Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teori-Teori yang Mendasari Organisasi


2.1.1 Teori Kebutuhan Abraham Maslow

Maslow mengembangkan teori tentang bagaimana semua motivasi saling


berkaitan. Ia menyebut teorinya sebagai “hirarki kebutuhan”. Kebutuhan ini
mempunyai tingkat yang berbeda-beda. Ketika satu tingkat kebutuhan terpenuhi
atau mendominasi, orang tidak lagi mendapat motivasi dari kebutuhan tersebut.
Selanjutnya orang akan berusaha memenuhi kebutuhan tingkat berikutnya. Maslow
membagi tingkat kebutuhan manusia menjadi sebagai berikut:

1. Kebutuhan fisiologis: kebutuhan yang dasariah, misalnya rasa lapar, haus,


tempat berteduh, seks, tidur, oksigen, dan kebutuhan jasmani lainnya.
2. Kebutuhan akan rasa aman: mencakup antara lain keselamatan dan
perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional.
3. Kebutuhan sosial: mencakup kebutuhan akan rasa memiliki dan dimiliki, kasih
sayang, diterima-baik, dan persahabatan. Setelah terpuaskan kebutuhan akan
rasa aman, maka kebutuhan sosial yang mencakup kebutuhan akan rasa
memiliki-dimiliki, saling percaya, cinta, dan kasih sayang akan menjadi
motivator penting bagi perilaku. Pada tingkat kebutuhan ini, dan belum pernah
sebelumnya, orang akan sangat merasakan tiadanya sahabat, kekasih, isteri,
suami, atau anak-anak. Ia haus akan relasi yang penuh arti dan penuh kasih
dengan orang lain pada umumnya. Ia membutuhkan terutama tempat (peranan)
di tengah kelompok atau lingkungannya, dan akan berusaha keras untuk
mencapai dan mempertahankannya. Dalam hal ini individu dalam suatu
organisasi menginginkan dirinya tergolong pada kelompok tertentu. Ia ingin
berasosiasi dengan rekan lain, diterima, berbagi, dan menerima sikap
persahabatan dan afeksi.
4. Kebutuhan akan penghargaan: mencakup faktor penghormatan internal seperti
harga diri, otonomi, dan prestasi; serta faktor eksternal seperti status,
pengakuan, dan perhatian.

3
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri: mencakup hasrat untuk makin menjadi diri
sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya.

Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan yang lebih


tinggi dan lebih rendah. Kebutuhan fisiologis dan rasa aman dideskripsikan
sebagai kebutuhan tingkat bawah (lower-order needs); kebutuhan sosial,
penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas (higher-order
needs). Perbedaan antara kedua tingkatan tersebut didasarkan pada dasar
pemikiran bahwa kebutuhan tingkat atas dipenuhi secara internal (di dalam diri
seseorang), sementara kebutuhan tingkat rendah secara dominan dipenuhi
secara eksternal (oleh hal-hal seperti imbalan kerja, kontrak serikat kerja, dan
masa jabatan).

2.1.2 Adam Smith dalam Teori Egois dan Struktur Sosial ( Campbell, 1981 )

Adam Smith mengikuti Hobbes, bahwa setiap manusia lebih mementingkan


dirinya sendiri ( egois ) dari pada kepentingan orang lain. Smith berpendapat bahwa
sentiment menimbulkan aturan social yang mengarahlan kepentingan diri,
mengendalikan keegoisan dan mendorong kemurahan hati yang alamiah, dan oleh
karena itu, maka kehidupan social ( atau interaksi dalam organisasi ) didasarkan
pada konsensus.
Moralitas social menurut Smith didasarkan pada tesis bahwa manusia
mengakui eksistensi dan tindakan orang lain apabila dia dapat menemukan dirinya
berada dalam situasi orang lain. Perasaan ‘ simpati ‘ manusia sejalan dengan

4
perasaan yang mendasari manusia itu bertindak dan demikian pula sebaliknya.
Perasaan simpati tidak sama dengan kasihan atua kemurahan hati; melainkan
perasan itu adalah setiap perasaan yang muncul dari perubahaan situasi apapun.
Menurut Smith, hidup di dalam masyarakat ( atau di dalam organisasi ) berarti
hidup bersama dalam kedamaian agar terhindar dari kematian sertamelakukan
kegitan ekonomi untuk mempertahankan hidup. Oleh sebab itu, hal yang paling
utama adalah keadilan,yaitu cara hidup dalam masyarakat agar manusia tidak
saling konflik atau melukai. Prosedur yang telah melembaga pada pengadilan
dalam mengadili dan menghukum para pelanggar hanyalah sebuah perluasan dari
tindakan balas dendam naluriah yang dimodifikasi. Hubungan antara keadilan dan
dendam menggambarkan mengapa keadian merupakan keutamaan negative murni,
yaitu bahwa karena dendam disebabkan hanya oleh tindakan-tindakan positif yang
menghasilkan luka.
Menurut Smith, inti hubungan social di luar keluraga adalah hubungan
ekonomi. Mayarakat dapat dibedakan dari cara mereka bereproduksi, ( bekerja dan
berdagang ) . Aturan pemilikan bukalah hal yang disengaja dibuat, melainkan
secara alamia tercipta akrena adanya harapan untuk mendiami tanah atau memakai
objek dalam aktifitas ekonomi rumah tangga.
Menurut Smith, banyaknya organisasi masyarakat berasal dari hubungan
ekonomi, sehingga keinginan manusia untuk mencapai kesejahteraan material yang
berawal dari mempertahankan hidupnya dan selanjutnya ingin dihormati oelh
sesamanya, merupakan penyebab munculnya stuktur social dan perubahan social.
Smith mengindikasilan pentingnya kekuatan militer untuk melindungi harta
mereka, lalu mengumpulkan kekayaan dan pada akhirnya memiliki kekuasaan (
inilah cara memperoleh penghormatan dan kekayaan ). Namun cara ini tidak dapata
mengubah organisasi masyarakat menurutoi cara produksnya. Kehidupan ekonomi
masyarakat menuruti kecenderungan alamiah bahwa setiap individu
memepertukarkan barang-barang dan keinginan untuk memperbaiki kedudukan
materialnya dengan sedikit mungkin bekerja. Keinginan ini bukan hanya demi
keuntungan material pada dirinya, karena kebutuhan-kebutuhan fisik manusia
dengan mudah dijumpai, melaikan untuk mendapatkan perhatian dan kekaguman.
Pandangan Smith mengenai motivasi ekonomis terkait dengan teoriya mengenai
simpati yang memberi teori sosialnya sebuah kesatuan yang oleh astronomi disebut
gravitasi.
5
2.1.3 Karl Max Dalam Teori Hubungan, Perubahan Sosial & Kelas (Campbell,
1981)
Teori ini berpendapat bahwa aktivitas ekonomi berperan sebagai penentu
organisasi sosial dalam masyarakat. Pendekatan holistic Marx (1918-1883)
mengungkapan bahwa manusia tidak memiliki kodrat yang sama dan tetap.
Tindakan, sikap dan kepercayaan manusia tergantung pada hubungan sosialnya
dan hubungan sosial manusia tergantung pada kelas serta struktur ekonomi
masyarakatnya. Masyarakat dapat disamakan dengan kekuatan produksi dimana
letak kekuatan produksi adalah hubungan produksi yang dijalin manusia melalui
organisasi dalam mengimplementasikan tugas mereka. Hubungan produksi
menyebabkan munculnya pembagian kelas. Kelas merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi life style dan kesadaran individu sehingga konflik kelas yang
berbeda merupakan sumber terjadinya perubahan sosial. Usaha manusia untuk
memenuhi semua kebutuhannya tergantung pada hubungan sosialnya dengan
orang lain dengan mengubah lingkungan materil melalui kegiatan produksinya
yang mengakibatkan terbentuknya infrastruktur ekonomi masyarakat.
Perkembangan teknologi mengakibatkan munculnya kelompok kerja baru
yang merombak dasar ekonomi sehingga berakibat pada terjadinya dominasi
kelompok dalam arti ada pembagian kelas dalam masyarakat yang terdiri dari
kelompok yang dominan dan yang lemah sehingga menimbulkan konflik. Dalam
masyarakat kapitalis, kedua kelompok dimaksud adalah pemilik perusahaan atau
pemilik modal, dan kelompok buruh. Kesenjangan menjadi semakin besar ketika
pihak yang memiliki kekuasaan semakin mengkonsentrasikan kekuasaaannya
sehingga menjadi semakin kuat dan semakin mudah mengontrol sumberdaya
ekonomi. Selain itu, kesenjangan distribusi terhadap sumberdaya yang langka
terjadi karena pihak yang berkuasa tadi membatasi mobilitas kelompok yang
lemah. Benih konflik dimulai ketika kelompok yang dirugikan dan berada di
posisi lebih rendah mempertanyakan keabsahan penguasaan sumber daya (yang
cenderung langka) oleh kelompok yang dominan. Pada akhirnya hal ini
memunculkan kesadaran kelas dan perjuangan kelas. Kesadaran ini semakin
cepat tumbuh dan berkembang luas jika mereka terkonsentrasi pada satu tempat
secara geografis dan semakin mudahnya berkomunikasi. Kelompok-kelompok
buruh yang tinggal berdekatan dan bermomunikasi secara intensif, menjadikan
6
kesadaran tersebut semakin tumbuh cepat. Mereka bekerjasama dalam kondisi
yang kurang manusiawi dalam pabrik dan hidup berdampingan satu sama lain
sebagai tetangga di kota dan menjadi sadar akan penderitaan bersama dan
kemelaratan ekonominya. Terpusatnya mereka pada satu tempat memungkinkan
terbentuknya jaringan komunikasi dan menghasilkan kesadaran bersama. Apabila
jaringan komunikasi itu dibentuk dan kepentingan bersama menjadi jelas, maka
dibentuklah kelas organisasi suatu kelas melawan musuh bersama. Organisasi ini
dapat berupa berdirinya serikat-serikat buruh atau serikat-serikat kerja lainnya
untuk mendesak upah yang lebih tinggi, perbaikan kondisi kerja, dan sebagainya.
Pada akhirnya organisasi kelas buruh itu akan menjadi cukup kuat bagi
mereka untuk menghancurkan struktur sosial yang akan menghargai kebutuhan
dan kepentingan umat manusia (Lawang, 1986). Jika organisasi buruh semakin
kuat, yang disertai pula dengan resistensi di kalangan kelompok dominan
(penguasa atau pemilik modal), maka peluang konflik untuk muncul menjadi
semakin besar dan berpotensi merubah struktur sosial masyarakat. Disini Marx
pada hakekatnya bermaksud menunjukkan bahwa perubahan dalam struktur dan
sistem sosial masyarakat berasal dari perubahan dalam sistem produksi yang
merupakan aktivitas ekonomi masyarakat. Jadi, oragnisasi yang dimaksud pada
hakekatnya adalah organisasi yang melayani agar aktivitas ekonomi
masyarakatnya berjalan.

2.1.4 Emile Durkheim dama Teori Individualisme dan Kolektivitsme (Campbell,


1981)
Polaritas individualism dan kolektivisme adalah pandangan yang selalu hadir
dalam karya Durkheim (1858-1917). Polaritas dihadirkan oleh karena
keprihatinannya terhadap tatanan social dan pemenuhan diri manusia. Durkheim
sangat tidak menyukai ‘individualisme’ anarkis.
Durkheim memperlihatkan bagaimana kelompok mengontrol, membentuk
dan mengubah individu menjadi anggota kelompok dengan ciri-ciri yang
dibedkan dari kodrat manusia secara universal, termasuk kemampuan dalam
memilih dan bernalar.
Durkheim menyatakan bahwa masyarakatlah yang menyebabkan kita
berpikir tentang dunia. Misalnya, manusia tidak memulai kemampuannya dalam
mengklasifikasikan benda, tidak juga memulai dengan menganggap dirinya
7
terbagi ke dalam kelas-kelas dan suku-suku yang berbeda-beda, melainkan,
karena manusia hidup dalam klan-klan atau kelompok-kelompok sosiallah
mereka memulai menggolong kenyataan.
Durkheim membangun sebuah teori bahwa bentuk dan isi aturan sosial dan
aturan sosial lainnya menggambarkan tuntutan kehidupan social pada umumnya
dan tuntutan khusus masyarakat yang mempunyai aturan tersebut.
Durkheim menggambarkan kenyataan social dalam konsep ‘conscience
collective’ (kesadaran kolektif), dan representations collective’ (gambaran
collective). Gambaran kolektif adalah symbol yang memiliki makna yang sama
bagi semua anggota kelompok dan memungkinkan mereka untuk merasa sama
satu sama lain sebagai anggota kelompok. Gambaran kolektif memperlihatkan
cara anggota kelompok melihat dirinya dalam hubungan mereka dengan objek
yang mempengaruhi mereka. Misalnya seperti, bendera nasional, totem-totem
suku dan buku-buku suci. Gambaran kolektif adalah bagian dari kesadaran
kolektif, sebuah entitas yang ada di antara sebuah pikiran kelompok yang bersifat
metafisis. Kesadaran mengandung gagasan yang dimiliki oleh para anggota
individual masyarakat dan yang menjadi tujuan dan maksud kolektif.
Durkheim membagi masyarakat dalam dua jenis, yaitu 1) masyarakat
sederhana dan kompleks dan 2) masyarakat solidaritas social (mekanis dan
organis). Di dalam masyarakat yang sederhana populasinya kecil dan tersebar di
dalam wilayah yang terbatas. Anggota masyarakatnya memiliki ciri-ciri dan
kegiatan yang sama dan tergolong kelompok kecil yang sebagian besar terisolasi
dan kurang berinteraksi. Sebuah masyarakat sederhana adalah sebuah ‘sistem
segmen’ yang homogen dan sama satu sama lain, sehingga setiap segmen itu bias
ditambahkan atau diambil dari sebuah masyarakat tanpa mempengaruhi yang
lain.

Solidaritas Mekanik dan Organik


Solidaritas Mekanik Solidaritas Organik
1. Lemah dalam pembagian kerja 1. Tinggi dalam pembagian kerja
2. Kesadaran kolektifnya tinggi 2. Kesadaran kolektifnya rendah

8
3. Dominan dalam repressive law 3. Dominan dalam restitutive law
4. Sosialis 4. Individualis
5. Masyarakat terlibat dalam 5. Perang lembaga sosial control dalam
menghukum orang yang bersalah menghukum orang yang bersalah
6. Lemah dalam inter-dependently 6. Kuat dalam inter-dependently
7. Primitive / ke-desaan 7. Industrialized / ke-kotaan

2.1.5 Teori Tindakan, Struktur Sosial Dan Otoritas (Max Weber Dalam
Campbell,1981)
a. Teori Tindakan
Max weber membagi 4 teori tindakan manusia sebagi berikut:
1) Teori tingkah laku rasional
Teori ini menjelaskan bahwa manusia memperhitungkan dengan tepat dalam
mendapatkan sesuatu untuk suatu tujuan. Tindakan ini merupakan suatu
tindakan sosial yang dilakukan seseorang didasarkan atas pertimbangan dan
pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan ketersediaan
alat yang dipergunakan untuk mencapainya. Contoh: Seorang siswa yang
sering terlambat dikarenakan tidak memiliki alat transportasi, akhirnya ia
membeli sepeda motor agar ia datang kesekolah lebih awal dan tidak
terlambat. Tindakan ini telah dipertimbangkan dengan matang agar ia
mencapai tujuan tertentu. Dengan perkataan lain menilai dan menentukan
tujuan itu dan bisa saja tindakan itu dijadikan sebagai cara untuk mencapai
tujuan lain.

2) Teori tingkah laku rasional-nilai (wertrational)


Teori ini menjelaskan bahwa manusia melakukan tindakan apabila
tindakannya bernilai, Manusia lebih mengejar nilai dari pada materi. Tindakan
rasional nilai memiliki sifat bahwa alat-alat yang ada hanya merupakan
pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuan-tujuannya sudah
ada di dalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut.
Contoh: perilaku beribadah atau seseorang mendahulukan orang yang lebih tua
ketika antri sembako. Artinya, tindakan sosial ini telah dipertimbangkan
terlebih dahulu karena mendahulukan nilai-nilai sosial maupun nilai agama
yang ia miliki.

9
3) Tindakan Afektif (Emosional)
Teori ini menjelaskan tindakan atau tingkah laku manusia berada di bawah
dominasi langsung perasaannya yang meluap-luap seperti cinta kemarahan,
ketakutan atau kegembiraan, dan secara spontan mengungkapkan perasaan itu
tanpa refleksi.. Tindakan afektif sifatnya spontan, tidak rasional, dan
merupakan ekspresi emosional dari individu. Contohnya: hubungan kasih
sayang antara dua remaja yang sedang jatuh cinta atau sedang dimabuk
asmara.Tindakan ini biasanya terjadi atas rangsangan dari luar yang bersifat
otomatis.
4) Tindakan Tradisional
Teori ini menggambarkan tingkah laku manusia berdasarkan kebiasaan
(kegiatan yang mapan) dan menghormati otoritas. Tingkah laku adalah
tindakan sejati yang implisit dan relative berada di bawah sadar. Dalam
tindakan jenis ini, seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena
kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar atau
perencanaan. Contoh: kebiasaan tindakan pulang kampong saat perayaan Hari
Raya Idul Fitri. Tindakan tersebut memang bisa dikatakan telah menjadi ritual
penting bagi umat muslim yang merantau dari zaman dulu.
Dari keempat model teori di atas, menggambarkan bahwa itulah cara manusia
memberi makna pada tindakan-tindakan mereka, dan menurut weber, secara
kodrati, tindakan manusia memberi arti tertentu pada hidupnya. Hubungan
sosial yang terjadi di antara manusia akan bersifat asosiatif apabila oriebtasi
tindakan sosial di dlamnya didasarkan oleh pnyesuaian kepentingan yang
dimotivasi secara rasional atau persetujuan yang dimotivasi secara bersama.
b. Teori Struktur Sosial
Pengaturan manusia secara hierarkis dalam system stratifikasi sosial merupakan
hal yang sangat mendasar dalam pandangan Weber mengenai struktur sosial.
Selanjutnya Weber menjelaskan bahwa “kelas” terjadi apabila:
1) Manusia memiliki komponen yang merupakan sumber kehidupannya
2) Komponen tersebut secara eksklusif tercermin dalam kepentingan ekonomi
berupa pemilikan benda-benda dan kesempatan untuk memperoleh
pendapatan, dan
3) Hal itu terlihat dalam kondisi-kondisi komoditi atau pasar tenaga kerja
(Lawang, 1986)
10
Point ke 3 menggambarkan bahwa kelas sosial berlandaskan pada stratifikasi
yang bersifat impersonal dan obyektif. Para anggota dari kelas yang sama
mungkin menjadi sadar akan kepentingan mereka bersama dalam bidang
ekonomi, dan terlibat dalam tindakan ekonomi atau politik yang terorganisasi
untuk memperjuangkan kepentingannya.
Manusia juga digolongkan berdasarkan pada prestise atau kehormatan. Tidak
seperti kelas ekonomi, kelompok status berada dalam ikatan subyektif antara para
anggotannya. Mereka berkelompok karna gaya hidup yang sama, nilai serta
kebiasaan yang sama, perkawinan di dalam kelompok, serta oleh perasaan akan
jarak sosial dari kelompok status lainnya. Mereka saling mengenal dengan
symbol sebutan ‘orang kita’ kepada masing-masing anggotanya. Mereka berjuang
entuk mempertahankan perasaan superioritasnya terhadap mereka yang tidak
termasuk dalam lingkaran sosialnya (Lawang, 1986).

Ada pula stratifikasi sosial yang lain yakni kekuasaan politik. Menurut Weber,
Partai Politik merupakan tipe organisasi dimana terdapat perjuangan untuk
memperoleh atau menggunakan kekuasaan. Semua organisasi berpeluang politis;
kelompok yang menjadi komponenya bersaing atau berembuk untuk memperoleh
kemampuan mengontrol organisasi dan menentukan tujuan serat prosedurnya
(Lawang, 1986).
c. Otoritas
Otoritas adalah kemungkinan seseorang untuk ditaati atas dasar kepercayaan akan
legitmasi haknya untuk mempengaruhi. Weber membagi tiga tipe otoritas dan
ketiganya berdasarkan tipologi tindakan sosial yakni sebagai berikut.
1) Otoritas tradisional
Berorientasi pada kepercayaan yang mapan terhadap kesakralan tradisi zaman
dulu. Mereka yang patuh memiliki rasa setia kepada pemimpinnyadan
sebaliknya, pemimpin mempunyai kewajiban untuk memperhatikan
kebutuhan bawahannya. Walaupun demikian, masih ada keleluasan bagi
atasan secara pribadi menggunakan otoritasnya, dan bawahan harus taat
menjalankan perintah atasannya (Lawang, 1986).
2) Otoritas Kharismatik
Istilah kharismatik merujuk pada daya tarik pribadi yang dimiliki oleh seorang
pemimpin. Kepemimpinan karismatik tidak diorientasikan kepada hal-hal

11
rutin yang stabil dan langgeng (menantang status-quo). Pemimpin karismatik
mengemukakan pesannya dengan tegas yang dimaksudkan untuk keteraturan
sosial dan keteraturan moral yang lebih baik (Lawang, 1986).
3) Otoritas Legal-Rasional
Berdasarkan oada komitmen terhadap seperangkat peraturan yang
diundangkan secara resmi dan diatur secara impersonal. Seleksi terhadap
orang-orang untuk menduduki posisi otoritas atau posisi bawahan juga diatur
secara eksplisit oleh peraturan yang resmi dan sah. Misalnya peraturan tentang
persyaratan menurut pendidikan atau keahlian. Otoritas legal rasional biasanya
diwujudkan dlam organisasi birokratis (Lawang, 1986).
Studi psikologi sosial mengenai kepemimpinan organisasi juga
menerima perbedaan penting terhadap kualitas pribadi dalam
mengimplementasikan pengaruhnya dalam organisasi. Studi ini juga
menyatakan bahwa kepemimpinan dapat dimengerti dalam hubungannya
dengan sifat hubungan abtara pemimpin dan pengikutnya. Pemimpin yang
efektif mampu menggunkan dasar minimal minimal dalam mempengaruhi
orang lain dengan kompetensi yang dimilii untuk membangkitkan kesetiaan
dan kepatuhan pengikutnya (Lawang, 1986).

12

Anda mungkin juga menyukai