Anda di halaman 1dari 18

KONSEP DASAR TEORI LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN

KEPERAWATAN POST NATAL DENGAN KOMPLIKASI

PERDARAHAN DAN EKLAMSI

Oleh : Kelompok 4

1. Desak Kadek Yuniantari (17089014100)


2. Ni Made Sri Utari Dewi ( 17089014082)
3. Ni Putu Yuli Astari (17089014103)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG PROGRAM


STUDY S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2019
KONSEP DASAR TEORI PERDARAHAN POST NATAL
1. Defenisi

Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24

jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan

post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam

setelah anak dan plasenta lahir.

Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml

dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi . HPP biasanya kehilangan darah

lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran(Marylin E Dongoes, 2001).

2. Klasifikasi

Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:

1) Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir

2) Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir

Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi

perdarahan post partum :

1) Menghentikan perdarahan.

2) Mencegah timbulnya syok.

3) Mengganti darah yang hilang.

Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan. Berdasarkan

penyebabnya :

1) Atoni uteri (50-60%).

2) Retensio plasenta (16-17%).

3) Sisa plasenta (23-24%).


4) Laserasi jalan lahir (4-5%).

5) Kelainan darah (0,5-0,8%).

3. Etiologi

Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:

1) Atonia Uteri

2) Retensi Plasenta

3) Sisa Plasenta dan selaput ketuban

a. Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)

b. Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)

4) Trauma jalan lahir

a. Episiotomi yang lebar

b. Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim

c. Rupture uteri

5) Penyakit darah

Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia

/hipofibrinogenemia.

Tanda yang sering dijumpai :

a. Perdarahan yang banyak.

b. Solusio plasenta.

c. Kematian janin yang lama dalam kandungan.

d. Pre eklampsia dan eklampsia.

e. Infeksi, hepatitis dan syok septik.


6) Hematoma

7) Inversi Uterus

8) Subinvolusi Uterus

4. Manifestasi Klinis

Gejala Klinis umum yang terjadic adalah kehilangan darah dalam jumlah

yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing,

gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah,

ekstremitas dingin, mual.

Gejala Klinis berdasarkan penyebab:

a. Atonia Uteri:

Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan

perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer)

Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut

nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain).

b. Robekan jalan lahir

Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera

setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik.

Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.

c. Retensio plasenta

Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan

segera, kontraksi uterus baik


Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi

berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan

d. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)

Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung

pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera

Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi

fundus tidak berkurang.

e. Inversio uterus

Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa,

tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri

sedikit atau berat.

Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat

5. Patofisiologi

Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk

meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan

kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang

melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus.

Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture

uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit

darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada

atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan

penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa


mendorong pada keadaan shock hemoragik.

6. Pemeriksaan Penunjang

1) Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang

2) Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan

jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 10-

14gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat

tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)

3) Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum

4) Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih

5) Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split

fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial

diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang

pada KID

7. Terapi

Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi

dengan kuat, uterus harus diurut :

1) Pijat dengan lembut boggi uterus, sambil menyokong segmen uterus

bagian bawah untuk menstimulasi kontraksi dan kekuatan penggumpalan.

Waspada terhadap kekuatan pemijatan. Pemijatan yang kuat dapat

meletihkan uterus, mengakibatkan atonia uteri yang dapat menyebabkan


nyeri. Lakukan dengan lembut. Perdarahan yang signifikan dapat terjadi

karena penyebab lain selain atoni uteri.


2) Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada fundus

uteri. Bila perdarahan berlanjut pengeluaran plasenta secara manual harus

dilakukan.
3) Pantau tipe dan jumlah perdarahan serta konsistensi uterus yang menyertai

selama berlangsungnya hal tersebut. Waspada terhadap darah yang

berwarna merah dan uterus yang relaksasi yang berindikasi atoni uteri atau

fragmen plasenta yang tertahan. Perdarahan vagina berwarna merah terang

dan kontra indikasi uterus, mengindikasikan perdarahan akibat adanya

laserasi.
4) Berikan kompres es salama jam pertama setelah kelahiran pada ibu yang

beresiko mengalami hematoma vagina. Jika hematoma terbentuk, gunakan

rendam duduk setelah 12 jam.


5) Pertahankan pemberian cairan IV dan mulai cairan IV kedua dengan

ukuran jarum 18, untuk pemberian produk darah, jika diperlukan. Kirim

contoh darah untuk penentuan golongan dan pemeriksaan silang, jika

pemeriksaan ini belum dilakukan diruang persalinan.


6) Pemberian 20 unit oksitodin dalam 1000 ml larutan RL atau saline normal,

terbukti efektif bila diberikan infus intra vena + 10 ml/mnt bersama

dengan mengurut uterus secara efektif


7) Bila cara diatas tidak efektif, ergonovine 0,2 mg yang diberikan secara IV,

dapat merangsang uterus untuk berkontraksi dan berelaksasi dengan baik,

untuk mengatasi perdarahan dari tempat implantasi plasenta.


KONSEP DASAR TEORI EKLAMSI

1. Definsi

Eklamsia adalah kondisi serius akibat preeklamsia pada ibu hamil, yang

ditandai adanya kejang. Dengan kata lain, preeklamsia yang disertai kejang

disebut eklamsia.
Eklamsia merupakan kondisi jarang terjadi, namun harus segera ditangani

apabila muncul karena dapat membahayakan nyawa sang ibu dan bayi yang

dikandungnyanya. Eklamsia bisa terjadi pada saat ibu hamil mengalami hipertensi

berat atau preeklamsia, di mana sudah muncul kejang-kejang. Kejang dapat

diikuti dengan penurunan kesadaran atau tatapan yang kosong.

Preeklamsia umumnya terjadi pada trimester terakhir kehamilan, dan

risiko munculnya kejang (eklamsia) adalah pada saat mendekati persalinan.

Kejang eklamsia dapat dibagi menjadi 2 fase. Fase pertama adalah kejang sekitar

15-20 detik yang ditandai dengan kedutan di sekitar wajah. Setelah itu, kejang

eklamsia akan masuk fase kedua yang ditandai dengan kejang otot di sekitar

rahang, otot mata, dan akhirnya menyebar ke seluruh tubuh selama sekitar 60

detik. Agar dapat menghindari bahaya dari eklamsia, cara paling efektif adalah

dengan mendeteksi risiko terjadinya preeklamsia pada masa-masa awal

kehamilan.

2. Gejala Eklamsia

Munculnya eklamsia pada ibu hamil selalu didahului dengan preeklamsia.

Seringkali ibu hamil yang mengalami preeklamsia tidak menunjukkan gejala.

Akan tetapi, preeklamsia dapat diketahui pada waktu pemeriksaan dengan tanda-

tanda klinis seperti:


1) Hipertensi. Preeklamsia dapat terjadi akibat tekanan darah tinggi yang

dapat merusak pembuluh darah baik arteri, vena, dan kapiler. Kerusakan

pembuluh darah arteri akan menyebabkan aliran darah terganggu sehingga

mengganggu kinerja otak dan dapat menghambat pertumbuhan bayi.

2) Proteinuria. Proteinuria adalah keberadaan protein di dalam urine yang

diakibatkan oleh gangguan fungsi ginjal. Kondisi ini dapat muncul jika

glomerulus, bagian ginjal yang berfungsi menyaring darah, mengalami

kerusakan sehingga protein dapat lolos dari penyaringan. Ditemukannya

protein dalam urine merupakan tanda klinis yang penting dalam

mendiagnosis preeklamsia pada ibu hamil, meskipun tidak menunjukkan

gejala.Gejala preeklamsia lainnya juga dapat muncul seperti

pembengkakan pada lengan dan kaki dan kenaikan berat badan tiba-tiba

selama 1-2 hari kehamilan. Meskipun demikian, ibu hamil yang tidak

mengalami preeklamsia juga dapat mengalami gejala tersebut dan hal itu

normal dalam kehamilan.

Jika preeklamsia sudah masuk tahapan berat, gejala-gejala yang dapat muncul

pada ibu hamil antara lain:

1) Pusing.

2) Sakit kepala.

3) Mual.

4) Muntah.

5) Nyeri perut.

6) Gangguan penglihatan.
7) Perubahan refleks badan.

8) Gangguan kondisi mental.

9) Adanya cairan dalam paru-paru (pulmonari edema).

Apabila preeklamsia berat pada ibu hamil sudah disertai kejang-kejang, maka

kondisi ini disebut dengan eklamsia. Sebelum kejang terjadi, biasanya terdapat

gejala gangguan saraf, seperti sakit kepala dan penglihatan menurun. Gejala

preeklamsia umumnya akan hilang sekitar 1-6 minggu setelah persalinan.

3. Penyebab Eklamsia

Hingga saat ini, penyebab terjadinya preeklamsia dan eklamsia belum

diketahui dengan pasti. Namun, sejumlah dugaan menyebutkan bahwa kondisi ini

diakibatkan oleh kelainan pada pembuluh darah dan kelainan pada plasenta.

Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko preeklamsia dan eklamsia

pada ibu hamil adalah:

1) Hamil pada usia remaja atau diatas usia 40 tahun.

2) Memiliki riwayat preeklamsia atau eklamsia pada kehamilan sebelumnya.

3) Obesitas.

4) Mengalami hipertensi sebelum menjalani kehamilan.

5) Menjalani kehamilan yang dilakukan melalui donor sel telur atau

inseminasi buatan.

6) Mengalami kehamilan berganda.

7) Mengalami anemia sel sabit.

8) Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah.


4. Diagnosis Eklamsia

Pada wanita hamil yang mengalami kejang, dokter akan menentukan

apakah kejang tersebut diakibatkan oleh preeklamsia, terutama apabila pasien

sudah pernah mengalami preeklamsia di kehamilan sebelumnya, ataukah karena

penyebab lain. Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah sebagai

berikut:

1) Pemeriksaan darah. Preeklamsia dan eklamsia sangat terkait dengan

tekanan darah pada wanita hamil. Oleh karena itu penting untuk

melakukan pemeriksaandarah pada wanita hamil agar dapat

mendiagnosisadanyapreeklamsia dan eklamsia dengan tepat.Pemeriksaan

darah ini mencakup:


a. Penghitungan sel darah lengkap (complete blood cell count).

Analisis sel darah lengkap dapat menunjukkan apakah seseorang

menderita preeklamsia atau gangguan lain, seperti trombositopenia,

anemia hemolitik mikroangiopatik, atau sindrom HELLP

(gangguan pada organ hati yang merupakan salah satu bentuk

preeklamsia berat). Penghitungan sel darah lengkap juga dapat

digunakan untuk melihat kadar bilirubin dan serum haptoglobin

dalam darah.

b. Analisis hematokrit. Metode ini dilakukan untuk menghitung

jumlah sel darah merah per volume darah, yang berperan dalam

mengangkut oksigen agar asupan oksigen bagi ibu hamil dan

janinnya tetap dipastikan terjaga.


2) Tes fungsi ginjal. Untuk memastikan apakah seorang wanita hamil

mengalami komplikasi dari preeklamsia dan eklamsia yang merusak

ginjal, dapat dilakukan tes fungsi ginjal sebagai berikut:

a. Tes serum kreatinin. Kreatinin merupakan zat buangan dari otot

yang dialirkan melalui darah dan dibuang melalui ginjal. Akan

tetapi, jika ginjal mengalami kerusakan akibat preeklamsia dan

eklamsia, kadar kreatinin akan bertambah dalam darah akibat

penyaringan kreatinin tidak berlangsung dengan baik.

b. Tes urine. Keberadaan protein dalam urine (proteinuria)

merupakan salah satu tanda penting terjadinya preeklamsia dan

eklamsia pada ibu hamil. Kadar protein dalam urine yang

umumnya terdapat dalam urine ibu hamil dengan preeklamsia

adalah diatas 1 g/L. Selain itu, kadar asam urat juga bisa

mengalami peningkatan.

3) Ultrasonografi (USG). Pemeriksaan USG yang dilakukan pada ibu hamil

yang mengalami preeklamsia dan eklamsia berfungsi untuk memastikan

kondisi janin dalam keadaan baik. Melalui pemeriksaan USG, kondisi

janin dapat dinilai melalui pengecekan detak jantung serta pertumbuhan

janin. Metode pemindaian lain yang dapat dilakukan selain USG adalah

MRI dan CT scan, terutama untuk memastikan tidak adanya gangguan

selain preeklamsia dan eklamsia.

5. Pengobatan Eklamsia
Pengobatan eklamsia harus memperhatikan kondisi ibu hamil pada saat

itu. Ketika preeklamsia yang muncul sudah memasuki tahapan eklamsia,

pengobatan paling utama adalah persalinan, apabila kehamilan sudah cukup bulan.

Selain itu, eklamsia juga dapat terjadi pada jangka waktu 24 jam setelah

persalinan. Beberapa obat-obatan yang berfungsi untuk menurunkan tekanan

darah hingga di bawah 160 mmHg, di antaranya hydralazine, labetalol, dan

nifedipine. Untuk mengobati kejang-kejang yang terjadi selama eklamsia pada

ibu hamil, dokter kemungkinan akan memberikan obat seperti:

1) Magnesium sulfat. Magnesium sulfat berfungsi untuk menurunkan risiko

kembalinya kejang pada ibu hamil yang mengalami eklamsia, dan

biasanya diberikan dalam bentuk larutan secara intravena. Pemberian

magnesium sulfat untuk meredakan kejang dilakukan selama 24-48 jam.

2) Diazepam, phenytoin, dan natrium amobarbital. Ketiga jenis obat ini

dapat diberikan jika kejang-kejang kembali terjadi pada ibu hamil

meskipun sudah diberikan magnesium sulfat.

Setelah kejang-kejang pada ibu hamil dapat diredakan, dokter dapat

mempersiapkan persalinan bayi agar preeklamsia dan eklamsia dapat dihentikan,

terutama jika janin sudah berusia cukup untuk dilakukan persalinan. Persalinan

dapat dilakukan melalui operasi caesar ataupun persalinan normal melalui vagina.

Persalinan melalui vagina, dapat dilakukan terutama pada ibu hamil yang sudah

mendekati tanggal perkiraan persalinan. Untuk membantu persalinan vaginal,

dapat diberikan oksitosin yang berfungsi untuk menginduksi persalinan dengan

merangsang kontraksi otot rahim. Jika eklamsia terjadi pada ibu hamil dengan
usia kehamilan kurang dari 34 minggu, dianjurkan untuk dilakukan persalinan

caesar. Persalinan caesar juga harus segera dilakukan jika sudah ada tanda-tanda

gawat janin pada eklamsia. Untuk membantu perkembangan paru-paru janin,

dapat diberikan obat-obatan jenis steroid seperti kortikosteroid.

6. Komplikasi Eklamsia

Tanpa penanganan yang baik, eklamsia dapat menimbulkan kompikasi serius,

termasuk kematian ibu dan janin. Beberapa komplikasi yang masih dapat terjadi

pasca persalinan dan pengobatan eklamsia, antara lain adalah:

1) Kerusakan sistem saraf pusat dan pendarahan intrakranial akibat kejang

yang muncul berulang. Gejala lain dari kerusakan sistem saraf pusat

adalah kebutaan kortikal, akibat kerusakan pada korteks oksipital otak.

2) Gagal ginjal akut dan gangguan ginjal lainnya.

3) Gangguan kehamilan dan janin.

4) Gangguan dan kerusakan hati (sindrom HELLP)

5) Gangguan sistem peredaran darah, seperti koagulasi intravena

terdiseminasi (DIC).

6) Penyakit jantung koroner dan stroke.

7) Kemunculan kembali preeklamsia dan eklamsia pada kehamilan

berikutnya.

7. Prognosis Eklamsia pada Ibu Hamil dan Janin

Ibu hamil yang mengalami preeklamsia dan eklamsia kebanyakan dapat

menjalani kehamilan dan persalinan tanpa ada masalah. Meskipun demikian,


dapat terjadi gangguan pada tekanan darah pasca persalinan. Pada beberapa

wanita yang memiliki riwayat preeklamsia dan eklamsia, risiko hipertensi ini bisa

berlanjut pada kehamilan berikutnya.

Bayi yang lahir dari ibu hamil yang mengalami preeklamsia atau eklamsia

umumnya dapat hidup normal seperti bayi lain, walaupun seringkali lahir dengan

kondisi prematur dan harus tinggal di rumah sakit lebih lama.

Jumlah kematian pada ibu hamil akibat eklamsia hanya sekitar 1,8% dari

jumlah kasus eklamsia yang tercatat. Seringkali kematian ibu hamil akibat

eklamsia terkait dengan kondisi lain, seperti sindrom HELLP dan kekurangan

trombosit. Sedangkan kematian janin akibat eklamsia seringkali diakibatkan oleh

gangguan atau kerusakan pada plasenta, gangguan pertumbuhan janin dalam

rahim, dan hipoksia (kekurangan oksigen) pada janin.

B. KONSEP DASAR TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian yang

benar dan terarah akan mempermudah dalam merencanakan tinfakan dan evaluasi

dari tidakan yang dilakasanakan. Pengkajian dilakukan secara sistematis,

berisikan informasi subjektif dan objektif dari klien yang diperoleh dari
wawancara dan pemeriksaan fisik.

Pengkajian terhadap klien post meliputi :

1) Identitas klien

Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat dll

2) Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan dahulu

b. Riwayat kesehatan sekarang

Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah

banyak (>500ml), Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing,

gelisah, letih, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, dan mual.

3) Riwayat kesehatan keluarga

Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita hipertensi,

penyakit jantung, dan pre eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan

penyakit menular.

4) Riwayat obstetrik

a.meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya , keluhan waktu

haid, HPHT
b. Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa,

Usia mulai hamil


c.Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler

yang berlebihan
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan,

Stasis cairan tubuh,

3. Nyeri berhubungan dengan trauma/ distensi jaringan

4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan atau tidak

mengenal sumber informasi

3. INTERVENSI

Anda mungkin juga menyukai