ABLASIO RETINA
Disusun oleh :
Pembimbing :
dr. Kemala Sayuti, Sp.M (K)
PENDAHULUAN
2
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penulisan Clinical Science Session ini adalah menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai Ablasio Retina.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ablasio retina (retinal detachment) adalah kelaian pada mata yang
disebabkan oleh terpisahnya lapisan neurosensoris retina (NSR) dari lapisan epitel
retina (RPE). 1 Terdapat tiga jenis ablasio retina, yaitu regmatogen, traksional, dan
eksudatif (serosa), yang mungkin bisa menjadi hemoragis. 3
Kornea hingga iris membentuk anterior chamber mata, yang pada tepinya
terdapat trabecular meshwork yang merupakan tempat mengalirnya cairan aqueous
menuju kanal Schlemm dan vena aqueous. Posterior chamber dibentuk oleh iris,
lensa dan badan siliaris. Diantara lensa dana retina, terdapat badan vitreus yang
menempati sebagian besar segmen posterior mata. 6
4
Gambar 1. Anatomi Mata 6
Retina
Retina adalah lapisan tipis yang transparan, terdiri dari lapisan neural multipel,
membentuk badan siliaris dan ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata sekitar
6.5 mm dibelakang Schwalbe’s line dari sisi temporal, dan sekitar 5.7 mm dari sisi
nasalis. Bagian luar retina sensoris berbatasan dengan lapisan epitel pigmen retina
(RPE), dan berhubungan dengan membrane Brunch’s, koroid dan sklera. 6
Di beberapa area, retina dan RPE sangat mudah dipisahkan untuk membentuk
ruang subretinal, seperti yang terjadi pada ablasio retina, namun di sekitar diskus
optic dan ora serrata, hubungan retina dan RPE sangat erat, dan membatasi
pergerakan cairan subretina pada ablasio retina. 6
Retina sendiri terdiri dari beberapa lapisan, yaitu: 7
1. Lapisan epitel pigmen (RPE)
2. Lapisan fotoreseptor merupakan lesi terluar retina terdiri atas sel batang
yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
5
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membrane ilusi.
4. Lapisan nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan
batang.
5. Lapisan pleksiform luar merupakan lapis aselular dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6. Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel
Muller.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat
sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua,
9. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju kearah
saraf optik.
10. Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan
badan kecil.
6
Retina mendapatkan suplai darah dari dua sumber yaitu koriokapiler yang berada
tepat di luar membrana Bruch, yang mensuplai sepertiga luar retina, termasuk
lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel
pigmen retina, serta cabang-cabang dari arteri retina sentralis yang mensuplai dua
per tiga sebelah dalam.
Mata memiliki banyak fungsi; sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor
kompleks, dan sebagai suatu transduser yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di
lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls
saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan
akhirnya ke korteks penglihatan ossipital. Makula bertanggung jawab untuk
ketajaman penglihatan dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya
adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara
fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini
menjamin penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor
dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang
lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah bahwa makula terutama
digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fototopik) sedangkan
7
bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang,
digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik). 6, 7
2.3 Epidemiologi
Setiap tahunnya, diperkirakan terdapat 1 hingga 2 kasus ablasio retina per
10.000 penduduk. 8 Secara spefisik insiden kejadian ablasio retina regmatogen di
Jerman sebanyak 1 kasus per 10.000, dari 8000 kasus baru yang tercatat. 1 Ablasio
retina dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling sering terjadi pada
usia diatas 40 tahun. Kasus ini lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding
perempuan, dengan mayoritas kejadian pada ras Afrika Amerika. 4
Etiologi yang terkait dengan ablasio retina adalah miopia, katarak removal,
dan trauma. Sekitar 40 - 50 % dari semua pasien dengan ablasio retina memiliki
miopia. Ablasio retina yang berhubungan dengan miopia cenderung terjadi pada
pasien berusia 25 - 45 tahun, sementara non-miopia cenderung terjadi pada orang
tua. Pasien dengan miopia tinggi ( > 6 D ), lebih sering terjadi pada laki-laki
daripada perempuan, memiliki resiko seumur hidup 5 % dari ablasio retina. Ablasio
retina terjadi kira-kira 5-16 per 1000 kasus diikuti oleh penyebab operasi katarak,
dan ini terdiri dari sekitar 30 - 40 % dari semua ablasio retina yang dilaporkan.
Faktor-faktor resiko yang terkait dengan ablasio retina dalam katarak removal yang
tidak disengaja (accidental) adalah posterior kapsul pecah pada saat operasi, usia
muda, panjang aksial meningkat, ruang bilik mata depan yang dalam, dan jenis
kelamin laki-laki. Kira-kira 10 - 20% dari ablasio retina dikaitkan dengan trauma
mata langsung.4 Ablasio retina yang diakibatkan oleh trauma lebih sering terjadi
8
pada orang yang lebih muda. Meskipun tidak ada penelitian telah memperkirakan
kejadian ablasio retina dalam olahraga, olahraga tertentu (misalnya, tinju
dan bungee jumping ) berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya ablasio
retina. Ada juga beberapa laporan bahwaLaser capsulotomy dikaitkan dengan
peningkatan resiko ablasio retina. Di Amerika Serikat, kelainan struktural, operasi
sebelumnya, trauma dan uveitis adalah faktor resiko utama untuk ablasio retina.
Miopia yang tinggi, trauma, kelainan struktural dan operasi sebelumnya adalah
faktor resiko utama di Asia. 9
b. Faktor Risiko
Terdapat beberapa kondisi yang mengakibatkan peningkatan kasus ablasio retina;
seperti miopi tinggi, riwayat ablasio retina sebelumnya atau pada keluarga, riwayat
operasi katarak, riwayat cidera pada mata, dan riwayat penyakit atau gangguan pada
mata. 4
Miopia
Rabun dekat hingga -3 dioptri (D) meningkatkan risiko ablasio retina sebanyak
empat kali lipat, sementara miopia diatas -3 D sebesar sepuluh kali lipat. Miopia
dapat mengarah kepada vitreous liquefaction, yang berhubungan dengan ablasio
retina secara umum lebih cepat terjadi pada pasien degan gangguan refraksi. Sekitar
50% pasien miopia emngalami ablasio retina tipe regmatogen. 1
9
Trauma
Angkat kejadiannya relatif lebih rendah, 0.2 per 10.000 penduduk. Trauma tumpul
pada mata dapat mengakibatkan akselerasi pada badan vitreus yang mungkin
mengakibatkan robekkan lebih lanjut pada retina, ataupun terbentuknya lubang
kecil pada fundus. 1
Lain-lain
Beberapa penelitian menyatakan bahwa penggunaan antibiotic golongan
fluoroquinolone (khususnya ciprofloxacin) dapat meningkatkan kejadian ablasio
retina. Pada penelitian di Kanada, dilakukan observasi selama 8 tahun (2000-2007),
dan perbandingan kejadian ablasio retina pada pengguna fluoroquinolone dan
bukan pengguna adalah 3.3% : 0.6%. Hal ini mungkin terkait dengan percepatan
proses vitreous liquefaction yang diikuti robekan pada retina. 1
2.5 Patofisiologi
Ablasio retina dibagi menjadi tiga jenis utama, yaitu: 10, 11
1. Ablasio Retina Regmatogenosa
10
dialysis retina di kuadran inferotemporal. Apabila terdapat robekan retina multipel
maka defek biasanya terletak 90° satu sama lain. 10, 11
11
Gambar 5. Ablasio retina traksi
Ablasio ini adalah hasil dari penimbunan cairan dibawah retina sensorik, dan
terutama disebabkan oleh penyakit epitel pigmen retina dan koroid. Penyakit
degenerative, inflamasi, dan infeksi yang terbatas pada macula termasuk
neovaskularisasi subretina yang disebabkan oleh berbagai macam hal, mungkin
berkaitan dengan ablasio retina jenis ini. 10, 11
12
vitreus dibandingkan koroid. (2) Koroid memiliki tekanan onkotik yang lebih tinggi
karena mengandung substansi yang lebih dissolved dibandingkan vitreus. (3)
Pompa pada sel epitel pigmen retina secara aktif mentranspor larutan dari ruang
subretina ke koroid. 12
Ablasio retina tipe regmatogen adalah yang paling sering terjadi. “Regma”
atau robekan, dapat ditemukan dalam berbagai bentuk, seperti: menyerupai huruf
U (horseshoe) yang disebabkan oleh tarik-menarik vitreo-retina; lubang berbentuk
bulatan yang disebabkan oleh tarik-menarik vitreo-retina pada area retia yang
mengalami degenerasi, seperti degenerasi Lattice; dan dalam bentuk dialysis retina
dimana sebagian besar retina bagian perifer terpisah dari pars plana yang mayoritas
akibat dari trauma tumpul pada mata. Namun pada bentuk dialysis retina ini,
biasanya didahului dengan proses lepasnya vitreus posterior (PVD/posterior
vitreous detachment). 3
Pada ablasi retina regmantosa ditemukan gejala prodromal gangguan
penglihatan. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat
berwarna pucat dengan pembuluh darah diatasnya dan terlihat adanya robekan
retina berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas
(ablasi) bergoyang. Pada pupil terdapat adanya defek aferen pupil akibat
penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah
terjadi neovaskuler glaucoma pada ablasi yang telah lama.
13
Gambar 8. Ablasio Retina Regmatogen
Pada tipe ini (Gambar 9) , terjadi pembentukan yang dapat berisi fibroblas,
sel glia, atau sel epitel pigmen retina. Awalnya terjadi penarikan retina sensorik
menjauhi lapisan epitel di sepanjang daerah vascular yang kemudian dapat
menyebar ke bagian retina midperifer dan makula. Pada ablasio tipe ini permukaan
retina akan lebih konkaf dan sifatnya lebih terlokalisasi tidak mencapai ke ora
serata. 13
Pada mata diabetes terjadi perlekatan yang kuat antara vitreus ke area
proliferasi fibrovaskular yang tidak sempurna. Selanjutnya terjadi kontraksi
progresif dari membran fibrovaskular di daerah perlekatan vitreoretina yang apabila
menyebabkan traksi pembuluh darah baru akan menimbulkan perdarahan vitreus.
Traksi vitroretinal statis dibagi menjadi; (1) Traksi tangensial, disebabkan oleh
kontraksi membran fibrovaskular epiretina pada bagian retina dan distorsi
pembuluh darah retina. (2) Traksi anteroposterior, disebabkan oleh kontraksi
membran fibrovaskular yang memanjang dari retina bagian posterior. (3) Traksi
bridging disebabkan oleh kontraksi membran fibrovaskular yang akan melepaskan
retina posterior dengan bagian lainnya atau arkade vaskular. 12
14
Gambar 9. Ablasio Retina Traksional
2.6.3 Ablasio Retina Eksudatif
15
Gambar 10. Ablasio Retina Eksudatif
Ketika ditanya, pasien biasanya menjawab gejala ini bisa terjadi sepanjang
waktu, tetapi paling jelas saat suasana gelap. Gejala ini cenderung terjadi terutama
sebelum tidur malam. Kilatan cahaya (flashes) biasanya terlihat pada lapangan
pandang perifer. 15
Gejala ini harus dibedakan dengan yang biasanya muncul pada migrain,
muncul sebelum nyeri kepala. Kilatan cahaya pada migrain biasanya berupa garis
zig-zag, pada tengah lapangan pandang dan menghilang dalam waktu 10 menit.
Pada pasien usia lanjut dengan defek pada sirkulasi vertebrobasilar dapat
mendeskripsikan tipe lain fotopsia, yakni kilatan cahaya cenderung muncul hanya
saat leher digerakkan setelah membungkuk. 15
b) Floaters
Titik hitam yang melayang di depan lapangan pandang adalah gejala yang
sering terjadi, tetapi gejala ini bisa menjadi kurang jelas pada pasien gangguan
cemas. Tetapi jika titik hitamnya bertambah besar dan muncul tiba-tiba, maka ini
16
menjadi tanda signifikan suatu keadaan patologis. Untuk beberapa alasan, pasien
sering menggambarkan gejala ini seperti berudu atau bahkan sarang laba-laba. Ini
mungkin karena adanya kombinasi gejala ini dan kilatan cahaya. 15
Kilatan cahaya dan floaters muncul karena vitreus telah menarik retina,
menghasilkan sensasi kilatan cahaya, dan sering ketika robekan terjadi akan terjadi
perdarahan ringan ke dalam vitreus yang menyebabkan munculnya bayangan bintik
hitam. Ketika kedua gejala ini muncul, maka mata harus diperiksa secara detail dan
lengkap hingga ditemukan dimana lokasi robekan retina. Terkadang robekan kecil
dapat menyebabkan perdarahan vitreus yang luas yang menyebabkan kebutaan
mendadak. 15
c) Shadows
2.7 Diagnosis
a. Anamnesis
Pasien biasanya datang dengan keluhan berupa 16, 17:
• Peningkatan jumlah dan ukuran floaters, mengindikasikan robekan retina
• Tampak kilatan cahaya, sebagai stadium pertama dari robetkan retina atau
ablasio retina.
• Muncul bayangan di tepi lapangan andang
• Kesan tampilan tirai abu-abu pada lapangan pandang
• Penurunan penglihatan mendadak
17
Pada pasien, perlu digali keterangan tentang riwayat trauma, riwayat operasi mata,
riwayat kesehatan mata (misalnya uveitis dan perdarahan vitreus), durasi gejala dan
gangguan penglihatan. 17
6. Pemeriksaan slit lamp untuk melihat ada atau tidaknya pigmen pada vitreus
(Shafer’s sign)
Pada oftalmoskopi, retina yang terlepas akan terlihat putih dan edema dan
kehilangan sifat transparansinya. Pada ablasio regmatogen, robekan retina
berwarna merah terang dapat terlihat. Biasanya muncul pada setengah bagian atas
retina pada regio degenerasi ekuator. Pada ablasio tipe traksi, ablasio bullosa akan
terlihat bersamaan dengan untaian retina berwarna abu-abu. Pada tipe eksudatif
akan terlihat adanya deposit lemak massif dan biasanya disertai dengan perdarahan
intraretina. 19
18
Pada pemeriksaan Ultrasound mata, jika retina tidak dapat tervisualisasi
karena katarak atau perdarahan, maka ultrasound A dan B-scan dapat membantu
mendiagnosis ablasio retina dan membedakannya dengan ablasio vitreus posterior.
USG dapat membantu membedakan regmatogen dari non regmatogen.
Pemeriksaan ini sensitif dan spesifik untuk ablasio retina tetapi tidak dapat
membantu untuk menentukan lokasi robekan retina yang tersembunyi. 18
c. Klasifikasi
19
Meningkat pada
titik tarikan
Bukti kronis Terdapat garis Garis pembatas Tidak ada
pembatas,
makrosis intra
retinal, atropik
retina
Pigmen pada Terlihat pada 70 Terlihat pada kasus Tidak ada
vitreous % kasus trauma
Perubahan Sineretik, PVD, Penarikan Tidak ada, kecuali
vitreous tarikan pada vitreoretinal pada uveitis
lapisan yang
robek
Cairan sub Jernih Jernih atau tidak Dapat keruh dan
retinal ada perpindahan berpindah secara
cepat tergantung
pada perubahan
posisi kepala.
Massa koroid Tidak ada Tidak ada Bisa ada
Tekanan Rendah Normal Bervariasi
intraocular
Transluminasi Normal Normal Transluminasi
terblok apabila
ditemukan lesi
pigmen koroid
Keaadan yang Robeknya retina Retinopati Uveitis,
menyebabkan diabetikum metastasis tumor,
ablasio proliferative, post melanoma
traumatis vitreous maligna,
traction retinoblastoma,
hemangioma
koroid,
20
makulopati
eksudatif senilis,
ablasi eksudatif
post cryotherapi
atau dyathermi.
Pemeriksaan oftamologikus
Pada funduskopi tampak bulae pada retina yang lepas dengan posisi
bergantung pada posisi dari pasien, cairan akan terakumulasi pada daerah yang
paling bebas. Karakteristik retina halus tanpa lipatan seperti pada ablasio retina
regmantogenosa. Pada segmen anterior dapat terlihat tanda radang seperti injeksi
episklera, iridosiklitis, atau bahkan rubeosis bergantung pada penyebab. Pada kasus
kronik eksudat keras dapat terlihat. Pembuluh darah teleangiektasis yang berdilatasi
dapat terlihat. 6
1. Pemeriksaan tajam penglihatan
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejla klinis, namun etiologi penyebab
dari ablasio retina sangat sulit ditentukan hanya berdasarkan gejala klinis semata.
21
Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan penunjang laboratorium. Tes venereal
disease research laboratory (VDRL) dan tes fluorescein treponema antibody (FTA)
untuk mengetahui adanya sifilis. Antibodi antineutrofil sitoplasma, LED, dan faktor
reumatoid untuk mengetahui adanya reumatoid artritis. Ultrasonografi sangat
berguna untuk melihat keadaan media. Dapat melihat ketebalan koroid, massa
dalam koroid, lokasi dan ukuran massa koroid, ketebalan sklera. Pelepasan koroid
perifer anular dapat dilihat pada nanophthalmos dan sindrom efusi uvea.
Angiografi fluresen sangat berguna dalam mengidentifikasi daerah yang
mengalami kebocoran di daerah korioretinopati sentral. Hasil temuan histologis
memberikan gambaran yang serupa ablasio retina regmantogenosa ditandai
hilangnya lapisan fotoreseptor bagian luar secara cepat dan perubahan kronik
dicontohkan dengan retinoskisis, kista, dan proliferasi epitel pigmen retina. Temuan
lainnya adalah kebocoran masif ke dalam retina dan ruang subretina. 3, 6
22
Gambar 11. Perbedaan Ablatio Retinae Regmatogenosa dan Retinoskisis. 10
23
2.8 Tatalaksana
Penatalaksanaan ablasio retina saat ini hanya dapat dilakukan dengan
operasi, penatalaksanaan medika mentosa biasa tidak dapat mengobati penyakit ini.
Tujuan utama bedah ablasi adalah untuk menemukan dan memeperbaiki semua
robekan retina, digunakan krioterapi atau laser untuk menimbulkan adhesi antara
epitel pigmen dan retina sensorik sehingga mencegah influks cairan lebih lanjut
kedalam ruang subretina, mengalirkan cairan subretina ke dalam ke luar, dan
meredakan traksi vitreoretina. 6, 14
Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan. Prinsip bedah
pada ablasio retina yaitu : 20
1. Menemukan semua bagian yang terlepas
2. Membuat iritasi korioretinal pada sepanjang masing-masing daerah retina
yang terlepas.
3. Menguhubungkan koroid dan retina dalam waktu yang cukup untuk
menghasilkan adhesi dinding korioretinal yang permanen pada daerah subretinal.
Metode operasi yang digunkan bergantung pada lokasi robekan, usia pasien,
gambaran fundus, dan pengalaman ahli bedah.
1. Scleral buckling :
24
Keuntungan dari tehnik ini adalah menggunakan peralatan dasar, waktu
rehabilitasi pendek, resiko iatrogenic yang menyebabkan kekeruhan lensa rendah,
mencegah komplikasi intraocular seperti perdarahan dan inflamasi.
Spons silikon dijahit pada bola mata untuk menekan sklera di atas robekan retina
setelah drainase cairan sub retina dan dilakukan crioterapi .
Penekanan yang didapatkan dari spons silikon, retina sekarang melekat kembali dan
traksi pada robekan retina oleh vitreus dihilangkan .
25
Setelah pengangkatan gel vitreus pada drainase cairan sub retina, gas fluorokarbon
inert disuntikan ke dalam rongga vitreus .
Kerugian PPV:
1. Membutuhkan tim yang berpengalaman dan peralatan yang mahal.
2. Dapat menyebabkan katarak.
3. Kemungkinan diperlukan operasi kedua untuk mengeluarkan silicon oil
4. Perlu follow up segera (terjadinya reaksi fibrin pada kamera okuli
anterior yang dapat meningkatkan tekanan intraokuler.
26
2.9 Komplikasi
Ablasio retina dapat berkembang menjadi detachment total dari retina dan
kehilangan pengelihatan total.
Selain itu, terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi, terutama pada
kasus-kasus lama. Pada retina yang tidak segera dilekatkan kembali (yaitu sekitar
seminggu setelah lepasnya makula), maka pemulihan visual akan secara progresif
terpengaruh. Pada kasus lama, dapat berkembang jaringan parut yang disebut
‘proliferative vitreoretinopathy’ (PVR) atau vitreoretinopati proliferatif yang dapat
mencegah perlekatan kembali, yang merupakan penyebab utama kegagalan dari
operasi perlekatan retina modern. PVR ditandai dengan terbentuknya skar yang
berlebihan setelah operasi perlekatan retina dilakukan, dengan adanya formasi
membran traksi fibrosa dalam mata yang menyebabkan ablasio retina. 12
Selain perubahan PVR, lepasnya retina kronik juga dapat menyebabkan
komplikasi-komplikasi lain seperti hipotoni, glaukoma pigmentasi, pembuluh iris
baru, katarak, dan uveitis, dimana kesemuanya dapat memengaruhi pengelihatan. 12
Komplikasi pada ablasio retina dapat terjadi karena perjalanan penyakitnya
sendiri, ataupun sebagai komplikasi dari prosedur operasi yang dilakukan.
Komplikasi tersebut tergantung daripada prosedur yang digunakan, tetapi dapat
mencakup:
- Katarak
- Glaukoma
- Infeksi
- Perdarahan ke ruang vitreus
27
- Kehilangan penglihatan
2.10 Prognosis
Prognosis dari penyakit ini berdasarkan pada keadaan makula sebelum dan
sesudah operasi serta ketajaman visualnya. Jika, keadaannya sudah melibatkan
makula maka akan sulit menghasilkan hasil operasi yang baik, tetapi dari data yang
ada sekitar 87 % dari operasi yang melibatkan makula dapat mengembalikan fungsi
visual sekitar 20/50 lebih kasus diman makula yang terlibat hanya sepertiga atau
setengah dari makula tersebut. 14
Pasien dengan ablasio retina yang melibatkan makula dan
perlangsungannya kurang dari 1 minggu, memiliki kemungkinan sembuh post
operasi sekitar 75 % sedangkan yang perlangsungannya 1-8 minggu memiliki
kemungkinan 50 %. 6
Dalam 10-15 % kasus yang dilakukan pembedahan dengan ablasio retina
yang melibatkan makula, kemampuan visualnya tidak akan kembali sampai level
sebelumnya dilakukannya operasi. Hal ini disebabkan adanya beberpa faktor seperti
irreguler astigmat akibat pergeseran pada saat operasi, katarak progresif, dan edema
makula. Komplikasi dari pembedahan misalnya adanya perdarahan dapat
menyebabkan kemampuan visual lebih menurun. 14
28
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
29
DAFTAR PUSTAKA
30
17. Pandya HK. Medscape. [Online].; 2018 [cited 2018 November 21. Available
from: https://emedicine.medscape.com/article/798501-overview.
18. Chern KC. Emergency Ophthalmology: a Rapid Treatment Guide New York:
McGraw-Hill; 2002.
19. Lang GK. Ophthalmology, A Pocket Textbook Atlas. 2nd ed. 2006 , editor.
Germany: Thieme; 2006.
20. Newell FW. Retinal Detachment. In Ophthalmology Principles and Concepts
6th edition. Toronto: The C.V Mosby Company; 1986. p. 338-341.
31