Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dari tahun ke tahun diare tetap menjadi salah satu penyakit yang
menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada anak. Diare memang merupakan
penyakit yang masih banyak terjadi pada masa kanak dan bahkan menjadi salah satu
penyakit yang banyak menjadi penyebab kematian anak yang berusia di bawah lima
tahun (balita). Karenanya, kekhawatiran orang tua terhadap penyakit diare adalah hal
yang wajar dan harus dimengerti. Justru yang menjadi masalah adalah apabila ada
orang tua yang bersikap tidak acuh atau kurang waspada terhadap anak yang
mengalami diare.
Menurut data World Health Organization(WHO) pada tahun 2009, diare
adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Secara global setiap
tahunnya ada sekitar 2 miliar kasus diare dengan angka kematian 1.5 juta pertahun.
Pada negara berkembang, anak-anak usia dibawah 3 tahun rata-rata mengalami 3
episode diare pertahun. Setiap episodenya diare akan menyebabkan kehilangan nutrisi
yang dibutuhkan anak untuk tumbuh, sehingga diare merupakan penyebab utama
malnutrisi pada anak (WHO, 2009).
Berbagai faktor mempengaruhi terjadinya kematian, malnutrisi, ataupun
kesembuhan pada pasien penderita diare. Diare disebabkan faktor cuaca, lingkungan,
dan makanan. Perubahan iklim, kondisi lingkungan kotor, dan kurang memerhatikan
kebersihan makanan merupakan faktor utamanya. Penularan diare umumnya melalui
4F, yaitu Food, Fly , Feces,dan Finger. Pada balita, kejadian diare lebih berbahaya
dibanding pada orang dewasa dikarenakan komposisi tubuh balita yang lebih banyak
mengandung air dibanding dewasa. Jika terjadi diare, balita lebih rentan mengalami
dehidrasi dan komplikasi lainnya yang dapat merujuk pada malnutrisi ataupun
kematian.
Oleh karena itu, upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus
rantai penularan tersebut. Sesuai data UNICEF awal Juni 2010, ditemukan salah satu
pemicu diare baru, yaitu bakteri Clostridium difficileyang dapat menyebabkan infeksi
mematikan di saluran pencernaan. Bakteri ini hidup di udara dan dapat dibawa oleh
lalat yang hinggap di makanan.

B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Pada anak dengan diare

1
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Pengertian Diare
b. Untuk mengetahui Klasifikasi Diare
c. Untuk mengetahui Etiologi Diare
d. Untuk mengetahui Cara Penularan Diare
e. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis Diare
f. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik
g. Untuk mengetahui Pencegahan Diare
h. Untuk mengetahui Pengobatan Diare
i. Untuk mengetahui Komplikasi Diare

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN DIARE
Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya
defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai
dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara
klinik dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare
persisten.
Sedangkan menurut menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit
dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang
melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga
kali atau lebih dalam sehari .
Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan
tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih
banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.
Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah cairan,
atau bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu sangat ocialc
terhadap kebiasaan yang ada pada penderita dan berlangsung tidak lebih dari satu
minggu. Apabila diare berlangsung antara satu sampai dua minggu maka dikatakan
diare yang berkepanjangan (Soegijanto, 2002).

B. KLASIFIKASI DIARE
Departemen Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan jenis diare menjadi
empat kelompok yaitu:
1. Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari
(umumnya dari tujuh hari).
2. Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya.
3. Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat belas hari
secara terus menerus.
4. Diare dengan masalah lain: anak yang menderita diare (diare akut dan
persisten) mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan
gizi atau penyakit lainnya.
Menurut Suraatmaja, (2007)di bagi menjadi 2 yaitu:
1). Berdasarkan lamanya diare:
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari

3
dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah
(failure to thrive) selama masa diare tersebut.
2). Berdasarkan mekanisme patofisiologik:
a. Diare sekresi (secretory diarrhea)
b. Diare osmotic (osmotic diarrhea)
Diare akut dapat mengakibatkan kehilangan air dan elektrolit serta gangguan
asam basa yang menyebabkan dehidrasi, asidosis ocialc dan hypokalemia .Gangguan
sirkulasi darah, dapat berupa renjatan hipovolemik sebagai akibat diare dengan atau
tanpa disertai muntah. Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan
karena diare dan muntah (Soegijanto, 2002).

C. ETIOLOGI
Diare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit,
terutama natrium dan kalium dan sering disertai dengan asidosis ocialc. Setiap
kehilangan berat badan yang melampaui 1% dalam sehari merupakan hilangnya air
dari tubuh. Kehidupan bayi jarang dapat dipertahankan apabila ocial melampaui 15%
(Soegijanto, 2002).
Menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines2005,
etiologi diare akut dibagi atas empat penyebab:
1. Bakteri : Shigella, Salmonella, E.Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus,
Clostridiu
perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas.
2. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus.
3. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium
coli, Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides
stercoralis.
4. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas,
imunodefisiensi, kesulitan makan, dll. (Simadibrata, 2006).

Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari sudut
patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
a. Infeksi virus, kuman-kuman ocialc dan apatogen seperti shigella, ocialc,
E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings, stapylococus
aureus, comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia
makanan (misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau asam),

4
gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan
sebagainya.
b. Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang
mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur
terutama canalida.
2. Diare ocial (ocial ocialc) disebabkan oleh:
a. Malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan
mineral.
b. Kurang kalori protein.
c. Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.

D. PATOFISIOLOGI

Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor


diantaranya :

1. Faktor infeksi
Proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk ke
dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan
merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus.
Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan
gangguan fungsi usus menyebabkan sistem transport aktif dalam usus
sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan
elektrolit akan meningkat.
2. Faktor malabsorpsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorpsi yang mengakibatkan
tekanan osmotic meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke
rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjdilah diare.
3. Faktor makanan
Hal ini terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik.
Sehingga tejadi peningkatan peristaltic usus yang mengakibatkan penurunan
kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare.
4. Faktor psikologis
Hal ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltic usus yang
akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat
menyebabkan diare (Hidayat 2006;12)

5
E. CARA PENULARAN DIARE
Diare dapat ditularkan dengan berbagai cara yang mengakibatkan timbulnya
infeksi antara lain:
1. Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah
dicemari oleh
serangga atau kontaminasi oleh tangan yang kotor.
2. Bermain dengan mainan yang terkontaminasi, apalagi pada bayi sering
memasukan tangan/ mainan / apapun kedalam mulut. Karena virus ini
dapat bertahan dipermukaan udara sampai beberapa hari.
3. Pengunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan
benar.
4. Pencucian dan pemakaian botol susu yang tidak bersih.
5. Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar atau
membersihkan tinja anak yang terinfeksi, sehingga mengkontaminasi
perabotan dan alat-alat yang dipegang

F. MANIFESTASI KLINIS
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah
ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila
ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis ocialc, dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan
keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps
kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi
menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi ocialc, dehidrasi hipertonik
(hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya oci tanpa
dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat (Juffrie, 2010).
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus,
hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang
berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang
menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis ocialc
yang berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan
berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit
menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi
air yang ocialc. Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya
dengan asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan Ph darah yang

6
merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih
dalam (pernapasan Kussmaul)
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah
menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan
kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul
aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai
timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit
nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.
Tabel 1.1 Penilaian Derajat Dehidrasi (Mansjoer, 2000).
Penilaian Ringan Sedang Berat
Keadaan umum baik, sadar gelisah, rewel lesu, lunglai
atau tidak sadar
Mata Normal cekung sangat cekung
Air mata Ada tidak ada kering
Mulut dan lidah Basah Kering tidak ada,
sangat kering
Rasa haus minum biasa, tidak haus, ingin minum malas/tidak oci
haus banyak minum
Turgor kulit Kembali kembali lambat kembali sangat
lambat
Hasil pemeriksaan tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan, Bila ada satu
sedang, bila ada tanda ditambah
tanda ditambah satu satu atau lebih
atau lebih tanda lain. tanda lain.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Hassan dan Alatas (1998) pemeriksaan laboratorium pada diare
adalah:
1. Feses
a. Makroskopis dan Mikroskopis
b. Ph dan kadar gula pada tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest,
bila diduga terdapat intoleransi gula.

7
2. Pemeriksaan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan Ph dan
cadangan alkalin atau dengan analisa gas darah.
3. Ureum kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4. Elektrolit terutama natrium, kalium dan fosfor dalam serium.
5. Pemeriksaan Intubasi deudenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau
parasit.

H. PENCEGAHAN
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni:
pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi promosi kesehatan
dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention) yang
meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga
(tertiary prevention) yang meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi (Nasry
Noor, 1997).
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada ocial penyebab,
lingkungan dan ocial pejamu. Untuk ocial penyebab dilakukan berbagai upaya agar
mikroorganisme penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi
lingkungan, perbaikan lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi
lingkungan. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat
dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi
a. Penyediaan Air Bersih
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal-
oral mereka dapat ditularkan dengan memasukkan kedalam mulut, cairan atau benda
yang tercemar dengan tinja misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang
disiapkan dalam panic yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2006).
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai resiko menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan masyarakat yang
tidak mendapatkan air bersih (Depkes RI, 2006).
b. Tempat Pembuangan Tinja
Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan
meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali lipat
dibandingkan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang
memenuhi syarat sanitasi (Wibowo, 2003).
c. Status Gizi
Pada ada anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan mengecil
dan kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali sehingga kemampuan untuk

8
mengadakan kekebalan nonspesifik terhadap kelompok ocialc berkurang (Suharyono,
1986)
d. Pemberian Air Susu Ibu (ASI)
Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama kehidupan
resiko terkena diare adalah 30 kali lebih besar. Pemberian susu formula merupakan
cara lain dari menyusui. Penggunaan botol untuk susu formula biasanya
menyebabkan risiko tinggi terkena diare sehingga oci mengakibatkan terjadinya gizi
buruk (Depkes RI, 2006
e. Kebiasaan Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting
dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun,
terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak dan sebelum makan,
mempunyai dampak dalam kejadian diare (Depkes RI, 2006).
f. Imunisasi
Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian imunisasi campak
juga dapat mencegah diare oleh karena itu beri anak imunisasi campak segera setelah
berumur 9 bulan (Depkes RI, 2006).
Anak harus diimunisasi terhadap campak secepat mungkin setelah usia 9
bulan. Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang
sedang menderita campak dalam 4 mingggu terakhir. Hal ini sebagai akibat dari
penurunan kekebalan tubuh penderita. Selain imunisasi campak, anak juga harus
mendapat imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi BCG untuk mencegah penyakit
TBC, imunisasi DPT untuk mencegah penyakit diptheri, pertusis dan tetanus, serta
imunisasi polio yang berguna dalam pencegahan penyakit polio (Depkes RI, 2006).
2. Pencegahan Skunder
Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah menderita
diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan ocialc dini dan
pengobatan yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat samping
dan komplikasi. Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan
pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan
oleh banyak ocial seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan
yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi
tiga, pertama kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare seperti bakteri atau
parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang
membantu menghi langkan kejang perut yang tidak menyenangkan. Sebaiknya jangan
mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep dokter. Dokter akan

9
menentukan obat yang disesuaikandengan penyebab diarenya ocial bakteri, parasit.
Pemberian kemoterapeutika memiliki efek samping dan sebaiknya diminum sesuai
petunjuk dokter (Fahrial Syam, 2006).
3. Pencegahan Tertier
Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami
kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare
diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat
ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari
penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkon sumsi
makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan
terhadap mental penderita dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut
memberikan dukungan secara mental kepada anak. Anak yang menderita diare selain
diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan
ocial dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman sepermainan.

I. PENGOBATAN
Menurut Kemenkes RI, prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS
DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk
mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare
juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS DIARE yaitu:
1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. Teruskan pemberian ASI dan Makanan
4. Antibiotik Selektif

a. Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga
dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan
rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di
pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat
mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi
penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak oci minum
harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui
ocial. Pemberian oralit didasarkan pada derajat dehidrasi (Kemenkes RI, 2011).

10
1) Diare tanpa dehidrasi
Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret
2) Diare dengan dehidrasi ringan sedang
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya
diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
3) Diare dengan dehidrasi berat
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas
untuk di ocial.(Kemenkes RI, 2011).
Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok
dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh
dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari gelas. Bila terjadi
muntah hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya
1 sendok setiap 2-3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare
berhenti (Juffrie, 2010).
b. Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat
menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim
ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga
berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan
fungsi selama kejadian diare (Kemenkes RI, 2011).
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja,
serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. Berdasarkan
bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami diare. Dosis
pemberian Zinc pada balita:
1) Umur <6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari
2) Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara
pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matangatau ASI,
sesudah larut berikan pada anak diare (Kemenkes RI, 2011).
c. Pemberian ASI/makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering di beri
ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak

11
usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus
diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih
sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu
untuk membantu pemulihan berat badan (Kemenkes RI, 2011).
d. Pemberian antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare
pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada
penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera
(Kemenkes RI, 2011).
Obat-obat yang diberikan untuk mengobati diare ini dapat berupa :
1). Kemoterapi
Untuk terapi kausal yang memusnahkan bakteri penyebab penyakit
digunakan obat golongan sulfonamide atau antibiotic.
2). Obstipansia
Untuk terapi simptomatis dengan tujuan untuk menghentikan diare,
yaitu dengan cara
a) Menekan peristaltic usus (loperamid)
b) Menciutkan selaput usus atau adstringen (tannin)
c) Pemberian adsorben untuk menyerap racun yang dihasilkan
bakteri atau racun penyebab diare yang lain (carbo adsorben,
kaolin)
d) Pemberian mucilage untuk melindungi selaput lender usus yang
luka
3). Spasmolitik
Zat yang dapat melemaskan kejang-kejang otot perut (nyeri perut)
pada diare (sulfat).
4). Probiotik untuk meningkatkan daya tahan tubuh
Lactobacillus dan bifidobacteria (disebut Lactid Acid Bacteria / LAB)
merupakan probiotik yang dapat menghasilkan antibiotic alami yang dapat
mencegah / menghambat pertumbuhan bakteri pathogen. LAB dpat
menghasilkan asam laktat yang mneybabkan Ph usus menjadi asam,
suasana asam akan menghambat pertumbuhan bakteri pathogen. LAB ini
dapat membantu memperkuat dan memperbaiki pencernaan bayi,
mencegah diare.

J. KOMPLIKASI
Menurut Ngastiyah (2005) komplikasi dari daire ada :

12
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, ocialc atau hipertonik)
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia(dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,
bradikardia, perubahan elektrokardiogram)
4. Hipoglikemia.
5. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi
enzim lactase.
6. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi ocial protein, (akibat muntah dan diare, jika lama atau
kronik).

13
ASUHAN KEPERAWATAN

K. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan.
Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini
membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih
besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk.
Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric
menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi
juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari
(diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari
(diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit
menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa,
porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu.
kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan
makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan
cuci tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.

7. Riwayat Kesehatan Lingkungan


Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,
lingkungan tempat tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan

14
o Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg
(rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
o Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun
kedua dan seterusnya.
o Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan
gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
o Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b. Perkembangan
o Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
Fase anal :
Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai
menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal
dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan kebersihan,
perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan mengulang kata
sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
o Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.
Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak
toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario
kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan
orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua
terlalu over protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka
anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan
tidak mampu yang dapat berkembang pada diri anak.
o Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul
dan mandiri : Umur 2-3 tahun :
1. berdiri dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun 2
hitungan (GK)
2. Meniru membuat garis lurus (GH)
3. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
4. Melepasa pakaian sendiri (BM)
9. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan
mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran
menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada

15
anak umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen,
peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual
muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan
haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena
asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi
menurun pada diare sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
meningkat > 375 0
c, akral hangat, akral dingin (waspada syok),
capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah
perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400
ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami
stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap
tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa,
dan kemudian menerima.
10. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium :
 feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
 Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi
 AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2
meningkat, HCO3 menurun )
 Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
2) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni

L. PENATALAKSANAAN DIARE
Rehidrasi
1. jenis cairan
1) Cara rehidrasi oral
o Formula lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl dan Glukosa) seperti orali,
pedyalit setiap kali diare.
o Formula sederhana ( NaCl dan sukrosa)
2) Cara parenteral

16
o Cairan I : RL dan NS
o Cairan II : D5 ¼ salin,nabic. KCL
D5 : RL = 4 : 1 + KCL
D5 + 6 cc NaCl 15 % + Nabic (7 mEq/lt) + KCL
o HSD (half strengh darrow) D ½ 2,5 NS cairan khusus pada diare
usia > 3 bulan.
2. Jalan pemberian
1) Oral (dehidrasi sedang, anak mau minum, kesadaran baik)
2) Intra gastric ( bila anak tak mau minum,makan, kesadran menurun)

3. Jumlah Cairan ; tergantung pada :


1) Defisit ( derajat dehidrasi)
2) Kehilangan sesaat (concurrent less)
3) Rumatan (maintenance).
4. Jadwal / kecepatan cairan
1) Pada anak usia 1- 5 tahun dengan pemberian 3 gelas bila berat
badanya kurang lebih 13 kg : maka pemberianya adalah :
o BB (kg) x 50 cc
o BB (kg) x 10 – 20 = 130 – 260 cc setiap diare = 1 gls.
2) Terapi standar pada anak dengan diare sedang :
+ 50 cc/kg/3 jam atau 5 tetes/kg/mnt

Terapi
1. obat anti sekresi : Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis minimal 30 mg
klorpromazine 0,5 – 1 mg / kg BB/hari
2. onat anti spasmotik : Papaverin, opium, loperamide
3. antibiotik : bila penyebab jelas, ada penyakit penyerta

Dietetik
a. Umur > 1 tahun dengan BB>7 kg, makanan padat / makanan cair atau susu
b. Dalam keadaan malbasorbsi berat serta alergi protein susu sapi dapat diberi
elemen atau semi elemental formula.
Supportif
Vitamin A 200.000. IU/IM, usia 1 – 5 tahun

17
M. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare
atau output berlebihan dan intake yang kurang
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan skunder terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder
terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan
frekwensi diare.
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB
menurun terus menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive

N. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
o Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : <
40 x/mnt )
o Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB
tidak cekung.
o Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa
dan pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan
segera untuk memperbaiki defisit
2) Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat
keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
3) Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan
kehilangan cairan 1 lt
4) Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral

18
5) Kolaborasi :
- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui
faal ginjal (kompensasi).
- Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
- Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar
simbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik
sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.

Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan tidak adekuatnya intake dan out put
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS
kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria : - Nafsu makan meningkat
- BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi,
berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang
mengiritasi lambung dan sluran usus.
2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau
sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
4) Monitor intake dan out put dalam 24 jam
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
5) Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
a. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b. obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan

Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses


infeksi dampak sekunder dari diare
Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak

19
terjadi peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor,
fungtio leasa)
Intervensi :
1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya
infeksi)
2) Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas
tubuh
3) Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak

Diagnosa 4 :Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan


peningkatan frekwensi BAB (diare)
Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit
integritas kulit tidak terganggu
Kriteria hasil : - Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
- Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal
dengan baik dan benar
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah
dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena
kelebaban dan keasaman feces
3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga
tak terjadi iskemi dan irirtasi .

Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive


Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam,
klien mampu beradaptasi
Kriteria hasil : Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan
tidak rewel

20
Intervensi :
1) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
2) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal
maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman
pada klien.
5) Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak

21
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Gastroenteritis adalah buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja
yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya, untuk neonotus bila lebih
dari 4 kali dan untuk anak lebih dari Dan terjadi secara mendadak berlangsung 7
hari dari anak yang sebelumnya. Bila hal ini terjadi maka tubuh anak akan
kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi.Hal ini membuat tubuh
tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada
anak dan orang tua. Diare ini oci menyebapkan beberapa komplikasi,yaitu
dehidrasi, renjatan hivopolemik, kejang, bakterimia, mal
nutrisi,hipoglikemia,intoleransi skunder akibat kerusakan mukosa usus.

B. SARAN
Dalam upaya meningkatkan kualitas perawatan pada klien gastroenteritis
perlu ditingkatkan tentang keperawatan pada klien tersebut sehingga asuhan
keperawatan dapat lebih efektif secara komprehensip meliputi Bio-Psiko-Sosial-
Spiritual pada klien melalui pendekatan proses keperawatan mencakup
didalamnya pelayanan promotif, preventif, kuratif, rehabilitative yang dilandasi
oleh ilmu dan kiat keperawatan profeisonal yang sesuai nilai mopral etika profesi
keperawatan sehingga dimasa yang akan ocial dapat mengantisipasi dan
menjawab tantangan-tangan dan perubahan ocial yang menitik beratkanpada
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan individu, keluarga, masyarakat, serta
lingkungannya.

22
DAFTAR PUSTAKA

Bates. B, 1995. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Ed 2. EGC. Jakarta


Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed
6. EGC. Jakarta.
Depkes RI. (2005). Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas. Depkes RI.
Doengoes,2000. Asuhan Keperawatan Maternal/ Bayi. EGC. Jakarta

Juffrie, Mohammad. Dkk. (2010). Gastroenterologi-hepatologi Jilid I. Jakarta:


IDAI.
Lab/ UPF IKA, 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi . RSUD Dr. Soetomo.
Surabaya.
Markum.AH. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Mansjoer,Arif, dkk., (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta: Medica
Aesculpalus FKUI.
Ngastiyah, (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta ; EGC
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak sakit. EGC. Jakarta
Simadibrata, M, Setiati S. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Pusat
Penerbitan Departemen.
Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta
Soegijanto S. 2006. Ilmu Penyakit Anak “Diagnosa dan Penatalaksanaan”.
Surabaya: Airlangga University Press.
Suraatmaja, S. (2007). Aspek Gizi Air Susu Ibu. Jakarta: EGC.
Suryanah,2000. Keperawatan Anak. EGC. Jakarta

23

Anda mungkin juga menyukai