Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

PENDAHULUAN

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi.Berdasarkan studi epidemiologis yang dilakukan
oleh WHO pada 441.435 sampel di 5 negara Asia, yaitu: Pakistan, India, Indonesia,
Vietnam dan Cina, didapatkan adanya perbedaan yang cukup signifikan. Insiden
demam tifoid lebih tinggi di negara-negara Asia Selatan (Pakistan dan India)
dibandingkan dengan negara-negara di Asia Timur (Indonesia, Vietnam, Cina).1

WHO mencatat Indonesia sebagai salah satu negara endemik untuk demam
tifoid. Di Indonesia, terdapat rata-rata 900.000kasus demam tifoid dengan angka
kematian lebih dari 20.000 setiap tahunnya. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013, angka prevalensi demam tifoid secara nasional adalah 1,6%
dengan 12 provinsi yang memiliki prevalensi diatas angka nasional, yaitu: Provinsi
Nangroe Aceh Darusalam, Bengkulu, Jawa Barat, Banten, Nusa Tenggara Barat,
Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan,
Gorontalo, Papua Barat dan Papua.1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi.Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan,
ditopang dengan bakterimia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial
dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi kedalam sel fagosit mononuklear dari hati,
limfa, kelenjar limfe usus dan Peyer’s patch.Penularan Salmonella typhi sebagian
besar melalui minuman/makanan yang tercemar oleh kuman yang berasal dari
penderita atau pembawa kuman, biasanya keluar bersama-sama dengan tinja (melalui
rute oral fekal). Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil
yang berada dalam bakterimia kepada bayinya.1

Kata tifoid berasal dari kata yunani yaitu thypos.Pada tahun 1829 Pierre Louis
(Perancis) mengeluarkan istilah thypoid yang berarti seperti thypus.Pada tahun 1896
Widal mendapatkan salah satu metode untuk diagnosis penyakit demam tifoid. Pada
tahun 1948 Woodward dkk di Malaysia menemukan bahwa kloramfenikol adalah
efektif untuk pengobatan penyakit demam tifoid.1

2.2 Epidemiologi

Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting diberbagai


negara sedang berkembang.Diperkirakan angka kejadian dari 150/100.000/ tahun di
Amerika Selatan dan 900/100.000/tahun di Asia. Umur penderita yang terkena di
Indonesia (daerah endemis) dilaporkan antara 3-19 tahun mencapai 91%
kasus.1Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, angka prevalensi
demam tifoid secara nasional adalah 1,6% dengan 12 provinsi yang memiliki
prevalensi diatas angka nasional, yaitu: Provinsi Nangroe Aceh Darusalam,
Bengkulu, Jawa Barat, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,

2
Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Papua Barat
dan Papua.

2.3 Etiologi

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi.Kuman ini berbentuk


batang dengan ukuran 0,5 µm - 3,0 µm, bakteri Gram-negatif, mempunyai flagella,
tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob pada suhu 15-41o C (suhu
pertumbuhan optimal 37o C) serta pH pertumbuhan 6-8. Kuman ini bertahan hidup
beberapa minggu di alam bebas seperti di air, es, sampah, dan debu serta hidup subur
pada medium yang mengandung garam empedu. Kuman ini mati dengan pemanasan
(suhu 60o C) selama 15-20 menit.2

Taksonomi Salmonella typhi:

 Kingdom : Bacteria
 Filum : Proteobacteria
 Class : Gamma Proteobacteria
 Ordo : Enterobacteriales
 Famili : Enterobacteriaceae
 Genus : Salmonella
 Species : Salmonella enterica
 Sub-spesies : Salmonella typhi

3
Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen yaitu:2

1. Antigen O (antigen somatik) yang terdiri dari oligosakarida terletak pada


lapisan luar kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida
atau endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak
tahan terhadap formaldehid.
2. Antigen H (antigen flagela) terdiri dari protein terletak pada flagela, fimbria,
atau fili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan
tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
3. Antigen Vi (antigen kapsul) terdiri dari polisakarida terletak pada kapsul
(envelope) kuman yang dapat melindungi kuman terhadap fagositosis.
Antigen tersebut di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pembentukan 3
macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.

4
2.4 Patogenesis

Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti


organisme yaitu:1

1. Penempelan dan invasi sel-sel M Peyer’s patch


2. Bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi di makrofag Peyer’s patch,nodus
limfatikus mesenterikus dan organ-organ ekstra intestinal system
retikuloendotelial
3. Bakteri bertahan hidup didalam aliran darah
4. Produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMPdidalam kripta usus
dan menyebabkan keluarnya elektrolit dan air kedalam lumen intestinal
a. Jalur masuknya bakteri kedalam tubuh
Bakteri Salmonella typhibersama makanan/minuman masuk kedalam tubuh
melalui mulut.Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (Ph<2) banyak
bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidria, gastrektomi, pengobatan
dengan antagonis reseptor histamine H2, inhibitor pompa proton atau antasida
dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup
akan mencapai usus halus. Diusus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan

5
kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan
jejunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan
tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikellimfe usus halus,
mengikuti aliran ke kelenjar mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi
sistemik sampai kejaringan RES diorgan hati dan limpa.Salmonella
typhimengalami multiplikasi didalam sel fagosit mononuclear didalam folikel
limfa, kelenjar limfa mesenterika, hati dan limfa.1
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya
ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respon imun penjamu maka
Salmonella typhiakan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk
kedalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ
manapun, akan tetapi tempat yang disukai oleh Salmonella typhiadalah hati, limfa,
sum-sum tulang, kandung empedu dan Peyer’s patchdari ileum terminal. Invasi
kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah atau penyebaran
retrograde dari empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat menginvasi tulang
diniding usus atau dikeluarkan melalui tinja.1
b. Peran endotoksin
Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut
terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui
pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella typhimenstimulasi
makrofag didalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe
mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag
inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vascular yang tidak stabil,
demam, depresi sumsum tulang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem
imunologik.1
c. Respons Imunologik
Pada demam tifoid terjadi respon humoral maupun seluler baik ditingkat lokal
(gastrointestinal) maupun sistemik.Akan tetapi bagaimana mekanisme imunologik
ini dalam menimbulkan kekebalan maupun eliminasi terhadap Salmonella typhi

6
tidak diketahui dengan pasti.Diperkiran bahwa imunitas selular lebih berperan.
Penurunan jumlah limfosit T ditemukan pada pasien sakit berat dengan demam
tifoid.1

2.5 Manifestasi klinis

Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-rata
antara 10-14 hari. Manifestasi klinis demam tifoid yaitu:1

 Demam > 7 hari, timbul insidious, kemudian naik secara bertahap tiap harinya
dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama, setelah itu demam
akan bertahan tinggi dan pada minggu ke-4 demam turun perlahan secara lisis
(step-ladder temperature chart). Demam lebih tinggi saat sore dan malam hari
dibandingkan dengan pagi harinya.
 Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri kepala,
malaise, anoreksia, nausea, myalgia, nyeri perut dan radang tenggorokan.
 Gejala gastrointestinal seperti diare, obstipasi
 Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran

2.6 Diagnosis

Diagnosis demam tifoid ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti ditegakkan melalui isolasi S.typhi dari
darah.3

A. Anamnesis
Dari anamnesis yang harus ditanyakan adalah demam. Karakteristik demam
ditanyakan dengan lebih detail seperti kapan waktu dimulainya demam,
berapa suhunya (jika sudah diukur), apakah demam terutama terjadi malam
hari, apakah sudah diberikan obat dan bagaimana responnya. Gejala sistemik
lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri kepala, malaise,

7
anoreksia, nausea, myalgia, nyeri perut dan radang tenggorokan, gejala
gastrointestinal seperti diare, obstipasi.
B. Pemeriksaan fisik
 Pada sebagian pasien lidah tampak kotor dengan putih ditengah
sedangkan tepi dan ujungnya kemerahan.

 Hepatomegali
 Splenomegali
 Meteorismus (negara barat)
 Rose spot (suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan
ukuran 1-5 mm) sering kali dijumpai pada daerah abdomen, toraks dan
ekstremitas dan punggung pada orang kulit putih. Ruam ini muncul
pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari namun tidak pernah
dilaporkan dan ditemukan pada anak Indonesia.

8
C. Pemeriksaan penunjang3
 Darah tepi
Anemia normokromi normositik terjadi sebagai akibat perdarahan usus,
jumlah leukosit rendah (leukopenia) namun jarang dibawah
3.000/µl3.Trombositopenia sering dijumpai, kadang-kadang berlangsung
beberapa minggu.
 Biakan Salmonella typhi
Diagnosis pasti ditegakkan melalui isolasi Salmonella typhi dari darah.Pada
dua minggu pertama sakit, kemungkinan mengisolasi Salmonella typhi dari
dalam darah pasien lebih besar daripada minggu berikutnya.Biakan yang
dilakukan pada urin dan feses, kemungkinan keberhasilan lebih
kecil.Biakan spesimen yang berasal dari aspirasi sumsum tulang
mempunyai sensitivitas tertinggi, hasil positif didapat pada 90%
kasus.Akan tetapi prosedur ini sangat invasif, sehingga tidak dipakai dalam
praktek sehari-hari.Pada keadaan tertentu dapat dilakukan biakan spesimen
empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup
baik.
 Serologi
 Uji Widal
Dasar reaksi uji Widal adalah reaksi aglutinasi antara antigen kuman
Salmonella Typhi dengan antibodi (aglutinin).Aglutinin yang spesifik
terhadap Salmonella Typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid,
orang yang pernah tertular Salmonella Typhi, dan orang yang pernah
mendapatkan vaksin demam tifoid.Antigen yang digunakan pada uji Widal
adalah suspensi Salmonella Typhi yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium.Tujuan uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum penderita yang diduga menderita demam tifoid.

9
Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H
yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Secara umum, aglutinin O mulai
muncul pada hari ke 6-8 dan aglutinin H mulai muncul pada hari ke 10-12
dihitung sejak hari timbulnya demam.Semakin tinggi titer aglutininnya,
semakin besar pula kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam
tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin akan meningkat pada
pemeriksaan ulang yang dilakukan pada selang waktu minimal 5 hari.
Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu
memastikan diagnosis demam tifoid.Interpretasi hasil uji Widal adalah
sebagai berikut :
a. Titer aglutinin O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut.
b. Titer aglutinin H yang tinggi ( > 160) menunjukkan sudah pernah
mendapat imunisasi atau pernah menderita infeksi.
c. Titer aglutinin yang tinggi terhadap antigen Vi terdapat pada carrier.
 Tubex
merupakan alat diagnostik demam tifoid yang diproduksi oleh IDL
Biotech, Broma, Sweden.27 Tes ini sangat cepat, hanya membutuhkan
waktu 5-10 menit, sederhana dan akurat. Tes ini mendeteksi serum
antibodi IgM terhadap antigen O9 LPS yang sangat spesifik terhadap
bakteri Salmonella Typhi.Pada orang yang sehat normalnya tidak
memiliki IgM anti-O9 LPS.
Tes Tubexmerupakan tes yang subjektif dan semikuantitatif dengan cara
membandingkan warna yang terbentuk pada reaksi dengan Tubexcolor
scale yang tersedia. Range dari color scale adalah dari nilai 0 (warna paling
merah) hingga nilai 10 (warna paling biru).
Cara membaca hasil tes Tubex adalah sebagai berikut menurut IDL
Biotech:
1. Nilai < 2 menunjukan nilai negatif (tidak ada indikasi demam tifoid).

10
2. Nilai 3 menunjukkan inconclusive score dan memerlukan pemeriksaan
ulang.
3. Nilai 4-5 menunjukan positif lemah.
4. Nilai > 6 menunjukan nilai positif (indikasi kuat demam tifoid).
Nilai Tubex yang menunjukan nilai positif disertai dengan tanda dan
gejala klinis yang sesuai dengan gejala demam tifoid, merupakan indikasi
demam tifoid yang sangat kuat.

2.7 Penatalaksanaan

Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati dirumah dengan tirah baring,
isolasi yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta pemberian
antibiotik.Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat di rumah sakit agar pemenuhan
cairan, elektrolit serta nutrisi disamping observasi kemungkinan timbul penyulit dapat
dilakukan dengan seksama. Pengobatan antibiotik merupakan pengobatan utama
karena pada dasarnya patogenesis infeksi Salmonella Tyhpiberhubungan dengan
keadaan bakterimia.3,5

a. Antibiotik
 Kloramfenikol
Pilihan pertama pada pengobatan penderita demam tifoid. Dosis yang diberikan
adalah 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian pemberian oral atau IV
selama 10-14 hari atau 5-7 hari setelah demam turun. Salah satu kelemahan
kloramfenikol adalah tingginya relaps dan karier, namun pada anak hal tersebut
jarang dilaporkan.
 Ampisilin
Memberikan respons perbaikan klinis yang kurang apabila dibandingkan
dengan kloramfenikol.Dosis yang dianjurkan adalah 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam
4 kali pemberian secara intravena.

11
 Amoksilin
Amoksilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian per
oral selama 10 hari memberikan hasil setara dengan kloramfenikol walaupun
penurunan demam lebih lama.
 Kombinasi trimethoprim sulfametoksazol (TMP-SMZ)
Dosis yang dianjurkan adalah TMP 10 mg/kg/hari atau SMZ 50 mg/kg/hari
dibagi dalam 2 dosis. Memberikan hasil yang kurang baik disbanding kloramfenikol.
 Ceftriaxone
Dosis 100 mg/kg/hari dibagi dalam 1 atau 2 dosis (maksimal 4 gram/hari)
pemberian intravena selama 5-7 hari.
 Cefotaxim
Dosis 150-200 mg/kg/hari dibagi dalam 3-4 dosis.
 Cefixime
Dosis 10-15 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis pemberian oral selama 10
hari dapat diberikan sebagai alternatif, terutama apabila jumlah leukosit <2000/ µl
atau dijumpai resistensi terhadap Salmonella Typhi.
b. Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan pada kasus berat seperti delirium, obtundasi, stupor,
koma dan shock.Pemberian deksametason intavena (3mg/kg diberikan dalam 30
menit untuk dosis awal, dilanjutkan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam).

2.8 Komplikasi

 Perforasi usus halus1


Dilaporkan terjadi 0,5-3% kasus demam tifoid anak. Penyulit ini biasanya
terjadi pada minggu ke-3 sakit, walau pernah dilaporkan terjadi pada minggu
pertama. Pada perforasi usus halus ditandai oleh nyeri abdomen lokal pada
kuadran kanan bawah, kemudian akan diikuti muntah, nyeri pada perabaan
abdomen, defance muskulare, hilangnya keredupan hepar dan tanda-tanda

12
peritonitis.Beberapa kasus perforai usus halus mempunyai manifestasi klinis
yang tidak jelas.
 Perdarahan usus
Dilaporkan terjadi 1-10% kasus demam tifoid anak.Pada plaque peyeri yang
terinfeksi (ileum terminalis) dapat terbentuk tukak.Jika tukak menembus lumen
usus dan mengenai pembuluh darah, terjadi perdarahan.

2.9 Pencegahan

Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar Salmonella typhi,


maka setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang
mereka konsumsi.Salmonella typhididalam air akan mati apabila dipanasi setinggi
570C. Untuk makanan, pemanasan sampai sampai 570C beberapa menit dan secara
merata juga dapat mematikan kuman Salmonella typhi.3

Berikut ini pencegahan terhadap Salmonella typhi:

1. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum menyiapkan


makanan dan minuman, setelah menggunakan toilet, dll.
2. Pastikan bahwa makanan yang dimasak tertutup untuk melindunginya dari
lalat.
3. Hindari sayuran mentah dan buah-buahan yang tidak bisa dikupas. Sayuran
seperti selada mudah terkontaminasi dan sangat sulit untuk dicuci dengan
baik. Ketika makan buah yang bisa dikupas jangan makan kulitnya, cuci
tangan dengan sabun terlebih dahulu.
4. Hindari makanan dan minuman dari pedagang kaki lima. Makanan sulit dijaga
kebersihannya di jalan, dan banyak wisatawan yang sakit karena makanan
yang dibeli dari pedagang kaki lima.
5. Didihkan air minum hingga mendidih selama 1 menit.
6. Mintalah minuman tanpa es kecuali es terbuat dari air matang yang direbus.

13
7. Hindari es dan jus beraroma karena mereka mungkin dibuat dengan air yang
terkontaminasi.

Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu yang berisi kuman yang
dimatikan, kuman hidup dan komponen Vi dari Salmonella typhi.

 Vaksin oral Ty 21a


Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi hidup yang dilemahkan, diberikan per
oral tiga kali dengan interval pemberian selang sehari. Lama proteksi dilaporkan 6
tahun. Vaksin Ty-21a diberikan pada anak berumur diatas 2 tahun.Vaksin ini
dikontraindikasikan pada wanita hamil, menyusui, penderita imunokompromais,
sedang demam, sedang minum antibiotik, dan anak kecil 6 tahun.
 TAB vaccine

Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B yang


dimatikan. Dosis yang diberikan untuk anak 6-12 tahun 0,25 mL; dan anak 1-5 tahun
0,1 mL diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu. Cara pemberian melalui suntikan
subkutan.Efek samping yang dilaporkan adalah demam, nyeri kepala, lesu, dan
bengkak dengan nyeri pada tempat suntikan.Vaksin ini di kontraindikasikan pada
keadaan demam, hamil, dan riwayat demam pada pemberian pertama.Vaksin ini
sudah tidak beredar lagi, mengingat efek samping yang ditimbulkan dan lama
perlindungan yang pendek.

 Vaksin polisakarida

Vaksin yang mengandung polisakarida Vi dari bakteri Salmonella. Mempunyai


daya proteksi 60-70% selama 3 tahun. Vaksin ini tersedia dalam alat suntik 0,5 mL
yang berisi 25 mikrogram antigen Vi dalam buffer fenol isotonik. Vaksin diberikan
secara intramuskular dan diperlukan pengulangan (booster) setiap 3 tahun.Vaksin ini
dikontraindikasikan pada keadaan hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam, dan
anak kecil 2 tahun.

14
2.10 Prognosis

Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan


kesehatan sebelumnya dan ada tidaknya komplikasi. Prognosis buruk jika terdapat
gejala klinis yang berat seperti hiperpireksia atau febris kontinyu, kesadaran
menurun, malnutrisi, dehidrasi, asidosis, peritonitis, bronkopneumonia, dan
komplikasi lain.Dinegara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka
mortalitas <1%. Dinegara berkembang, angka mortalitasnya >10%, biasanya karena
keterlambatan diagnosis, perawatan dan pengobatan.1

15
BAB III
ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien
Nama : An.ns
Umur : 6 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Anak ke : 1 (dua) dari 21bersaudara
Agama : Islam
Alamat : Sultan syarif
No. MR : 206327
Tanggal Masuk : 21/09/2018

AUTOANAMNESIS
Kel uhan utama:
Muntah sejak 3 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang:
Demam sejak 5 hari sebelum masuk Rumah Sakit, demam naik turun dan suhu
meningkat sering pada malam hari. Menggigil (+), mencret sejak 3 hari yang lalu 5x
,mencret cair kuning, batuk sejak 1 hari yang lalu, dahak (-), pilek (+) sejak 2 hari
yang lalu, nyeri perut disekitar umbilikus(+), muntah 1x, cair , nyeri kepala (+)
pusing (+), kejang (-), sesak (-), BAK lancar, BAB tidak lancar , nafsu makan
menurun (+).

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga mengalami keluhan serupa.

16
Riwayat pengobatan
pasien sudah belum pernah berobat .

Riwayat Sosial Ekonomi


 Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk, ventilasi baik, rumah cukup bersih.
 Pasien sering jajan sembarangan
 Sumber air minum : galon isi ulang
 Pekarangan : bersih
 Sampah : terdapat tempat pembuangan sampah
Kesan : higiene dan sanitasi lingkungan kurang baik

Riwayat Kehamilan
Ibu pasien ANC rutin dilakukan. Sakit tertentu saat hamil (-)
Riwayat Kelahiran
Lahir spontan pervaginam dibantu bidan, langsung menangis, dan cukup bulan
Riwayat Makan dan Minum
Pasien makan 2x1 hari, sering jajan sembarangan dan jarang minum
Riwayat Imunisasi
Pasien mendapatkan imunisasi lengkap namun ibu tidak ingat imunisasi yang
diberikan.
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis kooperatif
Nadi : 105 kali/menit
Pernafasan : 24 kali/menit
Suhu : 37,6oC
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Berat Badan : 15,5 kg

17
BB/U : 78%
Tinggi Badan : 120 cm
TB/U : 97%
Lingkar Kepala : 40
Status Gizi : Gizi cukup
PEMERIKSAAN FISIK
Kulit : Warna kuning langsat, turgor kembali cepat
Kepala : Normochepal
Rambut : Hitam, tidak mudah rontok, distribusi rambut merata
Mata : Tidak cekung,sklera ikterik (-/-), conjungtiva anemis (-/-)
Telinga : Bentuk normal, sekret pada liang telinga (-/-), darah (-/-)
Hidung : deviasi septum (-), sekret (-), napas cuping hidung (-)
Mulut : Mukosa bibir kering, pucat (-), sianosis (-), Lidah kotor (+)di
bagian tengah, tepi lidah hiperemis.
Tenggorokan : Tonsil: T1-T1, hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), kaku kuduk (-)
Thorax (pulmo) :
 Inspeksi : Bentuk dan gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri,
retraksi (-)
 Palpasi : vocal fremitus simetris
 Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
 Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), Wheezing(-/-)
Thorax (cor)
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Perkusi : batas jantung normal
 Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
 Inspeksi : Tampak datar, distensi (-)

18
 Auskultasi : Bising usus (+)
 Palpasi : Turgor kembali cepat, nyeri tekan epigastrium (+), hepar
tidak teraba, lien tidak teraba
 Perkusi : Timpani pada kuadran abdomen

Ekstremitas
- Superior : Akral hangat, edema (-), CRT <2 detik, edema (-)
- Inferior : Akral hangat, edema (-), CRT <2 detik, edema (-)
Refleks fisiologi
- reflek tendon bisep (+), trisep (+)
- reflek patella (+)
- Reflek achilles (+)
Refleks patologis
- kaku kuduk (-)
- perasat Brudzinski I (-)
- perasat Brudzinski II (-)
- kernig sign (-)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 21/05/2018
Darah Lengkap
 Hemoglobin : 10,5 %
 Leukosit :7.200/ mm3
 Trombosit: 268.000/mm3
 Hematokrit : 33,7%
Immuno-Serologi
Widal
Widal S. Typhi H : 1/160 dan S. Typhi O : 1/320 , tubex tf = score 6

19
RESUME
Pasien datang ke IGD rumah sakit karena eemam sejak 5 hari sebelum masuk Rumah
Sakit, demam naik turun dan suhu meningkat sering pada malam hari. Menggigil (+),
mencret sejak 3 hari yang lalu 5x ,mencret cair kuning, batuk sejak 1 hari yang lalu,
pilek (+) sejak 2 hari yang lalu, nyeri perut disekitar umbilikus(+), muntah 1x, cair ,
nyeri kepala (+) pusing (+)BAK lancar, BAB tidak lancar , nafsu makan menurun (+).
dari pemeriksaan fisik didapatkan Lidah kotor (+) di bagian tengah, tepi lidah
hiperemis. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil Hb: 10,5 %, leukosit
:7.200/ mm3, trombosit: 268.000/mm3, hematokrit : 33 %, Widal S. Typhi H : 1/160
dan S. Typhi O : 1/320 , tubex tf = score 6
Diagnosis Kerja : Demam tifoid
Diagnosis banding : Dengue fever

Penatalaksanaan

 IVFD Kaen 1b 16 tpm (makro)


 Injeksi ceftriaxon 2x700 mg /12 jam/IV
 Injeksi ranitidin 2x15 mg/12 jam/IV
 Injeksi ondansentro 2,5mg ( k/p)
 Paracetamol syr 1 ½ cth (k/p)
 MLDSP 1200 kkal
Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam

20
Follow up
Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi
22/09/2018 S: orang tua pasien mengatakan anaknya  IVFD Kaen 1b 16 tpm
tampak lemah, Demam (-), Nyeri ulu (makro)
hati (-) batuk (-) pilek (-) muntah (-)  Injeksi ceftriaxon 2x700
O: KU: Tampak sakit ringan mg /12 jam/IV
Kesadaran:Composmentis  Injeksi ranitidin 2x15
HR: 110 x/menit mg/12 jam/IV
RR: 26 x/menit  Injeksi ondansentro
0
T: 36,8 C 2,5mg ( k/p)
TD: 90/60 mmHg  Paracetamol syr 1 ½ cth
BB: 15,5 Kg (k/p)
 MLDSP 1200 kkal

23/09/2018 S: orang tua pasien mengatakan anaknya  IVFD Kaen 1b 16 tpm


tampak lemah, Demam (-), Nyeri ulu (makro)
hati (-) batuk (-) pilek (-) muntah (-)  Injeksi ceftriaxon 2x700
O: KU: Tampak sakit ringan mg /12 jam/IV
Kesadaran:Composmentis  Injeksi ranitidin 2x15
HR: 100 x/menit mg/12 jam/IV
RR: 28 x/menit  Injeksi ondansentro
0
T: 36, C 2,5mg ( k/p)
TD: 90/60 mmHg  Paracetamol syr 1 ½ cth
BB: 15,5 Kg (k/p)
 MLDSP 1200 kkal

21
24/09/2018 S: orang tua pasien mengatakan anaknya  IVFD Kaen 1b 10 tpm
tampak lemah, Demam (-), Nyeri ulu (makro)
hati (-) batuk (-) pilek (-) muntah (-)  Injeksi ceftriaxon 2x700
O: KU: Tampak sakit ringan mg /12 jam/IV
Kesadaran:Composmentis  Injeksi ranitidin 2x15
HR: 100 x/menit mg/12 jam/IV
RR: 28 x/menit  Injeksi ondansentro
0
T: 36, C 2,5mg ( k/p)
TD: 90/60 mmHg  Paracetamol syr 1 ½ cth
BB: 15,5 Kg (k/p)
MLDSP 1200 kkal
25/092018 S: orang tua pasien mengatakan anaknya  IVFD Kaen 1b 10 tpm
tampak lemah, Demam (-), Nyeri ulu (makro)
hati (-) batuk (-) pilek (-) muntah (-)  Injeksi ceftriaxon 2x700
O: KU: Tampak sakit ringan mg /12 jam/IV
Kesadaran:Composmentis  Injeksi ranitidin 2x15
HR: 106 x/menit mg/12 jam/IV
RR: 24 x/menit  Injeksi ondansentro
0
T: 36,6 C 2,5mg ( k/p)
TD: 90/60 mmHg  Paracetamol syr 1 ½ cth
BB: 15,5 Kg (k/p)
MLDSP 1200 kkal

22
26/09/3028 S: Demam (-), Nyeri ulu hati (-) batuk Pasien boleh pulang
(-) pilek (-) muntah (-)
O: KU: Tampak sakit ringan
Kesadaran:Composmentis
HR: 106 x/menit
RR: 24 x/menit
T: 36,60C
TD: 90/60 mmHg
BB: 15,5 Kg

BAB IV

PEMBAHASAN

1. Anamnesis
 Pada keluhan utama: didapatkan bahwa pasien demam sejak 5 hari sebelum
masuk Rumah Sakit, demam naik turun suhu meningkat sering pada malam
hari dan gejala gastrointestinal (nyeri ulu hati).Menurut buku IDAI
manifestasi klinis demam tifoid yaitu demam > 7 hari lebih tinggi saat sore
dan malam hari, gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah
nyeri kepala, malaise, anoreksia, nausea, myalgia, nyeri perut dan radang
tenggorokan, gejala gastrointestinal seperti diare, obstipasi dan dapat dijumpai
penurunan kesadaran. Pada kasus ini belum bisa ditegakkan sebagai demam
tifoid karena tidak memenuhi manifestasi klinis dari trias demam tifoid.

23
 Pada RPS, pasien juga mengeluhkan adanya nyeri perut, hal ini menunjukkan
selain adanya demam juga terdapat gejala sistemik lainnya pada pasien
demam tifoid.
 Pada RPK: hal ini perlu juga untuk ditanyakan untuk mengetahui faktor yang
bisa dicurigai sebagai penyebab ataupun faktor risiko terkenanya demam
tifoid pada anak.
2. Pemeriksaan fisik
 Pada pemeriksaan fisik didapatkan lidah tampak kotor dengan putih ditengah
sedangkan tepi dan ujungnya kemerahan. Menurut buku IDAI selain lidah
tampak kotor dengan putih ditengah sedangkan tepi dan ujung lidah
kemerahan, bisa juga ditemukanhepatomegali dan splenomegali.

3. Diagnosis kerja
Diagnosis kerja dari kasus ini adalah demam tifoid, diagnosis ditegakkan
berdasarkan keluhan utama,RPS, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan.
4. Tatalaksana
 Medikamentosa :terapi yang diberikan adalah antibiotik ceftriaxon secara
injeksi, seharusnya drug of choice demam tifoid adalah kloramfenikol, alasan
diberikan ceftriaxone kemungkinan karena obat kloramfenikol di RSUD
tengku rafian siak sri indrapura tidak tersedia. Paracetamol syrup untuk
menurunkan demam, Jenis infus yang diberikan adalah Kaen 1b dengan
kecepatan 16 tpm (makro).

24
BAB V
KESIMPULAN
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi.Kuman bersama makanan atau minuman masuk ke
tubuh melalui saluran cerna.Walaupun gejala demam tifoid bervariasi, secara garis
besar gejala yang muncul adalah demam > 7 hari, lebih tinggi saat sore dan malam
hari.Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri kepala,
malaise, anoreksia, nausea, myalgia, nyeri perut dan radang tenggorokan.Gejala
gastrointestinal seperti diare, obstipasiPada demam tifoid berat dapat dijumpai
penurunan kesadaran.

Pada pemeriksaan fisik sebagian pasien lidah tampak kotor dengan putih
ditengah sedangkan tepi dan ujungnya kemerahan, hepatomegali,
splenomegaly.Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis demam tifoid
meliputi darah tepi, biakan salmonella, serologi (uji widal, uji tubex).Antibiotik
kloramfenikolPilihan pertama pada pengobatan penderita demam tifoid. Pencegahan
dapat dilakukan dengan cara menjaga higiene pribadi dan vaksinasi tifoid sehingga
dapat menekan angka insidensi demam tifoid.

25
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Demam Tifoid Dalam: Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak, Editor Soedarno, S.S.P, Gamma, H dan Hadinegoro, S.R.S. Hal
338-346.
2. Karsinah, Lucky, H.M, Suharto, Mardiastuti, H.W. Batang Negatif Gram,
Enterobacteriaceae Dalam: Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Editor: Staf
Pengajar Bagian Mikrobiologi FKUI. Jakarta. 2013. Hal 185-189.
3. World Helth Organization (WHO). Demam Tifoid Dalam:The diagnose, treatment
and prevention of Tifoid Fever. Editor: Acosta, C, Albert, M.J. Jakarta 2003. Hal
7-29.
4. World Helth Organization (WHO). Demam Tifoid Dalam: Guidelines For The
Management Of Typhoid Fever. Editor: Manangazira, P, Glavintcheva, I, Gonese,
M, Bara, Chimbaru, Ameda. Jakarta. 2011. Hal 13-14.

26
27
28

Anda mungkin juga menyukai