Anda di halaman 1dari 17

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Samarinda merupakan Ibukota Kalimantan Timur yang berdiri sejak tahun


1668 telah menjadi pusat pemerintahan dan pusat perdagangan di Kalimantan Timur.
Samarinda dibelah oleh sungai mahakam yaitu sebuah sungai terbesar di
provinsi Kalimantan Timur yang bermuara di Selat Makassar. Samarinda dibelah oleh
sungai mahakam yaitu sebuah sungai terbesar di provinsi Kalimantan Timur yang
bermuara di Selat Makassar.
Sungai dengan panjang sekitar 920 km ini melintasi wilayah Kabupaten Kutai
Barat di bagian hulu, hingga Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda di
bagian hilir (wikipedia,2019). Samarinda dengan luas mencapai 718 km² telah terbagi
menjadi 10 kecamatan dan 59 Kelurahan (wikipedia,2019). Sungai Karang Mumus
adalah salah satu sungai yang mengalir di Kota Samarinda dan merupakan anak
Sungai Mahakam. Masyarakat yang tinggal dibantaran Sungai Karang Mumus yang
tidak memiliki fasilitas PDAM menggunakan air Sungai Karang Mumus untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jika digunakan terus air tersebut dapat
menyebabkan gatal-gatal dan penyakit kulit lainnya, karena menurunnya kualitas air
Sungai Karang Mumus. Perlu adanya pengolahan air bersih untuk masyarakat yang
bermukim dibantaran Sungai Karang Mumus, agar air yang digunakan masyarakat
tersebut tidak menimbulkan penyakit yang tidak diinginkan (Yuliana, 2013).
Kualitas air Sungai Karang Mumus di daerah ini, menurut data Badan
Lingkungan Hidup Kota Sa-marinda dari tahun 2009 sampai 2012 dalam keadaan
tercemar (Yumita et al., 2014). Akibat padatnya penduduk yang tinggal di bantaran
sungai menyebabkan tidak terkontrolnya limbah domestik yang masuk kedalam
perairan. Menurut Sumendar (2012) besarnya pengaruh limbah cair batu bara di
Sungai Karang Mumus tercemar sedang sampai tercemar berat. Sungai Ka-rang
Mumus masuk status mutu air kelas II. Menurut Yuliana (2013) masyarakat bantaran
Sungai Karang Mumus khusus Kelurahan Bandara, Samarinda mengetahui kondisi
2

kualitas air sungai buruk tetapi tetap memanfaatkannya untuk MCK (Mandi Cuci Ka-
kus) karena belum memiliki PDAM (Perusahaan Dae-rah Air Minum). Sungai yang
tercemar ini dapat menggaggu ekologi perairan utamanya adalah logam berat.

B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah:
1. Untuk mengetahui analisis kualitas air pada perairan sungai karang mumus
2. Untuk mengetahui pencemaran lingkungan yang ada pada perairan sungai karang
mumus

C. Manfaat
Adapun manfaat praktikum ini adalah:
1. Dapat menganalisis kualitas air pada perairan sungai karang mumus
2. Dapat mengetahui pencemaran lingkungan yang ada pada perairan sungai karang
mumus
3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sungai Karang Mumus

Sungai Karang Mumus merupakan anak Sungai Mahakam yang memiliki


panjang aliran 34,7 kilometer di wilayah Kota Samarinda. Sungai Karang Mumus
menjadi salah satu jalur trasportasi air bagi warga yang berada di daerah aliran
sungai (DAS) Karang Mumus, selain itu juga menjadi sumber aktivitas mencuci,
mandi, dan aktivitas lainya. Walaupun akhir-akhir ini, sesuai dengan intruksi
dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Samarinda kualitas air Sungai Karang Mumus
tidak lagi layak untuk digunakan akibat pencemaran limbah rumah tangga yang
melebihi ambang normal.

Secara umum kondisi topografi daerah aliran sungai Karang Mumus ada yang
berbukit-bukit dan ada pula yang datar, khususnya di alur sungai Karang Mumus
yang berada dalam kota Samarinda. Terdapat pula beberapa daerah rawa-rawa dan
anak sungai Karang Mumus antara lain Sungai Lubang Putang, Sungai Siring,Sungai
Lantung, Sungai Muang, Sungai Selindung, Sungai Bayur, Sungai Lingai, dan Sungai
Bengkuring.

Pengukuran kualitas air dapat dilakukan dengan dua cara, yang pertama
adalah pengukuran kualitas air dengan parameter fisika dan kimia (suhu, O2 terlarut,
CO2 bebas, pH, konduktivitas, kecerahan, alkalinitas ), sedangkan yang kedua adalah
pengukuran kualitas air dengan parameter biologi (plankton dan benthos) (Sihotang,
2006).
4

B. Parameter Kualitas Air


Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 1990
tentang Pengendalian Pencemaran air, pencemaran air adalah masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh
kegiatan manusia sehingga kualitas air menurun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan tidak lagi berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Pencemaran yang
mengakibatkan penurunan kualitas air dapat berasal dari limbah terpusat (point
sources) seperti: limbah industri limbah usaha peternakan, perhotelan, rumah sakit
dan limbah tersebar (non point sources) seperti: limbah pertanian, perkebunan dan
domestik (Asmadi dan Suharno, 2013). Menurut Kualitas air sungai dipengaruhi
kecepatan aliran sungai dan bermacam aktivitas di bantaran sungai (Effendi, 2015).
Adapun peraturan daerah provinsi kalimantan timur dalam mengelola kualitas air dan
pengendalian pencemaran air seperti pada lampiran dibawah ini:

LAMPIRAN V: PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 02 TAHUN 2011


TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

BAKU MUTU AIR PADA SUMBER AIR BERDASRKAN KELAS

Kelas Keterangan
Parameter Satuan
I II III IV
a. FISIKA

Temperatur 0C deviasi deviasi deviasi deviasi 5 Deviasi temperatur dari


3 3 3 keadaan alamiahnya
Residu Terlarut mg/L 1000 1000 1000 2000
Bagi pengolahan air minum
Residu Tersuspensi mg/L 50 50 400 400 secara konvensional, residu
tersuspensi < 5000
mg/L
Warna PtCo 100 180 200 250
KIMIA ANORGANIK
5

Apabila secara alamiah di


pH 6-9 6-9 6-9 5-9 luar rentang tersebut, maka
ditentukan berdasarkan
kondisi alamiah
BOD mg/L 2 3 6 12
COD mg/L 10 25 50 100
DO mg/L 6 4 3 0 Angka batas minimum
Total Fosfat sebagai mg/L 0,2 0,2 1 5
P
NO3 sebagai N mg/L 10 10 20 20
Bagi perikanan, kandungan
NH3-N mg/L 0,5 (-) (-) (-) ammonia bebas untuk ikan
yang peka < 0,02 mg/L
sebagai NH3
Arsen mg/L 0,05 1 1 1
Kobalt mg/L 0,2 0,2 0,2 0,2
Barium mg/L 1 (-) (-) (-)
Boron mg/L 1 1 1 1
Selenium mg/L 0,01 0,05 0,05 0,05

Kadmium mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01


Khrom (VI) mg/L 0,05 0,05 0,05 1
Bagi pengolahan air
Tembaga mg/L 0,02 0,02 0,02 0,2 minum
secara konvensional, Cu
< I mg/L
Bagi pengolahan air
Besi mg/L 0,3 (-) (-) (-) minum secara
konvensional, Fe <
5 mg/L
Bagi pengolahan air
Timbal mg/L 0,03 0,03 0,03 1 minum
secara konvensional, Pb <
0,I mg/L
Mangan mg/L 0,1 (-) (-) (-)
Air Raksa mg/L 0,001 0,002 0,002 0,005
Bagi pengolahan air
6

Seng mg/L 0,05 0,05 0,05 2 minum


secara konvensional, Zn <
5 mg/L
Khlorida mg/L (-) 600 (-) (-)
Sianida mg/L 0,02 0,02 0,02 (-)
Fluorida mg/L 0,5 1,5 1,5 (-)
Bagi pengolahan air
Nitrit sebagai N mg/L 0,06 0,06 0,06 (-) minum
secara konvensional,
NO2- N < 1 mg/L
Sulfat mg/L 400 (-) (-) (-)
Khlorin Bebas mg/L 0,03 0,03 0,03 (-) Bagi ABAM tidak
dipersyaratkan
Belerang sebagai Bagi pengolahan air
H2S mg/L 0,002 0,002 0,002 (-) minum secara
konvensional, S
sebagai H2S < 0,1 mg/L
Kesadahan sebagai mg/l 50 50 75 100
CaCO3

Tabel 1. (Salinan Dokumen Asli,2019)

Keterangan :
1. Mg = miligram
2. µg = mikrogram
3. ml = mililiter
4. L = liter
III. METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat Praktikum

Pelaksanaan praktikum dilakukan pada:

Tanggal : 16 Mei 2019

Tempat : Sungai Karang Mumus, Samarinda dan Laboratorium Kualitas


Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNMUL

B. Alat dan Bahan


Alat :
Adapun alat yang digunakan dalam Praktikum ini yaitu sebagai berikut :

No. Alat Kegunaan


1. Derigen 2 L Untuk menyimpan sampel
2. Gelas ukur 100mL Untuk menampung larutan
3. GPS Untuk menentukan titik koordinat tempat
praktikum
4. Stopwatch Untuk mengetahui waktu kecepatan arus
5. pH meter Untuk mengukur pH
6. Botol Winkler 100mL Untuk mengukur DO
7. Pipet tetes Untuk mengambil larutan
8. Labu Erlenmeyer Untuk menghomogenkan larutan
9. Bola arus Untuk mengukur kecepatan arus
10. Kertas saring whatman Untuk mengukur TSS
11. Tabung reaksi Untuk menampung larutan
12. Alat tulis Untuk mencatat hasil praktikum
13. Kamera Untuk mendokumentasikan hasil praktikum
14. Tissue Untuk menyerap air yang tak dibutuhkan
15. Secchi disk Untuk mengukur kecerahan perairan
16. Maxi Mix Untuk mengaduk NITRAI, NITRIT, dan
PHOSPHAT
17. Spektrofotometer Untuk Amonia, Sulfat, Nitrit, Nitrat Dan
Phosphat menggunakan panjang gelombang
18. Oven Memmeth Untuk TSS
19. Oven Jouvan Untuk TDS
20. Desikator Untuk mendinginkan TSS dan TDS
21. Kaca Arloji Untuk TSS
8

Bahan:
Adapun Bahan yang digunakan dalam Praktikum ini yaitu sebagai berikut :

No. Bahan Kegunaan


1. Aquades Untuk mensterilkan alat dan normalitas
2. Air Sampe Untuk analisis
3. Larutan H2SO4 Untuk DO dan Nitrat
4. Larutan NaS2O3 Untuk titrasi DO
5. Larutan MnSO4 Untuk DO dan Amonia
6. Larutan NaOH+Kl Untuk pencampuran uji kadar DO
7. Larutan amilum Untuk indikator DO
8. larutan CHLOROX Untuk Amonia
9. larutan Phenat Untuk Amonia
10. BaCl Untuk Sulfat
11. Condition Reagen Untuk Sulfat
12. Larutan HgSO4 Untuk NITRIT
13. Larutan NED Untuk NITRIT
14. Larutan Sulfalinamide Untuk NITRIT
15. Larutan Bruchine Sulfat Untuk NITRAT
16. Reagen 1 25 ml Untuk phosphat
17. Reagen 2 2,5 ml Untuk phosphat
18. Reagen 3 7,5 ml Untuk phosphat
19. Reagen 4 15 ml Untuk phosphat

C. Prosedur kerja

1. Kecerahan
 Secchi disk diturunkan perlahan hingga batas pertama kali tidak tampak
 Kemudian ditandai tali secchi disk dengan karet gelang dan diukur
panjang tali serta dicatat sebagai P1
 Lalu, secchi disk diturunkan lebih dalam lagi hingga benar-benar tidak
tampak
 Kemudian ditarik perlahan hingga pertama kali tampak dan talinya
ditandai dengan karet gelang serta diukur panjang tali dan dicatat sebagai
P2
 Dilihat dan dicatat hasil perhitungan nilai rata-rata kecerahan
9

2. Kecepatan Arus
 Persiapkan botol arus dengan memberi tali yang ditandai setiap meternya
 Masukkan botol arus kedalam perairan hingga tali merenggang sepanjang
5 meter
 Gunakan stopwatch untuk mengetahui waktu yang diperlukan selama
botol arus merenggang
 Matikan stopwatch dan ulangi sebanyak 3 kali
 Dilihat dan dicatat hasil perhitungan nilai rata-rata kecepatan arus

3. DO (Disolved Oxygen):
 Masukan sampel air kedalam botol Winkler 100 ml tanpa ada gelembung
 Tambahkan masing-masing 1 ml menggunakan pipet 1 ml (10 tetes)
MnSO4 dan (NaoH+KI)
 Homogenkan larutan dengan cara membolak-balikkan botol winkler
hingga terbentuk gumpalan sempurna, tunggu hingga gumpulan
mengendap selama ±5-10 menit
 Tambahkan 1 ml H2SO4 pekat,tutup dan humogenkan hingga endapan
larut sempurna
 Pindahkan kedalam gelas ukur 50 ml
 Masukkan kedalam labu erlenmeyer berikan indikator amilum/kanji
kemudian homogenkan sampai warna berwarna biru
 Titrasi dengan NaS2O3 hingga warna biru hilang dan kembali kepada
warna dasar, catat volume NaS2O3 yang terpakai dan masukkan kedalam
rumus sebagai perhitungan
 Dicatat hasil perhitungan nilai titrasi dan nilai normalitas

4. Amonia (NH3):
 Masukkan 10 ml sample air kedalam tabung reaksi
 Tambahkan 0.5 ml pereaksi larutan Phenat menggunakan pipet 2
 Tambahkan pereaksi larutan MnSO4 for NH3 1 tetes
10

 Tambahkan 0,5 ml pereaksi larutan CHLOROX menggunakan pipet 2


 Diamkan selama 15 menit setelah diaduk menggunakan Maxi Mix
 Ukur dengan Spektrofotometer dengan gelombang 630 nm
 Catat hasil nilai yang ada pada Spektrofotometer

5. Nitrit (NO2):
 Masukkan 10 ml sample air kedalam tabung reaksi
 Tambahkan sulfalinamide sebanyak 0,2 ml
 Tambahkan NED sebanyak 0,2 ml
 Diamkan selama 15 menit setelah diaduk menggunakan alat Maxi Mix
 Ukur dengan Spektrofotometer dengan gelombang 543 nm
 Catat hasil nilai yang ada pada Spektrofotometer

6. Phospat (PO4):
 Masukkan 10 ml sampel air kedalam tabung reaksi
 Campurkan reagen 1 sebanyak 25 ml, reagen 2 sebanyak 2,5 ml, reagen 3
sebanyak 7,5 ml dan reagen 4 sebanyak 15 ml kedalam gelas beaker
sebagai pereaksi larutan A
 Pipet larutan A sebanyak 1,6 ml masukkan kedalam tabung reaksi
 Aduk menggunakan alat Maxi Mix
 Ukur dengan Spektrofotometer dengan gelombang 880 nm
 Catat hasil nilai yang ada pada Spektrofotometer

7. Sulfat (SO4):
 Masukkan 5 ml sampel air kedalam tabung reaksi
 Tambahkan condition reagen sebanyak 0,25 ml menggunakan pipet 1
 Tambahkan bubuk BaCl secukupnya
 Aduk menggunakan alat Maxi Mix
 Ukur dengan Spektrofotometer dengan gelombang 420 nm
 Catat hasil nilai yang ada pada Spektrofotometer
11

8. Nitrat:
 Masukkan 2,5 sampel air kedalam tabung reaksi
 Tambahkan larutan Bruchine Sulfat sebanyak 2 tetes
 Tambahkan larutan H2SO4 sebanyak 2,5 ml
 Aduk menggunakan alat Maxi Mix
 Diamkan selama ± 15 menit hingga dingin
 Kemudian Ukur menggunakan Spektropothometer dengan gelombang 410
nm
 Catat hasil nilai yang ada pada Spektrofotometer

9. TSS:

Timbang awal kertas saring


 Kemudian letakkan kertas saring diatas vacum pump, kemudian jepit
 Masukkan aquades kedalam gelas ukur sebanyak 10 ml
 Nyalakan penyaring vacum pump, kemudian matikan
 Buka jepitan, lalu letakkan kertas saring kembali ke kaca arloji
 Air yang disaring dimasukkan kedalam baker glass untuk TDS
 Masukkan hasil saringan kedalam oven memmeth dengan suhu 108oC (1
jam)
 Keluarkan dan masukkan kedalam desikator
 Kemudian timbang kembali
 Lakukan pengovenan sebanyak 3 kali untuk memperoleh kalibrasi dan
berat awal yang optimal

Timbang akhir kertas saring


 Kemudian letakkan kertas saring diatas vacum pump, kemudian jepit
 Masukkan sampel air kedalam gelas ukur sebanyak 50 ml
 Nyalakan penyaring vacum pump, kemudian matikan
 Buka jepitan, lalu letakkan kertas saring kembali ke kaca arloji
12

 Air yang disaring dimasukkan kedalam baker glass untuk TDS


 Masukkan hasil saringan kedalam oven memmeth dengan suhu 108oC (1
jam)
 Keluarkan dan masukkan kedalam desikator
 Kemudian timbang kembali
 Lakukan pengovenan, pendinginan serta penimbangan sebanyak 3 kali
untuk memperoleh kalibrasi dan berat akhir yang optimal
 Catat dan hitung menggunakan rumus TSS

10. TDS:

Timbang awal gelas beaker


 Kemudian letakkan gelas beaker
 Air yang telah disaring dimasukkan kedalam baker glass
 Masukkan hasil saringan kedalam oven Jouvan dengan suhu 150oC (5 jam)
 Keluarkan dan masukkan kedalam desikator
 Kemudian timbang kembali
 Lakukan pengovenan sebanyak 3 kali untuk memperoleh kalibrasi dan
berat awal yang optimal

Timbang akhir kertas saring


 Kemudian letakkan gelas beaker
 Masukkan sampel air yang telah disaring sebanyak 50 ml kedalam gelas
 Masukkan hasil saringan kedalam oven memmeth dengan suhu 150oC (5
jam)
 Keluarkan dan masukkan kedalam desikator
 Kemudian timbang kembali
 Lakukan pengovenan, pendinginan serta penimbangan sebanyak 3 kali
untuk memperoleh kalibrasi dan berat akhir yang optimal.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 2. Pengambilan data lapangan pengukuran kualitas air
No Nama Sungai Waktu Titik Arus Kecera-han Suhu Cuaca Kondisi Sekitar/
. Koorinat Potensi Sumber Pencemar
1. Jembatan 09: 45 S.0,29’41” 1. 10,53 det P1=19 p2=24 250C Cerah Dekat rumah warga,ada kapal
Kehewanan E.117,9’33” 2. 09,52 det 21,5 cm bersandar, banyak sampah
3. 09,02 det
= 9,69
2. Jembatan 10:15 S. 0,29’32” 1. 32,66 det P1=16 250C Cerah Dekat pemukiman warga, banyak
Lambung E.117,9’23” 2. 17,10 det P2=24 sampah, ada sebuah sekolah
Mangkurat 3. 21,65 det 19 cm
=23,80
3. Jembatan 10: 38 S.0,29’28” 1. 11,22 det P1=26 250C Cerah Terdapat pintu air,ada cafe dan
Baru E.117,9’10” 2. 12,50 det P2=29 Berawan hotel yang berada dekat dengan
3.16,50 det 27,5 cm jembatan
= 19,5

Tabel 2. Hasil pengukuran kualitas air parameter kimia dan fisika

Lokasi pH DO Amonia Nitrit Phospat Sulfat Nitrat TSS TDS

1. 6,78 4,07 mg/L 1,01 mg/L 0,15 mg/L 0,08 mg/L 30,44 mg/L 5,22 mg/L 29 mg/L 324 mg/L

2 6.67 3,24 mg/L 0,89 mg/L 0,15 mg/L 0,05 mg/L 42,18 mg/L 5,34 mg/L 26 mg/L 254 mg/L
3. 6,66 3,32 mg/L 1,20 mg/L 0,15 mg/L 0,05 mg/L 40,81 mg/L 4,03 mg/L 30 mg/L 228 mg/L
14

B. Pembahasan
Air merupakan komponen kehidupan terpenting yang ada dimuka bumi.
Kehidupan manusia dan mahkluk hidup lain diawali dari sumber daya alam ini.
Manfaat air bagi hidup haruslah dilindungi serta dijaga kualitas airnya. Kualitas
air yang buruk dapat mempengaruhi kondisi lingkungan yang menjadi semakin
buruk, mengganggu kesehatan dan keselamatan manusia serta makhluk hidup
lainnya yang menjadi satu ekosistem perairan. Penurunan kualitas air yang terlihat
maupun telah dilakukan uji kualitas air selama praktikum ini menunjukkan bahwa
air sungai karang mumus telah tercemar.
Hal ini dapat dilihat dari lokasi pengambilan sampel air yaitu Jembatan
Kehewanan, Jembatan Lambung Mangkurat dan Jembatan Baru dekat hotel JB,
jembatan - jembatan ini sangat dekat dengan pemukiman masyarakat, Sekolah,
Hotel dan lainnya yang menimbulkan potensi pencemaran berupa limbah sampah
domestik. Menurut (Effendi, 2015) Kualitas air sungai dipengaruhi kecepatan
aliran sungai dan bermacam aktivitas di bantaran sungai. Saat praktikum ini
dilaksanakan air sungai sedang dalam keadaan pasang yang tidak memiliki surut
terendah maupun pasang tertinggi. Warna perairan cenderung berwarna coklat.
Namun, saat dilakukan uji parameter kimia dan fisika beberapa parameter
tidak sesuai dengan Baku Mutu Air melalui PERDA KALTIM Tahun 2011.
Menurut PERDA KALTIM Tahun 2011 standar amonia hanya diperbolehkan 0,5
mg/L sedangkan lokasi 3 yaitu Jembatan Baru menunjukkan hasil yang paling
tinggi dari ketiga jembatan lainnya sebesar 1,20 mg/L hal ini memang ditandai
dengan perubahan larutan sampel menjad warna hijau sedikit pekat. Standar Nitrit
yang diperbolehkan sebesar 0,6 mg/L namun ketiga lokasi sama sama
menunjukkan hasil sebesar 0,15 mg/L larutan sampel juga berwarna merah muda
yang lebih pekat dan hasil yang lainnya masih dalam baku mutu air yang
diperbolehkan. Pencemaran terhadap kualitas air pada umumnya dapat mematikan
organisme ikan yang hidup atau dapat mengubah habitat awalnya.
Limbah organik yang terakumulasi diperairan akan meningkatkan kadar
amonia dan mengurangi DO diperairan. Polutan ini akan menyebabkan gangguan
15

pada tahap subindividual. Menurut (Wedemeyer, 1996) reaksi suatu organisme


terhadap kondisi (stressors), dengan cara meningkatkan aktivitas neuroendocrine
systemnya untuk melepaskan hormon, sehingga menyebabkan perubahan2
physiological. Pada level individual yang telah terganggu, maka pada level
populasi dan ekosistem dapat terganggu dengan cara berkurangnya dekomposisi
organik, gangguan siklus nutrient, berkurangnya produktivitas primer, dan
berubahnya jaring makanan.
16

V. PENUTUP
A. Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum ini berdasarkan PERDA KALTIM Tahun


2011 standar amonia hanya diperbolehkan 0,5 mg/L sedangkan lokasi 3 yaitu
Jembatan Baru menunjukkan hasil yang paling tinggi dari ketiga jembatan lainnya
sebesar 1,20 mg/L hal ini memang ditandai dengan perubahan larutan sampel
menjad warna hijau sedikit pekat. Standar Nitrit yang diperbolehkan sebesar 0,6
mg/L namun ketiga lokasi sama sama menunjukkan hasil sebesar 0,15 mg/L
larutan sampel juga berwarna merah muda yang lebih pekat dan hasil yang
lainnya masih dalam baku mutu air yang diperbolehkan.

B. Saran

Diharapkan dalam praktikum selanjutnya sebaiknya dilaksanakan pada


daerah yang memiliki tingkat pencemaran yang tinggi dan di daerah yang tidak
dipengaruhi pasang dan surut. Dalam menganalisis kualitas air diharapkan
menggunakan semua parameter yang sesuai dengan baku mutu peraturan daerah
provinsi kalimantan timur dalam mengelola kualitas air dan pengendalian
pencemaran air.
17

DAFTAR PUSTAKA

Budiyono dan Siswo Sumardiono. 2013. Teknik Pengolahan Air. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Effendi, Hefni, 2015. River Water Quality Preliminary Rapid Assessment Using
Pollution Index, Elsevier B. V. Procedia Environmental Sciences. 33(2016), pp.
562-567.

Yumita, N.D.S., L. Sina, K.W. Wardana, 2014, Tinjauan Yuridis Dampak


Relokasi Warga terhadap Lingkungan Hidup di Sungai Karang Mumus
Kecamatan Samarinda Ilir, Jurnal Beraja Niti ,3(3). http://e-
journal.fhumnul.ac.id/index.php/beraja

Yuliana, Irna. 2013. Studi Tentang Pengetahuan Masyarakat Terhadap Kondisi


Lingkungan Pemukiman Penduduk di Bantaran Sungai Karang Mumus
Kelurahan Bandara Samarinda. Jurnal Sosiatri-Sosiologi UNMUL 1 (1): 20 – 30.

Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Samarinda, (2005). Laporan Rancangan
Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Samarinda. Samarinda: Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah. Hal. 13

Wikipedia, 2019 "Potret Sungai Karang Mumus Dulu dan Kini". Indrapuri.
"Sungai Karang Mumus". Kota Tepian Samarinda. Diakses tanggal 22 Juni 2019

Wedemeyer, 1996 Growth and Ecology of Fish Populations. Academic Press.


London.

Anda mungkin juga menyukai