen untuk melakukan

perilaku tertentu (Ajzen & Fishbein, 1977). Di bidang pemasaran, niat perilaku

merupakan indikator dari loyalitas pelanggan atau retensi pelanggan; dan tiga

istilah ini sering digunakan bergantian (Chen & Tsai, 2007). Untuk tujuan

penelitian ini, niat perilaku itu digunakan karena fenomena yang pembelian
10

layanan medis tidak terjadi pada sering dasar dalam pariwisata medis. Dalam

penelitian layanan pemasaran, pembelian kembali (atau revisit) niat dan kesediaan

untuk merekomendasikan kepada orang lain umumnya digunakan untuk

mengukur niat perilaku (Ramkissoon & Uysal, 2011; Som, Marzuki, Yousefi, &

AbuKhalifeh, 2012).

Bolton (1998) Behavioral Intentions dapat diartikan sebagai hasil atas

pemakaian yang meliputi keinginan membeli kembali dan merekomendasikannya

kepada orang lain. Sedangkan menurut Olloruniwo et al. (2006) Behavioral

Intentions dapat diartikan sebagai pengukuran perilaku dalam bentuk pembelian

kembali, word of mount, loyalitas, complaining behavior, dan kesensitifan

terhadap harga.

Pelayanan terhadap pelanggan pada jasa rumah sakit sering disebut dengan

layanan penyembuhan dan merupakan masalah strategis dalam memasarkan jasa.

Kegagalan yang dirasakan pada pelayanan awal, menyebabkan apa yang disebut

dikonfirmasi, tetapi suatu penyembuhan yang berhasil dapat mengembalikan

pelanggan yang tidak puas ke keadaan puas (Ashil et al., 2005)

Behavioral Intentions adalah suatu indikasi bagaimana orang-orang akan

sulit mencoba tentang berapa banyak suatu usaha yang mereka rencanakan untuk

digunakan kembali dalam rangka melaksanakan perilaku itu, yang dipengaruhi

oleh tiga komponen : sikap orang melakukan ke arah perilaku itu, tekanan sosial

yang dirasa, hubungan norma yang disebut dan kendali tingkah laku.
11

Tidak dapat dipungkiri bahwa persaingan bisnis dalam usaha jasa

pelayanan kesehatan masyarakat semakin berkembang pesat. Hal ini dapat dilihat

dari beberapa rumah sakit pesaing yang berdiri di Padang yang semuanya

bersaing dalam memperebutkan ceruk pasar dalam pelayanan kesehatan untuk

memenuhi kepuasaan konsumen secara maksimal dan berkualitas.

Dalam beberapa penelitian hanya memfokuskan pada minat perilaku

(behavioral intentions) terhadap produk ataupun organisasi, dan tidak pada

variabel-variabel potensial yang mendasari hubungan jangka panjang. Pentingnya

fenomena masalah penanganan keluhan inilah yang memotivasi penulis untuk

melakukan studi tentang bagaimana pengaruh penanganan keluhan terhadap

kepuasan atas penanganan keluhan pada Rumah Sakit Gigi Mulut (RSGM)

Baiturrahmah Padang.

Dalam rangka untuk memahami berbagai faktor yang mempengaruhi

pasien kepuasan, peneliti telah meneliti berbagai dimensi kualitas pelayanan

dianggap oleh pasien saat mengevaluasi kualitas di rumah sakit seperti prosedur

administrasi, komunikasi, fasilitas fisik, kenyamanan di layanan tambahan,

perilaku oleh dokter dan staf medis. Dalam hal ini saya ingin meneliti dan

melakukan studi untuk menyelidiki apakah kualitas pelayanan dan kepuasan

pasien independen atau tergantung dalam RSGM Baiturrahmah Padang.

Berdasarkan latar belakang diatas yang telah dijabarkan, maka peneliti

bermaksud akan melakukan penelitian tentang “Pengaruh Prosedur

Administrasi, Komunikasi dan Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan


12

Pasien serta Dampaknya terhadap Niat Berprilaku Variabel Intervening

(Studi Pada RSGM Baiturrahmah Padang)”.

1.2. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas penelitian yang telah disampaikan

sebelumnya, maka dapat dikemukakan perumusan masalah dalam penelitian ini

sebagai berikut

1. Bagaimanakah pengaruh prosedur administrasi terhadap niat perilaku di

RSGM Baiturrahmah Padang?


2. Bagaimanakah pengaruh komunikasi terhadap niat perilaku di RSGM

Baiturrahmah Padang?
3. Bagaimanakah pengaruh kualitas pelayanan terhadap niat perilaku di RSGM

Baiturrahmah Padang?
4. Bagaimana pengaruh prosedur administrasi terhadap kepuasan pasien di

RSGM Baiturrahmah Padang?


5. Bagaimanakah pengaruh komunikasi terhadap kepuasan pasien di RSGM

Baiturrahmah Padang?
6. Bagaimanakah pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien di

RSGM Baiturrahmah Padang?


7. Bagaimanakah pengaruh kepuasan pasien terhadap niat perilaku di RSGM

Baiturrahmah Padang?
8. Apakah Pengaruh Prosedur administrasi terhadap niat perilaku pada RSGM

Baiturrahmah Padang melalui kepuasan pasien sebagai variabel intervening?


9. Apakah Pengaruh Komunikasi terhadap niat perilaku pada RSGM

Baiturrahmah Padang melalui kepuasan pasien sebagai variabel intervening?


10. Apakah Pengaruh Kualitas pelayanan terhadap niat perilaku pada RSGM

Baiturrahmah Padang melalui kepuasan pasien ssebagai variabel intervening?


1.3 Preposisi
13

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan yang telah dipaparkan diatas,

maka penulis akan memberikan suatu masukan atau memberikan ide yang dapat

memperlancar jalannya aktivitas pada RSGM Baiturrahmah Padang jika hipotesa

yang diajukan diterima. Bentuk masukan yang diberikan kepada manajemen

RSGM Baiturrahmah Padang diantaranya adalah memberikan tugas sesuai dengan

kemampuan yang dimiliki dokter dan perawat. Dengan meningkatnya jumlah

pasien harus diiringi dengan peningkatan jumlah tenaga perawat, sehingga dapat

memberikan layanan yang maksimal untuk masing-masing pasien.

Sebandingnya jumlah pasien yang dilayani dengan petugas yang tersedia

akan meminimalisir terjadinya prosedur administrasi dan kualitas pelayanan

kepada pasien agar pasien puas dengan pelayanan yang diterima dan pasien ada

keinginan untuk kembali datang melakukan perawatan lagi di RSGM

Baiturrahmah Padang. RSGM Baiturrahmah akan memberikan motivasi dan

dukungan dalam setiap kegiatan agar semuanya dapat berjalan dengan lancar.

1.4 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian


Agar peneliti mempunyai arah yang jelas, maka perlu ditetapkan tujuan

penelitian. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

menguji dan menganalisis :


1. Pengaruh prosedur administrasi terhadap niat perilaku di RSGM

Baiturrahmah Padang
2. Pengaruh komunikasi terhadap niat perilaku di RSGM Baiturrahmah

Padang
14

3. Pengaruh kualitas pelayanan terhadap niat perilaku di RSGM

Baiturrahmah Padang
4. Pengaruh prosedur administrasi terhadap kepuasan pasien di RSGM

Baiturrahmah Padang
5. Pengaruh komunikasi terhadap kepuasan pasien di RSGM Baiturrahmah

Padang
6. Pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien di RSGM

Baiturrahmah Padang.
7. Pengaruh kepuasan pasien terhadap niat perilaku di RSGM Baiturrahmah

Padang.
8. Pengaruh Prosedur administrasi terhadap niat perilaku pada RSGM

Baiturrahmah Padang melalui kepuasan pasien sebagai variabel

intervening.
9. Pengaruh Komunikasi terhadap niat perilaku pada RSGM Baiturrahmah

Padang melalui kepuasan pasien sebagai variabel intervening.


10. Pengaruh Kualitas pelayanan terhadap niat perilaku pada RSGM

Baiturrahmah Padang melalui kepuasan pasien sebagai variabel

intervening.
1.4.2 Manfaat Penelitian

1. Keilmuan
Penelitian ini merupakan evaluasi terhadap pengetahuan teoritis yang telah

penulis dapatkan selama masa studi dan menambah pengetahuan dan

memperkaya khazanah tentang hubungan empiris antara prosedur

administrasi, komunikasi, kualitas pelayanan, kepuasan pasien dan niat

perilaku (Behavior) di RSGM Baiturrahmah Padang.


2. Praktik
a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi RSGM Baiturrahmah dalam

perkembangan manajemen secara teoretis khususnya bagi manajemen

Hospitality
15

b. Memberikan manfaat bagi penulisan-penulisan manajemen dikemudian

hari dan untuk menambah khasanah kepustakaan


c. Rumah Sakit Gigi Mulut (RSGM) sebagai penyelenggara pelayanan

kesehatan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanannya agar ke depan semakin

baik.

3. Peneliti Berikut
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti

berikutnya dan dijadikan sebagai salah satu referensi dalam memahami

keterkaitan antara dimensi prosedur administrasi, komunikasi, kualitas

pelayanan, kepuasan pasien serta dampaknya niat perilaku (Behavior).


1.5 Sistematika Penulisan
Sistemematika penulisan penelitian ini terdiri dari 5 bab sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN LITERATUR DAN HIPOTESIS

Bab ini berisikan konsep manajemen

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan objek penelitian, populasi dan sampel, teknik

pengumpulan data, pengukuran instrumen penelitian, definisi dan

operasional variabel dan teknik analisis data.


16

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan profil responden, uji instrumen penelitian yang

terdiri dari uji validitas dan reliabilitas, analisis deskriptif variabel,

uji asumsi klasik, uji kelayakan model, koefisien determinan,

regresi berganda, uji hipotesis dan pembahasan serta implikasi

penelitian.

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN

Bab ini berisikan kesimpulan penelitian, saran-saran berdasarkan

temuan penelitian, dan keterbatasan penelitian.

BAB II

KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1 Niat Perilaku (Behavior intentions)


17

Behavior intentions diciptakan melalui suatu pilihan atau proses

pengambilan keputusan dimana kepercayaan tentang 2 (dua) jenis konsekwensi

dan hubungan normal dipertimbangan dan terintegrasi untuk mengevaluasi

alternatif perilaku dan memilih antaranya. Behavior intentions adalah suatu

indikasi bagaimana orang-orang akan sulit mencoba tentang berapa banyak suatu

usaha yang mereka rencanakan untuk digunakan dalam rangka melaksanakan

perilaku itu, yang dipengaruhi oleh 3 (tiga) komponen : sikap orang melakukan ke

arah perilaku itu, tekanan sosial yang dirasa, hubungan norma yang disebut dan

kendali tingkah laku (Peter dan Olson, 2002).

Berdasarkan teori di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa behavioral

intentions adalah suatu indikasi dari bagaimana orang sanggup untuk mencoba

dan berapa banyak suatu usaha yang direncanakan untuk disampaikan dalam

upaya menunjukkan perilaku.

Ajzen (1991) mengartikan behavioral intentions adalah sebuah fungsi dari

attitude terhadap behavioral dan subjective norm terhadap behaviour yang

kemudian digunakan untuk memprediksi aktual behaviour. Sedangkan menurut

Bolton (1998), Behavioral intentions diartikan sebagai hasil atas pemakaian yang

meliputi keinginan membeli kembali dan merekomendasikannya kepada orang

lain.

Behavioral intentions yang dimaksud pada penelitian ini adalah keinginan

pasien dan keluarganya untuk tetap menggunakan jasa RSGM Baiturrahmah

dalam pelayanan kesehatan di Padang.


18

Niat adalah yang paling di bawah konstruksi didefinisikan dalam perilaku

pasien karena ada hampir tidak ada teori yang kaya pada pembelian konsumen

niat (Söderlund dan O¨human, 2005). Oleh karena itu makalah ini mengusulkan

untuk menentukan hubungan antara kepuasan pengobatan dan niat perilaku

dengan memasukkan dua indikator yang lebih dari niat sebagaimana kepatuhan

pengobatan dan syukur selain revisit dan komunikasi word of mouth. kepatuhan

terhadap obat didefinisikan "sebagai sejauh mana perilaku pasien, sehubungan

dengan minum obat, sesuai dengan rekomendasi yang disepakati dari penyedia

layanan kesehatan "(Sabate 2003). Tidak banyak penelitian-penelitian telah

dilakukan pada mengevaluasi kepatuhan sebagai pengalaman konsumsi posting.

Syukur adalah emosi, yang terjadi setelah orang menerima bantuan, yang

dianggap mahal, berharga, dan altruistik (Wood et al., 2008). Tidak banyak

penelitian telah dilakukan pada rasa syukur sebagai emosi (Wood et al., 2007).

2.1.1 Dimensi Behavioral Intentions

Niat perilaku didefinisikan sebagai "perilaku potensial pasien mungkin

dipicu oleh layanan qualty dan kepuasan "(Zeithaml, Berry, & Parasuraman,

1996). Zeithaml et al. (1996) mengusulkan bahwa dirasakan layanan Kualitas

terkait dengan niat perilaku positif, yang bisa dilihat sebagai sinyal retensi atau

pembelotan. Alexandris, Dimitriadis dan Markata (2002) mencatat bahwa kualitas

layanan memprediksi jumlah yang signifikan dari variasi di semua niat perilaku,

yaitu komunikasi word of mouth, niat untuk membeli dan harga kepekaan.

Ndubisi (2004) mengungkapkan hubungan antara persepsi dimensi kualitas

layanan seperti tangibles, reliability, assurance, dan empathy di satu sisi, dan
19

word-of-mouth (WOM) komunikasi, dan mengeluh perilaku di sisi lain dalam

industri perbankan. Menurut Seth, Momaya dan Gupta (2005), banyak penelitian

juga telah menemukan hubungan positif langsung antara kualitas layanan dan

pelanggan niat perilaku.

Ada lima item yang dimodifikasi dari Zeithaml et al (1996) yang

digunakan untuk mengukur behavior intentions dikutip oleh Shyh-Jane Li, dkk,

(2011) :

1. I am willing to recommend this hospital to others who seek my advice

(Saya bersedia untuk merekomendasikan rumah sakit ini kepada orang

lain yang meminta saran saya)


2. I will encourage my friends and relatives to go to this hospital ( Saya

akan mendorong teman-teman untuk pergi ke rumah sakit ini)


3. If I need medical service in the future, I will consider this hospital as

my first choice (Jika saya perlu pelayanan medis di masa yang akan

datang, saya akan mempertimbangkan rumah sakit ini sebagai pilihan

pertama saya)
4. If I need medical service in the future, I will go to the hospital more

frequently (Jika saya membutuhkan pelayanan medis di masa akan

datang, saya akan sering pergi berobat ke rumah sakit ini)


5. If I feel sick in the next few years, I will go to this hospital less

frequently (Jika saya merasa sakit beberapa tahun berikutnya, saya

tidak akan pergi berobat ke rumah sakit ini).

Word-of-mouth bisa positif dan negatif. Jika pasien merekomendasikan

kepada orang lain tentang layanan atau baik yang WOM positif. Namun, jika
20

pasien mengeluh kepada orang lain tentang layanan atau baik yang WOM negatif.

Tentu saja, pemasar mempromosikan WOM positif daripada WOM negatif. Tapi

di dunia nyata, situasinya berbeda. Menurut Penelitian Wang (Wang, X., 2011),

puas konsumen mungkin atau mungkin tidak menghasilkan WOM positif tentang

layanan, sementara tidak puas konsumen memiliki kecenderungan kuat untuk

memberitahu orang lain tentang amarahnya dan bahkan melebih-lebihkan

pengalaman buruk. Ennew et al. (2000) menunjukkan bahwa WOM positif dari

pelanggan yang puas dapat meningkatkan pembelian. Selanjutnya, Gremler dan

Brown (1996) menyarankan bahwa pelanggan yang bersedia untuk menawarkan

komunikasi WOM positif lebih mungkin untuk menjadi pelanggan setia. Selain

semua, dalam kenyataannya, WOM positif adalah alat iklan yang sangat penting

bagi perusahaan.

2.1.2 Kepuasan Pasien

2.1.2.1 Pengertian

Kepuasan / satisfaction berasal dari bahasa latin, adalah “satis” yang

berarti “enough” atau cukup, dan “facere” yang berarti “to do” atau melakukan.

Dalam konteks teori consumer behavior, kepuasan lebih banyak didefinisikan dari

perspektif pengalaman konsumen setelah mengkonsumsi atau menggunakan suatu

produk atau jasa (Naomi, 2005).

Menurut Kotler dan Keller (2009:138) kepuasaan (satisfaction) merupakan

perasaan bahagia atau sedih seseorang yang muncul dalam membandingkan

kinerja yang sudah disiapkan produk (atau hasil) terhadap ekspektasi mereka. Jika
21

kinerja sesuai dengan ekspektasi, pelanggan akan tidak puas. Jika kinerja melebihi

ekspektasi, pelanggan akan merasakan kepuasan. Menurut Mirnawati (2014)

menjelaskan bahwa kepuasan adalah suatu kondisi psikis yang menyenangkan,

yang dirasakan oleh karena terpenuhinya secara relatif semua kebutuhan secara

memadai meliputi terciptanya rasa aman, kondisi lingkungan yang sangat

menyenangkan, menarik keadaan sosial yang baik, penghargaan, adanya perasaan

diri diakui dan bermanfaat dalam lingkungan.

Kepuasan pasien mengacu pada sejauh mana harapan pasien diinginkan,

tujuan, dan preferensi dipenuhi oleh penyedia perawatan kesehatan dan atau jasa

(Debono & Travaglia, 2009). Menurut Kirsner dan Federman (1997), kepuasan

pasien dapat dijelaskan sebagai proses interaktif yang mencerminkan penilaian

kualitas pasien pada pelayanan medis berpengalaman. Telah ditemukan bahwa

kepuasan pasien adalah penting untuk layanan kesehatan penyedia dalam tiga

bidang berikut: (1) mempertahankan hubungan mereka dengan pasien yang pasien

puas dikembalikan pelanggan; (2) mengidentifikasi area kekuatan dan kelemahan

dalam organisasi, dan (3) hubungan dengan keuntungan finansial mereka

(Aldaqal, Alghamdi, AlTurki, Eldeek, & Kensarah, 2012). Akibatnya, kepuasan

pasien adalah indikator kunci sukses lain untuk penyedia layanan kesehatan

(Pakdil & Harwood, 2005).

Kepuasan pelanggan merupakan penilaian seseorang setelah

membandingkan kinerja yang dirasakannya dibandingkan dengan harapannya

(Kotler, 2012), Secara sederhana hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
22

“ Satisfaction = f (performance-expectation)”

Apabila performance lebih kecil dibandingkan expectation maka pelanggan akan

kecewa, bila performance sama dengan expectation maka pelanggan akan puas

serta bila performance lebih besar dibandingkan dengan expectation maka

pelanggan akan sangat puas (Koetler, 2012; Muninjaya 2011).

Menurut pengertian yang dijelaskan oleh beberapa pakar sebelumnya,

maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa kepuasan pelanggan merupakan

suatu persepsi / penilaian spesifik yang dirasakan seseorang setelah

mengkonsumsi atau menggunakan suatu produk (Barang atau jasa) yang diberikan

oleh pemberi pelayanan.

2.1.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien

Hall dan Dornan (1988, cit Pohan, 2007) mengatakan bahwa kepuasan

pasien adalah keluaran dari layanan kesehatan dan suatu perubahan dari sistem

layanan kesehatan yang ingin dilakukan tidak mungkin tepat sasaran dan berhasil

tanpa dilakukan pengukuran kepuasaan pasien. Hasil pengukuran kepuasaan

pasien akan digunakan sebagai dasar untuk mendukung perubahan sistem layanan

kesehatan, perangkat yang digunakan untuk mengukur kepuasan pasien tersebut

harus handal dan dapat dipercaya.

Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1990, cit. Hasan, 2014), menyatakan

bahwa dalam menilai kualitas jasa/pelayanan terdapat sepuluh ukuran yaitu :

tangible, reliability, responsiveness, competence, acces, courtesy, communication,

creability, security dan understanding customer. Pada perkembangan selanjutnya


23

Parasuraman, zeithaml dan Berry merangkumkan sepuluh dimensi ini menjadi

reliability, responsiveness, assurance, emphaty dan tangible (Jasfar, 2009).

Brown (1990, cit. Pohan, 2007), menyatakan bahwa kualitas merupakan

fenomena komprehensif dan multidimensi. Dimensi tersebut antara lain

kompetensi teknis, keterjangkauan/akses terhadap pelayanan, efektivitas, efisiensi,

kesinambungan, keamanan, kenyamanan, informasi, ketepatan waktu dan

hubungan antar manusia.

Menurut teori-teori yang telah dijabarkan sebelumnya maka dapat

disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan tidak dipengaruhi oleh satu faktor saja

tetapi bersifat multifaktorial, beberapa diantaranya seperti kualitas produk, harga,

kualitas pelayanan, faktor emosional dan komunikasi dalam mendapatkan layanan

tersebut.

Berdasarkan beberapa konsep kepuasan pelanggan dapat disimpulkan pada

dasarnya kepuasaan pelanggan merupakan perbandingan antara harapan dan

kenyataan. Bila harapan lebih rendah dari kenyataan yang dirasakan maka kondisi

ini dikatakan terdapatnya kepuasan. Sebaliknya bila harapan lebih tinggi dari

kenyataan, maka dapat dikatakan adanya ketidakpuasan atau kecewa.

2.1.2.3 Manfaat Kepuasan Pasien

Ada beberapa manfaat dari kepuasan pelanggan bagi perusahaan penyedia

jasa (Kotler dan Keller, 2011) yaitu :

1. Terjalin relasi saling menguntungkan jangka panjang antar perusahaan dan

para pelanggan.
24

2. Terbukanya peluang pertumbuhan bisnis melalui pembelian ulang dan

crosselling dan up-selling (penjualan silang dan penjualan keatas).


3. Sebagai dasar pembentukan loyalitas pelanggan.
4. Terjadinya komunikasi mulut ke mulut (worth of mouth) yang berpotensi

menarik pelanggan baru.


5. Persepsi pelanggan dan publik terhadap reputasi perusahaan semakin

positif.
6. Laba yang diperoleh bisa meningkat.

2.1.2.4 Pengukuran Kepuasan Pasien

Menurut Oliver (1990) ada beberapa cara pengukuran kepuasan pasien

sebagai berikut :

1. Mempelajari persepsi pelanggan.


Pelanggan memiliki sifat individu, dan setiap oran g akan memandang

sesuatu secara berbeda dari orang lain walaupun dalam situasi yang sama.

2. Tentukan kebutuhaan, keinginan, persyaratan dan harapan pelanggan.


Mengindentifikasi apa uang dibutuhkan oleh pelanggan, mencari

spesifikasi produk dan apa yang mereka harapkan dari keseluruhan

penjualan dan pelayanan yang diberikan.


3. Menutup kesenjangan.
Mengukur kesenjangan antara pelanggan dan penyedia produks adalah

cara yang dapat dilakukan berdasarkan pada perbedaan persepsi antara

penyedia dan pelanggan.


4. Memeriksa peningkatan mutu dan kepuasan pelanggan sesuai atau tidak.

Menetapkan tujuan bisnis berdasarkan persyaratan dan harapan pelanggan

dan kemudian mengukur kinerja dengan tujuan.


5. Peningkatan kinerja membawa peningkatan laba.
Dengan meningkatkan kinerja mutu pelayanan dan penyampaian

diharapkan akan mendapatkan peningkatan laba.


25

6. Pelajari bagaimana melakukannya dan apa yang harus dilakukan.


Peneliti pelanggan akan memberikan informasi tersebut. Mereka akan

memberitahu strategi atau arah bisnis apa yang perlu diubah.


7. Terapkan proses perbaikan berkesinambungan.
Apabila tidak dilakukan terus menerus peningkatan pelayanan, pesaing

akan melakukannya.

Sedangkan Kotler dan Keller (2011) mengatakan bahwa untuk mengetahui

tingkat kepuasan pelanggan ada empat metode pengukuran yang perlu

diperhatikan oleh perusahaan, yaitu sistem keluhan dan saran, suvey kepuasan

pelanggan, ghost shopping dan lost customer analysis.

1. Sistem keluhan dan saran pelanggan, setiap perusahaan berorientasi

terhadap pelanggan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya

kepada pelanggan untuk menyampaikan saran, pendapat dan keluhan.

Adapun metode yang digunakan bisa berupa kotak saran ataupun

dengan menyediakan saluran telepon khusus.


2. Survey kepuasan pelanggan, umumnya banyak penelitihan mengenai

kepuasan pelanggan dilakukan dengan metode survey, baik melalui

pos, telepon, maupun dengan wawancara lansung. Untuk mengukur

kepuasan pelanggan dapat dilakukan dengan cara : (i) Pengukuran

dapat dilakukan secara langsung dengan pertanyaan seperti ungkapan,

seberapa puas saudara terhadap pelayanan. (ii) Responden diminta

untuk menuliskan masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan

dengan penawaran dari perusahaan dan juga dimintai untuk

menuliskan perbaikan-perbaikan yang mereka sarankan. (iii) Respon

diberi pertanyaan mengenai seberapa besar mengharapkan atribut


26

tertentu dan sebesar besar mereka rasakan. (iv) Responden dapat

merangking berbagai elemen dan penawaran berdasarkan derajat

penting setiap elemen seberapa baik kinerja perusahaan dalam

masing-masing elemen.
3. Ghost Shopping. Cara ini dilakukan dengan upaya memperkerjakan

sekelompok orang (ghost shopping) berperan sebagai pembeli yang

memanfaatkan produk atau jasa perusahaan dan pesaing, sehingga

dapat dprediksi tingkat kepuasan pelanggan atas produk tersebut.


4. Lost Costumer analysis. Dalam cara ini perusahaan menghubungi para

pelanggan yang telah beralih ke perusahaan lain. Hal ini dipastikan

untuk memperoleh informasi penyebab terjadinya peralihan pelanggan

kepada perusahaan lain, seingga dapat dijadikan sebagai bahan

evaluasi selanjutnya.

Dalam kajian empirik, kepuasan konsumen atau pelanggan dapat diukur

dengan menggunakan indikator sebagai berikut (Kandampully dan Suhartanto,

2002) : 1) Layanan yang bebas kesalahan, 2) Pengalaman, 3) Besaran biaya

layanan, 4) Kepuasan menyeluruh (overall satisfaction).

2.1.3 Prosedur Administrasi

2.1.3.1. Pengertian

Administrasi merupakan proses penyelenggaraan serangkaian kegiatan

oleh sekelompok orang yang bekerja bersama untuk mencapai tujuan yang telah

dicapai sebelumnya dengan pemanfaatan sarana dan prasarana tertentu (Siagiani,

1989). Administrasi mengandung paling sedikit lima unsur, yaitu proses,


27

serangkaian kegiatan, sekelompok orang, sarana dan prasarana serta tujuan

(Rahayu, 2005).

Rumah sakit memerlukan beberapa tenaga administrasi yang baik untuk

mengelola kinerja para pekerja di bidang kesehatan. Administrasi kesehatan lebih

menekankan pada pengaturan keuangan, kepegawaian, penerimaan pasien, dan

proses administrasi rawat jalan. Dalam mengikuti kemajuan tekhnologi dibidang

kedokteran, unit pelayanan kesehatan yang utama yaitu Rumah Sakit, baik yang

dikelola oleh pemerintah maupun swasta. Selain untuk tempat memberikan

pelayanan kesehatan paripurna digunakan juga untuk pencatatan atau penerapan

penemuan baru cara pelayanan kesehatan.

Cara – cara tersebut makin lama semakin canggih dan keahlian banyak

dilibatkan, oleh karena itu rumah sakit memerlukan pengarturan prosedur

administrasi atau pengelolaan sejalan dengan perkembangan yang baru. Suatu

prosedur administrasi rumah sakit termasuk organisasi dan pengelolaan yang baik

akan selalu mudah menerima perubahan-perubahan baru dibidang kedokteran

tanpa harus merombak sistem yang sudah ada.

Menurut Jhon M. Echols dan Hasan Shadily yang dikutip dari Pahlevi

(2009), admisi atau admission adalah hak atau izin masuk bagi pasien yang

berfungsi sebagai koordinator untuk penerimaan pasien rawat inap, baik yang

berasal pasien rawat darurat (emergency), rawat jalan (poliklinik) atau pasien

rawat inap. Admisi merupakan sangat penting dalam pelayanan di rumah sakit.
28

Sedangkan menurut WHO (2009) dalam Andriani (2012), admisi

merupakan suatu proses formal ketika seseorang diterima di rumah sakit sebagai

pesien untuk menerima pengobatan dan pelayanan serta perawatan yang telah

dsediakan oleh staf Rumah sakit.

Dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat (Soeprapto, 1985) administrasi rumah

sakit memiliki pengertian sebagai berikut :

1. Beberapa individu yang mempunyai suatu keinginan atau tujuan yang

sama biasanya membentuk suatu kelompok yang kecil.


2. Kelompok-kelompok ini mempunyai tujuan untuk mencapai tujuan

yangv sama membentuk apa yang disebut organisasi.


3. Tujuan yang dicapai secara individu biasanya kurang tercapai dengan

baik. Bila dengan suatu organisasi tujuan yang dicapai akan lebih

berhasil.
4. Untuk mencapai tujuan yang sama diperlukan aktivitas dan dinamika

yang tidak lain merupakan suatu proses.


5. Manajemen adalah suatu proses usaha dari organisasi untuk mencapai

tujaun yang sama.


6. Suatu organisasi dengan manajemen disebut dengan administrasi
7. Jadi administrasi bukan hanya tulis menulis saja tetapi merupakan suatu

sistem dimana mencakup :


a. Batasan dan perumusan tujuan.
b. Wadah dan badan dari mana dirumuskan.
c. Segala tindakan dan usaha dilakukan untuk mencapai tujuan.
d. Pencatatan segala tindakan atau usaha yang akan/sedang/telah

dilaksanakan secara tertib dan teratur.


Dengan penjelasan ini, pengertian administrasi rumah sakit sangat luas

artinya yaitu meliputi segala sesuatu yang meliputi prasarana, sarana lunak dan

saran keras. Apabila dijelaskan lebih panjang, maka prosedur administrasi rumah
29

sakit mempunyai makna : suatu sistem yang digunakan untuk mengurus rumah

sakit sebagai sarana untuk pelayanan kesehatan yang meliputi pencapaian tujuan

dengan perumusan banyak aktivitas antara lain : i) mempelajari batasan rumah

sakit, ii) organisasi rumah sakit, iii) pengaturan staf administrasi rumah sakit

(personalia, keuangan, tata buku, pelayanan dan lain-lain).


2.1.3.2. Tujuan Kegiatan Administrasi Rumah Sakit
Berikut tujuan kegiatan prosedur administrasi rumah sakit (Modul Kuliah

Administrasi Rumah Sakit, 2002) dalam Pahlevi (2009) adalah :


a. Menentukan persyaratan pasien yang masuk rumah sakit.
b. Memproses pemulangan pasien .
c. Mengelola daftar pasien yang menunggu dan pasien yang waiting

list.
d. Mengantarkan pasien keruangan bangsal dan menyerahkannya ke

kepala ruangan.
e. Memberikan konsultasi keuangan kepada pasien sebelum atau

sebelum melakukan tindakna pelayanan pada awal pendaftaran.

2.1.3.3. Jenis Bagian Prosedur Administrasi Rumah Sakit

Menurut Rijadi (1997) dalam Surjanti (2002), jenis bagian administrasi

terdiri atas:

1. Administrasi terpusat, dimana penerimaan pasien pasien rawat jalan

dan rawat inap dalam satu area.


2. Administrasi terpisah, penerimaan rawat jalan dan rawat inap dalam

dua area/ tempat terpisah.


2.1.3.4. Ruang Lingkup Prosedur Administrasi

Menurut Wolper (2001) yang dikutip dari Suryanti (2002) dalam

Andriani (2012) ruang lingkup prosedur administrasi mencakup :


30

a. Informasi Kepada Pasien.


b. Memproses formulir izin perawatan, izin memberikan informasi.
c. Pembuatan sensus harian dan laporan khusus lainnya.
d. Menjaga indentifikasi pasien.
e. Hubungan pasien/klien.
f. Evaluasi kemampuan keuangan.
g. Telekomunikasi
h. Uji diagnostik.

2.1.4 Komunikasi

2.1.4.1. Pengertian

Salah satu kecakapan utama yang dibutuhkan bagi seorang manajalah

kemampuan untuk berkomunikasi secara aktif. Secara umum, komunikasi dapat

dikatakan sebagai kemampuan mengekspresikan dengan tepat apa yang

disampaikan, memahami pendapat orang lain secara empati, serta membuat

kesepakatan bersama melalui pendekatan persuasif. Mathis dan Jackson (2006)

mengartikan komunikasi sebagai proses penyampaian dan pemahaman makna,

artinya gagasan dan informasi tidak hanya dapat dihantarkan dan ditanamkan

maknanya tetapi juga harus dipahami.

Hovland seperti yang dikutipkan Effendy (2007) mendefinisikan

komunikasi sebagai suatu proses mengubah perilaku orang lain. Sedangkan Hall

(1982) seperti yang dikutip oleh Istijanto (2006) mengemukakan bahwa

komunikasi merupakan tingkatan tempat informasi disebarluaskan diantara para

karyawan.

Komunikasi menurut Hellriegel dan Solcum yang seperti yang dikutipkan

oleh Djatmiko (2005), merupakan proses pertukaran informasi antara dua orang
31

atau lebih. Proses pertukaran informasi dalam komunikasi menyangkut fungsi-

fungsi manajemen, seperti ; merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan

mengendalikan dilaksanakan.

Selanjutnya Rivai (2007) mengartikan komunikasi sebagai proses

penyampaian penyampaian informasi atau pengiriman kepada penerima

informasi. Dengan demikian penerimaan informasi harus memahami isi informasi

yang diterimanya, sebaliknya apabila penerima informasi tidak memahami

informasi yang diberikan oleh pemberi informasi, berarti tidak terjadi komunikasi

secara efektif yang pada akhirnya dapat menimbulkan konflik.

Komunikasi sangat penting dalam suatu organisasi terdiri dari sejumlah

orang yang bekerja sama atau berinteraksi satu sama lain untuk mencapai suatu

tujuan tertentu. Interaksi yang harmonis diantara para anggota organisasi, baik

dalam hubungan timbal balik secara vertikal maupun dalam hubungan timbal

balik secara horizontal adalah dkarenakan komunikasi.

Komunikasi merupakan proses vital dengan mana fungsi-fungsi

manajemen (perencanaan, pengaturan, pelaksanaan dan pengendalian)

dilaksanakan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Oleh karena menurut

Robbins (2007) komunikasi harus menjalankan empat fungsi utama dalam

organisasi yaitu pengendalian, motivasi, pengungkapan emosi dan informasi.

2.1.4.2. Bentuk dan Dimensi Komunikasi dalam Organisasi

2.1.4.2.1. Bentuk Komunikasi


32

Menurut Istijanto (2006) bentuk komunikasi ditinjau dari unsur formalitas

dibagi menjadi dua yaitu : komunikasi formal dan komunikasi non formal.

Komunikasi formal yaitu penyebaran informasi yang dilakukan secara resmi

dalam perusahaan atau organisasi, misalnya berupa memo inter, sedangkan

komunikasi non formal diartikan komunikasi yang lebih bersifat pribadi dan lebih

mengarah pada komunikasi yang tidak berhubungan dengan urusan kantor.

Bentuk komunikasi menurut tingkatannya atau konteksnya dibagi dua,

yaitu; komunikasi horizontal dan komunikasi vertikal. Komunikasi horizontal

yaitu komunikasi antar karyawan pada tingkatan yang sama. Sedangkan

komunikasi vertikal lebih menggambarkan peyebaran informasi pada tingkatan

berbeda, baik dari atas ke bawah maupun dari bawah ke atas. komunikasi seperti

ini oleh Bahrum (2006) disebut sebagai komunikasi ke atas, komunikasi mendatar

(horizontal), dan komunikasi ke bawah.

Komunikasi ke bawah menurut Robbins (2007) adalah komunikasi yang

mengalir dari satu tingkat dalam kelompok atau organisasi ke tingkat yang lebih

bawah. Komunikasi ini merupakan komunikasi antara atasan atau manajer dengan

bawahannya, berupa penetapan sasaran, pemberian instruksi pekerjaan,

menginformasikan kebijakan dan sasaran, menunjukkan masalah yang

memerlukan perhatian, dan mengemukakan umpan balik tentang kinerja.

Komunikasi ke atas mengalir ke tingkat yang lebih tinggi dalam

organisasi. Komunikasi ke atas digunakan untuk memberikan umpan balik ke

atasan, menginformasikan bawahan mengenai kemajuan ke sasaran, dan

menyampaikan masalah yang dihadapi sehingga dapat memahami perasaan


33

karyawan terhadap pekerjaannya dan rekan sekerjanya sehingga dapat

memperbaiki kondisi. Selanjutnya Robbins mengemukakan komunikasi mendatar

(horinzontal) merupakan komunikasi di antara rekan sekerja pada tingkat yang

sama. Komunikasi ini diperlukan untuk menghemat waktu dan memudahkan

koordinasi antar rekan sejawat.

Di tinjau dari sifatnya, menurut Robbins (2007) bentuk komunikasi dibagi

menjadi dua yaitu: komunikasi personal dan komunikasi non personal.

Komunikasi personal yaitu komunikasi dengan kontak pribadi, tatap muka seperti

percakapan individu yang memungkinkan untuk dapat menangkap reaksi orang

lain secara langsung baik verbal maupun non verbal. Sedangkan komunikasi non

personal adalah komunikasi yang dilakukan melalui media massa atau

pengumuman yang dapat dibaca bawahan.

2.1.5 Kualitas Pelayanan

2.1.5.1 Konsep

Kualitas erat hubungannya dengan sikap dan perilaku individu tertentu

dalam melakukan pelayanan terhadap pelanggan dengan memuaskan kebutuhan

dan keinginan. Kualitas pelayanan merupakan keseluruhan ciri serta sifat sebuah

produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuan untuk memuaskan

kebutuhan dan keinginan yang dinyatakan atau yang tersirat (Kotler dan Keller

(2011)).

Kualitas pelayanan yang dirasakan mengacu penilaian pelanggan tentang

keunggulan atau inferioritas layanan yang diberikan oleh organisasi (Parasuraman,


34

Zeithaml, & Berry, 1988). Layanan kualitas adalah jantung dan jiwa dari setiap

organisasi jasa. Ini adalah faktor yang berkontribusi terhadap keberhasilan dan

kelangsungan hidup perusahaan (McCain, Jang, & Hu, 2005). Dalam industri

kesehatan, menerima baik perawatan berkualitas adalah hak semua pasien dan

menyediakan perawatan kesehatan yang berkualitas baik adalah etika kewajiban

semua penyedia layanan kesehatan (Zineldin, 2006). Hal ini paling penting bagi

kesehatan penyedia untuk meningkatkan kualitas layanan mereka dari waktu ke

waktu dengan mengambil persepsi pasien dan sharapan menjadi pertimbangan.

Kualitas pelayanan yang baik dan bagus menjadi salah satu syarat

kesuksesan dalam perusahaan jasa. Kualitas layanan dalam perusahaan jasa sering

dikondisikan sebagai perbandingan antara layanan yang diharapkan dan layanan

yang diterima secara nyata. Dalam penelitian ini, Rumah sakit yang mampu

memberikan layanan yang baik kepada pasien memiliki peluang besar untuk bisa

terus dikunjungi oleh pasiennya (Liu dan Li 2007). Dalam dunia kesehatan saat

ini, kualitas layanan kesehatan dimasukkan sebagai salah satu syarat utama dalam

upaya untuk memikat calon pasien atau untuk melayani pasien yang sudah ada

(existing customers).

Pelayanan umum menurut Moenir (2000) yaitu kegiatan yang dilakukan

oleh seseorang atau sekelompok orang dangan landasan faktor materil melalui

sistem, prosedur dan metode tertantu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan

orang lain sesuai dengan haknya. Dalam ilmu ekonomi, kualitas pelayanan

merupakan bagian dari teori service quality. Setelah menerima pelayanan,

masyarakat akan membandingkan pelayanan yang diterimanya (perceived) dengan


35

pelayanan yang diharapkan (expected). Jika pelayanan yang diterima di bawah

dari yang diharapkan maka masyarakat akan mengalami “lose interest” atau

kecewa. Jika pelayanan diterima sebanding dengan yang diharapkan maka

masyarakat akan puas.

2.1.5.2. Pengukuran Kualitas Pelayanan

Dalam industri kesehatan, kualitas pelayanan mampu mendorong

terciptanya perilaku pasien yang diharapkan dalam Rumah Sakit. Hai ini karena

kualitas pelayanan merupakan instrumen penting yang akan membuat pasien

berperilaku positif seperti, perilaku untuk mempromosikan jasa kesehatan kepada

pihak lain (Gounaris, Vlasiss dan Antreas, 2013)

Model service quality ini dikembangkan oleh Parasuraman (1998),

memgemukakan lima dimensi kualitas jasa :

1. Reliabelity (ketepatan waktu)


Berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan

sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya, kinerja harus sesuai

dengan harapan pelannggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang

sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap simpati dan dengan

akurasi yang tinggi.


2. Responssiveness (daya tanggap)
Berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk

membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat


36

kepada pelanggan dengan memberikan informasi yang jelas. Membiarkan

konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan

persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan.


3. Emphaty (empaty)
Memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang

diberikan kepada pelanggan dengan berupa memahami keinginan

konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan

pengetahuan tentang pelanggan, mengetahui kebutuhan pelanggan secara

spesifik serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.


4. Assurance (jaminan)
Yakni pengetahuan, perilaku dan kemampuan para karyawan perusahaan

untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan.

Terdiri dari beberapa komponen lain : komunikasi (communication),

kridibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence)

dan sopan santun (courstesy).


5. Tangibles (bukti fisik)
Kemampuan suatu perusahaan dalam eksistensinya kepada pihak

eksternal. Penamilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik

perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari

pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik

(gedung, gudang, dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang

dipergunakan (teknologi) serta penampilan pegawainya.


Kelima dimensi tersebut keandalan telah terbukti terus menerus menjadi

faktor yang terpenting dalam penilaian kualitas pelayanan oleh pelanggan.

Keandalan menjadi kualitas inti pelayanan, karena pelayanan yang tidak dapat

diandalkan adalah jasa yang buruk walaupun ada atribut lainnya. Jika pelayanan

intinya tidak dikerjakan dengan handal, pelanggan akan menganggap perusahaan


37

tersebut tidak kompeten dan pelanggan akan berpindah ke penyedia jasa lainnya.

Perlu diketahui bahwa pelayanan yang diberikan oleh suatu perusahaan tidak

semuanya bisa memenuhi seluruh harapan pelanggan. Hal tersebut disebabkan

dalam proses pemberian layanan seringkali muncul berbagai kesenjangan.

Pelanggan akan memilih pemberi layanan yang sesuai dengan harapannya dan

setlah menikmati layanan tersebut mereka akan membandingkannya sesuai

dengan apa yang diharapkannya.


Beberapa dimensi atau atribut yang harus diperhatikan dalam perbaikan

kualitas jasa adalah :


- Ketepatan waktu pelayanan, hal yang perlu diperhatikan disini

berkaitan dengan waktu tunggu dan waktu proses.


- Akuntasi pelayanan, yang berkaitan dengan reliabilitas pelayanan dan

bebas kesalahan-kesalahan.
- Komponen dan keramahan dalam memberikan pelayanan, terutama

bagi mereka yang berinteraksi langsung dengan pelanggan eksternal

seperti : operator telepon, petugas keamanan (satpam), pengemudi, staf

administrasi, kasir, petugas penerima tamu, perawat dan sebagainya.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis

Untuk memberi gambaran dan kerangka berpikir dalam penelitian ini,

maka perlu kiranya untuk membahas mengenai hasil-hasil penelitian terdahulu

yang relevan dengan variabel penelitian. Hasil penelitian terdahulu dimaksudkan

untuk mendapatkan bahan acuan mengenai keterkaitan hubungan antar variabel

yang diteliti. Berikut ini akan penulis kemukakan penelitian terlebih dahulu yang

relevan dan pengembangan hipotesis pada penelitian ini :


38

2.2.1 Pengaruh Prosedur Administrasi terhadap Niat Perilaku


(Behavioral Intentions) di RSGM Baiturrahmah Padang

Hamim Asrori (2009) dengan judl “Analisis Pengaruh Kecerdasan

Emosional, Kompetensi dan dan Komunikasi Terhadap Kepuasan Kerja

Bawahan”. Hasil kajian menunjukan bahwa terdapat hubungan positif yang

signifikan dengan komunikasi dan prosedur administrasi.


Berdasarkan deskripsi teori dan penelitian terdahulu yang telah dipaparkan

diatas maka hipotesis dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

H1 : Prosedur administrasi berpengaruh signifikan positif terhadap niat perilaku

(Behavioral Intentions) di RSGM Baiturrahmah Padang.

2.2.2 Pengaruh Komunikasi terhadap Niat Perilaku di RSGM


Baiturrahmah Padang

Indra kesuma (2012), dalam penelitiannya berjudul “ Pengaruh Kualitas

pelayanan, kepercayaan, penanganan keluhan terhadap behavioral intentions

pasien RSUD H. Hanafi Muara Bungo dengan kepuasan pasien sebagai variabel

intervening” membuktikan bahwa ada pengaruh kualitas pelayanan dan kepuasan

pasein RSUD H. Hanafi Muara Bungo.


Berdasarkan deskripsi teori dan penelitian terdahulu yang telah dipaparkan

diatas maka hipotesis dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

H2 : Komunikasi berpengaruh signifikan positif terhadap niat perilaku

(Behavioral Intentions) di RSGM Baiturrahmah Padang.

2.2.3 Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Niat Perilaku


(Behavioral Intentions) di RSGM Baiturrahmah Padang
Salah satu faktor penting yang dapat membuat pelanggan puas adalah

kualitas pelayanan (Shellyana dan Basu, 2002). Penelitian yaang dilakukan oleh
39

Seffy, dkk (2010) yang melakukan penelitian tentang analisa pengaruh kualitas

pelayanan, kepercayaan, komplain dan kepuasan pelanggan terhadap loyalitas

pelanggan (studi kasus : PT. Garuda Indonesia Palembang). Temuan penelitian

membuktikan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh signifikan positif terhadap

kepuasan pelanggan.

Agustiono dan Sumarno (2006), dalam penelitiannya berjudul "Analisis

Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan dan Loyalitas Pasien Rawat

Inap di Rumah Sakit St.Elisabeth Semarang” Membuktikan bahwa ada pengaruh

kualitas pelayanan dan kepuasan pasien Rumah Sakit St.Elisabeth Semarang.

Berdasarkan deskripsi teori dan penelitian terdahulu yang telah dipaparkan

diatas maka hipotesis dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

H3 : Kualitas pelayanan berpengaruh signifikan positif terhadap niat perilaku

(Behavioral Intentions) di RSGM Baiturrahmah Padang.

2.2.4 Pengaruh Prosedur Administrasi terhadap Kepuasan Pasien di


RSGM Baiturrahmah Padang

Hamim Asrori (2009) dengan judl “Analisis Pengaruh Kecerdasan

Emosional, Kompetensi dan dan Komunikasi Terhadap Kepuasan Kerja

Bawahan”. Hasil kajian menunjukan bahwa terdapat hubungan positif yang

signifikan dengan komunikasi dan prosedur administrasi.


Berdasarkan deskripsi teori dan penelitian terdahulu yang telah dipaparkan

diatas maka hipotesis dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

H4 : Prosedur administrasi berpengaruh signifikan positif terhadap kepuasan

pasien di RSGM Baiturrahmah Padang.


40

2.2.5 Pengaruh Komunikasi terhadap Kepuasan Pasien di RSGM


Baiturrahmah Padang
Penelitian Bahrun (2005) melihat hubungan komunikasi dalam organisasi

(komunikasi ke atas, komnunikasi mendatar dan komunikasi ke bawah) dengan

kepuasan kerja, prestasi kerja dan komitmen kepada organisasi di kalangan

pekerja. Hasil kajian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang

signifikan di antara ketiga jenis komunikasi (komunikasi ke atas, komunikasi

mendatar dan komunikasi ke bawah) dengan kepuasan kerja. Kepuasan kerja juga

didapatkan mempunyai hubungan positif yang signifikan dengan prestasi kerja,

dan juga kepuasan kerja didapati mempunyai hubungan positif yang signifikan

dengan komitmen organisasi. Penelitian Rosidah (2003) menunjukkan hasil

bahwa komunikasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. Chesil Jedang

Indonesia di Jombang Jatim dengan nilai koefisen regresi 0,292 pada taraf

signifikansi 0,002.

Hasil penelitian Richard dan Hanafi (2013) menunjukkan bahwa

komunikasi interpersonal perawat berpengaruh kuat terhadap tingkat kepuasan

pasien di IRNA Dewasa Kelas 3 RS. Baptis Kediri. Hasil dari penelitian

Mirnawati (2014) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal perawat

berhubungan kuat dengan kepuasan pasien di pasien. Semakin tinggi

komunikasi interpersonal perawat, maka kepuasan pasien semakin tinggi

pula. Demikian sebaliknya, semakin rendah komunikasi interpersonal perawat,

maka kepuasan pasien semakin rendah pula. Sujatmiko (2012) menyatakan

terdapat hubungan yang kuat antara komunikasi verbal dan non verbal dengan
41

kepuasan pasien. Menurut Chang et al (2013) menunjukkan pelayanan

interpersonal berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pasien.

Kholil (2007) meneliti hubungan komunikasi antar pesonil pimpinan

bawahan dengan kepuasan kerja dan kesetiaan pegawai IAIN Sumatera Utara.

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan

dan positif di antara komunikasi antar personil pimpinan bawahan dengan

kepuasan kerja dan kesetiaan kepada lembaga IAIN SU. Tingkat hubungan antara

komunikasi antar personil pimpinan bawahan dengan kepuasan kerja dan

kesetiaan kepada lembaga mencapai p= 0,01. Nik Hasnaa Bt Nik Mahmoud yang

juga dikutip oleh Kholil (2007) meneliti tentang kesan komunikasi ketua-pekerja

ke atas kepuasan kerja dan pekerja kepada organisasi. Beliau menemukan adanya

hubungan yang signifikan antara komunikasi ketua-pekerja dengan kepuasan kerja

dan kesetiaan pekerja kepada organisasi.

Berdasarkan deskripsi teori dan penelitian terdahulu yang telah dipaparkan

diatas maka hipotesis dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

H5 : Komunikasi berpengaruh signifikan positif terhadap kepuasan pasien di

RSGM Baiturrahmah Padang.

2.2.6 Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien di


RSGM Baiturrahmah Padang
Salah satu faktor pentingnya yang dapat membuat pelanggan puas adalah

kualitas pelayanan (Shellyana dan Basu,2002). Penelitian yang dilakukan oleh

Seffy, dkk (2010) yang melakukan penelitian tentang analisa pengaruh kualitas

pelayanan, kepercayaan, komplain dan kepuasaan pelanggan terhadap loyalitas


42

pelanggan (studi kasus : PT. Garuda Indonesia Palembang). Temuan penelitian

membuktikan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh signifikan positif terhadap

kepuasan pelanggan.

Agustiono dan Sumarno (2006), dalam penelitiannya berjudul "Analisis

Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan dan Loyalitas Pasien Rawat Inap

di Rumah Sakit St.Elisabeth Semarang” Membuktikan bahwa ada pengaruh

kualitas pelayanan dan kepuasan pasien Rumah Sakit St.Elisabeth Semarang.

Penelitian Margaretha (2004) yang berjudul “Studi Mengenai Loyalitas

Pelanggan pada Divisi Asuransi Kumpulan AJB Bumiputera 1912 (Studi Kasus di

Jawa Tengah)”, yang membuktikan bahwa kinerja pelayanan berpengaruh positif

terhadap kepuasan pelanggan.

Penelitian yang dilakukan Shyh-Jale Li, dkk (2011) tentang How

Satisfaction Modefies The Strenght Of The Influence Of The Perceived Service

Quality On Behavioral Intentions. Menemukan bahwa kualitas pelayanan

berpengaruh signifikan terhadap Behavioral Intentions.

Berdasarkan deskripsi teori dan penelitian terdahulu yang telah dipaparkan

diatas maka hipotesis dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

H6 : Kualitas pelayanan berpengaruh signifikan positif terhadap kepuasan pasien

di RSGM Baiturrahmah Padang.

2.2.7 Pengaruh Kepuasan Pasien terhadap Niat Perilaku di RSGM


Baiturrahmah Padang
43

Salah satu faktor pentingnya yang dapat membuat pelanggan puas adalah

kualitas pelayanan (Shellyana dan Basu,2002). Penelitian yang dilakukan oleh

Seffy, dkk (2010) yang melakukan penelitian tentang analisa pengaruh kualitas

pelayanan, kepercayaan, komplain dan kepuasaan pelanggan terhadap loyalitas

pelanggan (studi kasus : PT. Garuda Indonesia Palembang). Temuan penelitian

membuktikan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh signifikan positif terhadap

kepuasan pelanggan.

Agustiono dan Sumarno (2006), dalam penelitiannya berjudul "Analisis

Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan dan Loyalitas Pasien Rawat Inap

di Rumah Sakit St.Elisabeth Semarang” Membuktikan bahwa ada pengaruh

kualitas pelayanan dan kepuasan pasien Rumah Sakit St.Elisabeth Semarang.

Berdasarkan deskripsi teori dan penelitian terdahulu yang telah dipaparkan

diatas maka hipotesis dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

H7 : Kepuasan pasien berpengaruh signifikan positif terhadap niat perilaku

(Behavior Intentions) di RSGM Baiturrahmah Padang.

2.2.8 Pengaruh Prosedur Administrasi terhadap Kepuasan Pasien


Pada RSGM Baiturrahmah Padang melalui Niat Perilaku
sebagai variabel intervening.

Anggita (2012), menurut penelitiannya “Analisis Waktu Tunggu

Pemberian Informasi Tagihan Pasien Rawat Inap di RS Graha Permata Ibu Tahun

2012”. Menunjukkan adanya pengaruh informasi terhadap kepuasan pasien di RS

Graha Permata Ibu.


Namun, ada bukti empiris yang bertentangan dengan dampak moderasi

dari persepsi kualitas layanan pelanggan dan kepuasan pada niat perilaku mereka.
44

Taylor dan Baker (1994) menganalisis hubungan antara tiga konstruksi di empat

sektor jasa (komunikasi, pelayanan lalu lintas, hiburan, dan perawatan kesehatan).

Mereka menemukan efek moderasi ada dalam tiga dari empat sektor (kecuali

perawatan kesehatan layanan), dan pengaruh kepuasan lebih penting daripada

pelayanan yang dirasakan kualitas. Pada tahun 1997, mereka diverifikasi peran

moderator kepuasan lagi di kedua nirlaba dan tidak-untuk-profit pengaturan

rumah sakit (Baker dan Taylor, 1997). Meskipun hasil mendukung perspektif

bahwa kepuasan lebih erat terkait dengan perilaku konsumen dari persepsi

kualitas, masih ada efek moderating signifikan dalam dua jenis pengaturan rumah

sakit. Bou-Llusar et al. (2001) yang dipilih industri keramik untuk menguji

hubungan antara persepsi kualitas, kepuasan, dan niat perilaku.


Berdasarkan deskripsi teori dan penelitian terdahulu yang telah dipaparkan

diatas maka hipotesis dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

H8 : Prosedur administrasi berpengaruh signifikan positif terhadap niat perilaku

pada RSGM Baiturrahmah Padang melalui kepuasan pasien sebagai

variabel intervening.

2.2.9 Pengaruh Komunikasi terhadap Niat Perilaku pada RSGM


Baiturrahmah Padang melalui Kepuasan Pasien sebagai
variabel intervening.

Indra Kesuma Ramlan (2012), dalam penelitiannya berjudul " Pengaruh

Kualitas Pelayanan, Kepercayaan, Penanganan Keluhan terhadap Behavioral

Intentions Pasien RSUD H Hanafie Muara Bungo dengan Kepuasan pasien

sebagai variabel intervening” Membuktikan bahwa ada pengaruh kualitas

pelayanan dan kepuasan pasien RSUD H. Hanafie.


45

Hasil penelitian ini sesuai dengan temuan yang sudah dilakukan oleh

Alrubaiee & Alkaa’ida (2011) maupun Chang, et al (2013). Nasution

(2004:105) menyatakan faktor-faktor yang berpengaruh pada persepsi dan

harapan pelanggan antaralain pengalaman pribadi masa lampau ketika

mengkonsumsi produk dari perusahaan maupun pesaing-pesaingnya ataupun

pengalaman dari rekan-rekan, dimana mereka akan menjelaskan kualitas

produk yang akan dibeli oleh pelanggan itu. hal ini jelas mempengaruhi

persepsi pelanggan, terutama pada produk-produk yang dirasakan berisiko

tinggi. Terakhir, dikatakan oleh Nasution (2004) bahwa komunikasi melalui iklan

dan pemasaran juga mempengaruhi persepsi pelanggan. Orang-orang di ruang

rawat jalan seharusnya tidak berlebihan memberikan janji maupun ekspektasi

kepada pelanggan, namun sikap ramah dan sopan senantiasa akan memberikan

kesan positif sehingga orang yang sudah percaya akan bertambah puas

bilamana terjalin komunikasi interpersonal yang baik antara tenaga kesehatan

dan pasien.
Berdasarkan deskripsi teori dan penelitian terdahulu yang telah dipaparkan

diatas maka hipotesis dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
H9 : Komunikasi berpengaruh signifikan positif terhadap niat perilaku pada

RSGM Baiturrahmah Padang melalui kepuasan pasien sebagai variabel

intervening.
2.2.10 Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Niat Perilaku Pada
RSGM Baiturrahmah Padang melalui Kepuasan Pasien
Sebagai variabel intervening.

Menurut Indra Kesuma Ramlan (2012), dalam penelitiannya berjudul "

Pengaruh Kualitas Pelayanan, Kepercayaan, Penanganan Keluhan terhadap

Behavioral Intentions Pasien RSUD H Hanafie Muara Bungo dengan Kepuasan


46

pasien sebagai variabel intervening” Membuktikan bahwa ada pengaruh kualitas

pelayanan dan kepuasan pasien RSUD H. Hanafie.


Berdasarkan deskripsi teori dan penelitian terdahulu yang telah dipaparkan

diatas maka hipotesis dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

H10 : Kualitas pelayanan berpengaruh signifikan positif terrhadap niat perilaku

pada RSGM Baiturrahmah Padang melalui kepuasan pasien sebagai

variabel intervening.

2.3. Kerangka Konseptual Penelitian

Berdasarkan kajian literatur, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan

memperhatikan tinjauan penelitiaan terdahulu serta pengembangan hipotesis maka

berikut ini dapat digambarkan kerangka konseptual dalam penelitian ini sebagai

berikut :

Prosedur Adminstrasi (X1)

Niat Perilaku
Komunikasi (X2) Kepuasan Pasien (Z) (Behaviour Intention)
(Y)

Kualitas Pelayanan (X3)

Gambar 2 Kerangka Konseptual


47

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan menggunakan

pendekatan cross sectional, untuk mengetahui Pengaruh Prosedur Administrasi,

Komunikasi Dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasaan Pasien Serta

Dampaknya Terhadap Niat Berprilaku Di RSGM Baiturrahmah Padang dengan

pendekatan atau observasi sekaligus pada satu saat / point time approach.

Pengumpulan data dilakukan kepada responden pasien yang datang ke RSGM

Baiturrahmah melalui pertanyaan terstruktur pada kuesioner (Arikunto, 2002)

3.2. Objek, Populasi dan Sampel Penelitian


Penelitian ini dilakukan di RSGM Baiturrahmah Padang. Dengan

demikian yang dijadikan unit analisis dalam penelitian ini adalah pasien yang

sudah pernah datang pada RSGM Baiturrahmah Padang. Menurut Sekaran (2006)

populasi merupakan sekumpulan orang, peristiwa atau sesuatu yang menarik

perhatian peneliti untuk diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

pasien yang datang ke RSGM Baiturrahmah padang. Sementara Sampel adalah

sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto, 2006). Pengambilan

sampel pada penelitian ini dilakukan metode simple random sampling, yaitu
48

teknik pengambilan dilakukan dengan memberikan kesempatan yang sama pada

setiap anggota populasi untuk menjadi anggota sampel (Nasution, 2003). Sampel

dihitung berdasarkan rumus slovin (Budiarto, 2001).


Pasien yang datang ke RSGM Baiturrahmah pada tahun 2016 sebanyak

25856 pasien diantaranya 4359 pasien lama dan 21497 pasien baru.
Besar sampel diperoleh dengan menggunakan rumus slovin (Syuryanda,

2012) :
n = N / 1 + N (d)2
Keterangan :
n : Sampel
N : Populasi Semua (4359)
d : Derajat Kepercayaan (0,05)
n = 4359 / 1 + (4359) (0.05)2
n = 4359 / 11, 89
n = 366,30 = 365 pasien
3.3. Data Penelitian
Pengumpulan data primer menggunakan kuesioner. Kuesioner tersebut

berisikan pernyataan yang berhubungan dengan identitas responden, variabel

prosedur administrasi, komunikasi, kualitas pelayanaan, kepuasan pasien serta niat

berprilaku.
3.4. Jenis, Sumber Data dan Defenisi Operasional Variabel dan Metode
Pengukuran

Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer yang

diperoleh langsung dari responden penelitian. Data primer yang dibutuhkan dalam

penelitian ini berupa data tentang skor jawaban responden tentang variabel yang

akan diteliti. Variabel administrasi, komunikasi, kualitas pelayanan, kepuasan

pasien dan niat berprilaku (Behavioral intentions) pada RSGM Baiturrahmah

Padang, Bangin (2010) menyatakan bahwa data primer adalah data yang langsung

diperoleh sumber data pertama pada lokasi penelitian atau objek penelitian.
Penelitian ini menggunakan tiga jenis variabel yaitu variabel bebas,

variabel intervening dan variabel terikat. Variabel bebas terdiri dari prosedur
49

administrasi, komunikasi dan kualitas pelayanan dan variabel intervening adalah

kepuasan pasien, sedangkan variabel terikat adalah niat berprilaku (behavior) pada

RSGM Baiturrahmah. Bagian berikut ini akan diuraikan defenisi dan operasional

masing-masing variabel.
3.4.1. Niat Berprilaku (Y)

Behavioral intentions yang dimaksud pada penelitian ini adalah keinginan

pasien dan keluarganya untuk tetap menggunakan jasa RSGM Baiturrahmah

Padang dalam pelayanan kesehatan di kota Padang.

3.4.2. Prosedur Administrasi (X1)

Prosedur administrasi adalah proses penyelenggaraan serangkaian kegiatan

oleh sekelompok orang yang bekerja bersama untuk mencapai tujuan yang telah

dicapai sebelumnya dengan pemanfaatan sarana dan prasarana tertentu.

a. Petugas yang terlibat langsung kegiatan administrasi


b. Prosedur administrasi yang cepat dan tepat
c. Waktu yang dibutuhkan dalam prosedur administrasi dari pendaftaran

sampai keruangan.

3.4.3. Komunikasi (X2)


Komunikasi efektif penting bagi semua organisasi. Oleh karena itu, para

pimpinan organisasi dan para komunikator dalam organisasi perlu memahami dan

menyempurnakan kemampuan komunikasi mereka. Indikator yang digunakan

dalam komunikasi efektif ini adalah :


a. Kejelasan penyampaian visi dan misi
b. Kemanfaatan
c. Ketepatan waktu dalam berkomunikasi
d. Koordinasi antar petugas dalam melaksanakan tugas
50

Kuesioner untuk mengukur variabel komunikasi, digunakan kuesioner

yang dikembangkan oleh Penley, et all 1985.

3.4.4. Kualitas Pelayanan (X3)

Kualitas pelayanan adalah aktifitas yang dilakukan oleh RSGM

Baiturrahmah Padang dalam upaya memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien

dengan 5 indikator yang bersumber dari Parasuraman dkk (1991) :

a. Tangibles ( Bukti fisik)


b. Emphaty ( Kepedulian)
c. Reliability ( Ketepatan waktu)
d. Responsiveness ( daya tanggap)
e. Assurance (jaminan)

3.4.5. Kepuasan Pasien (Z)

Kepuasan pasien adalah perasaan senang atau kecewa atau tingkat

perasaan yang dipersepsikan oleh seorang pasien dengan membandingkan antara

harapan dan kenyataan yang diukur dengan 4 item pernyataan yang bersumber

dari Kandampully dan Suhartanto (2002) :

a. Pengalaman atau experience


b. Bebas kesalahan
c. Kepuasan biaya pelayanan
d. Kepuasan menyeluruh (overall satisfaction)
Berikut ini penulis buatkan rekapitulasi masing-masing variabel penelitian

ke dalam bentuk kisi-kisi angket penelitian.


51

Tabel 3.1
Rekapitulasi Operasional Variabel

NO Variabel Indikator Skala Sumber


Pengukuran
1 Prosedur 1. Petugas yang terlibat Skala Likert Shyh-jane
Administrasi langsung kegiatan 1-5 Li dkk
(X1) administrasi (2011)
2. Prosedur administrasi
yang cepat dan tepat
3. Waktu yang
dibutuhkan dalam
prosedur administrasi
dari pendaftran sampai
keruangan
2 Komunikasi 1. Kejelasan Skala Likert Simon
(X2) penyampaian visi dan 1 – 5 (2007)
misi
2. Kemanfaatan
3. Ketepatan waktu dalam
berkomunikasi
4. Koordinasi antar
petugas dalam
melaksanakan tugas
3 Kualitas 1. Bukti Fisik Skala Likert Tjiptono
Pelayanan (X3) 2. Empati 1–5 (2008)
3. Keandalan dikutib
4. Daya Tanggap
Maskud
5. Jaminan
(2004)
4 Kepuasan 1. Overall Satisfation Skala Likert Surjandari
Pasien (Z) (Kepuasan 1–5 dan
menyeluruh) Susetiana
2. Fulfillment of
(2009)
expectation
3. Compare with Ideal
(perbandingan yang
ideal)
5 Behavioral 1. Merekomendasikan Skala Likert Shyh-jane
Intentions (Y) kepada orang lain 1–5 Li dkk
52

2. Mengajak orang lain (2011)


3. Menjadikan sebagai
pilihan
4. Frekuensi kunjungan

3.5 Metode Analisa


3.5.1 Uji Instrumen
Pengujian tahap pertama dalam penelitian ini adalah pengujian validitas

dan reliabilitas terhadap instrumen penelitian.


1. Pengujian Validitas

Uji Validitas adalah suatu uji statistik yang digunakan untuk mengetahui

apakah instrument (angket/kuesioner yang digunakan untuk mengambil data

dalam penelitian) yang digunakan layak atau tidak digunakan untuk pengambilan

data yang selanjutnya digunakan untuk pengambilan keputusan dalam

penelitian.Validitas merupakan suatu alat ukur yang menunjukkan seberapa baik

suatu instrumen yang dibuat mengukur konsep tertentu yang ingin diukur

(Sekaran,2010)

Uji Validitas digunakan oleh Kaiser Meyer Olkin Measure of Sampling

(KMO) adalah analisa asumsi yang merupakan indeks perbandingan jarak antara

koefisien korelasi dengan koefisien korelasi parsialnya, jika jumlah kuadrat

koefisien korelasi parsial di antara seluruh pasangan variabel bernilai kecil jika

dibandingkan dengan jumlah kuadrat koefisien korelasi, maka akan menghasilkan

nilai KMO mendekati 1, nilai KMO dianggap mencukupi jika lebih dari 0.5.

Alat Uji yang digunakan yaitu uji Barlett. Menurut (Snedecor dan

Cochran,1983) uji Barlett digunakan untuk menguji apakah sampel k memiliki

varians yang sama. Varians yang sama di seluruh sampel disebut homogenitas

varians. Beberapa uji statistik misalnya analisis varians, menganggap bahwa


53

varians sama di seluruh kelompok atau sampel. Uji barlett dapat digunakan untuk

memverifikasi asumsi tersebut.

2. Pengujian Reliabilitas

Uji reliabililitas merupakan suatu bentuk pengujian pada penekanan yag

ditempatkan pada koefisien alpha (Cronbach,1951) untuk mengetahui sejauh

mana hasil pengukuran tetap konsisten, apabila dilakukan pengukuran lebih dari

satu kali terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama.Uji

reliabilitas dilakukan pernyataan-pernyataan yang sudah valid untuk mengetahui

sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran ulang

pada kelompok yang sama dengan alat ukur yang sama.

Menurut Nunally (1978), dalam mencari reliabilitas untuk seluruh item

adalah dengan mengoreksi angka korelasi yang diperoleh dengan Rtabel. Dari hasil

perhitungan pengolahan data, jika Rhitung lebih dari 0,2272 maka secara

keseluruhan instrumen pun dinyatakan reliabel.Nunally (1978)

merekomendasikan reliabilitas 0,70 lebih baik (tapi tidak lebih jauh dari 0,80),

untuk penelitian dasar antara 0,90 dan 0,95 dalam kasus dimana keputusan-

keputusan penting yang harus dibuat atas dasar nilai tes. Semakin dekat cronbach

alpha dengan 1, semakin tinggi keandalan konsistensi internal (Sekaran,2006)

3.5.2 Deskripsi Statistik

Kegiatan ini bermaksud untuk menggambarkan karakteristik masing-

masing variabel penelitian. Deskripsi yang diberikan khusus pada masing-masing

variabel bebas, tetapi tidak menghubungkan satu variabel dengan variabel lainnya

dan tidak membandingkan satu variabel dengan variabel lainnya. Untuk


54

menganalisis data dan menguji hipotesis, penelitian ini akan menggunakan

statistik melalui pemanfaatan Statistical Packed for Social Science (SPSS).

Pada analisis ini akan dipaparkan mengenai kondisi yang sebenarnya

untuk masing-masing variabel. Pada tahap awal dilakukan perhitungan persentase

jawaban responden dengan rumus sebagai berikut :

Error: Reference source not found

Dimana:

P = Persentase hasil yang diperoleh

F = Frekuensi hasil yang diperoleh

N = Jumlah responden yang dijadikan sampel

100 = Angka tetap persentase

Selanjutnya dihitung rata-rata skor dari masing-masing butir pernyataan

beserta dengan indikator yang digunakan dengan rumus sebagai berikut

(Arikunto,2002):

Error: Reference source not found

Dimana:

∑ fi = Total frekuensi ke i

W0 = Bobot

∑f = Total Frekuensi

Kemudian dilakukan perhitungan untuk tingkat capaian responden

(TCR). TCR digunakan untuk menggambarkan karakteristik dari masing-masing

variabel penelitian untuk mengetahui tingkat pencapaian responden dan kriteria

responden dengan rumus sebagai berikut :


55

Error: Reference source not found

Arikunto (2002) menjelaskan bahwa kriteria dari jawaban responden

sebagai berikut :

a. Jika TCR berkisar antara 90 – 100% = Sangat baik


b. Jika TCR berkisar antara 80 – 89,99% = Baik
c. Jika TCR berkisar antara 65 – 79,99% = Cukup baik
d. Jika TCR berkisar antara 55 – 64,99% = Kurang baik
e. Jika TCR berkisar antara 0 – 54,99% = Tidak baik
Untuk mengukur variabel penelitian ini digunakan skala likert dengan

interval sampai 5 dengan kriteria sebagai berikut :


Tabel 3.2
Skala Likert Pengukuran Variabel Penelitian

Kategori Jawaban Skor Jawaban

Sangat Setuju (SS) 5

Setuju (S) 4

Ragu-Ragu (R) 3

Tidak Setuju (TS) 2

Sangat Tidak Setuju (STS) 1

3.5.3 Uji Asumsi Klasik

Merupakan pengujian yang berguna untuk mengetahui seberapa jauh

gangguan-gangguan data yang ada dalam suatu model regresi yang ada, sehingga

nantinya dapat membiaskan hasil penelitian. Uji asumsi klasik terdiri dari uji

normalitas, uji multikolinearitas, uji reliabilitas dan uji heteroskedastisitas.

a. Uji Normalitas
Menurut Ghozali (2011) yang dimaksud dengan uji normalitas adalah uji

yang digunakan untuk melihat apakah dalam regresi, variabel pengganggu atau
56

residual memiliki distribusi normal. Nilai residual dikatakan terdistribusi normal

apabila memiliki nilai asymp signifikan > alpha 0,05, namun jika nilai asymp

signifikan < alpha 0,05 dikatakan terdistribusi tidak normal. Jika signifikansi >

0,95, maka data adalah terdisribusi normal. Alat uji yang digunakan adalah uji

one-sample kolmogorov smirnov test.


b. Uji Multikolinearitas
Merupakan uji hubungan sesama variabel independen. Berguna untuk

menghindari supaya jangan ada diantara variabel independen yang berkorelasi

sesamanya, untuk itu harus dilihat hubungan dari masing-masing variabel dengan

melihat nilai VIF.


Menurut Ghozali (2011), untuk mendeteksi ada atau tidaknya

multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance dan variance inflation factor

(VIF). Nilai tolerance yang umum dipakai adalah >0,10 atau sama dengan nilai

VIF < 10 untuk mengetahui tidak terjadinya gejala multikolinearitas.


c. Uji Linearitas
Uji linearitas digunakan untuk melihat apakah spesifikasi model yang

digunakan sudah benar atau tidak. Dengan uji linearitas akan diperoleh informasi

apakah model empiris sebaiknya linear, kuadrat atau kubik (Ghozali, 2011). Untuk

menentukan apakah terjadi tidaknya hubungan yang linear antara predictor

variabel dengan variabel dependen dapat dilihat dengan membandingkan nilai

signifikan dari Deviation from linearity, dengan tingkat signifikan yang digunakan

dimana apabila nilai signifikan lebih kecil dari tingkat signifikan, maka terjadi

hubungan yang linear dari variabel independent terhadap variabel dependen.


d. Uji Heteroskedastisitas
Menurut Ghozali (2011) uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji

apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu

pengamatan ke pengamatan yang lain, jika varians dari residual satu pengamatan
57

ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas, dan jika berbeda

disebut heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dapat

menggunakan uji Glejser. Dalam uji ini apabila signifikansi >α0,05 atau kesalahan

menolak data maka tidak terdapat gejala heteroskedastisitas, model yang baik

adalah tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali,2011).

3.5.4 Model Penelitian


1. Model Regresi Sederhana
Model regresi sederhana ini merupakan suatu teknik statistik untuk

mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel

terikat. Tujuan menggunakan model penelitian regresi sederhana ini adalah

untuk mengetahui seberapa besar pengaruh prosedur administrasi,

komunikasi dan kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien serta

dampaknya terhadap niat berprilaku di RSGM Baiturrahmah Padang

sebagai berikut :
Y = a + bZ + e
Dimana :
Y = Niat Berprilaku (Behavior Intentions)
a = Konstanta
b = Koefisien Regresi
Z = Kepuasan Pasien
e = Variabel Lain yang mempengaruhi

2. Model Regresi Berganda

Untuk mengetahui pengaruh prosedur administrai, komunikasi dan

kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien serta dampaknya terhadap niat

berprilaku di RSGM Baiturrahmah dengan fomulasi sebagai berikut :

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + Z + e


Keterangan :
Y = Niat Prilaku
58

a = Konstanta
b1,2,3 = Koefisien Regresi
X1 = Prosedur Administrasi
X2 = Komunikasi
X3 = Kualitas pelayanan
Z = Kepuasan Pasien
e = Variabel Pengganggu
Pengaruh prosedur administrasi dan komunikasi terhadap kepuasan pasien

dengan persamaan sebagai berikut :

Z = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e

Dimana :

Z = Kepuasan Pasien

a = Konstanta

X1 = Prosedur administrasi

X2 = Komunikasi

X3 = Kualitas Pelayanan

E = Variabel lain yang mempengaruhi

3.5.5 Uji Hipotesis

Uji hipotesis terdiri dari regresi linear berganda, uji R2, uji F dan uji t.

Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui ada tidaknya

pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat (menjawab hipotesis

1,2,3,4,...), yaitu pengaruh beban kerja dan efikasi diri terhadap kelelahan

emosional serta pengaruh beban kerja dan efikasi diri terhadap konflik kerja

keluarga.

Koefisien Determinasi (R2) tujuannya untuk mengukur seberapa jauh

kemampuan variabel bebas dalam menerangkan variasi variabel terikat yaitu


59

kelelahan emosional. Nilai koefisien determinasi yaitu antara nol dan satu. Nilai

yang mendekati satu berarti variabel-variabel bebas memberikan hampir semua

informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel terikat

(Ghozali,2006). Untuk mengetahui besarnya variabel bebas dalam mempengaruhi

variabel terikat dapat diketahui melalui nilai koefisien determinasi yang

ditunjukkan oleh nilai adjusted R Square (R2).

Uji F merupakan pengujian signifikansi simultan yang dilakukan untuk

mengetahui apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model

mempunyai pengaruh secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel terikat.

Untuk menguji hipotesis ini yaitu dengan membandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel

dengan ketentuan bila nilai F > 4 (dengan derajat kepercayaan 0,05) maka H0

ditolak dan H1 diterima.

Berarti hipotesis alternatif diterima maksudnya disini bahwa semua

variabel bebas signifikan berpengaruh terhadap variabel terikat, jika tidak ada pola

yang jelas serta titik-titik yang menyebar diatas dan di bawah angka 0 pada sumbu

Y maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali,2006). Kemudian uji t dilakukan

untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas secara parsial terhadap

variabel terikat, yaitu dengan membandingkan thitung terhadap t tabel dengan

ketentuan apabila thitung> ttabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima, apabila thitung< ttabel ,

maka H0 diterima dan H1 ditolak (Ghozali,2006).

3.5.6 Uji Mediasi Dengan Sobel test


Pengujian hipotesis mediasi dapat dilakukan dengan menggunakan

prosedur yang dikembangkan oleh Sobel (1982) yang dikenal dengan Sobel Test.

Sobel test merupakan uji untuk mengetahui apakah pengaruh yang melalui sebuah
60

variabel mediasi secara signifikan mampu sebagai mediator dalam hubungan

tersebut. Dalam hal ini variabel X1,X2 dan x3 terhadap Y dan M. Variabel M

merupakan mediator pengaruh dari X1 ke Y, pengaruh X2 ke Y dan X3 ke Y.

(Hayes, A.F, 2013). Untuk menguji seberapa besar peran variabel M memediasi

pengaruh variabel tersebut digunakan uji Sobel test. Dimana Sobel test

mengunakan uji z dengan rumus sebagai berikut :

Dimana :

a = koefsien regresi variabel independen terhadap variabel mediasi


b = koefsien regresi variabel mediasi terhadap variabel dependen
SEa = standar error of estimation dari pengaruh variabel independen terhadap
variabel mediasi
SEb = standar error of estimation dari pengaruh variabel mediasi terhadap
variabel dependen
61

BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Analisis

4.1.1 Distribusi Kuesioner

Jumlah sampel penelitian ini yang disebarkan adalah sebanyak 365

kuesioner pasien RSGM Baiturrahmah Padang yang datang. Jumlah kuesioner

yang dikembalikan sebanyak 250 kuesioner dan 115 kuesioner tidak dikembalikan

dan dikelola menggunakan spss. Rincian distribusi kuisioner dapat dilihat pada

tabel di bawah.

Tabel 4.1
Deskripsi Distribusi Kuisioner
Distribusi Kuisioner Jumlah %
Jumlah Kusioner di sebar 365 100
Jumlah Kusioner tidak Kembali 115 31,50
Jumlah Kusioner cacat 0 0
Jumlah Kusioner Bersih untuk di olah 250 68,50
Sumber: olah data primer 2017

4.1.2. Profil Responden


62

Responden penelitian ini adalah pasien yang datang ke RSGM

Baiturrahmah Padang. Penilaian profil responden dengan mengetahui identitas,

dapat diketahui sejauh mana profil responden yang dimiliki pasien agar dapat

memahami dan menjelaskan variabel penelitian dengan melihat umur, jenis

kelamin, pendidikan dan pekerjaan dengan uraian sebagai berikut :

Tabel 4.2

Profil Responden Penelitian

Data Demografi Kategori Jumlah Persentase


JK Laki-laki 104 41,60
Perempuan 146 58,40
PT SD kebawah 12 4,80
SLTP 14 5,60
SLTA 120 48,00
D1,D2 dan D3 29 11,60
S1 74 29,60
S2 keatas 1 0,40
Usia < 15 1 0,40
15-24 118 47,20
25-34 64 25,60
35-44 20 8,00
45-54 24 9,60
55-64 17 6,80
65-74 6 2,40
PU PNS/POLRI/TNI 1 0,40
Peg Swasta 10 4,00
Wiraswasta/usahawan 50 20,00
Pelajar/Mahasiswa 107 42,80
Lainnya 82 32,80
Sumber: olah data primer 2017

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang berjenis kelamin

perempuan adalah sebanyak 146 orang (58,40%), dan sisanya adalah laki-laki

sebanyak 104 orang (41,60%). Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya pasien

pada RSGM Baiturrahmah Padang adalah pasien perempuan. Data responden ini
63

menunjukkan bahwa pasien yang sering datang ke RSGM Baiturrahmah Padang

adalah pasien perempuan karena perempuan lebih memperhatikan kesehatan

penyakit gigi dibandingkan laki-laki.

Profil respoden kedua dibedakan atas pendidikan terakhir. Berdasarkan

tingkat pendidikan, SD kebawah sebanyak 12 0rang (4,80%), SLTP sebanyak 14

orang (5,60%), SLTA sebanyak 120 orang (48%), D1, D2 dan D3 sebanyak 29

orang (11,60%), S1 sebanyak 74 orang (29,60%) dan Pascasarjana S2 sebanyak 1

orang (0,40%). Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas tingkat pendidikan terakhir

yang datang ke RSGM Baiturrahmah Padang adalah SLTA.

Profil respoden ketiga dibedakan berdasarkan usia. Berdasarkan usia < 15

tahun ada 1 0rang (0,40%), 15-24 tahun sebanyak 118 orang (47,20%), 25-34

tahun sebanyak 64 orang (25,60%), 35-44 tahun sebanyak 20 orang (8%), 45-54

orang sebanyak 14 orang (9,60%), 55-64 tahun sebanyak 17 orang (6,80%) dan

65-74 tahun sebanyak 6 orang (2,40%). Hal ini menunjukkan bahwa usia yang

datang ke RSGM Baiturrahmah Padang pada usia 15-24 tahun.

Profil respoden keempat dibedakan berdasarkan pekerjaan utama pasien.

Berdasarkan pekerjaan PNS/POLRI/TNI sebanyak 1 orang (0,40%), Pegawai

swasta sebanyak 10 orang (4%), wiraswasta/usahawan sebanyak 50 orang (20%),

Pelajar/Mahasiswa sebanyak 107 orang (42,80%) dan lainnya sebanyak 82 orang

(32,80%). Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas yang datang ke RSGM

Baiturrahmah Padang pada umumnya pelajar/mahasiswa.


64

Profil respoden memperlihatkan profil responden berdasarkan umur dari

data diatas diketahui bahwa umur responden paling banyak adalah 15-24 tahun

yaitu 47,20% responden, jenis kelamin paling banyak adalah perempuan yaitu

58,40%, pendidikan paling banyak SLTA yaitu 48% responden dan pekerjaan

paling banyak masih sebagai pelajar/mahasiswa yaitu 42,80% responden.

4.1.3. Uji Instrumen Penelitian

4.1.3.1 Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang dijadikan standart yang menunjukan

ketepatan dalam mengukur yang seharusnya diukur. Kuesioner merupakan alat

yang digunakan dalam mengumpulkan informasi dan data yang dibutuhkan, yang

memerlukan dilakukan sebuah pengujian terhadap instrument tersebut. Dalam

penelitian ini, uji validitas yang digunakan untuk mengukur tingkat interkorelasi

antar variabel menggunakan Kaiser Meyer Olkin Measure of Sampling Adequacy

(KMO-MSA). Dengan alat uji KMO ini, dikatakan valid apabila nilainya > 0,50.

(Kaiser,1970), (Bartlett’s,1950) (Hair et al, 2010).


Tabel 4.3
Uji Validitas Variabel Penelitian

No Variabel Item Jumlah Batas KMO Bartlett,s Kesim


Valid Item Nilai pulan
1 Behavior 5 5 0,50 0,751 937,111 Valid
Intention (Y)
2 Kepuasan Pasien 4 4 0,50 0,768 270,474 Valid
(Z)
3 Prosedur 3 3 0,50 0,724 368,997 Valid
administrasi (X1)
4 Komunikasi (X2) 4 4 0,50 0,669 339,155 Valid
5 Kualitas 17 17 0,50 0,897 2081 Valid
Pelayanan (X3)
65

Sumber: olah data primer 2017

Dilihat dari tabel 4.3 diatas dapat disimpulkan bahwa pernyataan dalam

variabel penerapan behavior intention, kepuasan responden, prosedur

administrasi, komunikasi dan kualitas pelayanan adalah valid. Hal ini terbukti

dengan nilai KMO sebesar 0,751>0,50 pada variabel behavior intention, nilai

KMO sebesar 0,768>0,50 pada variabel kepuasan pasien, nilai KMO sebesar

0,724>0,50 pada variabel prosedur administrasi, nilai KMO sebesar 0,669>0,50

pada variabel komunikasi, dan nilai KMO sebesar 0,897>0,50 pada variabel mutu

pelayanan.

4.1.3.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas bertujuan untuk menilai sejauh mana jawaban dari pasien

dapat memberikan hasil yang relatif tidak berbeda (konsisten) bila dilakukan

pengukuran ulang terhadap subjek yang sama. Pengujian reabilitas dilakukan

dengan menggunakan pendekatan Cronbach’s Alpha. (Cronbach’s, 1951).

Instrument yang handal (reliable) apabila memiliki Cronbach’s Alpha lebih dari

0.70. (Novnally, 1978). Berikut hasil pengujian pada tabel 4.4:

Tabel 4.4
Hasil Uji Reabilitas

N Jumlah Batas Cronbach’s


Variabel Keterangan
o item Nilai Alpha
1 Behavior Intention 5 0,700 0,864 Reliable/handal
(Y)
2 Kepuasan Pasien (Z) 4 0,700 0,770 Reliable/handal
3 Prosedur 3 0,700 0,866 Reliable/handal
administrasi (X1)
4 Komunikasi (X2) 4 0,700 0,789 Reliable/handal
5 KualitasPelayanan 17 0,700 0,905 Reliable/handal
(X3)
66

Sumber: olah data primer 2017

Berdasarkan sajian Tabel 4.4, hasil pengujian menemukan nilai koefisien

Cronbach’s Alpha, yang secara keseluruhan sudah reliable atau handal, dengan

nilai koefisien Cronbach’s Alpha besar dari 0.7. Oleh karena itu ke semua variabel

diatas telah dapat digunakan pada pengujian lebih lanjut.

4.1.4. Analisis Deskriptif

Penelitian ini menggunakan variabel, behavior intention, kepuasan pasien,

prosedur administrasi, komunikasi dan kualitas pelayanan. Berikut ini akan

dideskripsikan jawaban pasien terhadap masing-masing variabel penelitian

sebagai berikut:

4.1.4.1 Behavior Intention


Dalam penelitian ini, variabel behavior intention dioperasionalisasikan

dengan menggunakan 5 item pertanyaan dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut.

Tabel 4.5
Hasil Skor Rata-Rata dan TCR Variabel Behavior Intention

Variabel Behavior Rata-rata TCR


No Kriteria
Intention (mean) (%)
1 Item 1 4.12 82.48 Baik
2 Item 2 4.15 82.96 Baik
3 Item 3 4.01 80.24 Baik
4 Item 4 4.03 80.56 Baik
5 Item 5 4.14 82.72 Baik
Rata-rata variabel 4.09 81.79 Baik
Sumber: olah data primer 2017
Berdasarkan hasil analisis deskriptif seperti terlihat pada tabel 4.5

frekuensi variabel behavior intention (Y) dilihat dari tingkat capaian pasien (TCR)
67

pada semua item pernyataan dengan kriteria baik. Hal ini berarti behavior

intention pada kriteria baik.

4.1.4.2 Kepuasan Pasien


Dalam penelitian ini, variabel kepuasan pasien dioperasionalisasikan

dengan menggunakan 4 item pertanyaan dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut.

Tabel 4.6
Hasil Skor Rata-Rata dan TCR Variabel Kepuasan Pasien

Variabel Kepuasan Rata-rata TCR


No Kriteria
Pasien (mean) (%)
1 Item 1 4.04 80.8 Baik
2 Item 2 3.82 76.4 Cukup Baik
3 Item 3 4.07 81.36 Baik
4 Item 4 4.08 81.52 Baik
Rata-rata variabel 4.00 80.02 Baik
Sumber: olah data primer 2017
Berdasarkan hasil analisis deskriptif seperti terlihat pada tabel 4.6

frekuensi variabel kepuasan pasien (Z) dilihat dari tingkat capaian pasien (TCR)

pada semua item pernyataan dengan kriteria baik kecuali pada item kedua dengan

kriteria cuku baik. Hal ini berarti kepuasan pasien pada kriteria baik.

4.1.4.3 Prosedur Administrasi (X1)


Dalam penelitian ini, variabel prosedur administrasi dioperasionalisasikan

dengan menggunakan 3 item pertanyaan dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut :

Tabel 4.7
Hasil Skor Rata-Rata dan TCR Variabel Prosedur Administrasi
68

Variabel Prosedur Rata-rata TCR


No Kriteria
Administrasi (mean) (%)
1 Item 1 3.19 63.76 Kurang Baik
2 Item 2 3.22 64.40 Kurang Baik
3 Item 3 3.47 69.36 Cukup Baik
Rata-rata variabel 3.29 65.84 Cukup Baik
Sumber: olah data primer 2017
Berdasarkan hasil analisis deskriptif seperti terlihat pada tabel 4.7

frekuensi variabel prosedur administrasi (X1) dilihat dari tingkat capaian pasien

(TCR) pada variabel prosedur administrasi pada kriteria cukup baik.

4.1.4.4 Komunikasi (X2)


Dalam penelitian ini, variabel komunikasi dioperasionalisasikan dengan

menggunakan 4 item pertanyaan dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut :

Tabel 4.8
Hasil Skor Rata-Rata dan TCR Variabel Komunikasi

Rata-rata TCR
No Variabel Komunikasi Kriteria
(mean) (%)
1 Item 1 3.76 75.28 Cukup Baik
2 Item 2 3.65 73.04 Cukup Baik
3 Item 3 3.90 77.92 Cukup Baik
4 Item 4 3.86 77.28 Cukup Baik
Rata-rata variabel 3.79 75.88 Cukup Baik
Sumber: olah data primer 2017
Berdasarkan hasil analisis deskriptif seperti terlihat pada tabel 4.8

frekuensi variabel komunikasi (X1) dilihat dari tingkat capaian pasien (TCR) pada

variabel komunikasi pada kriteria cukup baik.

4.1.4.5 Kualitas Pelayanan (X3)


Dalam penelitian ini, variabel mutu pelayanan dioperasionalisasikan

dengan menggunakan 17 item pertanyaan dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut :
69

Tabel 4.9
Hasil Skor Rata-Rata dan TCR Variabel Kualitas Pelayanan

Variabel Rata-rata TCR


No Kriteria
Komunikasi (mean) (%)
1 Item 1 4.25 84.96 Baik
2 Item 2 3.91 78.24 Cukup Baik
3 Item 3 4.17 83.44 Baik
4 Item 4 4.20 83.92 Baik
5 Item 5 3.78 75.60 Cukup Baik
6 Item 6 3.76 75.20 Cukup Baik
7 Item 7 4.10 82.00 Baik
8 Item 8 4.16 83.20 Baik
9 Item 9 4.14 82.80 Baik
10 Item 10 4.13 82.56 Baik
11 Item 11 4.05 81.04 Baik
12 Item 12 4.09 81.84 Baik
13 Item 13 4.18 83.52 Baik
14 Item 14 3.88 77.52 Cukup Baik
15 Item 15 4.08 81.52 Baik
16 Item 16 3.70 73.92 Cukup Baik
17 Item 17 4.03 80.56 Baik
Rata-rata variabel 4.03 80.70 Baik
Sumber: olah data primer 2017
Berdasarkan hasil analisis deskriptif seperti terlihat pada tabel 4.9

frekuensi variabel kualitas pelayanan (X3) dilihat dari tingkat capaian pasien

(TCR) pada variabel kualitas pelayanan pada kriteria baik.


Hasil yang sama ditemukan dalam penelitian kami dengan karya

Chaniotakis dan Lymperopoulos. Dalam penelitian ini, yang meneliti hubungan

antara kualitas layanan, kepuasan pasien dan komunikasi WOM di industri

kesehatan, mereka menyatakan hal itu kepuasan dipengaruhi WOM. Penelitian ini

juga menunjukkan bahwa responsiveness, assurance, dan tangibility berpengaruh


70

signifikan. Pada kepuasan pasien, sedangkan pada kasus reliabilitas dan empati

signifikan tidak dikonfirmasi. Menurut penelitian yang dilakukan Alat dari

variabel komposit yang dihasilkan berkisar antara 3,05 sampai 4,00 dan standar

deviasi berkisar antara 0,84 sampai 1.323. Hasilnya juga menunjukkan bahwa

"penampilan poliklinik yang rapi" (μ = 4,00), "Penampilan profesional" (μ =3,95)

dan "Mampu menanamkan kepercayaan pada pasien" (μ = 3,91) adalah faktor

yang mencetak nilai tertinggi dan nilai rata-rata dan standar deviasi responden.

Hasilnya menunjukkan bahwa keseluruhannya dihasilkan. Kepuasan pelanggan (μ

= 3,51), pembelian kembali (μ = 3,51) dan kata dari mulut ke mulut (μ = 3,51)

tidak tinggi tetapi di atas rata-rata Nilai 3. Dan juga, semua nilai rata-rata untuk

pernyataan yang berkaitan dengan dimensi kualitas layanan berada di atas nilai

rata-rata (Olgun Kitapci et al ( 2014 )

4.1.5. Uji Asumsi Klasik

Tujuan melakukan uji asumsi kalasik adalah untuk memenuhi persyaratan

dalam analisis regresi linear yang terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas,

uji heteroskedastisitas, dan linearitas linearitas.

4.1.5.1 Uji Normalitas

Untuk melakukan uji normalitas digunakan Uji Skewness dan Kurtosis

dimana apabila jika nilai Skewness>Z-Skewness dan kurtosis>Z-Kurtosis maka

kecondongan dan keruncingan data adalah simetris atau normal. Berikut uraian

dari hasil pengolahan data :


71

Tabel 4.10
Hasil Uji Normality

Descriptive Statistics

N Skewness Kurtosis

Statistic Statistic Std. Error Statistic Std. Error

Unstandardized Residual 250 -1.858 .154 11.997 .307

Valid N (listwise) 250


Sumber: olah data primer 2017

Berdasarkan hasil uji Skewness = Skewness / sqrt(6/N) = -1,858/

sqrt(6/250) = -11,99. Atau nilai -1,96 < Z-Skewness = -11,99 < +1,96. Berarti

kecondongan data adalah simetris atau berdistribusi normal.

Z-Kurtosis = Kurtosis /sqrt(24/N) = 11,997 / sqrt(24/250) = 38,72. Atau

nilai -1,96 < Z-Kurtosis = -1,96 <38,72 . Berarti keruncingan data adalah

mesokurtik atau memiliki distribusi normal.

4.1.5.2 Uji Multikolinieritas

Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah pada model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi yang

kuat, maka dapat dikatakan telah terjadi masalah multikolinearitas dalam model

regresi. Ghozali (2002) menyatakan pedoman suatu model regresi yang bebas

multikolinearitas adalah mempunyai nilai VIF (Variance Influence Faktor) lebih

kecil dari 10 serta mempunyai angka Tolerance mendekati 1. Dalam analisis ini

didapat nilai Variance Influence Faktor (VIF) dan angka tolerance untuk masing-

masing variabel. Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model

regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Untuk menentukan ada
72

atau tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi digunakan variance

inflation factor (VIF) dimana multikolonieritas terjadi apabila nilai VIF lebih

besar dari 10 atau jika nilai VIF lebih kecil dari 10 maka tidak terjadi

multikolinearitas.

Tabel 4.11
Hasil Uji Multikolinearitas

No. Variabel Bebas Tolerance VIF


1 Prosedur Administrasi (X1) 0.944 1.059
2 Komunikasi (X2) 0.715 1.399
3 Kualitas Pelayanan (X3) 0.522 1.914
4 Kepuasan Pasien (Z) 0.641 1.560
Sumber: olah data primer 2017

Dari hasil analisis, didapat tiga variabel bebas (independent) dalam

penelitian ini nilai VIF-nya di bawah 10 dan tolerance nya mendekati 1. Ini berarti

bahwa tidak terjadi multikolinearitas antara variabel bebas tersebut Ghozali

(2002). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel bebas

(independent) tersebut memenuhi persyaratan asumsi klasik tentang

multikolinieritas.

4.1.5.3 Uji Linearitas

Untuk menentukan apakah fungsi persamaan regresi yang digunakan

berbentuk liner dapat dilihat dari nilai signifikan. Bila nilai signifikan lebih kecil

dari 0,05 berarti persamaan regresi yang digunakan berbentuk linear. (Gozhali,

2007). Uji linearitas ini dilakukan dengan menggunakan metode test of linearity

dimana hasil uji linearitas dapat dilihat sebagai berikut :


73

Tabel 4.12
Hasil Uji Linearitas

No Variabel Batas Sig Keterangan


Signifikan
1 Prosedur administras (X1) 0,05 0,054 Linear
2 Komunikasi (X2) 0,05 0,180 Linear
3 Kualitas Pelayanan (X3) 0,05 0,613 Linear
4 Kepuasan Pasien (Z) 0,05 0,467 Linear
Sumber: olah data primer 2017

Berdasarkan hasil uji means diatas didapatkan nilai signifikan 0,000 >0,05

artinya hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya terjadi hubungan

yang linear.

4.1.5.4 Uji Heteroskedastisitas

Untuk mengetahui ada atau tidaknya heteroskedastisitas digunakan Uji

Glejser dimana bila nilai signifikan lebih besar dari 0,05 maka berarti bebas gejala

heteroskedastisitas Suliyanto (2001:112).

Tabel 4.13
Hasil Uji Heteroskedastisitas

No Variabel Residual Absolute (RES_ABS)


Signifikan Nilai Keterangan
Batas
1 Prosedur Administrasi 0,507 0,05 Bebas
(X1) Heteroskedastisitas
2 Komunikasi (X2) 0,638 0,05 Bebas
Heteroskedastisitas
3 Kualitas Pelayanan 0,249 0,05 Bebas
(X3) Heteroskedastisitas
4 Kepuasan Pasien (Z) 0,725 0,05 Bebas
Heteroskedastisitas
74

Dari tabel diatas diketahui variabel prosedur administrasi, komunikasi,

kualitas pelayanan dan kepuasan pasien memiliki nilai signifikan lebih besar dari

0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi adalah baik atau tidak

terjadi heteroskedastisitas.

4.1.6 Pengujian Hipotesis


4.1.6.1 Pengaruh Prosedur Administrasi, Komunikasi dan Kualitas
Pelayanan Terhadap Behavior Intention

Tujuan menggunakan regresi linear berganda dalam penelitian ini adalah

untuk mengetahui pengaruh prosedur adminsitrasi, komunikasi dan kualitas

pelayanan terhadap behaviour intention pada pasien yang berkunjung ke RSGM

Baiturrahmah Padang.

Tabel 4.14
Hasil Analisis Regresi Linear Berganda
Pengaruh Prosedur Administrasi, Komunikasi dan Kualitas Pelayanan
Terhadap Behavior Intention
Konstanta dan Variabel Behavior Intention (Y) Keputusan
Bebas Koefisien Regresi Signifikan
Konstanta (a) 6.867 0.000 -
Prosedur Administrasi (X1) -.107 0.067 H1 ditolak
Komunikasi (X2) 0.116 0.076 H2 ditolak
Kualitas Pelayanan (X3) 0.188 0.000 H3 diterima
F hitung 37.259 0.000 Model layak
2
R 0,312 Kontribusi
31,2%
Sumber: olah data primer 2017
Berdasarkan hasil yang terdapat pada tabel 4.14 diatas, maka dapat

dirumuskan persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:

Y= 6.867-0.107X1 + 0.116 X2+0.188 X3

Dari model persamaan regresi linear berganda di atas dapat diketahui

bahwa nilai konstanta sebesar 6.867 yang berarti bahwa tanpa adanya pengaruh
75

dari variable prosedur adminitrasi, konumikasi dan kualitas pelayanan, behaviour

intention telah mencapai 14,396.

Hipotesis 1, nilai koefisien regresi prosedur adminitrasi sebesar -0.107.

Hal ini berarti terdapat pengaruh negatif prosedur adminitrasi terhadap behaviour

intention, apabila prosedur adminitrasi menurun sebesar satu satuan maka

behaviour intention akan menurun sebesar -0.107 dalam setiap satuannya dengan

asumsi variabel lain tidak mengalami perubahan atau konstan dan nilai signifikan

0,067>0,05, berarti Ha ditolak dan H0 diterima dengan demikian dapat dikatakan

bahwa tidak terdapat pengaruh antara prosedur adminitrasi dengan behaviour

intention pada pasien di RSGM Baiturrahmah Padang.

Hipotesis 2, nilai koefisien regresi komunikasi sebesar 0.116. Hal ini

berarti terdapat pengaruh positif komunikasi terhadap behaviour intention, apabila

nlai komunikasi meningkat sebesar satu satuan maka behaviour intention akan

meningkat sebesar 0.116 dalam setiap satuannya dengan asumsi variabel lain tidak

mengalami perubahan atau konstan dan nilai signifikan 0,076>0,05, berarti Ha

ditolak dan H0 diterima dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak terdapat

pengaruh antara komunikasi terhadap behaviour intention pada pasien di RSGM

Baiturrahmah Padang.

Hipotesis 3, nilai koefisien regresi kualitas pelayanan sebesar 0.188. Hal

ini berarti terdapat pengaruh positif kualitas pelayanan terhadap behaviour

intention, apabila nlai kualitas pelayanan meningkat sebesar satu satuan maka

behaviour intention akan meningkat sebesar 0.188 dalam setiap satuannya dengan

asumsi variabel lain tidak mengalami perubahan atau konstan dan nilai signifikan
76

0,000<0,05, berarti Ha ditolak dan H0 diterima dengan demikian dapat dikatakan

bahwa terdapat pengaruh antara kualitas pelayanan terhadap behaviour intention

pada pasien di RSGM Baiturrahmah Padang.

Nilai F hitung sebesar 37,259 dengan signifikan 0,000 atau lebih kecil dari

0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model penelitian tentang

pengaruh prosedur adminsitrasi, komunikasi dan kualitas pelayanan terhadap

behaviour intention layak.

Nilai R2 (R square) diperoleh 0,312 yang dapat diinterprestasikan bahwa

kontribusi pengaruh prosedur adminsitrasi, komunikasi dan kualitas pelayanan

terhadap behaviour intention adalah 31,2%, sedangkan sisanya 68,8% merupakan

kontribusi variabel lain.

4.1.6.2 Pengaruh Prosedur Administrasi, Komunikasi dan Kualitas


Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien

Tujuan menggunakan regresi linear berganda dalam penelitian ini adalah

untuk mengetahui pengaruh prosedur adminsitrasi, komunikasi dan kualitas

pelayanan terhadap kepuasan pada pasien yang berkunjung ke RSGM

Baiturrahmah Padang.

Tabel 4.15
Hasil Analisis Regresi Linear Berganda
Pengaruh Prosedur Administrasi, Komunikasi dan Kualitas Pelayanan
Terhadap Kepuasan Pasien
Kepuasan Pasien (Z) Keputusan
77

Konstanta dan Koefisien


Signifikan
Variabel Bebas Regresi
Konstanta (a) 4.368 .000 -
Prosedur Administrasi H1 ditolak
-.037 .388
(X1)
Komunikasi (X2) -.018 .717 H2 ditolak
Kualitas Pelayanan H3 diterima
.179 .000
(X3)
F hitung 45.907 0.000 Model layak
R2 0.359 Kontribusi
35.9%
Sumber: olah data primer 2017
Berdasarkan hasil yang terdapat pada Tabel 4.15 diatas, maka dapat

dirumuskan persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:

Y= 4.368-0.037X1 - 0.018 X2+0.179 X3+ e

Dari model persamaan regresi linear berganda di atas dapat diketahui

bahwa nilai konstanta sebesar 4.368 yang berarti bahwa tanpa adanya pengaruh

dari variable prosedur adminitrasi, komunikasi dan kualitas pelayanan, kepuasan

pasien telah mencapai 4.368.

Hipotesis 1, nilai koefisien regresi prosedur adminitrasi sebesar -0.037.

Hal ini berarti terdapat pengaruh negatif prosedur adminitrasi terhadap kepuasan

pasien, apabila prosedur adminitrasi menurun sebesar satu satuan maka kepuasan

pasien akan menurun sebesar -0.037 dalam setiap satuannya dengan asumsi

variabel lain tidak mengalami perubahan atau konstan dan nilai signifikan

0,388>0,05, berarti Ha ditolak dan H0 diterima dengan demikian dapat dikatakan

bahwa tidak terdapat pengaruh antara prosedur adminitrasi dengan kepuasan pada

pasien di RSGM Baiturrahmah Padang.

Hipotesis 2, nilai koefisien regresi komunikasi sebesar -0.037. Hal ini

berarti terdapat pengaruh negatif komunikasi terhadap kepuasan pasien, apabila


78

nlai komunikasi menurun sebesar satu satuan maka kepuasan pasien akan

menurun sebesar -0.037 dalam setiap satuannya dengan asumsi variabel lain tidak

mengalami perubahan atau konstan dan nilai signifikan 0,717>0,05, berarti Ha

ditolak dan H0 diterima dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak terdapat

pengaruh antara komunikasi terhadap kepuasan pada pasien di RSGM

Baiturrahmah Padang.

Hipotesis 3, nilai koefisien regresi kualitas pelayanan sebesar 0.179. Hal

ini berarti terdapat pengaruh positif kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien,

apabila nlai kualitas pelayanan meningkat sebesar satu satuan maka kepuasan

pasien akan meningkat sebesar 0.179 dalam setiap satuannya dengan asumsi

variabel lain tidak mengalami perubahan atau konstan dan nilai signifikan

0,000<0,05, berarti Ha ditolak dan H0 diterima dengan demikian dapat dikatakan

bahwa terdapat pengaruh antara kualitas pelayanan terhadap kepuasan pada pasien

di RSGM Baiturrahmah Padang.

Nilai F hitung sebesar 45.907 dengan signifikan 0,000 atau lebih kecil dari

0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model penelitian tentang

pengaruh prosedur adminsitrasi, komunikasi dan kualitas pelayanan terhadap

kepuasan pasien layak.

Nilai R2 (R square) diperoleh 0,359 yang dapat diinterprestasikan bahwa

kontribusi pengaruh prosedur adminsitrasi, komunikasi dan kualitas pelayanan

terhadap kepuasan pasien adalah 35.9%, sedangkan sisanya 64,1% merupakan

kontribusi variabel lain.

4.1.6.3 Pengaruh Kepuasan pasien Terhadap Behavior Intention


79

Hipotesis H5 menggunakan regresi linear sederhana dalam penelitian ini

adalah untuk mengetahui pengaruh kepuasan terhadap behaviour intention pasien

di RSGM Baiturrahmah Padang.

Tabel 4.16
Hasil Analisis Regresi Linear Sederhana
Pengaruh Kepuasan Terhadpa Behavior intention

Motivasi Pasien (Y)


Konstanta dan Keputusan
Koefisien
Variabel Bebas Signifikan
Regresi
Konstanta (a) 11.969 0,000 -
Kepuasan (Z) 0.530 0,000 H1 diterima
R2 0,168 Kontribusi
16,8%
Sumber: olah data primer 2017
Berdasarkan hasil yang terdapat pada tabel 4.16 diatas, maka dapat

dirumuskan persamaan regresi linear sederhana sebagai berikut:

Y= 11.969 + 0.530Z + e

Dari model persamaan regresi linear sederhana di atas dapat diketahui

bahwa nilai konstanta sebesar 11.969 yang berarti bahwa tanpa adanya pengaruh

dari variable kepuasan pasien, behavior intention telah mencapai 11.969.

Koefisien regresi variabel kepuasan (Z) adalah sebesar 0.530, artinya jika

kepuasan pasien meningkat satu satuan maka behaviour intention akan meningkat

sebesar 0.530 dengan signifikan 0,000 atau lebih kecil dari 0,05. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa kepuasan berpengaruh positif dan signifikan

terhadap behavior intention pada pasien di RSGM Baiturrahmah Padang.

Nilai R2 (R square) diperoleh 0,168 yang dapat diinterprestasikan bahwa

kontribusi pengaruh kepuasan terhadap behavior intention pasien adalah 16,8%,

sedangkan sisanya 83,2% merupakan kontribusi variabel lain.


80

4.1.7 Uji Mediasi Dengan Sobel test


Sobel test merupakan uji untuk mengetahui apakah pengaruh yang melalui

sebuah variabel mediasi secara signifikan mampu sebagai mediator dalam

hubungan tersebut. Dalam hal ini variabel prosedur administasi, komunikasi dan

kualitas pelayanan terhadap behaviour intention dan kepuasan pasien. Variabel

kepuasan merupakan mediator pengaruh dari prosedur administrasi ke behaviour

intention, pengaruh komunikasi ke behaviour intention dan pengaruh kualitas

pelayanan ke behaviour intention Untuk menguji seberapa besar peran variabel

kepuasan memediasi pengaruh variabel tersebut digunakan uji Sobel test. (Hayes,

A.F, 2013).

Tabel 4.17
Sobel test
DIRECT And TOTAL EFFECTS
Coeff s.e. t Sig(two)
b(YX) ,3652 ,0549 6,6457 ,0000
b(MX) ,2673 ,0553 4,8304 ,0000
b(YM.X) ,4109 ,0575 7,1437 ,0000
b(YX.M) ,2553 ,0524 4,8701 ,0000

Jalur 1

Coeff s.e. t Sig(two)

b(YX) ,3652 .0549 4,6457 .0000

ini adalah pengaruh niat perilaku ke prosedur adminstrasi. Besaran

koefisien regresi adalah 0,3652 dengan sig 0.000 (signifikan), artinya niat perilaku

berpengaruh positif terhadap prosedur administrasi


81

Niat perilaku Prosedur Administrasi


0,3652

b(MX) ,2673 ,0553 4.8304 .0000

ini adalah pengaruh niat perilaku ke Kepuasan pasien. Besaran koefisien

regresi adalah 0.2673 dengan sig 0.000 (signifikan), artinya niat perilaku

berpengaruh positif terhadap komunikasi.

Niat Perilaku 0,2673 Komunikasi

b(YM.X) ,4109 .0575 7,1437 .0000

ini adalah pengaruh prosedur administrasi ke komunikasi. Besaran

koefisien regresi adalah ,4109 dengan sig 0.000 (signifikan), artinya prosedur

administrasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap komunikasi.

b(YX.M) ,2553 ,0524 4,8701 .0000

ini adalah pengaruh niat perilaku ke prosedur administrasi setelah

komunikasi dimasukkan dalam model. Besaran koefisien regresi adalah 0,2553

dengan sig 0,000 (signifikan)

1. Pengaruh prosedur administrasi terhadap behaviour intention dengan

kepuasan sebagai mediasi

Kepuasan Pasien
(M)
82

a=-0,046 a=-0,529
SEa=0,062 SEa=0,075

Prosedur Administrasi (X1) Behavior Intention (Y)

Model di atas merupakan model yang terbentuk dari hasil regresi pertama

dan kedua sehingga membentuk model analisis jalur (path analysis) dengan

variabel kepuasan sebagai mediatornya. Nilai z dari Sobel test tidak dapat

dihasilkan langsung dari hasil regresi tetapi dengan perhitungan secara manual

dengan rumus sobel tes. Hasil perhitungan nilai z dari sobel test adalah :

Dari hasil perhitungan sobel test di atas mendapatkan nilai z sebesar -0,8,

karena nilai z yang diperoleh sebesar -0,8 < 0,19 dengan tingkat signifikansi 5%

maka membuktikan bahwa kepuasan tidak mampu memediasi pengaruh prosedur

administrasi terhadap behavior intentions.

2. Pengaruh komunikasi terhadap behaviour intentions dengan kepuasan

sebagai mediasi

Kepuasan Pasien
(M)
83

a=-0,251 a=-0,445
SEa=0,061 SEa=0,075

Komunikasi (X2) Behavior Intentions (Y)

Model di atas merupakan model yang terbentuk dari hasil regresi pertama

dan kedua sehingga membentuk model analisis jalur (path analysis) dengan

variabel kepuasan sebagai mediatornya. Nilai z dari Sobel test tidak dapat

dihasilkan langsung dari hasil regresi tetapi dengan perhitungan secara manual

dengan rumus sobel tes. Hasil perhitungan nilai z dari sobel test adalah :

Dari hasil perhitungan sobel test di atas mendapatkan nilai z sebesar 4,71,

karena nilai z yang diperoleh sebesar 4,71>1.98 dengan tingkat signifikansi 5%

maka membuktikan bahwa kepuasan mampu memediasi pengaruh komunikasi

terhadap behavior intentions.

3. Pengaruh kualitas pelayanan terhadap behaviour intentions dengan

kepuasan sebagai mediasi

Kepuasan Pasien
(M)
84

a=-0,177 a=-0,169
SEa=0,025 SEa=0,085

Kualitas Pelayanan (X3) Behavior Intentions (Y)

Model di atas merupakan model yang terbentuk dari hasil regresi pertama

dan kedua sehingga membentuk model analisis jalur (path analysis) dengan

variabel kepuasan sebagai mediatornya. Nilai z dari Sobel test tidak dapat

dihasilkan langsung dari hasil regresi tetapi dengan perhitungan secara manual

dengan rumus sobel tes. Hasil perhitungan nilai z dari sobel test adalah :

Dari hasil perhitungan sobel test di atas mendapatkan nilai z sebesar 2,07,

karena nilai z yang diperoleh sebesar 2,07>0,97 dengan tingkat signifikansi 5%

maka membuktikan bahwa kepuasan mampu memediasi pengaruh kualitas

pelayanan terhadap behavior intentions.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pengaruh Prosedur Administrasi terhadap Niat Perilaku (Behavioral


Intentions) di RSGM Baiturrahmah Padang
85

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai koefisien regresi prosedur

adminitrasi sebesar 0.-107. Hal ini berarti terdapat pengaruh negatif prosedur

adminitrasi terhadap behaviour intention, apabila prosedur adminitrasi menurun

sebesar satu satuan maka behaviour intention akan menurun sebesar -0.107 dalam

setiap satuannya dengan asumsi variabel lain tidak mengalami perubahan atau

konstan dan nilai signifikan 0,067>0,05, berarti Ha ditolak dan H0 diterima dengan

demikian dapat dikatakan bahwa tidak terdapat pengaruh antara prosedur

adminitrasi dengan behaviour intention pada pasien di RSGM Baiturrahmah

Padang.

Administrasi merupakan proses penyelenggaraan serangkaian kegiatan

oleh sekelompok orang yang bekerja bersama untuk mencapai tujuan yang telah

dicapai sebelumnya dengan pemanfaatan sarana dan prasarana tertentu (Siagiani,

1989). Administrasi mengandung paling sedikit lima unsur, yaitu proses,

serangkaian kegiatan, sekelompok orang, sarana dan prasarana serta tujuan

(Rahayu, 2005). Rumah sakit membutuhkan tenaga administrasi yang baik

untuk mengelola kinerja para pekerja di bidang kesehatan. Administrasi

kesehatan lebih menekankan pada pengaturan keuangan, kepegawaian,

penerimaan pasien, dan proses administrasi rawat jalan. Dalam mengikuti

kemajuan tekhnologi dibidang kedokteran, unit pelayanan kesehatan yang utama

yaitu Rumah Sakit, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta. Selain

untuk tempat memberikan pelayanan kesehatan paripurna digunakan juga untuk

pencatatan atau penerapan penemuan baru cara pelayanan kesehatan.


86

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hamim

Asrori (2009) dengan judul “Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosional,

Kompetensi, prosedur administrasi dan Komunikasi Terhadap Kepuasan Kerja

Bawahan”. Hasil kajian menunjukan bahwa terdapat hubungan positif yang

signifikan prosedur administrasi dengan kepuasan kerja bawahan.

Kesimpulan peneliti bahwa terdapat pengaruh negatif prosedur administasi

terhadap niat perilaku, hal ini bisa disebabkan oleh proses administrasi registrasi

RSGM Unbrah Padang yang sulit, kurang terjadinya informasi yang lengkap

mengenai administrasi dan waktu yang dibutuhkan dalam prosedur administrasi

dari pendaftaran sampai keruangan yang cukup lama, sehingga pasien bosan untuk

menunggu tanpa ada kepastian dari petugas kesehatan kapan mereka akan

melakukan pemeriksaan dan bertemu dengan dokter sehingga akan

mengakibatkan pasien akan mengurungkan niatnya untuk berkunjung lagi ke

rumah sakit jika melakukan pemeriksaan lagi.

4.2.2 Pengaruh Komunikasi terhadap Niat Perilaku (Behavioral Intentions)


di RSGM Baiturrahmah Padang

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai koefisien regresi komunikasi

sebesar 0.116. Hal ini berarti terdapat pengaruh positif komunikasi terhadap

behaviour intention, apabila nilai komunikasi meningkat sebesar satu satuan maka

behaviour intention akan meningkat sebesar 0.116 dalam setiap satuannya dengan

asumsi variabel lain tidak mengalami perubahan atau konstan dan nilai signifikan

0,076>0,05, berarti Ha ditolak dan H0 diterima dengan demikian dapat dikatakan

bahwa tidak terdapat pengaruh antara komunikasi terhadap behaviour intention

pada pasien di RSGM Baiturrahmah Padang.


87

Salah satu kecakapan utama yang dibutuhkan bagi seorang manajer adalah

kemampuan untuk berkomunikasi secara aktif. Secara umum, komunikasi dapat

dikatakan sebagai kemampuan mengekspresikan dengan tepat apa yang

disampaikan, memahami pendapat orang lain secara empati, serta membuat

kesepakatan bersama melalui pendekatan persuasif. Mathis dan Jackson (2006)

mengartikan komunikasi sebagai proses penyampaian dan pemahaman makna,

artinya gagasan dan informasi tidak hanya dapat dihantarkan dan ditanamkan

maknanya tetapi juga harus dipahami.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hamim

Asrori (2009) dengan judul “Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosional,

Kompetensi, prosedur administrasi dan Komunikasi Terhadap Kepuasan Kerja

Bawahan”. Hasil kajian menunjukan bahwa terdapat hubungan positif yang

signifikan komunikasi dengan kepuasan kerja bawahan.

Kesimpulan peneliti terhadap hasil penelitian bahwa terdapat pengaruh

positif antara komunikasi terhadap behaviour intention, akan tetapi tidak terdapat

hubungan yang signifikan, hal tersebut disebabkan karena responden beranggapan

bahwa sebelum memberikan resep obat, staf Farmasi (Apotek) RSGM

Baiturrahmah Padang sangat jarang berkomunikasi dengan pasien untuk

menjelaskan aturan minum obat, sebelum memberikan resep obat, staf Farmasi

(Apotek) RSGM Baiturrahmah Padang sangat jarang berkomunikasi dengan

pasien apa efek samping obat, para dokter, perawat atau anggota lain dari staf

RSGM Baiturrahmah Padang jarang berkomunikasi dengan pasien setelah

dilakukan pasca perawatan dan staf RSGM Unbrah Padang sangat jarang
88

berkomunikasi dengan pasien tentang gejala kesehatan setelah meninggalkan

pasca perawatan, untuk itu keinginan pasien untuk berkunjung kembali bisa

menjadi berkurang.

4.2.3 Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Niat Perilaku (Behavioral


Intentions) di RSGM Baiturrahmah Padang

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh koefisien regresi kualitas pelayanan

sebesar 0.188. Hal ini berarti terdapat pengaruh positif kualitas pelayanan

terhadap behaviour intention, apabila nlai kualitas pelayanan meningkat sebesar

satu satuan maka behaviour intention akan meningkat sebesar 0.188 dalam setiap

satuannya dengan asumsi variabel lain tidak mengalami perubahan atau konstan

dan nilai signifikan 0,000<0,05, berarti H a ditolak dan H0 diterima dengan

demikian dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh antara kualitas pelayanan

terhadap behaviour intention pada pasien di RSGM Baiturrahmah Padang.

Kualitas pelayanan yang dirasakan mengacu penilaian pelanggan tentang

keunggulan atau inferioritas layanan yang diberikan oleh organisasi (Parasuraman,

Zeithaml, & Berry, 1988). Layanan kualitas adalah jantung dan jiwa dari setiap

organisasi jasa. Ini adalah faktor yang berkontribusi terhadap keberhasilan dan

kelangsungan hidup perusahaan (McCain, Jang, & Hu, 2005). Dalam industri

kesehatan, menerima baik perawatan berkualitas adalah hak semua pasien dan

menyediakan perawatan kesehatan yang berkualitas baik adalah etika kewajiban

semua penyedia layanan kesehatan (Zineldin, 2006). Hal ini paling penting bagi

kesehatan penyedia untuk meningkatkan kualitas layanan mereka dari waktu ke

waktu dengan mengambil persepsi pasien dan sharapan menjadi pertimbangan.


89

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustiono dan Sumarno

(2006), dalam penelitiannya tentang analisis pengaruh kualitas pelayanan terhadap

kepuasan dan behavior intention pada pasien rawat inap di Rumah Sakit

St.Elizabeth Semarang membuktikan bahwa ada pengaruh kualitas pelayanan

terhadap behavior intentions pasien.

Salah satu faktor penting yang dapat membuat pelanggan puas adalah

kualitas pelayanan (Shellyana dan Basu, 2002). Penelitian yaang dilakukan oleh

Seffy, dkk (2010) yang melakukan penelitian tentang analisa pengaruh kualitas

pelayanan, kepercayaan, komplain dan kepuasan pelanggan terhadap loyalitas

pelanggan (studi kasus : PT. Garuda Indonesia Palembang). Temuan penelitian

membuktikan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh signifikan positif terhadap

kepuasan pelanggan.

Kesimpulan peneliti terhadap hasil penelitian bahwa terdapat pengaruh

positif dan signifikan antara kualitas layanan terhadap behaviour intention pada

pasien di RSGM Baiturrahmah, hal ini terlihat dari respon dari responden bahwa

kondisi fisik rumah sakit yang nyaman, adanya perhatian sangat cepat oleh dokter

dan staf medis dalam merespon pasien, adanya kehandalan dari para Dokter dan

staf dalam menggunakan peralatan dan memberikan pelayanan yang akurat, daya

tanggap dari Dokter dan staf medis RSGM yang cepat seperti terampil dalam

menjawab pertanyaan pasien dan perilaku Dokter dan staf medis menanamkan

keeprcayaan pada pasien serta jaminan dari rumah sakit yang baik seperti adanya

ketepatan waktu atau jadwal rumah sakit dalam memberikan pelayanan serta

rumah sakit memiliki prestasi yang baik di mata masyarakat.


90

4.2.4 Pengaruh Prosedur Administrasi Terhadap Kepuasan Pasien Di RSGM


Baiturrahmah Padang

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh koefisien regresi prosedur

adminitrasi sebesar -0.037. Hal ini berarti terdapat pengaruh negatif prosedur

adminitrasi terhadap kepuasan pasien, apabila prosedur adminitrasi menurun

sebesar satu satuan maka kepuasan pasien akan menurun sebesar -0.037 dalam

setiap satuannya dengan asumsi variabel lain tidak mengalami perubahan atau

konstan dan nilai signifikan 0,388>0,05, berarti Ha ditolak dan H0 diterima dengan

demikian dapat dikatakan bahwa tidak terdapat pengaruh antara prosedur

adminitrasi dengan kepuasan pada pasien di RSGM Baiturrahmah Padang

Menurut Hall dan Dornan (1988, cit Pohan, 2007) mengatakan bahwa

kepuasan pasien adalah keluaran dari layanan kesehatan dan suatu perubahan dari

sistem layanan kesehatan yang ingin dilakukan tidak mungkin tepat sasaran dan

berhasil tanpa dilakukan pengukuran kepuasaan pasien. Hasil pengukuran

kepuasaan pasien akan digunakan sebagai dasar untuk mendukung perubahan

sistem layanan kesehatan, perangkat yang digunakan untuk mengukur kepuasan

pasien tersebut harus handal dan dapat dipercaya.

Berbeda dengan penelitian lain yang dilakukan oleh Hamim Asrori (2009)

dengan judl “Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kompetensi dan dan

Komunikasi Terhadap Kepuasan Kerja Bawahan”. Hasil kajian menunjukan

bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan prosedur administrasi terhadap

kepuasan responden.

Kesimpulan peneliti terhadap hasil penelitian bahwa pasien belum merasa

puas terhadap prosedur administrasi yang diterapkan oleh pihak rumah sakit,
91

prosedur dirasakan sulit dan butuh waktu yang cukup lama, sehingga pasien harus

menunggu untuk menyelesaikan prosedur administrasi, faktor yang membuat

butuh waktu adalah diperlukannya koordinasi antara petugas dari administrasi

dengan petugas lainnya dalam hal menentukan ruangan serta penangangan yang

akan dilakukan, sehingga pasien memang harus menunggu untuk hal tersebut.

4.2.5 Pengaruh Komunikasi Terhadap Kepuasan Pasien Di RSGM


Baiturrahmah Padang

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh koefisien regresi komunikasi

sebesar -0.037. Hal ini berarti terdapat pengaruh negatif komunikasi terhadap

kepuasan pasien, apabila nlai komunikasi menurun sebesar satu satuan maka

kepuasan pasien akan menurun sebesar -0.037 dalam setiap satuannya dengan

asumsi variabel lain tidak mengalami perubahan atau konstan dan nilai signifikan

0,717>0,05, berarti Ha ditolak dan H0 diterima dengan demikian dapat dikatakan

bahwa tidak terdapat pengaruh antara komunikasi terhadap kepuasan pada pasien

di RSGM Baiturrahmah Padang.

Menurut Rivai (2007) mengartikan komunikasi sebagai proses

penyampaian penyampaian informasi atau pengiriman kepada penerima

informasi. Dengan demikian penerimaan informasi harus memahami isi informasi

yang diterimanya, sebaliknya apabila penerima informasi tidak memahami

informasi yang di berikan oleh pemberi informasi, berarti tidak terjadi komunikasi

secara efektif yang pada akhirnya dapat menimbulkan konflik. Komunikasi sangat

penting dalam suatu organisasi terdiri dari sejumlah orang yang bekerja sama atau

berinteraksi satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Interaksi yang

harmonis diantara para anggota organisasi, baik dalam hubungan timbal balik
92

secara vertikal maupun dalam hubungan timbal balik secara horizontal adalah

dkarenakan komunikasi.

Hasil penelitian Richard dan Hanafi (2013) menunjukkan bahwa

komunikasi interpersonal perawat berpengaruh kuat terhadap tingkat kepuasan

pasien di IRNA Dewasa Kelas 3 RS. Baptis Kediri. Hasil dari penelitian

Mirnawati (2014) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal perawat

berhubungan kuat dengan kepuasan pasien di pasien. Semakin tinggi komunikasi

interpersonal perawat, maka kepu-asan pasien semakin tinggi pula. Demikian

sebaliknya, semakin rendah komunikasi interpersonal perawat, maka kepuasan

pasien semakin rendah pula. Sujatmiko (2012) menyatakan terdapat hubungan

yang kuat antara komunikasi verbal dan non verbal dengan kepuasan pasien.

Menurut Chang et al (2013) menunjukkan pelayanan interpersonal berpengaruh

signifikan terhadap kepuasan pasien.

Kesimpulan peneliti terhadap hasil penelitian bahwa komunikasi

berpengaruh negatif terhadap kepuasan pasien, komunikasi yang tidak baik seperti

responden mengalami kesulitan untuk mendapatkan suatu informasi yang mereka

butuhkan, akan tetapi petugas tidak memberikan jawaban yang memuaskan

sehingga pasien tidak puas terhadap pelayanan rumah sakit.

4.2.6 Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Kepuasan Pasien di RSGM


Baiturrahmah Padang

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai koefisien regresi kualitas

pelayanan sebesar 0.179. Hal ini berarti terdapat pengaruh positif kualitas

pelayanan terhadap kepuasan pasien, apabila nlai kualitas pelayanan meningkat

sebesar satu satuan maka kepuasan pasien akan meningkat sebesar 0.179 dalam
93

setiap satuannya dengan asumsi variabel lain tidak mengalami perubahan atau

konstan dan nilai signifikan 0,000<0,05, berarti Ha ditolak dan H0 diterima dengan

demikian dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh antara kualitas pelayanan

terhadap kepuasan pada pasien di RSGM Baiturrahmah Padang.

Brown (1990, cit. Pohan, 2007), menyatakan bahwa kualitas merupakan

fenomena komprehensif dan multidimensi. Dimensi tersebut antara lain

kompetensi teknis, keterjangkauan/akses terhadap pelayanan, efektivitas, efisiensi,

kesinambungan, keamanan, kenyamanan, informasi, ketepatan waktu dan

hubungan antar manusia. Kualitas erat hubungannya dengan sikap dan perilaku

individu tertentu dalam melakukan pelayanan terhadap pelanggan dengan

memuaskan kebutuhan dan keinginan. Kualitas pelayanan merupakan keseluruhan

ciri serta sifat sebuah produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuan

untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan yang dinyatakan atau yang tersirat

(Kotler dan Keller (2011).

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustiono dan Sumarno

(2006), dalam penelitiannya berjudul "Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan

terhadap Kepuasan dan Loyalitas Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit St.Elisabeth

Semarang” Membuktikan bahwa ada pengaruh kualitas pelayanan dan kepuasan

pasien Rumah Sakit St.Elisabeth Semarang. Penelitian Margaretha (2004) yang

berjudul “Studi Mengenai Loyalitas Pelanggan pada Divisi Asuransi Kumpulan

AJB Bumiputera 1912 (Studi Kasus di Jawa Tengah)”, yang membuktikan bahwa

kinerja pelayanan berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan.


94

Kesimpulan peneliti terhadap hasil penelitian bahwa kualitas pelayanan di

rumah sakit memiliki pengaruh terhadap kepuasan pasien, hal ini dapat

diindikasikan bahwa kualitas pelayanan pada RSGM Baiturrahma Padang sudah

baik, hal tersebut terlihat dari tingkat capaian responden pada umumnya

menyatakan bahwa kualitas layanna dari segala dimensi sudah baik, hanya

beberapa dimensi pada kategori cukup baik, sehingga hal ini memberikan

kepuasan kepada pasien.

4.2.7 Pengaruh Kepuasan Pasien Terhadap Behavior Intention di RSGM


Baiturrahmah Padang

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh Koefisien regresi variabel kepuasan

(Z) adalah sebesar 0.530, artinya jika kepuasan pasien meningkat satu satuan

maka behaviour intention akan meningkat sebesar 0.530 dengan signifikan 0,000

atau lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepuasan

berpengaruh positif dan signifikan terhadap behavior intention pada pasien di

RSGM Baiturrahmah Padang dan kontribusi pengaruh kepuasan terhadap

behavior intention pasien adalah 16,8%, sedangkan sisanya 83,2% merupakan

kontribusi variabel lain.

Kepuasan pasien mengacu pada sejauh mana harapan pasien diinginkan,

tujuan, dan preferensi dipenuhi oleh penyedia perawatan kesehatan dan atau jasa

(Debono & Travaglia, 2009). Menurut Kirsner dan Federman (1997), kepuasan

pasien dapat dijelaskan sebagai proses interaktif yang mencerminkan penilaian

kualitas pasien pada pelayanan medis berpengalaman. Telah ditemukan bahwa

kepuasan pasien adalah penting untuk layanan kesehatan penyedia dalam tiga

bidang berikut: (1) mempertahankan hubungan mereka dengan pasien yang pasien
95

puas dikembalikan pelanggan; (2) mengidentifikasi area kekuatan dan kelemahan

dalam organisasi, dan (3) hubungan dengan keuntungan finansial mereka

(Aldaqal, Alghamdi, AlTurki, Eldeek, & Kensarah, 2012). Akibatnya, kepuasan

pasien adalah indikator kunci sukses lain untuk penyedia layanan kesehatan

(Pakdil & Harwood, 2005).

Kesimpulan peneliti terhadap hasil penelitian bahwa kepuasan pasien akan

menentukan niat perilaku pasien untuk melakukan kunjungan kembali, terdapat

pengaruh positif kepuasan terhadap behaviour intentions artinya semakin puas

pasien maka akan semakin meningkatkan behaviour intentions dimana Behavior

intentions yang dimaksud pada penelitian ini adalah keinginan pasien dan

keluarganya untuk tetap menggunakan jasa RSGM Baiturrahmah dalam

pelayanan kesehatan di Padang.

4.2.8 Pengaruh Prosedur Administrasi terhadap behavior intention melalui


Kepuasan sebagai Variabel intervening di RSGM Baiturrahmah
Padang

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh Variabel prosedur administrasi (X1)

masih berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap behavior intention (Y)

karena nilai signifikan sebesar 0,083>0,05. Dengan demikian dapat diartikan

bahwa kepuasan (Z) tidak berperan sebagai partial intervening antara prosedur

administrasi (X1) dan behavior intention (Y), sehingga hipotesis H8 tidak dapat

diterima. Hasil analisi intervening menunjukan bahwa prosedur administrasi tidak

mempengaruhi behavior intention melalui kepuasan pasien, yang dibuktikan dari

nilai pengaruh tidak langsung lebih kecil dibandingkan dengan pengaruh langsung

terhadap behavior intention.


96

Menurut Kotler dan Keller (2009 : 138) kepuasan (satisfaction) merupakan

Perasaan senang atau kecewa seseorang yang timbul karena membandingkan

kinerja yang telah dipersepsikan produk (atau hasil) terhadap ekspektasi mereka.

Jika kinerja gagal memenuhi ekspektasi, pelanggan akan tidak puas. Jika kinerja

sesuai dengan ekspektasi, pelanggan akan puas. Jika kinerja melebihi ekspektasi,

pelanggan akan sangat puas atau senang. Menurut Mirnawati (2014) menjelaskan

bahwa kepuasan merupakan keadaan psikis yang menyenangkan, yang dirasakan

oleh karena terpenuhinya secara relatif semua kebutuhan secara memadai meliputi

terciptanya rasa aman, kondisi lingkungan yang menye-nangkan, menarik keadaan

sosial yang baik, adanya penghargaan, adanya perasaan diri diakui dan bermanfaat

dalam lingkungan. Pe-ngukuran variabel kepuasan dalam penelitian ini

mengadopsi dan mengembangkan indikator kepuasan yang digunakan oleh

Alrubaiee & Alkaa’ida (2011) yaitu biaya pelayanan, pelayanan, lingkungan

rumah sakit, prosedur pelayanan.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Indra Kesuma Ramlan (2012), dalam

penelitiannya berjudul "Pengaruh Kualitas Pelayanan, Kepercayaan, Penanganan

Keluhan terhadap Behavioral Intentions Pasien RSUD H Hanafie Muara Bungo

dengan Kepuasan pasien sebagai variabel intervening” Membuktikan bahwa ada

pengaruh kualitas pelayanan dan kepuasan pasien RSUD H. Hanafie.

Kesimpulan peneliti bahwa kepuasan tidak mampu menjadi intervening

dalam meningkatkan keinginan pasien untuk berkunjung kembali dari segi

prosedur administrasi, sehingga prosedur administrasi harus diselaraskan dengan


97

keinginan pasien sehingga hal tersebut mampu membuat pasien ingin melakukan

kunjungan lagi ke rumah sakit jika memerlukan perawatan medis.

4.2.9 Pengaruh Komunikasi terhadap behavior intention melalui Kepuasan


sebagai variabel intervening di RSGM Baiturrahmah Padang

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh komunikasi (X2) masih

berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap behavior intention (Y) karena

nilai signifikan sebesar 0,067> 0,05. Dengan demikian dapat diartikan bahwa

kepuasan (Z) tidak berperan sebagai partial intervening antara komunikasi (X2)

dan behaviorintention (Y), sehingga hipotesis H9 tidak dapat diterima. Hasil

analisi intervening menunjukan bahwa komunikasi tidak mempengaruhi behavior

intention melalui kepuasan pasien, yang dibuktikan dari nilai pengaruh tidak

langsung lebih kecil dibandingkan dengan pengaruh langsung terhadap behavior

intention.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh

Alrubaiee & Alkaa’ida (2011) maupunChang, et al (2013). Nasution

(2004:105) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan

harapan pelanggan antara lain adalah pengalaman pribadi masa lalu ketika

mengkonsumsi produk dari perusahaan maupun pesaing-pesaingnya maupun

pengalaman dari teman-teman,dimana mereka akan menceritakan kualitas

produk yangakan dibeli oleh pelanggan itu.


Menurut Nasution, (2004) bahwa komunikasi melalui iklan dan pemasaran

jugamempengaruhi persepsi pelanggan. Orang-orang di bagian unit rawat jalan

hendaknya tidak berlebihan memberikan janji maupun ekspektasi kepada

pelanggan, namun sikap ramah dan sopan senantiasa akan memberikan kesan
98

positifsehingga orang yang sudah percaya akan bertambah puas bilamana

terjalin komunikasi interpersonal yang baik antaratenaga kesehatan dan pasien.


Kesimpulan peneliti terhadap hasil peneltian bahwa kepuasan belum

mampu menjadikan komunikasi mempengaruh niat responden untuk kembali

melakukan kunjungan, komunikasi yang baik ditunjukan oleh petugas kesehatan

RSGM Baiturrahmah Padang akan memberikan rasa nyaman dan kepuasan

tersendiri oleh responden, sehingga rasa nyaman tersebut akan mengalirkan

pikiran bahwa jika mereka memerlukan perawatan diri maka RSGM baiturrahmah

Kota Padang adalah tempat yang nyaman dan puas untuk dikunjungi kembali.

4.2.10 Pengaruh Kualitas Layanan terhadap behavior intention melalui


Kepuasan sebagai variabel intervening di RSGM Baiturrahmah
Padang

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kualitas pelayanan (X3) masih

berpengaruh positif dan signifikan terhadap behavior intention (Y) karena nilai

signifikan sebesar 0,000 < 0,05. Dengan demikian dapat diartikan bahwa

kepuasan (Z) berperan sebagai partial intervening antara kualitas pelayanan (X3)

dan behavior intention (Y), sehingga hipotesis H10 dapat diterima. Hasil analisi

intervening menunjukan bahwa komunikasi tidak mempengaruhi behavior

intention melalui kepuasan pasien, yang dibuktikan dari nilai pengaruh tidak

langsung lebih kecil dibandingkan dengan pengaruh langsung terhadap behavior

intention.

Menurut Mirnawati (2014) menjelaskan bahwa kepuasan merupakan

keadaan psikis yang menyenangkan, yang dirasakan oleh karena terpenuhinya

secara relatif semua kebutuhan secara memadai meliputi terciptanya rasa aman,
99

kondisi lingkungan yang menye-nangkan, menarik keadaan sosial yang baik,

adanya penghargaan, adanya perasaan diri diakui dan bermanfaat dalam

lingkungan.

Sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Indra Kesuma

Ramlan (2012), dalam penelitiannya berjudul " Pengaruh Kualitas Pelayanan,

Kepercayaan, Penanganan Keluhan terhadap Behavioral Intentions Pasien RSUD

H Hanafie Muara Bungo dengan Kepuasan pasien sebagai variabel intervening”

Membuktikan bahwa ada pengaruh kualitas pelayanan dan kepuasan pasien

RSUD H. Hanafie.
Kesimpulan peneliti terhadap hasil penelitian bahwa kepuasan mampu

memberikan pengaruh kualitas layanan terhadap niat perilaku responden, hal

tersebut terjadi karena responden merasakan bahwa kualitas pelayanan dari semua

sektor sudah memberikan rasa puas, sehingga semakin puas seseorang maka akan

meningkatkan keinginan untuk kembali melakukan pengobatan pada lokasi

tersebut.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang Pengaruh Prosedur Administrasi,

Komunikasi Dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien Serta

Dampaknya Terhadap Niat Berprilaku Variabel Intervening (Studi Pada RSGM

Baiturrahmah Padang), dapat disimpulkan sebagai berikut :


100

1. Prosedur administrasi berpengaruh negatif dan tidak signifikan

terhadap behavior intention.

2. Komunikasi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap

behavior intention.

3. Kualitas Pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

behavior intention.

4. Prosedur administrasi berpengaruh negatif dan tidak signifikan

terhadap Kepuasan Pasien.

5. Komunikasi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap

Kepuasan Pasien.

6. Kualitas Pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Kepuasan Pasien.

7. Kepuasan pasien berpengaruh positif dan signifikan terhadap behavior

intention.

8. Prosedur administrasi berpengaruh negatif dan tidak signifikan

terhadap behavior intention (Y) artinya kepuasan (Z) tidak berperan

sebagai partial intervening.

9. Komunikasi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap

behavior intention (Y) artinya kepuasan (Z) tidak berperan sebagai

partial intervening.

10. Kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

behavior intention (Y) artinya kepuasan (Z) berperan sebagai partial

intervening.
101

5.2 Implikasi Penelitian

1. Bagi Keilmuan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi perkembangan

ilmu kedokteran gigi juga dapat menambah pengetahuan, informasi, dan

wawasan dalam hal merencanakan dan melaksanakan penelitian,

menyusun laporan hasil penelitian, serta meningkatkan keterampilan

untuk menyajikan fakta secara jelas dan juga memberikan sumbangan

ilmiah dalam bidang kesehatan khususnya tentang pengaruh prosedur

penelitian,komunikasi dan kualitas pelayanan terhadai behavior intentions

dengan kepuasan sebagai mediasi.

2. Bagi Praktisi

a. Bagi tenaga kesehatan

Bagi tenaga kesehatan (dokter dan perawat) diharapkan dapat

memberikan pelayanna yang lebih maksimal pada smeua sektor

pelayanan, sehingga pasien merasakan bahwa petugas kesehatan di

RSGM Baiturrahmah Padang sudah maksimal dalam melakukan

pelayanan dan pasien berkeinginan untuk berkunjung kembali jika

harus melakukan pengobatan.

b. Bagi RSGM

Diharapkan kepada petugas kesehatan RSGM Baiutrrahmah

Padang lebih meningkatkan kualitas pelayanan dari semua dimensi

pelayanan, menunjukan komunikasi yang baik dan sopan serta


102

mempermudah prosedur administrasi, sehingga hal tersebut mampu

membuat pasien merasa puas.

5.3 Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari bahwa penelitian yang dilakukan memiliki kekurangan

yang disebabkan adanya keterbatasan yang peneliti miliki selama pembuatan

penelitian ini. Keterbatasan tersebut meliputi :

1. Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam objek penyebaran

kuesioner yang kurang maksimal.

2. Masih kurangnya variabel yang belum digunakan dalam penelitian ini.

5.4 Saran

Berdasarkan hasil penelitian maka saran yang disampaikan penulis untuk

peneliti dan pembaca selanjutnya adalah sebagai berikut :

1. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menambah jumlah variabel

penelitian sehingga model regresi semakin berkembang.

2. Penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas pelayanan memiliki

pengaruh terhadap behavior intention dan kepuasan pasien mampu

menjadi intervening, oleh sebab itu diharapkan kepada pihak Manajer

RSGM Baiturrahmah Kota Padang untuk lebih meningkatkan

kepuasan pasien dengan meningkatkan kualiats pelayanan dari segala

sektor.

3. Menyederhanakan dan memudahkan prosedur administrasi sehingga

pasien tidak mengalami kesulitan ketika melakukan pengurusan

administrasi.
103

4. Hendaknya petugas kesehatan di RSGM Baiturrahmah Kota Padang

mampu meningkatkan komunikasi yang baik kepada pasien, sehingga

hal tersebut membuat pasien merasakan kepuasan terhadap pelayanan

dan pasien berniat untuk melakukan kunjungan lagi jika melakukan

cek kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Aditama T. J., 2010, Manajemen Administrasi Rumah Sakit, Universitas Indonesia


Press, Salemba, Jakarta, hal. 1-218.
Ajzen, I. & Fishbein, M. (1980). Understanding attitudes and predicting social
behavior.Cliffs, NJ: Prentice Hall, Englewood
Anggita, Dhita., 2012., Analisis Waktu Tunggu Pemberian Informasi Tagihan
Pasien Pulang Rawat Inap Di RS Grha Permata Ibu Tahun 2012., UI.,
Jakarta. Skripsi.
Arikunto S., 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, PT Asdi
Mahastya, Jakarta, hal. 74-92; 245.
Arma U., 2015, “Wawancara RSGM Universitas Baiturrahmah”, Aie Pacah Km
14, Padang, (31 Maret 2015).
104

Bartlett, M.S., 1950., Tests of significance in factor analysis. British Journal of


Statistical. Psychology.3. 77-85
Cronbach. L.J., 1951., Coeficient alpha and the internal structureof tests.
Phyycometrika, 16(3). 297-334.
Chang, Ching-Sheng, Chen, Su-Yueh and Lan, Yi-Ting. 2013. Service
quality, trust, and patient satisfaction in interpersonal-based medical
service encounters, BMC Health Services Research 2013, 13:22.
F. Olorunniwo, Maxwell K. Hsu, Godwin J. Udo (2006), "kualitas layanan,
pelanggan kepuasan, dan niat perilaku di pabrik layanan ", Journal of
Marketing Services

Fishbein, M., & Ajzen, I (1975). Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An
Introduction to Theory and Research. Reading, MA: Addison-Wesley.

Gremler, D.D. and Brown, S.W. (1996), “Service loyalty: its nature, importance,
and implications”, in Edvardsson, B., Brown, S.W. and Johnston, R. (Eds),
Advancing Service Quality: A Global Perspective, International Service
Quality Association, Jamaica, NY, pp. 171-80.

Ghozali, Imam. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM


SPSS 19. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hall, Mark A. Zheng, Beiyao, Dugan, Elizabeth, Camacho,


Fabian, Kidd, Kristin E. Mishra, Aneil & Balkrishnan,
Rajesh. 2002. Measuring Patients’ Trust in Their
Primary Care Providers, Medical Care Research and
Review, Vol. 59 No. 3, (September 2002) 293-318.
Kaisar H.F. (1970) A second Generation Little Jiffy, Phychometrika, 35(4), 401-
415
Kandampully, J. and Suhartanto, D. (2000) "Customer loyalty in the hotel
industry: the role of customer satisfaction and image", International
Journal of Contemporary Hospitality Management, Vol. 12, Iss: 6, pp.346 –
351
Kemenkes RI, 2013, Riset Kesehatan Dasar, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta, hal. 110-119.
Kotler P., Keller P. L., 2012, Marketing Management, 14thed, Pearson Education,
Inc, New Jersey, hal. 9-12.
105

Kotler, Philip. 1997. Manajemen Pemasaran Analisa Perencanaan dan


Pengendalian, PT. Prenhallindo, Jakarta.
Lai, F., et al, (2007)," An empirical assessment and application of
SERVQUAL in mainland China's mobile communications industry",
International Journal of Quality& Reliability Management, 24, pp. 244-
262.
Li, S., Huang, Y & Yang, M. M. 2011. How Satisfaction Modifies The Strenght of
The Influence of Provided Service Quality on Behavioral Intentions.
Leadership in Health
Litbangkes, 2011, Laporan Akhir Riset Fasilitas Kesehatan Rumah Sakit,
Kementrian Kesehatan Republi Indonesia, Jakarta, hal. 25-62
Mirnawati, S. 2014, eJournal Psikologi, 2014, Hubungan
Komunikasi Interpersonal Perawat dengan Kepuasan Pasien
Rawat Inap di Ruang Cempaka RSUD AW Service. 24 (2). 91 – 105.
Muhammad, A. 2004, Komunikasi Organisasi, Jakarta: Bumi Aksara.
Nor, Khasimah Aliman,. 2015. Linking Service Quality, Patients, Satisfaction and
Behavioral Intentions : An Investigation on Private Healthcare in Malaysia
2015. UTM. Procedia - Social and Behavioral Sciences 224. Malaysia.
141-148.
Olgun, Kitapci., et all., 2014. The Impact of Service Quality Dimension On
Patient Satisfaction Reparchace Intentions and Word-of-Mouth
Communication in The Public Healthcare Industry. Procedia - Social and
Behavioral Sciences 148. Turkiye. 161-169.
Olorunniwo, F., Hsu, M.K. & Udo, G., (2006),"Service quality, customer
Satisfaction, and behavioral intentions in the service factory", Journal of
Services Marketing, 20, pp. 59-72.
Padang Express, 2014, Bulan Kesehatan Gigi Nasional V, Edisi 13 September
2014, Padang.
Parasuraman, A., Zeithaml, V. A., & Berry, L. (1985). A conceptual model of
service quality and its implications for future research. Journal of
Marketing, 49(4), 44-48. http://dx.doi.org/10.2307/1251430.
Parasuraman, A., Zeithaml, V. A., & Berry, L (1988). SERVQUAL: A multiple-
iem scale for measuring consumer perceptions of service quality. Journal
of Retailing, 64, 12-40.
Parasuraman A., Zeithaml, V.A. & Berry, l. l., (1991),"Refinement and
Reassessment of the SERVQUAL Scale",Journal of Retailing, Vol. 67, No.
4, pp.420-450.
106

Parasuraman, A.Zeithaml, V.A.Leonardl.Berry, 1995. A Conceptual Model of


Service Qualit and Its Implications for Future Research, Journal of
Marketing, Vol 12, No.3.
Pohan I. S., 2007, Jaminan Mutu Layanan Kesehatan : Dasar-Dasar Pengertian
dan Pnerapan, Penerbitan Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal. 1-210.
Preacher, K. J., & Hayes, A. F. (2004). SPSS and SAS procedures for estimating
indirect effects in simple mediation models. Behaviour Research Methods,
Instrument, and computers, 36, 717-731.
Universitas Baiturrahmah, 2013, Buku Pedoman Universitas Baiturrahmah,
Baiturrahmah University Press, Padang.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Rambat Lupiyoadi, , 2001, Manajamen Pemasaran Jasa -Teori dan Praktek,
Salemba Empat, Jakarta
Sarwono, Jonathan. 2012. Path Analisis dengan SPSS: Teori,Aplikasi, Prosedur
Analisis untuk Riset Skripsi, Tesis dan Disertasi. Jakarta : PT Gramedia.
Sekaran, U. (2006). Research method for business: A skill building approach.
John Wiley & Sons, Inc.
Shyh-Jale Li, Yu-Ying Hung, Melas M. Yang. 2011. How Statisfaction Modefies
The Strength Of The Influence Of The Perceived Service Quality On
Behavioral Intentions, Leadership in Health Services. Vol. 24 No.2. 2011.
Sofyan I. L., dkk. 2013,Pengaruh Fasilitas dan Kualitas Pelayanan Terhadap
Loyalitas Melalui Kepuasan Konsumen Sebagai Variabel Intervening pada
Star Clean Car Wash Semarang, Diponegoro Journal of Social and Politic,
Semarang, 1-12.
Sugiyono, 1999, Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta.
Tayyaba Bashir, Akmal Shahzad, Bashir Ahmad Khilji and Rabia Bashir. 2011.
Study of Patients Satisfaction and Hospital Care in Pakistan: Case Study
of Madina Teaching Hospital University Faisalabad. World Applied
Sciences Journal 12 (8. ISSN 1818-4952. IDOSI Publications. Pakistan.
1151-1155.
Taylor, S.A., & Baker, T.L. (1994). An assessment of relationships between
service quality and customer satisfaction in the formation of
consumers’ purchase intentions. Journal of Retailing,70(2), 163–178.
Tiara Khairani, Heru Susilo dan Riyadi., 2013., Implementasi Sistem Informasi
Administrasi Rumah Sakit Berbasis Komputer Untuk Meningkatkan
Kinerja Karyawan (Studi pada Billing Systems RSUD Dr.Saiful Anwar
107

Malang)., Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) | Vol. 6 No. 2 Desember 2013.


administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id. 1-8.
Tjiptono, Fandy dan G. Chandra. 2000. Service, Quality, & Satisfaction. Penerbit
Andi. Yogyakarta.
V. V. Desai., 2011., “Patient Satisfaction And Service Quality Dimensions: An
Empirical Study”. International Journal of Management Research and
Technology Volume 5 • Number 1., January-June 2011: 141-151.
http://www.emeraldinsight.com/0265-2323.htm.
International Refereed Research Journal ■ w ww ww w. .r re es se ea ar rc ch he
er rs sw wo or rl ld d. .c co om m ■ Vol.– II, Issue –4,Oct. 2011 [157]
Wikipedia, 2013, Profil Kota Padang, {On Line} Dari : http :
//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kota padang&oldid=7442887 [18
November 2013]
Wisniewski, Mik. and Wisniewski, Hazel., (2005), "Measuring Service Quality in
a Hospital Colposcopy Clinic", International Journal of Health Care
Quality Assurance, Vol. 18, No. 3, pp. 217- 228.
Woodside, A., Frey, L., & Daly, R. (1989). Linking service quality, customer
satisfaction and behavioral intention. Journal of Health Care
Marketing, 9(4), 5–17.
Zeithaml, V.A., Berry, L.L. and Parasuraman, A. (1996),"The Behavioral
Consequences of Service Quality", Journal of Marketing, Vol. 60, April,
pp. 2-22.

Anda mungkin juga menyukai