Anda di halaman 1dari 24

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur Atas


2.1.1 Balok
Balok beton adalah salah satu bagian dari struktural sebuah bangunan
yang kaku dan dirancang untuk menanggung dan menyalurkan beban menuju
kolom penopang yang selanjutnya akan diteruskan ke pondasi. Balok dikenal
sebagai elemen lentur, yaitu elemen struktur yang dominan mememikul gaya
dalam berupa momen lentur dan gaya geser.
Pada balok beton dikenal istilah short-term (immediate) deflection dan
long-term deflection yang membuat lendutan. Lendutan merupakan fungsi
dari kekakuan yaitu perkalian antara modulus elastisitas beton Ec dengan
inersia penampang I. lendutan harus dibatasi, karena berkaitan dengan
kenyamanan dan seni dalam arsitektur.
Pada SNI beton 2013 menyatakan komponen struktur beton bertulang
yang mengalami lentur harus direncanakan agar mempunyai kekakuan yang
cukup untuk membatasi defleksi atau deformasi apapun yang dapat
memperlemah kekuatan ataupun mengurangi kemampuan layan struktur pada
beban kerja. Balok beton dapat retak ketika menahan momen lentur. Ketika
serat bawah tertarik (momen positif), beton dapat menahan tegangan tarik
tersebut, tetapi tegangan tarik sangat kecil.
Perilaku keruntuhan yang dominan pada struktur balok pada
umumnya adalah lentur, hal ini terjadi jika resio bentang (L) dan tinggi balok
(h) cukup besar. Jika rasionya kecil maka digolongkan sebagai balok tinggi
(deep beam) keruntuhan geser dominan.
Jenis keruntuhan balok beton bertulang diantaranya:
1. Keruntuhan Lentur

II-1
Bab II Tinjauan Pustaka

Gambar 2.1. Tegangan Regangan Balok Beton Bertulang yang Menerima


Momen Positif
Notasi:
εs = Regangan pada baja
C = Resultan gaya tekan pada beton
T = Resultan gaya tarik pada tulangan
As = Luas tulangan Tarik
a = Tinggi benda tegangan pada beton
Resultan gaya tekan pada beton:
C = 0,85 f’c.b.a.......................................................................................
(2.1)
Dimana:
C = Resultan gaya tekan pada beton
f’c = Kuat tekan beton
b = lebar muka tekan komponen struktur
a = Tinggi benda tegangan pada beton
Resultan gaya tarik pada tulangan:
T = As.fy (tulangan dianggap leleh).......................................................
(2.2)
Dimana:
T = Resultan gaya tarik pada tulangan
As = Luas tulangan Tarik
Fy = Kuat leleh tulangan baja
Ditinjau penampang balok beton bertulang dalam kondisi under
reinforced, keruntuhan lentur dimulai dari tulangan baja yang mengalami
II-2
Bab II Tinjauan Pustaka

leleh. Pada kondisi tersebut, momen nominal yang menyebababkan


keruntuhan lentur dengan persamaan:
𝑎
𝑀𝑛 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 (𝑑 − )………………………...................................... (2.3)
2

Dimana:
Mn = Momen nominal
As = Luas tulangan Tarik
fy = Kuat leleh tulangan baja
d = Jarak dari serat tekan kepusat tulanagan Tarik
a = Tinggi balok tegangan persegi ekivalen
Dengan:
𝐴𝑠 𝑓𝑦
𝑎= ………………………....................................................... (2.4)
0,85.𝑓′𝑐 𝑏

Dimana:
a = Tinggi balok tegangan persegi ekivalen
As = Luas tulangan Tarik
fy = Kuat leleh tulangan baja
f’c = Kuat tekan beton
b = Lebar muka tekan komponen struktur
2. Keruntuhan Geser
Gaya geser pada balok sepenuhnya dipikul oleh beton, sedangkan gaya
setelah terjadi retak geser lentur maka retak akan merambat sepanjang
tulangan lentur, keretakan ini akan melepaskan lekatan tulangan memanjang
dengan beton. Balok akan berperilaku seperti busur dua sendi, yang kemudian
diakhiri dengan hancurnya beton tekan. Geser nominal yang dapat
disumbangkan beton adalah:
1
𝑉𝐶 = √𝑓′𝑐 𝑏𝑤. 𝑑 .................................................................................... (2.5)
6

Dimana:
Vc = Gaya geser
f’c = Kuat tekan beton
bw = Lebar badan
d = Jarak dari serat tekan ke pusat tulangan tekan

II-3
Bab II Tinjauan Pustaka

2.1.2 Kolom

Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban
dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang
peranan penting dari suatu bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom
merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai
yang bersangkutan dan juga runtuh total (total collapse) seluruh struktur
(Sudarmoko, 1996).

Jenis–jenis Kolom
Menurut Wang (1986) dan Ferguson (1986) jenis-jenis kolom ada tiga, yaitu :

1. Kolom ikat (tie column).


2. Kolom spiral (spiral column).
3. Kolom komposit (composite column)

Gambar 2.2. Jenis kolom


(a) Kolom ikat sengkang lateral (b) Kolom ikat spiral (c) Kolom Komposit
Menurut SNI 2847-2013 ada empat ketentuan terkait perhitungan kolom:
1. Kolom harus direncanakan untuk memikul beban aksial terfaktor yang
bekerja pada semua lantai atau atap dan momen maksimum yang berasal
dari beban terfaktor pada satu bentang terdekat dari lantai atau atap yang
ditinjau. Kombinasi pembebanan yang menghasilkan rasio maksimum
dari momen terhadap beban aksial juga harus diperhitungkan.

II-4
Bab II Tinjauan Pustaka

2. Pada konstruksi rangka atau struktur menerus pengaruh dari adanya beban
tak seimbang pada lantai atau atap terhadap kolom luar atau dalam harus
diperhitungkan. Demikian pula pengaruh dari beban eksentris.
3. Dalam menghitung momen akibat beban gravitasi yang bekerja pada
kolom, ujung-ujung terjauh kolom dapat dianggap jepit, selama ujung-
ujung tersebut menyatu (monolite) dengan komponen struktur lainnya
4. Momen-momen yang bekerja pada setiap level lantai atau atap harus
didistribusikan pada kolom di atas dan di bawah lantai tersebut
berdasarkan kekakuan relatif kolom dengan juga memperhatikan kondisi
kekekangan pada ujung kolom.

Gambar 2.3. Tegangan Regangan Kolom Beton Bertulang


Notasi:
Pn = Kekuatan aksial nominal penampang
b = Lebar muka tekan komponen struktur
d = Jarak dari serat tekan ke pusat tulangan Tarik
d’ = Jarak dari serat tekan ke pusat tulangan tekan
As’ = Luas tulangan tekan
As = Luas tulangan tarik
f’c = Kuat tekan beton
fy = Kuat leleh tulangan baja
Xb = Jarak serat atas ke garis netral

II-5
Bab II Tinjauan Pustaka

a = Tinggi balok persegi ekivalen


Berdasarkan Gambar 2.3 maka didapat asumsi sebagai berikut:
𝐶1 = 0,85 𝑓 ′ 𝑐 ( 𝐴𝑔 − 𝐴𝑠𝑡 ) ........................................................................ (2.6)
𝐶2 = 𝑓𝑦 . 𝐴𝑠 ................................................................................................ (2.7)
𝐶3 = 𝑓𝑦 . 𝐴𝑠 ′ ............................................................................................... (2.8)
Dimana:
𝑓 ′ 𝑐 = Kekuatan tekan beton
𝐴𝑔 = Luas penampang beton
𝐴𝑠𝑡 = Luas total tulangan longitudinal
𝑓𝑦 = Kuat leleh baja tulangan
𝐴𝑠 = Luas tulangan tarik baja
𝐴𝑠 ′ = Luas tulangan tekan baja
C = Resultan gaya
ΣV = 0
P0 = C1+C2+C3
𝑃0 = 0,85 𝑓 ′ 𝑐 ( 𝐴𝑔 − 𝐴𝑠𝑡 ) + 𝑓𝑦 . 𝐴𝑠𝑡 ........................................................ (2.9)
∅𝑃𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠 = 0,85∅[0,85 𝑓 ′ 𝑐 ( 𝐴𝑔 − 𝐴𝑠𝑡 ) + 𝑓𝑦 . 𝐴𝑠𝑡 ]
untuk tulangan spiral ............................................................................... (2.10)
∅𝑃𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠 = 0,8∅[0,85 𝑓 ′ 𝑐 ( 𝐴𝑔 − 𝐴𝑠𝑡 ) + 𝑓𝑦 . 𝐴𝑠𝑡 ]
untuk tulangan sengkang ......................................................................... (2.11)
Dimana:
P0 = Kekuatan aksial nominal
Pn = Kekuatan aksial nominal penampang
C = Resultan gaya
𝑓 ′ 𝑐 = Kekuatan tekan beton
𝐴𝑔 = Luas penampang beton
𝐴𝑠𝑡 = Luas total tulangan longitudinal
𝑓𝑦 = Kuat leleh baja tulangan
Kekakuan pada kolom dapat direncanakan dengan menggunakan persamaan
dibawah ini:

II-6
Bab II Tinjauan Pustaka

𝐸𝐼
𝐾 = 12 ( 𝐻 3 ) ........................................................................................... (2.12)

Dimana :
K = Kekakuan
E = Modulus Elastisitas
I = Inersia
H = Tinggi
Adapun modulus elastisitas beton dapat dihitung menggunakan persamaan
dibawah ini :
4700√𝑓′𝑐 ................................................................................................ (2.13)
Dimana:
𝑓 ′ 𝑐 = Kekuatan tekan beton
Dengan inersia penampang persegi dapat diambil dengan persamaan dibawah
ini :
1
𝐼= 𝑏. ℎ3 ............................................................................................. (2.14)
12

Dimana :
I = Inersia penampang
b = lebar penampang
h = Panjang penampang

2.2 Pembebanan
2.2.1 Beban Mati
Berdasarkan SNI 1727:2013 Beban mati adalah seluruh beban
konstruksi bangunan gedung yang terpasang, termasuk dinding, lantai, atap,
plafond, tangga, dinding partisi tetap, finishing, dan komponen arsitektural
dan struktural lainnya serta peralatan layan. Dalam hal ini dapat berupa:
a. Beban mati akibat berat sendiri
Beban mati didefinisikan sebagai beban yang ditimbulkan oleh elemen-
elemen struktur bangunan; balok, kolom, dan pelat lantai. Beban ini akan
dihitung secara otomatis oleh program ETABS.

II-7
Bab II Tinjauan Pustaka

Beban Mati Besar Beban


Beton Bertulang 2400 kg/m3 (23,544 kN/m3)
Dinding dan Plesteran
Tebal 15 cm 300 kg/m2 (2,943 kN/m2)
Tebal 10 cm 200 kg/m2 (1,962 kN/m2)
Langit-Langit + Penggantung 18 kg/m2 (0,176 kN/m2)
Lantai keramik 24 kg/m2 (0,235 kN/m2)
Spesi Per cm tebal 21 kg/m2 (0,206 kN/m2)
Mekanikal dan Elektrikal 25 kg/m2 (0,245 kN/m2)
Tabel 2.1. Besaran beban mati
(Sumber : SNI 1727:1989) (disesuaikan)
2.2.2 Beban Hidup
Berdasarkan SNI 1727:2013 beban hidup adalah beban yang
diakibatkan oleh pengguna dan penghuni bangunan gedung atau struktur lain
yang tidak termasuk beban konstruksi dan beban lingkungan, seperti beban
angin, beban hujan, beban gempa, beban banjir atau beban mati.
Hunian atau Penggunaan Merata Psf (KN/m2)
Apartement dan Hotel
Ruang Pribadi 40 (1,92)
Ruang Publik & Koridor 100 (4,79)
Sistem Lantai Akses
Ruang Kantor 50 (2,4)
Ruang Komputer 100 (4,79)
Gudang Persenjataan dan Ruang Latihan 150 (7,18)
Ruang Pertemuan
Kursi tetap 100 (4,79)
Lobi 100 (4,79)
Kursi dapat dipindahkan 100 (4,79)
Panggung pertemuan 100 (4,79)

II-8
Bab II Tinjauan Pustaka

Lantai Podium 150 (7,18)


Balkon dan Dek 100 (4,79)
Ruang Makan dan Restoran 100 (4,79)
Garasi/Parkir Min 40 (1,92)
Tempat Rekreasi
Tempat bowling, kolam 75 (3,59)
Ruang Dansa 100 (4,79)
Gimnasium 100 (4,79)
Atap
Atap datar, berbubung 20 (0,96)
Atap untuk Taman 100 (4,79)
Gudang
Gudang diatas langit-langit 20 (0,96)
Gudang Berat 250 (11,97)
Gudang Ringan 125 (6,00)
Tabel 2.2. Besaran beban hidup
(Sumber : SNI 1727:2013)

2.2.3. Beban Gempa


Beban gempa adalah semua beban yang bekerja pada bangunan atau bagian
bangunan dari pergerakan tanah akibat gempa itu. Pengaruh gempa pada
struktur ditentukan berdasarkan analisa dinamik, maka yang diartikan dalam
beban gempa itu gaya-gaya di dalam struktur tersebut yang terjadi oleh tanah
akibat gempa itu sendiri. Adapun peraturan saat merencanakan beban gempa
dapat menggunakan peraturan perencanaan berikut:
a. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan
Gedung dan Non Gedung Berdasarkan SNI 1726:2012
Beban gempa rencana pada SNI 03-1726-2012 memiliki periode ulang
sebesar 2500 tahun. Pada peraturan gempa sebelumnya, SNI 03-1726-2002
dan SNI 03-1726-1989, secara berurutan digunakan beban gempa rencana
dengan periode ulang 500 tahun dan 200 tahun. Dengan menggunakan

II-9
Bab II Tinjauan Pustaka

periode ulang gempa rencana 2500 tahun, SNI 1726- 2012 menggunakan
beban gempa yang kemungkinan terlampauinya sebesar 2% dalam jangka
waktu 50 tahun, yang dengan kata lain menggunakan beban gempa yang lebih
besar dibandingkan dua peraturan gempa sebelumnya. Respons spektra untuk
beban gempa SNI 1726 2012 dihasilkan melalui pengolahan nilai respons
spektra di batuan dasar pada periode 0,2 detik (Ss) dan 1 detik (S1). Nilai ini
diperoleh melalui pembacaan peta gempa SNI 1726 2012 untuk 0,2 detik dan
1 detik.
2
𝑆𝐷1 = 𝑆𝑚1 ............................................................................................ (2.17)
3
2
𝑆𝐷𝑆 = 𝑆𝑚𝑠 ............................................................................................ (2.18)
3

dimana:
𝑆𝐷1 : Parameter percepatan response spectrum perioda 1 detik
𝑆𝑚1 : Parameter response spectrum perioda 1 detik
𝑆𝐷𝑆 : Parameter percepatan response spectrum perioda pendek
𝑆𝑚𝑠 : Parameter response spectrum perioda pendek
Dari nilai respons spektra baru dengan sebutan 𝑆𝐷𝑆 dan 𝑆𝐷1 Kedua nilai inilah
yang akan diplot menjadi respons spektra beban gempa rencana. Untuk
̅ − 𝑆𝑃𝑇 untuk perencanaan
menentukan kelas situs harus memperhatikan 𝑁
gempa dapat dihitung dengan rumus:
∑𝑛
𝑖=1 𝑑𝑖
̅=
𝑁 𝑑𝑖 ............................................................................................... (2.19)
∑𝑛
𝑖=1 𝑛𝑖

dimana:
̅ = Nilai N-SPT rerata
𝑁
di = Ketebalan lapisan
ni = Nilai N-SPT lapisan
Kelas Situs Ss < 0,25 Ss = 0,5 Ss = 0,75 Ss = 1 Ss > 1,25
A 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
B 1 1 1 1 1
C 1,2 1,2 1,1 1 1
D 1,6 1,4 1,2 1,1 1
E 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9
II-10
Bab II Tinjauan Pustaka

Tabel 2.3. Faktor Amplifikasi Fa Percepatan Respons Spektrum Faktor


(Sumber : SNI 1726:2012)
Kelas Situs S1 < 0,1 S1 =0,2 S1 = 0,3 S1=0,4 S1 > 0,5
A 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
B 1 1 1 1 1
C 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3
D 2,4 2 1,8 1,6 1,5
E 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4
Tabel 2.4. Faktor Amplifikasi Fv Percepatan Respons Spektrum Faktor
(Sumber : SNI 1726:2012)
Bila response spectrum design diperlukan dengan menggunakan peraturan
SNI 1726 2012 maka kurva response spectrum design harus dikembangkan
dengan ketentuan berikut ini:
1. Untuk perioda yang lebih kecil dari T0, response spectrum percepatan
desain, Sa harus diambil dari persamaan:
𝑇
𝑆𝑎 = 𝑆𝐷𝑆 (0,4 + 0,6 ( )) .................................................................... (2.20)
𝑇0

Dimana:
𝑆𝑎 = Spectrum response
𝑆𝐷𝑆 = Parameter percepatan response spectrum perioda pendek
𝑇 = Perioda fundamental
𝑇0 = Perioda awal
Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau
sama dengan TS, spectrum respons percepatan desain 𝑆𝑎 sama dengan 𝑆𝐷𝑆 .
2. Untuk perioda lebih besar dari TS, Response spectrum percepatan desain
𝑆𝑎 diambil dari persamaan:
𝑠𝐷1
𝑆𝑎 = ................................................................................................... (2.21)
𝑇

Dimana:
𝑆𝐷𝑆 = Parameter response spectrum percepatan desain pada perioda pendek
𝑆𝑎 = Parameter response spectrum percepatan desain pada perioda 1 detik
𝑇 = Periode getar fundamental struktur

II-11
Bab II Tinjauan Pustaka

𝑆𝐷1
𝑇0 = 0,2 (𝑆𝐷𝑆) ........................................................................................ (2.22)

𝑇𝑠 = 𝑆𝐷1 . 𝑆𝐷𝑆 .......................................................................................... (2.23)


Maka response spectra akan terbentuk seperti Gambar grafik berikut:

Gambar 2.4. Grafik Spectrum Response Design berdasarkan SNI 1726:2012


(Sumber: SNI 1726:2012)
Adapun metode perencanaan berdasarkan SNI 1726:2012 bisa menggunakan
metode perencanaan:
1. Response Spectrum
Response Spektrum adalah suatu spectrum yang disajikan dalam bentuk
grafik antara perioda getar struktur dengan respon-respon maksimum
berdasarkan rasio redaman dan
gempa tertentu. Respon-respon maksimum dapat berupa simpangan
maksimum (Spectral displacement, SD), Kecepatan maksimum (Spectral
Velocity, SV) atau percepatan maksimum (Spectral acceleration, SA) dari
masa struktur.
Berdasarkan SNI 1726:2012 Analisis harus dilakukan untuk menentukan
ragam getar alami untuk struktur. Analisis harus menyertakan jumlah ragam
yang cukup untuk mendapatkan partisipasi massa ragam terkombinasi sebesar
paling sedikit 90 persen dari massa aktual dalam masing-masing arah.
Sedangkan parameter respon ragam menurut SNI 1726:2012. Nilai untuk
masing masing parameter desain terkait gaya yang ditinjau, termasuk

II-12
Bab II Tinjauan Pustaka

simpangan antar lantai tingkat, gaya dukung, dan gaya elemen struktur
individu untuk masing masing ragam respon .
2. Statik Ekivalen
Analisa statik pada prinsipnya adalah menggantikan beban gempa
dengan gaya-gaya statik ekivalen yang bertujuan menyederhanakan dan
memudahkan perhitungan. Metode ini disebut juga Metode Gaya Lateral
Ekivalen (Equivalent Lateral Force Method), yang mengasumsikan besarnya
gaya gempa berdasarkan hasil perkalian suatu konstanta / massa
dari elemen tersebut.
Gaya geser horisontal akibat gempa yang bekerja pada struktur bangunan
dalam arah sumbu X ( Vx ) dan sumbu Y ( Vy ), ditentukan dari rumus :
𝑉 = 𝐶𝑆 . 𝑊 ............................................................................................... (2.24)
Dimana :
V = Gaya geser dasar
W = Berat lantai
𝐶𝑆 = Koefisien response seismic
𝑆𝐷𝑆
𝐶𝑆 = 𝑅 ................................................................................................ (2.25)
𝐼

Dimana:
𝑆𝐷𝑆 = Parameter percepatan response spectrum desain pendek
I = Faktor keutamaan
R = Faktor modifikasi response
Nilai Cs yang dihitung tidak perlu melebihi
𝑆𝐷1
𝐶𝑆 = 𝑅 ................................................................................................. (2.26)
𝑇
𝐼

Dimana:
𝑆𝐷1 = Parameter percepatan response spectrum desain pada perioda 1 detik
𝐶𝑆 = Koefisien response seismic
I = Faktor keutamaan
R = Faktor modifikasi response
T = Perioda fundamental
Dan 𝐶𝑆 harus tidak kurang

II-13
Bab II Tinjauan Pustaka

𝐶𝑆 = 0,044𝑆𝐷𝑆 . 𝐼 ≥ 0,01 ....................................................................... (2.27)


Sedangkan daerah di mana s1 sama dengan atau lebih besar dari 0,6 g maka
Cs harus tidak kurang

0,5.𝑆𝐷1
𝐶𝑆 = 𝑅 ............................................................................................ (2.28)
𝐼

Dimana:
𝑆𝐷1 = Parameter percepatan response spectrum desain pada perioda 1 detik
T = Prioda fundamental struktur
S1 = Parameter percepatan spectrum response maksimal yang dipetakan
I = Faktor keutamaan
R = Faktor modifikasi response
Untuk Faktor keutamaan diambil dari kategori resiko bangunan sebagai
berikut:
Kategori Faktor
Jenis Pemanfaatan
Resiko Keutamaan
Gedung dan non gedung yang memiliki resiko
terhadap jiwa manusia pada saat kegagalan,
termasuk tapi tidak dibatasi untuk:
I 1,00
Fasilitas pertanian perkebunan
Fasilitas Sementara
Gedung penyimpanan
Semua gedung dan struktur lain kecuali yang
termasuk dalam kategori I,II,IV termasuk, tapi
tidak dibatasi untuk:
Perumahan II 1,00
Pasar
Gedung Perkantoran
Apartemen
Gedung dan non gedung yang memiliki i
III 1,25
resiko

II-14
Bab II Tinjauan Pustaka

tinggi terhadap jiwa manusia pada saat terjadi


kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk
Bioskop, Gedung pertemuan
Stadion
Penjara
Gedung dan non gedung yang tidak termasuk
dalam kategori IV yang memili potensi untuk
menyebabkan dampak ekonomu yang besar
dan
atau gangguan masal terhadap kehidupan
masyarakat sehari-hari jika terjadi kegagalan
termasuk tai tidak dibatasi untuk
Pusat pembangkit listrik biasa
Fasilitas penanganan air
Fasilitas penanganan limbah
Pusat telekomunikasi
Gedung dan non gedung yang ditunjukan
sebagai fasilitas penting, termasuk tetapi tidak
dibatasi untuk IV 1,5
Bangunan monumental, Gedung sekolah,
Rumah sakit dan fasilitas kesehatan,
Tabel 2.5. Kategori Resiko dan Faktor Keutamaan Gempa
(Sumber : SNI 1726:2012)
Sedangkan untuk faktor reduksi dapat dilihat dari tabel berikut:
Koefisien
Sistem penahan Gaya Seismik Reduksi
response (R)
Sistem Rangka Pemikul Momen
1.. Rangka baja pemikul momen khusus 8
2.. Rangka batang baja pemikul momen khusus 7
3.. Rangka baja pemikul momen menengah 4,5

II-15
Bab II Tinjauan Pustaka

4. Rangka baja pemikul momen biasa 3,5


5. Rangka beton bertulang pemikul momen khusus 8
6. Rangka beton bertulang pemikul momen menengah 5
7. Rangka beton bertulang pemikul momen biasa 3
Tabel 2.6. Koefisien Modifikasi Response (R)
(Sumber : SNI 1726:2012)
Perioda fundamental pendekatan (Ta) harus ditentukan dari persamaan:
𝑇𝑎 = 𝐶𝑡 ℎ𝑛 𝑥 ............................................................................................. (2.29)
Dimana:
Ta = Perioda fundamental pendekatan
Ct = Koefisien (Tabel 2.7)
X = Koefisien (Tabel 2.7)
hn = Ketinggian struktur
Tipe Struktur Ct X
Rangka baja pemikul momen 0,0724 0,8
Rangka beton pemikul momen 0,0466 0,9
Rangka baja dengan brecing eksentris 0,0731 0,75
Rangka baja dengan brecing terkekang terhadap tekuk 0,0731 0,75
Semua system struktur lainnya 0,0488 0,75
Tabel 2.7. Nilai Parameter Periode Pendekatan Ct dan x
(Sumber : SNI 1726:2012)
Periode fundamental struktur dapat dihitung dengan pendekatan (Ta) dari
persamaan berikut untuk struktur dengan ketinggian tidak melebihi 12 tingkat
di mana system penahan gaya gempa terdiri dari penahan momen beton atau
baja secara keseluruhan dan tinggi tingkat paling sedikit 3 m:
Ta = 0,1 N ................................................................................................ (2.30)
Dengan N adalah jumlah tingkat, sedangkan periode fundamental pendekatan
Ta untuk struktur dinding geser batu bata atau beton diijinkan untuk
menggunakan persamaan:
0,0062
𝑇𝑎 = ( ) ℎ𝑛 ..................................................................................... (2.31)
√𝐶𝑤

Dengan:
II-16
Bab II Tinjauan Pustaka

100 ℎ𝑛 2 𝐴𝑖
𝐶𝑤 = ∑𝑛𝑖=1 ( ) ( ℎ𝑖 2
) ....................................................... (2.32)
𝐴𝑏 ℎ𝑖 [1+0,83( ) ]
𝐷𝑖

Dimana:
Ab = Luas dasar struktur
Ai = Luas badan dinding geser
Di = Panjang dinding geser
hi = tinggi dinding geser
hn = Ketinggian struktur
x = jumlah dinding geser dalam bangunan yang efektif
Distribusi vertikal gaya gempa (F)
Gaya gempa lateral (Fx) (KN) yang timbul di semua tingkat harus ditentukan
dari persamaan :
𝐹𝑥 = 𝐶𝑣𝑥 𝑉 ............................................................................................. (2.33)
Untuk mentukan Cvx menggunakan persamaan berikut:
(𝑊𝑥 .ℎ𝑥 𝑘 )
𝐶𝑣𝑥 = (∑𝑛 𝑘)
.................................................................................. (2.34)
𝑖=1 𝑖.𝑤𝑖.ℎ𝑖

Dengan:
Cvx : Faktor distribusi vertical
V : Gaya lateral desai total atau geser di dasar struktur
wi dan wx : Bagian seismic efektif total struktur W yang dikenakan pada
tingkat I dan x
hi dan hx : Tinggi dari dasar tingkat I atau x
k : Eksponen yang terikat pada struktur
Perioda K
Kurang dari 0,5 detik 1
2,5 detik atau lebih 2
0,5 detik – 2,5 detik Interpolasi
Tabel 2.8. Penentuan Nilai K
(Sumber : SNI 1726:2012)

II-17
Bab II Tinjauan Pustaka

Gambar 2.5. Peta Percepatan puncak di batuan dasar (SB) untuk probabilitas
terlampaui 2% dalam 50 tahun
2.2.4 Kombinasi Pembebanan
Berdasarkan Beban Minimum untuk Perencanaan Bangunan Gedung dan
Struktur Lain SNI 1727:2013 menjelaskan konsep kombinasi pembebanan
antara lain:
1. Kuat perlu U untuk menahan beban mati D paling tidak harus sama
dengan
U = 1,4D ............................................................................................ (2.35)
2. Kuat perlu U untuk menahan beban mati D, beban hidup L, dan juga
beban atap A atau beban hujan R, atau beban salju S paling tidak harus
sama dengan
U = 1,2D + 1,6L + 0,5 (A atau R atau S) .......................................... (2.36)
3. Kombinasi beban juga harus memperhitungkan kemungkinan beban
hidup L,W,S atau R yang penuh dan kosong untuk mendapatkan kondisi
yang paling berbahaya , yaitu:
U = 1,2 D+ 1,0 W + L + 0,5 (Lr atau S atau R) ................................ (2.37)
4. Bila ketahanan struktur terhadap beban gempa E harus diperhitungkan
dalam perencanaan, maka nilai kuat perlu U harus diambil sebagai:
U = 1,2D + 1,0L +1,0E + 0,2s ........................................................... (2.38)

II-18
Bab II Tinjauan Pustaka

5. Beban gempa harus diperhitungkan sebagai satu kesatuan pembebanan


U = 0,9D + 1,0E ................................................................................ (2.39)
6. Beban angin harus diperhitungkan sebagai satu kesatuan pembebanan
U = 0,9D + 1,0W ............................................................................... (2.40)

2.3 Beton Prategang


2.3.1 Definisi Beton Prategang
Beton prategang atau pratekan dapat didefinisikan sebagai beton yang
diberikan tegangan tekan internal sedemikian rupa sehingga dapat meng-
eliminir tegangan tarik yang terjadi akibat beban ekternal sampai suatu batas
tertentu.
Ada 3 ( tiga ) konsep yang dapat di pergunakan untuk menjelaskan
dan menganalisa sifatsifat dasar dari beton pratekan atau prategang :
Konsep Pertama :
Sistem pratekan/prategang untuk mengubah beton yang getas menjadi
bahan yang elastis. Eugene Freyssiinett menggambarkan dengan memberikan
tekanan terlebih dahulu (pratekan) pada bahan beton yang pada dasarnya
getas akan menjadi bahan yang elastis. Dengan memberikan tekanan ( dengan
menarik baja mutu tinggi ), beton yang bersifat getas dan kuat memikul
tekanan, akibat adanya tekanan internal ini dapat memikul tegangan tarik
akibat beban eksternal. Hal ini dapat dijelaskan dengan gambar dibawah ini :

II-19
Bab II Tinjauan Pustaka

Gambar 2.6. Sistem pratekan/prategang untuk mengubah beton yang getas


menjadi bahan yang elastis
Akibat diberi gaya tekan ( gaya prategang ) F yang bekerja pada pusat
berat penampang beton akan memberikan tegangan tekan yang merata
diseluruh penampang beton sebaesar F/A, dimana A adalah luas penampang
beton tsb. Akibat beban merata (termasuk berat sendiri beton) akan
memberikan tegangan tarik dibawah garis netral dan tegangan tekan diatas
garis netral yang besarnya pada serat terluar penampang adalah :
Tegangan lentur : f = M.c/I
Dimana :
M : momen lentur pada penampang yang ditinjau
c : jarak garis netral ke serat terluar penampang
I : momen inersia penampang.
Bila kedua tegangan akibat gaya prategang dan tegangan akibat
momen lentur ini dijumlahkan, maka tegangan maksimum pada serat terluar
penampang adalah :
a. Diatas garis netral :
ftotal = (F/A) + (M.c)/I Tidak boleh melampaui tegangan hancur beton
b. Dibawah garis netral :

II-20
Bab II Tinjauan Pustaka

ftotal = (F/A) - (M.c)/I ≥ 0 Tidak boleh lebih kecil dari nol


Jadi dengan adanya gaya internal tekan ini, maka beton akan dapat
memikul beban Tarik
Konsep Kedua :
Sistem Prategang untuk Kombinasi Baja Mutu Tinggi dengan Beton
Mutu Tinggi. Konsep ini hampir sama dengan konsep beton bertulang biasa,
yaitu beton prategang merupakan kombinasi kerja sama antara baja prategang
dan beton, dimana beton menahan betan tekan dan baja prategang menahan
beban tarik. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

Gambar 2.7. Sistem Prategang untuk Kombinasi Baja Mutu Tinggi dengan
Beton Mutu Tinggi
Konsep Ketiga :
Sistem Prategang untuk Mencapai Keseimbangan Beban. Disini
menggunakan prategang sebagai suatu usaha untuk membuat keseimbangan
gaya-gaya pada suatu balok. Pada design struktur beton prategang, pengaruh
dari prategang dipandang sebagai keseimbangan berat sendiri, sehingga
batang yang mengalami lendutan seperti plat, balok dan gelagar tidak akan
mengalami tegangan lentur pada kondisi pembebanan yang terjadi. Hal ini
dapat dijelaskan sebagai berikut :

II-21
Bab II Tinjauan Pustaka

Gambar 2.8. Sistem Prategang untuk Mencapai Keseimbangan Beban


Suatu balok beton diatas dua perletakan (simple beam) yang diberi
gaya prategang F melalui suatu kabel prategang dengan lintasan parabola.
Beban akibat gaya prategang yang terdistribusi secara merata kearah atas
dinyatakan:
Wb = (8.F.h) / L2
Dimana :
Wb : beban merata kearah atas, akibat gaya prategang F
h : tinggi parabola lintasan kabel prategang.
L : bentangan balok.
F : gaya prategang.
Jadi beban merata akibat beban (mengarah kebawah) diimbangi oleh
gaya merata akibat prategang wb yang mengarah keatas. Inilah tiga konsep
dari beton prategang (pratekan), yang nantinya dipergunakan untuk
menganalisa suatu struktur beton prategang.
2.3.2 Desain gaya prategang dengan metoda serviceability
Desain gaya prategang didasarkan atas konsep tegangan elastis sebagai
berikut:

II-22
Bab II Tinjauan Pustaka

1. Tegangan ijin beton pada saat transfer Menurut SNI 7833 Tahun 2012
batas tegangan ijin beton pada saat transfer adalah sebagai berikut:
Tekan : Fci = -0,6 Fci’
Tarik : Fti = 0,25 √Fci’ 2 tumpuan
Fti = 0,5 √Fci’
Catatan : Fci’ < Fci
 Serat atas ( σtop )
−𝑃𝑖 𝐴𝑒 𝑀𝑜
𝜎1 = (1 − )− ≤ 𝐹𝑡𝑖 ..................................................... (2.41)
𝐴 𝑍𝑡 𝑍𝑡

Dimana Zt = I/Yt
 Serat bawah ( σb )
−𝑃𝑖 𝐴𝑒 𝑀𝑜
𝜎1 = (1 − 𝑍𝑏) + ≤ 𝐹𝑐𝑖 ( 𝐹𝑐𝑖 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑟𝑡𝑖𝑓 ) ....................... (2.42)
𝐴 𝑍𝑏

2. Tegangan ijin setelah seluruh loss terjadi


Menurut SNI 7833 Tahun 2012 batas tegangan ijin beton pada saat
transfer adalah sebagai berikut:
Tekan : Fc = -0,6 Fc’
Tarik : Fti = 0,5 √Fc’
Setelah loss selesai : Pe = R Pi
R diasumsikan = 0,85 (Loss = 15%)
 Serat bawah ( σb )
−𝑅𝑃𝑖 𝐴𝑒 𝑀𝑡
𝜎1 = (1 + 𝑍𝑏) + 𝑍𝑏 ≤ 𝐹𝑡𝑖 .................................................. (2.43)
𝐴

 Serat atas ( σtop )


−𝑅𝑃𝑖 𝐴𝑒 𝑀𝑡
𝜎1 = (1 − 𝑍𝑡 ) − ≤ 𝐹𝑡𝑖 .................................................. (2.44)
𝐴 𝑍𝑡

Maka :
1 ∝𝑡 𝑒−1
≥ 𝐴𝐹 ............................................................................. (2.45)
𝑃𝑖 𝑡𝑖 +∝𝑏 𝑀𝑜

Dengan cara sama:


1 ∝𝑡 𝑒−1
Pers. (2.42) dapat ditulis 𝑃𝑖 ≥ 𝐴𝐹 ………..................................... (2.46)
𝑡𝑖 +∝𝑡 𝑀𝑜

1 𝑅(𝐴 𝑒+1)
Pers. (2.43) dapat ditulis 𝑃𝑖 ≤ −𝐴𝐹 𝑏+∝ ………..................................... (2.47)
𝑡 𝑏 𝑀𝑡

𝑏1 𝑅(𝐴 𝑒−1)
Pers. (2.44) dapat ditulis 𝑃𝑖 ≤ 𝐴𝐹 +∝ ………....................................... (2.48)
𝑡 𝑡 𝑀𝑡

II-23
Bab II Tinjauan Pustaka

Dimana αb = A/Zb
Fci adalah bilangan negative
Plot pers. (2.45) s/d (2.48) didapat diagram magnel.

1
Pi
Equation 3.5
(Fti)

Equation 3.8
(Fe)

Minimum Pi Equation 3.7


(Ft)

Equation 3.6
acceptable (Fci)
region

-1 1 emax Eccentricity, e
ab at

Gambar 2.9. Diagram Magnel


(Sumber: Catatan kuliah: Beton Prategang)
Bila e = e maks, maka Pi adalah Pi minimum. Hal ini benar selama e maks
didaerah feasible. Bila dikehendaki penampang minimum maka Yb harus
maksimum sehingga Zb minimum.
𝑀𝑡 −𝑅𝑀𝑂
𝑍𝑏 ≤ ........................................................................................... (2.49)
𝐹𝑡 −𝑅𝐹𝑐𝑖

3. Tegangan ijin tendon saat jacking


fpi ≤ 0,94 fpy
fpi ≤ 0,80 fpu
fpi ≤ 0,82 fpy
fpi ≤ 0,74 fpu
Pada ujung tendon (angkur dan sambungan)
fpi ≤ 0,70 fpu

II-24

Anda mungkin juga menyukai