Anda di halaman 1dari 15

Makalah Kewarganegaraan

“WACANA PEMINDAHAN IBU KOTA”

Disusun Oleh
NAMA :Ahmad Fauzan Fadhlurrahman
NIM : 24040118130069

Departemen Fisika
Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Diponegoro
Semarang
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ibu kota adalah kota tempat kedudukan pusat pemerintahan suatu negara, tempat dihimpun
unsur administratif, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif.Ibu kota adalah kota atau
munisipalitas penting atau utama di sebuah negara, negara bagian, provinsi, atau wilayah
administratif lainnya, yang biasanya menjadi tempat kedudukan pusat administrasi
pemerintahan.

Di indonesia sendiri,Ibu kota mememgang posisi sebagai pusat pemerintahan,dan juga


pusat bisinis.Namun,belakangan ini,muncul wacana bahwa ibu kota negara ingin di
pindahkan ke tempat yang baru sebagai upaya untuk memisahkan pusat pemerintahan dan
pusat bisnis,dan juga dalam upaya untuk pemerataan ekonomi dan pembangunan daerah pada
Indonesia.

Gagasan pemindahan ibu kota Indonesia dari DKI Jakarta, yang dinilai tidak lagi layak
menjadi pusat pemerintahan, senantiasa muncul di setiap era presiden.Mulai dari masa
pemerintahan presiden Soekarno,Presiden Soeharto,hingga presiden Susilo Bambang
Yudhoyono,wacana ini pernah beberapa kali muncul ke hadapan publik.Macet,banjir,dan
kepadatan penduduk menjadi salah satu alasan dari munculnya wacana untuk memindahkan
ibu kota ke tempat yang baru.Mulai dari Jonggol,Palangkaraya,hingga Samarinda pernah di
usulkan untuk menjadi ibu kota baru negara Indonesia

Belakangan ini,wacana pemindahan Ibu kota tersebut kembali muncul. Hal ini dibicarakan
oleh presiden Joko Widodo ketika mengemuka selepas melakukan rapat terbatas di Kantor
Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (29/4/2019).Hal ini pun lantas
mendapat respon yang berbeda beda dari berbagai kalangan.Ada sebagian kalangan legislatif
yang pro terhadap pernyataan dari presiden tersebut,dan ada juga yang kontra terhadap
pernyataan presiden tersebut.

Meskipun belum ada pernyataan pasti dari presiden tentang pemindahan ibu kota
ini,namun pemindahan ibu kota adalah hal yang serius yang perlu dipersiapkan dengan sangat
matang,karena hal tersebut akan sangat mempengaruhi kestabilan politik,ekonomi,dan juga
sangat berpengaruh bagi masa depan bangsa Indonesia

1.2 Rumusan Masalah

1.Apa yang menyebabkan presiden ingin memindahkan ibu kota ke tempat yang baru

2.Apa saja dampak yang akan terjadi dari pemindahan ibu kota

3.Apakah pemindahan ibu kota ke tempat yang baru merupakan hal yang perlu dilakukan?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN IBU KOTA

Ibu kota (juga dieja ibukota), dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah kota tempat
kedudukan pusat pemerintahan suatu negara, tempat dihimpun unsur administratif, yaitu
eksekutif, legislatif, dan yudikatif.Definisi tersebut menjelaskan pengertian ibu kota untuk
negara.

Dalam praktik pemerintahan, hampir setiap tingkatan administrasi pemerintahan memiliki


ibu kota dan pada kenyataannya, di beberapa negara, pusat pemerintahan tidak berkedudukan
di ibu kota. Sehingga, ibu kota adalah kota atau munisipalitas penting atau utama di sebuah
negara, negara bagian, provinsi, atau wilayah administratif lainnya, yang biasanya menjadi
tempat kedudukan pusat administrasi pemerintahan.

Status ibu kota ditetapkan berdasarkan konstitusi atau undang-undang. Di beberapa


wilayah yurisdiksi, termasuk beberapa negara, tempat kedudukan cabang-cabang
pemerintahan, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif, berada di lokasi yang berbeda-beda.

2.2 Wacana Pemindahan Ibu Kota Dari Zaman Presiden Soekarno Hingga Sekarang

Pemindahan ibu kota pernah dilakukan oleh pemerintah dari Jakarta ke Yogyakarta pada
Januari 1946. Situasi yang tak menentu menjelang Agresi Militer Belanda menyebabkan ibu
kota harus segera diselamatkan. Barulah setelah dirasa aman, ibu kota dikembalikan ke
Jakarta.

Dalam perkembangannya, Soekarno ternyata punya pemikiran untuk kembali


memindahkan ibu kota. Kali ini pertimbangan Soekarno bukan dari faktor keamanan dan
keselamatan, melainkan menunjukkan kota-kota lain yang patut dimanfaatkan sebagai ibu
kota negara.

Pada waktu itu, beberapa kota direkomendasikan menjadi tujuan, salah satunya adalah
Palangkaraya atau Samarinda pada 1950-an. Namun, sampai saat ini Jakarta masih menjadi
lokasi yang belum tergantikan. Soekarno menilai, tak ada kota lain yang punya identitas
seperti Jakarta yang menjadi wadah tumbuhnya nasionalisme di Indonesia. Sebab, di Jakarta
banyak kisah monumental bersejarah bangsa, perjuangan hingga berkibarnya Merah Putih.
Munculnya bangunan-bangunan seperti Monumen Nasional (Monas), komplek Senayan dan
Gelora Bung Karno (GBK) menjadi bukti Soekarno tetap mempertahankan Jakarta sebagai
ibu kota negara.

Melirik Palangkaraya
Pada 1950-an, ada wacana Soekarno melirik daerah di Kalimantan Tengah sebagai ibu
kota negara. Langkah ini dilanjutkan dengan peletakan batu pertama pembangunan awal Kota
Palangkaraya yang secara simbolis diperlihatkan dengan pembangunan tugu peringatan. Tugu
Soekarno itu diresmikan oleh Presiden Soekarno pada 17 April 1957. Presiden pertama RI ini
sebenarnya tak berencana secara langsung memindahkan ibu kota, melainkan membagi beban
Jakarta kepada kota ini. Soekarno juga ingin menampilkan wajah-wajah baru Indonesia
kepada dunia.
Pemindahan Ibu Kota negara pernah disebut dua kali oleh Presiden pertama, Soekarno.
Pertama, saat meresmikan Palangka Raya sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah
pada 1957. Saat itu, Bung Karno ingin merancangnya menjadi ibu kota negara. Hal itu
menurut Bung Karno sudah tertuang dalam masterplan yang ia buat sendiri dalam
pembangunan kota tersebut pada masa kemerdekaan.

Kedua, dengan gaya retorikanya Bung Karno kembali menyebut Palangka Raya sebagai
calon ibu kota negara pada Seminar TNI-AD I di Bandung pada 1965.

"Mari kita jadikan Jakarta dan Surabaya sebagai kota-kota mati. Kedua kota besar itu
bagi saudara-saudara kita di luar Jawa ibaratnya sudah menjadi Singapura dan Hong Kong-
nya Indonesia. Modal hanya berpusat di kedua kota besar itu, dan seolah-olah
mengeksploitir daerah-daerah di luar Jawa."

Di era kepemimpinan Soeharto, gagasan pemindahan ibu kota muncul kembali dengan
mengusulkan daerah Jonggol, Bogor, sebagai Ibu Kota negara.

Pemindahan ibu kota kembali ramai di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada
Oktober 2010. Waktu itu SBY menawarkan tiga opsi untuk mengatasi kemacetan di Ibu
Kota Jakarta. Pertama, mempertahankan Jakarta sebagai ibu kota maupun pusat
pemerintahan dengan pembenahan total.

Kedua, Jakarta tetap menjadi ibu kota, tetapi pusat pemerintahan dipindahkan ke daerah
lain. Presiden waktu itu mencontohkan Malaysia, yang beribu kota di Kuala Lumpur tapi
pusat pemerintahannya di Putrajaya. Terakhir, membangun ibu kota baru, seperti Canberra
(Australia) dan Ankara (Turki).Opsi itu muncul kembali setelah Jakarta dilanda banjir besar
pada 2013. "Presiden tak tabu membicarakan pemindahan ibu kota," kata Staf Khusus
Presiden Bidang Pembangunan dan Otonomi Daerah di era SBY, Velix Wanggai.

Kalimantan juga mempunyai lokasi strategis, karena bebas dari pusat gempa. Setelah
pemantapan lokasi tersebut, belum ada kelanjutan mengenai prosesi pemindahan. Dilansir
dari Harian Kompas yang terbit pada 25 Januari 1997, Soekarno ternyata juga mempunyai
visi bahwa sebaiknya ibu kota baru berada di luar Jawa, khususnya di Indonesia bagian timur.
Ada banyak keuntungan positif untuk itu. Beberapa kontraktor dari Rusia sudah datang ke
Kota Palangkaraya dan membangun jalan besar menuju Kotawaringin. Namun nampaknya
ini belum bisa dijadikan realisasi dari Soekarno tersebut. Pemerintah ketika itu masih
mempertimbangkan banyak hal untuk melakukan rencana ini terutama adalah kesiapan dan
biaya yang besar. Namun pergeseran kepemimpinan dari Soekarno ke Soeharto, rencana ini
masih belum terealisasi.

Bandung pernah jadi tujuan

Ternyata rencana pemindahan ibu kota juga pernah terjadi ketika Belanda masih mengusai
Nusantara. Ketika itu, Batavia yang menjadi sentral administrasi pemerintahan akan
dipindahkan ke Bandung. Dikutip dari Harian Kompas yang terbit pada 10 Februari 1993,
Bandung telah dipersiapkan secara detail, Gubernur Jenderal Johan Paul van Limburg Stirum
telah mempersiapkan semuanya. Markas besar tentara KNIL juga telah dipersiapkan di
Bandung. Pihak kolonial juga membangun satu kompleks pusat perkantoran pemerintah, plus
perumahan pejabatnya. Pembangunan ini diarsiteki oleh J Gerber dari Gemeentelijk
Bouwbedrijf (Dinas Bangunan Kota) ini cuma kantor untuk Departement Verkeer en
Waterstaat, yang kalau di kita sekarang adalah Departemen Pekerjaan Umum. Selain itu
dibangun pula Hoofdbureau PTT (kantor pusat Post Telefoon en Telegraaf), di samping 600
rumah dinas pejabat, yang sampai kini masih dimanfaatkan warga kota Bandung. Terdapat
lagi hasil karyanya, yaitu rumah dinas Gubernur Jenderal di tebing de Grootweg (Jalan
Siliwangi sekarang). Perusahaan kereta api SS (Staatsspoor en Tramwegen) juga meresmikan
jalurnya ke berbagai kota lain melewati yang berpusat di kota ini. Selain itu, Belanda selalu
membangun ”rencana cadangan”, termasuk kota kedua sebagai penyangga kota utama.
Misalnya, Buitenzorg atau Bogor menjadi salah satu tempat kerja gubernur jenderal selain
Batavia. Kota-kota dataran tinggi itu lebih disukai orang Eropa karena sejuk. Hal serupa
dibangun di tempat lain seperti Kota Malang yang menjadi tempat ”pelarian” warga Surabaya
dan Kota Salatiga serta Ambarawa dan Magelang bagi penduduk Kota Semarang. Namun
rencana ini semua gagal, karena pemerintah kolonial waktu itu lalu sibuk memperkuat
pertahanannya karena mencium rencana Jepang menyerbu Asia.

2.3 Alasan Ingin Dipindahkannya Ibu Kota Negara

Tim Riset CNBC Indonesia merangkum setidaknya empat alasan Ibu Kota Negara
Indonesia sebaiknya dipindahkan dari Jakarta.

1. Macet yang Berkelanjutan


Kemacetan memang masih menjadi permasalahan kota Jakarta yang hingga saat ini masih
sulit untuk dipecahkan. Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala
Bappenas Bambang Brodjonegoro, kemacetan parah yang terjadi di Jakarta berpotensi
mengakibatkan kerugian hingga triliunan rupiah setiap tahunnya.

"Kerugian perekonomian dari kemacetan ini data tahun 2013 ini Rp 65 triliun per tahun dan
sekarang angkanya mendekati Rp 100 triliun dengan semakin beratnya kemacetan di wilayah
DKI Jakarta," ungkap Bambang di Kantor Presiden, Senin (29/4/2019).

Jelas saja, dengan adanya kemacetan, maka waktu tempuh kendaraan bermotor akan semakin
lama. Ujungnya mengakibatkan konsumsi bahan bakar yang tidak efisien. Bayangkan saja
jutaan kendaraan terpaksa menghabiskan bahan bakar selama beberapa jam hanya untuk
bertahan di titik kemacetan.

Selain itu, ada pula nilai produktivitas sumber daya manusia yang hilang akibat mobilisasi
terhambat. Dalam dunia usaha, ada potensi kerugian peluang (opportunity loss) akibat tidak
dapat mengerjakan suatu hal karena harus terjebak kemacetan.

Bila Jakarta terus dijadikan sebagai pusat dari segalanya, maka kemacetan akan semakin sulit
untuk diurai.

Berdasarkan salah satu penelitian yang dipublikasikan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Indonesia, pertumbuhan jumlah kendaraan sudah jauh melampaui
pertumbuhan ruas jalan per tahun.

Contohnya pada tahun 2010, pertumbuhan jumlah kendaraan mencapai 11%, sedangkan
pertumbuhan ruas jalan hanya sebesar 0,01%.

2. Banjir Tahunan
Masalah banjir tampaknya bukan hal yang sederhana di Jakarta ini. Selain karena sistem
pengairan Jakarta yang tidak berfungsi dengan baik, tanah Jakarta yang semakin amblas juga
mengakibatkan potensi genangan air semakin meluas setiap tahunnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian


Masyarakat (LPPM) ITB, setiap tahun permukaan tanah Jakarta semakin turun dengan
kecepatan 1-12 cm/tahun secara variatif di berbagai daerah.

Penelitian tersebut juga mengatakan bahwa sepanjang 2002-2010 permukaan tanah di


daerah sekitar Pantai Indah Kapuk telah amblas sebesar 116 cm.

Hal tersebut terjadi karena maraknya pembangunan infrastruktur berat seperti jalan,
gedung, rumah, dan jembatan. Alhasil, semakin lama makin banyak daerah yang
memiliki level yang lebih rendah dibanding permukaan laut. Akibatnya, sungai yang
normalnya bisa mengalirkan air hujan ke laut menjadi terhambat dan mengakibatkan
genangan-genangan dan banjir.

Bila pembangunan terus dipusatkan di Jakarta, maka fenomena ini akan berlanjut. Banjir
pun akan sulit untuk ditanggulangi.
Sumber: LPPM ITB

3. Kepadatan Penduduk
Pada tahun 2030, Bank Dunia memperkirakan 60% dari penduduk dunia (termasuk
Indonesia) akan tinggal di kota. Artinya setiap hari akan ada manusia-manusia baru yang
memberikan andil terhadap kepadatan penduduk, tak terkecuali Jakarta.

Pada mulanya, Jakarta yang dahulu bernama Batavia dibangun oleh Belanda sebagai kota
pelabuhan untuk perdagangan dan hanya dirancang untuk menampung 600.000 jiwa. Namun
kini Jakarta harus menjadi rumah bagi lebih dari 10 juta jiwa.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2017, tingkat kepadatan penduduk
Jakarta adalah sebesar 15.366 jiwa/km2. Bila daya tarik perkotaan semuanya diserap oleh
Jakarta, maka kepadatan tentu akan meningkat.

Kepadatan penduduk tentu saja akan membuat kota akan semakin tidak nyaman untuk
ditinggali. Stress yang meningkat akan menggiring tingkat kejahatan lebih tinggi lagi. Maka
dari itu kota baru untuk memecah konsentrasi penduduk jelas diperlukan.
4. Kualitas Air Semakin Buruk
Selain potensi pencemaran yang meningkat seiring padatnya penduduk, konsumsi air tanah
yang terus meningkat juga bukan kabar baik bagi sebuah wilayah.

Pasalnya dengan semakin banyak air tanah yang dipompa keluar, maka air asin yang berasal
dari laut akan semakin mudah menembus lapisan air tanah Kota Jakarta.

Fenomena ini disebut dengan intrusi air laut, yang menyebabkan kandungan garam pada
air tanah meningkat. Kala itu terjadi, air tanah yang biasanya digunakan untuk minum atau
mandi menjadi lebih asin dan tidak layak untuk digunakan.

Hari ini pun kualitas air tanah Beberapa wilayah di kawasan utara Jakarta sudah
dikategorikan Air Tanah Asin, berdasarkan data dari Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta tahun 2006.

2.4 Hal Yang Terjadi Pada Ibu Kota Sebelumnya Apabila Ibu Kota di Pindahkan

Kehilangan status daerah khusus

Kemungkinan pertama yang pasti akan terjadi adalah Jakarta kehilangan statusnya sebagai
daerah khusus yang selama ini dilekatkan di depan namanya, Daerah Khusus Ibu Kota
Jakarta. Hal ini disampaikan oleh pakar hukum tata negara Refly Harun. “Implikasi hukum
jika pemindahan Ibu Kota dilakukan adalah status DKI sebagai daerah khusus ibu kota akan
berubah pastinya. Jadi, UU tentang DKI harus diubah karena bukan lagi daerah khusus ibu
kota kan," kata Refly, Selasa (30/4/2019). Perubahan penyelenggaraan pemerintah akan
terjadi sebagai bentuk konsekuensi hilangnya status DKI dari Jakata. Jakarta Tidak lagi
menjadi ibu kota negara, Jakarta tak ubahnya akan berstatus sama seperti provinsi-provinsi
lainnya, misalnya Jawa Timur, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, dan sebagainya.
Namun, bisa saja status daerah khusus tetap disandang oleh Jakarta apabila pemerintah
memutuskan untuk memberinya sebagai daerah dengan kekhususan baru. "Kalau pemerintah
mau menentukan Jakarta sebagai daerah khusus lain ya bisa saja. Soalnya di Indonesia ada
daerah khusus, ada juga daerah istimewa, seperti Aceh, Yogyakarta, dan Papua," ujar Refly.
Proyek pembangunan besar dilanjutkan

Terlepas jadi atau tidaknya pemindahan ibu kota dari Jakarta ke kota lain, Gubernur DKI
Jakarta Anies Baswedan menegaskan tidak akan memengaruhi proyek pembangunan besar
yang sudah direncanakan akan dilakukan di Jakarta. "Jadi tadi dalam pertemuan ini Presiden
menegaskan bahwa pembicaraan mengenai ibu kota tidak ada hubungannya dengan rencana
pembangunan besar-besaran di Jakarta. Rencana pembangunan besar-besaran di Jakarta tetap
jalan terus," ujar Anies. Sebelumnya Anies mengajukan proyek infrastruktur dalam rapat
terbatas bersama Presiden Jokowi di Istana, Selasa (19/3/2019).

Dalam sidang pleno Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) DKI Jakarta


pada bulan April lalu. Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengungkapkan rincian dari
sembilan infrastruktur yang didukung oleh lembaganya :

- Pengembangan jaringan rel kereta MRT menjadi 223 kilometer senilai Rp 214 triliun;

- Pengembangan jaringan rel kereta LRT menjadi 116 kilometer senilai Rp 60 triliun;

- Pengembangan panjang rute Transjakarta menjadi 2.149 kilometer senilai Rp 10 triliun;

- Pembangunan jaringan rel elevated loopline sepanjang 27 kilometer senilai Rp 27 triliun;

- Penyediaan permukiman hingga 600.000 unit (fasilitas pembiayaan 30 persen) senilai Rp 90


triliun;

- Peningkatan cakupan air bersih hingga 100 persen penduduk DKI senilai Rp 27 triliun;

- Peningkatan cakupan jaringan air limbah hingga 81 persen penduduk DKI senilai Rp 69
triliun;

- Revitalisasi angkot (first and last mile transport) hingga 20.000 unit senilai Rp 4 triliun;

- Pengendalian banjir dan penambahan pasokan air senilai Rp 70 triliun. Tetap macet

Tetap macet

Sementara itu, menurut Anies Baswedan, pemindahan ibu kota dari Jakarta tidak akan
mengurangi tingkat kemacetan yang seolah sudah menjadi ikon tersendiri bagi Jakarta.
Menurut Anies, faktor utama penyumbang kemacetan di Jakarta bukanlah kegiatan dari
sektor pemerintahan. "Jadi perpindahan ibu kota tidak otomatis mengurangi kemacetan,
karena kontributor kemacetan di Jakarta adalah kegiatan rumah tangga dan kegiatan swasta,
bukan kegiatan pemerintah," kata Anies, Senin (29/4/2019).

Kendaraan yang memadati jalanan Jakarta, dari catatan yang dipaparkan Anies, jumlah
kendaraaan milik pribadi jauh lebih banyak daripada kendaraan yang dimiliki oleh dinas
pemerintah. "Di catatan kita jumlah kendaraan pribadi di Jakarta sekitar 17 juta, kendaraan
kedinasan 141 ribu. Kalau pun pemerintah pindah, tidak kemudian mengurai masalah
kemacetan, kemudian dihitung PNS menggunakan kendaraan pribadi, maka dalam hitungan
kita pegawai pemerintah itu sampai 8 persen sampai 9 persen," kata Anies.

Tetap jadi pusat bisnis


Pemindahan ibu kota berarti memindahkan pusat kegiatan pemerintahan ke tempat yang
baru, sesuai dengan yang disampaikan oleh Bappenas. Meskipun demikian, Jakarta masih
akan tetap menjadi pusat kegiatan bisnis dan perekonomian sebagaimana saat ini. Selain itu,
berbagai lembaga yang bergerak di bidang keuangan dan ekonomi, misalnya Bank Indonesia
(BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM),
tetap akan dipusatkan di Jakarta.

2.4 Pemindahan Ibu Kota Belum Perlu Dilakukan

Pemerintah berencana memindahkan ibu kota dari Jakarta, ke luar Pulau Jawa.
Namun sebagian pengamat menilai hal ini masih belum perlu.
Kemacetan lalu lintas parah, banjir dan meningkatnya urbanisasi dinilai telah membuat
Jakarta tak layak lagi jadi ibu kota. Beberapa kota di Kalimantan disebut-sebut menjadi
alternatif ibu kota baru.

Tetapi, pakar tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Yoga kepada VOA mengatakan
Jakarta masih layak jadi ibu kota karena investasi besar-besaran yang telah dilakukan, bahkan
untuk beberapa tahun ke depan. Menurutnya, pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang harus
memusatkan perhatian menyelesaikan persoalan-persoalan yang selama ini melilit ibu kota.
Menurut Yoga, investasi luar biasa besar untuk infrastruktur Jakarta, seperti pembangunan
Moda Transportasi Terpadu (MRT) dan Lintas Rel Terpadu (LRT) baru bisa dinikmati pada
2030. Selain itu, ada harapan banjir dan macet harus bisa diselesaikan juga pada 2030.

“Artinya, kalau itu dijadikan patokan, Jakarta masih layak menjadi ibu kota. Kalau tidak,
ngapain kita investasi besar-besaran kemudian kita tidak percaya bahwa Jakarta akan bebas
banjir dan macet,” ungkap Nirwono kepada VOA.

Nirwono menambahkan daripada menghabiskan anggaran Rp466 triliun untuk membangun


sebuah ibu kota baru, lebih baik uang tersebut didistribusikan kepada kota lain untuk
dikembangkan menjadi pusat pertumbuhan perekonomian yang baru dan warga tidak perlu
datang ke kota besar seperti Jakarta untuk mencari pekerjaan dan penghidupan yang lebih
layak.

“Kalau kita bicara soal Jawa aja dulu, selain Jabodetabek tadi kan Bandung, Semarang dan
Surabaya kan kota sudah jadi. Dananya tidak usah besar, tinggal kita dorong mereka arahnya
mau fokus kemana pengembangannya, langsung jalan,” kata Nirwono.

Sedangkan dana yang berlebih bisa dipakai untuk kota-kota di Sumatra, misalnya untuk
Medan, Padang, Palembang, atau untuk Pontianak Kalimantan Barat dan di Sulawesi.

“Jadi fokus. Karena kalau didistribusikan sesuai kebutuhan, kita harap 10 tahun ke depan
kota yang kita dorong ekonominya menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru sehingga warga
dimasing-masing pulau tadi tidak perlu datang ke Jawa. Itu lebih menjanjikan,” jelasnya.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pemindahan Ibu Kota suatu negara merupakan hal yang sangat mempengaruhi masa depan
suatu bangsa.Wacana Pemindahan Ibu Kota di Indonesia merupakan wacana yang telah lama
dibicarakan.Wacana tersebut Mulai muncul ketika pemerintahan presiden pertama
Soekarno,dan terus dibicarakan hingga pemerintahan presiden Joko Widodo.

Di Indonesia sendiri,sebenarnya wacana pemindahan Ibu Kota sudah dibicarakan sejak


lama.Mulai dari masa pemerintahan presiden pertama Soekarno,hingga masa pemerintahan
presiden Joko Widodo saat ini.

Namun,pemindahan Ibu Kota belum di rasa perlu bagi negara Indonesia pada saat
ini,karena status kota Jakarta yang saat ini menjadi ibu kota masih dapat dibilang layak untuk
menjadi ibu kota negara Indonesia,walaupun memiliki berbagai permasalahan yang dapat
menghambat jalannya kepentingan Jakarta sebagai Ibu Kota negara.

3.2 Saran

1.Sebaiknya pemerintah lebih mempertimbangkan lagi terkait rencana untuk memindahkan


Ibu Kota negara,karena sebenarnya kota Jakarta masih dapat dibilang layak untuk menjadi
Ibu Kota negara

2.Sebaiknya pemerintah lebih memperhatikan terhadap permasalahan lain daripada


memikirkan untuk memnidahkan Ibu Kota,karena masih banyak masalah lain yang masih
belum terselesaikan

3.Sebaiknya pemerintah lebih memusatkan perhatian untuk menyelesaikan hutang


negara,karena keadaan negara sekarang sedang memiliki banyak hutang
REFERENSI

https://nasional.kompas.com/read/2019/04/30/18544621/wacana-pemindahan-ibu-kota-pada-era-
soekarno-dan-sebelumnya

https://megapolitan.kompas.com/read/2019/04/30/17430051/4-hal-ini-akan-terjadi-pada-jakarta-
jika-tak-lagi-jadi-ibu-kota?page=1

https://www.voaindonesia.com/a/pemindahan-ibu-kota-perlukah-/4904322.html

https://www.cnbcindonesia.com/news/20190429183854-4-69532/sederet-alasan-yang-bikin-ibu-
kota-harus-pindah

https://id.wikipedia.org/wiki/Ibu_kota

Anda mungkin juga menyukai