Anda di halaman 1dari 20

Daftar Isi

Kata Pengantar

Bab I Pendahuluan
-Sejarah Dan Defenisi Psikologi
-Tujuan Dan Faedah Dalam Mempelajari Psikologi
-Metode Psikologi

Bab II Manusia
-Manusia Sebagai Makhluk Yang Bereksistensi
-Manusia Dalam Pandangan Al-Qur’an
-Perkembangan Manusia

Bab III Fungsi-Fungsi Psikis


-Sensasi Dan Persepsi
-Emosi Dan Perasaan
-Berfikir Dan Belajar

Bab IV Intelegensi Dan Personalisme


-Intelegensi
-Personalisme
BAB I
PENDAHULUAN

A. Sejarah dan Defenisi Psikologi

Menurut asal katanya, psikologi berasal dari kata-kata Yunani: psyche yang berarti
jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa. Namun, arti
“ilmu jiwa” masih kabur sekali.
Dalam bahasa Arab, kata jiwa sepadan dengan kata nafs. Kata ini secara berdiri
sendiri terulang sebanyak 295 kali dalam berbagai ayat Al-qur’an yang tersebar di 63 surah
atau 55% dari jumlah surah dalam Al-qur’an dengan arti dan penggunaan yang berbeda,
tanpa perubahan tashrif yang berarti. Yang terbanyak terdapat dalam surah Al-baqarah (35
kali), Ali-Imran (21 kali), An-nisa’ (19 kali), Al-An’am (17 kali), At-taubah (17 kali), Al-
a’raf (13 kali), dan Yusuf (13 kali).
Beberapa arti yang terkandung dalam kata nafs, antara lain: Hati (qalb);Qs. Al-isra’
ayat 17, Jenis (jins); Qs. At-taubah ayat 128, Ruh; Qs. Az-zumar ayat 42, Totalitas
Manusia; Qs. Ali-Imran ayat 185, dan Sisi dalam (jiwa) manusia sebagai penggerak dari
tingkah laku; Qs. Ar-Ra’d ayat 11.
Begitu beragamnya makna jiwa dan penggunaannya dalam pembicaraan sehari-hari
menyebabkan terjadinya kekaburan arti. Dampak dari kekaburan arti tersebut, sering
menimbulkan berbagai pendapat mengenai defenisi psikologi yang berbeda.
Sebelum menjadi ilmu pengetahuan tersendiri pada tahun 1879, psikologi dipelajari
dalam cabang filsafat dan ilmu faal. Filsafat sudah mempelajari gajala-gejala kejiwaan sejak
500 atau 600 sebelum masehi, yaitu melalui filsuf-filsuf Yunani kuno, yaitu Socrates (469-
399 SM) dan Aristoteles (384-322 SM). Pada zaman Renaisance, misalnya, Rene Descartes
(1596-1650 SM), filsuf prancis, pernah mendefenisikan bahwa ilmu jiwa (psikologi) adalah
ilmu tentang kesadaran. Pada generasi berikutnya, George Barkeley (1685-1753 SM), filsuf
Inggris, mengemukakan pendapat bahwa psikologi adalah ilmu tentang pengindraan
(persepsi).
Di pihak lain, para ahli ilmu faal, terutama para dokter yang mulai tertarik pada
masalah-masalah kejiwaan ini pada saat yang bersamaan dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan di Negara-negara Eropa, berpendapat bahwa jiwa erat sekali hubungannya
dengan susunan saraf dan refleks-refleks. Di mulai dengan Sir Charles Bell (1774-1842,
Inggris) dan Prancis Magensie (1783-1855, Perancis) yang menentukan saraf-saraf sensoris
(pengindraan) dan saraf-saraf motorik (yang memengaruhi gerak dan kelenjar), para ahli
kemudian menentukan berbagai hal, antara lain pusat bicara di otak (Paul Brocca, 1824-1880,
Jerman) dan mekanisme Refleks (Marshall hall, 1790-1857, Inggris). Setelah penemuan itu
timbullah defenisi-defenisi tentang psikologi yang mengaitkan tingkah laku dengan refleks.
Dari pengertian refleks ini kemudian berkembang pengertian tingkah laku yang pada
akhirnya menjadikan psikologi sebagai sebuah ilmu tentang prilaku.
Secara ringkas berikut ini dapat dipaparkan beberapa pengertian psikologi yang
dikemukakan para ahli, antara lain:
1. Psikologi adalah ilmu jiwa pengetahuan yang mempelajari tentang hakikat jiwa serta
prosesnya sampai akhir (Plato dan Aristoteles).
2. Psikologi bertugas menyelidiki apa yang kita sebut pengalaman bagian dalam sensasi dan
perasaan kita sendiri, pikiran serta kehendak kita yang bertolak belakang dengan setiap
objek pengalaman luar yang melahirkan pokok permasalahan ilmu alam (Wundt, 1829).
3. Semua kesadaran, normal atau abnormal, manusia atau binatang, merupakan pokok
permasalahan yang dicoba untuk dijelaskan oleh ahli psikologi, dan tidak ada defenisi ilmu
ini yang sepenuhnya dapat di terima, semua bunyinya kurang lebih sama (Angell, 1910).
4. Bagi aliran Behaviorisme psikologi merupakan bagian dari ilmu alam yang menekankan
prilaku manusia perbuatan dan ucapannya baik yang di pelajari maupun yang tidak sebagai
pokok masalah (Watson, 1919)
5. Defenisi psikologi sementara ini, kita boleh mengatakan bahwa pokok masalahnya adalah
studi ilmiah mengenai prilaku makhluk hidup dalam hubungan mereka dengan dunia luar.
(Koffka, 1925).
6. Secara luas, psikologi mencoba menemukan peraturan umum yang menerangkan prilaku
organisme hidup. Bidang ini mencoba menunjukkan, menerangkan dan menggolongkan
berbagai macam kegiatan yang sanggup dilakukan oleh binatang, manusia atau lainnya
(Gates, 1931)
7. Psikologi biasanya didefenisikan sebagai studi ilmiah mengenai prilaku. Lingkupnya
mencakup berbagai proses prilaku yang dapat diamati, seperti gerak tangan, cara berbicara da
perubahan kejiwaan dan proses yang hanya dapat diartikan sebagai pikiran dan mimpi (Clark
dan Miller, 1970)
8. Psikologi merupakan analisis ilmiah mengenai proses mental dan struktur daya ingat untuk
memahami prilaku manusia (Mayer, 1981)
9. Psikologi dapat diartikan sebagai studi sistematis mengenai tingkah laku dan kehidupan
mental (Roediger, 1984)
10. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan (Morgan C.T.
King)
Beragamnya defenisi di atas dalam pandangan modern disederhanakan menjadi ilmu
mengenai tingkah laku yang mencari jawaban mengenai sebab-sebab kemunculan satu bentuk
tingkah laku.
Berbeda dengan itu, dalam khazanah keilmuan Islam, psikologi atau ilmu nafs tidak
tumbuh sebagai ilmu yang membahas prilaku sebagai fenomena kejiwaan belaka, melainkan
dibahas dalam konteks sistem kerohanian yang memiliki hubungan vertikal dengan Allah,
karna Al-qur’an dan As-sunnah banyak menyebut secara langsung sepertiqalb, ‘aql, ruh, dan
bashirah, yang kesemuanya bersifat multidimensi, sehingga para ulama dibuat sibuk untuk
menggali pengertian nafs dan sistemnya dalam perspektif Al-qur’an dan As-sunnah yang
salah satu ilmu yang mengkaji nafs dalam khazanah keilmuan Islam adalah ilmu dan
ilmu nafs sendiri.
B. Tujuan Dan Faedah Dalam Mempelajari Materi Psikologi

Tujuan mempelajari psikologi dapat memiliki tiga kemampuan dasar:


a) Understanding: memiliki pengetahuan tentang konsep-konsep dan prinsip-prinsip psikologi
yang umumnya mendasari tingkah laku
b) Predicting: berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya, diharapkan mampu mendeteksi
permasalahan-permasalahan psikologis yang terjadi di lapangan pendidikan
c) Controlling: mampu menguasai dirinya dan terampil mengatasi permasalahan kependidikan
dengan psikologis.

C. Metode-metode Dalam Psikologi

Dalam psikologi, ada beberapa metode yang dapat diterapkan pada kehidupan.
Beberapa di antaranya akan diterangkan berikut ini.

1. Metode Eksperimental
Cara ini biasanya dilakukan di dalam laboratorium. Hal yang merupakan cirri pokok
dalam metode ini adalah peneliti bisa mengubah-ubah situasi sesuai dengan tujuan penelitian.
Metode ini merupakan penggabungan antara metode introspeksi dan eksperimen. Dengan
kata lain, ia mengendalikan variabel-variabel tertentu (variabel bebas atau independent) untuk
melihat bagaimana akibatnya terhadap variabel lainnya (variabel tergantung atau independent
variable). Atau, situasi dalam eksperimen ini sengaja dibuat, misalnya: orang dimasukkan
dalam ruang simulasi di mana peneliti bisa mengatur kekuatan cahaya atau gelombang suara
yang akan diberikan kepada orang percobaan. Biasanya metode ini sifatnya umum dan
ditujukan mencari hukum-hukum umum pula dan tidak terlalu memperhatikan perbedaan-
perbedaan individual.

2. Observasi Alamiah
Metode observasi ialah metode untuk mempelajari kejiwaan dengan sengaja
mengamati secara langsung, teliti, dan sistematis. Dalam hal ini observer dapat melakukan
tiga cara, yaitu: introspeksi (retrospeksi), intropeksi eksternal, dan ekstrospeksi.
Contohnya pada sekelompok pengunjuk rasa bisa diamati siapa yang menjadi
pimpinannya dan dikenali bagaimana pola/cara dia mendorong/memberi semangat kepada
kelompoknya. Pada saatnya, hasil pengamatan ini bisa digunakan untuk menyusun langkah-
langkah untuk mengantisipasi atau mencegah pemimpin itu melaksanakan niatnya.
3. Sejarah Kehidupan
Sejarah hidup seseorang dapat merupakan sumber data yang penting untuk
mengetahui jiwa orang yang bersangkutan. Misalnya, dari cerita ibunya, seorang anak yang
tidak naik kelas mungkin diketahui bahwa ia bukannya kurang pandai, tetapi minatnya di
bidang musik sehingga ia tidak cukup serius untuk mengikuti pendidikan di sekolah.

4. Wawancara
Wawancara merupakan metode pendidikan dengan menggunakan pertanyaan-
pertanyaan yang diberikan secara lisan. Maksudnya, agar orang yang diperiksa
mengungkapkan isi hatinya, pendapatnya dan lain-lain sedemikian rupa sehingga
pewawancara dapat menggali semua informasi yang diperlukan.
BAB II
MANUSIA

A. Sebagai Makhluk yang Bereksistensi

Pendapat para filsuf sejak sebelum Socrates, sampai zaman sarjana-sarjana psikologi
modern saat ini, bahwa manusia, selain merupakan makhluk biologis yang sama dengan
makhluk hidup lainnya adalah juga makhluk yang mempunyai sifat-sifat tersendiri yang khas.
Oleh karena itu, dalam mempelajari manusia kita harus mempunyai sudut pandangan yang
khusus pula. Pandangan psikologi modern adalah bahwa kita tidak dapat menjadikan manusia
hanya sebagai objek seperti pandangan kaum materialis, tetapi kita juga tidak dapat
mempelajari manusia hanya dari kesadarannya saja seperti pandangan kaum Idealis. Manusia
adalah objek sekaligus subjek.
Banyak sudah sarjana yang mencoba untuk memberi definisi yang tepat tentang
manusia. E. Cassirer menyatakan: “Manusia adalah makhluk simbolis”, dan Plato
merumuskan : “Manusia harus dipelajari bukan dalam kehidupan pribadinya, tetapi dalam
kehidupan sosial dan kehidupan politiknya”, Sedangkan menurut paham filsafat
eksistensialisme: “Manusia adalah Eksistensi”. Manusia tidak hanya ada atau berada di dunia
ini, tetapi ia secara aktif “mengada”. Manusia tidak semata-mata tunduk pada kodratnya dan
secara pasif menerima keadaannya, tetapi ia selalu secara sadar dan aktif menjadikan dirinya
sesuatu. Proses perkembangan manusia sebagian di tentukan oleh kehendaknya sendiri.
Berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya yang sepenuhnya tergantung pada alam.
Kebutuhan untuk terus menerus menjadi inilah yang khas manusiawi dan karenanya pulalah
manusia bisa berkarya, bisa mengatur dunia untuk kepentingannya sehingga timbullah
kebudayaan dalam segala bentuknya itu. Bentu-bentuk kebudayaan ini antara lain adalah
sistem perekonomian, kehidupan sosial dengan norma-normanya dan kehidupan politik.

B. Manusia Dalam Pandangan Al-qur’an

Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna dan teristimewa yang
menyandang gelar khalifah di muka bumi. Al-qur’an menjelaskan bahwa manusia diciptakan
dari tanah, kemudian setelah sempurna kejadiaannya, Tuhan menghembuskan kepadanya ruh
(QS. 38:71-72). Dengan tanah manusia dipengaruhi oleh kekuatan alam seperti makhluk
lainnya sehingga butuh makan, minum hubungan seks, dan sebagainya. Dengan “Ruh” dia
diantar ke arah tujuan dan materi yang tak berbobot, tak bersubtansi dan tak dapat di ukur di
laboratorium atau bahkan tak dikenal oleh alam material.
Manusia dibekali tuhan dengan potensi dan kekuatan positif untuk mengubah corak
kehidupan ke arah yang lebih baik (QS. 13:11), serta di tundukkan dan dimudahkan
kepadanya alam raya untuk di kelola dan di manfaatkan ( QS.45:12-13), ditetapkan arah yang
harus di tuju (QS. 51:56) dan di anugrahkan padanya petunjuk untuk menjadi pelita dalam
perjalanan ini (QS. 2:28).
Al-qur’an tidak menguraikan secara rinci proses penciptaan adam sebagai manusia
pertama. Al-Qur’an hanya menyampaikan bahwa:
a. Awal manusia dari tanah (QS. Al-mu’minun: 12-14).
b. Bahan tersebut disempurnakan (QS. As-Sajadah: 9)
c. Setelah proses penyempurnaan selesai, di tiupkan padanya Ruh ilahi (QS. Al hijr: 28-29 dan
Shad: 71-72).
Mengenai apa dan bagaimana proses penyempurnaan itu tidak di singgung oleh Al-
Qur’an. Al-Qur’an hanya menguraikan proses pertama, tengah dan akhir.
Al-Qur’an banyak membicarakan manusia, di antaranya yang di bahas adalah
mengenai sifat-sifat dan potensinya. Salah satu potensinya adalah Hawa yang merupakan
manifestasi ekspresi kreasi jiwa. Ia memiliki dorongan primitif. Sedangkan potensi yang lain
adalah nafs. Ia Memiliki dorongan kreatif eksistensial dan sekaligus menjadi penggerak bagi
tingkah laku dalam pemenuhan dorongan hawa dan Akal. Akal dalam fungsi mentalnya
menjadi semacam pemberi pertimbangan logis terhadap apapun yang muncul dalam
keinginan hawa. Keinginan Syahwati dapat saja membuat akal menjadi kotor secara
frekuentif akibat akumulasi tindakan yang keliru dari jiwa. Akal dapat saja terjebak
memberikan pertimbangan yang tidak jernih pada cara berfikir yang tidak logis.
Hati dalam fungsinya memahami (yafqahuna biha) melaksanakn fungsi penimbang
dan pengambil keputusan melalui berfikir logis dan berpikir rasa (fungsi pikir dan dzikir).
Namun ada kalanya ia bolak balik (yataqallabu) di antara hawa dan akal. Pada saat itu
biasanya muncullah akal budi (dhamir) dan suara hati (fuad)memberikan semacam insight
yang membuat insan ingat akan dasar fitrahnya sebagai hamba. Jika jiwa dan qalbu tidak
kembali, maka ia akan jatuh (QS. 95:5), tetapi jika ia tetap berada dalam koridor lingkaran
ilahi yang menjembatani ruhnya dan Allah ia akan mulia semulia saat ia diciptakan pertama
kali (QS. 17:70, 51:6, 95:4). Untuk itu ia membutuhkan konsepsi yang benar (QS. 5:3).
Terkait dengan rangkaian psikodinamik diatas, jiwa (nafs) diposisikan pertama kali
pada QS. Muzammil ayat 20 yang menyebutkan kebaikan-kebaikan diri masa lalu yang juga
akan berpengaruh pada pembentukan kepribadian kemudian. Pada QS. Mudatsir ayat 38 di
sebutkan bahwa usaha diri akan memberikan pengaruh pada jiwa.
Kata nafs dalam pengertian jiwa tercantum dalam QS. 81:14 dan 89:27-30. Dalam
ayat terakhir bahkan tertera penghormatan Allah terhadap hamba yang memiliki jiwa
yang muthmainnah. QS. 59:9 memperlihatkan bahwa yang mempengaruhi dan
menggerakkan prilaku adalah jiwa.
C. Perkembangan Manusia

Dalam mempelajari perkembangan manusia, kita harus membedakan 2 hal, yaitu


proses pematangn dan proses belajar. Selain itu masih ada hal ketiga dan keempat yang ikut
menentukan perkembangan, yaitu kekhasan atau bakat dan lingkungan.
Pematangan, berarti proses pertumbuhan yang menyangkut penyempurnaan fungsi-
fungsi tubuh secara alamiah sehingga mengakibatkan perubahan-perubahan dan perilaku,
terlepas dari ada atau tidaknya proses belajar. Perubahan-perubahan prilaku karena proses
pematangan ini dapat di perhitungkan dan diperkirakan sejak semula. Contohnya pada bayi
yang sudah dapat diperhitungkan perkembangannya seperti mulai telungkup, setelah itu
merangkak dst.
Belajar, berarti mengubah atau memperbaiki prilaku melalui latihan, pengalaman
atau kontak dengan lingkungan (fisik dan sosial) yang disebabkan melalui latihan dan
pengalaman serta relative tidak berubah (Quinn, 1995; Feldman, 2003, 2008). Jangan
dicampur adukkan dengan hasil kematangan fisik atau kondisi sesaat karena berpengaruh
kelelahan atau obat-obatan. Pada manusia, penting sekali belajar melalui kontak sosial agar
manusia dapat hidup dalam masyarakat dalam struktur kebudayaan yang rumit itu.
Kekhasan senantiasa terjadi seperti dapat terlihat pada satu dua anak yang lebih
menonjol daripada anak yang lain. Beberapa anak memang cepat sekali menangkap bahasa
asing, sedangkan anak yang lain lebih cepat memahami angka-angka. Inilah yang disebut
bakat atau potensi bawaan sejak lahir.
Lingkungan, Sudah cukup banyak penelitian tentang kontribusi lingkungan
terhadap perkembangan individu. Sebagai analogi, bibit unggul tanaman takkan
menghasilkan buah yang baik jika ia hidup di media yang serba kekurangan, misalnya zat
hara, geografis yang tak menguntungkan dan sebagainya. Namun disisi lain, percuma juga
jika media yang baik dan mendukung untuk menghidupi bibit, ternyata bibitnya sendiri tidak
baik.

Teori perkembangan manusia


1. Teori Nativisme
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan manusia itu akan ditentukan oleh faktor-
faktor nativus, yaitu faktor-faktor keturunan yang merupakan faktor-faktor yang dibawa oleh
individu pada waktu dilahirkan. Menurut teori ini sewaktu individu dilahirkan telah
membawa sifat-sifat tertentu, dan sifat-sifat inilah yang akan menentukan keadaan individu
yang bersangkutan, sedangkan faktor lain yaitu lingkungan, termasuk didalamnya pendidikan
dapat dikatakan tidak berpengaruh terhadap perkembangan individu itu. Teori ini di
kemukakan oleh Schopenhouer. Teori ini menimbulkan pandangan bahwa seakan-akan
manusia telah ditentukan oleh sifat-sifat sebelmnya, yang tidak dapat diubah, sehingga
individu sangat tergantumg kepada sifat-sifat yang diturunkan oleh orang tuanya.
2. Teori Empirisme
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan seseorang individu akan ditentukan oleh
empirinya atau pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama perkembangan individu itu.
Termasuk pendidikan yang diterima oleh individu itu. Teori ini dikemukakan oleh John
Locke, juga dikenal dengan teori tabularasa, yang memandang keturunan atau pembawaan
tidak mempunyai peranan.

3. Teori Konvergensi
Teori ini merupakan teori gabungan (konvergensi) dari kedua teori tersebut di atas,
yaitu suatu teori yang dikemukakan oleh William Stern baik pembawaan maupun
pengalaman atau lingkungan mempunyai peranan yang penting di dalam perkembangan
individu. Perkrmbangan individu akan ditentukan baik oleh faktor yang dibawa sejak lahir
(faktor endogen) maupun faktor lingkungan (termasuk pengalaman dan pendidikan) yang
merupakan faktor eksogen. Penelitian dari W. Stern memberikan bukti tentang kebenaran
dari teorinya. W. Stern mwngadakan penelitian dengan anak-anak kembar di Hamburg.
Dilihat dari segi faktor endogen atau faktor genetik anak yang kembar mempunyai sifat
keturunan yang dapat dikatakan sama. Anak-anak tersebut dipisahkan dari pasangannya dan
ditempatkan pada pengaruh lingkungan yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Vase-vase perkembangan manusia


 Masa kanak-kanak
Manusia dilahirkan dalam keadaan yang tidak berdaya dan harus menggantunkan
diri pada orang lain, terutama ibunya. Seorang anak memerlukan waktu lama sebelum ia bisa
berdiri sendiri. Uniknya, lamanya waktu manusia harus tergantung pada orang lain inilah
membuat ia punya kesempatan yang banyak untuk mempersiapkan dirinya dalam
perkembangannya sehingga pada akhirnya taraf perkembangan manusia adalah yang
tertinggi. Dan karna manusia pertama-tama sekali tergantung pada orang lain, maka peranan
orang (biasanya ibu) sangat mempengaruhi kepribadian anak. Anak-anak yang kurang
mendapatkan perhatian dari orang tuanya kebanyakan menjadi pemurung tidak bersemangat
dan daya tangkapnya kurang sehingga perkembangan kecerdasannya pun terbelakang.
 Masa remaja
Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa.
Yang mana pada masa transisi ini individu sering dibingungkan pada situasi di satu sisi ia
masih anak-anak dan di sisi lain harus bertingkah laku seperti orang dewasa. Situasi-siatuasi
seperti ini sering menimbulkan konflik yang menyebabkan perilaku-perilaku yang aneh,
canggung dan jika tidak dikontrol bisa menjadi kenakalan. Pada masa inilah remaja biasa
membantah orang tua karna mulai memiliki pendapat tersendiri yang berbeda dari orang
tuanya.
Permulaan masa remaja ditandai dengan kematangan organ-organ seksual. Pada
remaja putri, tandanya adalah menstruasi yang pertama. Dan pada remaja putra adalah mimpi
basah.
 Masa dewasa
Pada masa ini manusia sudah punya pendapat tersendiri yang menjadi pegangan
untuk diri sendiri dan sudah mulai mempersiapkan diri ke jenjang yang lebih tinggi. Seperti
seorang pria yang mempersiapkan diri untuk hidup dan menghidupi keluarganya dan seorang
wanita yang mempersiapkan diri untuk berumah tangga, dst.
Sesuai dengan kondisi kebudayaan dan lingkungan, pada beberapa orang tertentu
terdapat gajala-gejala khusus pada waktu usia 40 tahun tercapai atau terlewati. Pada beberapa
pria gejala itu tampak seprti tingkah laku remaja kembali (senang bersolek, jatuh cinta lagi,
pemarah, dan sebagainya). Pada perempuan kelihatan gejala depresi (murung), cepat marah
yang biasanya mengikuti perasaan cemas dan khawatir kehilangan kasih saying anak-anak
(yang mulai dewas) dan kasih sayang suami.
 Masa tua
Pada masa tua ini terjadi perubahan yang mudah dilihat yakni perubahan fisik.
Kemampuan indra-indra sensoris menurun, waktu reaksi dan stamina menurun. Problem
utama pada masa tua adalah kesepian dan kesendirian. Mereka yang biasanya disibukkan
oleh pekerjaan yang sekaligus sebagai pegangan hidup dan dapat member rasa aman dan rasa
harga diri. Pada saat ia pensiun, maka ia kehilangan kesibukan sekaligus merasa mulai tidak
diperlukan lagi. Bertepatan dengan itu, anak-anak mulai menikah dan mmmeninggalkan
rumah. Badan mulai lemah dan tidak memungkinkan untuk bepergian jauh. Sebagai
akibatnya, semangat mulai menurun, mudah dihinggapi penyakit dan segera akan mengalami
kemunduran-kemunduran mental.
BAB III
FUNGSI-FUNGSI PSIKIS

A. Sensasi dan Persepsi


Di dalam psikologi, dikenal dua istilah pemrosesan informasi yang diterima dari
pengamatan, yaitu sensasi dan persepsi. Dalam pengertian yang sempit kedua istilah ini tidak
dibedakan karena kedua fungsi ini merupakan dua proses yang melibatkan pengamatan.
Tetapi , secara fungsional kedua fungsi psikis ini sangat berbeda.
Sensasi didefenisikan sebagai sistem yang mengoordinasi sejumlah peralatan untuk
mengamati yang dirancang secara khusus. Dalam proses kerjanya, sistem sensasi ini
dikerjakan dalam sebuah proses mendeteksi sejumlah rangsang sebagai bahan informasi yang
diubah menjadi impuls saraf dan dikirim ke otak melalui benang-benang saraf. Oleh
karenanya, secara sederhana proses sensasi ini diartikan sebagai alat penerima (reseptor)
sejumlah rangsang yang akan di teruskan ke otak yang kemudian akan menyeleksi rangsang
yang diterima tersebut. Sedangakan, Persepsi merupakan fungsi psikis yang dimulai dari
proses sensasi, tetapi diteruskan dengan proses mengelompokkan, menggolong-golongkan,
mengartikan, dan mengaitkan beberapa rangsang sekaligus.
Dalam proses penerimaan rangsang ini, indra menangkap berdasarkan sifat sensor
yang dimilikinya. Indra penglihatan untuk objek visual, pendengaran untuk objek auditory,
somatosensorik (untuk stimulus yang berasal dari rasa kimiawi dan bau, rasa kulit luar dan
dalam, rasa sakit (vital), suhu untuk dingin dan panas), peraba untuk bidang, serta positioning
tubuh dan keseimbangan yang terkait dengan indra kinestetis dan vestibula.

B. Emosi dan Perasaan


Selain dipengaruhi oleh pengindraan (persepsi) dan pikiran, prilaku manusia juga
disertai oleh perasaan atau emosi. Perasaan itu bisa positif (senang) atau negatif (tidak
senang). Perasaan senang atau tidak senang yang slalu mewarnai prilaku kita sehari-hari,
ketika msaih dekat dengan tataran biologi dan fisiologi/faal disebut warna afektif (affective
tone). Warna afeksi ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah atau samar-samar saja.
Dalam hal warna afektif yang kuat, maka perasaan-perasaan menjadi lebih mendalam, lebih
luas, lebih terarah dan sudah mencapai tingkat mental atau psikologi, tidak lagi pada tingkat
biologi atau fisiologi saja. Perasaan-perasaan seperti ini disebut emosi. Beberapa macam
emosi antara lain gembira, bahagia, terkejut, dan sebagainya.
Dapat di pahami bahwa emosi adalah suatu konsep yang sangat majemuk sehingga
tidak ada satupun defenisi yang diterima secara universal. Studi tentang emosi tidak hanya
dilakukan oleh psikologi, tetapi juga oleh sosiologi, neurologi, etika, dan filsafat. Hal tersebut
menambah lagi keragaman defenisi tentang emosi. Sedang perasaan dapat didefenisikan
sebagai suatu pernyataan jiwa, yang sedikit banyak bersifat subyektif, untuk merasakan
senang atau tidak senang, dan tidak bergantung kepada perangsang dan alat-alat indra.
Perbedaan antara perasaan dan emosi tidak dapat dinyatakan dengan tegas, karena
keduanya merupakan suatu kelangsungan kualitatif yang tidak jelas batasnya. Orang baru
selesai makan enak dan kenyang, merasa puas dan senang. Hal itu adalh warna afeksi yang
positif. Orang itu mungkin akan kembali ke meja kerjanya dengan bersiul-siul. Sebaliknya,
orang yang kelaparan karna terlambat makan, cenderung cepat marah walaupun tidak ada
masalah yang serius. Penyebabnya karna warna afektifnya sedang negatif.

C. Berfikir dan Belajar


Berfikir ialah gejala jiwa yang dapat menetapakan hubungan-hubungan antara
ketahuan-ketahuan kita. Berfikir adalah suatu proses dialektis. Artinya, selama kita berfikir,
fikiran kita mengadakan tanya jawab dengan fikiran kita, untuk dapat meletakkan hubungan-
hubungan antara ketahuan kita itu, dengan tepat. Pertanyaan itulah yang memberi arah
kepada fikiran kita.
Secara garis besar ada dua macam berfikir: berfikir autistik dan berfikir realistik.
Berfikir autistik lebih tepat disebut melamun. Fantasi, mengkhayal, wishful thinking
adalah contoh-contonya. Dengan berfikir autistik orang melarikan diri dari kenyataan dan
melihat hidup sebagai gambar-gambar fantastis. Kegiatan mental yang melantur ini tidak
mempunyai tujuan yang tertentu, dan seringkali dinamakan fikiran (berfikir) yang tidak
terarah, atau arus kesadaran atau kesadaran jaga biasa.
Berfikir realistis, disebut juga nalar (reasoning), ialah berfikir dalam rangka
menyesuaikan diri dengan dunia nyata. Floyd L. Runch menyebutkan tiga macam berfikir
realistik: deduktif, indukif, evaluatif. Dengan kata lain Linda menyebut berfikir realistik
sebagai pikiran terarah sebagai kebalikan dari pikiran tidak terarah. Pikiran atau berfikir
terarah diarahkan pada tujuan yang tertentu, sangat terkendali dan terikat pada suatu kejadian.
Sedang, belajar adalah suatu proses di mana suatu prilaku ditimbulkan, diubah atau
diperbaiki melalui serentetan reaksi atau situasi (atau rangsang) yang terjadi. Belajar
merupakan suatu kegiatan yang terjadi dalam diri seseorang yang sukar untuk di amati secara
langsung.

Macam-macam Teori Belajar


Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori
belajaryaitu: teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme, dan teori belajar
konstruktivisme. Teori belajar behaviorisme hanya berfokus pada aspek objektif diamati
pembelajaran. Teori kognitif melihat melampaui perilaku untuk menjelaskan pembelajaran
berbasis otak. Dan pandangan konstruktivisme belajar sebagai sebuah proses di mana pelajar
aktif membangun atau membangun ide-ide baru atau konsep.
Faktor yang mempengaruhi belajar
a. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat
memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan
psikologis.
 Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
individu.
 Faktor psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat
memengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama memengaruhi proses
belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, bakat dan percaya diri.

b. Faktor-faktor eksogen/eksternal
Dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan bahwa faktor-faktor eksternal yang
memengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan
sosial dan faktor lingkungan nonsosial.
 Lingkungan sosial
Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-
sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, dapat memberi
dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan antara anggota keluarga, orangtua, anak,
kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan
baik.
 Lingkungan nonsosial.

Faktor faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah:


Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin,
sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan
tenang. Lingkungan alamiah tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat memengaruhi
aktifitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses
belajar siswa akan terhambat.
BAB IV
INTELIGENSI DAN PERSONALISME

A. Inteligensi
Inteligensi merupakan kemampuan yang di bawa sejak lahir dan dianggap sebagai
kemampuan tertinggi dari jiwa makhluk hidup yang hanya di miliki manusia, yang dengan
kemampuan inteligensi ini memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu.
Menurut W. Stern, inteligensi ialah kesanggupan jiwa untuk dapat menyesuaikan
diri dengan cepat dan tepat dalam situsai yang baru. Sedangkan menurut V. Hees, inteligensi
ialah sifat kecerdasan jiwa.
Menurut arah atau hasilnya, inteligensi ada 2 macam:
1. Inteligensi Praktis. Ialah inteligensi untuk dapat mengatasi suatu situasi yang sulit dalam
sesuatu kerja, yang berlansung secara cepat dan tepat.
2. Inteligensi teoritis. Ialah inteligensi untuk dapat mendapatkan suatu pikiran penyelesaian
soal atau masalah dengan cepat dan tepat.

Faktor yang mempengaruhi inteligensi


1. Pembawaan. Ialah segala kesanggupan kita yang telah kita bawa sejak lahir, dan yang tidak
sama pada tiap orang.
2. Kematangan. Ialah saat munculnya sesuatu daya jiwa kita yang kemudian berkembang dan
mencapai saat puncaknya.
3. Pembentukan. Ialah segala factor luar yang mempengaruhi inteligensi dimasa
perkembangannya.
4. Minat. Inilah yang merupakan motor penggerak dari inteligensi kita.

Macam-macam Inteligensi
Ada beberapa macam intelegensi, antara lain :
 Inteligensi keterampilan verbal
Yaitu kemampuan untuk berpikir dengan kata-kata dan menggunakan bahasa untuk
mengungkapkan makna.
 Inteligensi keterampilan matematis
Yaitu kemampuan untuk menjalankan operasi matematis. Peserta didik dengan kecerdasan
logical mathematical yang tinggi memperlihatkan minat yang besar terhadap kegiatan
eksplorasi.
 Inteligensi kemampuan ruang
Yaitu kemampuan untuk berpikir secara tiga dimensi. Cenderung berpikir secara visual.
Mereka kaya dengan khayalan internal (Internal imagery) sehingga cenderung imaginaif dan
kreatif.
 Inteligensi kemampuan musical
Yaitu kepekaan terhadap pola tangga nada, lagu, ritme, dan mengingat nada-nada. Ia juga
dapat mentransformasikan kata-kata menjadi lagu, dan menciptakan berbagai permainan
musik.
 Inteligensi Keterampilan kinestetik tubuh
Yaitu kemampuan untuk memanipulasi objek dan mahir sebagai tenaga fisik. Senang
bergerak dan menyentuh. Mereka memiliki kontrol pada gerakan, keseimbangan,
ketangkasan, dan keanggunan dalam bergerak.
 Inteligensi Keterampilan intrapersonal
Yaitu kemampuan untuk memahami diri sendiri dengan efektif mengarahkan hidup
seseorang. Memiliki kepekaan perasaan dalam situasi yang tengah berlangsung, memahami
diri sendiri, dan mampu mengendalikan diri dalam konflik. Ia juga mengetahui apa yang
dapat dilakukan dan apa yang tidak dapat dilakukan dalam lingkungan sosial
 Inteligensi keterampilan interpersonal
Yaitu kemampuan untuk memahami dan secara efektif berinteraksi dengan orang lain. Pintar
menjalin hubungan sosial, serta mampu mengetahui dan menggunakan beragam cara saat
berinteraksi. Mereka juga mampu merasakan perasaan, pikiran, tingkah laku dan harapan
orang lain, serta mampu bekerja sama dengan orang lain.
 Inteligensi keterampilan naturalis
Yaitu kemampuan untuk mengamati pola di alam serta memahami system buatan manusia
dan alam.
 Inteligensi emosional
Yaitu kemampuan untuk merasakan dan mengungkapkan emosi secara akurat dan adaftif
(seperti memahami persfektif orang lain).

Orang yang berjasa menemukan tes inteligensi pertama kali ialah seorang dokter
bangsa Prancis Alfred Binet dan pembantunya Simon. Tesnya terkenal dengan nama tes Tes
Binet-Simon. Seri tes dari Binet-Simon ini, pertamakali diumumkan antara 1908-1911 yang
diberi nama : “Chelle Matrique de l’inteligence” atau skala pengukur kecerdasan. Tes binet-
simon terdiri dari sekumpulan pertanyaan-pertanyaan yang telah dikelompok-kelompokkan
menurut umur (untuk anak-anak umur 3-15 tahun). Sehingga dengan demikian kita dapat
melihat adanya perbedaan-perbedaan IQ (Inteligentie Quotient) pada tiap-tiap orang/anak.
Klasifikasi IQ antara lain :
 Genius 140 ke atas
 Sangat Cerdas 130-139
 Cerdas (superior) 120-129
 Di atas rata-rata 110-119
 Rata-rata 90-109
 Di bawah rata-rata 80-89
 Garis Batas 70-79
 Moron 50-69
 Imbisil, Idiot 49 ke bawah
B. Personalisme
Personalisme adalah filosofi yang menyatakan bahwa martabat pribadi manusia dinilai dari
norma dasar etika .Pandangan ini memperlihatkan secara jelas bahwa norma dasar langsung dan
konkrit moralitas bukan otoritas luar (Moralitas Ekstrinsik), kesenangan (Hedonisme), manfaat
terbesar bagi jumlah terbesar orang (Utilitarisme), kebahagiaan (Eudaimonisme), kebebasan yang
menciptakan nilai (Eksistensialisme Humanistis), kewajiban (Formalisme Kant), tetapi Martabat
Pribadi Manusia, baik martabat pribadiku sendiri dan martabat pribadi orang lain, harkat intrinsik
setiap orang.
Menurut Imanuel Kant, manusia harus dihormati karena manusia adalah satu-satunya
makluk yang merupakan tujuan dalam dirinya sendiri. Sikap hormat tak bersyarat ini dituntut oleh
kodrat atau harkat pribadi manusia yang intrinsic sebagai persona, pusat kemandirian, makluk
berakal-budi dan berkehendak. Untuk menegaskan kemutlakan nilai manusia dan sikap hormat yang
tidak bersyarat atas manusia, Kant membedakan antara “harga” (Preis) dan “martabat (Würde).
Harga dan martabat manusia ini memang menjadi tujuan, tetapi prinsipnya, hal yang memiliki “harga”
selalu bisa tergantikan, selalu tersedia alternatif, substitusi. Tetapi sesuatu yang memiliki “martabat”
selalu unik, tak tergantikan oleh alternatifnya. Karena itu, untuk manusia yang memiliki martabat, Kant
memberikan inperatif moral: “Hendaklah memperlakukan kemanusiaan, baik dalam diri Anda maupun
dalam diri orang lain, selalu sebagai tujuan pada dirinya sendiri dan tidak pernah sebagai sarana”.
Daftar Pustaka

, -Shaleh, Abd Rahman, 2009, Psikologi: Suatu Pengantar dalam


Perspektif Islam Jakarta: Kencana.
-Wirawan Sarwono, Sarlito, 2009, Pengantar Psikologi
Umum, Jakarta: Rajawali Pers.
-Suyanto, Agus, 2014, Psikologi Umum, Jakarta: Bumi Aksara
KATA PENGANTAR

Alhamdulilahirobilalamin, puji syukur ucapkan atas kehadirat Allah


Swt yang mana telah melimpahkan rahmat serta hidayah-NYA, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ FUNGSI FUNGSI
PSIKIS ” tepat pada waktunya, dan shalawat serta salam juga selalu
tercurahkan kepada nabi besar Muhamad SAW yang telah membawa
kita dari alam keboodohon menuju alam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi seperti yang kita rasakan pada saat
sekarang ini. Dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang membantu ikut berpartisipasi dalam
penyusunan makala ini. Didalam penyusunan makalah ini kami
menyadari masih banyak sekali kekurangan, untuk itu kritik dan saran
yang bersifat membangun dari rekan-rekan dan kakak senior sangat
kami harapkan demi kesempurnaan makala selanjutnya. Semoga makala
ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi mahasiswa
sekolah tinggi kesehatan (STIKES). Atas perhatiannya kami ucapkan
terima kasih, wassalamualaikumwarohmatulahiwabarokatu.

Pangkalpinang, 29 Maret 2018

Penyusun
MAKALAH
Fungsi-fungsi psikis

Disusun Oleh :

MULYA ARTI (16.21.022)


TARIDA (16.21.021)
MAKUL : PSIKOLOGI KESEHATAN

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ABDI NUSA
PANGKALPINANG
2018

Anda mungkin juga menyukai