BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II-1
Bab II Tinjauan Pustaka
Dimana:
Mn = Momen nominal
As = Luas tulangan Tarik
fy = Kuat leleh tulangan baja
d = Jarak dari serat tekan kepusat tulanagan Tarik
a = Tinggi balok tegangan persegi ekivalen
Dengan:
𝐴𝑠 𝑓𝑦
𝑎= ………………………....................................................... (2.4)
0,85.𝑓′𝑐 𝑏
Dimana:
a = Tinggi balok tegangan persegi ekivalen
As = Luas tulangan Tarik
fy = Kuat leleh tulangan baja
f’c = Kuat tekan beton
b = Lebar muka tekan komponen struktur
2. Keruntuhan Geser
Gaya geser pada balok sepenuhnya dipikul oleh beton, sedangkan gaya
setelah terjadi retak geser lentur maka retak akan merambat sepanjang
tulangan lentur, keretakan ini akan melepaskan lekatan tulangan memanjang
dengan beton. Balok akan berperilaku seperti busur dua sendi, yang kemudian
diakhiri dengan hancurnya beton tekan. Geser nominal yang dapat
disumbangkan beton adalah:
1
𝑉𝐶 = √𝑓′𝑐 𝑏𝑤. 𝑑 .................................................................................... (2.5)
6
Dimana:
Vc = Gaya geser
f’c = Kuat tekan beton
bw = Lebar badan
d = Jarak dari serat tekan ke pusat tulangan tekan
II-3
Bab II Tinjauan Pustaka
2.1.2 Kolom
Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban
dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang
peranan penting dari suatu bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom
merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai
yang bersangkutan dan juga runtuh total (total collapse) seluruh struktur
(Sudarmoko, 1996).
Jenis–jenis Kolom
Menurut Wang (1986) dan Ferguson (1986) jenis-jenis kolom ada tiga, yaitu :
II-4
Bab II Tinjauan Pustaka
2. Pada konstruksi rangka atau struktur menerus pengaruh dari adanya beban
tak seimbang pada lantai atau atap terhadap kolom luar atau dalam harus
diperhitungkan. Demikian pula pengaruh dari beban eksentris.
3. Dalam menghitung momen akibat beban gravitasi yang bekerja pada
kolom, ujung-ujung terjauh kolom dapat dianggap jepit, selama ujung-
ujung tersebut menyatu (monolite) dengan komponen struktur lainnya
4. Momen-momen yang bekerja pada setiap level lantai atau atap harus
didistribusikan pada kolom di atas dan di bawah lantai tersebut
berdasarkan kekakuan relatif kolom dengan juga memperhatikan kondisi
kekekangan pada ujung kolom.
II-5
Bab II Tinjauan Pustaka
II-6
Bab II Tinjauan Pustaka
𝐸𝐼
𝐾 = 12 ( 𝐻 3 ) ........................................................................................... (2.12)
Dimana :
K = Kekakuan
E = Modulus Elastisitas
I = Inersia
H = Tinggi
Adapun modulus elastisitas beton dapat dihitung menggunakan persamaan
dibawah ini :
4700√𝑓′𝑐 ................................................................................................ (2.13)
Dimana:
𝑓 ′ 𝑐 = Kekuatan tekan beton
Dengan inersia penampang persegi dapat diambil dengan persamaan dibawah
ini :
1
𝐼= 𝑏. ℎ3 ............................................................................................. (2.14)
12
Dimana :
I = Inersia penampang
b = lebar penampang
h = Panjang penampang
2.2 Pembebanan
2.2.1 Beban Mati
Berdasarkan SNI 1727:2013 Beban mati adalah seluruh beban
konstruksi bangunan gedung yang terpasang, termasuk dinding, lantai, atap,
plafond, tangga, dinding partisi tetap, finishing, dan komponen arsitektural
dan struktural lainnya serta peralatan layan. Dalam hal ini dapat berupa:
a. Beban mati akibat berat sendiri
Beban mati didefinisikan sebagai beban yang ditimbulkan oleh elemen-
elemen struktur bangunan; balok, kolom, dan pelat lantai. Beban ini akan
dihitung secara otomatis oleh program ETABS.
II-7
Bab II Tinjauan Pustaka
II-8
Bab II Tinjauan Pustaka
II-9
Bab II Tinjauan Pustaka
periode ulang gempa rencana 2500 tahun, SNI 1726- 2012 menggunakan
beban gempa yang kemungkinan terlampauinya sebesar 2% dalam jangka
waktu 50 tahun, yang dengan kata lain menggunakan beban gempa yang lebih
besar dibandingkan dua peraturan gempa sebelumnya. Respons spektra untuk
beban gempa SNI 1726 2012 dihasilkan melalui pengolahan nilai respons
spektra di batuan dasar pada periode 0,2 detik (Ss) dan 1 detik (S1). Nilai ini
diperoleh melalui pembacaan peta gempa SNI 1726 2012 untuk 0,2 detik dan
1 detik.
2
𝑆𝐷1 = 𝑆𝑚1 ............................................................................................ (2.17)
3
2
𝑆𝐷𝑆 = 𝑆𝑚𝑠 ............................................................................................ (2.18)
3
dimana:
𝑆𝐷1 : Parameter percepatan response spectrum perioda 1 detik
𝑆𝑚1 : Parameter response spectrum perioda 1 detik
𝑆𝐷𝑆 : Parameter percepatan response spectrum perioda pendek
𝑆𝑚𝑠 : Parameter response spectrum perioda pendek
Dari nilai respons spektra baru dengan sebutan 𝑆𝐷𝑆 dan 𝑆𝐷1 Kedua nilai inilah
yang akan diplot menjadi respons spektra beban gempa rencana. Untuk
̅ − 𝑆𝑃𝑇 untuk perencanaan
menentukan kelas situs harus memperhatikan 𝑁
gempa dapat dihitung dengan rumus:
∑𝑛
𝑖=1 𝑑𝑖
̅=
𝑁 𝑑𝑖 ............................................................................................... (2.19)
∑𝑛
𝑖=1 𝑛𝑖
dimana:
̅ = Nilai N-SPT rerata
𝑁
di = Ketebalan lapisan
ni = Nilai N-SPT lapisan
Kelas Situs Ss < 0,25 Ss = 0,5 Ss = 0,75 Ss = 1 Ss > 1,25
A 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
B 1 1 1 1 1
C 1,2 1,2 1,1 1 1
D 1,6 1,4 1,2 1,1 1
E 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9
II-10
Bab II Tinjauan Pustaka
Dimana:
𝑆𝑎 = Spectrum response
𝑆𝐷𝑆 = Parameter percepatan response spectrum perioda pendek
𝑇 = Perioda fundamental
𝑇0 = Perioda awal
Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau
sama dengan TS, spectrum respons percepatan desain 𝑆𝑎 sama dengan 𝑆𝐷𝑆 .
2. Untuk perioda lebih besar dari TS, Response spectrum percepatan desain
𝑆𝑎 diambil dari persamaan:
𝑠𝐷1
𝑆𝑎 = ................................................................................................... (2.21)
𝑇
Dimana:
𝑆𝐷𝑆 = Parameter response spectrum percepatan desain pada perioda pendek
𝑆𝑎 = Parameter response spectrum percepatan desain pada perioda 1 detik
𝑇 = Periode getar fundamental struktur
II-11
Bab II Tinjauan Pustaka
𝑆𝐷1
𝑇0 = 0,2 (𝑆𝐷𝑆) ........................................................................................ (2.22)
II-12
Bab II Tinjauan Pustaka
simpangan antar lantai tingkat, gaya dukung, dan gaya elemen struktur
individu untuk masing masing ragam respon .
2. Statik Ekivalen
Analisa statik pada prinsipnya adalah menggantikan beban gempa
dengan gaya-gaya statik ekivalen yang bertujuan menyederhanakan dan
memudahkan perhitungan. Metode ini disebut juga Metode Gaya Lateral
Ekivalen (Equivalent Lateral Force Method), yang mengasumsikan besarnya
gaya gempa berdasarkan hasil perkalian suatu konstanta / massa
dari elemen tersebut.
Gaya geser horisontal akibat gempa yang bekerja pada struktur bangunan
dalam arah sumbu X ( Vx ) dan sumbu Y ( Vy ), ditentukan dari rumus :
𝑉 = 𝐶𝑆 . 𝑊 ............................................................................................... (2.24)
Dimana :
V = Gaya geser dasar
W = Berat lantai
𝐶𝑆 = Koefisien response seismic
𝑆𝐷𝑆
𝐶𝑆 = 𝑅 ................................................................................................ (2.25)
𝐼
Dimana:
𝑆𝐷𝑆 = Parameter percepatan response spectrum desain pendek
I = Faktor keutamaan
R = Faktor modifikasi response
Nilai Cs yang dihitung tidak perlu melebihi
𝑆𝐷1
𝐶𝑆 = 𝑅 ................................................................................................. (2.26)
𝑇
𝐼
Dimana:
𝑆𝐷1 = Parameter percepatan response spectrum desain pada perioda 1 detik
𝐶𝑆 = Koefisien response seismic
I = Faktor keutamaan
R = Faktor modifikasi response
T = Perioda fundamental
Dan 𝐶𝑆 harus tidak kurang
II-13
Bab II Tinjauan Pustaka
0,5.𝑆𝐷1
𝐶𝑆 = 𝑅 ............................................................................................ (2.28)
𝐼
Dimana:
𝑆𝐷1 = Parameter percepatan response spectrum desain pada perioda 1 detik
T = Prioda fundamental struktur
S1 = Parameter percepatan spectrum response maksimal yang dipetakan
I = Faktor keutamaan
R = Faktor modifikasi response
Untuk Faktor keutamaan diambil dari kategori resiko bangunan sebagai
berikut:
Kategori Faktor
Jenis Pemanfaatan
Resiko Keutamaan
Gedung dan non gedung yang memiliki resiko
terhadap jiwa manusia pada saat kegagalan,
termasuk tapi tidak dibatasi untuk:
I 1,00
Fasilitas pertanian perkebunan
Fasilitas Sementara
Gedung penyimpanan
Semua gedung dan struktur lain kecuali yang
termasuk dalam kategori I,II,IV termasuk, tapi
tidak dibatasi untuk:
Perumahan II 1,00
Pasar
Gedung Perkantoran
Apartemen
Gedung dan non gedung yang memiliki i
III 1,25
resiko
II-14
Bab II Tinjauan Pustaka
II-15
Bab II Tinjauan Pustaka
Dengan:
II-16
Bab II Tinjauan Pustaka
100 ℎ𝑛 2 𝐴𝑖
𝐶𝑤 = ∑𝑛𝑖=1 ( ) ( ℎ𝑖 2
) ....................................................... (2.32)
𝐴𝑏 ℎ𝑖 [1+0,83( ) ]
𝐷𝑖
Dimana:
Ab = Luas dasar struktur
Ai = Luas badan dinding geser
Di = Panjang dinding geser
hi = tinggi dinding geser
hn = Ketinggian struktur
x = jumlah dinding geser dalam bangunan yang efektif
Distribusi vertikal gaya gempa (F)
Gaya gempa lateral (Fx) (KN) yang timbul di semua tingkat harus ditentukan
dari persamaan :
𝐹𝑥 = 𝐶𝑣𝑥 𝑉 ............................................................................................. (2.33)
Untuk mentukan Cvx menggunakan persamaan berikut:
(𝑊𝑥 .ℎ𝑥 𝑘 )
𝐶𝑣𝑥 = (∑𝑛 𝑘)
.................................................................................. (2.34)
𝑖=1 𝑖.𝑤𝑖.ℎ𝑖
Dengan:
Cvx : Faktor distribusi vertical
V : Gaya lateral desai total atau geser di dasar struktur
wi dan wx : Bagian seismic efektif total struktur W yang dikenakan pada
tingkat I dan x
hi dan hx : Tinggi dari dasar tingkat I atau x
k : Eksponen yang terikat pada struktur
Perioda K
Kurang dari 0,5 detik 1
2,5 detik atau lebih 2
0,5 detik – 2,5 detik Interpolasi
Tabel 2.8. Penentuan Nilai K
(Sumber : SNI 1726:2012)
II-17
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.5. Peta Percepatan puncak di batuan dasar (SB) untuk probabilitas
terlampaui 2% dalam 50 tahun
2.2.4 Kombinasi Pembebanan
Berdasarkan Beban Minimum untuk Perencanaan Bangunan Gedung dan
Struktur Lain SNI 1727:2013 menjelaskan konsep kombinasi pembebanan
antara lain:
1. Kuat perlu U untuk menahan beban mati D paling tidak harus sama
dengan
U = 1,4D ............................................................................................ (2.35)
2. Kuat perlu U untuk menahan beban mati D, beban hidup L, dan juga
beban atap A atau beban hujan R, atau beban salju S paling tidak harus
sama dengan
U = 1,2D + 1,6L + 0,5 (A atau R atau S) .......................................... (2.36)
3. Kombinasi beban juga harus memperhitungkan kemungkinan beban
hidup L,W,S atau R yang penuh dan kosong untuk mendapatkan kondisi
yang paling berbahaya , yaitu:
U = 1,2 D+ 1,0 W + L + 0,5 (Lr atau S atau R) ................................ (2.37)
4. Bila ketahanan struktur terhadap beban gempa E harus diperhitungkan
dalam perencanaan, maka nilai kuat perlu U harus diambil sebagai:
U = 1,2D + 1,0L +1,0E + 0,2s ........................................................... (2.38)
II-18
Bab II Tinjauan Pustaka
II-19
Bab II Tinjauan Pustaka
II-20
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.7. Sistem Prategang untuk Kombinasi Baja Mutu Tinggi dengan
Beton Mutu Tinggi
Konsep Ketiga :
Sistem Prategang untuk Mencapai Keseimbangan Beban. Disini
menggunakan prategang sebagai suatu usaha untuk membuat keseimbangan
gaya-gaya pada suatu balok. Pada design struktur beton prategang, pengaruh
dari prategang dipandang sebagai keseimbangan berat sendiri, sehingga
batang yang mengalami lendutan seperti plat, balok dan gelagar tidak akan
mengalami tegangan lentur pada kondisi pembebanan yang terjadi. Hal ini
dapat dijelaskan sebagai berikut :
II-21
Bab II Tinjauan Pustaka
II-22
Bab II Tinjauan Pustaka
1. Tegangan ijin beton pada saat transfer Menurut SNI 7833 Tahun 2012
batas tegangan ijin beton pada saat transfer adalah sebagai berikut:
Tekan : Fci = -0,6 Fci’
Tarik : Fti = 0,25 √Fci’ 2 tumpuan
Fti = 0,5 √Fci’
Catatan : Fci’ < Fci
Serat atas ( σtop )
−𝑃𝑖 𝐴𝑒 𝑀𝑜
𝜎1 = (1 − )− ≤ 𝐹𝑡𝑖 ..................................................... (2.41)
𝐴 𝑍𝑡 𝑍𝑡
Dimana Zt = I/Yt
Serat bawah ( σb )
−𝑃𝑖 𝐴𝑒 𝑀𝑜
𝜎1 = (1 − 𝑍𝑏) + ≤ 𝐹𝑐𝑖 ( 𝐹𝑐𝑖 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑟𝑡𝑖𝑓 ) ....................... (2.42)
𝐴 𝑍𝑏
Maka :
1 ∝𝑡 𝑒−1
≥ 𝐴𝐹 ............................................................................. (2.45)
𝑃𝑖 𝑡𝑖 +∝𝑏 𝑀𝑜
1 𝑅(𝐴 𝑒+1)
Pers. (2.43) dapat ditulis 𝑃𝑖 ≤ −𝐴𝐹 𝑏+∝ ………..................................... (2.47)
𝑡 𝑏 𝑀𝑡
𝑏1 𝑅(𝐴 𝑒−1)
Pers. (2.44) dapat ditulis 𝑃𝑖 ≤ 𝐴𝐹 +∝ ………....................................... (2.48)
𝑡 𝑡 𝑀𝑡
II-23
Bab II Tinjauan Pustaka
Dimana αb = A/Zb
Fci adalah bilangan negative
Plot pers. (2.45) s/d (2.48) didapat diagram magnel.
1
Pi
Equation 3.5
(Fti)
Equation 3.8
(Fe)
Equation 3.6
acceptable (Fci)
region
-1 1 emax Eccentricity, e
ab at
II-24