Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-
hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di
seluruh dunia.
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya
disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut dengan rinosinusitis. Penyebab
utamanya adalah selesma ( commom cold ) yang merupakan infeksi virus, yang
selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Bila mengenai beberapa sinus disebut
multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang
sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus
etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil
pneumatisasi tulang – tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang.
Semua sinus mempunyai muara ( ostium ) ke dalam rongga hidung.
Yang paling sering terkena ialah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus
frontal lebih jarang dan sfenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila disebut juga antrum
Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke
sinus, disebut sinusitis dentogen.
Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan
intracranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.
Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan
sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar
102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama dengan PERHATI
dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung dari 7 propinsi. Data dari
Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah
pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69%nya adalah
sinusitis.Dan Menurut data Depkes RI tahun 2009, penyakit infeksi saluran nafas
bagian atas akut menempati urutan pertama penyakit terbanyak rawat jalan di rumah
sakit dengan jumlah kasus 488.794 orang dan jumlah kunjungan 781.881 kunjungan
serta urutan ketujuh penyakit terbanyak rawat inap dengan jumlah kasus 36.048 orang
dan CFR(Case Fatality Rate ) 0,45 %.
Mengingat banyaknya masalah sinusitis dari tahun ke tahun meningkat serta
kurang nya pengetahuan masyarakat terhadap penyakit ini maka maka dalam makalah
ini penulis akan membahas tentang “ Konsep Dasar Ilmu Penyakit Sinusitis “.

1.2. Tujuan Penulisan


1.2.1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang Konsep dasar ilmu
penyakit sinusitis

1
1.2.2. Tujuan Khusus
 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang pengertian
Sinusitis
 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang penyebab Sinusitis
 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang kalsifikasi dan
mikrobiologi Sinusitis
 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang tanda dan gejala
Sinusitis
 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang epidemiologi
Sinusitis
 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang penatalaksanaan
medis Sinusitis
 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang pemeriksaan
penunjang Sinusitis
 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang Komplikasi
Sinusitis
 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang cara pencegahan
Sinusitis

1.3. Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang di dapatkan antara lain :
 Apa pengertian dari Sinusitis ?
 Bagaimana etiologi dan klasifikasi sinusitis ?
 Bagaimana tanda da gejala sinusitis ?
 Bagaimana epidemiologi dan penatalaksanaan medis sinusitis ?
 Bagaimana pemeriksaan penunjang dari sinusitis ?
 Bagaimana komplikasi dari sinusitis ?
 Bagaimana cara pencegahan sinusitis ?

1.4. Manfaat Penulisan


Manfaat yang diharapkan dari penulisan ini adalah :
 Untuk memberikan gambaran tentang penyakit Sinusitis
 Sebagai bahan masukan untuk memperluas dan memperdalam pemahaman
tentang penyakit Sinusitis

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian Sinusitis


Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal yang dapat
berupa sinusitis maksilaris, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid. Bila
yang terkena lebih dari satu sinus disebut multisinusitis, dan bila semua sinus terkena
disebut pansinusitis ( Mangunkusumo, 2008 ).
Sinusitis adalah peradangan pada sinus paranasal ( Smeltzer, 2001 ).

2.2. Penyebab Sinusitis


Menurut ( Mangunkusumo, 2008 ), penyakit sinusitis disebabkan oleh :
1. ISPA akibat virus
2. Bermacam rhinitis, terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil
3. Polip hidung
4. Kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka
5. Sumbatan kompleks ostio-meatal ( KOM )
6. Infeksi tonsil
7. Infeksi gigi
8. Kelainan imunologik
9. Dyskinesia silia seperti pada sindroma Kartagener
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan factor penting penyebab sinusitis.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi,udara dingin dan
kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama – lama menyebabkan perubahan
mukosa dan merusak silia.

2.3. Patofisiologi Sinusitis


Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran
klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Mukus juga mengandung
substansi antimicrobial dan zat – zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan
tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami edema, sehingga mukosa
yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak
dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif
didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan
drainase sinus. Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang
dianggap sebagai sinusitis non bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila
tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang
baik untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen
yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi
inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob
akan semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan perubahan kronik dari mukosa
yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.

3
2.4. Klasifikasi Sinusitis dan Mikrobiologi
Konsensus Internasional tahun 2004 membagi sinusitis menjadi akut dengan
batas sampai 4 minggu, subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan dan kronik jika lebih
dari 3 bulan.
Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan lanjutan dari
sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik adanya factor
predisposisi harus dicari dan diobati secara tuntas.
Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang dtemukan pada sinusitis akut
adalah Strptococcus Pneumonia ( 30 – 50 % ). Haemophylus Influenzae ( 20 – 40 % )
dan Moraxella Catarrhalis ( 4 % ). Pada anak, M. Chatarrhalis lebih banyak ditemukan (
20 % ).
Pada sinusitis kronik, factor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri
yang ada lebih condong ke arah bakteri negative gram dan anaerob. ( Mangunkusumo,
2008 ).
Sedangkan berdasarkan penyebabnya, sinusitis dapat dibagi menjadi:
1. Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu yang
menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis.
2. Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering menyebabkan
sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar).

2.5. Tanda Dan Gejala Sinusitis


Penegakan diagnosis sinusitis secara umum:
1. Kriteria Mayor :
 Sekret nasal yang purulen
 Drenase faring yang purulen
 Purulent Post Nasaldrip
 Batuk
 Foto rontgen (Water’sradiograph atau air fluid level) : Penebalan lebih 50% dari
antrum
 Coronal CT Scan : Penebalan atau opaksifikasi dari mukosa sinus
2. Kriteria Minor :
 Edem periorbital
 Sakit kepala
 Nyeri di wajah
 Sakit gigi
 Nyeri telinga
 Sakit tenggorok
 Nafas berbau
 Bersin-bersin bertambah sering
 Demam
 Tes sitologi nasal (smear) : neutrofil dan bakteri
 Ultrasound

Kemungkinan terjadinya sinusitis jika :


Gejala dan tanda : 2 mayor, 1 minor dan ≥ 2 kriteria minor.

4
Sedangkan untuk menegakkan diagnosis sinusitis menurut klasifikasinya adalah
sebagai berikut:

SINUSITIS AKUT

A. Gejala Subyektif
Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran pernafasan atas (terutama
pada anak kecil), berupa pilek dan batuk yang lama, lebih dari 7 hari. Gejala
subyektif terbagi atas gejala sistemik yaitu demam dan rasa lesu, serta gejala lokal
yaitu hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan mengalir ke
nasofaring (post nasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagi hari,
nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat lain.

1. Sinusitis Maksilaris
Sinus maksila disebut juga Antrum Highmore, merupakan sinus yang
sering terinfeksi oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2)
letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drenase) dari
sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus maksila
adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat
menyebabkan sinusitis maksila, (4) ostium sinus maksila terletak di meatus
medius di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.
Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya sesuai
dengan daerah yang terkena. Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah
kelopak mata dan kadang menyebar ke alveolus hingga terasa di gigi. Nyeri alih
dirasakan di dahi dan depan telinga.
Wajah terasa bengkak, penuh dan gigi nyeri pada gerakan kepala
mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri
pipi khas yang tumpul dan menusuk. Sekret mukopurulen dapat keluar dari
hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non produktif seringkali ada.

2. Sinusitis Ethmoidalis
Sinusitus ethmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali
bermanifestasi sebagai selulitis orbita. Karena dinding leteral labirin ethmoidalis
(lamina papirasea) seringkali merekah dan karena itu cenderung lebih sering
menimbulkan selulitis orbita.
Pada dewasa seringkali bersama-sama dengan sinusitis maksilaris serta
dianggap sebagai penyerta sinusitis frontalis yang tidak dapat dielakkan.
Gejala berupa nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius,
kadang-kadang nyeri dibola mata atau belakangnya, terutama bila mata
digerakkan. Nyeri alih di pelipis, post nasal drip dan sumbatan hidung.

3. Sinusitis Frontalis
Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama-sama dengan infeksi sinus
etmoidalis anterior.
Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas, nyeri berlokasi di atas
alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari,
kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang malam.

5
Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan
mungkinterdapat pembengkakan supra orbita.

4. Sinusitis Sfenoidalis
Pada sinusitis sfenodalis rasa nyeri terlokalisasi di vertex, oksipital, di
belakang bola mata dan di daerah mastoid. Namun penyakit ini lebih lazim
menjadi bagian dari pansinusitis, sehingga gejalanya sering menjadi satu
dengan gejala infeksi sinus lainnya.

B. Gejala Obyektif
Jika sinus yang berbatasan dengan kulit (frontal, maksila dan ethmoid anterior)
terkena secara akut dapat terjadi pembengkakan dan edema kulit yang ringan
akibat periostitis.
Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan kelopak mata bawah,
pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak mata atas, pada sinusitis ethmoid
jarang timbul pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi.
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada
sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus
atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan
sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior. Pada sinusitis akut
tidak ditemukan polip,tumor maupun komplikasi sinusitis.Jika ditemukan maka kita
harus melakukan penatalaksanaan yang sesuai.
Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip). Pada
posisional test yakni pasien mengambil posisi sujud selama kurang lebih 5 menit
dan provokasi test yakni suction dimasukkan pada hidung, pemeriksa memencet
hidung pasien kemudian pasien disuruh menelan ludah dan menutup mulut dengan
rapat, jika positif sinusitis maksilaris maka akan keluar pus dari hidung.
Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau
gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit,
sehingga tampak lebih suram dibanding sisi yang normal.
Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah posisi waters, PA dan lateral. Akan
tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid
level) pada sinus yang sakit.
Pemeriksaan mikrobiologik sebaiknya diambil sekret dari meatus medius atau
meatus superior. Mungkin ditemukan bermacam-macam bakteri yang merupakan
flora normal di hidung atau kuman patogen, seperti pneumococcus, streptococcus,
staphylococcus dan haemophylus influensa. Selain itu mungkin juga ditemukan
virus atau jamur.

SINUSITIS SUBAKUT

Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut hanya tanda-tanda radang akutnya
(demam, sakit kepala hebat, nyeri tekan) sudah reda.
Pada rinoskopi anterior tampak sekret di meatus medius atau superior. Pada
rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring. Pada pemeriksaan
transiluminasi tampak sinus yang sakit, suram atau gelap.

6
SINUSITIS KRONIS

Sinusitis kronis berbeda dengan sinusitis akut dalam berbagai aspek, umumnya
sukar disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa saja. Harus dicari faktor
penyebab dan faktor predisposisinya.
Polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa
hidung. Perubahan tersebut juga dapat disebabkan oleh alergi dan defisiensi
imunologik, sehingga mempermudah terjadinya infeksi, dan infeksi menjadi kronis
apabila pengobatan sinusitis akut tidak sempurna.

A. Gejala Subjektif
Bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari :
 Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret pada hidung dan sekret pasca
nasal (post nasal drip) yang seringkali mukopurulen dan hidung biasanya
sedikit tersumbat.
 Gejala laring dan faring yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorokan.
 Gejala telinga berupa pendengaran terganggu oleh karena terjadi sumbatan
tuba eustachius.
 Ada nyeri atau sakit kepala.
 Gejala mata, karena penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis.
 Gejala saluran nafas berupa batuk dan komplikasi di paru berupa bronkhitis
atau bronkhiektasis atau asma bronkhial.
 Gejala di saluran cerna mukopus tertelan sehingga terjadi gastroenteritis.

B. Gejala Objektif
Temuan pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut dan tidak terdapat
pembengkakan pada wajah. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental,
purulen dari meatus medius atau meatus superior, dapat juga ditemukan polip,
tumor atau komplikasi sinusitis. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di
nasofaring atau turun ke tenggorok.
Dari pemeriksaan endoskopi fungsional dan CT Scan dapat ditemukan
etmoiditis kronis yang hampir selalu menyertai sinusitis frontalis atau maksilaris.
Etmoiditis kronis ini dapat menyertai poliposis hidung kronis.

2.6. Epidemiologi Sinusitis


Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek sehari-hari,
bahkan dianggap sebagai salah satu gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia.
Sinusitis menyerang 1 dari 7 orang dewasa di United States, dengan lebih dari 30 juta
individu yang di diagnosis tiap tahunnya. Individu dengan riwayat alergi atau asma
berisiko tinggi terjadinya rhinosinusitis. 1,2 revalensi sinusitis tertinggi pada usia
dewasa 18 – 75 tahun dan kemudian anak-anak berusia 15 tahun. Pada anak-anak
berusia 5 – 10 tahun, infeksi saluran pernafasan di hubungkan dengan sinusitis akut.
Sinusitis jarang pada anak-anak berusia kurang dari 1 tahun karena sinus belum
berkembang dengan baik.
Sinusitis maxilla paling sering terjadi daripada sinusitis paranasal lainnya, karena:
1. Ukuran sinus paranasal yang terbesar

7
2. Posisi ostium sinus maxilla lebih tinggi daripada dasarnya sehingga aliran secret
atau drainasenya hanya tergantung dari gerakan silia.
3. Letak ostium sinus maxilla berada pada meatus nasi medius disekitar hiatus
semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.
4. Letak dasar sinus maxilla berbatasan langsung dengan dasar akar gigi (processus
alveolaris) sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinus maxilla.

2.7. Penatalaksanaan Medis


Tujuan terapi sinusitis ialah :
1. Mempercepat Penyembuhan
2. Mencegah Komplikasi
3. Mencegah perubahan menjadi kronik
Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di Kompleks Ostio-meatal ( KOM )
sehingga drainasedan ventilasi sinus paranasal pulih secara alami.
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bacterial,
untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan
ostium sinus. Antibiotic yang dipilih adalah golongan pensilin seperti amoksisilin. Jika
diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta – lactamase, maka dapat
diberikan amoksisilin – klavuvulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada
sinusitis antibiotic diberikan selama 10 – 14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang.
Pada sinusitis kronik diberikan antibiotic yang sesuai untuk kuman negative gram
dan anaerob.
Selain dekongestan oral dan topical, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan,
seperti analgetik, mukolitik, steroid oral / topical, pencucian rongga hidung dengan
NaCl atau pemanasan ( diatermi ). Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat
antikolinergiknya dapat menyebabkan secret jadi lebih kental. Irigasi sinus maksila atau
Proetz displacemen therapy juga merupakan terapi tambahan yang dapat bermanfaat.
Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang
berat.

Tindakan Operasi
Bedah sinus endoskopi fungsional ( BSEF / FESS ) merupakan operasi terkini
untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan
hamper semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih
memuaskan dan tindakan lebih ringan dantidak radikal.
Indikasinya berupa : sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat,
sinusitis kronik yang disertai kista atau kelainan yang irreversible, polip ekstensif,
adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.

2.7. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium
 Tes sedimentasi, leukosit, dan C-reaktif protein dapat membantu diagnosis
sinusitis akut
 Kultur merupakan pemeriksaan yang tidak rutin pada sinusitis akut, tapi harus
dilakukan pada pasien immunocompromise dengan perawatan intensif dan

8
pada anak-anak yang tidak respon dengan pengobatan yang tidak adekuat, dan
pasien dengan komplikasi yang disebabkan sinusitis.
2. Imaging
 Rontgen sinus, dapat menunjukan suatu penebalan mukosa, air-fluid level, dan
perselubungan.Pada sinusitis maksilaris, dilakukan pemeriksaan rontgen gigi
untuk mengetahui adanya abses gigi.
 CT-Scan, memiliki spesifisitas yang jelek untuk diagnosis sinusitis akut,
menunjukan suatu air-fluid level pada 87% pasien yang mengalami infeksi
pernafasan atas dan 40% pada pasien yang asimtomatik. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk luas dan beratnya sinusitis.
 MRI sangat bagus untuk mengevaluasi kelainan pada jaringan lunak yang
menyertai sinusitis, tapi memiliki nilai yang kecil untuk mendiagnosis sinusitis
akut

2.8. Komplikasi Sinusitis


Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotic.
Komplikasi berat biasanya
1. Komplikasi orbita
Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang
tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut,
namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat
menimbulkan infeksi isi orbita.
Terdapat lima tahapan :
 Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat
infeksi sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada
anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis
sering kali merekah pada kelompok umur ini.
 Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi
isi orbita namun pus belum terbentuk.
 Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang
orbita menyebabkan proptosis dan kemosis.
 Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi
orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan
unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang
tersering dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga
proptosis yang makin bertambah.
 Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri melalui
saluran vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu
tromboflebitis septik. Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri
dari :
a. Oftalmoplegia.
b. Kemosis konjungtiva.
c. Gangguan penglihatan yang berat.
 Kelemahan pasien.
 Tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang berdekatan
dengan saraf kranial II, III, IV dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.

9
2. Mukokel
Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus,
kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista
retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan
melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi
sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser
mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan
gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.
Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel
meskipun lebih akut dan lebih berat.
Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua
mukosa yang terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus.

3. Komplikasi Intra Kranial


 Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis
akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena
atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus
frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.
 Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium,
sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga
pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu
menimbulkan tekanan intra kranial.
 Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau
permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.
 Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka
dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak.
Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase
secara bedah pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran
infeksi.

4. Osteomielitis dan abses subperiosteal


Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis
adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala
sistemik berupa malaise, demam dan menggigil.

5. Kelainan Paru
Seperti bronchitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal
disertai dengan kelainan paru ini disebut sino bronchitis. Selain itu dapat juga
menyebabkan kambuhnya asma brokial yang sukar dihilangkan sebelum
sinusitisnya disembuhkan.

2.9. Pencegahan Sinusitis


1. Biasakan mencuci tangan sesering mungkin untuk menghindari bakteri menempel
di tangan dan menimbulkan alergi.
2. Jaga pula lingkungan agar tetap bersih.
3. Mencegah stress

10
4. Mengonsumsi makanan yang kaya akan antioksidan, terutama sayur dan buah
yang dapat menguatkan sistem kekebalan tubuh sehingga akan mencegah
serangan sinus musiman.
5. Jaga kondisi sinus agar tetap kering dan bersih dengan minum air yang cukup agar
cairan hidung tetap encer.
6. Gunakan obat semprot hidung untuk melawan alergen.
7. Serta hindari zat-zat yang menyebabkan alergi yang terdapat di lingkungan, seperti
debu, asap rokok.
8. Konsumsilah makanan bergizi serta vitamin C untuk menjaga daya tahan tubuh.
9. Mulailah rajin berolahraga, karena tubuh yang sehat tidak mudah terinfeksi virus
penyakit.
10. Kemudian Hindari juga merokok karena merokok bisa menyebabkan hidung iritasi
dan mempermudah kuman masuk.
11. Selain itu usahakan hidung selalu lembab meskipun udara sedang panas terik atau
dingin karena hidung yang kering lebih rentan terkena infeksi.
12. Hindari juga efek buruk dari polusi udara dengan mengenakan masker.
13. Bersihkan juga ruang tempat tinggal dari debu serta partikel kecil lainnya yang
dapat memicu berkembangnya virus penyakit
14. Istirahat yang cukup.

11
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya
disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut dengan rinosinusitis. Penyebab
utamanya adalah selesma ( commom cold ) yang merupakan infeksi virus, yang
selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Bila mengenai beberapa sinus disebut
multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang
sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus
etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil
pneumatisasi tulang – tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang.
Semua sinus mempunyai muara ( ostium ) ke dalam rongga hidung.
Yang paling sering terkena ialah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus
frontal lebih jarang dan sfenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila disebut juga antrum
Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke
sinus, disebut sinusitis dentogen.
Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan
intracranial, osteomyelitis dan abses subperiostal serta menyebabkan peningkatan
serangan asma yang sulit diobati atau kelainan Paru.
Pencegahan sinusitis dapat dilakukan dengan cara yaitu : Konsumsilah makanan
bergizi serta vitamin C untuk menjaga daya tahan tubuh. Mulailah rajin berolahraga,
karena tubuh yang sehat tidak mudah terinfeksi virus penyakit. Kemudian Hindari juga
merokok karena merokok bisa menyebabkan hidung iritasi dan mempermudah kuman
masuk. Selain itu usahakan hidung selalu lembab meskipun udara sedang panas terik
atau dingin karena hidung yang kering lebih rentan terkena infeksi. Hindari juga efek
buruk dari polusi udara dengan mengenakan masker. Bersihkan juga ruang tempat
tinggal dari debu serta partikel kecil lainnya yang dapat memicu berkembangnya virus
penyakit dan tips pencegahan sinusitis yang terakhir Istirahat yang cukup.

3.2. Saran
1. Bagi Petugas Kesehatan
Agar senantiasa meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya untuk
menurunkan angka penderita sinusitis. Serta dapat memberikan penyuluhan
dengan penekanan pada aspek perubahan perilaku.
2. Bagi Teman – Teman Mahasiswa
Belajar dengan rajin dengan tetap memperhatikan dan memyesuaikan antara
pengetahuan dengan pola perilaku dan perkembangan yang terjadi pada
masyarakat agar mampu menerapkannya secara tepat yang sesuai dengan ilmu
pengetahuan yang dimiliki dan perkembangannya yang ada serta mampu
melaksanakannya secara terampil dan professional.

12

Anda mungkin juga menyukai